Tanggung Jawab Operator Atas Kerugian Tidak Langsung dari Pelaksanaan Operasi pada Kontrak Operasi Bersama Perusahaan Minyak dan Gas Bumi

19

BAB II
PENGATURAN KONTRAK OPERASI BERSAMA PERUSAHAAN
MINYAK DAN GAS BUMI

A. Pengertian Kontrak Operasi Bersama
Investasi minyak dan gas bumi tidak saja memerlukan dana yang sangat
besar tetapi juga penuh resiko dan ketidakpastian. Tentunya tidak mengherankan
apabila suatu proyek minyak dan gas bumi digarap oleh beberapa IOC
(international oil company). Bagi IOC, turut serta dalam bentuk kemitraan juga
dimaksudkan untuk mengoptimalkan portofolio mereka yang menyebar di
mancanegara. 26Kontrak minyak dan gas bumi seperti konsesi, PSC (production
sharing contract), service contract merupakan perjanjian yang mengatur hak dan
kewajiban pemerintah dengan perusahaan minyak dan gas bumi, sedangkan
perjanjian kemitraan sesama perusahaan minyak dan gas bumi (joint venture
agreement) mengatur kesepakatan berupa hak dan kewajiban sesama perusahaan
minyak dan gas bumi. 27
Perusahaan minyak dan gas bumi biasanya membuat perjanjian awal di
antara sesama perusahaan minyak dan gas bumi sebelum memulai negosiasi
dengan negara tujuan untuk suatu proyek minyak dan gas bumi.Perjanjian ini

biasa disebut area of mutual interest (AMI).Perjanjian AMI merupakan
instrument dimana perusahaan minyak dan gas bumi sepakat melakukan operasi
tertentu atau usaha bersama dalam satu kelompok pada suatu wilayah yang
26

Benny Lubiantara, Ekonomi Migas, Tinjauan Aspek Komersial Kontrak Migas (Jakarta:
PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2012), hlm. 32.
27
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

20

ditetapkan sebagai wilayah kepentingan bersama. Kesepakatan yang tertuang
dalam AMI ini merupakan komitmen para pihak untuk bekerja sama dalam
memperoleh suatu proyek minyak dan gas bumi. 28
Ketika konsorsium IOC mendapatkan suatu wilayah kerja, selanjutnya
dibuat kontrak perjanjian operasi bersama atau joint operating agreement (JOA)
yang tidak lain adalah perjanjian kesepakatan operasional sesama pihak-pihak

yang terlibat.
Kontrak operasi bersama sering disebut juga sebagai perjanjian operasi
bersama, yaitu kontrak dimana dua atau lebih pihak mengikatkan diri untuk
mengerjakan kegiatan usaha untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi suatu
wilayah untuk menemukan hidrokarbon. 29 Kontrak operasi bersama merupakan
landasan penting sebagai titik awal dari perjanjian yang berkaitan dengan bisnis
minyak

mentah

dan

produksi

gas

alam,

pengolahan,


penjualan

dan

pengangkutannya. 30
Kontrak

operasi

bersama

merupakan

kontrak

jangka

panjang.

Perkembangan kolaboratif yang akan dilakukan bersama antara para pihak dalam

perusahaan dan meliputi kepentingan pemerintah untuk berbagi biaya dan resiko
tinggi yang tak terelakkan dalam eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi
akan membutuhkan waktu yang sangat panjang. Para pihak dalam kontrak operasi
bersama sering dilatarbelakangi hukum, budaya, dan politik yang berbeda-beda,
oleh karena itu kontrak operasi bersama akan menentukan standar operasional

28

Ibid., hlm. 31.

29

www.ogjf.com/articles/print/volume-11/issue-10/features/join-operatingagreements.html (diakses pada tanggal 29 februari 2016).
30
Peter Roberts, Op.Cit., hlm. 8.

Universitas Sumatera Utara

21


umum berdasarkan jurisdiksi yang disepakati bersama, untuk diaplikasikan pada
pelaksanaan kontrak operasi bersama. 31
Kontrak operasi bersama dapat dilakukan dengan membentuk konsorsium
oleh kontraktor, dapat juga terjadi dengan carafarm-out, dan unitisasi.
Perbedaannya adalah 32 :
1. Cara bergabungnya para pihak. dalamfarm-out salah satu pihak mendapatkan
haknya karena adanya pengalihan sebagian hak dari pihak lainnya, dalam
perjanjian operasi bersama para pihak sudah mempunyai hak dan kepentingan
yang jelas dalam operasi, sedangkan dalam unitisasi terjadi karena kondisi
tertentu misalnya kesamaan wilayah operasi sehingga oleh undang-undang
diperintahkan untuk mengerjakan operasi bersama atau kemauan sendiri para
pihak setelah memperoleh ijin badan pengawas pertambangan.
2. Cara pembiayaan. Dalam farm-out pihak yang memperoleh hak (farmee)
membiayai seluruh atau sebagian biaya, dalam perjanjian operasi bersama
biaya operasi ditanggung bersama sesuai dengan participating interest,
sedangkan dalam unitisasi biaya ditanggung sesuai dengan garis batas dan
unit-unit dalam perjanjian.
Ada beberapa model kontrak operasi bersama, diantaranya 33:
1. AAPL JOA (American Association of Professional Landmen), merupakan
model form kontrak operasi bersama yang dikeluarkan oleh American

Association of Professional Landmen

31

Ibid.
Rudi M Simamora, Op.Cit., hlm. 114.
33
Peter Roberts, Op.Cit., hlm. 18.

32

Universitas Sumatera Utara

22

2. AIPN JOA (The Association of International Petroleum Negotiators),
merupakan model form kontrak operasi bersama yang dikeluarkan oleh
Association of International Petroleum Negotiators
3. CAPL JOA (The Canadian Association Of Petroleum Landmen), merupakan
model form kontrak operasi bersama yang dikeluarkan oleh The Canadian

Association Of Petroleum Landmen
4. OGUK JOA (The Oil And Gas UK Limited), merupakan model form kontrak
operasi bersama yang dikeluarkan oleh The Oil And Gas UK Limited
5. NPD JOA (Norwegian Petroleum Directorate), merupakan model form
kontrak operasi bersama yang dikeluarkan oleh Norwegian Petroleum
Directorate
6. RMMLF JOA (Rocky Mountain Mineral Law Foundation), merupakan model
form kontrak operasi bersama yang dikeluarkan oleh Rocky Mountain Mineral
Law Foundation
Perjanjian operasi bersama pada kasus pengeboran yang lebih kecil atau
saluran tunggal tanah pada umumnya tidak serumit atau sekompleks perjanjian
bersama pada unitisasi lapangan (field-wide unitization). Namun, prinsip-prinsip
umum, tujuan, dan ketentuan-ketentuan operasi pada semua situasi umumnya
adalah sama. Kontrak operasi bersama umumnya mengatur hal-hal berikut ini,
tergantung pada keadaan atau ukuran operasi: 34

34

Dennis R. Jennings and Horace R. Brock, Petroleum Accounting, Principles,
Procedures and Issues 5th Edition (Denton: Professional Develompment Institue, 1996), hlm. 231.


