Analisis Faktor Positive Deviance terhadap Status Gizi Anak Usia 0-24 Bulan dari Keluarga Miskin di Wilayah Kerja Puskesmas Pematang Panjang Kabupaten Batubara Tahun 2014

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia (SDM) yang berkelanjutan. Adapun upaya peningkatan kualitas hidup
(SDM) dimulai sebagai kebutuhan dasar untuk memperhatikan proses tumbuh
kembang anak dari mulai proses pembuahan hingga mencapai dewasa. Pada proses
pertumbuhan anak, proses pemenuhan kebutuhan dasar anak seperti perawatan dan
pemberian makanan bergizi diberikan secara baik dan benar dapat membentuk SDM
yang sehat, cerdas dan produktif. Berdasarkan angka indeks pembangunan manusia
(IPM) untuk Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2011 sebesar 74.65 yang setiap
tahunnya meningkat, sedangkan IPM untuk Kabupaten Batubara menunjukkan bahwa
Kabupaten Batubara berada pada peringkat 26 dari 33 kabupaten/kota yang ada di
Provinsi Sumatera Utara yaitu sebesar 72.08 (Badan Pusat Statistik, 2012). Data ini
menunjukkan bahwa untuk kabupaten Batubara masih jauh tertinggal dengan
kabupaten/kota lainnya, dimana Kabupaten Batubara memiliki peringkat kedelapan
dari IPM terendah di Sumatera Utara.
Indeks pembangunan manusia meliputi kondisi kesehatan dimana kondisi
anak balita yang merupakan perhatian khusus di dalam mencapai peningkatan Indeks
pembangunan manusia dimana masa kritis pertumbuhan dan perkembangan anak

berada pada usia 12-24 bulan yang disebut “Periode Kritis” (Critical Period) berada

1

2

pada usia ini anak mengalami pertumbuhan fisik dan perkembangan otak yang sangat
cepat memerlukan gizi yang baik, namun pada umumnya anak sudah mempunyai
adik lagi. Kondisi yang seperti ini dapat menyebabkan anak kurang mendapatkan
perhatian dari orangtua, asupan gizi kurang, adanya penyakit infeksi dan parasit serta
adanya problem psikologis pada anak.
Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang
pesat, sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas dapat diwujudkan apabila
pada masa ini bayi memperoleh asupan gizi yang sesuai untuk tumbuh kembang
optimal. Sebaliknya apabila pada masa ini bayi dan anak tidak memperoleh makanan
sesuai dengan kebutuhan gizinya, maka periode emass akan berubah menjadi periode
kritis yang mengganggu tumbuh kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun
pada saat selanjutnya (Nutrisiani, 2010). Hal ini menunjukkan bahwa anak dalam usia
0-24 bulan harus diberikan asupan gizi yang sesuai dengan kondisinya yang disebut
periode emas dalam hidup seorang anak.

Departemen Kesehatan (Depkes, 2000) menyebutkan bahwa masalah gizi di
Indonesia masih didominasi oleh kekurangan zat gizi yang disebabkan banyak faktor,
diantaranya tingkat sosial ekonomi keluarga. Masalah gizi merupakan masalah
tersembunyi, dan tingginya angka kematian bayi dan balita menunjukan masalah
kesehatan dan gizi di Indonesia cukup serius. Berdasarkan laporan Badan Ketahanan
Pangan Provinsi Sumatera Utara bahwa hingga sampai kepada bulan Juli 2013 masih
terdapat kasus gizi buruk di berbagai daerah kabupaten/ kota yang ada di Sumatera
Utara seperti Kabupaten Asahan sebanyak 45 orang, Kabupaten Simalungun

3

sebanyak 12 orang, Kabupaten Deli serdang sebanyak 4 orang, Kabupaten Pakpak
Barat 5 orang, dan Kota Pematang siantar sebanyak 7 orang (Badan Ketahanan
Pangan, 2013). Hal ini dapat dilihat dalam kondisi Kabupaten Batubara yang juga
merupakan kabupaten yang berbatasan dengan Kabupaten Asahan sangat rentan
untuk mendapat kasus gizi buruk.
Penanggulangan masalah gizi di Provinsi Sumatera Utara telah dilakukan
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara dengan berbagai upaya baik yang jangka
panjang maupun yang jangka pendek, dimana dengan melakukan pelacakan kasus
gizi buruk di kabupaten maupun di kota. Jika ditemukan kasus gizi buruk di suatu

