Perbedaan Perubahan Kadar Gula Darah pada Olahraga Aerobik dan Anaerobik di Garista Fitness Centre

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kadar glukosa darah
Kadar glukosa darah adalah istilah yang mengacu kepada tingkat glukosa di dalam
darah. Konsentrasi gula darah, atau tingkat glukosa serum, diatur dengan ketat di dalam
tubuh. Umumnya tingkat gula darah bertahan pada batas-batas yang sempit sepanjang hari
(70-150 mg/dL). Tingkat ini meningkat setelah makan dan biasanya berada pada level
terendah pada pagi hari, sebelum orang makan (Henrikson dkk., 2009).
Ada beberapa tipe pemeriksaan glukosa darah. Pemeriksaan gula darah puasa
mengukur kadar glukosa darah selepas tidak makan setidaknya 8 jam. Pemeriksaan gula
darah 2 jam postprandial mengukur kadar glukosa darah tepat selepas 2 jam makan.
Pemeriksaan gula darah ad random mengukur kadar glukosa darah tanpa mengambil kira
waktu makan terakhir (Henrikson dkk, 2009).
2.1.1. Katabolisme Glukosa
Glukosa dalam tubuh akan mengalami oksidasi untuk menghasilkan ATP.
Pengolahan glukosa menjadi ATP berlangsung didalam sel melalui respirasi selular yang
melibatkan 4 jenis reaksi yaitu glikolisis, pembentukan asetil koenzim A, siklus Kreb dan
rantai transport elektron (Tortora and Derrickson, 2009).
2.1.1.1. Glikolisis
Proses glikolisis terjadi pada semua organisme. Proses ini berfungsi untuk
menukarkan glukosa menjadi piruvat dan akan menghasilkan ATP tanpa menggunakan

oksigen. Glikolisis dimulai dengan satu molekul glukosa yang memiliki 6 atom karbon pada
rantainya (C6H12O6) dan akan dipecahkan menjadi dua molekul piruvat yang masingmasing memiliki 3 atom karbon (C3H3O3) yang merupakan hasil akhir bagi proses ini
(Irawan, 2007). Sepanjang proses glikolisis ini akan terbentuk beberapa senyawa, seperti
Glukosa 6-fosfat, Fruktosa 6-fosfat, Fruktosa 1,6-bisfosfat, Dihidroksi aseton fosfat,
Gliseraldehid 3-fosfat, 1,3- Bisfosfogliserat, 3-Fosfogliserat, 2-Fosfogliserat, Fosfoenol
piruvat dan piruvat. Selain itu, proses glikolisis ini juga akan menghasilkan molekul ATP
dan NADH (di mana 1 NADH menghasilkan 3 ATP). Sejumlah 4 molekul ATP dan 2
molekul NADH (6 molekul ATP) akan dihasilkan dan pada tahap awal proses ini

Universitas Sumatera Utara

memerlukan 2 molekul ATP. Sebagai hasil akhir, 8 molekul ATP akan terbentuk (Marks
dkk, 2005).

Gambar 2.1. Skema Proses Glikolisis (Mayes, 2003)
2.1.1.2. Pembentukan Asetil Koenzim A
Sebelum memasuki siklus Kreb, piruvat yang terhasil dari proses glikolisis harus
dioksidasikan terlebih dahulu di dalam mitokondria menjadi asetil koenzim A dan karbon
dioksida. Setelah piruvat memasuki mitokondria, enzim piruvat dehidrogenase akan
menukarkan piruvat kepada acetyl group dengan melepaskan karbon dioksida. Semasa

proses ini juga, terjadi reduksi pada NAD+ menjadi NADH dengan mengambil H+ yang
dilepaskan oleh piruvat. Acetyl group akan berikatan dengan koenzim A, maka terhasil
asetil koenzim A (asetil-KoA) (Tortora and Derrickson, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.2. Skema Proses Pembentukan Asetil Koenzim A (Mayes, 2003)
2.1.1.3. Siklus Kreb
Dalam proses metabolisme energi dari glukosa, siklus Kreb merupakan tahapan yang
terakhir. Proses ini berlaku di dalam mitokondria dan berlangsung secara aerobik. Molekul
asetil-KoA yang merupakan produk akhir dari proses konversi piruvat kemudian akan
masuk ke dalam siklus Kreb. Perubahan yang terjadi dalam siklus ini adalah mengubah 2
atom karbon yang terikat didalam molekul asetil-KoA menjadi 2 molekul karbon dioksida
(CO2), membebaskan koenzim A serta memindahkan energi dari siklus ini ke dalam
senyawa NADH, FADH2 dan GTP. Untuk melanjutkan proses metabolisme energi, molekul
NADH dan FADH2 yang dihasilkan dalam siklus ini akan diproses kembali secara aerobik
di dalam membran sel mitokondria melalui proses Rantai Transpor Elektron untuk
menghasilkan produk akhir berupa ATP dan air (Ganong, 2005).

