Gambaran Penanganan Kasus Trauma Gigi Sulung di Kecamatan Medan Baru, Medan Kota, Medan Selayang dan Medan Amplas

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Trauma, Prevalensi dan Etiologinya
Pengertian trauma secara umum adalah luka atau jejas baik fisik maupun
psikis. Trauma dengan kata lain disebut injury atau wound, dapat diartikan sebagai
kerusakan atau luka baik fisik maupun psikis yang biasanya disebabkan oleh
tindakan-tindakan fisik dengan terputusnya kontinuitas normal suatu struktur.2,8
Trauma gigi adalah kerusakan yang mengenai jaringan keras gigi dan atau
periodontal karena sebab mekanis.8 Trauma gigi anterior merupakan kerusakan
jaringan keras gigi dan atau periodontal karena kontak yang keras dengan suatu benda
yang tidak terduga sebelumnya pada gigi anterior baik pada rahang atas maupun
rahang bawah atau kedua-duanya.2
Trauma gigi adalah masalah kesehatan masyarakat yang berkembang dan
menantang bagi para dokter gigi dan masih sangat terabaikan. Sangat jarang
dilakukan penelitian terhadap prevalensi trauma gigi. Data statistik di Amerika
Serikat yang dilakukan oleh O’Brien menunjukkan bahwa sepertiga dari semua anak
prasekolah menderita trauma gigi yang melibatkan gigi sulung. Laporan beberapa
peneliti mengenai prevalensi trauma gigi anak prasekolah di beberapa negara berkisar
dari 9,4% sampai 36,8% (Tabel 1).9,10
Tabel 1. Prevalensi trauma gigi anak prasekolah dari beberapa penelitian9,10

Prevalensi
Jumlah
Negara (tahun)
Usia
(%)
Sampel (n)
965
5 tahun
11,1
Israel, Zadik (1976)
750
3-5
tahun
18,0
Belgia, Carvalho et al (1988)
1853
1-5 tahun
15,0
Brazil, Mestrinho et al (1988)
576

10-72
bulan
30,2
Brazil, Bijella et al (1990)
493
3-4
tahun
23,0%
USA, Jones et al (1993)

Universitas Sumatera Utara

Negara (tahun)

Jumlah
Sampel (n)

Usia

Prevalensi

(%)

Nigerian, Otuyemi (1994)
Brazil, Mestrinho et al (1998)
Belgium, Charvalo et al ( 1998)
Afrika selatan, Hargreaves et al (1999)
Brazil, Cunha et al (2001)
Brazil, Kramer et al (2003)
Brazil, Granville-Garcia et al (2006)
Brazil, Oliveira et al (2007)

1401
1853
750
1466
1654
1545
2651
892


1-5 tahun
1-60 bulan
3-5 tahun
1-5 tahun
0-36 bulan
12-72 bulan
1-5 tahun
0,5-5 tahun

30,8
10,0
18,0
15,0
16,3
36,0
36,8
9,4

Penelitian yang dilakukan oleh Carvalho dkk (cit Avsar dan Topaloglu)
menunjukkan bahwa 98% kasus trauma gigi sulung mengenai rahang atas dan paling

sering pada gigi insisivus sentralis. Cunha et al (cit Avsar dan Topaloglu)
melaporkan bahwa kasus trauma terbesar adalah fraktur mahkota. Penelitian ini juga
menunjukkan bahwa jenis trauma subluksasi lebih sering dari luksasi.3
Trauma gigi sulung lebih sering terjadi pada jaringan periodontal
dibandingkan pada jaringan keras gigi. Penelitian Cunha et al (cit Avsar dan
Topaloglu) pada anak usia 0 – 3 tahun menunjukkan bahwa konkusi adalah trauma
yang paling sering, namun jarang dilaporkan karena penderita trauma masih kecil,
perdarahan hanya sedikit atau bahkan tidak ada dan keengganan orangtua membawa
anak ke dokter gigi pada trauma yang kelihatannya tidak parah ( Tabel 2).3
Tabel 2. Distribusi jenis trauma gigi sulung dari penelitian Cunha et al (cit Avsar dan
Topaloglu)3
Usia ( bulan )
Jenis Trauma
Trauma pada jaringan keras
Infraksi mahkota
Fracture crown uncomplicated
Fracture crown complicated
Fracture crown-root uncomplicated

