Perbedaan Perubahan Kadar Glukosa Darah antara Sebelum Mulai Belajar dan Sebelum Waktu Istirahat, pada Siswa SMA Mulia yang Sarapan dan Tidak Sarapan

(1)

Perbedaan Perubahan Kadar Glukosa Darah

antara Sebelum Mulai Belajar dan Sebelum

Waktu Istirahat , pada Siswa SMA Mulia

Yang Sarapan dan Tidak Sarapan.

Oleh :

MADINAH BT ZAINAL MUSTPHA 070100424

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Perbedaan Perubahan Kadar Glukosa Darah antara Sebelum Mulai Belajar dan Sebelum Waktu Istirahat , pada Siswa SMA Mulia Yang Sarapan dan Tidak Sarapan.

Nama : Madinah bt Zainal Mustpha NIM : 070100424

Pembimbing Penguji I

(Dr. Yahwardiah Siregar, dr. PhD) (Dr. Almaycano Ginting, M.kes)

Penguji II

(Dr. Sri Sofyani, SpA)


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan hasil karya tulis ilmiah yang berjudul Perbedaan Perubahan Kadar Glukosa Darah Antara Sebelum Mulai Belajar dan Sebelum Istirahat, pada Siswa SMA Mulia Yang Sarapan dan Tidak Sarapan.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada mereka yang telah memberikan banyak bantuan dan semangat yang tidak putus-putus sehingga selesai tugas ini.

Sekalung penghargaan tidak terhingga kepada dosen pembimbing penulis yaitu Dr. Yahwardiah Siregar, dr. PhD yang tidak jemu memberi tujuk ajar dan bimbingan selama penelitian dijalankan.

Ucapan terima kasih buat ayahanda, Zainal Mustpha dan bonda, Rokiah Sadi Sutan yang tercinta yang sentiasa memberi kata peransang dan doa, dan ahli keluarga tersayang yang jauh di mata tetapi dekat di hati. Jasa dan pengorbanan kalian akan diingati selalu dan hanya Allah mampu membalasnya. Terima kasih juga buat teman kelompok KTI yang saya kasihi; Lina Mumtazah bt Makmor, Mohd Ilham b Abd Karim, Muhammad Faiz Zulkifli, dan Muhammad Hafiz Suhaimi.

Terima kasih juga kepada semua pihak yang terlibat secara langsung atau tidak langsung yang telah membantu kelancaran dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna oleh keterbatasan kemampuan peneliti, untuk itu saran dan kritik selalu penulis harapkan untuk mendukung kualitas penelitian dan demi sempurnanya karya tulis ilmiah ini. Semoga amal baik dari semua pihak


(4)

mendapat pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT, dan semoga penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Malaysia, 22 Nov 2010

Peneliti


(5)

ABSTRAK

Sarapan pagi digambarkan sebagai waktu makan yang terpenting dalam sehari. Pada anak, sarapan pagi dikaitkan dengan proses belajar dan indeks prestasi di sekolah karena sarapan memberi pengaruh terhadap

cognitive performance. Glukosa yang stabil dalam darah sangat baik untuk

proses belajar dan memori.

Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk melihat perbedaan perubahan kadar glukosa darah,KGD antara sebelum mulai belajar dan sebelum waktu istirahat pada siswa SMA Mulia yang sarapan dan tidak sarapan.

Desain penelitian ini adalah cross sectional study dengan menggunakan tehnik consecutive sampling. Pemeriksaan kadar glukosa darah sebelum mulai belajar diambil jam 7 pagi dan sebelum waktu istirahat jam 10.30 pagi. Cara ukur dengan mencucuk ujung jari dengan menggunakan hemolet untuk mengambil setetes darah. Darah diteteskan ke atas strip dan diukur dengan alat pengukur kadar glukosa darah. Perubahan kadar glukosa darah antara jam 7-10 pagi dicatatkan.