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.3. Skema Proses Siklus Kreb (Mayes, 2003)
2.1.1.4. Rantai Transpor Elektron
Proses ini juga dikenal sebagai proses fosforilasi oksidatif. Di dalam proses ini, NADH dan
FADH2 yang mengandung elektron akan melepaskan elektron tersebut ke dalam akseptor
utama yaitu oksigen. Pada akhir dari proses ini, akan terhasil 3 molekul ATP dari 1 molekul
NADH dan 2 molekul ATP dihasilkan dari 1 molekul FADH2 (Irawan, 2007).
Di dalam otot, terutama selama aktivitas yang berlebihan, kebutuhan terhadap ATP sangat
tinggi dan oksigen sudah banyak dikonsumsi, laktat dehidrogenase (LDH) mengkatalisis
reduksi NADH oleh piruvat menghasilkan laktat dan NAD+. Reaksi ini dikelompokkan
sebagai reaksi ke 11 dalam glikolisis. Proses ini meregenerasi NAD+ untuk berpartisipasi
dalam reaksi GAPDH. Jadi total reaksi glikolisis secara anaerob dalam sel otot secara
keseluruhan adalah sebagai berikut:
Glukosa + 2 ADP + 2Pi ------ 2 laktat + 2 ATP + 2H+.
Akumulasi laktat ini tidak menyebabkan kelelahan otot seperti yang dipercaya selama ini,
melainkan akumulasi laktat tersebut menjadikan suasana asam (otot dapat meneruskan
aktivitasnya meskipun konsentrasi laktat tinggi dengan syarat pH dijaga tetap konstan). Ini
adalah benar, bahwa daging hewan yang dibiarkan berlari sampai kecapekan akan terasa
asam karena akumulasi asam laktat dalam jaringan ototnya.


Universitas Sumatera Utara

2.1.1.5. Glikogenolisis
Glikogen merupakan bentuk penyimpanan karbohidrat yang utama di tubuh mamalia
dan dijumpai terutama di hati dan otot. Dalam hati, fungsi utama glikogen adalah untuk
melayani jaringan tubuh lain lewat pembentukan glukosa darah. Di otot unsur ini hanya
memenuhi kebutuhan organ itu sendiri sebagai sumber bahan bakar metabolik yang siap
dipakai (Mayes, 2003).
Glikogen disintesis dari glukosa dan prekursor lainnya lewat lintasan glikogenesis.
Pemecahan terjadi melalui sebuah lintasan terpisah yang dikenal sebagai glikogenolisis.
Glikogenolisis menyebabkan pembentukan glukosa di hati dan pembentukan laktat di otot
yang masing-masing terjadi akibat adanya atau tidak adanya enzim glukosa fosfatase
(Mayes, 2003).
AMP siklik mengintegrasikan pengaturan glikoneogenesis dan glikogenesis secara timbal
balik dengan mendorong aktivitas enzim fosforilase dan inhibisi enzim glikogen sintase
(Mayes, 2003).
2.1.1.6. Glukoneogenesis
Glukoneogenesis

merupakan mekanisme untuk mengonversikan unsur-unsur


nonkarbohidrat menjadi glukosa atau glikogen. Proses ini memberikan glukosa pada tubuh
disaat karbohidrat tidak tersedia. Substrat yang penting adalah asam amino, glukogenik,
laktat, gliserol dan propionat (Mayes, 2003).
Lintasan glukoneogenesis yang ditemukan di hati dan di ginjal memanfaatkan reaksi
pada glikolisis yang reversibel tambah 4 reaksi tambahan untuk menghindari reaksi
nonekuilibrium yang ireversibel. Enzim yang mengkatalisis reaksi tambahan tersebut adalah
piruvat karbosilase, fosfoenolpiruvat, fruktosa 1,6-Bifosfatase dan glukosa-6-fosfatase
(Mayes, 2003).
Laktat membentuk piruvat yang memasuki mitokondria untuk menjalani karbosilasi
menjadi oksaloasetat sebelum terjadi konversi menjadi fosfoenolpiruvat yang diikuti dengan
biosintesis glukosa di sitosol (Mayes, 2003).
Glikolisis dan glikoneogenesis merupakan lintasan yang sama tetapi bekerja dengan
arah yang berlawanan, sehingga aktivitas keduanya harus diatur secara timbal balik. Cara
ini dicapai dengan tiga mekanisme yang utama yang mempengaruhi aktivitas enzim-enzim

Universitas Sumatera Utara

penting, yaitu (1) induksi atau represi sistem enzim (2) modifikasi kovalen oleh fosforilasi
yang reversibel dan (3) efek alosterik (Mayes, 2003).

