Pengaruh “Positive Deviance” Pada Ibu Dari Keluarga Miskin Terhadap Status Gizi Anak Usia 12 –24 Bulan Di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi Tahun 2007

(1)

PENGARUH “POSITIVE DEVIANCE” PADA IBU DARI KELUARGA MISKIN TERHADAP STATUS GIZI ANAK USIA 12 – 24 BULAN

DI KECAMATAN SIDIKALANG KABUPATEN DAIRI TAHUN 2007

TESIS

Oleh

FRISDA TURNIP

047023007/AKK

S

E K O L AH

P A

S C

A S A R JA

NA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(2)

PENGARUH “POSITIVE DEVIANCE” PADA IBU DARI KELUARGA MISKIN TERHADAP STATUS GIZI ANAK USIA 12 – 24 BULAN

DI KECAMATAN SIDIKALANG KABUPATEN DAIRI TAHUN 2007

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

FRISDA TURNIP

047023007/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(3)

Judul Tesis : PENGARUH “POSITIVE DEVIANCE” PADA IBU DARI KELUARGA MISKIN TERHADAP STATUS GIZI ANAK USIA 12 – 24 BULAN DI KECAMATAN SIDIKALANG KABUPATEN DAIRI TAHUN 2007

Nama Mahasiswa : Frisda Turnip Nomor Pokok : 047023007

Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Konsentrasi : Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. dr. Guslihan Dasatjipta, Sp.A(K)) Ketua

(Ir. Zuraidah Nasution, M.Kes) (Dra. Jumirah, Apt. M.Kes) Anggota Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Dr. Drs. Surya Utama, MS) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal 16 September 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Guslihan Dasatjipta, Sp.A(K) Anggota : 1. Ir. Zuraidah Nasution, M.Kes

2. Dra. Jumirah, Apt, M.Kes 3. Dr. Ir. Zulhaeda Lubis, M.Kes 4. dr. Murniati Manik, M.Sc, Sp.KK


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH “POSITIVE DEVIANCE” PADA IBU DARI KELUARGA MISKIN TERHADAP STATUS GIZI ANAK USIA 12-24 BULAN

DI KECAMATAN SIDIKALANG KABUPATEN DAIRI TAHUN 2007

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, Agustus 2008


(6)

ABSTRAK

Masa krisis pertumbuhan dan perkembangan anak berada pada usia 12-24 bulan disebut “Periode Kritis”, karena pada usia ini anak mengalami pertumbuhan fisik dan perkembangan otak yang sangat cepat dan memerlukan gizi yang baik. Namun pada periode tersebut anak umumnya sudah mempunyai adik lagi sehingga anak kurang mendapatkan perhatian dari orangtua, ataupun gizi kurang, penyakit infeksi dan parasit serta problem psikologis pada anak. Masalah ini mempermudah timbulnya masalah gizi di masyarakat.

Berdasarkan hasil pemantauan status gizi bulan Desember 2005, di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi tercatat 15.846 keluarga miskin (17,77% dari 88.335 keluarga) dengan jumlah anak balita gizi baik tertinggi yaitu 4.524 balita (34,32%). Kondisi ini menunjukkan bahwa tidak selamanya keluarga miskin memiliki anak balita dengan gizi buruk. Oleh karena itu diduga ada faktor lain yang

berperan penting dalam menentukan status gizi anak, salah satunya adalah “Positive

deviance” (pola pemberian makan, pola pengasuhan, kebersihan diri dan perolehan

pelayanan kesehatan). Untuk itu dilakukan penelitian pengaruh “Positive deviance”

ibu dari keluarga miskin terhadap status gizi anak usia 12-24 bulan di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi tahun 2007.

Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan case

control study, dan analisa dilakukan dengan chi-square test dan regresi logistik berganda. Sampel sebanyak 80 orang ibu yang memiliki anak usia 12-24 bulan dari 213 ibu, berdasarkan hasil screening terhadap status gizi anak. Penelitian dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner yang telah diuji validitas.

Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara kebiasaan pemberian makan, pola asuh, kebersihan diri dan akses pelayanan kesehatan terhadap status gizi anak usia 12 – 24 bulan (p<0,05). Pada keluarga miskin peluang terjadinya status gizi tidakbaik mengalami 4 kali peningkatan bila kebiasaan pemberian makan tidak baik; 9 kali peningkatan bila penerapan pola asuh tidak baik; 6 kali peningkatan bila kebiasaan kebersihan diri tidak baik; 11 kali peningkatan bila akses dalam memperoleh pelayanan kesehatan tidak baik.

Hasil analisis mutivariat terhadap semua faktor positive deviance

menunjukkan peluang paling besar untuk terjadinya status gizi tidak baik pada anak usia 12-24 bulan adalah kebersihan diri anak tidak baik

Dapat disimpulkan bahwa status gizi yang baik anak usia 12-24 bulan dari

keluarga miskin di Kecamatan Sidikalang dipengaruhi oleh positive deviance ibu

dalam pola pengasuhan, kebersihan diri dan pelayanan kesehatan


(7)

ABSTRACT

The critical time of growth and development of the child of 12-14 months old is call “Danger period” because in this age the child undergoes very rapid physical growth and brain development but generally the child has got a younger brother/sister that he gets less attention from his parents that the child gets less nutrient input, develops infectious and parasitic diseases and has psychological problem. This condition results in nutrient problem in the community.

Based on the result of Nutrient Status Observation (PSG) in December 2005, the condition of nutrient status in Dairi District was that of 15634 children under five years old weighed, 233 (1.49%) were with poor nutrient and 1914 (12.24%) were with less nutrient. Of the all 14 sub-districts, Sidikalang Sub-district has 4.524 (34.32%) children under five years old with the best nutrient condition and up to 15.846 poor families or 17.77% of 88.335 families.

The purpose of this observational study with case control study design is to examine the influence of positive deviance in the mother of poor family on the nutrient status of the child of 12-24 months old in Sidikalang Sub-district, Dairi District including food-giving habits, rearing patterns, self hygiene and health service access. Of 213 mothers having a child of 12-24 months old, 80 were selected for the samples of this study based on the result of the child’s nutrient status screening.

The result of this study reveals that there is a significant difference between food-giving habits, rearing patterns, self hygiene and health service access and

nutrient status of the child of 12-24 years old (p <0.05). In poor family, the

opportunity of poor nutrient status incident is four times if the food-giving habit is poor while the opportunity of poor nutrient status incident is 9 times if the application of rearing patterns is poor. If self hygiene is not good, the opportunity of poor nutrient status incident is 6 times and will become 11 times if the access to health service is not good.

The result of multivariate analysis of all factors of positive deviance shows that poor self hygiene has the biggest opportunity of poor nutrient status incident in the child of 12-24 months old. Therefore, it can be concluded that nutrient status of the children of 12-24 months old belong to the poor families in Sidikalang Sub-district was influenced by rearing patterns, self hygiene and health services while poor nutrient status of the children of 12-24 months old can happen to the families with poor habit of rearing patterns, self hygiene and health services. Good nutrient status of the children of 12-24 months old belong to the poor families in Sidikalang Sub-district resulted from the mothers positive deviance of rearing patterns, self hygiene and health service.


(8)

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis yang berjudul

“Pengaruh Positive Deviance pada Ibu dari Keluarga Miskin terhadap Status Gizi Anak Usia 12 – 24 Bulan di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi Tahun 2007”.

Saat ini, kasus gizi buruk masih sangat tinggi bahkan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun di seluruh wilayah Indonesia, meskipun berbagai upaya dan program sudah dilakukan dengan dana yang tidak sedikit. Untuk mencari upaya pemecahan masalah gizi buruk di Kabupaten Dairi, penulis ingin melihat pengaruh

“Positive Deviance” untuk dapat dilakukan sebagai pendekatan pemecahan masalah tersebut.

Selain untuk mencari pemecahan masalah gizi buruk di Kabupaten Dairi, tesis ini sebagai persyaratan memperoleh gelar Magister Kesehatan Masyarakat pada Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan konsentrasi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Tesis ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari kerjasama serta dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada:


(10)

1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A (K), Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Ir T. Chairun Nisa B, MSc selaku Direktur SPs USU Medan

beserta sivitas akademika SPs USU Medan.

3. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Ketua Program Studi Administrasi

dan Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana USU Medan.

4. Bapak Prof. dr Guslihan Dasatjipta, Sp.A (K) selaku Ketua Komisi

Pembimbing yang selalu memberikan bimbingan kepada penulis dan dorongan yang bermanfaat dalam penyusunan tesis ini.

5. Ibu Ir. Zuraidah Nasution, M.Kes dan Ibu Dra. Jumairah, Apt, M.Kes selaku

Anggota Komisi Pembimbing penulisan tesis ini.

6. Ibu Prof. Dr. dr. Rozaimah Zain-Hamid, MS.Sp.FK dan Ibu dr. Murniaty

Manik, MSc,Sp.KK selaku pembanding yang telah banyak memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini.

7. Ibu dr. Hj. Fatni Sulani, DTM&H, M.Si selaku Kepala Dinas Kesehatan

Provinsi Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana USU Medan.

8. Bapak Dr. MP. Tumanggor selaku Bupati Diri yang telah memberikan ijin

kepada penulis untuk mengikuti pendidikan.

9. Bapak dr. Budiman Simanjuntak, M.Kes, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten


(11)

10.Teristimewa suami serta ketiga ananda tercinta yang penuh kesabaran senantiasa memberikan dorongan dan motivasi serta dukungan doa, sehingga tesis ini dapat terselesaikan.

11.Para rekan-rekan mahasiswa Program Studi Administrasi dan Kebijakan

kesehatan konsentrasi Epidemiologi Angkatan 2005 serta seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih atas bantuan yang diberikan pada penulis.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi bahasa maupun isinya. Oleh karenanya kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini.

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa membalas segala kebaikan Bapak, Ibu saudara sekalian dan akhir kata penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Medan, Agustus 2008


(12)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Frisda Turnip

Tempat/Tgl Lahir : Pematang Siantar/22 Oktober 1968

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jln. Sentosa No. 4 Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi

RIWAYAT PENDIDIKAN

1981 : SD Negeri No. 0841383 Pematang Siantar

1984 : SMP Negeri 7 Pematang Siantar

1987 : SMA Negeri 2 Pematang Siantar

1991 : Program Studi Kesehatan Masyarakat (PSKM)

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

2004 : Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT PEKERJAAN

1992 – 1999 : Staf Seksi Pemulihan Kesehatan Dinas Kesehatan

Kabupaten Dairi.

1994 – 1996 : Ka. Sub Sie Puskesmas Pada Seksi Pemulihan Kesehatan

Dinas Kesehatan Kabupaten Dairi.

1996 – 1999 : Ka. Seksi Bina Kesehatan Masyarakat Kandepkes

Kabupaten Dairi.

1999 – 2007 : Ka. Seksi Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Pada

Bidang P2P Dinas Kesehatan Kabupaten Dairi.