Sebanyak 38 responden yang terdiri dari daripada siswa laki-laki SMA Mulia, Medan yang sehat berusia 16-17 tahun. Pada jam 7 pagi, siswa yang sarapan nilai rata-rata KGD adalah 114.42 (SD=12.57) dan tidak sarapan nilai rata-rata KGD 101.42 (SD=16.51). Pada jam 10.30 pagi, pada siswa yang sarapan nilai rata-rata KGD adalah 113.47 (SD=12.62) dan yang tidak sarapan nilai rata-rata KGD 102.11 (SD=16.95). Nilai rata-rata perubahan kadar glukosa darah jam 7-10.30 pada siswa yang sarapan adalah 10.21 (SD=10.27) dan tidak sarapan adalah 11.48 (SD=9.31). Uji T dependen pada sarapan p=0.781 dan tidak sarapan p=0.848. Uji T independen menunjukkan nilai p perubahan kadar glukosa darah antara jam 7-10.30 pagi adalah 0.823.

Hasil menunjukkan tidak ada perbedaan perubahan kadar glukosa antara sebelum mulai belajar dan sebelum istirahat pada siswa SMA Mulia yang sarapan dan tidak sarapan apabila nilai (p > 0.05). Namun demikian, pada siswa yang tidak sarapan berisiko KGD rendah. Ini menunjukkan kepentingan sarapan.


(6)

ABSTRACT

Breakfast is the most important meal to be consumed everyday. For children, breakfast related with learning process and performance at school because breakfast give impact to cognitive performance. A stable glucose level in blood was very good for learning process and memory.

The objectives of this study was to measure the differences of the blood glucose level, BGL changes before class until recess between students that consumed and not consumed breakfast.

The design of this study was cross sectional study with consecutive sampling technique. Blood glucose levels were measured before class at 7 a.m. and before recess at 10.30 a.m. A drop of blood taken from the tip of a finger used hemolet then been drop to the strip and measured by glucometer. The BGL changes between 7-10.30 a.m. were briefly recorded.

The study included 38 healthy students aged 16-17 years old who studied in SMA Mulia, Medan. At 7 a.m., the mean BGL for students consumed breakfast 114.42 (SD=12.57) and not consumed breakfast BGL 101.42 (SD=16.51). At 10.30 a.m., the mean BGL for students that consumed breakfast 113.47 (SD=12.62) and not consumed breakfast BGL 102.11 (SD=16.95). The mean for BGL changes 7-10.30 a.m., for students consumed breakfast was 10.21 (SD=10.27) and not consumed breakfast 11.48 (SD=9.31). T dependent test for breakfast p=0.781 and not consumed breakfast p=0.848. T independent test showed value p for blood glucose level changes between 7-10.30 a.m. was 0.823.

Result showed there was no significant value in the study when (p>0.05). It found that there was no differences of the blood glucose level, BGL changes before class until recess between students that consumed and not consumed breakfast. Nevertheless, the students that not consumed breakfast have risk for low BGL. This showed the important of breakfast. Kata kunci : BGL, student, breakfast, not consumed breakfast


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Persetujuan……… i

Kata Pengantar………. ii

Abstrak……….. iv

Daftar Isi………...………. vi

Daftar Tabel……….. x

Daftar Gambar……….. xi

Daftar Lampiran... xii

Daftar Singkatan... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN………..……. … 1

1.1. Latar Belakang………. 1

1.2. Rumusan Masalah……….. .. 4

1.3. Tujuan Penelitian………. 4

1.4. Manfaat Penelitian……… … 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………..………. … 5

2.1. Glukosa……… 5

2.1.1 Definisi Glukosa………..………….. 5

2.1.2 Kadar glukosa darah………...……… 5

2.2. Pencernaan karbohidrat………...……… 5

2.2.1 Metabolisme glukosa………...……… 6

2.2.2 Metabolisme glukosa di hati……… 6

2.2.3 Metabolisme glukosa di jaringan lain…..……….…………. 7


(8)

