Analisis Faktor Positive Deviance terhadap Status Gizi Anak Usia 0-24 Bulan dari Keluarga Miskin di Wilayah Kerja Puskesmas Pematang Panjang Kabupaten Batubara Tahun 2014

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Positive Deviance
Positive deviance adalah suatu keadaan penyimpangan positif yang berkaitan
dengan kesehatan, pertumbuhan dan perkembangan anak-anak lain di dalam
lingkungan masyarakat yang menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan serta status gizi yang baik dari anak-anak yang hidup di keluarga miskin
dan hidup di lingkungan yang miskin (kumuh) dimana sebagian besar anak lainnya
menderita gangguan pertumbuhan dan perkembangan dengan kondisi mengalami gizi
kurang. Positive deviance didasarkan pada asumsi bahwa beberapa solusi untuk
mengatasi masalah gizi sudah ada dalam masyarakat, hanya perlu diamati untuk dapat
diketahui bentuk penyimpangan positif yang ada dari perilaku masyarakat tersebut.
Upaya yang dilakukan dapat dengan memanfaatkan kearifan lokal yang berbasis pada
keyakinan bahwa setiap individu memiliki kebiasaan dan perilaku khusus, atau tidak
umum yang memungkinkan mereka dapat menemukan cara-cara yang lebih baik
untuk mencegah kekurangan gizi dibanding tetangga mereka yang memiliki kondisi
ekonomi yang sama tetapi tidak memiliki perilaku yang termasuk penyimpangan
positif. Studi positive deviance mempelajari mengapa demikian banyak bayi dan
balita di suatu komunitas miskin hanya sebagian kecil yang gizi buruk. Kebiasaan
keluarga yang mengungtungkan sebagai inti program positive deviance dibagi


10

11

menjadi tiga atau empat kategori utama yaitu pemberian makan, pengasuhan,
kebersihan, dan mendapatkan pelayanan kesehatan (CORE, 2003).
a.

Kebiasaan Pemberian Makanan
Pemberian makan anak-anak kecil berusia di atas 6 bulan dengan berbagai

variasi makanan dalm porsi kecil setiap hari sebagai tambahan air susu ibu (ASI),
pemberian makan secara aktif, pemberian makanan selama masa sakit dan
penyembuhan serta menangani anak yang memiliki selera makan rendah.
b. Kebiasaan Pengasuhan
Kebiasaan pengasuhan merupakan interaksi positif antara anak dengan
pengasuh utama dan pengganti, membantu mengatur perkembangan emosi dan
psikologis anak. Kebiasaan positif seperti ini sering melakukan interaksi lisan dengan
anak, memberikan dan menunjukan perhatian dan kasih saying kepada anak, adanya

pebagian tugas agar pengawasan dan pengasuhan anak berjalan baik. Kebiasaan
tersebut dan kebiasaan lain dalam hal pengasuhan anak, merupakan hal yang sangat
penting bagi perkembangan anak yang normal namun sering terabaikan.
c.

Kebiasaan Kebersihan
Dalam hal perawatan anak kebersihan tubuh, makanan dan lingkungan

berperan penting dalam memelihara kesehatan yang bertujuan untuk mencegah
penyakit-penyakit diare dan infeksi cacing pada anak. Suatu kebiasaan yang sudah
dilatih sejak kecil seperti mencuci tangan dengan sabun sebelum makan dan setelah
buang air besar, telah menjadi focus kampanye oleh
timbulnya penyakit-penyakit diare.

WHO untuk mengurangi

12

d. Kebiasaan Mendapatkan Pelayanan Kesehatan
Kebiasaan mendapatkan pelayanan kesehatan sangat berpengaruh besar

terhadap peningkatan status gizi anak yang merupakan salah satu faktor positive
deviance. Dimana selain memberikan imunisasi lengkap kepada anak sebelum ulang
tahun yang pertama, pengobatan penyakit pada masa anak-anak dan mendapatkan
bantuan professional pada waktu yang tepat sangat berperan penting untuk menjaga
kesehatan anak.
Berbeda dengan pendekatan (perilaku) traditional yang dilakukan selama ini
yaitu dilakukannya intervensi gizi yang secara tradisional dimana hanya dengan
melakukan penimbangan, penyuluhan dan penyediaan makanan tambahan serta
fortifikasi makanan. Dalam hal ini intervensi yang dilakukan hanya mencari masalah
dalam masyarakat yang perlu diselesaikan dalam hal untuk peningkatan status gizi
masyarakat. Sedangkan untuk saat ini ada pendekatan positive deviance berupaya
untuk mencari hal-hal perilaku positif dan kekuatan di dalam masyarakat serta apa
yang perlu dikembangkan dari masyarakat.
Menurut Zeitlin, et. al. (1990) positive deviance dipakai untuk menjelaskan
suatu keadaan penyimpangan positif yang berkaitan dengan kesehatan, pertumbuhan
dan perkembangan anak-anak lain di dalam lingkungan masyarakat atau keluarga
yang sama. Secara khusus pengertian positive deviance dapat dipakai untuk
menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan serta status gizi yang
baik dari anak-anak yang hidup di keluarga miskin dan hidup di lingkungan yang


13

miskin (kumuh) dimana sebagian besar anak lainnya menderita gangguan
pertumbuhan dan perkembangan dengan kondisi mengalami gizi kurang.
Adanya perbedaan dalam pendekatan ini ada beberapa pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan pada dua pendekatan ini, ada perbedaannya dapat dilihat pada Tabel
2.1. di bawah ini :
Tabel 2.1. Pendekatan Tradisional VS Positive Deviance
dalam Intervensi Gizi
Pendekatan Tradisional
Apa saja yang anda butuhkan?
Ada masalah apa?
Apa yang dapat kami sediakan?
Apa yang kurang dari masyarakat?
Apa yang kurang di sini?