2007 – Sekarang : Ka. Bidang Bina Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Permasalahan ... 5

1.3.Tujuan Penelitian ... 5

1.4.Hipotesis... 6

1.5.Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 8

2.1. Status Gizi ... 8

2.2. Masalah Gizi ... 10

2.3. Gejala Klinis Berbagai Gangguan Kesehatan Akibat Gizi Tidak Seimbang... 12

2.4. Landasan Teori... 13

2.5. Dampak Masalah Gizi terhadap Anak Balita... 16

2.6. Kemiskinan ... 17

2.7. Perilaku Positive Deviance... 18

2.8. Keuntungan Pendekatan Positive Deviance... 23

2.9. Interaksi Sosial ... 24

2.10. Program Perbaikan Gizi ... 25

2.11. Kerangka Konsepsional ... 26

BAB III METODE PENELITIAN ... 27

3.1. Jenis Penelitian... 27

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 27

3.3. Populasi dan Sampel ... 28

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 29

3.5. Variabel Dan Definisi Operasional ... 32

3.6. Metode Pengukuran ... 34


(14)

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 38

4.1. Gambar Daerah ... 38

4.2. Karakteristik Responden ... 38

4.3. Interakasi Sosial ... 41

4.4. Analisis Positive Deviance dalam Kebiasaan Pemberian Makan, Pola Pengasuhan, Kebersihan Diri dan Pelayanan Kesehatan pada Anak Usia 12-24 Bulan terhadap Status Gizi... 42

4.5. Analisis Faktor Positive Deviance Ibu yang Paling Berpengaruh terhadap Status Gizi Anak Usia 12-24 Bulan di Kecamatan Sidikalang ... 45

BAB 5 PEMBAHASAN ... 50

5.1. Karakteristik Responden ... 50

5.2. Interaksi Sosial ... 51

5.3. Kebiasaan Pemberian Makan terhadap Status Gizi Anak Usia 12-24 Bulan ... 52

5.4. Kebiasaan Pola Asuh terhadap Status Gizi Anak Usia 12-24 Bulan... 54

5.5. Kebiasaan Kebersihan Diri terhadap Status Gizi Anak Usia 12 - 24 Bulan ... 54

5.6. Kebiasaan Pelayanan Kesehatan terhadap Status Gizi Anak Usia 12-24 Bulan... 55

5.7. Analisis Faktor Positive Deviance Ibu yang Paling Berpengaruh terhadap Gizi Anak Usia 12-24 Bulan di Kecamatan Sidikalang... 56

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

6.1. Kesimpulan ... 59

6.2. Saran-saran... 60


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Klasifikasi Status Gizi Anak Bawah Lima Tahun... 9

2.2. Kebaikan dan Kelemahan Indeks Antropometri... 9

2.3. Pendekatan Tradisional VS Positive Deviance... 22

3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Penelitian... 30

3.2. Variabel dan Definisi Operasional... 33

4.1. Kelompok Gizi Anak Usia 12-24 Bulan Berdasarkan Kelompok Umur di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi 2007... 39

4.2. Status Gizi Anak Usia 12-24 Bulan Berdasarkan Pendidikan Ibu di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi 2007... 39

4.3. Status Gizi Anak Usia 12-24 Bulan Berdasarkan Pekerjaan Ibu di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi 2007... 40

4.4. Status Gizi Anak Usia 12-24 Bulan Berdasarkan Pengetahuan Ibu di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi 2007... 40

4.5. Status Gizi Anak Usia 12-24 Bulan Berdasarkan Sosial Ibu di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi 2007... 41

4.6. Analisis Kebiasaan Pemberian Makan terhadap Status Gizi pada Anak Usia 12-24 bulan... 42

4.7. Analisis Kebiasaan Pola Asuh terhadap Status Gizi pada Anak Usia 12-24 bulan... 43

4.8. Analisis Kebersihan Diri terhadap Status Gizi pada Anak Usia 12-24 Bulan... 44

4.9. Analisis Pelayanan Kesehatan terhadap Status Gizi pada Anak Usia 12-24 Bulan... 45


(16)

4.10. Hasil Analisis Bivariat Antara Variabel Kebiasaan Pemberian Makan, Kebiasaan Pola Asuh, Kebiasaan Kebersihan Diri dan Kebiasaan Pelayanan Kesehatan dengan Status Gizi Anak Usia

12-24 Bulan... 46 4.11. Hasil Analisis Bivariat Antara Pemberian Makan, Pola Asuh,

Kebersihan Diri dan Pelayanan Kesehatan dengan Status Gizi

pada Anak Usia 12-24 Bulan... 47 4.12. Hasil Analisis Antara Pola Asuh, Kebersihan Diri dan

Pelayanan Kesehatan dengan Status Gizi Anak Usia 12-24


(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Bagan Faktor Penyebab Gizi Buruk... 15 2.2. Kerangka Konseptual... 26


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuisioner... 64 2. Output Hasil Analisa Data... 72 3. Surat Izin Penelitian... 99


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan Nasional tertujuan untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang dilakukan secara keberlanjutan. Upaya peningkatan kualitas SDM dimulai dengan pemenuhan kebutuhan dasar manusia dengan perhatian utama pada proses tumbuh kembang anak sejak pembuahan sampai mencapai dewasa. Pada masa tumbuh kembang ini, pemenuhan kebutuhan dasar anak seperti perawatan dan makanan bergizi yang diberikan secara baik dan benar dapat membentuk SDM yang sehat, cerdas dan produktif. Berdasarkan angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) untuk Provinsi Sumatera Utara tahun 2005 sebesar 72,0 dan kondisi IPM Kabupaten Dairi menduduki peringkat ke 18 dari 25 Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara yaitu sebesar 69,9 (BPS Provinsi Sumatera Utara, 2006).

Masalah gangguan tumbuh kembang pada bayi dan anak usia di bawah dua tahun (baduta) merupakan masalah yang perlu ditanggulangi dengan serius, karena usia di bawah dua tahun adalah masa yang sangat penting sekaligus masa kritis dalam proses tumbuh kembang secara fisik maupun kecerdasan.

Menurut Jelliffe (1989), masa krisis pertumbuhan dan perkembangan anak berada pada usia 12-24 bulan yang disebut dengan “Periode Kritis” (Danger Period) berada pada usia ini anak mengalami pertumbuhan fisik dan perkembangan otak yang


(20)

sangat cepat yang memerlukan gizi yang baik, namun pada umumnya anak sudah mempunyai adik lagi. Kondisi demikian dapat menyebabkan anak kurang mendapatkan perhatian dari orang tua, asupan gizi kurang, adanya penyakit infeksi dan parasit serta adanya problem psikologis pada anak.

Masalah gizi merupakan masalah yang tersembunyi, dan tingginya angka kematian bayi dan balita menunjukkan masalah kesehatan dan gizi di Indonesia

cukup serius (Jaringan Informasi Pangan dan Gizi, 2005). Departemen Kesehatan

(Depkes, 2000) menyebutkan bahwa masalah gizi di Indonesia masih didominasi oleh kekurangan zat gizi yang disebabkan banyak faktor, diantaranya adalah tingkat sosial ekonomi keluarga. Krisis ekonomi yang terjadi sejak tahun 1997 lalu memberi dampak berupa penurunan kualitas hidup keluarga yang menyebabkan rendahnya daya beli, sehingga jumlah keluarga miskin dan akan-anak kekurangan gizi bertambah. Kasus gizi buruk yang ditemukan di Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan awal laporan masalah gizi anak balita. Setelah NTB, hampir seluruh daerah di Indonesia juga melaporkan adanya kasus gizi buruh di wilayahnya (Nurpudji, 2005). Berdasarkan hasil estimasi para ahli gizi, ada 5,1 juta balita menderita gizi buruk dan 54% kematian bayi dan balita diakibatkan oleh gizi kurang (Siswono, 2008).

Hasil penelitian seksi gizi dinas kesehatan di 6 kabupaten di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2002, menunjukkan bahwa tidak kurang dari 17.39% balita gizi kurang (BB/U < -2 SD Media baku WHO-NCHS) dan 8,76% balita gizi buruk (BB/U < -3 SD Media baku WHO-NCHS). Prevalensi ini lebih tinggi dari


(21)

angka nasional yang tercantum pada SKRT 2001 (Dinkes Prov.SU, 2003). Kondisi ini akan tetap menjadi permasalahan kesehatan di Provinsi Sumatera Utara apabila tidak dilakukan upaya-upaya yang lebih tepat, yang dapat mencegah kasus-kasus gizi buruk, di samping upaya-upaya yang sudah dilaksanakan yaitu pemberian makanan tambahan seperti pemberian makanan pendamping ASI.

Kejadian gizi buruk atau KEP berat sebenarnya dapat dicegah apabila akar masalah di masyarakat yang bersangkutan dapat dikenali, sehingga penanggulangan masalah gizi dapat dilakukan secara lebih mendasar melalui penanganan terhadap akar masalahnya. Satu hal penting yang perlu diperhatikan untuk mempertajam identifikasi akar masalah KEP berat, yaitu adanya fakta bahwa kasus marasmus/kwasiorkor tidak selalu terjadi pada keluarga-keluarga miskin atau yang tinggal di lingkungan miskin. Dengan kata lain, anak-anak dengan keadaan gizi baik juga ditemukan pada keluarga-keluarga miskin/marginal.

Untuk menanggulangi masalah gizi di Provinsi Sumatera Utara, upaya yang dilakukan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara saat ini meliputi upaya jangka pendek, dengan melakukan pelacakan kasus gizi buruk di kabupaten dan kota. Jika ditemukan kasus gizi buruk segera dirujuk kerumah sakit umum kelas III dengan biaya gratis bagi masyarakat miskin. Selain itu juga dilakukan dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia serta pelatihan bagi petugas.

Untuk jangka menengah dilakukan revitalisasi pos pelayanan terpadu (Posyandu) dengan meningkatkan kembali tim pangan dan gizi serta mengintensifkan


(22)

peran Puskesmas dalam upaya preventif dan promotif. Sedangkan program jangka panjang yakni dengan memberdayakan keluarga dalam penanggulangan kemiskinan.

Berdasarkan upaya di atas, posyandu berperan sebagai pos terdepan perpanjangan tangan Depkes dalam memberikan pelayanan kesehatan. Posyandu tidak membutuhkan fasilitas dan biaya yang besar, bahkan dapat dilakukan di rumah penduduk maupun tempat-tempat pertemuan desa. Ini merupakan suatu modal dasar yang sangat baik, yang sebaiknya disosialisasikan kepada khalayak dan digunakan untuk mengubah persepsi bahwa posyandu itu bukan milik kesehatan melainkan milik masyarakat.

Salah satu bentuk pendekatan yang dapat diterapkan sesuai dengan

keberadaan posyandu adalah pendekatan positive deviance. Pendekatan ini adalah

suatu model bagaimana kita merubah perilaku masyarakat, sehingga dari kondisi gizi buruk menjadi kondisi baik, mempertahankan kondisi gizi baik dan meningkatkannya dengan melalui perilaku positif.

Pendekatan positive deviance merupakan pemecahan masalah gizi yang

berbasis keluarga dan masyarakat, dengan mengidentifikasi berbagai perilaku ibu atau pengasuh yang memiliki anak bergizi baik tetapi dari keluarga kurang mampu dan menularkan kebiasaan positif kepada keluarga lain yang memiliki anak dengan

gizi kurang. Contoh pendekatan positive deviance dimisalkan keluarga A miskin

tetapi sehat, sedangkan keluarga B miskin tetapi mengalami gizi buruk. Perilaku keluarga A yang sehat, sedapat mungkin dapat diadopsi kepada keluarga B tanpa mengeluarkan biaya (CORE, 2003).


(23)

Pemantauan Status Gizi di Kabupaten Dairi pada bulan Desember 2005, menunjukkan jumlah anak balita yang memiliki gizi buruk sebanyak 233 (1,49%) dan 1914 gizi kurang (12,24%) dari 15634 anak balita yang ditimbang (Laporan PSG Dinkes Kab. Dairi, 2005). Kondisi tersebut tersebar pada 11 kecamatan dari 14 kecamatan yang ada, dan Kecamatan Sidikalang merupakan kecamatan yang memiliki keadaan gizi baik balita tertinggi yaitu 4.524 balita (34,32%), meskipun jumlah keluarga miskin di Kecamatan Sidikalang mencapai 15.846 (17,77%) dari 88.335 keluarga (Laporan Bappeda Kab. Dairi, 2006).