Universitas Sumatera Utara

23

1. Definisi
Mendefinisikan dan memberikan batasan istilah-istilah yang digunakan
dalam kontrak perjanjian operasi bersama. Termasuk juga menentukan dan
mendefenisikan unit pooled atau unit field-wide, substansi unitisasi, formasi
unitisasi, working interest owner, royalty interest owner, dan peraturan dasar
lainnya.
2. Pembentukan dan akibat operasi bersama
Bagian single tract of land, 35akan menggambarkan biaya-biaya dan halhal yang mendukung termasuk properti yang akan dibutuhkan. Dalam kasus
pooled unit or a field-wide unit

36

,akan menggambarkan sewa mineral,

kepentingan, properti terpisah, wilayah produksi terlibat yang membentuk daerah

unitisasi, dan hal-hal lainnya yang berhubungan.
3. Kepentingan para pihak (participating interest)
Bagian ini menetapkan participating interest dari masing-masing pihak
dalam biaya dan produksi.
4. Rencana operasi
Menggambarkan bagaimana operasi akan dijalankan dalam kontrak
operasi bersama, termasuk kegiatan pengeboran, pengembangan program hingga
penelantaran. Bagian ini akan menggambarkan secara detail termasuk saluran
35

Single tract of land merupakan kontrak operasi bersama dalam hal pihak yang terlibat
dalam operasi bersama adalah pihak yang sedari awal merupakan bagian dari kontrak tersebut dan
dalam hal ini hanya memiliki satu wilayah kerja tertentu. Selanjutnya lihat Dennis R. Jennings and
Horace R. Brock, Op.Cit.,hlm. 244.
36
Pooled unit or a field-wide unit merupakan kontrak operasi bersama yang terjadi karena
adanya penyatuan wilayah kerja ataupun dikenal juga dengan istilah unitisasi.Jadi dalam hal ini
terdapat wilayah kerja yang berdekatan ataupun terdapat saluran minyak dan gas bumi yang
berada di dalam tanah ternyata saling berhubungan sehingga oleh pemerintah diperintahkan untuk
membuat suatu unitisasi ataupun pihak itu sendiri yang berinisiatif untuk mengajukan kontrak

operasi bersama. Selanjutnya lihat Rudi M Simamora, Op.Cit.,hlm. 124.

Universitas Sumatera Utara

24

atau unit pengeboran unit, pengeboran sumur pertama, hingga kesepakatan untuk
pengeboran dari setiap sumur tambahan.
5. Operator
Bagian yang akan menentukan pihak yang berperan sebagai operator, yaitu
pihak yang memiliki kontrol dan pengawasan operasi gabungan. Termasuk
bagaimana tata cara pengangkatan atau penunjukan operator.
6. Tugas dan tanggung jawab operator
Bagian ini akan menetapkan tugas dan tanggung jawab operator untuk
mengembangkan dan melaksanakan kegiatan operasi gabungan secara efisien.
Menggambarkan laporan yang harus diberikan operator kepada non-operator dan
otoritas pemerintah, prosedur pengunduran diri atau penghapusan operator, dan
menetapkan persyaratan serupa lainnya.
7. Hubungan para pihak
Bagian ini akan memberikan penjelasan mengenai tugas dan kewajiban

para pihak, apakah dimaksudkan sebagai tugas dan kewajiban terpisah dalam
beberapa sendi atau dikerjakan secara kolektif. Bagian ini juga akan menegaskan
bahwa masing-masing pihak bertanggungjawab terhadap setiap tugas dan
kewajiban yang ada.
8. Tanggal efektif dan jangka waktu perjajian
Bagian ini menentukan waktu mulai dan masa berlaku kontrak operasi
bersama.

Universitas Sumatera Utara

25

9. Alokasi produksi
Bagian ini akan memberikan hak kepada masing-masing pihak untuk
mengambil bagian dalam minyak dan gas bumi yang dihasilkan dari daerah
operasi. Bagian yang dimaksud adalah berkaitan dengan royalti maupun tanggung
jawab atas operasi tersebut.
10. Pajak
Menetapkan bahwa operator akan memayar pajak untuk tiap properti yang
dimiliki secara bersama untuk kepentingan tiap-tiap pihak. Pajak dapat juga
diberikan secara terpisah oleh para pihak. Bagian ini juga menentukan bahwa para
pihak bertanggungjawab dalam pembayaran biaya produksi, cukai, dan pungutan
lain berkaitan dengan produksi minyak dan gas bumi.
11. Asuransi
Memberikan penjelasan mengenai asuransi yang dibawa oleh operator,
seperti: kompensasi pekerja, kewajiban majikan, kewajiban publik yang
komprehensif, dan asuransi lainnya yang berkaitan. Menetapkan batasan jumlah
jaminan asuransi, dan tata cara pembayaran premi. Bagian ini juga akan
menyatakan bahwa jika operator tidak memenuhi ketentuan diatas, maka operator
harus menanggung resiko dan bertanggungjawab atas resiko tersebut.
12. Pembangunan dan biaya operasi
Jika tidak diatur secara khusus, maka operator merupakan pihak yang
akan

bertanggungjawab

membayarkan

semua

biaya

dan

beban

dalam

pengembangan dan pengoperasian pada daerah operasi bersama. Oleh karenanya
operator diberikan hak untuk menuntut dan menerima pembayaran dari masing-

Universitas Sumatera Utara

26

masing pihak sesuai dengan participating interest atas biaya yang diperkirakan
akan terjadi. Operator tidak diperbolehkan untuk melakukan suatu prosedur atau
proyek yang diperkirakan akan membutuhkan biaya yang melebihi perkiraan yang
ditetapkan bersama tanpa persetujuan non-operator.
13. Klaim dan litigasi
Memberikan pengaturan bilamana salah satu pihak dalam kontrak digugat
karena kegiatan operasi pada wilayah operasi ataupun wilayah saluran operasi
yang terikat dalam suatu perjanjian, maka pihak tersebut harus memberikan
laporan

kepada

operator

dan

semua

pihak

pada

kontrak

operasi

bersama.Penyelesaian perkara tersebut hanya dapat dilakukan atas persetujuan
semua pihak pada kontrak. Semua biaya sebagai akibat dari perkara tersebut akan
dianggap sebagai biaya operasi dan ditanggung secara proporsional oleh semua
pihak sesuai kepentingan dalam kontrak operasi bersama.
14. Force majeure (keadaan memaksa)
Mengatur bahwa semua kewajiban masing-masing pihak, (kecuali
pembayaran uang) akan ditangguhkan sementara apabila ada kondisi tertentu yang
tak terelakkan dan diluar kendali. Kondisi tersebut misalnya: kebakaran, perang
sipil, bencana alam, peraturan dan hukum yang berlaku, dan hal lain diluar
kendali wajar para pihak.
15. Pemberitahuan
Mengatur bagaimana prosedur pemberitahuan resmi yang diperlukan
diantara para pihak. Pemberithauan mengenai ketentuan-ketentuan perjanjian

Universitas Sumatera Utara

27

akandiberikan secara tertulis melalui surat kepada pihak sesuai alamat yang
terdaftar atau cara lain yang ditetapkan.
16. Ketentuan lain
Selain hal-hal yang sudah disebutkan diatas, kontrak operasi bersama juga
dapat mengatur hal-hal lain yang dianggap perlu untuk mengatur hak, tugas,
kewajiban, dan tanggung jawab para pihak secara efisien.