6 – 12

n (%)
2
2
-

13 – 24
n (%)
11
3
7
1
-

25 – 36
n (%)
9
2
5
1
1


Total
n (%)
22 (15)
7 (4,7)
12 (8)
2 (1,4)
1 (0,7)

Universitas Sumatera Utara

Jenis Trauma

Usia ( bulan )
6 – 12
13 – 24 25 – 36
n (%)
n (%)
n (%)


Fracture crown-root complicated
Fraktur akar
Trauma pada jaringan periodontal
Konkusi
Subluksasi
Luksasi lateral
Luksasi Intrusif
Luksasi Ekstrusif
Avulsi
Total

20
2
13
2
3
22

67
10

38
9
7
3
-

41
4
15
5
4
4
9

Total
n (%)
128 (85)
16 (10,7)
66 (44,0)
16 (10,7)

14 (9,3)
7 (4,7)
9 (6,0)

78

50

150 (100)

Trauma pada gigi dapat terjadi pada saat melakukan kegiatan sehari-hari serta
kegiatan dan peristiwa lainnya seperti saat berolahraga, pertengkaran dan kecelakaan
lalu lintas.4 Etiologi trauma gigi sulung yang paling sering adalah jatuh. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan di Universitas Ondokis Mayis Fakultas Kedokteran Gigi
(cit Avsar dan Topaloglu) pada anak usia 0 – 3 tahun di dapat puncak prevalensi
trauma ditemukan pada anak berusia 2 - 3 tahun. Etiologi trauma paling umum
disebabkan oleh jatuh dan kecelakaan saat bermain (Tabel 3).3

Tabel 3. Distribusi etiologi trauma gigi sulung berdasarkan usia anak3
% Kelompok usia ( bulan)

Etiologi
6 – 12 13 – 18 19 – 24 25 – 30
> 30
12,3
19,4
18,4
10,2
13,3
Jatuh
2,0
4,1
4,1
2,0
2,0
Benturan benda
1,0
Kecelakan lalulintas
1,0
1,0
1,0
Kekerasan pada anak
2,0
2,0
2,0
1,0
2,0
Tidak diketahui
16,3
26,5
24,4
14,2
18,4
Total

Total
73,5
14,2
1,0
2,0
9,2
100

Universitas Sumatera Utara

2.2 Klasifikasi Trauma
Para ahli mengklasifikasikan berbagai macam kelainan akibat trauma gigi
anterior. Klasifikasi trauma gigi yang telah diterima secara luas adalah klasifikasi
menurut Ellis dan Davey (1970) dan klasifikasi yang direkomendasikan dari World
Health Organization (WHO) dalam Application of International Classification of
Diseases to Dentistry and Stomatology.2,5
Trauma pada gigi telah diklasifikasikan oleh berbagai faktor seperti etiologi,
anatomi, patologi dan pertimbangan perawatan. Beberapa klasifikasi dari peneliti
pada trauma gigi dapat dilihat pada tabel 4.5
Tabel 4. Klasifikasi trauma gigi dari beberapa peneliti5
Tahun
Peneliti
1936 Braurer mengklasifikasikan fraktur pada gigi anterior
1944 Adams membagi trauma pada gigi sulung menjadi 6 kelas
1946 Hogeborn mengklasifikasikan fraktur pada gigi insisivus sesuai dengan
tingkat keretakannya
1955 Sweet mengklasifikasikan gigi anterior
1956 Rabonowitch mengklasifikasikan trauma gigi sulung
1961 Ellis mengklasifikasi fraktur pada gigi anterior ke dalam 6 kelompok : (1)
fraktur enamel; (2) fraktur dentin; (3) fraktur mahkota di sertai pulpa; (4)
fraktur akar; (5) luksasi gigi; (6) intrusi gigi
1963 Bennet mengklasifikasikan pada gigi anterior
1968 Garcia-Godoy mengklasifikasikan untuk trauma pada gigi sulung dan gigi
permanen
1970 Ellis dan Davey modifikasi Ellis mengklasifikasikan fraktur pada gigi
anterior
1970 Hargreaves and Craig memodifikasi dari klasifikasi Ellis dan Davey
1978 Silvestri dan Singh mengklasifikasikan fraktur pada gigi posterior
1978 WHO mengklasifikasikan bagian mulut yang luka dengan pemakaian
nomor kode baik pada gigi sulung maupun pada gigi permanen
1981 Andreasen memodifikasi dari WHO
mengklasifikasikan dengan
menyertakan istilah yang tidak tepat Uncomplicated / Complicated crownroot fracture dan konkusi, subluksasi
1981 Johnson mengklasifikasikan cedera trauma pada gigi anterior