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka perlu dilakukan

penelitian dengan judul: Pengaruh “Positive Deviance” pada Ibu dari Keluarga

Miskin terhadap Status Gizi Anak Usia 12 – 24 Bulan di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi Tahun 2007.

1.2. Permasalahan

Belum diketahui faktor-faktor apa yang ada pada keluarga miskin yang

termasuk positive deviance, yang dapat mempengaruhi status gizi baik pada

anak-anak usia 12 – 24 bulan di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi.

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini mencakup tujuan umum dan tujuan khusus, yang berisikan:


(24)

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh positive deviance pada ibu dari keluarga miskin

terhadap suatu gizi anak usia 12 – 24 bulan, di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi tahun 2007.

1.3.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

1. Mengetahui status gizi anak usia 12 – 24 bulan dari keluarga miskin

di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi.

2. Mengetahui pengaruh positive deviance tentang kebiasaan pemberian makan

terhadap status gizi anak usia 12 – 24 bulan.

3. Mengetahui pengaruh positive deviance tentang kebiasaan pengasuhan

terhadap status gizi anak usia 12-24 bulan.

4. Mengetahui pengaruh positive deviance tentang kebiasaan kebersihan diri

terhadap status gizi anak usia 12 – 24 bulan.

5. Mengetahui pengaruh positive deviance tentang pelayanan kesehatan terhadap

anak usia 12 - 24 bulan.

1.4. Hipotesis

Positive deviance pada ibu dari keluarga miskin mempunyai pengaruh terhadap status gizi anak usia 12 -24 bulan.


(25)

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak sebagai masukan dalam pengambilan keputusan, antara lain:

1.5.1. Bagi Industri Dinas Kesehatan

Sebagai dasar penyusunan rencana dan pengembangan program penanggulangan masalah gizi di Kabupaten Dairi, dan sebagai bahan masukan dalam menentukan alternatif penanggulangan masalah gizi di Kabupaten Dairi.

1.5.2. Bagi Masyarakat

Untuk meyakinkan maupun individu tentang potensi diri yang dimiliki di dalam menanggulangi masalah gizi kurang, sehingga diharapkan dapat meningkatkan status kesehatan masyarakat.

1.5.3. Bagi Peneliti

Menambah khasanah ilmu pengetahuan dalam penanggulangan masalah gizi kurang sekaligus dapat menunjang tugas dan tanggung jawab pekerjaan.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Status Gizi

Status gizi adalah tanda-tanda atau tampilan yang diakibatkan oleh keseimbangan antara pemasukan zat gizi dan pengeluaran oleh tubuh yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup. Status gizi masyarakat terutama digambarkan oleh status gizi anak balita dan wanita hamil. Oleh karena itu, sasaran utama dari program perbaikan gizi makro berdasarkan siklus kehidupan, dimulai pada wanita usia subur, ibu hamil, bayi baru lahir, balita dan anak sekolah (Gibson, 1989).

Secara tidak langsung status gizi masyarakat dapat diketahui berdasarkan penilaian terhadap data kuantitatif maupun kaulitatif konsumsi pangan. Informasi tentang konsumsi pangan dapat diperoleh melalui survei yang akan menghasilkan data kuantitatif (jumlah dan jenis pangan) dan kualitatif (frekwensi makan dan cara mengolah makanan). Penentuan status gizi dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu secara biokimia, dietetika, klinik dan antropometri (cara yang paling umum dan mudah digunakan untuk mengukur status gizi di lapangan). Indeks antropometri yang dapat digunakan adalah Berat Badan per Umur (BB/U). Tinggi Badan per Umur (TB/U); Berat Badan per Tinggi Badan (BB/TB), (Depkes RI, 2005) dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2.


(27)

Tabel 2.1. Klasifikasi Status Gizi Anak Bawah Lima Tahun

Indikator Status Gizi Ambang Batas

Gizi lebih > +2SD

Gizi baik ≥ -2SD sampai ≥ +2SD

Gizi kurang < -2SD sampai ≥ 3SD

Berat Badan menurut Umur (BB/U), untuk menilai status gizi secara umum dan bersifat kronis, yang berhubungan

dengan kesejahteraan masyarakat Gizi buruk < -3SD

Normal ≥ 2SD

Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), untuk mengukur perubahan yang terjadi pada waktu lampau

Pendek (stunted) < -2SD

Gemuk > +2SD

Normal ≥ -2SD sampai + 2SD

Kurus (wasted) < -2SD sampai ≥ -3SD

Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) untuk menilai keadaan gizi saat ini

Kurus sekali < -3SD

Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 920/Menkes/SK/VIII/2002

Tabel 2.2. Kebaikan dan Kelemahan Indeks Antropometri

Indeks Kebaikan Kelemahan

BB/U • Baik untuk status gizi akut/kronis

• Berat badan dapat berfluktuasi

• Sangat sensitif terhadap perubahan

kecil

• Umur sering sulit ditaksir

dengan tepat

TB/U • Baik untuk menilai gizi masa lampau

• Ukuran panjang dapat dibuat sendiri

• Murah dan mudah dibawa

• Tinggi badan tidak cepat

naik bahkan tidak mungkin turun

• Pengukuran relatif sulit

dilakukan karena anak harus berdiri

• Ketetapan umur sulit

BB/TB • Tidak memerlukan data umur

• Dapat membedakan proporsi badan

• Membutuhkan 2 macam

alat ukur

• Pengukuran relatif lebih

lama

• Membutuhkan 2 orang

untuk melakukannya Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 920/Menkes/SK/VIII/2002


(28)

2.2. Masalah Gizi

Gizi merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia yang erat kaitannya dengan kualitas fisik maupun mental manusia. Keadaan gizi meliputi proses penyediaan dan penggunaan gizi untuk pertumbuhan, perkembangan, dan pemeliharaan serta aktivitas. Keadaan kurang gizi dapat terjadi akibat ketidakseimbangan asupan zat-zat gizi, faktor penyakit pencernaan, absorbsi dan penyakit infeksi.

Masalah gizi terbagi menjadi masalah gizi makro dan mikro. Masalah gizi makro adalah masalah yang terutama disebabkan oleh kekurangan atau ketidakseimbangan asupan energi dan protein (KEP). Bila terjadi pada anak balita akan mengakibatkan marasmus, kwashiorkor atau marasmik-kwashiorkor, dan selanjutnya akan menyebabkan gangguan pertumbuhan pada anak usia sekolah.

Departemen Kesehatan RI menyatakan bahwa masalah gizi di Indonesia masih didominasi oleh kekurangan zat gizi yang disebabkan oleh banyak faktor, di antaranya adalah tingkat sosial ekonomi keluarga (Depkes, 2002). Krisis ekonomi yang melanda sejak 1997, telah menambah jumlah keluarga miskin dengan daya beli yang rendah, sehingga memberi dampak terhadap penurunan kualitas hidup keluarga dan meningkatkan jumlah anak-anak yang kekurangan gizi.

Selain ketersediaan pangan, masalah gizi juga dipengaruhi oleh faktor perilaku ibu, dukungan keluarga, dan petugas kesehatan. Menurut Green (1980) masalah perilaku kesehatan dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor utama, yaitu: faktor yang


(29)

nilai-nilai dan norma dalam masyarakat yang berkaitan dengan kesehatan; faktor pendorong (enabling factors) meliputi ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, di mana fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan; dan faktor ketiga berupa faktor

penguat (reinforcing factors) meliputi sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh

agama dan juga sikap, perilaku dan ketrampilan petugas kesehatan.

Adanya pengaruh perilaku terhadap masalah gizi, memerlukan pengamatan untuk mengetahui perilaku seperti apa, yang diperlukan untuk menanggulangi masalah gizi pada anak. Salah satu bentuk pengembangan perilaku dalam

penanggulangan masalah gizi adalah positive deviance yang telah dilakukan

di Jakarta, Bogor dan Lomok Timur. Hasilnya adalah interaksi ibu dengan anak usia 6 – 17 bulan berhubungan positif dengan keadaan gizi anak. Anak-anak yang selalu diupayakan untuk mengkonsumsi makanan, mendapatkan respon ketika berceloteh, selalu mendapatkan senyum dari ibu, keadaan gizinya lebih baik dibandingkan dengan teman sebaya lainnya yang kurang mendapatkan perhatian orang tua (Jahari,

et al, 2000).

Positive Deviance digunakan untuk menjelaskan suatu keadaan penyimpanan positif yang berkaitan dengan kesehatan, pertumbuhan dan perkembangan anak-anak di dalam lingkungan masyarakat atau keluarga.


(30)

2.3. Gejala Klinis Berbagai Gangguan Kesehatan Akibat Gizi Tidak Seimbang

Akibat gizi tidak seimbang dapat mengakibatkan berbagai gangguan kesehatan, diantaranya adalah:

2.3.1. Kwashiorkor

Gejala klinis kwashiorkor meliputi oedema menyeluruh, terutama pada

punggung kaki (dorsum pedis), wajah membulat dan sembab, pandangan mata sayu,

rambut tipis kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa rasa sakit serta rontok, perubahan status mental, apatis dan rewel, perubahan hati, otot mengecil, kelainan kulit berupa bercak merah mudah yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas, sering disertai penyakit akut, anemia dan diare.

2.3.2. Maramus

Gejala klinis maramus antara lain tubuh tampak sangat kurus, wajah seperti orang tua, cengeng, rewel, kulit keriput, jaringan subkutis sangat sedikit; perut cekung, sering disertai penyakit infeksi kronis dan diare atau sudah buang air.

2.3.3. Marasmik-Kwashiorkor

Gejala klinis marasmik-kwashiorkor meliputi gabungan gejala klinis antara kwashiorkor dengan maramus, dengan BB/U < 60% baku median WHO-NCHS disertai oedema yang tidak mencolok.


(31)

2.4. Landasan Teori

Masalah gizi dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait, secara garis besar disebabkan oleh:

2.4.1. Penyebab Langsung

Kekurangan makanan dan penyakit, secara langsung dapat menyebabkan gizi kurang, atau anak yang mendapat cukup makanan tetapi sering menderita sakit, pada akhirnya dapat menderita gizi kurang. Disisi lain, anak yang tidak memperoleh cukup makan, akan mengalami penurunan daya tahan tubuh, sehingga akan mudah terserang penyakit. Tidak tersedianya makanan yang adekuat terkait langsung dengan kondisi ekonomi. Kemiskinan sangat identik dengan tidak tersedianya makanan yang adekuat, sehingga kemiskinan merupakan akar masalah gizi buruk.

2.4.2. Penyebab Tidak Langsung

Ada 3 penyebab tidak langsung gizi kurang, yaitu:

2.4.2.1. Ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai. Setiap keluarga diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik jumlah maupun mutu gizinya.

2.4.2.2. Pola pengasuhan anak yang kurang memadai. Pola pengasuhan anak berpengaruh pada kondisi gizi anak, karena anak yang diasuh ibunya sendiri dengan kasih sayang, akan memperoleh gizi yang lebih baik dibanding anak yang diasuh orang lain. Setiap keluarga dan masyarakat diharapkan dapat


(32)

menyediakan waktu, perhatian, dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan baik baik secara fisik, mental dan sosial.