2.2.5 Metabolisme glukosa di sel darah merah……….. 7

2.2.6 Metabolisme glukosa di otot………... 8

2.2.7 Metabolisme glukosa di jaringan adiposa………. 8

2.3. Glikogen……… 8

2.3.1 Pembentukan glikogen……….. 8

2.3.2 Penguraian glikogen……… 9

2.3.3 Metabolisme glikogen hati………10

2.4. Glikolisis………..……… 10

2.5. Glukoneogenesis………11

2.5.1 Pembentukan Zat Antara Glukoneogenik dari Sumber Karbon………..12

2.5.1.1 Laktat, asam amino, dan gliserol……… 12

2.5.1.2 Propionat………... 12

2.5.2 Jalur glukoneogenesis………... 13

2.6. Jalur pentosa fosfat………..………. 15

2.6.1 Fase oksidatif jalur pentosa fosfat……….. 15

2.6.2 Fase nonoksidatif jalur pentosa fosfat……… 15

2.7. Transpor glukosa………...… 16

2.7.1 Transpor glukosa ke dalam jaringan………... 16

2.7.2 Transpor glukosa melewati sawar darah-otak dan ke dalam Neuron..……….. 17

2.8. Homeostasis metabolik.……… 18

2.8.1 Hormon utama pada homeostasis metabolik………. 18

2.8.2 Insulin………...……. 19


(9)

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL….…… 22

3.1. Kerangka Konsep Penelitian………....… 22

3.2. Definisi Operasional………. 23

3.3. Hipotesa……….……… 24

BAB 4 METODE PENELITIAN……….……… 25

4.1. Jenis Penelitian……… 25

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian…….…………..……….. 25

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian….………..………….. 25

4.4. Metode Pengumpulan Data………. 27

4.4.1 Etichal Clearance………. 27

4.4.2 Mengukur Kadar Glukosa Darah……….. 27

4.5. Pengolahan dan Analisis Data……….. 30

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 31

5.1. Hasil Penelitian………..……. 31

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian……….……. 31

5.1.2 Deskripsi Responden………..……….…….. 32

5.1.3 Frekuensi Responden……….…... 32

5.1.4 Distribusi Kadar Glukosa Darah Siswa Jam 7.………..… 33

5.1.5 Distribusi Kadar Glukosa Darah Siswa Jam 10.30…….... 34

5.1.6 Hasil Analisis Statistik……….…. 35

5.2. Pembahasan………... 39

5.2.1 Kadar Glukosa Darah Pada Siswa………..… 39


(10)

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 42

6.1. Kesimpulan………...……… 42

6.2. Saran………...……….. 42

DAFTAR PUSTAKA... 44 LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

5.1 Frekuensi responden……….. 32 5.2 Rata-rata Kadar Glukosa Darah

dan Standar Deviasi pada Jam 7 Pagi………… 35 5.3 Rata-rata Kadar Glukosa Darah


(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

4.1 Cara Mempersiapkan Hemolet………. 28 4.2 Cara Ukur Kadar Glukosa Darah……… ………. 29 5.1 Persentase Kategori Kadar Glukosa Darah Siswa

pada Jam 7 pagi……… 33

5.2 Persentase Kategori Kadar Glukosa Darah Siswa

pada Jam 10.30 pagi……… 34 5.3 Rata-rata kadar glukosa darah dan standar deviasi

pada jam 7 pagi………... 35 5.4 Rata-rata kadar glukosa darah dan standar deviasi

pada jam 10.30 pagi………. 36 5.5 Rata-rata perubahan kadar glukosa darah dan


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

Daftar Riwayat Hidup………. 48

Penjelasan Penelitian……….……….. 49

Surat Izin Penelitian……….………50

Data Induk Responden……… 51


(14)