B. Kontrak Operasi Bersama Tidak Diatur dalam Perundang-Undangan di
Indonesia
Guna mempercepat terlaksananya pembangunan ekonomi nasional dalam
menuju masyarakat Indonesia yang adil dan makmur materill dan spiritual
berdasarkan Pancasila maka perlulah dikerahkan semua dana dan daya untuk
mengolah dan membina segenap kekuatan ekonomi potensiil di bidang
pertambangan menjadi kekuatan ekonomi riil. 37
Indonesia adalah negara yang kaya akan bahan galian 38. Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Hukum Agraria menyatakan bahwa
negara memegang kekuasaan penuh atas bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran
rakyat. Sejalan dengan hal tersebut maka Negara memegang kekuasaan penuh
mengenai kuasa pertambangan.

37

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Pertambangan,
Bagian Menimbang
38
Bahan galian adalah unsur-unsur kimia mineral-mineral, bijih-bijih dan segala macam
batuan termasuk batu-batu mulia yang merupakan endapan-endapan alam, (lihat Pasal 2 angka 1
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Pertambangan).

Universitas Sumatera Utara

28

Pasal 11 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971 tentang
Pertambangan menyatakan bahwa kepada perusahaan (PERTAMINA) disediakan
seluruh

wilayah

hukum

pertambangan

Indonesia,

sepanjang

mengenai

pertambangan minyak dan gas bumi. Kata disediakan tersebut mengandung arti
bahwa kepada PERTAMINA hanya disediakan lahan untuk berusaha.Dalam
konteks ini berarti hak penguasaan masih berada di tangan Negara.Oleh karena itu
Pertamina selaku penerima kuasa hukum pertambangan minyak dan gas bumi
dalam menjalankan kegiatan pengusahaan pertambangan minyak dan gas bumi
tidak dapat bertindak sebagai pemilik wilayah kuasa pertambangan. 39
Mengingat keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh Pertamina untuk
melaksanakan pengusahaan pertambangan minyak dan gas bumi secara baik dan
efisien, maka oleh Pasal 12 Undang-Undang No 8 Tahun 1971 kepada Pertamina
diberikan kekuasaan untuk melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam bentuk
kontrak production sharing. 40
1. Perkembangan perundang-undangan yang berlaku dan bentuk perjanjian
pengelolaan pertambangan minyak dan gas bumi di Indonesia
a. Indische Mijn wet 1899
Indische mijn wet merupakan landasan hukum bagi segala bentuk kegiatan
pertambangan baik itu pertambangan minyak dan gas bumi ataupun pertambangan
lainnya. Dengan kata lain tidak ada perlakuan pengaturan khusus terhadap
kegiatan pertambangan minyak dan gas bumi sebagaimana sekarang. 41

39

Rudi M Simamora, Op.Cit., hlm. 79.
Ibid.
41
Ibid., hlm. 83.
40

Universitas Sumatera Utara

29

Indische mijn wet pada mulanya hanya mengatur kegiatan eksplorasi dan
eksploitasi pertambangan oleh swasta. Pada tahun 1910 indische mijn wet 1899
ini diubah dengan memberikan wewenang kepada Pemerintah (Hindia Belanda)
untuk dapat ikut serta dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi pertambangan.
Pemerintah dalam melaksanakannya dapat mengusahakan sendiri atau dengan
bekerjasama dengan pihak lain. 42
Bentuk perjanjian pengusahaan dan pengelolaan minyak dan gas bumi
berdasarkan Undang-Undang ini adalah konsesi (conssesion).Kamus besar bahasa
Indonesia mengartikan konsesi sebagai ijin untuk membuka tambang. Dalam
perjanjian konsesi kontraktor diwajibkan untuk membayar pajak tanah (vast recht)
untuk setiap hektar areal konsesi yang diberikan dan royalti seberas 4% dari
produksi kotor.Dalam menjalankan konsesi kontraktor memiliki wewenang
manajemen penuh dan minyak yang dihasilkan sepenuhnya menjadi milik
kontraktor karena pembayaran royalti dianggap sebagai pembayaran atas minyak
yang dihasilkan kepada pemilik.Konsekuensinya adalah pemerintah tidak
mempunyai akses dan kemampuan untuk menentukan dan mengendalikan harga
jual dan ketersediaan minyak di dalam negeri atas minyak yang dihasilkan. 43
b. Undang-Undang Nomor 44 PRP Tahun 1960 tentang Petambangan
Minyak dan Gas Bumi
Sejalan dengan pokok pikiran Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia, yaitu bumi, air dan kekayaan alam adalah milik segenap
bangsa Indonesia dan dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,
42

Ibid.
Ibid., hlm. 83.

43

Universitas Sumatera Utara

30

maka Undang-Undang Nomor 44 PRP Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak
dan Gas Bumi ini mensyaratkan hanya negara yang memiliki kuasa untuk
pengusahaan minyak dan gas bumi yang dalam pelaksanaannya dikerjakan oleh
perusahaan Negara. Maka pemerintah dengan berlandaskan Undang-Undang ini
melakukan renegoisasi konsesi yang telah diberikan dan masih berlaku dengan
Caltex, Shell dan Stanvac.Hasil dari renegoisasi tersebut adalah kontrak konsesi
menjadi kontrak karya dengan ketiga perusahaan tersebut. 44
Pasal 1 angka 1 keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Nomor 1614 Tahun 2004 tentang Pedoman Pemrosesan Permohonan Kontrak
Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara dalam Rangka
Penanaman Modal Asing menyebutkan pengertian kontrak karya, yaitu perjanjian
antara pemerintah Indonesia dengan perusahaan berbadan hukum Indonesia dalam
rangka penanaman modal asing untuk melaksanakan usaha pertambangan bahan
galian, tidak termasuk minyak bumi, gas alam, panas bumi, radio aktif, dan batu
bara. 45 Prinsip-prinsip dasar kontrak karya adalah sebagai berikut :
1) Manajemen ada di tangan kontraktor.
2) Semua peralatan yang dibeli kontraktor tetap menjadi milik kontraktor
sampai berakhirnya masa penyusutan.
3) Pembagian hasil didasarkan pada hasil penjualan minyak dan gas bumi
dengan perbandingan 60% untuk Negara dan 40% untuk kontraktor
setelah terlebih dahulu dikurangi biaya-biaya.

44

Ibid.
H. Salim HS, Op.Cit., hlm. 128.