2.4.2.3. Pelayanan Kesehatan dan lingkungan kurang memadai. Sistem pelayanan kesehatan yang ada diharapkan dapat menjamin penyediaan air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang membutuhkan.

Ketiga faktor tersebut berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan dan keterampilan keluarga. Makin tinggi tingkat pendidikan, pengetahuan dan keterampilan, maka makin banyak keluarga yang memanfaatkan pelayanan kesehatan. Tetapi apabila tingkat pendidikan, pengetahuan dan keterampilan keluarga sangat rendah dapat dipastikan kalau tingkat ekonomi keluarga juga rendah, sehingga mempengaruhi tingkat ketahanan pangan keluarga juga rendah dan kurang memanfaatkan pelayanan kesehatan, yang akhirnya akan menyebabkan timbulnya berbagai masalah kesehatan pada keluarga tersebut, diantaranya kasus gizi buruk. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.1. Bagan Faktor Gizi Buruk.


(33)

Sumber: Baliwati, et.al, 2006

Gambar 2.1. Bagan Faktor Penyebab Gizi Buruk

Berdasarkan bagan penyebab masalah gizi pada Gambar 2.1 dapat dilihat bahwa akar permasalahan gizi adalah terjadinya krisis ekonomi, politik dan sosial dalam masyarakat, yang menyebabkan kemiskinan dan tingginya angka inflasi dan sebenarnya masih ada kemampuan masyarakat yang dapat diberdayakan untuk


(34)

memperbaiki kondisi ini antara lain: pemberdayaan wanita dan keluarga serta pemanfaatan sumber daya masyarakat.

Masalah gizi merupakan masalah yang sangat kompleks dan mempunyai dimensi yang sangat luas, tidak hanya menyangkut aspek kesehatan tetapi juga meliputi masalah sosial, ekonomi, budaya, pola asuh, pendidikan, lingkungan dan perilaku. Mengingat penyebabnya sangat kompleks, pengolahan gizi buruk memerlukan kerjasama yang komprehensif dari semua pihak, bukan hanya oleh petugas medis, namun juga pihak orang tua, keluarga, pemuka agama dan pemerintah.

2.5. Dampak Masalah Gizi terhadap Anak Balita

Gizi kurang merupakan salah satu masalah gizi utama pada balita Indonesia. Gangguan (masalah) gizi pada anak balita, dapat menyebabkan marasmus, kwashiorkor atau marasmik-kwashiorkor yang juga akan menyebabkan gangguan pertumbuhan pada anak usia sekolah. Gangguan ini akan menjadi serius bila tidak ditangani secara intensif. Hasil Survei Tinggi Badan Anak Baru masuk Sekolah (TB-ABS) di lima provinsi (Jawa Barat, Jawa Tengah, NTT, Maluku dan Irian Jaya) pada tahun 1994 dan tahun 1998 menunjukkan prevalensi gangguan pertumbuhan anak usia 5 – 9 tahun masing-masing 42.4% dan 37.8%. Meskipun angka tersebut mengalami penurunan yang cukup berarti, tetapi secara umum prevalensi gangguan pertumbuhan ini masih tinggi (JIPG, 2005).


(35)

2.6. Kemiskinan

Kemiskinan merupakan masalah yang multidimensi di Indonesia, sehingga pemecahannya memerlukan strategi yang komprehensif, terpadu dan terarah serta berkesinambungan. Untuk penanggulangan kemiskinan, maka seluruh unsur bangsa harus ikut serta memberikan perhatian terhadap kemiskinan, tidak hanya pemerintah semata, tetapi juga melibatkan pelaku usaha nasional, lembaga keuangan dan perbankan, perguruan tinggi hingga masyarakat madani, lembaga pengembangan swadaya masyarakat, organisasi non pemerintah, kemasyarakatan dan politik.

Upaya penanggulangan kemiskinan harus diwajibkan melalui pemberdayaan masyarakat, yaitu dengan meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui peran serta aktif masyarkat itu sendiri dalam mewujudkan pemenuhan kebutuhan hidup, meningkatkan kesejahteraan sosial-ekonomi serta memperkokoh martabat manusia dan bangsa.

Walau pengertian kemiskinan dapat diartikan bermacam-macam, namun menurut kriteria Badan Pusat Statistik bahwa kemiskinan adalah suatu kondisi seseorang yang hanya dapat memenuhi makanannya kurang dari 2100 kalori per kapita per hari. Badan Pusat Statistik mengelompokkan keluarga, yang terdiri dari keluarga pra sejahtera (rumah tangga miskin), keluarga sejahtera I, keluarga sejahtera II, keluarga sejahtera III dan keluarga sejahtera III plus (BPS Provinsi Sumatera Utara, 2006).

Empat dimensi pokok kemiskinan di Indonesia yaitu kurangnya kesempatan (lack of opportunity); rendahnya kemampuan (low of capabilities); kurangnya


(36)

jaminan (low-level of security) dan ketidakberadaan (low of capacity or empowerment) (Komiti Penanggulangan Kemiskinan, 2002). Oleh karena itu, untuk memahami kemiskinan, penting diperhatikan lokalitas yang ada pada masing-masing daerah, yaitu kemiskinan tingkat lokal yang ditentukan oleh komunitas dan pemerintah setempat. Indikator kemiskinan berdasarkan karakteristik rumah tangga miskin pada aspek kegiatan ekonomi dapat ditinjau dari sumber penghasilannya.

2.7. Perilaku Positive Deviance

Positive Deviance dipakai untuk menjelaskan suatu keadaan penyimpangan positif yang berkaitan dengan kesehatan, pertumbuhan dan perkembangan anak-anak tertentu dengan anak-anak lain di dalam lingkungan masyarakat atau keluarga yang

sama. Secara khusus pengertian positive deviance dapat dipakai untuk menjelaskan

faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan serta status gizi yang baik dari anak-anak yang hidup di dalam keluarga miskin dan hidup di lingkungan miskin (kumuh) di mana sebagian besar anak lainnya menderita gangguan pertumbuhan dan perkembangan dengan kondisi mengalami gizi kurang (Zeitlin, et.al, 1990).

Positive Deviance didasarkan pada asumsi bahwa beberapa solusi untuk mengatasi masalah gizi sudah ada di dalam masyarakat, hanya perlu diamati untuk dapat diketahui bentuk penyimpangan positif yang ada, dari perilaku masyarakat tersebut. Upaya yang dilakukan dapat dengan memanfaatkan kearifan lokal yang berbasis pada keyakinan bahwa setiap individu memiliki kebiasaan dan perilaku khusus, atau tidak umum yang memungkinkan mereka dapat menemukan cara-cara


(37)

yang lebih baik, untuk mencegah kekurangan gizi dibanding tetangga mereka yang memiliki kondisi ekonomi yang sama tetapi tidak memiliki perilaku yang termasuk

penyimpangan positip. Studi ‘positive deviance’ mempelajari mengapa dari sekian

banyak bayi dan balita di suatu komunitas miskin hanya sebagian kecil yang gizi

buruk. Kebiasaan keluarga yang menguntungkan sebagai inti program positive

deviance dibagi menjadi tiga atau empat kategori utama yaitu pemberian makan, pengasuhan, kebersihan, dan mendapatkan pelayanan kesehatan (CORE, 2003).

Penelitian positive deviance belum banyak dikembangkan, aplikasinya di satu

daerah belum tentu dapat diterapkan di daerah lain. Oleh karena itu, perlu dikembangkan di beberapa daerah. Studi positive deviance di berbagai negara, seperti Guatemala dan Costa Rica, menunjukkan bahwa beberapa ibu telah memiliki teknik yang baik mengenai praktek, tradisi dan kepercayaan dalam hal mempersiapkan makanan, pemberian makanan pada anak, merawat anak pada waktu sakit dan masa pemulihan. Ibu yang memiliki teknik yang baik ini bukanlah ibu yang berasal dari

pendidikan yang tinggi. Di Indonesia, studi positive deviance telah dilakukan oleh

Jauhari, dkk (2000) di Jakarta, Bogor dan Lombok Timur. Hasilnya adalah interaksi ibu dengan anak usia 6 – 17 bulan berhubungan positif dengan keadaan gizi anak. Anak-anak yang selalu diupayakan untuk mengkonsumsi makanan, mendapatkan respon ketika berceloteh, selalu mendapat senyum dari ibu, keadaan gizinya lebih baik dibandingkan dengan teman sebaya lainnya yang kurang mendapat perhatian orang tua.


(38)

2.7.1. Kebiasaan Pemberian Makan

Berbagai kebiasaan baik, termasuk memberi makan anak-anak kecil berusia di atas 6 bulan dengan berbagai variasi makanan dalam porsi kecil setiap hari sebagai tambahan Air Susu Ibu (ASI), pemberian makan secara aktif, pemberian makan selama sakit dan penyembuhan serta menangani anak yang memiliki selera makan yang rendah.

2.7.2. Kebiasaan Pengasuhan

Interaksi positif antara anak dan pengasuh utama dan pengganti, membantu perkembangan emosi dan psikologis anak. Kebiasaan positif seperti sering melakukan interaksi lisan dengan anak, memberikan dan menujukkan perhatian dan kasih sayang kepada anak, adanya pembagian tugas agar pengawasan dan pengasuhan anak berjalan baik, dan partisipasi aktif ayah dalam pengasuhan anak. Kebiasaan tersebut dan kebiasaan lain dalam hal pengasuhan anak, merupakan hal yang sangat penting bagi perkembangan anak yang normal namun sering kali terabaikan.

2.7.3. Kebiasaan Kebersihan

Kebersihan tuhuh, makanan dan lingkungan berperan penting dalam memelihara kesehatan akan serta mencegah penyakit-penyakit diare dan infeksi kecacingan. Satu kebiasaan yang bersih seperti mencuci tangan dengan sabun sebelum makan dan setelah buang air besar, telah menjadi fokus kampanye WHO untuk mengurangi timbulnya penyakit-penyakit diare.


(39)

2.7.4. Kebiasaan Mendapatkan Pelayanan Kesehatan

Selain memberikan imunisasi lengkap kepada anak sebelum ulang tahun yang pertama, pengobatan penyakit pada masa kanak-kanak dan mendapatkan bantuan profesional pada waktu yang tepat sangat berperan penting dalam menjaga kesehatan anak.

Berbeda dengan pendekatan (perilaku) tradisional yang dilakukan selama ini, intervensi gizi tradisional meliputi penimbangan, penyuluhan dan penyediaan makanan tambahan serta mikronutrien seperti vitamin A. Pendekatan tradisional terhadap intervensi gizi cenderung mencari masalah-masalah dalam masyarakat yang

perlu diselesaikan. Sedangkan pendekatan positive deviance berupaya mencari

perilaku positif dan kekuatan yang ada masyarakat serta apa yang bisa dibangun di atasnya.

Selama beberapa dekade, organisasi yang bergerak dalam bantuan darurat dan pengembangan di seluruh dunia telah menyelenggarakan program pemberian makanan tambahan dan bersifat pengobatan kepada anak-anak yang diklasifikasi mengalami kekurangan gizi dan telah berhasil merehabilitas banyak anak. Namun demikian, karena program tersebut didasarkan pada sumber dari luar dan dilakukan di pusat pelayanan dengan petugas kesehatan yang dibayar, maka anak-anak seringkali kembali mengalami kekurangan gizi setelah kegaitan pemberian makan berakhir. Keadaan tersebut terjadi karena tidak mempertimbangkan pencapaian perubahan perilaku di dalam keluarga.