DAFTAR SINGKATAN

ATP - Adenosine Tri Phosphate

UDP - Uridine Di Phosphate

AMP - Adenosine Mono Phosphate

PEP - Phosphoenolpiruvate

NADH - Nicotineamide Adenine Dinucleotide

Asetil KoA - Asetil Koenzim A

PEPCK - Phosphoenolpiruvate Carboksikinase

GTP - Guanosine Tri Phosphate

NADPH - Nicotinamide adenine dinucleotide phosphate

NADP+ CO

- ion Nicotinamide adenine dinucleotide phosphate 2

H

- Carbon Dioksida

2

GLUT - Glucose Transporter

O - Dihidrogen Oksida (air)

Km - konsentrasi maksimum K+

Ca

- Kalium

2+

DM - Diabetis Melitus

- Calsium

SPSS - Statistical Package for the Social Sciences

KGD - kadar glukosa darah BGL - blood glucose level


(15)

ABSTRAK

Sarapan pagi digambarkan sebagai waktu makan yang terpenting dalam sehari. Pada anak, sarapan pagi dikaitkan dengan proses belajar dan indeks prestasi di sekolah karena sarapan memberi pengaruh terhadap

cognitive performance. Glukosa yang stabil dalam darah sangat baik untuk

proses belajar dan memori.

Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk melihat perbedaan perubahan kadar glukosa darah,KGD antara sebelum mulai belajar dan sebelum waktu istirahat pada siswa SMA Mulia yang sarapan dan tidak sarapan.

Desain penelitian ini adalah cross sectional study dengan menggunakan tehnik consecutive sampling. Pemeriksaan kadar glukosa darah sebelum mulai belajar diambil jam 7 pagi dan sebelum waktu istirahat jam 10.30 pagi. Cara ukur dengan mencucuk ujung jari dengan menggunakan hemolet untuk mengambil setetes darah. Darah diteteskan ke atas strip dan diukur dengan alat pengukur kadar glukosa darah. Perubahan kadar glukosa darah antara jam 7-10 pagi dicatatkan.

Sebanyak 38 responden yang terdiri dari daripada siswa laki-laki SMA Mulia, Medan yang sehat berusia 16-17 tahun. Pada jam 7 pagi, siswa yang sarapan nilai rata-rata KGD adalah 114.42 (SD=12.57) dan tidak sarapan nilai rata-rata KGD 101.42 (SD=16.51). Pada jam 10.30 pagi, pada siswa yang sarapan nilai rata-rata KGD adalah 113.47 (SD=12.62) dan yang tidak sarapan nilai rata-rata KGD 102.11 (SD=16.95). Nilai rata-rata perubahan kadar glukosa darah jam 7-10.30 pada siswa yang sarapan adalah 10.21 (SD=10.27) dan tidak sarapan adalah 11.48 (SD=9.31). Uji T dependen pada sarapan p=0.781 dan tidak sarapan p=0.848. Uji T independen menunjukkan nilai p perubahan kadar glukosa darah antara jam 7-10.30 pagi adalah 0.823.

Hasil menunjukkan tidak ada perbedaan perubahan kadar glukosa antara sebelum mulai belajar dan sebelum istirahat pada siswa SMA Mulia yang sarapan dan tidak sarapan apabila nilai (p > 0.05). Namun demikian, pada siswa yang tidak sarapan berisiko KGD rendah. Ini menunjukkan kepentingan sarapan.


(16)

ABSTRACT

Breakfast is the most important meal to be consumed everyday. For children, breakfast related with learning process and performance at school because breakfast give impact to cognitive performance. A stable glucose level in blood was very good for learning process and memory.

The objectives of this study was to measure the differences of the blood glucose level, BGL changes before class until recess between students that consumed and not consumed breakfast.

The design of this study was cross sectional study with consecutive sampling technique. Blood glucose levels were measured before class at 7 a.m. and before recess at 10.30 a.m. A drop of blood taken from the tip of a finger used hemolet then been drop to the strip and measured by glucometer. The BGL changes between 7-10.30 a.m. were briefly recorded.