45

Universitas Sumatera Utara

31

4) Kepemilikian atas minyak dan gas bumi yang dihasilkan berada di
tangan Negara.
5) Kontrak karya mulai berlaku setelah setelah disahkan dengan undangundang.
c. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1971 tentang Pertambangan
Menjalankan amanat Pasal 3 Undang-Undang Nomor 44 PRP Tahun 1960
tentang Petambangan Minyak dan Gas Bumi yang menyatakan bahwa
pengusahaan pertambangan minyak dan gas bumi dikerjakan oleh perusahaan
Negara maka untuk memberikan landasan hukum yang kuat dan pasti atas
pendirian perusahaan Negara tersebut maka dikeluarkanlah Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1971 tentang Pertambangan. 46
Prinsip-prinsip dasar yang diatur dalam Undang-Undang No 8 Tahun 1971
tentang Pertambangan adalah sebagai berikut :
1) Pertamina didirikan untuk menjalankan pengusahaan minyak dan gas
bumi yang meliputi kegiatan eksplorasi dan eksploitasi, pemurnian dan
pengolahan, pengangkutan dan penjualan, dan bidang-bidang lain
sepanjang masih ada hubungannya dengan pertambangan minyak dan
gas bumi.
2) Kepada Pertamina diberikan kuasa pertambangan atas seluruh wilayah
hukum pertambangan Indonesia, sepanjang mengenai pertambangan
minyak dan gas bumi.

46

Rudi M Simamora, Op.Cit., hlm. 88.

Universitas Sumatera Utara

32

3) Pertamina dapat bekerja sama dengan pihak lain dalam menjalankan
pengusahaan ekplorasi dan eksploitasi pertambangan minyak dan gas
bumi dalam bentuk kontrak production sharing.
4) Mengatur struktur perusahaan, permodalan, kepengurusan, dan
pembukuan

sedemikian

rupa

sehingga

dapat

menjamin

penyelenggaraan pengusahaan pertambangan minyak dan gas bumi
sesuai dengan semangat perundang-undangan yang berlaku.
d. Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
Sejak berlakunya UU MIGAS dan Peraturan Presidem Nomor 9 Tahun
2013 tentang Peyelenggara Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas
Bumi, kegiatan pengawasan dan pembinaan kontrak kerja sama bagi hasil (PSC)
yang sebelumnya merupakan bagian dari tanggung jawab pertamina dialihkan ke
badan pelaksana (SKK MIGAS). 47
Sesuai Pasal 12 UU MIGAS, dalam menjalankan tugasnya badan
pelaksana memiliki wewenang :
1) Membina kerja sama dalam rangka terwujudnya integrasi dan
sinkronisasi kegiatan operasional kontraktor kontrak kerja sama
2) Merumuskan kebiajakan atas anggaran dan program kerja kontraktor
kontrak kerja sama
3) Mengawasi kegiatan utama operasional kontraktor kontrak kerja sama
4) Membina seluruh asset kontraktor kontrak kerja sama yang menjadi
milik negara

47

Benny Lubiantara, Op.Cit., hlm. 50.

Universitas Sumatera Utara

33

5) Melakukan kordinasi dengan pihak dan/atau instansi terkait yang
diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan usaha hulu.
UU MIGAS menyatakan bahwa kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi
dilaksanakan dan dikendalikan melalui kontrak kerja sama (KKS). Kontrak kerja
sama adalah kontrak bagi hasil atau bentuk kerja sama lain dalam eksplorasi dan
eksploitasi minyak dan gas bumi. 48
2. Bentuk-bentuk kontrak kerja sama pada pengusahaan pertambangan minyak
dan gas bumi antara badan pelaksana dengan badan usaha atau badan usaha
tetap di Indonesia
Bentuk- bentuk kontrak kerja sama pada pengusahaan minyak dan gas
bumi di Indonesia, diantaranya :
a. Kontrak production sharing (production sharing contract)
b. Kontrak bantuan teknis (Technical assistance contract)
c. Usaha patungan (joint venture)
d. Kerja sama operasi bersama (joint operating arrangement)
e. Badan operasi bersama (joint operating body)
f. Kontrak enchanced oil recovery (EOR)
g. Kontrak operasi bersama (joint operating agreement)
Karakteristik industri perminyakan adalah padat modal, resiko tinggi dan
merupakan penanaman modal jangka panjang. Oleh karena itu, pada umumnya
pelaksanaan operasi minyak dan gas bumi tidak dilaksanakan secara tunggal oleh
badan usaha atau badan usaha tetap yang telah mendapatkan kontrak kerja

48

H. Halim. HS, Op.Cit., hlm. 286.

Universitas Sumatera Utara

34

samaterlebih dahulu dengan badan pelaksana pengusahaan minyak dan gas bumi.
Untuk membagi resiko dan biaya yang besar tersebut baisanya akan dibentuk
semacam konsorsium untuk membentuk suatu kerja sama turunan pada
pengusahaan minyak dan gas bumi. 49
Joint operating agreement (kontrak operasi bersama) merupakan salah
satu cara untuk mewujudkan kerja sama melalui konsorsium tersebut. Peraturan
perundang-undangan mengakomodir untuk dilibatkannya pihak lain dalam operasi
perminyakan, baik melalui pengalihan, penyerahan, ataupun pemindahtangan
seluruh maupun sebagian hak dan kewajibannya (participating interest) kepada
pihak lain setelah mendapatkan persetujuan Menteri Energi dan Sumber Daya
Mineral (ESDM), berdasarkan pertimbangan SKK MIGAS. 50
Joint operating agreement dapat juga merupakan turunan dari joint
venture yang disepakati dengan model kontrak operasi bersama.Peraturan
perundang-undangan di Indonesia tidak mengatur secara jelas dan pasti mengenai
kontrak operasi bersama (joint operating agreement).

C. Kontrak Operasi Bersama Tunduk pada Asas Kebebasan Berkontrak
Pasal 1233 KUHPerdata menyatakan bahwa setiap perikatan bisa lahir dari
perjanjian maupun undang-undang.Maka dapat disimpulkan bahwa antara
perikatan dengan perjanjian adalah dua hal yang berbeda. 51 Perjanjian adalah

49

Ibid.,hlm. 112.
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan
Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, Bab IV, Pasal 33
51
J.Satrio, Hukum Perjanjian (Perjanjian Pada Umumnya), Cet. 1 (Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 1992), hlm. 8.
50

Universitas Sumatera Utara

35

sumber perikatan, di sampingnya ada sumber-sumber lain. Istilah kontrak lebih
sempit karena ditujukan kepada perjanjian yang tertulis. 52
Perjanjian ataupun kontrak merupakan aspek yang sangat penting dalam
kegiatan bisnis, baik yang dilakukan antar individu dalam satu negara maupun
hubungan antar perusahaan yang bersifat lintas negara maupun dalam
negeri.Kontrak tersebut lahir bilamana ada minimal dua pihak terkait, sudah dapat
dipastikan bahwa adanya kesepakatan tersebut didasarkan pada kebebasan
berkontrak para pihak yang terkait. 53
Asas kebebasan berkontrak adalah asas yang memberikan keleluasaan
kepada setiap subjek hukum untuk dapat membuat perjanjian yang melahirkan
hak dan kewajiban apapun sesuai dengan kesepakatan.Namun keleluasaan ini
tetap dibatasi oleh Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu sebab yang halal. 54 Pasal ini
dengan tidak langsung mengakui asas kebebasan berkontrak dan menegaskan
bahwa ada batasan-batasan terhadap asas ini, yaitu bahwa asas kebebasan
berkontrak dapat dijalankan sepanjang prestasi wajib yang harus dilakukan
berdasarkan kontrak bukanlah merupakan sesuatu hal yang tidak halal ataupun
sesuatu hal yang terlarang. 55
Kebebasan berkontrak diartikan sebagai kebebasan para subyek hukum
untuk mengadakan atau tidak mengadakan perjanjian, kebebasan untuk
menentukan dengan siapa mengadakan perjanjian dan kebebasan untuk