(40)

Anggaran Pemerintah yang direalisasikan juga untuk menanggulangi masyarakat yang mengalami kurang gizi dan juga gizi buruk sudah cukup besar, termasuk pengadaan susu (MP-ASI) sebagai makanan pendamping, biskuit dan bubur, namun kurang berhasil untuk memecahkan permasalahan yang ada, sehingga dapat diyakini bahwa program ini bukanlah menjadi program unggulan yang dapat menyelesaikan permasalahan. Untuk itu perlu dicari upaya lain yang lebih praktis dan tidak perlu membutuhkan biaya yang besar, cukup dengan memberdayakan masyarakat secara optimal.

Dengan melihat pertanyaan-pertanyaan yang biasanya digunakan pada kedua pendekatan ini, maka dapat dilihat perbedaannya pada Tabel 2.3 di bawah ini:

Tabel 2.3. Pendekatan Tradisional VS Positive Deviance Pendekatan Tradisional Pendekatan Positive Deviance

Apa saja yang anda butuhkan? Kekuatan apa yang anda miliki?

Ada masalah apa ? Hal apa yang dapat dikerjakan di sini?

Apa yang dapat kami sediakan? Apa sajakah sumber daya yang anda

miliki

Apa yang kurang dari masyarakat? Hal apakah yang baik dalam masyarakat

anda

Apa yang kurang di sini? Hal apakah yang bisa dijadikan dasar

membangun

Penelitian Kohort di Vietnam tahun 1990 menginformasikan bahwa dari 700 orang anak yang seluruhnya mengalami kekurangan gizi tingkat dua dan tiga, setelah dua tahun ternyata hanya 3% yang tetap mengalami kekurangan gizi tingkat dua dan tiga. Dari seluruh peserta penelitian, 95% mengalami pemulihan menjadi normal dan


(41)

38% menjadi gizi kurang tingkat satu. Tingkat kemajuan tersebut diperoleh setelah melakukan observasi selama 14 – 23 bulan (CORE, 2003).

2.8. Keuntungan Pendekatan Positive Deviance

Beberapa keuntungan pendekatan positive deviance, yaitu: (CORE, 2003).

2.8.1. Cepat – pendekatan ini memberikan solusi yang dapat menyelesaikan

masalah dengan segera.

2.8.2. Terjangkau – positive deviance dapat dijangkau dan keluarga tidak perlu

bergantung pada sumber daya dari luar untuk mempraktekkan perilaku baru. Pelaksanaannya lebih murah tetapi efektif dibandingkan mendirikan pusat rehabilitas gizi atau melakukan investasi di rumah sakit.

2.8.3. Partisipatif – partisipasi masyarakat merupakan salah satu komponen penting

dalam rangka mencapai keberhasilan pendekatan positive deviance.

Masyarakat memainkan peran sangat penting dalam keseluruhan proses mulai dari menemukan perilaku dan strategi sukses di antara masyarakat sampai mendukung ibu balita setelah kegaitan berakhir.

2.8.4. Berkesinambungan – pendekatan positive deviance merupakan pendekatan

berkesinambungan karena berbagai perilaku baru sudah dihayati dan berlanjut setelah kegiatan berakhir. Kegiatan ini tidak hanya merubah perilaku anggota keluarga secara individu, tetapi juga mengubah cara pandang masyarakat terhadap kekurangan gizi serta kemampuan mereka untuk mengubah situasi.


(42)

2.8.5. Asli – karena solusi sudah ada di tempat itu, maka kemajuan dapat dicapai secara cepat tanpa banyak menggunakan analisis atau sumber daya dari luar.

Pendekatan tersebut dapat diterapkan secara luas karena pelaku positive

deviance selalu ada hampir di setiap masyarakat.

2.8.6. Secara Budaya Dapat Diterima – karena pendekatan ini didasarkan pada

perilaku setempat yang diidentifikasi dalam konteks sosial, etnik, bahasa dan agama di setiap masyarakat, maka per definisi hal ini sesuai dengan budaya setempat.

2.8.7. Berdasarkan Perubahan Perilaku – pendekatan ini tidak mengutamakan

perolehan pengetahuan, namun ada tiga langkah proses perubahan perilaku yang termasuk dalamnya, yaitu: penemuan (penyelidikan PD), demonstrasi (kegiatan pos gizi) dan penerapan (kegiatan pos gizi dan di rumah).

2.9. Interaksi Sosial

Manusia sebagai makhluk hidup, dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari selalu berhubungan satu dengan lainnya, sehingga kepribadian, kecakapan dan ciri-ciri kegiatannya menjadi kepribadian individu yang sebenarnya. Dengan demikian kehidupan manusia dalam masyarakat memiliki dua fungsi yaitu sebagai obyek dan subyek. Berkaitan dengan proses hubungan antara satu individu dengan individu yang lain, maka proses ini kenal dengan istilah interaksi sosial.

Interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua individu atau lebih di mana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki kelakukan


(43)

individu yang lain atau sebaliknya (Ahmadi, 1999). Dengan adanya interaksi antar individu tersebut, maka manusia sebagai makhluk hidup akan selalu melakukan aktivitas sosial untuk saling mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki kehidupan.

Bentuk-bentuk kegaitan sosial yang dilakukan oleh individu, dapat berupa organisasi formal, organisasi non formal maupun tanpa suatu organisasi apa pun. Namun semua bentuk kegiatan sosial tersebut merupakan suatu gambaran dari interaksi sosial individu dengan lingkungan sekitarnya (Gerungan, 1991).

2.10. Program Perbaikan Gizi

Program perbaikan gizi mikro diarahkan untuk menurunkan masalah gizi makro yang utamanya mengatasi masalah kurang energi protein terutama di daerah miskin baik di pedesaan maupun di perkotaan dengan meningkatkan keadaan gizi keluarga, meningkatkan partisipasi masyarakat, meningkatkan kualitas pelayanan gizi baik di puskesmas maupun di posyandu dan meningkatkan konsumsi energi dan protein pada balita gizi buruk.

Strategi yang dilakukan untuk mengatasi masalah gizi makro adalah melalui pemberdayaan keluarga di bidang kesehatan dan gizi, pemberdayaan masyarakat di bidang gizi, pemberdayaan petugas dan subsidi langsung berupa dana untuk pembelian makanan tambahan dan penyuluhan pada balita gizi buruk dan ibu hamil KEK.


(44)

2.11. Kerangka Konsepsional

Variabel Pendahulu

• Umur

• Pendidikan

• Pekerjaan

• Pengetahuan

• Interaksi Sosial

POSITIVE DIVIANCE

ASUPAN MAKANAN PENYAKIT

Variabel Antara

Variabel Dependent

STATUS GIZI Anak 12 – 24

bulan

• Kebiasaan pemberian makan

• Kebiasaan pengasuhan

• Kebiasaan kebersihan

• Kebiasaan mendapatkan

pelayanan kesehatan

KARAKTERISTIK IBU

Variabel Independent


(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan Case

control study. Rancangan penelitian ini dipilih karena kejadian baik buruknya status gizi seseorang memerlukan waktu yang relatif lama (prevalen), di sisi lain Kecamatan Sidikalang terdapat keluarga miskin yang memiliki anak balita usia 12 – 24 bulan yang status gizinya tidak baik dan status gizi baik. Oleh karena itu rancangan penelitian ini cocok untuk mengungkapkan faktor paparan terutama mengenai

penyimpangan perilaku positif (positive deviance) ibu yang berkaitan dengan

kejadian status gizi anak balita usia 12 – 24 bulan.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi yang didasarkan atas tingginya jumlah keluarga miskin dan status gizi baik anak balita dibandingkan kecamatan lainnya.

Penelitian dilakukan selama 3 (tiga) bulan yang dimulai pada April hingga bulan Juni 2007.


(46)

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki anak usia 12 – 24 bulan dari keluarga miskin di Kecamatan Sidikalang. Berdasarkan hasil pengumpulan data dasar, diperoleh sebanyak 213 orang ibu. Sebelum penentuan sampel terlebih dahulu dilakukan screening dengan penentuan kriteria, yaitu Kriteria Inklusi dan Kriteria Ekslusi.

Kriteria Inklusi:

Ibu dari keluarga miskin yang memiliki anak usia 12 – 24 bulan dan melakukan pengasuhan minimal 16 jam. Dan apabila ditemui ibu yang memiliki anak kembar dengan usia 12 – 24 bulan ditetapkan menjadi satu objek pengamatan.

Kriteria Eksklusi:

Ibu yang memiliki anak usia 12 – 24 bulan dan melakukan pengasuhan kurang dari 16 jam atau pengasuhan diserahkan pada pengasuh lain.

Setelah penetapan kriteria maka sampel dalam penelitian adalah ibu yang dipilih dari keluarga miskin berdasarkan kepemilikan anak usia 12 -24 bulan dan melakukan pengasuhan sendiri minimal 16 jam. Sebelum penetapan sampel, dilakukan penimbangan terhadap anak usia 12 -24 bulan untuk menetapkan status gizi anak serta identifikasi terhadap lamanya waktu pengasuhan anak. Status gizi anak

kemudian dikelompokkan menjadi gizi baik (≥ -SD sampai <+2SD) dan gizi tidak

baik (gizi lebih, gizi kurang dan gizi buruk). Jadi besarnya sampel didasarkan pada


(47)

Sidikalang. Berdasarkan hasil screening diperoleh anak yang memiliki gizi tidak baik (<-SD dan >+2SD) sebanyak 40 anak usia 12-24 bulan (sebagai kontrol). Proporsi kasus dan kontrol ditetapkan 1 : 1 sehingga jumlah kasus yang diperlukan 40 anak usia 12-24 bulan dengan status gizi baik (<-2SD sampai >+2 SD). Dengan demikian jumlah keseluruhan sampel adalah 80 orang.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi 2 jenis, yaitu data primer dan data sekunder.

3.4.1. Data Primer

Data yang diperoleh melalui wawancara langsung dengan ibu dari keluarga miskin yang memiliki anak usia 12-24 bulan yang ditetapkan menjadi responden dan berpedoman pada instrumen yang telah dipersiapkan.

Sebelum dilakukan wawancara, terlebih dahulu dilakukan uji validasi dan reliabilitas kuesioner terhadap 10 orang ibu yang memiliki anak usia 12-24 bulan dengan mengkorelasikan skor yang didapat dari setiap butir pertanyaan dengan skor total untuk tiap variabel. Instrumen penelitian yang baik harus valid dan reliabel. Uji validitas terhadap kuesioner yang telah dipersiapkan dilakukan dengan formula

Pearson “Product Moment” yang rumusnya sebagai berikut:

( ) (

)

( )

( )

[

]

{

}

1/2

2 2 2 2 y y N x x N y x xy N r Ε − Ε Ε − Ε Ε Ε − Ε =


(48)

Di mana : x = Skor tiap-tiap variabel Y = Skor total tiap variabel N = Jumlah responden

Untuk mengetahui sejauhmana konsistensi hasil penelitian jika kegiatan tersebut dilakukan berulang-ulang, maka dilakukan uji reliabilitas terhadap kuesioner yang telah dipersiapkan dengan formula Alpha Cronbach, yang rumusnya sebagai berikut:

(

)

( )

Vt M Vx Vt M Rtt 1 . . =

Di mana : Vt = Variabel total Vx = Variasi butir-butir M = Jumlah butir pernyataan

Tabel 3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Penelitian Variabel Nomor

pertanyaan

Total Pearson Correlation

Status Alpha Status

1 2 3 4 5 6

X1 (Pengetahuan) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0,675 0,639 0,724 0,664 0,686 0,740 0,647 0,803 0,826 Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid


(49)

Variabel Nomor pertanyaan

Total Pearson Correlation

Status Alpha Status

1 2 3 4 5 6

10 11 12 13 14 15 16 17 0,677 0,824 0,694 0,662 0,845 0,647 0,668 0,712 Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid

1 2 3 4 5 6

X2 (Pola Asuh) 1 2 3 4 5 6 7 0,776 0,638 0,688 0,734 0,803 0,690 0,728 Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid

0,625 Reliabel

X3 (Pemberian Makan) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0,645 0,639 0,671 0,832 0,811 0,721 0,690 0,728 0,671 Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid

0,815 Reliabel

X4 (Kebersihan Diri) 1 2 3 4 5 6 7 0,666 0,757 0,640 0,821 0,779 0,639 0,659 Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid

0,573 Reliabel

X5 (Pelayanan Kesehatan) 1 2 3 4 5 6 0,649 0,690 0,688 0,751 0,656 0,720 Valid Valid Valid Valid Valid

Valid 0,874 Reliabel


(50)

Variabel Nomor pertanyaan

Total Pearson Correlation

Status Alpha Status Lanjutan Tabel 3.1.