Sel hati yang dapat melewati glukosa dengan bebas merupakan yang utama untuk
mengatur glukosa darah karena sel tesebut mengandung enzim glukokinase dengan Km yang
tinggi, yang secara spesifik disesuaikan dengan fungsi pengeluaran glukosa sesudah makan.
Insulin disekresikan sebagai respon langsung hiperglikemia; hormon ini akan membantu
hati untuk menyimpan glukosa dalam bentuk glikogen dan memfasilitasi pengambilan
glukosa oleh jaringan ekstrahepatik. Glukagon disekresikan sebagai respon terhadap
hipoglikemia dan mengaktifkan glikogenesis serta glukoneogenesis di hati yang
menyebabkan pelepasan glukosa ke dalam darah (Meyes, 2003).
Enzim-enzim glukoneogenesis yang cacat akan menimbulkan hipoglikemia dan
asidosis asam laktat. Penyebab oksidasi asam lemak merupakan penyebab tambahan adanya
gangguan pada glikoneogenesis dan hipoglikemia (Mayes, 2003).

2.1.2. Proses Pencernaan Glukosa
Gula sederhana (monosakarida) tidak perlu dicerna sebelum diabsorpsi, yang biasa
berlangsung di dalam usus halus. Disakarida dipecah oleh enzim yang spesifik untuk
masing-masing gula, saat disakarida melewati permukaan mukosa usus halus. Pati matang
(yang telah dimasak) dicerna oleh amilase ludah di dalam mulut. Kadar pH dalam lambung
yang rendah mencegah proses pencernaan lebih lanjut, tetapi di duodenum dan jejunum pH
naik dan tersedia amilase pankreas. Amilase ini menyebabkan pemecahan selang-seling
pada ikatan α1-4 dalam pati mentah atau matang. Amilosa terutama didegradasi menjadi

maltosa dan maltotriosa serta dilepaskan sejumlah kecil glukosa. Amilopektin dipecah
menjadi oligosakarida, yang kemudian didegradasi oleh enzim oligosakaridase spesifik
yang terikat pada sel brush border dengan hasil akhirnya adalah glukosa. (Barasi, 2009).
Glukosa dan galaktosa diangkut dari usus halus, melintasi membran apikal dan
memasuki aliran darah dengan mekanisme 2 tahap.
1. Sekelompok protein pengangkut glukosa berada pada membran sel. Pada mulanya
glukosa bergerak mengikuti penurunan gradien konsentrasi dari lumen usus halus

Universitas Sumatera Utara

menuju sel apikal. Pengangkut GLUT-1, yang berikatan dengan natrium,
memfasilitasi difusi ini.
2. Ion natrium kemudian diangkut keluar secara aktif dari sel apikal. Molekul glukosa
berpindah dari sel apikal menuju aliran darah, menggunakan molekul pengangkut
berikutnya GLUT-2 dan difusi yang terfasilitasi (Barasi, 2009).
2.1.2.1. Metabolisme Glukosa
Semua sel tidak pernah berhenti mendapat pasokan glukosa, tubuh mempertahankan
kadar glukosa darah yang konstan, yaitu sekitar 80-100 mg/dL bagi dewasa dan 80-90
mg/dL bagi anak, walaupun pasokan makanan dan kebutuhan jaringan berubah-ubah
sewaktu kita tidur, makan, dan bekerja (Cranmer dkk, 2009).

Proses ini disebut homeostasis glukosa. Kadar glukosa yang rendah, yaitu
hipoglikemia dicegah dengan pelepasan glukosa dari simpanan glikogen hati yang besar
melalui jalur glukoneogenesis dan melalui pelepasan asam lemak dari simpanan jaringan
adiposa apabila pasokan glukosa tidak mencukupi. Kadar glukosa yang tinggi