Pendekatan Positive Deviance
Kekuatan apa yang anda miliki?
Hal apa yang dapat dikerjakan di sini?
Apa sajakah sumber daya yang anda

miliki?
Hal apa yang baik di dalam masyarak ini?
Hal apakah yang dapat dijadikan untuk
dasar membangun?

Penelitian kohort di Vietnam pada tahun 1990 menginformasikan bahwa dari
700 orang anak yang telah mengalami kekurangan gizi tingkat dua dan tiga, setelah
dilakukan pemantauan selama dua tahun berikutnya ternyata hanya 3 % yang tetap
mengalami kekurangan gizi tingkat dua dan tiga. Dari seluruh peserta penelitian, 95%
mengalami pemulihan menjadi normal dan 38% menjadi gizi kurang tingkat satu.
Tingkat kemajuan tersebut diperoleh setelah melakukan observasi selama 14-23 bulan
(CORE, 2003).

14

2.2. Keuntungan Pendekatan Positive Deviance
Beberapa keuntungan pendekatan positive deviance, yaitu (CORE, 2003).
a.

Cepat, pendekatan ini memberikan solusi yang dapat menyelesaikan masalah

dengan segera.

b.

Terjangkau, positive deviance dapat dijangkau dan keluarga tidak perlu
bergantung pada sumber daya dari luar untuk mempraktekkan perilaku baru.
Pelaksanaannya lebih murah tetapi efektif dibandingkan mendirikan pusat
rehabilitasi gizi atau invenstasi di rumah sakit.

c.

Partisipatif, partisipasi masyarakat merupakan salah satu komponen penting
dalam rangka mencapai keberhasilan pendekatan positive deviance. Masyarakat
memainkan peran sangat penting dalam keseluruhan proses dimulai dari
menemukan perilaku dan strategi sukses di antara masyarakat sampai
mendukung ibu balita sampai kegiatan ini berakhir.

d.

Asli, Karena solusi sudah di tempat tersebut, maka kemajuan dapat dicapai

secara cepat tanpa banyak menggunakan analisi atau sumber daya dari luar.
Pendekatan tersebut dapat diterapkan secara luas karena perilaku positive
deviance selalu ada hampir di seluruh masyarakat.

e.

Berkesinambungan, pendekatan positive deviance merupakan pendekatan
berkesimbungan karena berbagai perilaku baru sudah dihayati dan berlanjut
setelah kegiatan akan berakhir. Kegiatan ini tidak hanya merubah perilaku
anggota keluarga secara individu, tetatp juga mengubah cara pandang maysarakat
terhadap kekurangan gizi serta kemampuan mereka untuk mengubah situasi.

15

f.

Secara budaya dapat diterima, Karena pendekatan ini didasarkan pada perilaku
setempat yang diidentifikasikan dalam konteks social, etnik, bahasa dan agama di
setiap masyarakat, maka per defenisi hal ini sesuai dengan budaya setempat.


g.

Berdasarkan Perubahan Perilaku, pendekatan ini tidak mengutamakan perolehan
pengetahuan, namun ada tiga langkah proses perubahan perilaku yang termasuk
di dalamnya, yaitu: penemuan (penyelidikan PD), demonstrasi (Kegiatan Pos
Gizi), dan penerapan (kegiatan pos gizi di rumah.

2.3. Kemiskinan
Dalam arti proper, kemiskinan dipahami sebagai keadaan kekurangan uang
dan barang untuk menjamin kelangsungan hidup. Dalam arti luas. Chambers (dalam
Suryawati, 2005) mengatakan bahwa kemiskinan adalah suatu intergrated concept
yang memiliki lima dimensi, yaitu: 1) kemiskinan (proper), 2) ketidakberdayaan
(powerless), 3) kerentanan menghadapi situasi darurat (state of emergency), 4)
ketergantungan (dependence), dan 5) keterasingan (isolation) baik secara geografis
maupun sosiologis.
Hidup dalam kemiskinan bukan hanya hidup dalam kekurangan uang dan
tingkat pendapatan rendah, tetapi juga banyak hal lain, seperti tingkat kesehatan dan
pendidikan rendah, perlakuan tidak adil dalam hukum, kerentanan terhadap ancaman
tindak kriminal, ketidak berdayaan dalam menentukan jalan hidupnya sendiri
(Suryawati, 2005). Kemiskinan dibagi dalam empat bentuk, yaitu:


16

1. Kemiskinan absolut, kondiai dimana seseorang memiliki pendapatan di bawah
garis kemiskinan atau tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan, sandang,
papan, kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang dibutuhkan untuk bisa hidup
dan bekerja.
2. Kemiskinan relatif, kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang
belum menjangkau seluruh masyarakat, sehingga menyebabkan ketimpangan
pada pendapatan.
3. Kemiskinan kultural, mengacu pada persoalan sikap seseorang atau masyarakat
yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti tidak mau berusaha memperbaiki
tingkat kehidupan, malas, pemboros, tidak kreatif meskipun ada bantuan dari
pihak luar.
4. Kemiskinan struktural, situasi miskin yang disebabkan oleh rendahnya akses
terhadap sumber daya yang terjadi dalam suatu sistem sosial budaya dan sosial
politik yang tidak mendukung pembebasan kemiskinan, tetapi seringkali
menyebabkan suburnya kemiskinan. Kemiskinan juga dapat dibedakan menjadi
dua jenis yaitu:
a. Kemiskinan alamiah, berkaitan dengan kelangkaan sumber daya alam dan

prasarana umum, serta keadaan tanah yang tandus.
b. Kemiskinan buatan, lebih banyak diakibatkan oleh sistem modernisasi atau
pembangunan yang membuat masyarakat tidak mendapat menguasai sumber
daya, sarana, dan fasilitas ekonomi yang ada secara merata.