52

Ibid.
Christiana Tri Budhayati, Asas Kebebasan Berkontrak dalam Hukum Perjanjian
Indonesia (Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana, 2009), hlm. 5.
54
Gunawan Widjaja, Memahami Prinsip Keterbukaan (Aanvullend Recht) Dalam Hukum
Perdata, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2006), hlm. 275.
55
Sesuatu yang terlarang, lihat pasal 1377 KUHPerdata
53

Universitas Sumatera Utara

36

menentukan isi dan bentuk perjanjian.Dengan demikian kebebasan berkontrak
bersumber pada kebebasan subyek hukum (individu) dalam memenuhi
kepentingan individu tersebut.Oleh karena itu dapat dipahami bahwa guna
memenuhi kepentingan individu, kepada individu diberikan kebebasan untuk
membuat perjanjian. 56
Kebebasan berkontrak pada dasarnya merupakan perwujudan dari
kehendak bebas, pancaran dari hak asasi manusia yang perkembangannya
dilandasi

semangat

liberalisme

yang

mengagungkan

kebebasan

individu.Perkembangan ini seiring dengan penyusutan BW di negeri Belanda, dan
semangat liberalisme ini juga dipengaruhi semboyan revolusi Perancis “liberte,
egalite et fraternite” (kebebasan, persamaan, dan persaudaraan). Menurut paham
individualisme setiap orang bebas untuk memperoleh apa yang dikehendaki,
sementara itu di dalam hukum perjanjian falsafah ini diwujudkan dalam asas
kebebasan berkontrak. 57
Doktrin mendasar pada kebebasan berkontrak yang melekat adalah
kontrak sebagai perwujudan kebebasan kehendak (free will) para pihak yang
membuat kontrak. Dengan kontrak akan tercipta kewajiban-kewajiban baru yang
ditentukan oleh para pihak, dengan demikian kebebasan berkontrak telah
memutuskan hubungan antara kebiasaan dan kewajiban kontraktual. Kebebasan

56

Christiana Tri Budhayati, Op.Cit.,hlm. 6.
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian, Asas Proporsional Dalam Kontrak
Komersial (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2009), hlm. 109.
57

Universitas Sumatera Utara

37

berkontrak memperbolehkan kesepakatan untuk mengesampingkan kewajibankewajiban berdasarkan kebiasaan yang telah ada sebelumya. 58
Buku III KUHPerdata menganut sistem terbuka, artinya hukum
memberikan keleluasaan kepada para pihak untuk mengatur sendiri pola
hubungan hukum yang dibuatnya.Sitem keterbukaan buku III KUHPerdata ini
tercermin dari substansi Pasal 1338 angka (1) KUHPerdata yang menyatakan
bahwa, “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya.” Dengan menekankan pada perkataan semua,
maka pasal tersebut seolah-olah berisikan suatu pernyataan kepada masyarakat
bahwa kita diperbolehkan membuat suatu perjanjian yang berupa dan berisi apa
saja (atau tentang apa saja) dan perikatan itu akan mengikat mereka yang
membuatnya seperti suatu undang-undang. 59
Selanjutnya sistem terbuka dari hukum perjanjian itu, juga mengandung
suatu pengertian bahwa perjanjian-perjanjian khusus yang diatur dalam undangundang hanyalah merupakan perjanjian yang paling terkenal di masyarakat pada
waktu pembentukan kitab undang-undang hukum perdata. Oleh karenanya untuk
setiap perjanjian yang tidak diatur dalam kitab undng-undang hukum perdata ini
tunduk kepada asas kebebasan berkontrak dimana para pihak bebas membuat
perjanjian dengan bentuk atau format apa pun (tertulis, lisan, scriptless, paperless,
autentik, non-autentik,sepihak/eenzijdig, adhesi,standar/baku, dan lain-lain), serta
dengan isi atau substansi yang diinginkan para pihak.

58

Ridwan Khairandy, Itikad Baik dalam Kebebasan Berkontrak (Jakarta: Pasca sarjana
FH UI, 2003), hlm. 86.
59
Subekti, Hukum Perjanjian (Jakarta : PT. Inermasa, 1979), hlm. 14.

Universitas Sumatera Utara

38

Menurut Sutan Remi Sjahdeini, asas kebebasan berkontrak menurut
hukum perjanjian Indonesia meliputi ruang lingkup sebagai berikut 60:
1. Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian
2. Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat perjanjian
3. Kebebasan untuk menentukan atau memilih kausa dari perjanjian yang akan
dibuatnya
4. Kebebasan untuk menentukan objek perjajian
5. Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian
6. Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi undang-undang yang bersifat
opsional.
Mengingat kontrak operasi bersama tidak diatur oleh regulasi hukum di
Indonesia, maka sebagai salah satu bentuk perjanjian ataupun kontrak, dimana dua
atau lebih pihak mengikatkan diri untuk melakukan suatu prestasi, kontrak operasi
bersama tunduk kepada asas kebebasan berkontrak. Dalam hal ini kontrak operasi
bersama dibuat oleh para pihak yang terkait berdasarkan asas kebebasan
berkontrak untuk menentukan isi, bentuk dan pola dari kontrak operasi bersama
sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan terkait.
Dengan kata lain berlakunya asas kebebasan berkontrak sebagai dasar dalam
membuat kontrak operasi bersama dibatasi oleh ketentuan-ketentuan berkontrak
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

60

Agus Yudha Hernoko, Op.Cit., hlm. 120.

Universitas Sumatera Utara

39

D. Asas-Asas Kontrak Operasi Bersama
Kontrak operasi bersama merupakan suatu jenis perjanjian yang tidak
diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, karena itu kontrak operasi
bersama ini tunduk kepada asas kebebasan berkontrak dan dibatasi oleh
ketentuan-ketentuan di dalamnya. Asas-asas kontrak operasi bersama juga sama
dengan dengan asas hukum perjanjian lainnya yang disebut dalam perundangundangan yang berkaitan, yaitu:
1. Asas kebebasan berkontrak
Setiap orang pada dasarnya bebas melakukan perjanjian.Hal ini sebagai
realisasi dari asas kebebasan berkontrak.Kebebasan berkontrak pada dasarnya
adalah implementasi dari alam pikiran faham individualis. Mariam Darus
Badrulzaman mensinyalir bahwa kebebasan berkontrak yang dituangkan ke dalam
Buku III KUHPerdata berlatar-belakang pada faham individualisme yang secara
embrional lahir dalam zaman Yunani, diteruskan oleh kaum Eficuristen dan
berkembang pesat pada abad ke XVIII melalui pemikiran Huge de Groot
(Grotius), Thomas Hobbes, John Locke dan Rousseau. Puncak perkembangannya
dalam periode setelah revolusi Perancis.Faham individualis mengutamakan dan
menjunjung tinggi nilai-nilai dan eksistensi individu di dunia ini, termasuk dalam
memenuhi kebutuhannya. 61
Makna dan isi kebebasan berkontrak dalam sejarah perkembangannya,
mengalami pergeseran sesuai dengan faham atau ideologi yang dianut oleh suatu

61

Mariam Darus Badrulzaman, Pembentukan Hukum Nasional dan Permasalahannya
(Bandung: Alumni, 1981), hlm. 118-119.