1 2 3 4 5 6

7 8 9 10 11 0,804 0,722 0,675 0,736 0,684 Valid Valid Valid Valid Valid X5 (Interaksi Sosial) 1 2 3 4 5 6 7 0,771 0,881 0,643 0,709 0,820 0,734 0,655 Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid

0,938 Reliabel

3.4.2. Data Sekunder

Data yang diperoleh dari catatan dan laporan yang ada pada puskesmas, Rumah Sakit, dan Dinas Kesehatan Kabupaten Dairi.

Pengumplan data dilakukan oleh peneliti dengan dibantu 2 orang tenaga gizi puskesmas, dan data yang telah terkumpul akan diolah secara deskriptif dan analitik serta disajikan dalam tabel distribusi frekuensi dan tabel silang.

3.5. Variabel dan Definisi Operasional

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel pendahulu, variabel bebas, dan variabel terikat yang definisi operasionalnya dapat dilihat pada Tabel 3.2:


(51)

Tabel 3.2. Variabel dan Definisi Operasional

No Variabel Definisi Cara Ukur Hasil Ukur Skala

Ukur Variabel Bebas

1 Kebiasaan pemberian makan

Tindakan yang dilakukan ibu dalam memberi makan kepada anaknya usia 12-24 bulan

Wawancara • Baik

• Tidak baik

Ordinal

2 Kebiasaan pengasuhan

Upaya yang dilakukan ibu dalam mengasuh anak termasuk tindakan yang dilakukan apabila anak sedang sakit serta menemani anak bermain

Wawancara • Baik

• Tidak baik

Ordinal

3 Kebiasaan kebersihan

Upaya yang dilakukan ibu terhadap anaknya usia 12-24 bulan dalam menjaga agar tetap bersih

Wawancara • Baik

• Tidak baik

Ordinal

4 Kebiasaan pelayanan kesehatan

Upaya yang dilakukan ibu terhadap anaknya usia 12-24 bulan dalam mencegah atau mengobati penyakit yang diderita anak

Wawancara • Baik

• Tidak baik

Ordinal

Variabel Terikat

5 Status gizi anak Keadaan gizi anak usia 12-24

bulan yang diukur menggunakan baku berat badan menurut umur (BB/U)

Wawancara

pengukuran •

Baik

• Tidak baik

Ordinal

Variabel Pendahulu

6 Pengetahuan Gizi

anak

Kemampuan ibu dalam mengetahui segala sesuatu yang berkaitan dengan status gizi anak usia 12-24 bulan

Wawancara • Baik

• Tidak baik

Ordinal

7 Interaksi sosial Kegiatan ibu di luar rumah

yang berhubungan dengan kegiatan sosial, baik yang bersifat formal maupun non formal

Wawancara • Baik

• Tidak baik

Ordinal

8 Pendidikan Tingkat pendidikan formal

yang diselesaikan ibu yang dibagi dalam dua kategori yaitu pendidikan dasar dan menengah

Wawancara • Dasar

• Menengah

Ordinal

9 Pekerjaan Aktifitas yang dilakukan ibu

dalam rangka memperoleh uang

Wawancara • Petani

• Dagang


(52)

3.6. Metode Pengukuran

Aspek Pengukuran dengan menggunakan metode scoring dengan skala rating,

di mana sipeneliti dapat menentukan nilai score pada seluruh variabel yang diteliti sesuai dengan yang ada pada kuesioner penelitian.

1. Kriteria Penilaian Kebiasaan Pemberian Makan:

Nilai minimal yang mungkin dicapai adalah 9 dan nilai maksimal yang mungkin dicapai 27. Berdasarkan rentang nilai tersebut, maka kebiasaan responden dalam pemberian makan kepada anak usia 12-24 bulan dikatakan: Tidak baik apabila mempunyai skor : 9 – 18

Baik apabila mempunyai skor : 19 – 27

2. Kriteria Penilaian Kebiasaan Pengasuhan:

Nilai minimal yang mungkin dicapai adalah 7 dan nilai maksimal yang mungkin dicapai 21. Berdasarkan rentang nilai tersebut, maka kebiasaan responden dalam pengasuhan kepada anak usia 12-24 bulan dikatakan:

Tidak baik apabila mempunyai skor : 7 – 14 Baik apabila mempunyai skor : 15 – 21

3. Kriteria Penilaian Kebiasaan Kebersihan:

Nilai minimal yang mungkin dicapai adalah 7 dan nilai maksimal yang mungkin dicapai 21. Berdasarkan rentang nilai tersebut, maka kebiasaan responden dalam kebersihan diri anak usia 12-24 bulan dikatakan:

Tidak baik apabila mempunyai skor : 7 – 14 Baik apabila mempunyai skor : 15 – 21


(53)

4. Kriteria Penilaian Kebiasaan Pelayanan Kesehatan:

Nilai minimal yang mungkin dicapai adalah 11 dan nilai maksimal yang mungin dicapai 23. Berdasarkan rentang nilai tersebut, maka kebiasaan responden dalam pelayanan kesehatan kepada anak usia 12-24 bulan dikatakan:

Tidak baik apabila mempunyai skor : 11 – 17 Baik apabila mempunyai skor : 18 – 23

5. Kriteria Penilaian Pengetahuan:

Nilai minimal yang mungkin dicapai adalah 17 dan nilai maksimal yang mungkin dicapai 41. Berdasarkan rentang nilai tersebut, maka pengetahuan responden dikatakan:

Tidak baik apabila mempunyai skor : 17 – 29 Baik apabila mempunyai skor : 30 – 41

6. Kriteria Penilaian Interkasi Sosial:

Nilai minimal yang mungkin dicapai adalah 4 dan nilai maksimal yang mungkin dicapai 30. Berdasarkan rentang nilai tersebut, maka interaksi sosial yang dilakukan responden dikatakan:

Tidak baik apabila mempunyai skor : 4 – 17 Baik apabila mempunyai skor : 18 – 30


(54)

7. Kriteria Penilaian Status Gizi:

Nilai status gizi anak usia 12-24 bulan didasarkan dan hasil pengukuran antara berat badan dengan umur. Berdasarkan klasifikasi Departemen Kesehatan RI, maka status gizi anak usia 12-24 bulan dikatakan:

Tidak baik apabila mempunyai ambang atas : <-2 SD dan >+2 SD

Baik apabila mempunyai ambang atas : ≥-2 SD sampai +2 SD

3.7. Metode Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan, dianalisis dengan bantuan komputer.

3.7.1. Analisis Univariat

Analisis yang dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi dari

masing-masing variabel bebas, yaitu faktor positive deviance dengan variabel terikat yaitu

status gizi anak usia 12-24 bulan.

3.7.2. Analisis Bivariat

Analisis Bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas

dan variabel terikat, yang dilakukan secara statistik dengan menggunakan uji


(55)

3.7.3. Analisis Multivariat

Analisis Multivariat dilakukan untuk mengetahui variabel bebas yang paling besar pengaruhnya terhadap variabel terikat, metode analisis yang digunakan adalah regresi logistik. Variabel yang layak diuji secara multivariat adalah variabel yang pada uji bivariat mempunyai signifikan (p) < 0,025.


(56)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambar Daerah

Kecamatan Sidikalang secara administrasi berbatasan sebelah barat dengan Kecamatan Si Empat Nempu Hulu, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Brampu, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Pegagan Hilir dan sebelah utara dengan Kecamatan Sitinjo.

Luas wilayah Kecamatan Sidikalang 98,60 Km2 dengan jumlah desa sebanyak

11desa. Jumlah penduduk Kecamatan Sidikalang sebanyak 48.943 jiwa yang terbagi

dalam 9.686 rumah tangga dengan kepadatan penduduk sebesar 503 jiwa/Km2.

Berdasarkan jenis kelamin, penduduk Kecamatan Sidikalang terdiri dari 24.170 laki-laki dan 24.773 perempuan.

4.2. Karakteristik Responden

Secara umum karakteristik ibu yang memiliki usia 12-24 bulan yang meliputi umur, pendidikan, pekerjaan dan pengetahuan disajikan pada Tabel 4 berturut-turut seperti di bawah ini:


(57)

Tabel 4.1. Status Gizi Anak Usia 12-24 Bulan Berdasarkan Kelompok Umur di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi 2007

Status Gizi Kelompok Umur Gizi Tidak

Baik

Gizi Baik Total

Jml % Jml % Jml %

Muda (19-30) 20 50,0 11 27,5 31 38,8

Dewasa (31-43) 20 50,0 29 72,5 49 61,2

Total 40 100,0 40 100,0 80 100,0

Karakteristik ibu yang berkaitan dengan umur paling banyak berada pada kelompok umur 31-43 tahun sebesar 61,2% sedangkan kelompok umur muda (19-30 tahun) sebesar 38,8%. Kelompok ibu umur dewasa yang memiliki anak dengan kondisi status gizi baik sebanyak 72,5%

Tabel 4.2. Status Gizi Anak Usia 12-24 Bulan Berdasarkan Pendidikan Ibu di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi 2007

Status Gizi Pendidikan Ibu Gizi Tidak

Baik

Gizi Baik Total

Jml % Jml % Jml %

Dasar 20 50,0 16 40,0 36 45,0

Menengah 20 50,0 24 60,0 44 55,0

Total 40 100,0 40 100,0 80 100,0

Ibu yang memiliki anak dengan gizi tidak baik dengan gizi baik pada tingkat pendidikan dasar yaitu SD dan SMP adalah sebesar 45,0%, sedangkan yang memiliki tingkat pendidikan menengah (SMA) sebesar 55,0%. Melihat karakteristik pendidikan ibu yang memiliki anak dengan status gizi baik, terdapat perbedaan antara yang berpendidikan dasar dengan yang berpendidikan menengah, yaitu: 40% : 60%.


(58)

Tabel 4.3. Status Gizi Anak Usia 12 – 24 Bulan Berdasarkan Pekerjaan Ibu di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi 2007

Status Gizi Pekerjaan Ibu Gizi Tidak

Baik

Gizi Baik Total

Jml % Jml % Jml %

Dagang 4 10,0 3 7,5 7 8,8

Petani 36 90,0 37 92,05 73 91,2

Total 40 100,0 40 100,0 80 100,0

Dari Tabel 4.3. di atas terlihat bahwa ibu yang memiliki anak usia 12-24 bulan di Kecamatan Sidikalang baik kelompok gizi baik maupun tidak baik, lebih besar berada pada ibu yang mempunyai pekerjaan sebagai petani yaitu sebanyak 91,2%. Sedangkan ibu yang mempunyai pekerjaan sebagai pedagang hanya besar 8,8%.