17

Menurut Badan Pusat Statistik, tingkat kemiskinan didasarkan pada jumlah
rupiah konsumsi berupa makanan yaitu 2100 kalori per orang per hari (dari 52 jenis
komoditi yang dianggap mewakili pola konsumsi penduduk yang berada dilapisan
bawah), dan konsumsi nonmakanan (dari 45 jenis komoditi makanan sesuai
kesepakatan nasional dan tidak dibedakan antara wilayah pedesaan dan perkotaan).
Patokan kecukupan 2100 kalori ini berlaku untuk semua umur, jenis kelamin, dan
perkiraan tingkat kegiatan fisik, berat badan, serta perkiraan status fisiologis
penduduk, ukuran ini sering disebut dengan garis kemiskinan. Penduduk yang
memiliki pendapatan dibawah garis kemiskinan dikatakan dalam kondisi miskin.
Menurut Sayogyo, tingkat kemiskinan didasarkan jumlah rupiah pengeluaran
rumah tangga yang disetarakan dengan jumlah kilogram konsumsi beras per orang
per tahun dan dibagi wilayah pedesaan dan perkotaan (Suryawati, 2005).
Bank Dunia mengukur garis kemiskinan berdasarkan pada pendapatan

seseorang. Seseorang yang memiliki pendapatan kurang dari US$ 1 per hari masuk
dalam kategori miskin (Suryawati, 2005). Oleh karena itu, untuk memahami
kemiskinan, penting diperhatikan lokalitas yang ada pada masing masing daerah,
yaitu kemiskinan tingkat local yang ditentukan oleh komunitas dan pmemrintah
setempat. Indikator kemiskinan berdasarkan karakteristik rumah tangga miskin pada
aspek kegiatan ekonomi dapat ditinjau dari sumber penghasilannya.
Ada beberapa faktor penyebab yang diduga menghambat masyarakat untuk
mengkonsumsi gizi. Ketiadaan bahan gizi murah merakyat dan yang paling
disayangkan adalah ketidaktahuan masyarakat akan gizi dan peran pentingnya dalam

18

kehidupan manusia. Faktor kemiskinan seringkali diduga penyebab masyarakat
kurang gizi, Pendapat ini tidak sepenuhnya benar, fakta yang lebih kuat menyatakan
bahwa ternyata masyarakat kita belum sepenuhnya memahami gizi dengan benar, ada
kesan bahwa gizi itu barang mewah yang mahal dan orang miskin tidak akan mampu
menyediakannya. Jelas ini adalah opini yang salah dan berakibat fatal. Salah satu
penyebab terjadinya kekurangan gizi ini adalah perilaku masyarakat yang dapat
membuat struktur keluarga terpecah (pekerja migrasi, perceraian dll) yang pada
akhirnya membuat anak terlantar dan menjadi kurang gizi.

2.4. Status Gizi
Status gizi diartikan sebagai keadaan kesehatan seseorang atau sekelompok
orang yang ditentukan dengan salah satu atau kombinasi dari ukuran-ukuran gizi
tertentu (Soekirman, 2002: 88). Status gizi adalah hasil akhir dari keseimbangan
antara makanan yang masuk kedalam tubuh (nutrient input) dengan kebutuhan tubuh
(nutrient output) akan zat gizi tersebut(Supariasa, 2002:88). Hal ini menunjukan
bahwa status gizi merupakan gambaran kondisi tubuh seseorang atau sekelompok
masyarakat.
Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih
zat gizi esensial. Status gizi lebih terjadi karena tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam
jumlah berlebihan, sehingga menimbulkan efek toksik yang membahayakan. Baik
pada status gizi kurang, maupun status gizi lebih terjadi gangguan gizi
(Almatsier,2001).

19

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi. Status gizi ini menjadi penting karena merupakan salah satu
faktor risiko untuk terjadinya kesakitan dan kematian. Status gizi yang baik bagi
seseorang akan berkontribusi terhadap kesehatannya dan juga terhadap kemampuan
dalam proses pemulihan. Status gizi masyarakat dapat diketahui melalui penilaian
konsumsi pangannya berdasarkan data kuantitatif maupun kualitatif (Supariasa,
2001).
Status

gizi

merupakan

tanda-tanda

penampilan

seseorang

akibat

keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran zat gizi yang berasal dari pangan
yang dikonsumsi pada suatu saat berdasarkan pada kategori dan indikator yang
digunakan (Depkes, 2002).
Secara tidak lansung status gizi masyarakat dapat diketahui berdasarkan
penilaian terhadap data kuantitatif maupun kualitatif konsumsi pangan. Penentuan
status gizi dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu secara biokimia, dietetika,
klinik dan antropometri yang merupakan cara paling umum dan mudah digunakan
untuk mengukur status gizi di lapangan. Indeks antropometri yang dapat digunakan
adalah berat badan per umur (BB/U), tinggi badan per umur (TB/U), Berat badan per
tinggi badan (BB/TB), (Depkes, 2005). Klasifikasi status gizi anak bawah lima tahun
(Balita) dapat dilihat berdasarkan nilai ambang batas atau Z- Score yang disebut nilai
standar deviasi. Indeks antropometri berat badan per umur (Bb/U) klasifikasinya
terbagi dalam 4 kategori yaitu Gizi lebih, gizi baik, gizi kurang dan gizi buruk. Untuk
nilai tinggi badan per umur (Tb/U) dikategorikan dalam 2 bagian yaitu normal dan

20

pendek, sedangkan untuk nilai Berat badan per umur (Bb/Tb) dapat dilihat
dikategorikan 4 bagian yaitu gemuk, normal, kurus dan kurus sekali. Untuk
penjelasan lebih rinci dapat dilihat dalam tabel 2.2. di bawah ini:
Tabel 2.2. Klasifikasi Status Gizi Anak Bawah Lima Tahun (Balita)
Indikator
Berat Badan menurut Umur
(BB/U), untuk menilai status gizi
secara umum dan bersifat kronis,
yang
berhubungan
dengan
kesejahteraan masyarakat
Tinggi badan menurut Umur
(TB/U)
untuk
mengukur
perubahan yang terjadi pada
waktu lampau
Berat Badan Menurut Tinggi
Badan (BB/TB) untuk menilai
keadaan gizi saat ini.