daerah segera akan dirujuk ke rumah sakit umum kelas III dengan biaya yang
ditanggung oleh pihak pemerintah. Hal ini merupakan penanggulangan jangka
pendek, sedangkan program jangka menengah dilakukan upaya merevitalisasikan pos
pelayanan terpadu (Posyandu) dengan melakukan upaya peningkatan kembali
peranan Puskesmas dalam upaya promotif dan upaya preventif. Program jangka
panjang dilakukan upaya pemberdayaan keluarga dalam mensejahterakan masyarakat
yang miskin.
Posyandu merupakan salah satu pos terdepan yang merupakan mitra
puskesmas dalam memberikan pelayanan kesehatan. Posyandu dapat dilakukan di
dalam rumah penduduk maupun di tempat pertemuan di desa yang merupakan milik
masyarakat bukan milik departemen kesehatan. Keberadaan posyandu ini dalam
menanggulangi maslah gizi dapat dilakukan upaya pendekatan positive deviance.
Pendekatan ini merupakan suatu model bagaimana kita merubah perilaku masyarakat,

4

sehingga dari kondisi gizi buruk menjadi kondisi baik, mempertahankan kondisi gizi
baik dan meningkatkannya dengan melakukan perilaku positif.
Menurut Zeitlin, et. al. (1990) positive deviance dipakai untuk menjelaskan
suatu keadaan penyimpangan positif yang berkaitan dengan kesehatan, pertumbuhan

dan perkembangan anak-anak lain di dalam lingkungan masyarakat atau keluarga
yang sama. Secara khusus pengertian positive deviance dapat dipakai untuk
menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan serta status gizi yang
baik dari anak-anak yang hidup di keluarga miskin dan hidup di lingkungan yang
miskin (kumuh) dimana sebagian besar anak lainnya menderita gangguan
pertumbuhan dan perkembangan dengan kondisi mengalami gizi kurang.
Model konseptual yang dikembangkan oleh Zeitlin untuk keluarga miskin,
yang menjadi konsep positive deviance ditemukan 4 (empat) faktor yaitu karakteristik
orang tua dan rumah tangga, karakteristik anak, perilaku orang tua dalam mengasuh
anak dan status gizi. Hal inilah yang akan menjadi acuan dalam mempelajari konsep
faktor positive deviance.
Positive deviance didasarkan pada asumsi bahwa beberapa solusi untuk
mengatasi masalah gizi sudah ada di dalam masyarakat, hanya perlu diamati untuk
dapat diketahui bentuk penyimpangan positif yang ada dari perilaku dengan
memanfaatkan kearifan lokal yang berbasis pada keyakinan bahwa setiap individu
memiliki kebiasaan dan perilaku khusus, atau tidak umum yang memungkinkan
mereka dapat menemukan cara-cara yang lebih baik, untuk mencegah kekurangan
gizi dibanding tetangga mereka yang memiliki kondisi ekonomi yang sama tetapi

5


tidak memiliki perilaku yang termasuk penyimpangan positif. Studi positive deviance
mempelajari mengapa dari sekian banyak bayi dan balita di suatu komunitas miskin
hanya sebagian kecil yang gizi buruk. Kebiasaan keluarga yang menguntungkan
sebagai inti program positive deviance dibagi menjadi empat kategori utama yaitu,
pemberian makanan, pengasuhan, kebersihan, dan mendapatkan pelayanan kesehatan.
Di Indonesia, studi positive deviance telah dilakukan oleh Jauhari, dkk (2000)
di Jakarta, Bogor dan Lombok Timur. Hasilnya menunjukan bahwa interaksi ibu
dengan anak usia 6 – 17 bulan berhubungan positif dengan keadaan gizi anak. Anak
anak selalu diupayakan untuk mengonsumsi makanan, mendapatkan respon ketika
berceloteh, selalu mendapat senyum dari ibu, keadaan gizinya lebih baik
dibandingkan dengan teman sebaya lainnya yang kurang mendapat perhatian dari
orangtua.
Upaya pendekatan positive deviance ini merupakan salah satu upaya yang
dilakukan dengan pemecahan masalah gizi yang berbasis dari keluarga dan
masyarakat., dimana dengan adanya identifikasi berbagai perilaku ibu atau pengasuh
yang memiliki anak bergizi baik tetapi dari keluarga kurang mampu dan
mengeluarkan kebiasaan positif kepada keluarga lain yang memiliki anak dengan gizi
kurang.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Piroska A. Bisits Bullen di Universitas