yaitu

hiperglikemia dicegah oleh perubahan glukosa menjadi triasilgliserol di jaringan adiposa.
Keseimbangan antar jaringan dalam menggunakan dan menyimpan glukosa selama puasa
dan makan terutama dilakukan melalui kerja hormon homeostasis metabolik yaitu insulin
dan glukagon (Ferry, 2008).
2.1.2.2. Metabolisme Glukosa di Hati
Jaringan pertama yang dilewati melalui vena hepatika adalah hati. Dalam hati
glukosa dioksidasi dalam jalur-jalur yang menghasilkan ATP untuk memenuhi kebutuhan
energi segera sel-sel hati dan sisanya diubah menjadi glikogen dan triasilgliserol. Insulin
meningkatkan penyerapan dan penggunaan glukosa sebagai bahan bahan bakar, dan
penyimpanannya sebagai glikogen serta triasilgliserol. Simpanan glikogen dalam hati bisa
mencapai maksimum sekitar 200-300 g setelah makan makanan yang mengandung
karbohidrat. Sewaktu simpanan glikogen mulai penuh, glukosa akan mulai diubah oleh hati
menjadi triasilgliserol (Marks dkk., 2000).

2.1.2.3. Metabolisme glukosa di jaringan lain
Glukosa dari usus, yang tidak dimobilisis oleh hati, akan mengalir dalam darah
menuju jaringan perifer. Glukosa akan dioksidasi menjadi karbon dioksida dan air. Banyak

Universitas Sumatera Utara

jaringan misalnya otot menyimpan glukosa dalam jumlah kecil dalam bentuk glikogen
(Raghavan dkk., 2009).
2.1.2.4. Metabolisme glukosa di otot
Otot rangka yang sedang bekerja menggunakan glukosa dari darah atau dari
simpanan glikogennya sendiri, untuk diubah menjadi laktat melalui glikolisis atau menjadi
laktat melalui glukolisis atau menjadi CO2 dan H2O. Setelah makan, glukosa digunakan
oleh otot untuk memulihkan simpanan glikogen yang berkurang selama otot bekerja melalui
proses yang dirangsang oleh insulin. Otot yang sedang bekerja juga menggunakan bahan
bakar lain dari darah, misalkan asam-asam lemak (Raghavan dkk., 2009).
2.1.2.5. Metabolisme glukosa di jaringan adiposa
Insulin merangsang penyaluran glukosa ke dalam sel-sel adiposa. Glukosa
dioksidasi menjadi energi oleh adiposit. Selain itu, glukosa digunakan sebagai sumber untuk
membentuk gugus gliserol pada triasilgliserol yang disimpan dijaringan adiposa (Bell dkk.,
2001).

2.1.3. Sistem Metabolisme Otot Pada Kerja Fisik
Di dalam otot terdapat sistem metabolik dasar yang sama seperti di dalam semua bagian
tubuh yang lain. Terdapat tiga sistem metabolik yang bersifat sangat penting untuk
memahami batasan aktivitas fisik. Sistem ini adalah sistem fosfagen, sistem glikogen-asam
laktat, dan sistem aerobik.
2.1.3.1. Sistem fosfagen
Sumber dasar energi otot adalah Adenosine Triphosphate (ATP). Jumlah ATP yang
terdapat pada otot seorang atlet yang terlatih dengan baik hanya cukup untuk
mempertahankan daya otot yang maksimal selama tiga detik.
Oleh karena itu, penting bahwa ATP yang baru terus menerus harus dibentuk.
Ketika ATP terurai menjadi Adenosine Diphosphate (ADP) dan Adenosine Monophosphate
(AMP) dihasilkan energi yang dapat digunakan untuk kontraksi otot skeletal selama latihan
fisik. Tiap molekul ATP yang terurai diperkirakan menghasilkan energi sebesar 7-12 kalori.

Universitas Sumatera Utara

Selain ATP otot skeletal juga mempunyai senyawa fosfat berenergi tinggi lain yaitu
Creatine Phosphate (CP) yang dapat digunakan untuk menghasilkan ATP. Gabungan antara
ATP dan CP disebut sistem energi fosfagen. Sistem ATPCP merupakan sistem energi
anaerobik.

2.1.3.2. Sistem Glikogen- Asam Laktat
Glikogen yang disimpan di dalam otot dapat dipecah menjadi glukosa dan glukosa
kemudian digunakan untuk energi. Tahap awal proses ini disebut glikolisis. Selama
glikolisis setiap molekul glukosa dipecah menjadi dua molekul asam piruvat dan energi
dilepaskan untuk membentuk empat molekul ATP. kemudian asam piruvat akan masuk ke
mitokondria sel otot dan bereaksi dengan oksigen untuk membentuk lebih banyak molekul
ATP. Akan tetapi, bila tidak terdapat oksigen yang cukup untuk melangsungkan tahap
kedua metabolisme glukosa ini, sebagian besar dari asam piruvat akan diubah menjadi asam
laktat.
Karakteristik dari sistem glikogen-asam laktat adalah bahwa sistem ini dapat
membentuk molekul ATP kira kira 2,5 kali lebih cepat daripada yang dapat dilakukan oleh
mekanisme oksidatif mitokondria.
2.1.3.3 Sistem aerobik
Sistem aerobik berarti oksidasi dari bahan makanan di dalam mitokondria untuk
menghasilkan energi. Dalam sistem aerobik dibutuhkan O2 untuk menguraikan
glikogen/glukosa menjadi CO2 dan H2O melalui siklus krebs dan sistem transpot elektron.
Waktu yang diperlukan untuk membentuk ATP pada sistem aerobik lebih lambat
dibandingkan dengan sistem fosfagen dan sistem glikogen asam-laktat, tetapi jumlah ATP
yang dihasilkan lebih banyak.