Universitas Sumatera Utara

40

masyarakat, dengan kalimat lain sejauh mana kebebasan seseorang melakukan
kontrak dapat dibatasi oleh faham atau ideologi yang dianut suatu masyarakat.
Asas kebebasan berkontrak mula-mula muncul dan berlaku dalam hukum
perjanjian Inggris sebagai awal dari sejarah timbulnya asas kebebasan berkontrak.
Menurut Treitel, sebagaimana dikutip oleh Remy Sjahdeini, freedom of contract
digunakan untuk merujuk kepada dua asas umum, yaitu 62 :
a. Asas umum yang mengemukakan bahwa hukum tidak membatasi
syaratsyarat yang boleh diperjanjikan oleh para pihak; asas tersebut tidak
membebaskan berlakunya syarat-syarat suatu perjanjian hanya karena
syaratsyarat perjanjian tersebut kejam atau tidak adil bagi satu pihak.
Menurut Treitel, asas ini ingin menegaskan bahwa ruang lingkup asas
kebebasan berkontrak meliputi kebebasan para pihak untuk menentukan
sendiri isi perjanjian yang ingin mereka buat.
b. Asas umum yang mengemukakan pada umumnya seseorang menurut
hukum tidak dapat dipaksa untuk memasuki suatu perjanjian. Menurut
Treitel, dengan asas umum ini ingin mengemukakan bahwa asas
kebebasan berkontrak meliputi kebebasan bagi para pihak untuk
menentukan dengan siapa dia ingin atau tidak ingin membuat perjanjian.
Asas ini merupakan asas umum yang bersifat universal.
Asas kebebasan berkontrak merupakan asas dalam hukum perjanjian yang
dikenal hampir semua sistem hukum.Asas kebebasan berkontrak telah menjadi
asas hukum utama dalam hukum perdata, khususnya dalam hukum perjanjian,
62

Remy Syahdeini, “Asas Kebebasan Berkontrak dan Kedudukan yang seimbang dari
kreditur dan debitur” (Surabaya: Makalah disampaikan pada Seminar Ikatan Notaris Indonesia,
1993), hlm. 12.

Universitas Sumatera Utara

41

dikenal dalam civil law system maupun dalam common law system, bahkan
dalam sistem hukum Islam. 63
2. Asas konsensualisme
Istilah konsensualisme berasal dari bahasa latinconsensus yang berarti
sepakat. Arti asas konsensualisme ialah pada dasarnya perjanjian dan perikatan
yang timbul itu sudah dilahirkan sejak detik tercapainya kata kesepakatan.
Dengan perkataan lain, perjanjian itu sudah sah apabila sudah sepakat mengenai
hal-hal yang pokok dan tidaklah diperlukan sesuatu formalitas. Adakalanya
undang-undang menetapkan bahwa untuk sahnya suatu perjajian diharuskan
perjanjian itu diadakan secara tertulis atau dengan akta notaris, tetapi hal demikian
itu merupakan suatu kekecualian. 64
3. Asas daya mengikat kontrak (pacta sunt servanda)
Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata meyatakan bahwa semua perjajian yang
dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya.Pengertian berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya menunjukkan bahwa undang-undang sendiri mengakui dan
menempatkan posisi para pihak dalam kontrak sejajar dengan pembuat undangundang. 65
Pihak-pihak yang berkontrak dapat secara mandiri mengatur pola
hubungan-hubungan hukum diantara mereka.Kekuatan perjanjian yang dibuat
secara sah mempunyai daya berlaku seperti halnya undang-undang yang dibuat

63

Hardijan Rusli, Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law (Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 1993), hlm. 38.
64
Subekti, Op Cit., hlm. 15.
65
Agus Yudha hernoko, Op.Cit., hlm. 127.

Universitas Sumatera Utara

42

oleh legislator dan karenanya harus ditaati oleh para pihak, bahkan jika perlu
dapat dipaksakan dengan bantuan penegakan hukum (hakim, juru sita). 66Kekuatan
mengikat kontrak khususnya terkait isi perjanjian atau prestasi, tidak hanya
mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga
untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjajian, diharuskan oleh kepatutan,
kebiasaan atau undang-undang. 67
4. Asas itikad baik
Sebagaimana diketahui bahwa dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata
tersimpul asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme serta daya mengikat
perjanjian.Pemahan tersebut tidaklah dapat berdiri sendiri, asas-asas yang terdapat
dalam pasal tersebut merupakan suatu sistem yang pada yang tidak dapat
dipisahkan dan bersifat integratif dengan ketentuan-ketentuan lainnya.Misalnya
terkait dengan daya mengikatnya suatu perjanjian sebagai undang-undang bagi
para pihak yang membuatnya dibatasi oleh asas itikad baik. 68
Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata menyatakan bahwa perjanjian harus
dilaksanakan dengan itikad baik.Pengertian kata itikad baik dalam hal ini tidak
dijelaskan oleh perundang-undangan dengan jelas.Dalam kamus besar bahasa
Indonesia, yang dimaksud dengan itikad adalah kepercayaan, keyakinan yang
teguh, maksud dan kemauan (yang baik). 69
Pengertian itikad baik dalam dunia hukum mempunyai arti yang lebih luas
daripada pengertian sehari-hari. Menurut Hoge Raad, dalam putusannya tanggal 9

66

Ibid.
Subekti, Op Cit, hlm. 15.
68
Agus Yudha Hernoko, Op.Cit., hlm. 134.
69
Ibid.
67

Universitas Sumatera Utara

43

februari 1923memberikan rumusan bahwa itikad baik harus dilaksanakan menurut
kepatutan dan kepantasan. 70
Pengadilan Tinggi Bandung dalam perkara Ny. Lie Lian Joun v. Arthur
Tutuarima,

No.91/1970/perd/P.T.B.,

menafsirknan

pasal

1338

ayat

(3)

KUHPerdata bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik artinya
perjajian tersebut harus dilaksanakan sesuai dengan kepatutan dan keadilan.
Dengan demikian, pengadilan harus mempertimbangkan apakah dalam persoalan
yang dikemukakan kepadanya ada kepatutan dan keadilan atau tidak.Apabila
dalam perjanjian tersebut tidak terdapat kepatutan dan keadilan maka hakim dapat
merubah isi perjajian tersebut.Perjanjian tidak hanya ditentukan oleh rangkaian
kata dari para pihak, tetapi juga ditentukan oleh kepatutan dan keadilan.
Rancangan Undang-Undang (RUU) kontrak menyebutkan substansi itikad
baik diatur dalam Pasal 1.7 dan 2.15, yang menekankan perlunya itikad baik dan
kejujuran (good faith dan fair dealing) dan melarang adanya proses perundingan
kontrak yang didasari itikad buruk. Meskipun penekanan perlunya itikad baik dan
kejujuran diletakkan pada proses perundingan kontrak, namun tidak berarti pada
proses berikutnya pada pelaksanaan kontrak itikad baik dapat dikesampingkan.
Itikad baik harusnya diartikan dan diterapkan pada seluruh proses berkontrak. 71
Selain asas yang telah disebutkan diatas, sebagai salah satu bentuk dari kontrak
bisnis, kontrak operasi bersama juga tunduk terhadap asas-asas pada kontrak
bisnis, antaral lain: 72