Universitas Sumatera Utara

Tahun
Peneliti
1982 Heithersay dan Morile memberikan klasifikasi dari fraktur subgingiva
dalam hubungannya dengan berbagai bidang horizontal dari periodonsium
1982 Pulver mengkombinasikan dari klasifikasi Ellis dan Davey, Andreasen ,
Hargreaves dan Craig serta McDonald dan Avery dan mengklasifikasikan
pada gigi yang mengalami trauma
1984 Leubke mengklasifikasikan berdasarkan pembagian fragmen dari fraktur
akar yang diklasifikasikan menjadi 2 tipe: Complete Fracture dan
Uncomplete Fracture atau fracture supraosseus dan fracture intraosseus
1985 Ulfhon mengklasifikasikan fraktur mahkota kedalam tiga kelas yang
sederhana
1986 Dean dkk mengklasifikasikan gigi yang fraktur berdasarkan orientasi
terhadap bidang fraktur terhadap panjang gigi
1992 Application of International Classification of Disease to Dentistry and
Stomalogy (WHO) mengklasifikasikan trauma gigi dan pemberian kode
1995 Feiglin mengklasifikasikan arah fraktur akar menjadi tiga area
2001 Klasifikasi cedera dentofasial di adopsi dari International Association of
Dental Traumatology (IADT)
2002 Spinas dan Altana mengklasifikasikan fraktur mahkota pada gigi
2007 Berman, Blanco dan Cohen mengklasifikasikan trauma gigi pada fraktur
mahkota, fraktur akar dan luksasi

Klasifikasi yang direkomendasikan dari World Health Organization (WHO)
dalam Application of International Classification of Diseases to Dentistry and
Stomatology dengan pemberian kode diterapkan baik gigi sulung dan gigi permanen.
Klasifikasi klinis trauma gigi menurut WHO pada kedokteran gigi dan stomatologi
dibagi menjadi empat kategori yaitu kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa,
kerusakan pada jaringan periodontal, kerusakan pada jaringan tulang pendukung serta
kerusakan pada gingiva dan mukosa mulut.2,11
Adapun pembagian trauma menurut WHO yaitu :
I.

Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa (Gambar 1)2,11

a. Infraksi enamel adalah suatu fraktur yang tidak sempurna pada enamel (retak) dan
tanpa adanya kehilangan struktur dari gigi (N 502.50).
b. Fraktur enamel (uncomplicated crown fracture) adalah suatu fraktur dengan
kehilangan bagian gigi hanya pada bagian enamel (N 502.50).

Universitas Sumatera Utara

c. Fraktur enamel-dentin (uncomplicated crown fracture) adalah suatu fraktur dengan
kehilangan bagian gigi hanya pada enamel dan dentin tetapi tidak sampai ke pulpa
(N 502.51).
d. Complicated crown fracture adalah fraktur yang mengenai enamel dan dentin
hingga mencapai ke pulpa (N 502.52).
e. Uncomplicated crown-root fracture adalah suatu fraktur pada mahkota enamel,
dentin dan sementum tetapi tidak mengenai pulpa (N 502.54).
f. Complicated crown-root fracture adalah suatu fraktur yang mengenai enamel,
dentin dan sementum hingga mencapai pulpa (N 502.54).
g. Fraktur akar adalah fraktur yang mengenai dentin, sementum dan pulpa (N
502.53).

Gambar

1.