Pengetahuan ibu yang memiliki anak usia 12-24 bulan dengan status gizi anaknya dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut:

Tabel 4.4. Status Gizi Anak Usia 12 – 24 Bulan Berdasarkan Pengetahuan Ibu di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi 2007

Status Gizi Pengetahuan Ibu Gizi Tidak

Baik

Gizi Baik Total

Jml % Jml % Jml %

Tidak baik 13 32,5 3 7,5 16 20,0

Baik 27 67,5 37 92,05 64 80,0

Total 40 100,0 40 100,0 80 100,0

Dari Tabel 4.4. di atas terlihat bahwa ibu yang memiliki anak usia 12-24 bulan dengan status gizi baik dan gizi tidak baik di Kecamatan Sidikalang memiliki


(59)

tingkat pengetahuan baik (80%). Dari ibu yang memiliki tingkat pengetahuan baik, ternyata lebih banyak berada pada kelompok gizi baik (92,5%) dibandingkan kelompok gizi tidak baik (67,5%).

4.3. Interaksi Sosial

Kegiatan ibu yang memiliki anak usia 12-24 bulan dalam melaksanakan interaksi sosial dapat digambarkan pada Tabel 4.5 di bawah ini:

Tabel 4.5. Status Gizi Anak Usia 12 – 24 Bulan Berdasarkan Sosial Ibu di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi 2007

Status Gizi Interaksi Sosial Gizi Tidak

Baik

Gizi Baik Total

Jml % Jml % Jml %

Tidak baik 11 27,5 3 5,1 14 16,5

Baik 29 72,5 37 94,9 66 83,5

Total 40 100,0 40 100,0 80 100,0

Dari Tabel 4.5. di atas menunjukkan bahwa ibu yang memiliki anak usia 12-24 bulan di Kecamatan Sidikalang mengikuti kegiatan dengan baik dalam rangka berinteraksi sosial (83,5%) sedangkan yang tidak baik sebanyak 16,5%. Dari ibu yang melakukan interaksi sosial dengan baik, 94,9% terdapat pada kelompok gizi baik, sedangkan pada kelompok gizi tidak baik sebesar 72,5%. Jenis kegiatan yang dilakukan 100% berupa arisan ibu-ibu. Berdasarkan hasil wawancara, alasan yang mendorong ibu mengikuti kegiatan, 80% mengatakan untuk menambah wawasan/ pengetahuan/pengalaman, sedangkan 20% menyatakan menambah pergaulan.


(60)

4.4. Analisis Positive Deviance dalam Kebiasaan Pemberian Makan, Pola Pengasuhan, Kebersihan Diri dan Pelayanan Kesehatan pada Anak Usia 12-24 Bulan terhadap Status Gizi

4.4.1. Kebiasaan Pemberian Makan terhadap Status Gizi Anak Usia 12-24 Bulan

Kebiasaan memberi makan anak-anak kecil berusia di atas 6 bulan dengan berbagai variasi makanan dalam porsi kecil setiap hari sebagai tambahan Air Susu Ibu (ASI), pemberian makan secara aktif, pemberian makan selama sakit dan penyembuhan serta menangani anak yang memiliki selera makan yang rendah mencerminkan interkasi ibu dengan anak akan berhubungan positif dengan keadaan gizi anak. Hasil analisis data tentang kebiasaan pemberian makan terhadap status gizi anak usia 12-24 bulan seperti tabel di bawah ini:

Tabel 4.6. Analisis Kebiasaan Pemberian Makan terhadap Status Gizi pada Anak Usia 12-24 Bulan

Pemberian Makan

Status Gizi

Tidak Baik Baik

X2 p

Batas

Bawah Batas Atas CI 95%

OR

Tidak baik 13 4

32,5% 10,0%

4,781 4,33 1,271 14,77

0,029

Baik 27 36

67,5% 90,0%

Berdasarkan hasil uji Chi-Square kebiasaan pemberian makan terhadap status

gizi anak usia 12-24 bulan menujukkan ada perbedaan antara status gizi tidak baik dengan status gizi baik (p <0,05) dan OR = 4,3 pada CI 95% (1,271 – 14,777). Ini


(61)

berarti bahwa anak usia 12-24 bulan yang status gizinya tidak baik mempunyai peluang 4,3 kali terjadi pada keluarga yang kebiasaan pemberian makan tidak baik dengan dibandingkan dengan keluarga yang kebiasaan pemberian makan baik.

4.4.2. Kebiasaan Pola Asuh terhadap Status Gizi Anak Usia 12 – 24 Bulan

Pola asuh yang baik merupakan gambaran dari adanya interaksi positif antara anak dengan pengasuh utama yang dapat membantu pekermbangan emosi dan psikologis anak. Dengan pola asuh yang baik dan benar termasuk dalam memberikan perhatian dapat menciptakan perkembangan anak yang normal. Hasil lengkapnya seperti terlihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.7. Analisis Kebiasaan Pola Asuh terhadap Status Gizi pada Anak Usia 12-24 Bulan

Pola Asuh

Status Gizi

Tidak Baik Baik

X2

p OR

Batas

Bawah Batas Atas CI 95%

Kurang baik 12 2

32,5% 5,0%

8,205 9,148 1,906 43,89

Baik 27 38 0,004

67,5% 95,0%

Dari Tabel 4.7. menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada kebiasaan pola asuh terhadap status gizi anak usia 12-24 bulan (p <0,05) dan OR = 9,1 pada CI 95% (1,906 – 43,898). Ini berarti bahwa anak usia 12-24 bulan yang memiliki status gizi tidak baik mempunyai peluang 9,1 kali pada keluarga yang


(62)

menerapkan kebiasaan pola asuh tidak baik dibandingkan dengan anak pada keluarga dengan pola asuh yang baik.

4.4.3. Kebiasaan Kebersihan Diri terhadap Status Gizi Anak Usia 12-24 Bulan

Kebersihan diri yang menyangkut kebersihan tubuh, kebersihan makanan dan lingkungan berperan dalam pemeliharaan kesehatan anak serta mencegah penyakit infeksi yang pada gilirannya dapat mempengaruhi status gizi anak.

Hasil pengolahan data terhadap kebiasaan diri dapat dilihat pada Tabel 4.8 seperti di bawah ini:

Tabel 4.8. Analisis Kebersihan Diri terhadap Status Gizi pada Anak Usia 12-24 Bulan

Kebersihan Diri

Status Gizi

Tidak Baik Baik

X2 p

Batas

Bawah Batas Atas CI 95%

OR

Tidak baik 13 3 32,5% 7,5%

6,328 5,938 1,540 22,903

Baik 27 37 0,012

67,5% 92,5%

Dari Tabel 4.8 menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada kebiasaan kebersihan diri terhadap status gizi anak usia 12-24 bulan (p<0,05) dan OR = 5,9 pada CI 95% (1,540 – 22,903). Ini berarti bahwa anak usia 12-24 bulan yang memiliki status gizi tidak baik mempunyai peluang 5,9 kali pada keluarga yang menerapkan kebiasaan kebersihan diri tidak baik dibandingkan dengan anak pada keluarga dengan kebersihan diri yang baik.


(63)

4.4.4. Kebiasaan Pelayanan Kesehatan terhadap Status Gizi Anak Usia 12 -24 Bulan

Kebiasaan mengakses pelayanan kesehatan bagi anak seperti memberikan imunisasi, pengobatan penyakit dan bantuan tenaga profesional sangat berperan dalam menjaga kesehatan anak. Tabel berikut menunjukkan pengaruh kebiasaan dalam memperoleh pelayanan kesehatan.

Tabel 4.9 Analisis Pelayanan Kesehatan terhadap Status Gizi pada Anak Usia 12-24 Bulan

Pelayanan Kesehatan

Status Gizi

Tidak Baik Baik

X2

p OR

Batas Bawah

Batas Atas CI 95%

Tidak baik 28 7 70,0% 17,5%

20,317 11 3,813 31,734

Baik 12 33 0,000

30,0% 82,5%

4.5. Analisis Faktor Positive Deviance Ibu yang Paling Berpengaruh terhadap Status Gizi Anak Usia 12-24 Bulan di Kecamatan Sidikalang

Untuk mengetahui faktor positive deviance ibu yang memiliki anak usia 12-24

bulan yang paling berpengaruh terhadap status gizi anak, maka dilakukan analisis

regresi logistik yang dimaksudkan untuk mengetahui faktor positive deviance ibu

yang paling terhadap status gizi anak usia 12-24 bulan.

Metode yang digunakan adalah metoda enter, di mana seluruh faktor positive

deviance dimasukkan dalam persamaan regresi, sehingga pada akhirnya akan diperoleh satu bentuk persamaan yang paling baik. Untuk mendapatkan variabel


(64)

kandidat yang akan dimasukkan dalam uji regresi logistik, maka dilakukan uji Chi-Square. Bagi variabel yang signifikan terhadap status gizi anak usia 12-24 bulan dilakukan dalam uji regresi logistik.

Tabel 4.10. Hasil Analisis Bivariat Antara Variabel Kebiasaan Pemberian Makan, Kebiasaan Pola Asuh, Kebiasaan Kebersihan Diri dan Kebiasaan Pelayanan Kesehatan dengan Status Gizi Anak Usia 12-24 Bulan

No. Variabel Log-Likelihood X2 p-value

1 Pemberian Makan 104,597 6,307 0,012

2 Pola Asuh 100,019 10,885 0,001

3 Kebersihan Diri 102,596 8,307 0,004

4 Pelayanan Kesehatan 87,221 23,683 0,000

Berdasarkan hasil analisis bivariat menggunakan uji Chi-Square, ternyata

seluruh faktor positive deviance signifikan (p < 0,025) terhadap status gizi anak usia 12 – 24 bulan, maka seluruh variabel merupakan kandiditat dalam analisis regresi logistik.

Dalam melakukan analisis regresi logistik berganda untuk mengetahui pengaruh variabel kandidit terhadap status gizi anak usia 12 – 24 bulan, maka variabel pemberian makan, pola asuh, kebersihan diri dan pelayanan kesehatan dimasukkan secara bersamaan ke dalam permodelan. Model terbaik mempertimbangkan dua penilaian yaitu nilai signifikan rasio log-likelihood (p < 0,05) dan nilai signifikansi p wald (p < 0,05). Hasil analisis disajikan pada Tabel 4.11 seperti di bawah ini:


(65)

Tabel 4.11. Hasil Analisis Bivariat Antara Pemberian Makan, Pola Asuh, Kebersihan Diri dan Pelayanan Kesehatan dengan Status Gizi pada Anak Usia 12 – 24 Bulan

Variabel B p-Wald OR 95%CI

Pemberian Makan 1,220 0,156 3,387 0,629-18,246

Pola Asuh 2,024 0,033 7,708 1,184-50,190

Kebersihan Diri 2,456 0,003 11,662 2,276-59,772

Pelayanan Kesehatan 2,385 0,000 10,861 3,105-37,993

Konstanta -6,150 0,000

-2 Log-Likelihood = 70,192 X2 = 40,712 p-value = 0,000

Dari tabel di atas terlihat variabel pemberian makan memiliki p-value > 0,05, berarti variabel tersebut akan dikeluarkan dari pemodelan. Sementara untuk variabel yang lainnya memiliki p-value < 0,05 yang selanjutnya akan dianalisis kembali.