70

Ibid.
Agus Yudha Hernoko, Op.Cit., hlm. 142.
72
Mahmul Siregar, “Perancangan dan Analisis Kontrak Bisnis” (Medan: Handouts Bahan
Ajar Kontrak Bisnis, 2015), hlm. 2.
71

Universitas Sumatera Utara

44

1. Asas kepribadian, merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang
akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan
perseorangan. Hal ini sesuai dengan maksud dari pasal 1315 KUHPerdata
menyatakan pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau
perjanjian selain untuk dirinya sendiri.
2. Asas keseimbangan, adalah asas yang menghendaki kedua belah pihak
memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Kreditur mempunyai hak untuk
menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi
melalui kekayaan debitur, namun debitur memikul pula kewajiban untuk
melaksanakn perjanjian itu dengan itikad baik.
3. Asas persamaan hukum, bahwa subyek hukum yang mengadakan perjanjian
mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama dalam hukum.
4. Asas perlindungan, bahwa antara debitur dan kreditur harus dilindungi oleh
hukum.
5. Asas kepatutan, bahwa isi perjanjian haruslah sesuatu yang patut dan tidak
bertentangan dengan norma yang berlaku di masyarakat. Hal ini sesuai dengan
pasal 1339 KUHPerdata yang berbunyi “suatu perjanjian tidak hanya
mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakn dalm undang-undang,
tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh
kepatutan, kebiasaan atau undang-undang.”
6. Asas moral, asas ini terkait dengan perikatan wajar, yaitu suatu perbuatan
sukarela dari seseorang tidak dapat menuntut hak baginya untuk menggugat
prestasi dari pihak debitur.

Universitas Sumatera Utara

45

7. Asas kepastian hukum, kepastian ini terungkap dari mengikatnya perjajian,
yaitu berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

E. Sahnya Kontrak Operasi Bersama
Peraturan perundang-undangan Indonesia menyatakan bahwa kontraktor
dapat mengalihkan, menyerahkan, dan memindahtangankan sebagian atau seluruh
hak dan kewajibannya (participating interest) kepada pihak lain setelah mendapat
persetujuan menteri berdasarkan pertimbangan badan pelaksana. Dalam hal
pengalihan, penyerahan, dan pemindahtanganan sebagian atau seluruh hak dan
kewajiban kontraktor kepada perusahaan non-afiliasi atau kepada perusahaan lain
selain mitra kerja dalam wilayah kerja yang sama, maka menteri dapat meminta
kontraktor untuk menawarkan terlebih dahulu kepada perusahaan nasional. 73
Kontraktor tidak dapat mengalihkan sebagian hak dan kewajibannya
sebagaimana telah dijelaskan diatas secara mayoritas kepada pihak lain yang
bukan afiliasinya dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun pertama masa
eksplorasi. 74 Sebelum menyepakati suatu kontrak operasi bersama hal-hal yang
disebutkan diatas harus terlebih dahulu dipenuhi oleh kontraktor ataupun badan
usaha/badan usaha tetap. Selain itu apabila kontrak operasi bersama
mengakibatkan perubahan operator yang kemudian berbeda dari apa yang
disepakati pada kontrak kerja sama, maka kontraktor berkewajiban untuk
melaporkannya kepada SKK MIGAS.

73

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah No 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha
Hulu Minyak dan Gas Bumi, Bab IV, Pasal 33 ayat (1).
74
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan
Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, Bab IV, Pasal 33 ayat (2).

Universitas Sumatera Utara

46

Persyaratan tersebut diatas apabil sudah dipenuhi, maka kontraktor (badan
usaha/badan usaha tetap) dapat membentuk semacam konsorsium untuk membagi
resiko atau pun biaya kepada pihak-pihak lain. Hal tersebut juga dapat dilakukan
melaui farm-out, yaitu kontraktor (badan usaha/badan usaha tetap) yang sudah
memiliki kontrak kerja sama dengan badan pelaksana minyak dan gas bumi
kemudian menawarkan kepada pihak lain untuk berpartisipasi. Hal inilah yang
disebut dengan mengalihkan, menyerahkan, dan memindahtangankan sebagian
atau seluruh hak dan kewajibannya (participating interest) kepada pihak lain. 75
Keabsahan suatu kontrak operasi bersama adalah sama dengan keabsahan
kontrak pada umumnya, hal ini dikarenakan kontrak operasi bersama tidak diatur
dan ditentukan secara khusus oleh perundang-undangan di Indonesia. Pasal 1320
KUHPerdata merupakan instrumen pokok untuk menguji keabsahan kontrak yang
dibuat para pihak. 76 Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat 77 :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian.
3. Megenai suatu hal tertentu.
4. Suatu sebab yang halal.
Dua syarat yang pertama disebut syarat subyektif, karena mengenai orangorangnya atau subyeknya yang mengadakan perjajian, sedangkan dua syarat yang
terakhir dinamakan syarat-syarat obyektif karena mengenai perjanjian sendiri atau
obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu. 78

75

Rudi M Simamora, Op.Cit., hlm. 112.
Agus Yudha Hernoko, Op.Cit., hlm. 157.
77
Subekti, Op.Cit., hlm. 17.
78
Ibid.
76

Universitas Sumatera Utara

47

1. Syarat subyektif
a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
Pihak- pihak yang mengadakan perjanjian harus bersepakat dan setuju
mengenai hal-hal pokok yang diadakan dalam perjanjian itu.Pernyataan atas
kesepakatan itu bisa dilakukan secara tegas atau secara diam-diam. 79
Kesepakatan bisa dianggap tidak ada apabila dapat dibuktikan bahwa
kesepakatan terjadi karena kekhilafan (dwaling),paksaan (dwang), maupun
penipuan (bedrog). 80 Kekhilafan dapat membatalkan suatu perjanjian apabila
mengenai orang atau barang yang menjadi tujuan dari pihak-pihak yang
mengadakan

perjanjian.