Status Gizi
Gizi lebih
Gizi baik
Gizi kurang
Gizi buruk

Z – Score (SD)
> +2SD
>-2SD sampai > +2SD
< -2SD sampai > 3SD
< -3SD

Normal
Pendek (Stunted)

>2SD
2SD
Normal
> 2SD Sampai +2SD
Kurus
-3SD
Kurus Sekali
< -3SD
Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor :920/ Menkes/ SK/ VIII/ 2002
Indeks antropometri yang bertujuan untuk mengukur status gizi seorang anak
yang terbagi kedalam 3 kategori ini mempunyai kelemahan dan kekurangannya
masing-masing, dimana hal ini menunjukan pengukuran yang dilakukan ada yang
dapat melihat status gizi seseorang di masa lampau dan adanya keefektifaan dalam
hal penggunaan alat ukur yang akan digunakan, untuk melihat rincian kelemahan dan
kebaikan dalam masing-masing indeks antropometri ini dapat dilihat pada tabel 2.3.
di bawah ini:

21

Tabel 2.3. Kebaikan dan Kelemahan Indeks Antropometri
Indeks
BB/U

TB/U

Kebaikan
Baik untuk status gizi akut/ kronis
Berat badan dapat berfluktuasi
Sangat sensitive terhadap perubahan kecil
Baik untuk menilai gizi di masa lampau
Ukuran panjang dapat dibuat sendiri
Murah dan mudah dibawa

Kelemahan
Umur sering sulit
ditaksir dengan tepat

Tinggi badan tidak
cepat naik bahklan
tidak mungkin turun.
Pengukuran relative
sulit dilakukan karena
anak harus berdiri.
Ketepatan umur sulit
BB/TB
Tidak memerlukan data umur
Membutuhkan 2
Dapat membedakan proporsi badan
macam alat ukur
Pengukuran lebih
lama
Membutuhkan 2 orang
untuk melakukannya
Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor :920/ Menkes/ SK/ VIII/ 2002

2.5. Pengukuran Status Gizi secara Antropometri
Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros. Anthropos artinya tubuh
dan metros, artinya ukuran. Jadi antropometri adalah ukuran dari tubuh. Jadi dapat
ditarik pengertian antropometri gizi adalah berhubungan dengan berbagai macam
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan gizi.
Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain : berat badan, tinggi badan, lingkar lengan
atas dan tebal lemak di bawah kulit.
Antropometri sangat umum digunakan untuk mengukur status gizi dari
berbagai ketidakseimbangan antara asupan protein dan energi. Gangguan ini biasanya
terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot

22

dan jumlah air dalam tubuh (Supariasa, 2002). Ada beberapa indeks antropometri
yang umum dikenal, yaitu:
a.

Berat badan menurut umur (BB/U)

b.

Tinggi badan menurut umur (TB/U)

c.

Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)

d.

Lingkar lengan atas menurut umur (LILA/U), (Supariasa, 2002:56-59)
Antropometri sangat umum digunakan untuk mengukur status gizi dari

berbagai ketidakseimbangan antara asupan protein dan energi. Gangguan ini biasanya
terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot
dan jumlah air dalam tubuh (Supariasa, 2002).
Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur
beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia, antara lain:
usia, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada,
lingkar pinggul dan tebal lemak di bawah kulit.
Faktor usia sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan penentuan
usia akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah. Hasil pengukuran
tinggi badan dan berat badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai
dengan penentuan usia yang tepat. Menurut Puslitbang Gizi Bogor (1980), batasan
usia digunakan adalah tahun usia penuh (Completed Year).
Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang telah lain
dari keadaan sekarang, jika umur diketahui dengan tepat. Di samping itu tinggi badan
merupakan ukuran kedua yang penting, karena dengan menghubungkan berat badan

23

terhadap tinggi badan (quac stick), faktor umur dapat dikesampingkan. Pengukuran
tinggi badan untuk anak balita yang sudah dapat berdiri dilakukan dengan alat
pengukur tinggi mikrotoa (microtoise) yang mempunyai ketelitian 0,1 cm.
Supariasa (2002) mengatakan, untuk mendapatkan data antropometri yang
baik harus dilakukan sesuai dengan standar prosedur pengumpulan data antropometri.
Tujuan dari prosedur standarisasi adalah memberikan informasi yang cepat dan
menunjukkan kesalahan secara tepat sehingga perubahan dapat dilakukan sebelum
sumber kesalahan dapat dipastikan. Penyelia mempelajari hal-hal apa yang perlu
diperhatikan untuk menjamin presisi dan akurasi pengukuran dan ketrampilan apa
yang perlu diberikan.
Penyebab terjadinya kesalahan-kesalahan dalam pengukuran antara lain pada
waktu melakukan pengukuran tinggi badan tanpa memperhatikan posisi orang yang
diukur, misalnya belakang kepala, punggung, pinggul, dan tumit harus menempel di
dinding. Sikapnya harus dalam posisi siap sempurna. Kesalahan yang disebabkan
oleh tenaga pengukur dapat terjadi karena petugas pengumpul data kurang hati-hati
atau belum mendapat pelatihan yang memadai. Kesalahan-kesalahan yang terjadi
pada saat pengukuran sering disebut measurement error. Masalah lain juga timbul
dalam penentuan status gizi adalah alat ukur dan pengukuran. Di samping itu pula
kesalahan juga terjadi apabila petugas tidak memperhatikan situasi pada saat anak
diukur. Contohnya adalah anak menggunakan sandal atau sepatu. Pada waktu
penimbangan berat badan, timbangan belum di titik nol, belum dalam keadaan
seimbang, dan timbangan tidak berdiri tegak lurus.