2.2. Olahraga
2.2.1 Definisi Olahraga
Menurut Gale Encyclopedia of Medicine (2008), olahraga adalah aktivitas fisik yang
direncanakan, terstruktur, dan dikerjakan secara berulang dan bertujuan memperbaiki atau
menjaga kesegaran jasmani. Sedangkan menurut Mosby’s Medical Dictionary (2009),

Universitas Sumatera Utara

olahraga adalah aktivitas fisik yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan, atau
memelihara kesegaran jasmani (fitness) atau sebagai terapi untuk memperbaiki kelainan
atau mengembalikan fungsi organ dan fungsi fisiologis tubuh.

2.2.2 Jenis-jenis olahraga
2.2.2.1. Olahraga aerobik
Olahraga aerobik adalah suatu bentuk aktivitas fisik yang melibatkan otot-otot besar dan
dilakukan dalam intensitas yang cukup rendah serta dalam waktu yang cukup lama
(Sherwood, 2001). Terdapat banyak jenis latihan fisik aerobik, yaitu:
a. Berjalan
b. Jogging
c. Senam
d. Renang
e. Bersepeda
f. Lari
g. Aktivitas olahraga seperti sepak bola, bulu tangkis
Menurut Dorland’s Medical Dictionary (2007), olahraga aerobik adalah aktivitas fisik
yang dirancang utnuk meningkatkan konsumsi oksigen dan meningkatkan fungsi sistem
respirasi dan sistem kardiovaskular. Latihan aerobik dilakukan dengan tujuan untuk
meningkatkan ketahanan kardiovaskular dan untuk menurunkan berat badan. Olahraga jenis
ini sangat dianjurkan pada orang yang mengalami obesitas atau overweight (Sherwood,
2001; CDC, 2011; Cleveland Clinic, 2011). Olahraga aerobik atau yang biasa disebut
latihan kardiovaskular meningkatkan fungsi kerja paru, jantung dan melancarkan sirkulasi
darah, sehingga tubuh mendapatkan dan menggunakan oksigen lebih baik untuk
metabolisme sel. Oksigen berfungsi dalam pembentukan sumber energi tubuh yaitu
adenosin trifosfat (ATP) dengan menggunakan siklus asam sitrat sebagai jalur metabolisme
utama (Sherwood, 2001).
Aktivitas fisik yang termasuk olahraga aerobik adalah jalan cepat, jogging atau lari-lari
kecil, renang, dansa, atau bersepeda. Intensitas dalam setiap olahraga aerobik berbeda-beda.
Intensitas adalah usaha yang diberikan setiap orang dalam mengerjakan aktivitas fisik.
American Heart Association (AHA) menganjurkan, setidaknya dilakukan aktivitas fisik
dengan intensitas sedang, yaitu di mana Target Heart Rate (THR) atau detak jantung yang
diinginkan adalah 60-80% dari perkiraan detak jantung maksimal, (Cleveland Clinic, 2011).

Universitas Sumatera Utara

Perkiraan detak jantung maksimal adalah 220 dikurang dengan umur saat ini. AHA juga
menganjurkan olahraga aerobik dilakukan dalam 20-30 menit perharinya untuk mengurangi
risiko terkena penyakit jantung koroner. Frekuensi atau jumlah hari untuk olahraga dalam
seminggu yang dianjurkan adalah 3-7 hari perminggu (AHA, 2001).
Menurut salah satu institusi kesehatan jantung dan toraks terbesar di Amerika Serikat,
Cleveland Clinic (2011), olahraga aerobik memiliki tiga bagian yang utama, yaitu:
a. Warm-up
Pada bagian warm-up atau biasa disebut pemanasan, dilakukan latihan
gerakan-gerakan dengan intensitas rendah selama 3-5 menit.
b. Conditioning
Pada bagian ini dilakukan latihan aerobik dalam durasi 30-45 menit sampai
mencapai THR yang diinginkan.
c. Cool-down
Bagian ini memerlukan waktu selama 3-5 menit dengan latihan intensitas
rendah untuk menurunkan detak jantung secara perlahan dan mengurangi risiko
kecelakaan.