Walden, Minneapolis USA (2011), menyimpulkan bahwa positive deviance dengan
pendekatan hearth untuk mengurangi malnutrisi anak ternyata efektif. Pada
pendekatan hearth ini para sukarelawan dan pengasuh dari anak-anak yang

6

mengalami kekurangan gizi dalam komunitas, berlatih perilaku-perilaku memasak,
pemberian makan, kebersihan, dan pola pengasuhan baru, yang telah terbukti berhasil
dalam merehabilitasi anal-anak yang kekurangan gizi. Kebiasaan-kebiasaan terpilih
tersebut berasal dari hasil penemuan Penyelidikan ini berasal dari temuan positive
deviance

dan dari perilaku yang dianggap penting oleh ahli-ahli kesehatan

masyarakat. Para sukarelawan secara aktif melibatkan ibu dan anak dalam proses
rehabilitasi dan belajar dalam situasi rumah yang nyaman serta bekerja agar keluargakeluarga tersebut dapat mempertahankan perbaikan status gizi anak di rumah.
Kegiatan pendekatan hearth terdiri dari rehabilitasi dan pendidikan nutrisi selama
periode 12 hari yang diikuti dengan kunjungan para kader ke rumah setiap pengasuh.
Pendekatan ini mendorong terjadinya perubahan perilaku dan memberdayakan para
pengasuh untuk bertanggungjawab terhadap rehabilitasi gizi anak-anak mereka

dengan menggunakan pengetahuan dan sumber-sumber lokal.
Penelitian positive deviance perlu dikembangkan di beberapa daerah. Studi
positive deviance di berbagai negara, seperti Guatemala dan Costa Rica,
menunjukkan bahwa beberapa ibu telah memiliki teknik yang baik mengenai praktek,
tradisi dan kepercayaan dalam hal mempersiapkan makanan, pemberian makanan
pada anak, merawat anak pada waktu sakit dan masa pemulihan. Ibu yang memiliki
teknik yang baik ini bukanlah ibu yang berasal dari pendidikan yang tinggi (Zeitlin,
1990).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Luciasari; dkk (2011) di Provinsi
Sulawesi Selatan bahwa status gizi balita sangat ditentukan oleh faktor sosial dan

7

ekonomi keluarga meliputi pendidikan kepala keluarga (KK) dan ibu, penghasilan
KK, jumlah anggota rumah tangga, akses air bersih, kebersihan dan sanitasi
lingkungan serta morbiditas keluarga. Faktor penyimpangan positif kejadian status
gizi-kurang rendah dibandingkan dengan status gizi-kurang tinggi di daerah miskin
adalah tingginya pendidikan orang tua, sedikitnya jumlah anggota rumah tangga, dan
kemudahan akses air.
Kabupaten Batubara mempunyai 13 (tiga belas) wilayah kerja puskesmas

yang tersebar di seluruh kecamatan di Kabupaten Batubara, untuk daerah Kecamatan
Air Putih yang meliputi wilayah kerja Puskesmas Pematang Panjang terdiri dari 10
desa yaitu Pematang Panjang, Kampung Kelapa, Limau sunde, Sukarame, Sukaraja,
Tanah Tinggi, Tanah Rendah,

Tanjung Muda, Tanah Merah dan desa Aras.

Pemantauan status gizi yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Pematang
Panjang Kabupaten Batubara pada bulan Desember tahun 2013 menunjukan bahwa
dalam jumlah anak balita sebanyak 3495 orang yang berada pada 10 desa, dengan
jumlah bayi usia 0 – 24 bulan sebanyak 1369 orang, terdapat 561 orang merupakan
anak dari keluarga miskin di wilayah kerja puskesmas Pematang Panjang ini. Dari
seluruh balita yang ditimbang 2.233 orang menunjukan bahwa jumlah balita yang gizi
buruk sebanyak 4 orang (0,18%) dan gizi kurang sebanyak 7 orang (0,31%) di
seluruh wilayah kerja Puskesmas Pematang panjang (Laporan PSG Puskesmas
Pematang Panjang Kab, Batubara, 2013).
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka perlu dilakukan
penelitian ini yang berjudul : Analisis faktor yang mempengaruhi status gizi anak usia

8


0 – 24 bulan dengan kajian positive deviance dari keluarga miskin di wilayah kerja
Puskesmas Pematang Panjang kabupaten Batubara tahun 2014.