A.
B.
D.
F.

Crown infraction dan uncomplicated fracture tanpa melibatkan dentin
Uncomplicated
crown
fracture,
C. Complicated
crown
fracture,
Uncomplicated crown-root fracture, E. Complicated crown-root
fracture,
Fraktur akar11

II. Kerusakan pada jaringan periodontal (Gambar 2) 2,11
a. Konkusi adalah sebuah trauma pada gigi dan struktur pendukungnya tanpa adanya
kehilangan yang tidak normal tetapi ada reaksi saat di perkusi (N 503.20).
b. Subluksasi adalah trauma pada gigi dan struktur pendukungnya dengan abnormal
tetapi tanpa adanya malposisi dari gigi (N 503.20).
c. Luksasi ekstruksi (dislokasi periperal, avulsi parsial) adalah pergeseran pada
sebagian gigi yang keluar dari soket (N 503.20).

Universitas Sumatera Utara

d. Luksasi lateral adalah pergeseran gigi keluar dari porosnya, hal ini ditandai adanya
benturan atau trauma alveolar pada soket (N 503.20).
e. Luksasi intrusi adalah pergeseran gigi keluar dari porosnya, hal ini ditandai adanya
dislokasi benturan atau trauma soket alveolar (N 503.21).
f. Avulsi (exartikulasi) adalah pergeseran atau perpindahan yang sempurna dimana
gigi keluar dari soketnya (N 503.22).

Gambar 2. A. Konkusi, B. Subluksasi, C. Luksasi Ekstrusif, D. Luksasi Lateral, E. Luksasi Intrusif,
F. Avulsi11

III. Kerusakan pada jaringan tulang pendukung (Gambar 3)2,11
a. Communition of the maxillary alveolar socket adalah kerusakan dan kompresi dari
soket alveolar pada rahang atas. Hal ini dapat juga dilihat pada intrusif dan luksasi
lateral (N 502.40).
b. Communition of the mandibular alveolar socket adalah kerusakan dan kompresi
dari soket alveolar pada rahang bawah. Hal ini dapat juga dilihat pada intrusif dan
luksasi lateral (N 502.60).
c. Fraktur dinding soket alveolar maksila adalah fraktur tulang alveolar pada rahang
atas yang melibatkan dinding soket labial atau lingual, dibatasi oleh bagian fasial
atau lingual dari dinding soket (N 502.40).
d. Fraktur dinding soket alveolar mandibula adalah fraktur tulang alveolar pada
rahang bawah yang melibatkan dinding soket labial atau lingual, dibatasi oleh
bagian fasial atau lingual dari dinding soket (N 502.60).

Universitas Sumatera Utara

e. Fraktur prosesus alveolar maksila adalah fraktur yang mengenai prosesus
alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket alveolar gigi pada rahang atas (N
502.40).
f. Fraktur korpus maksila adalah fraktur pada korpus maksila yang melibatkan
prosesus alveolaris, dengan atau tanpa melibatkan soket gigi (N 502.42).
g. Fraktur korpus mandibula adalah fraktur pada korpus mandibula yang melibatkan
prosesus alveolaris, dengan atau tanpa melibatkan soket gigi (N 502.61).

Gambar 3. A. Comminution of alveolar socket, B. Fraktur pada fasial dan lingual dinding soket
alveolar, C. dan D. Fraktur prosesus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket gigi,
E. dan F. Fraktur korpus maksila atau mandibula dengan atau tanpa melibatkan soket
gigi11

IV. Kerusakan pada gingiva dan mukosa mulut (Gambar 4)2,11
a. Laserasi adalah suatu luka terbuka pada jaringan lunak yang disebabkan oleh benda
tajam seperti pisau atau pecahan luka. Luka terbuka tersebut berupa robeknya
jaringan epitel dan subepitel (S 01.50).
b. Kontusio adalah luka memar yang biasanya disebabkan oleh pukulan benda tumpul
dan menyebabkan terjadinya perdarahan pada daerah submukosa tanpa disertai
sobeknya daerah mukosa (S 01.50).
c. Abrasi adalah luka pada daerah superfisial yang disebabkan karena gesekan atau
goresan suatu benda, sehingga terdapat permukaan yang berdarah atau lecet (S
01.50).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4. A. Laserasi, B. Konkusi, C. Abrasi11