The study included 38 healthy students aged 16-17 years old who studied in SMA Mulia, Medan. At 7 a.m., the mean BGL for students consumed breakfast 114.42 (SD=12.57) and not consumed breakfast BGL 101.42 (SD=16.51). At 10.30 a.m., the mean BGL for students that consumed breakfast 113.47 (SD=12.62) and not consumed breakfast BGL 102.11 (SD=16.95). The mean for BGL changes 7-10.30 a.m., for students consumed breakfast was 10.21 (SD=10.27) and not consumed breakfast 11.48 (SD=9.31). T dependent test for breakfast p=0.781 and not consumed breakfast p=0.848. T independent test showed value p for blood glucose level changes between 7-10.30 a.m. was 0.823.

Result showed there was no significant value in the study when (p>0.05). It found that there was no differences of the blood glucose level, BGL changes before class until recess between students that consumed and not consumed breakfast. Nevertheless, the students that not consumed breakfast have risk for low BGL. This showed the important of breakfast. Kata kunci : BGL, student, breakfast, not consumed breakfast


(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Otak dan sel darah merah yang bersirkulasi di seluruh tubuh sangat bergantung pada glukosa untuk mendapatkan energi dan menjalankan fungsinya dengan baik (Marks D. B. et al, 2000). Kadar glukosa normal pada anak adalah 80-90 mg/dl. Sesudah makan kadar glukosa darah anak akan memuncak bisa sehingga 120 mg/dl dan menurun kembali seiring dengan oksidasi dan pengubahan glukosa menjadi bentuk simpanan bahan bakar oleh jaringan, kadar glukosa darah akan kembali ke kadar glukosa rentang normal 80-90 mg/dl dalam masa dua jam selepas absorpsi karbohidrat yang terakhir (Cranmer H. et al., 2009).

Insulin dan glukagon adalah hormon yang penting bertindak dalam sistem mekanisme kontrol balik glukosa. Kadar glukosa yang meningkat selepas makan akan meningkatkan kadar sekresi insulin dan menstimulasi hati untuk menyimpan glukosa dalam bentuk glikogen sehingga sel (terutama di hati dan otot) dapat mengalami saturasi dengan glikogen, kelebihan glukosa seterusnya akan disimpan dalam bentuk lemak (Cranmer H. et al., 2009).

Pankreas menurunkan sekresi insulinnya bila kadar glukosa darah menurun, dan akan meningkatkan sekresi glukagon. Hati dan otot akan berespon terhadap sinyal hormon ini. Terjadilah degradasi simpanan glikogen dan melepaskan glukosa ke dalam aliran darah agar kadar glukosa darah dapat dipertahankan dalam batas normal (Marks D. B. et al., 2000).

Anak sekolah memerlukan tubuh yang berenergi dan otak yang bersedia untuk belajar. Kadar glukosa yang optimal dan berterusan diperlukan agar anak dapat memberi konsentrasi penuh terhadap pembelajaran dan tidak mudah lelah atau mengantuk di kelas. Suatu penelitian oleh psikolog Paul Gold, PhD telah


(18)

menunjukkan glukosa yang stabil dalam darah sangat baik untuk proses belajar dan memori (Murray B., 2000).

Profesor Paul E. Gold telah meneliti stabilitas level glukosa di dalam otak. Hasilnya, terjadi penurunan konsentrasi glukosa pada mencit percobaan di bagian hipokampus, yaitu area yang terlibat dengan proses belajar dan memori. Pada keadaan selain starvasi, selama ini diperkirakan suplai glukosa di otak selalu mencukupi dan memadai namun hasil penelitian membawa penemuan baru yaitu menunjukkan glukosa tidak selalu dalam jumlah yang optimal untuk kegunaan otak yang menyokong proses belajar dan fungsi memori (Gold P. E., 2001). Ketidakcukupan glukosa di otak memberi efek buruk terhadap daya berfikir dan mengingat.

Glukosa memberi efek yang kuat untuk fungsi lobus temporal yaitu memori deklaratif verbal jangka masa panjang. Glukosa juga memberi efek kepada memori jangka pendek, memori prosedural, dan respon inhibisi (Kaplan et al., 2000). Sarapan memberi pengaruh baik terhadap fungsi memori (Rampersaud et al., 2005). Dari penelitian Gold, perlu ada masa sarapan yang terkoordinasi agar efek kognitif maksimal dalam membantu proses belajar ( The Franklin Institute., 2004).