2.2.2.2. Olahraga anaerobik
Olahraga anaerobik adalah suatu bentuk aktivitas fisik yang tidak memerlukan
oksigen dalam pelaksanaannya. Terdapat dua jenis latihan anaerobik, yaitu lari cepat dan
angkat beban. Olahraga angkat beban ini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan
massa otot dan tonus otot (CDC, 2011) yang meningkatkan penggunaan glukosa dan
membantu pengendalian glukosa darah (Devlin, 2009). Cleveland Clinic (2011)
menganjurkan frekuensi olahraga anaerobik dalam seminggu memiliki satu atau dua hari
tanpa olahraga di antara hari-hari latihan. Satu set adalah sejumlah repetisi atau perulangan
kembali gerakan. Cleveland Clinic (2011) juga menganjurkan satu set mengandung 12-20
kali repetisi dengan angkat beban ringan dan 8-12 repetisi angkat beban berat untuk
membentuk massa otot. Disarankan terdapat masa recovery yaitu 0-180 detik di antara dua
set. Hal ini untuk mencegah kelelahan otot yang lebih cepat.

2.2.3. Manfaat Olahraga
Menurut Centre for Diseases Control and Prevention (CDC) pada tahun 2011, terdapat
enam manfaat olahraga, yaitu:
1. Mengontrol berat badan.

Universitas Sumatera Utara

2. Menurunkan tekanan darah.
3. Menurunkan risiko terkena penyakit diabetes tipe 2, serangan jantung, stroke, dan
beberapa bentuk kanker.
4. Menurunkan nyeri arthritis dan cacat akibat arthritis
5. Menurunkan risiko terkena osteoporosis
6. Menurunkan gejala depresi dan kecemasan.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, olahraga yang baik untuk menurunkan berat
badan pada orang yang mengalami obesitas atau overweight adalah olahraga aerobik,
intensitas sedang dengan frekuensi ≥ 3 kali perminggu. Lebih banyak aktivitas fisik yang
dilakukan, lebih banyak kalori yang dibakar untuk digunakan sebagai energi dalam
menurunkan berat badan (CDC, 2011). Jika asupan kalori juga dibatasi, maka gabungan
antara aktivitas fisik dan penurunan jumlah kalori yang dimakan menimbulkan suatu
“calorie deficit” yang akhirnya akan menyebabkan penurunan berat badan (CDC, 2011).
Braden dkk. (1998) dalam Adiwinanto (2008) mengatakan bahwa, latihan fisik yang
berhubungan dengan posisi berat badan 30 menit, tiga kali seminggu selama 32 minggu
meningkatkan densitas mineral tulang belakang, kaki dan densitas mineral total tubuh. Hal
ini berkaitan dengan manfaat olahraga yang diungkapkan oleh CDC (2011) tentang olahraga
mencegah terjadinya osteoporosis.

2.2.4. Fisiologis Olahraga
Tubuh manusia merupakan sesuatu mesin yang luar biasa di mana aktivitas tubuh
yang terkoordinasi sempurna terjadi secara simultan. Peristiwa-peristiwa tubuh ini
memungkinkan fungsi kompleks tubuh seperti mendengar, melihat, bernapas serta
pengolahan informasi tanpa upaya kesadaran. Apabila seseorang melakukan aktivitas
seperti berjalan, dia akan menggeser sistem tubuh dari keadaan istirahat kepada keadaan
aktif. Jika aktivitas itu dilakukan beberapa kali, tubuhnya akan beradaptasi terhadap
aktivitas tersebut. Aktivitas yang dilakukan tadi disebut “aktivitas fisik”. Aktivitas fisik ini
merupakan proses yang rumit dimana pelatih perlu mengawasi perubahan pada subjek
setiap menit sewaktu aktivitas. Oleh karena itu, jika seseorang itu ingin menjadi atlet, dia
perlu mempunyai tingkat aktivitas fisik yang lebih tinggi dibanding dengan populasi normal
( Shetty, 2005).