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Johnson, klasifikasi yang paling
sering dilakukan adalah metode klasifikasi Ellis. Klasifikasi ini sederhana sebab
hanya didasarkan pada sistem numerik yang menggambarkan tingkat batasan dari
trauma.5

2.3

Perawatan Trauma Gigi Menurut Klasifikasi WHO

WHO membagi perawatan trauma pada gigi sulung dan gigi permanen.
Pembahasan berikut ini adalah mengenai perawatan trauma pada gigi sulung sesuai
dengan klasifikasi trauma WHO. Perawatan trauma gigi sulung pada kerusakan
jaringan keras gigi dan pulpa terdiri atas infraksi enamel, fraktur enamel
(uncomplicated crown fracture), fraktur enamel – dentin (uncomplicated crown
fracture),

complicated crown fracture, uncomplicated crown-root fracture,

complicated crown-root fracture dan fraktur akar.2,12-17
a. Infraksi Enamel
Diagnosis infraksi enamel adalah fraktur tidak sempurna (retak) pada enamel
tanpa kehilangan struktur. Secara keseluruhan pada gambaran radiografi anatomi
terlihat normal. Tidak ada perawatan khusus, tujuan perawatan untuk menjaga
keutuhan struktural dan vitalitas pulpa.
b. Fraktur Enamel (uncomplicated crown fracture)
Diagnosis fraktur enamel adalah fraktur hanya mengenai enamel. Tidak ada
ditemukan kelainan pada gambaran radiografi. Perawatan fraktur untuk gigi sulung
pada anak yang kurang kooperatif, cukup dengan menghilangkan bagian-bagian yang

Universitas Sumatera Utara

tajam. Anak yang kooperatif, dapat dilakukan penambalan dengan menggunakan
semen glass ionomer atau kompomer. Instruksikan kepada orangtua untuk diet lunak
pada anak selama 10-14 hari dan menyikat gigi dengan bulu sikat yang lembut selesai
makan.
c. Fraktur Enamel – Dentin (uncomplicated crown fracture)
Diagnosis fraktur enamel-dentin adalah fraktur hanya mengenai enamel dan
dentin tetapi belum sampai ke pulpa. Tidak ada kelainan radiografi, namun terlihat
ada ruang antara fraktur dengan pulpa. Perawatan untuk gigi sulung adalah
melakukan penambalan dengan menggunakan semen glass ionomer, sedangkan
fraktur yang besar dapat menggunakan kompomer. Instruksikan kepada orangtua
untuk diet lunak pada anak selama 10-14 hari dan menyikat gigi dengan bulu sikat
yang lembut selesai makan.
d. Complicated crown fracture
Diagnosis complicated crown fracture adalah fraktur mengenai enamel,
dentin dan pulpa. Tahap perkembangan akar dapat ditentukan dari gambaran
radiografi. Perawatan pada trauma jika akar dalam proses reasorbsi adalah ekstraksi.
Jika pulpa masih vital, dilakukan pulpotomi dengan kalsium hidroksida; apabila
pulpa nonvital, dilakukan pulpektomi. Instruksikan kepada orangtua untuk diet lunak
pada anak selama 10-14 hari dan menyikat gigi dengan bulu sikat yang lembut selesai
makan. Menindaklanjuti perawatannya adalah melakukan pemeriksaan klinis setelah
1 minggu, kemudian melakukan pemeriksaan klinis dan radiografi setelah 6 – 8
minggu dan melakukan kembali setelah 1 tahun.
e. Uncomplicated/complicated crown-root fracture
Diagnosis uncomplicated crown-root fracture adalah fraktur mengenai
enamel, dentin tetapi belum mengenai pulpa sementara untuk yang complicated
crown-root fracture sudah mengenai pulpa. Gambaran radiografi dalam posisi lateral,
terlihat ada batasan margin gingival untuk melihat banyaknya fragmen. Jika gigi tidak
dapat direstorasi lagi, perawatannya adalah melakukan ekstraksi. Jika tidak apikal
fragmen dapat menggangu benih gigi permanen. Instruksikan kepada orangtua untuk