24

2.6. Masalah Gizi
Gizi mempunyai peran besar dalam daur kehidupan. Setiap tahap daur
kehidupan terkait dengan satu set prioritas nutrien yang berbeda. Semua orang
sepanjang kehidupan membutuhkan nutrien yang sama, namun dalam jumlah yang
berbeda. Nutrien tertentu yang didapat dari makanan, melalui peranan fisiologis yang
spesifik dan tidak tergantung pada nutrien yang lain, sangat dibutuhkan untuk hidup
dan sehat (Kusharisupeni, 2007).
Masalah gizi terbagi menjadi masalah gizi makro dan mikro. Masalah gizi
makro adalah masalah yang terutama disebabkan oleh kekurangan atau ketidak
seimbangan asupan energy dan protein (KEP). Bila terjadi pada anak balita akan
menyebabkan marasmus, kwasiorkhor, atau marasmik-kwasiorkhor, dan selanjutnya
akan mennggangu pertumbuhan anak untuk selanjutnya. Kelompok rentan gizi adalah
suatu kelompok di dalam masyarakat yang paling mudah menderita gangguan
kesehatannya atau rentan karena kekurangan gizi. Kelompok-kelompok rentan gizi
ini terdiri dari :
a. Kelompok bayi, umur 0-1 tahun.
b. Kelompok di bawah lima tahun (balita): 1-5 tahun.
c. Kelompok anak sekolah, umur 6-12 tahun.
d. Kelompok remaja, umur 13-20 tahun.
e. Kelompok ibu hamil dan menyusui.
f. Kelompok usia (usia lanjut). (Notoatmodjo, 2003)

25

Departemen Kesehatan RI menyatakan bahwa masalah gizi di Indonesia,
masih didominasi oleh kekurangan zat gizi yang disebabkan oleh banyak faktor,
diantaranya adalah tingkat social ekonomi keluarga (Depkes, 2002). Krisis ekonomi
yang terjadi semenjak tahun 1997 di Indonesia memiliki dampak yang sangat
berpengaruh terhadap penambahan jumlah keluarga miskin dengan daya beli yang
rendah, sehingga member dampak terhadap penurunan kualitas hidup keluarga dan
meningkatkan jumlah anak anak yang kurang gizi.
Hasil penelitian Jahari, et al (2000) dalam Turnip, F (2008) bahwa adanya
pengaruh perilaku terhadap masalah gizi, memerlukan pengamatan untuk mengetahui
perilaku seperti apa, yang diperlukan dalam menanggulangi masalah gizi pada anak.
Salah satu bentuk pengembangan perilaku

dalam penanggulangan masalah gizi

adalah Positive deviance yang telah dilakukan di Jakarta, Bogor dan Lombok Timur.
Hasilnya adalah interaksi ibu dengan anak usia 6 – 17 bulan, berhubungan positif
dengan keadaan gizi anak. Anak anak yang selalu diupayakan untuk mengonsumsi
makanan, mendapatkan respon ketika berceloteh, selalu mendapatkan senyum dari
ibu, keadaan gizinya lebih baik dibandingkan dengan teman sebaya lainnya yang
kurang mendapatkan perhatian orang tuanya.
Dalam hal ini positive deviance digunakan untuk menjelaskan suatu keadaan
penyimpangn

positif yang

berkaitan

dengan

kesehatan,

pertumbuhan

perkembangan anak anak di dalam lingkungan masyarakat dan keluarga.

dan

26

2.7. Determinan Kelangsungan Hidup dan Perkembangan Anak
Masalah gizi merupakan masalah kesehatan yang sangat berkaitan terhadap
masalah social, ekonomi, budaya, lingkungan, pendidikan dan pola asuh dari
keluarga. Masalah gizi dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait secara garis
besar disebabkan oleh :
a.

Penyebab Langsung
Kekurangan makanan dan penyakit, secara lansung dapat menyebabkan gizi

kurang, atau anak yang mendapatkan cukup makanan tetapi sering menderita sakit,
pada akhirnya kan menderita gizi kurang. Di sisi lain, anka yang tidak memperoleh
cukup makanan, akan mengalami penurunan daya tahan tubuh , sehingga akan mudah
terserang penyakit. Tidak tersedianya makanan yang sangat adekuat terkait lansung
dengan kondisi ekonomi. Kemiskinan sangat identik dengan tidak tersedianya
makanan yang merupakan akar dari kemiskinan yang menjadi dari masalah gizi
buruk.
b. Penyebab Tidak Langsung
Ada 3 penyebab tidak langsung gizi kurang, yaitu:
1.

Ketahanan pangan yang kurang memadai
Setiap keluarga diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan

seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik jumlah maupun mutu
gizinya.

27

2.

Pola pengasuhan anak yang kurang memadai
Pola pengasuhan anak berpengaruh terhadap kondisi gizi anak, karena anak

yang diasuh ibunya sendiri dengan kasih sayang, akan memperoleh gizi lebih baik
dibandingkan dengan yang diasuh orang lain. Stiap keluarga dan masyarakat
diharapkan dapat menyediakan waktu, perhatian, dan dukungan terhadap anak agar
dapat tumbuh kembang dengan baik, baik secara fisik, mental dan social.
3.

Pelayanan Kesehatan dan lingkungan yang kurang memadai
System pelayanan kesehatan yang ada diharapkan dapat menjamin penyediaan

air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga
yang membutuhkan.
Ketiga faktor tersebut saling berkaitan, makin tinggi tingkat pendidikan,
pengetahuan dan keterampilan, maka makin banyak keluarga yang memanfaatklan
pelayanan kesehatan. Tetapi apabila tingkat pendidikan, pengetahuan dan
keterampilan keluarga sanagat rendah dapat dipastikan kalau ekonomi keluarganya
juga rendah, sehingga akan berefek pada tingkat ketahanan pangan keluarga dan
kurang memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan sehingga timbul masalah gizi
buruk.
Dalam menanggulangi masalah gizi ini UNICEF telah memberikan pendekatan
dalam penanganan faktor penyebab yang digambarkan dalam model konseptual
berikut:

28

Kelangsungan hidup Anak

Pertumbuhan dan Perkembangan

Asupan Gizi

Ketahanan
Pangan di
Keluarga

Kesehatan

Kepedulian
terhadap anakanak dan
Perempuan

Pelayanan
Kesehatan dan
Lingkungan

PENDIDIKAN
Sumber daya Manusia, Ekonomi dan
Organisasi
Struktur Politik dan Ideologi
Struktur Ekonomi
SUMBER DAYA POTENSIAL

Gambar 2.1. Model Konseptual UNICEF
Sumber: Patrice L. Engle, et al., Care n Nutrition, Concept and Measurement, 1997.
Gambar di atas dapat kita lihat bahwa dengan adanya sumber daya yang
berpotensial dalam suatu lingkungan masyarakat akan sangat mempengaruhi
kebijakan ekonomi, ideology maupun politik yang ada. Dengan adanya sumber daya
yang potensial ini akan menciptakan sumber daya dengan adanya control dari pihak

29

keluarganya masing masing, sehingga mampu memperoleh pendidikan yang tinggi
yang menciptakan ketahanan pangan di keluarga, adanya pemanfaatan fasilitas
kesehatan. Dari hal ini maka asupan gizi si anak dapat terpenuhi dan derajat
kesehatan masyarakat yang tercapai secara optimal. Sehingga hal ini yang membuat
masalah gizi dapat terselesaikan dengan menurunnya angka gizi buruk di masyarakat.
Konseptual UNICEF menunjukan bahwa dalam penanggulangan masalah gizi
anak balita telah bergantung pada 3 (tiga) faktor utama dimana ketahanan pangan di
rumah tangga, akses terhadap pelayanan kesehatan dan lingkungan sehat serta praktek
pengasuhan anak yang baik. Pentingnya pengasuhan anak dalam konseptual UNICEF
ini kemudian dikembangkan oleh Engle, PL, et al., (1997) seperti yang digambarkan
berikut ini:

30

Kelansungan hidup anak

Pertumbuhan

Perkembangan
Kesehatan

Asupan gizi
d k t
Perilaku Pengasuhan:
Ketahanan Pangan
di Keluarga

Sumber daya
pangan/ekonomi
 Produksi
makanan
 Penghasilan
 Pekerjaan
 Aset tanah

 Perhatian bagi perempuan
 Pemberian ASI / Makanan
 Stimulasi psikososial dan
kognitif
 Praktek Hygiene
 Praktek Kesehatan di rumah
 Penyimpanan
dan penyiapan makanan

Sumber-sumber yang tersedia

Sumber-sumber bagi mengasuh:
 Pengetahuan
 Status kesehatan/gizi
 Kesehatan mental
 Kontrol terhadap sumber daya
 Beban kerja/ waktu yang
tersedia
 Dukungan sosial

Pelayanan
Kesehatan dan
LIngkungan sehat

Sumber-sumber
Kesehatan
 PAB
 Sanitasi
 Ketersediaan
Pelayanan
Kesehatan
 Keselamatan/
perlindungan
lingkungan

KONTEKS BUDAYA, POLITIK, SOSIAL
RURAL URBAN
Gambar 2.2. Pengembangan dari Model Pengasuhan Anak
Sumber: Patrice L. Engle, et al., Care n Nutrition, Concept and Measurement, 1997.

31

Pengembangan dari model pengasuhan anak yang dikembangkan oleh Engle,
et al., dapat dilihat dari perilaku pengasuhan yang dilakukan pengasuhan secara
khusus untuk perempuan, pemberian ASI dan makanan kepada anak, pengasuhan
psikologis, praktek kesehatan di dalam rumah, serta penyiapan dana penyimpanan
makanan yang merupakan perilaku pengasuhan yang lebih ditekankan dalam konsep
UNICEF sebelumnya. Untuk sumber daya yang tersedia dimana dilakukan
pengembangan

dimana

lebih

menekankan

sumberdaya

pangan/

ekonomi,

pengembangan sumber daya untuk pengasuhan dan sumber daya kesehatan. Hal ini
sama dengan yang diungkapkan oleh Arimond, M. et al., (2002) dalam Lubis, R.
(2005), dimana kunci praktik pengasuhan dibagi menjadi 6 (enam) katergori yaitu:
perawatan wanita hamil, pemberian Air Susu Ibu ( ASI) dan makanan, pengasuhan
psikologis, penyiapan makanan dan penyimpanan makanan, praktik hygiene dan
pengasuhan anak selama sakit.
Model konseptual yang diuraikan menurut UNICEF kemudian dikembangkan
oleh Zeitlin untuk keluarga miskin, yang akhirnya menjadi konsep Positive Deviance.
Dalam konsep Zeitlin ini ditemukan 4 (empat) faktor yaitu karakteristik orang tua dan
keluarga, karakteristik anak, kearifan orangtua dalam mengasuh anak dan status gizi.
Hasil berbagai penelitian Zeitlin, et al., (1990) menunjukkan bahwa faktorfaktor yang ada dalam

konsep positive deviance tersebut saling berkaitan.

Karakteristik orang tua dan karakteristik keluarga sangat berpengaruh terhadap
perilaku orang tua dan juga mempengaruhi karakteristik anak, serta status kesehatan
dan gizi anak. Faktor sosial dan lingkungan yang mempunyai dampak terhadap
karakteristik keluarga dikelompokkan dalam karakteristik keluarga.

32

2.8. Landasan Teori
Menurut Zeitlin et al (1990), faktor-faktor yang ada di dalam konsep positive
deviance terbagi kedalam 4 (empat) faktor yang saling berkaitan seperti pada gambar
di bawah ini:
Perilaku Orang Tua dalam
mengasuh anak:
Pengetahuan, Sikap dan
Perilaku tentang:
- Kesehatan dan Gizi
- Perkembangan Mental
dan perilaku
 Karakteristik orang tua

dan keluarga

Status kesehatan dan gizi
anak:
- Antropometri
- Asupan gizi
- Riwayat penyakit
- Perkembangan
mental dan
motorik
- Tingkat aktivitas

 Karakteristik, status

kesehatan dan status
gizi orang tua
 Pendidikan/ status
psikologis orang tua
 Faktor stress dalam
kehidupan orang tua
 Struktur keluarga dan
status sosio-ekonomi
Karakteristik anak
- Umur
- Jenis kelamin
- Urutan kelahiran
- Berat badan lahir dan
umur gestasi
- Jumlah dan umur
saudara

Gambar 2.3. Model Konseptual Zeitlin et al (1990)
Sumber : Zeitlin, M., Hossein, G., and M. Mansour. Positive Deviance in Child
Nutrition, 1990. dalam Lubis, R. (2005).