Sarapan pagi digambarkan sebagai waktu makan yang terpenting dalam sehari. Pada anak, sarapan pagi dikaitkan dengan proses belajar dan indeks prestasi di sekolah. Antara tahun 1965 – 1991 terjadi penurunan konsumsi sarapan 15 - 20%. Kepentingan sarapan untuk peningkatan indeks prestasi merefleksi efek sarapan pada cognitif performance (Mahoney C. R. et al.,2005).

Penelitian juga membuktikan kekerapan tidak mengkonsumsi sarapan memberi pengaruh buruk kepada proses penyelesaian masalah, memori jangka pendek, fokus dan memori episodik pada anak. Penelitian menunjukkan apabila anak sarapan pagi, kinerja meningkat dalam fokus pengukuran, aritmetik, kerja penyelesaian masalah, dan pengambilan alasan logis. Kemudian, penelitian gambaran konsumsi makanan kecil sebagai sarapan pada anak turut memberi


(19)

Sarapan juga penting dalam menyediakan pengambilan nutrisi yang adekuat untuk pertumbuhan dan perkembangan anak dan remaja. Anak yang sarapan mempunyai tahap kesedaran dan konsentrasi yang lebih baik ketika belajar Anak juga tidak cepat merasa capek atau lelah ketika belajar (Rampersaud et al., 2005).

Anak yang tidak bersarapan sering mengalami pusing, iritabiliti, dan kurang konsentrasi (Hill., 1995). Di sekolah yang menjalankan program galakan mengambil sarapan pagi menunjukan efek positif pada mood dan hiperaktivitas (Rampersaud et al., 2005).

Menurut Assosiasi Diet Amerika, anak yang mengambil sarapan lebih mudah mendapat nutrisi yang diperlukan, mempunyai berat badan yang terkawal, mempunyai kadar kolesterol darah yang lebih rendah, dan lebih sering hadir ke sekolah berbanding anak yang tidak mengkonsumsi sarapan (Iannelly V., 2004)


(20)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana perubahan kadar glukosa darah pada siswa yang mengkonsumsi sarapan pagi dibandingkan dengan yang tidak sarapan pagi?

1.3 Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Penelitian ini dilakukan untuk melihat perbedaan perubahan kadar glukosa darah antara sebelum mulai belajar dan sebelum waktu istirahat pada siswa SMA yang sarapan dan tidak sarapan.

Tujuan Khusus

1. Mengetahui kadar glukosa darah pada siswa yang sarapan dibandingkan dengan yang tidak sarapan

2. Mengukur kadar glukosa darah pada dua waktu yaitu sebelum mulai belajar dan sebelum waktu istirahat di sekolah pada siswa yang sarapan dan tidak sarapan.

3. Menghitung perubahan kadar glukosa antara dua waktu tersebut.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai dasar untuk penyuluhan kepada siswa mengenai pentingnya sarapan pagi yang memadai untuk proses belajar.

2. Memberi kesadaran dan meningkatkan ilmu pengetahuan pada siswa tentang pentingnya mengambil sarapan.

3. Meningkatkan partisipasi pada ibu - bapak dan guru dalam memberi dorongan kepada siswa untuk bersarapan.


(21)

4. Data dan informasi ini juga diharapkan dapat digunakan untuk membantu penelitian lanjutan untuk perkembangan ilmu pengetahuan dan kegunaan praktis lainnya.


(22)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Glukosa

2.1.1 Definisi Glukosa

Glukosa, suat

terpenting yang digunakan sebagai sumber Glukosa merupakan prekursor untuk sintesis semua karbohidrat lain di dalam tubuh seperti glikogen, ribose dan deoxiribose dalam asam nukleat, galaktosa dalam laktosa susu, dalam glikolipid, dan dalam glikoprotein dan proteoglikan (Murray R. K. et al., 2003).