Universitas Sumatera Utara

diet lunak pada anak selama 10-14 hari dan menyikat gigi dengan bulu sikat yang
lembut selesai makan. Menindaklanjuti perawatan melakukan pemeriksaan klinis
setelah 1 minggu. Setelah 1 tahun lakukan pemeriksaan radiografi untuk melihat
erupsi gigi permanen.
f. Fraktur akar
Diagnosis fraktur akar adalah gigi yang mengalami fraktur akar umumnya
akan terjadi ekstrusi fragmen mahkota dan biasanya mahkota bergeser ke arah palatal.
Gambaran radiografinya adalah fraktur akar mengenai setengah atau sepertiga apikal.
Perawatan trauma tergantung pada stabilitas dari fragmen mahkota. Jika fragmen
mahkota tidak bergeser, tidak diperlukan perawatan. Jika fragmen bergeser, dapat
direposisikan secara perlahan-lahan. Apabila pergeseran fragmen mahkota terlihat
menjauh dari posisi seharusnya maka perawatan terbaik adalah pencabutan fragmen
mahkota. Instruksikan kepada orangtua untuk diet lunak pada anak selama 10-14 hari
dan menyikat gigi dengan bulu sikat yang lembut selesai makan. Menindaklanjuti
pengobatan yaitu setelah 1 minggu lakukan pemeriksaan klinis, setelah 6 – 8 minggu
pemeriksaan klinis. Dilakukan ekstraksi setelah 1 tahun melakukan pemeriksaan
klinis dan radiografi sampai eksfoliasi.
Perawatan trauma pada kerusakan jaringan periodontal terdiri atas konkusi,
subluksasi, luksasi ekstrusif, luksasi lateral, luksasi intrusif dan avulsi.2,12-17
a. Konkusi
Diagnosis konkusi adalah trauma dan peradangan pada ligamen periodontal,
perkusi tanpa mobilitas dan pendarahan. Pada gambaran radiografi periapikal tidak
ditemukan adanya kelainan. Kasus ini tidak membutuhkan perawatan khusus. Hanya
diperlukan observasi. Instruksikan kepada orangtua untuk diet lunak pada anak
selama 10-14 hari, menyikat gigi dengan bulu sikat yang lembut selesai makan dan
penggunaan topikal khlorheksidin dua kali sehari selama satu minggu. Tujuan
pengobatan adalah untuk mengoptimalkan penyembuhan ligamen periodontal dan
vitalitas pulpa. Tindaklanjut perawatan perlu dilakukan pemeriksaan klinis setelah 1

Universitas Sumatera Utara

minggu, kemudian setelah 6 – 8 minggu. Tidak ada terapi pulpa yang diindikasikan
kecuali terjadi infeksi.
b. Subluksasi
Diagnosis subluksasi ditandai dengan peningkatan mobilitas gigi tanpa
perpindahan atau pergeseran gigi. Ada atau tanpa perdarahan pada sulkular. Pada
gambaran radiografi periapikal tidak ditemukan ada kelainan dan biasanya ruang
periodontal normal. Namun foto rongent tetap direkomendasikan

untuk melihat

adanya pergeseran dan fraktur akar. Perawatan kasus subluksasi untuk gigi sulung
adalah menganjurkan orangtua untuk membersihkan luka anak setiap hari dan
memberikan diet lunak 10 – 14 hari dan penggunaan topikal khlorheksidin dua kali
sehari selama satu minggu. Tujuan pengobatan adalah untuk mengoptimalkan
penyembuhan ligamen periodontal dan jaringan neurovaskular. Pada umumnya
prognosis biasanya baik. Biasanya gigi akan kembali normal setelah 2 minggu.
c. Luksasi Ekstrusif
Diagnosis

luksasi

ekstrusif

menunjukkan

sebagian

gigi

mengalami

perpindahan dari soketnya. Gambaran pada radiografi periapikal terlihat adanya
peningkatan ruang ligamen periodontal. Perawatan yang dilakukan tergantung kepada
besarnya pergeseran, mobilitas, dan pembentukan akar. Jika ekstrusif tidak parah
(