33

Empat faktor yang termasuk di dalam positive deviance menurut Zeitlin
adalah sebagai berikut:
a.

Karakteristik Orang Tua dan Rumah Tangga
Karakteristik status kesehatan dan status gizi orang tua merupakan faktor yang

terdiri dari umur, jenis kelamin, antropometri, konsumsi makanan di rumah tangga
dan konsumsi ibu. Dalam karakteristik status kesehatan orang tua tidak hanya
memperhatikan kesehatan Ibu saja, namun juga terhadap kesehatan ayahnya dimana
kesehatannya yang meliputi kebiasaan merokok, dan pengguna alkoholisme akan
memperburuk kondisi ekonomi keluarga. Umur ibu dan riwayat kesehatan reproduksi
ibu akan mempengaruhi pengetahuan, sikap dan perilaku ibu dalam mengasuh anak.
Jika usia ibu lebih tua maka pengasuhan yang diberikan kepada anaknya kan lebih
baik karena pengalaman yang dimilikinya, namun memiliki waktu yang sangat sedikit
untuk mengasuh anak.
Pendidikan terdiri dari lama pendidikan, buta huruf, kemampuan kognitif,
pemegang kendali rumah tangga, indikator psikosomatik, kontak dengan dunia luar,
dan jaringan soail. Setiap faktor ini dapat mempengaruhi pengetahuan, skap dan
perilaku orang tua dalam mengasuh anak. Tingkat pendidikan orang tua yang tinggi
akan meningkatkan kemampuan ibu untuk menghadapi pemikiran baru. Dalam hal
media elektronik dapat menjadi sumber informasi tentang pengasuhan anak.
Faktor stress dalam keluarga terdiri dari masa kecil yang tidak menyenangkan,
krisis social, dan ketidakpuasan dalam pekerjaan, jumlah keluarga, adanya kematian
dalam keluarga yang merupakan faktor stress. Hasil Penelitian Alvarez, et al., (1982)

34

dalam Lubis, R. (2005) bahwa kejadian-kejadian tertentu yang dapat menimbulkan
stress, dapat mempengaruhi kemampuan, karakter maupun suasana hati orang tua
dalam memberikan pengasuhan yang baik, yang dilakukan di chili bahwa ibu dari
anak dengan status gizi kurang merasa kurang puas dengan kehidupan keluarganya.
Struktur rumah tangga dan kondisi sosial ekonomi keluarga akan mempengaruhi pola
asuh yang diberikan kepada anak yang meliputi pendapatan, besar dan jumlah
anggota keluarga , pekerjaan rumah tangga dan lain-lain.
b. Perilaku Orang Tua dalam Mengasuh Anak
Green (1980) menyatakan bahwa masalah perilaku kesehatan dipengaruhi
oleh 3 (tiga) faktor utama, yaitu: faktor yang mempermudah (predispossing factors),
mencakup : pengetahuan, sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan
kepercayaan masyarakat terhadap hal hal yang berkaitan dengan kesehatan, system
nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat social ekonomi dan
sebagainya: faktor pendorong (enabling factors) meliputi ketersediaan sarana dan
prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, di mana fasilitas ini pada
hakikatnya mendukung atau mendukung terwujudnya perilaku kesehatan: dan faktor
ketiga berupa faktor penguat (reinforcing factors) meliputi sikap dan perilaku tokoh
masyarakat, tokoh agama dan juga sikap dan perilaku dari petugas kesehatan.
Menurut Notoatmodjo (2003) pengaruh pengetahuan terhadap perilaku dapat
bersifat langsung maupun melalui perantara sikap. Suatu sikap belum otomatis terwujud
dalam bentuk praktek. Untuk terwujudnya sikap agar menjadi suatu perbuatan yang nyata

35

(praktek) diperlukan faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan. Perilaku
kesehatan merupakan respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit
dan penyakit, sistem seseorang terhadap sakit atau penyakit adalah cara manusia
merespon baik secara pasif (mengetahui, bersikap dan, mempersepsi tentang suatu
stimulus rangsang proses stimulus reaksi tingkah laku (terbuka) sikap (tertutup) penyakit
yang ada pada dirinya dan diluar dirinya) maupun secara aktif (praktik) yang dilakukan
sehubungan dengan penyakit tersebut.
Perilaku kesehatan di bidang kesehatan menurut Azwar (1995) dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu: a) Latar belakang: latar belakang seseorang yang meliputi norma norma yang ada, kebiasaan, nilai budaya dan keadaan sosial ekonomi yang berlaku dalam
masyarakat, b) Kepercayaan: dalam bidang kesehatan, perilaku seseorang sangat
dipengaruhi oleh kepercayaan orang tersebut terhadap kesehatan. Kepercayaan yang
dimaksud meliputi manfaat yang akan didapat, hambatan yang ada, kerugian dan
kepercayaan bahwa seseorang dapat terserang penyakit, c) Sarana : tersedia atau tidaknya
fasilitas kesehatan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dan d) Cetusan seseorang
yang mempunyai latar belakang pengetahuan yang baik dan bertempat tinggal dekat
dengan sarana kesehatan, bisa saja belum pernah memanfaatkan sarana kesahatan
tersebut. Suatu ketika orang tersebut terpaksa minta bantuan dokter karena mengalami
perdarahan ketika melahirkan bayi kejadiaan itu dapat memperkuat perilaku orang
tersebut untuk memanfaatkan sarana kesehatan yang sudah ada.