1.2. Permasalahan
Bagaimana faktor yang mempengaruhi status gizi anak usia 0-24 bulan
dengan kajian positive deviance dari keluarga miskin di daerah wilayah kerja
Puskesmas Pematang Panjang Kabupaten Batubara tahun 2014.

1.3. Tujuan Penelitian
Menganalisis faktor yang memengaruhi status gizi anak usia 0 – 24 bulan
dengan kajian positive deviance dari keluarga miskin di wilayah kerja Puskemas
Pematang Panjang Kabupaten Batubara tahun 2014.

1.4. Manfaat Penelitian
a. Bagi Dinas Kesehatan dan Puskemas
Sebagai dasar penyusunan dalam melakukan perencanaan strategi dalam
pengembangan program penanggulangan masalah gizi di wilayah kerja Puskesmas
Pematang Panjang dan Dinas kesehatan Batubara, dan sebagai bahan masukan dalam
menentukan alternatif penanggulangan masalah dalam pemantauan status gizi balita

di wilayah Kabupaten Batubara.
b. Bagi Masyarakat
Menambah pengetahuan masyarakat bahwa anak dari keluarga miskin dapat
memiliki status gizi yang baik dan dapat meyakinkan setiap ibu bahwa dengan

9

potensi yang dimilikinya dapat mengatasi masalah gizi kurang pada anaknya,
sehingga akan meningkatkan status kesehatan masyarakat.
c. Bagi Peneliti Selanjutnya
Menambah ilmu pengetahuan dalam menanggulangi masalah gizi kurang
khususnya dalam mengetahui manfaat positive deviance terhadap penanggulangan
masalah gizi kurang pada keluarga miskin.

Dokumen yang terkait

Studi Positive Deviance pada Keluarga Miskin yang Mempunyai Anak Usia 12-24 bulan di Kelurahan Belawan Bahari Kecamatan Medan Belawan Medan Tahun 2004

0 21 113

Pengaruh “Positive Deviance” Pada Ibu Dari Keluarga Miskin Terhadap Status Gizi Anak Usia 12 –24 Bulan Di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi Tahun 2007

1 32 82

DETERMINAN KEJADIAN ANAK BALITA GIZI BURUK DAN GIZI KURANG USIA 6-24 BULAN PADA KELUARGA NON MISKIN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ROGOTRUNAN KECAMATAN LUMAJANG KABUPATEN LUMAJANG

0 5 17

ANALISIS FAKTOR- FAKTOR POSITIVE DEVIANCE STATUS GIZI ANAK TK PADA KELUARGA MISKIN DI KELURAHAN HELVETIA TIMUR KECAMATAN MEDAN HELVETIA.

0 3 21

Analisis Faktor Positive Deviance terhadap Status Gizi Anak Usia 0-24 Bulan dari Keluarga Miskin di Wilayah Kerja Puskesmas Pematang Panjang Kabupaten Batubara Tahun 2014

0 0 17

Analisis Faktor Positive Deviance terhadap Status Gizi Anak Usia 0-24 Bulan dari Keluarga Miskin di Wilayah Kerja Puskesmas Pematang Panjang Kabupaten Batubara Tahun 2014

0 0 2

Analisis Faktor Positive Deviance terhadap Status Gizi Anak Usia 0-24 Bulan dari Keluarga Miskin di Wilayah Kerja Puskesmas Pematang Panjang Kabupaten Batubara Tahun 2014

0 0 29

Analisis Faktor Positive Deviance terhadap Status Gizi Anak Usia 0-24 Bulan dari Keluarga Miskin di Wilayah Kerja Puskesmas Pematang Panjang Kabupaten Batubara Tahun 2014

0 1 3

Analisis Faktor Positive Deviance terhadap Status Gizi Anak Usia 0-24 Bulan dari Keluarga Miskin di Wilayah Kerja Puskesmas Pematang Panjang Kabupaten Batubara Tahun 2014

0 0 79

114 FAKTOR-FAKTOR PENYIMPANGAN POSITIF (POSITIVE DEVIANCE) STATUS GIZI BALITA PADA KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN GIZI-KURANG RENDAH DAN TINGGI DI PROVINSI SULAWESI SELATAN (FACTORS OF POSITIVE DEVIANCE IN NUTRITIONAL STATUS OF UNDER-FIVES AMONG POOR FAMILY

0 0 9