Hasil analisis antara Pola Asuh, Kebersihan diri dan Pelayanan kesehatan dengan Status Gizi anak usia 12 – 24 bulan di Kecamatan Sidikalang disajikan pada tabel di bawah ini:


(66)

Tabel 4.12. Hasil Analisis Antara Pola Asuh, Kesehatan Diri dan Pelayanan Kesehatan dengan Status Gizi Anak Usia 12 – 24 Bulan

Variabel B p-Wald OR 95%CI

Pola Asuh 2,016 0,028 7,505 1,243-45,326

Kebersihan Diri 2,424 0,003 11,292 2,330-54,714

Pelayanan Kesehatan 2,354 0,000 10,525 3,135-35,333

Konstanta -5,039 0,000

-2 Log-Likelihood = 72,288 X2 = 36,616 p-value = 0,000

Dari tabel di atas terlihat bahwa variabel pola asuh, kebersihan diri dan pelayanan kesehatan secara keseluruhan memiliki p-value < 0,05, berarti ketiga variabel tersebut berhubungan secara signifikan dengan status gizi anak usia 12 – 24 bulan di Kecamatan Sidikalang.

Dari keseluruhan proses analisis yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa dari empat variabel independen yang diduga berpengaruh terhdap status gizi, ternyata hanya ada tiga variabel yang secara signifikan berpengaruh terhadap status gizi anak usia 12-24 bulan yaitu pola asuh, kebersihan diri dan pelayanan kesehatan. Anak usia 12-24 bulan dengan status gizi tidak baik memiliki peluang sebesar 11,3 kali (95% CI: 2,330 – 54,714) pada keluarga yang kebersihan dirinya tidak baik dibandingkan dengan keluarga yang keberihan dirinya baik setelah dikontrol variabel pola asuh dan pelayanan kesehatan.


(1)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari hasil pembahasan data penelitian yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan:

6.1.1. Status gizi anak usia 12-24 bulan dari keluarga miskin di Kecamatan Sidikalang dipengaruhi oleh pola pengasuhan, kebersihan diri dan pelayanan kesehatan.

6.1.2. Status gizi anak usia 12-24 bulan yang tidak baik berpeluang terjadi pada keluarga yang memiliki kebiasaan pola asuh, kebersihan diri dan pelayanan kesehatan yang tidak baik. Sedangkan anak usia 12-24 bulan yang memiliki status gizi baik pada keluarga miskin di Kecamatan Sidikalang disebabkan adanya positive deviance ibu tentang pola pengasuhan, kebersihan diri dan pelayanan kesehatan.

6.1.3. Dari ketiga faktor tersebut sebagai variabel independen, faktor kebiasaan dalam kebersihan diri merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap status gizi anak usia 12-24 bulan dibandingkan faktor pola pengasuhan dan pelayanan kesehatan di Kecamatan Sidikalang.


(2)

6.1.4. Besarnya pengaruh kebiasaan dalam kebersihan diri terhadap status gizi tergantung dari pengendalian faktor pola asuh dan pelayanan kesehatan. 6.2. Saran-saran

6.2.1. Perlu mensosialisasikan positive deviance ibu oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Dairi melalui berbagai kegiatan di Posyandu tentang pola pengasuhan, kebersihan diri, kebiasaan dalam pemberian makanan dan pelayanan kesehatan anak usia 12-24 bulan pada keluarga yang status gizi anaknya tidak baik.

6.2.2. Perlu mengembangkan konsep perilaku ibu yang positif terhadap peningkatan gizi anak.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, A. (1999). Psikologi Sosial, Edisi revisi, Jakarta: PT. Rineka Cipta. Hal. 54. Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara. (2006). “Bahan-Bahan Sosialisasi

Statistik dalam Rangka Hari Statistik 26 September 2006”. Makalah. Disampaikan oleh Kepala BPS Provinsi Sumatera Utara tanggal 20 September 2006. Medan BPS Provinsi Sumatera Utara.

Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Dairi. (2006). “Bahan-bahan untuk Perencanaan Penanggulangan Masyarakat Miskin di Kabupaten Dairi, 2006”,

Laporan, Sidikalang; Bappenda Kabupaten Dairi.

Baliwati, YF; Khomsan, A dan Dwiriani, CM. (2006). Pengantar Pandan dan Gizi,

Cetakan II, Jakarta: Penebar Swadaya. Hal. 20-21.

Child Survival Collaboration and Resources Group. (2003). Positive Deviance & Health, Suatu Pendekatan Perubahan Perilaku & Pos Gizi. Diterjemahkan oleh PCI-Indonesia. Jakarta: 2004.

CORE. (2003). Positive Deviance & Health, Suatu Pendekatan Perubahan Perilaku & Pos Gizi. Diterjemahkan oleh PCI-Indonesia. Jakarta: 2004.

Departemen Kesehatan RI. (2005). Klasifikasi Status Gizi Anak Bawah Lima Tahun (BALITA), Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat.

________, (2000). Pemantauan Pertumbuhan Balita, Jakarta: Direktorat Gizi Masyarakat, Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat.

________, (2000) Pedoman Pengelolaan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI).

Jakarta: Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Proyek FHN-ADB LOAN 1471-INO.

________, (2002). Pedoman Gizi Makro. Jakarta: Direktorat Bina Gizi Masyarakat Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, (2003). Profil Kesehatan Propinsi

Sumatera Utara Tahun 2003, Medan.

________, (2005). Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Dairi Tahun 2005.


(4)

________, (2006), Hasil Pemantauan Status Gizi; Laporan, Sidikalang; Dinkes Kabupaten Dairi.

JIPG, (2005). Gizi Baik Modal Kehidupan Manusia”. Jaringan Informasi Pangan

dan Gizi, Volume XII, No. 2 Jakarta; Direktorat Gizi Masyarakat. Gerungan W.A., (1991). Psikologi Sosial, Bandung: Penerbit Eresco. Hal. 55. Gibson, (1989). Nutrition Assessment, Oxford University. England.

Green. L.W., (1980). Health Education Planning, A Diagnostic Approach. USA. The John Hopkins University, Myfeeld Publishing.

Hustono, SP. (2001). Analisis Data, Jakarta: Universitas Indonesia, Fakultas Kesehatan Masyarakat.

Jahari, (2000). “Penyimpangan Positif Masalah KEP di Jakarta Utara DKI Jakarta dan di Pedesaan Kabupaten Bogor-Jawa Barat dan Lombok Timur-NTB, Hasil

Penelitian, Jakarta: LIPI dan UNICEF.

Jelliffe, D.B and Jeliffe, E.F.P., (1989). “Community Nutritional Assement”. Oxford Medical Publication, Oxford University Press.

Kartika, V., Prihartini. S Syafruddin Abbas, B.J., (2000). “Pola Pemberian Makanan Anak (6-18) Bulan dan Hubungannya dengan Pertumbuhan dan Perkembangan Anak pada Keluarga Miskin dan Tidak Miskin”. Penelitian

Gizi dan Makanan, 23,1-7, Bogor; Puslitbang Gizi.

Komite Penanggulangan Kemiskinan (2002). Buku Pedoman Komite

Penanggulangan Kemiskinan. Jakarta: Sekretariat Komite Penanggulangan

Kemiskinan.

Muzaham, F., (1995). Memperkenalkan Sosiologi Kesehatan. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).

Nurpudji, (2005), “Kasus Gizi-Buruk” Jakarta: Indonesia Nutrition Network (Gizi net).

Notoatmodjo, S., (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Penerbit PT. Rineka Cipta. Hal. 12-24.

Santoso, S., (2001). Statistik Non Parametrik. Jakarta: Penerbit PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia. Hal. 27.


(5)

Shelov, S.P., (t.th). Panduan Lengkap Perawatan untuk Bayi dan Balita, Penerbit Arcan. Hal. 18-24.

Siswono, (2008). “511 Juta Balita Gizi Buruk, 54 Persen Meninggal”. Jakarta: Indonesia Nutrition Nerwork (gizi.net)

Sulaiman, W., (2002). Jalan Pintas Menguasi SPSS 10. Yogyakarta: Penerbit Andi. Syamsul, H., (1999). Dampak Krisis Ekonomi Terhadap Pola Konsumsi Pangan,

Perilaku Hidup Sehat & Status Gizi Balita pada Suku Bajo”. Tesis. Bogor; Fakultas Pertanian IPB, Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Tarigan, IU., (2003). “Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Anak

Umur 6-36 Bulan Sebelum dan Saat Krisis Ekonomi di Jawa Tengah”.

Buletin Penelitian Kesehatan, Volume 31 No. 1 2003. Jakarta: Publishing

Pelayanan dan Teknologi Kesehatan Badan Litbangkes.

Tim Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi Pusat, (2002). Situasi Pangan dan Gizi di Indonesia 2000-2001. Jakarta.

Utomo, B, (1998). “Dampak Krisis Moneter dn Kekeringan Terhadap Status Kesehatan dn Gizi Anak, dalam; Seminar Dampak Krisis Moneter dan Bencana terhadap Masyarakat, Keluarga Ibu dan Anak di Indonesia. Kerjasama LIPI & UNICEF, 21 Februari 1998.

Zeitlin, M. Ghassemi, H and Mansour M., (1990), Positive Deviance in Child Nutrition Tokyo, Japan United Nations University Press.


(6)

Dokumen yang terkait

Studi Positive Deviance pada Keluarga Miskin yang Mempunyai Anak Usia 12-24 bulan di Kelurahan Belawan Bahari Kecamatan Medan Belawan Medan Tahun 2004

0 21 113

Pola Asuh Dan Status Gizi Anak Usia 0-36 Bulan Di Desa Kutambaru Kecamatan Kutambaru Kabupaten Langkat Tahun 2010

1 31 90

ANALISIS FAKTOR- FAKTOR POSITIVE DEVIANCE STATUS GIZI ANAK TK PADA KELUARGA MISKIN DI KELURAHAN HELVETIA TIMUR KECAMATAN MEDAN HELVETIA.

0 3 21

Pengaruh Pola Asuh Ibu Terhadap Status Gizi Anak Usia 6-24 Bulan Keluarga Miskin Di Kelurahan Tegal Sari Mandala Iii Kecamatan Medan Denai Kota Medan Tahun 2015

0 0 16

Analisis Faktor Positive Deviance terhadap Status Gizi Anak Usia 0-24 Bulan dari Keluarga Miskin di Wilayah Kerja Puskesmas Pematang Panjang Kabupaten Batubara Tahun 2014

0 0 17

Analisis Faktor Positive Deviance terhadap Status Gizi Anak Usia 0-24 Bulan dari Keluarga Miskin di Wilayah Kerja Puskesmas Pematang Panjang Kabupaten Batubara Tahun 2014

0 0 2

Analisis Faktor Positive Deviance terhadap Status Gizi Anak Usia 0-24 Bulan dari Keluarga Miskin di Wilayah Kerja Puskesmas Pematang Panjang Kabupaten Batubara Tahun 2014

0 0 9

Analisis Faktor Positive Deviance terhadap Status Gizi Anak Usia 0-24 Bulan dari Keluarga Miskin di Wilayah Kerja Puskesmas Pematang Panjang Kabupaten Batubara Tahun 2014

0 0 29

Analisis Faktor Positive Deviance terhadap Status Gizi Anak Usia 0-24 Bulan dari Keluarga Miskin di Wilayah Kerja Puskesmas Pematang Panjang Kabupaten Batubara Tahun 2014

0 1 3

Analisis Faktor Positive Deviance terhadap Status Gizi Anak Usia 0-24 Bulan dari Keluarga Miskin di Wilayah Kerja Puskesmas Pematang Panjang Kabupaten Batubara Tahun 2014

0 0 79