Paksaan

terjadi,

jika

seseorangmemberikan

persetujuannya karena ia takut pada suatu ancaman. Paksaan yang dimaksud
dalam KUHPerdata tidak hanya yang berbentuk kekerasan, teapi paksaan dalam
arti yang lebih luas, yaitu meliputi ancaman terhadap kerugian kepentingan
hukum seseorang. 81
Selain itu, penipuan juga merupakan salah satu penyebab batalnya
perjanjian, apabila penipuan itu dilakukan oleh salah satu pihak sedemikian
hingga secara terang dan nyata bahwa jika pihak lainnya mengetahui hal tersebut
ia tidak akan menyepakati perjanjian tersebut.
b. Kecakapan untuk bertindak
Orang yang membuat perjanjian harus cakap menurut hukum.Pada
dasarnya, setiap orang yang sudah dewasa atau akilbaliq dan sehat pikirannya

79

Ibid.
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian (Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada, 2006), hlm. 95.
81
J Satrio, Op.Cit., hlm. 246.
80

Universitas Sumatera Utara

48

adalah sakap menurut hukum. 82 Dalam pasal 1330 KUHPerdata disebut sebagai
orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian :
1) Orang-orang yang belum dewasa
2) Mereka yang ditaruh dalam pengampuan
3) orang perempuan dalam hal yang ditetapkan undang-undang, dan
semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat
perjanjian-perjanjian tertentu.
Orang yang sudah dewasa adalah orang yang sudah berumur 18 tahun atau
sudah menikah, hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 39 ayat (1) UndangUndang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
Menurut hukum nasional yang berlaku sekarang, perempuan bersuami
sudah dianggap cakap melakukan perbuatan hukum, sehingga tidak lagi
diharuskan untuk melakukan perbuatan hukum dengan ijin suami yang
bersangkutan.Perbuatan hukum yang dilakukan perempuan tersebut sah menurut
hukum dan tidak dapat dimintakan pembatalannya kepada hakim.Hal ini sesuai
dengan dikeluarkannya Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1963.
2. Syarat obyektif
a. Mengenai suatu hal tertentu
Suatu perjanjian haruslah memiliki obyek tertentu, setidak-tidaknya dapat
ditentukan jenisnya.Undang-undang tidak mengharuskan barang tersebut sudah

82

Subekti, Op.Cit., hlm. 12.

Universitas Sumatera Utara

49

ada di tangan pihak lainnya atau tidak, ketika perjanjian tersebut dibuat.Namun
para pihak dilarang untuk memperjanjikan warisan yang belum terbuka. 83
Perkataan “tertentu” dalam hal ini tidak harus dalam artian gramatikal dan
sempit haus sudah ada pada saat kontrak tersebut dibuat, tetapi memungkinkan
juga apabila obyek tertentu tersebut sekedar ditentukan jenis, sedangkan mengenai
jumlahnya dapat ditentukan dikemudian hari. 84
b. Suatu sebab yang halal
Sebab yang dimaksud dalam hal ini adalah substansi atau isi dari
perjanjian itu sendiri. 85Sebab yang dimaksud dalam hal ini bukanlah desakan jiwa
ataupun

motif

dari

seseorang

untuk

mengadakan

suatu

kontrak

atau

perjanjian.Hukum pada dasarnya tidak menghiraukanapa yang ada dalam gagasan
atau pemikiran seseorang, yang diperhatikan adalah tindakan yang nyata yang
dilakukan dalam masyarakat. 86Sebab yang tidak diperbolehkan adalah sebab yang
bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum.
Syarat sahnya kontrak ini bersifat komulatif, artinya keseluruhan dari
persyaratan tersebut harus dipenuhi agar kontrak tersebut menjadi sah. Dengan
tidak dipenuhinya salah satu atau lebih dari syarat tersebut akan menyebabkan
kontrak tersebut dapat diganggu gugat keberadaannya. 87Tidak dipenuhinya syarat
subyektif membuat suatu kontrak atau perjanjian dapat dibatalkan. Hal yang
menjadi penting untuk digaris bawahi disini adalah apabila perjajian tersebut tidak
dibatalkan maka perjanjian tersebut akan tetap mengikat. Tidak dipenuhinya
83

Subekti, Op.Cit., hlm. 19.
Agus Yudha Hernoko, Op.Cit., hlm. 192.
85
Subekti, Op.Cit., hlm. 20.
86
Ibid., hlm. 21.
87
Agus Yudha Hernoko, Op.Cit., hlm. 199.
84

Universitas Sumatera Utara

50

syarat obyektif membuat suatu kontrak atau perjanjian menjadi batal demi
hukum.Artinya dari semula dianggap tidak pernah ada perjanjian dan
perikatan.Tujuan para pihak untuk membuat suatu perjanjian dan perikatan adalah
gagal. 88

F. Para Pihak Dalam Kontrak Operasi Bersama
Mengidentifikasi para pihak dalam kontrak operasi bersama (joint
operating agreement) merupakan hal yang esensial demi berjalannya kontrak
dengan baik. Hal ini dikarenakan indentitas pihak dalam kontrak akan
menentukan sejauh mana partisipasi pihak tersebut dalam kontrak operasi
bersama. 89
Pihak yang diidentifikasi pada kontrak operasi bersama adalah pihak yang
sejak semula ada pada kontrak operasi bersama, penambahan pihak ataupun
pengurangan pihak diatur secara terpisah pada kontrak operasi bersama.Para pihak
dalam kontrak operasi bersama tidak hanya berkenaan dengan pihak yang terlibat
dalam kontrak operasi bersama, tetapi pihak dalam kontrak ini juga meliputi pihak
penerus (successor) atau pihak yang ditunjuk sebagai pengganti dalam kondisi
tertentu dari suatu pihak tertentu. 90
Hubungan para pihak pada kontrak operasi bersama adalah hubungan yang
horizontal. Sehingga tidak ada perbedaan antara pihak yang memiliki konsesi
ataupun pihak yang memiliki kontrak kerja sama dengan badan pelaksana minyak
dan gas bumi dengan pihak yang ikut berdasarkan pengalihan, pemindahtanganan
88

Subekti, Op.Cit., hlm. 20.
Peter Roberts, Op.Cit., hlm. 43.
90
Ibid.

89

Universitas Sumatera Utara

51

sebagian atau seluruh hak dan kewajiban dari pihak pemegang kontrak kerja sama
dengan pemerintah. 91
1. Operator
Operator adalah pihak yang bertindak sebagai pelaksana operasi.Operator
pada kontrak operasi bersama ditentukan berdasarkan jumlah saham paling besar
dalam kontrak operasi bersama.Pihak yang memiliki saham lebih kecil biasanya
enggan untuk mengambil peran tersebut karena berbagai keterbatasan dan
pertimbangan tertentu. 92
Beberapa negara dalam hal penunjukan opearator perlu mendapatkan
persetujuan dari instansi yang mengawasi operasi pertambangan minyak dan gas
bumi dan asa juga yang hanya mensyaratkan pemberitahuan saja.Bahkan ada juga
yang mensyaratkan penyerahan status operator kepada Negara setelah melewati
tahapan operasi tertentu, misalnya seperti yang digambarkan dalam kontrak jasa
resiko atau kontrak jasa. 93
Peran sebagai operator membuat pihak tertentu memiliki status ganda pada
kontrak operasi bersama. Namun peran sebagai operator tidak membuat pihak
tersebut menjadi istimewa dan memiliki hak khusus dari pihak lain pada kontrak
operasi bersama. Misalnya dalam hal pembiayaan kegiatan operasi, masingmasing pihak memiliki kewajiban yang sama untuk menanggung biaya operasi
sesuai partisipasi (participating interest) m