Pengetahuan, sikap dan tindakan orang tua terhadap keadaan gizi anak terdiri
dari pengetahuan orang tua tentang gizi, kesehatan, hygiene dan sanitasi, pemberian

36

ASI dan juga peranan ibu dalam memberi pola asuh dalam mengatur pola makan
anak. Perkembangan mental dan perilaku ibu terdiri dari dari pengetahuan tentang
tingkat perkembangan anak , sikap terhadap anak, interaksi orang tua terhadap
anaknya. Pengetahuan dan perilau ibu terhadap pola asuh anak akan mempengaruhi
mental dan perilaku anak, maka untuk itu orang tua perlu memberikan pengasuhan
yang adekuat agar pertumbuhan anak yang optimal.
c. Karakteristik Anak
Karakteristik anak terdiri dari umur dimana usia anak yang dihitung dari
tanggal lahirnya hingga tanggal pengamatan yang dilakukan kemudian di konverikan
kedalam bulan, jenis kelamin, berat badan lahir, umur gestasi yang dilihat dari berapa
usia anak sampai lahir selama di kandungan ibu , jumlah dan umur saudaranya, dan
hal ini yang akan mempengaruhi status gizi anak.
d. Status Kesehatan dan Gizi Anak
Status kesehatan dan gizi anak, asupan makanan, riwayat penyakit,
perkembangan mental dan motorik serta tingkat aktivitas anak setiap variable diatas
mengukur aspek dari status kesehatan dan gizi anak yang dapat dipelajari secara
tersendiri sebagai variable dependen untuk menentukan apakah status kesehatan dan
gizi anak dipengaruhi latar belakang dan kearifan orang tua. Kesehatan anak,
penampilan fisik anak, atau perilakunya dapat mempengaruhi pengasuhan dan
makanan yang diterima anak.

37

2.9. Kerangka Konsep
Karakteristik Ibu
dan Rumah
Tangga
- Pendidikan
- Usia
- Pendapatan
- Pekerjaan
- Status Kesehatan

Karakteristik
Anak
- Berat badan
lahir anak
- Umur
Gestasi
- Jumlah
saudara
- Urutan
Kelahiran

Perilaku Ibu
dalam
Mengasuh anak
- Pengetahuan
- Sikap
- Tindakan
dalam
mengasuh
anak
- Interaksi ibu
dan anak

Status Gizi
Anak usia 024 bulan
Variabel Dependen

Variabel antara

Variabel Independen
Gambar 2.4. Kerangka Konsep Penelitian
Faktor-faktor yang dipelajari dalam studi positive deviance ini terdiri dari
variable independen yang terdiri dari karakteristik orang tua dan rumah tangga dan
karakteristik anak yang akan mempengaruhi perilaku orang tua dalam mengasuh anak
dimana variable ini yang akan berpengaruh terhadap variable dependennya yaitu
status gizi anak yang berasal dari keluarga miskin yang mempunyai status gizi baik
yang akan diteliti. Penelitian dalam studi positive deviance ini akan menganalisa
variable yang paling dominan yang akan mempengaruhi status gizi anak usia 0-24

38

bulan dengan adanya penyimpangan yang positif yang dilakukan para ibu dalam
meningkatkan status gizi anak usia 0-4 bulan di wilayah kerja Puskesmas Pematang
Panjang Kabupaten Batubara tahun 2014.

Dokumen yang terkait

Studi Positive Deviance pada Keluarga Miskin yang Mempunyai Anak Usia 12-24 bulan di Kelurahan Belawan Bahari Kecamatan Medan Belawan Medan Tahun 2004

0 21 113

Pengaruh “Positive Deviance” Pada Ibu Dari Keluarga Miskin Terhadap Status Gizi Anak Usia 12 –24 Bulan Di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi Tahun 2007

1 32 82

DETERMINAN KEJADIAN ANAK BALITA GIZI BURUK DAN GIZI KURANG USIA 6-24 BULAN PADA KELUARGA NON MISKIN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ROGOTRUNAN KECAMATAN LUMAJANG KABUPATEN LUMAJANG

0 5 17

ANALISIS FAKTOR- FAKTOR POSITIVE DEVIANCE STATUS GIZI ANAK TK PADA KELUARGA MISKIN DI KELURAHAN HELVETIA TIMUR KECAMATAN MEDAN HELVETIA.

0 3 21

Analisis Faktor Positive Deviance terhadap Status Gizi Anak Usia 0-24 Bulan dari Keluarga Miskin di Wilayah Kerja Puskesmas Pematang Panjang Kabupaten Batubara Tahun 2014

0 0 17

Analisis Faktor Positive Deviance terhadap Status Gizi Anak Usia 0-24 Bulan dari Keluarga Miskin di Wilayah Kerja Puskesmas Pematang Panjang Kabupaten Batubara Tahun 2014

0 0 2

Analisis Faktor Positive Deviance terhadap Status Gizi Anak Usia 0-24 Bulan dari Keluarga Miskin di Wilayah Kerja Puskesmas Pematang Panjang Kabupaten Batubara Tahun 2014

0 0 9

Analisis Faktor Positive Deviance terhadap Status Gizi Anak Usia 0-24 Bulan dari Keluarga Miskin di Wilayah Kerja Puskesmas Pematang Panjang Kabupaten Batubara Tahun 2014

0 1 3

Analisis Faktor Positive Deviance terhadap Status Gizi Anak Usia 0-24 Bulan dari Keluarga Miskin di Wilayah Kerja Puskesmas Pematang Panjang Kabupaten Batubara Tahun 2014

0 0 79

114 FAKTOR-FAKTOR PENYIMPANGAN POSITIF (POSITIVE DEVIANCE) STATUS GIZI BALITA PADA KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN GIZI-KURANG RENDAH DAN TINGGI DI PROVINSI SULAWESI SELATAN (FACTORS OF POSITIVE DEVIANCE IN NUTRITIONAL STATUS OF UNDER-FIVES AMONG POOR FAMILY

0 0 9