Universitas Sumatera Utara

Perubahan fisiologis yang nyata dapat terjadi dalam tubuh kita apabila aktivitas fisik
atau latihan olahraga yang berterusan dilakukan. Oleh karena itu, tanggapan tehadap latihan
memiliki dua aspek analog dengan respon tubuh terhadap ligkungan stres. Salah satunya
adalah respon jangka pendek yaitu serangan tunggal setelah sesekali olahraga ataupun dapat
disebut latihan akut. Aspek kedua adalah respon jangka panjang yaitu setelah olahraga
teratur yang mempermudahkan latihan berikutnya serta meningkatkan kinerjanya. Adaptasi
terhadap latihan kronik ini disebut “training”. (Willmore dkk, 1999) Adaptasi terhadap
latihan akut adalah respon terhadap latihan di mana efek terhadap pelatihan (Willmore,
1994).
Respon jangka pendek serta jangka panjang ini memenuhi kebutuhan energi.
Kenaikan pesat dalam kebutuhan energi sewaktu latihan memerlukan penyesuaian
peredaran darah yang seimbang untuk memenuhi peningkatan kebutuhan oksigen, nutrisi
serta mengeliminasi produk akhir metabolisme seperti karbon dioksida dan asam laktat dan
membebaskan panas berlebihan. Pergeseran metabolisme tubuh terjadi melalui kegiatan
terkoordinasi dari semua sistem tubuh iaitu neuromuskuler, respiratori, kardiovaskular,
metabolik, dan hormonal (Shetty , 2005).

2.2.4.1. Respon Jangka Panjang dan Pendek Terhadap Latihan Fisik
2.2.4.1.1. Sistem respirasi
Latihan fisik akan mempengaruhi konsumsi oksigen dan produksi karbon dioksida.
Kadar oksigen dalam jumlah yang besar akan terdifusi dari alveoli ke dalam darah vena
kembali ke paru-paru. Sebaliknya, kadar karbon dioksida yang sama banyak masuk dari
darah ke dalam alveoli. Oleh itu, ventilasi akan meningkat untuk mempertahankan
konsentrasi gas alveolar yang tepat untuk memungkinkan peningkatan pertukaran oksigen
dan karbon dioksida (William, 1999).
Permulaan aktivitas fisik ini disertai dengan peningkatan dua tahap ventilasi. Hampir
segera dapat terlihat peningkatan pada inspirasi dan kenaikan bertahap pada kedalaman dan
tingkat pernapasan. Kedua tahap penyesuaian menunjukkan bahwa kenaikan awal dalam
ventilasi diproduksi oleh mekanisme gerakan tubuh setelah latihan dimulai, namun sebelum
rangsangan secara kimia, korteks motor menjadi lebih aktif dan mengirimkan impuls
stimulasi ke pusat inspirasi, yang akan merespon dengan meningkatkan respirasi juga.
Secara umpan balik proprioseptif dari otot rangka dan sendi aktif memberikan masukan
tambahan tentang gerakan ini dan pusat pernapasan dapat menyesuaikan kegiatan itu
berdasarkan kesesuaiannya (Guyton, 2006).

Universitas Sumatera Utara

Tahap kedua lebih bertahap dengan kenaikan respirasi yang dihasilkan oleh
perubahan status suhu dan kimia dari darah arteri. Sambil latihan berlangsung, peningkatan
proses metabolisme pada otot menghasilkan lebih banyak panas, karbon dioksida dan ion
hidrogen. Semua faktor ini meningkatkan penggunakan oksigen dalam otot, yang
meningkatkan oksigen arteri juga. Akibatnya, lebih banyak karbon dioksida memasuki
darah, meningkatkan kadar karbon dioksida dan ion hidrogen dalam darah. Hal ini akan
dirasakan oleh kemoreseptor, yang sebaliknya merangsang pusat inspirasi, dimana terjadi
peningkatan dan kedalaman pernapasan. Beberapa peneliti telah menyarankan bahwa
kemoreseptor dalam otot juga mungkin terlibat iaitu dengan meningkatkan ventilasi dengan
meningkatkan volume tidal (Willmore, 1999).
Walaupun sistem kardiovaskular adalah begitu efisien dengan menyuplai jumlah
darah yang cukup ke jaringan, daya tahan masih terhalang jika sistem pernapasan tidak
membawa oksigen yang cukup untuk memenuhi permintaan. Fungsi sistem pernapasan
biasanya tidak terbatas karena ventilasi dapat ditingkatkan ke tingkat yang lebih besar
daripada fungsi kardiovaskular. Melainkan sistem kardiovaskuler dan sistem lain, sistem
respirasi juga mengalami adaptasi khusus untuk ketahanan pelatihan untuk memaksimalkan
efisiensi. Adaptasi ini meliputi, peningkatan ventilasi dengan peningkatan dalam
pengambilan oksigen maksimal dengan minimum empat minggu pelatihan (William, 1991)
dan diikuti dengan pengurangan yang signifikan pada ventilasi yang setara yang diamati.
Akibatnya, sedikit udara akan dihirup pada konsumsi oksigen pada tingkat tertentu. Hal ini
akan mengurangi persentase oksigen total yang digunakan dibandingkan pernapasan. Oleh
karena itu, keadaan ini membantu dalam melakukan olahraga berat yang berkepanjangan
tanpa kelelahan otot ventilasi. Mekanisme yang tepat tidak diketahui untuk adaptasi
pelatihan dalam sistem ventilasi. Secara umum, ada peningkatan dalam 'volume dan
kapasitas' saat istirahat karena fungsi pernapasan ditingkatkan (Bijalani, 1998).
2.2.4.1.2. Sistem Kardiovaskular
Memahami dasar anatomi dan fisiologi sistem kardiovaskuler, seseorang dapat
melihat secara khusus bagaimana sistem ini merespon terhadap peningkatan tuntutan tubuh
sewaktu pelatihan. Selama latihan, permintaan oksigen di otot aktif meningkat, lebih banyak
nutrisi digunakan dan proses metabolisme dipercepatkan serta menghasilkan sisa
metabolisme. Jadi, untuk memberikan lebih banyak nutrisi dan untuk menghilangkan sisa
metabolisme, sistem kardiovaskuler harus beradaptasi untuk memenuhi tuntutan sistem
muskuloskeletal selama latihan (Willmore, 1999).

Universitas Sumatera Utara

Respon akut atau langsung yang terlihat sewaktu latihan adalah peningkatan
kontraktilitas miokard, peningkatan curah jantung, peningkatan denyut jantung, tekanan
darah dan respon perifer termasuk vasokonstriksi umum pada otot-otot dalam keadaan
istirahat, ginjal, hati, limpa dan daerah splanknikus ke otot-otot kerja dan juga ada
peningkatan tekanan darah sistolik akibat curah jantung yang meningkat. Dengan pelatihan
yang ada akan ditandai penurunan denyut nadi dan pengurangan tekanan darah saat istirahat
dengan peningkatan volume darah dan hemoglobin (Guyton, 2006).
Selama tenaga digunakan, akan masih terjadi penurunan denyut nadi, peningkatan
stroke volume, peningkatan curah jantung (Carolin Kisner, 1996) dan peningkatan ekstraksi
oksigen oleh otot bekerja karena perubahan enzimatik dan biokimia pada otot serta
peningkatan konsumsi oksigen maksimal untuk setiap intensitas latihan yang diberikan
(Ganong, 2005).

2.2.4.1.3. Sistem Muskuloskeletal
Peningkatan aliran darah ke otot-otot yang bekerja memberikan oksigen tambahan.
Maka, ekstraksi oksigen lebih banyak dari sirkulasi darah dan penurunan PO2 jaringan lokal
dan peningkatan PCO2. Setelah pelatihan daya tahan, ada peningkatan aktivitas enzim
mitokondria pada kedua serat lambat dan cepat tanpa mengubah kecepatan kontraksi serat.
Oleh itu, pelatihan meningkatkan kemampuan kedua jenis serat untuk menyediakan energi
selama latihan berkepanjangan. Setelah mengikuti latihan kekuatan, kegiatan intensitas
tinggi membutuhkan perbaikan besar dalam kekuatan otot dan kapasitas aerobik tinggi.
Selain itu, akan terjadi peningkatan ukuran otot-otot yang terlibat iaitu hipertrofi. (Carolin
Kisner, 1996).

2.2.4.1.4. Sistem Metabolik
Sumber langsung untuk kontraksi otot diisi kembali oleh proses fosforilasi oksidatif
yang membutuhkan O2. Ketika kebutuhan energi melebihi batas metabolisme, metabolisme
anaerobik akan menjadi suplemen sistem pasokan energi selama latihan. Selama intensitas
tiba-tiba yang berat seperti 100 menit atau “Power Lifting”, hampir semua energi berasal
dari ATP dan kreatinin fosfat. Sewaktu latihan berlangsung, peningkatan penyimpanan
untuk kreatinin fosfat serta glikogen berlangsung. Aktivitas kreatin kinase meningkat karena
adanya peningkatan jumlah serta ukuran mitokondria. Dengan demikian, ada akumulasi
asam laktat yang rendah dan penurunan pH sehingga menurunkan kelelahan. (Bijalani,
1998).

Universitas Sumatera Utara

2.2.4.1.5. Perubahan sistem lain
Perubahan sistem lainnya meliputi penurunan lemak tubuh, kolesterol darah dan
kadar trigliserida, peningkatan aklimatisasi panas dan peningkatan kekuatan tulang, ligamen
dan tendon (Shetty, 2005).

Universitas Sumatera Utara