2.1.2 Kadar glukosa darah

Kadar glukosa darah adalah istilah yang mengacu kepada tingkat diatur dengan ketat di dalam tubuh. Umumnya tingkat gula darah bertahan pada batas-batas yang sempit sepanjang hari (70-150 mg/dl). Tingkat ini meningkat setelah makan dan biasanya berada pada level terendah pada pagi hari, sebelum orang makan

Ada beberapa tipe pemeriksaan glukosa darah. Pemeriksaan gula darah puasa mengukur kadar glukosa darah selepas tidak makan setidaknya 8 jam. Pemeriksaan gula darah postprandial 2 jam mengukur kadar glukosa darah tepat selepas 2 jam makan. Pemeriksaan gula darah ad random mengukur kadar glukosa darah tanpa mengambil kira waktu makan terakhir


(23)

2.2. Pencernaan karbohidrat

Setelah makanan dikonsumsi, komponen makanan akan dicerna oleh serangkaian enzim di dalam tubuh. Karbohidrat dicerna oleh α-amilase di dalam air liur dan α-amilase yang dihasilkan oleh pankreas yang bekerja di usus halus. Disakarida diuraikan menjadi monosakarida. Sukrase mengubah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa,laktase mengubah laktosa menjadi glukosa dan galaktosa. Sel epitel usus akan menyerap monosakarida,glukosa, dan fruktosa bebas dan dilepaskan dalam vena porta hepatika (Champe P. C. et al., 2005).

2.2.1 Metabolisme glukosa

Semua sel dengan tiada hentinya mendapat glukosa ; tubuh mempertahankan kadar glukosa dalam darah yang konstan, yaitu sekitar 80-100 mg/dl bagi dewasa dan 80-90 mg/dl bagi anak, walaupun pasokan makanan dan kebutuhan jaringan berubah-ubah sewaktu kita tidur, makan, dan bekerja (Cranmer H. et al.,

Proses ini disebut homeostasis glukosa. Kadar glukosa yang rendah, yaitu hipoglikemia dicegah dengan pelepasan glukosa dari simpanan glikogen hati yang besar melalui jalur glikogenolisis dan sintesis glukosa dari laktat, gliserol, dan asam amino di hati melalui jalur glukonoegenesis dan melalui pelepasan asam lemak dari simpanan jaringan adiposa apabila pasokan glukosa tidak mencukupi. Kadar glukosa darah yang tinggi yaitu hiperglikemia dicegah oleh perubahan glukosa menjadi glikogen dan perubahan glukosa menjadi triasilgliserol di jaringan adiposa. Keseimbangan antarjaringan dalam menggunakan dan menyimpan glukosa selama puasa dan makan terutama dilakukan melalui kerja hormon homeostasis metabolik yaitu insulin dan glukagon (

2009).


(24)

2.2.2 Metabolisme glukosa di hati

Jaringan pertama yang dilewati melalui vena hepatika adalah hati.Di dalam hati, glukosa dioksidasi dalam jalur-jalur yang menghasilkan ATP untuk memenuhi kebutuhan energi segera sel-sel hati dan sisanya diubah menjadi glikogen dan triasilgliserol. Insulin meningkatkan penyerapan dan penggunaan glukosa sebagai bahan bakar, dan penyimpanannya sebagai glikogen serta triasilgliserol. Simpanan glikogen dalam hati bisa mencapai maksimum sekitar 200-300 g setelah makan makanan yang mengandung karbohidrat.Sewaktu simpanan glikogen mulai penuh, glukosa akan mulai diubah oleh hati menjadi triasilgliserol (Marks D. B. et al., 2000) .

2.2.3 Metabolisme glukosa di jaringan lain

Glukosa dari usus, yang tidak dimobilisis oleh hati, akan mengalir dalam darah menuju ke jaringan perifer. Glukosa akan dioksidasi menjadi karbon dioksida dan air. Banyak jaringan misalnya otot menyimpan glukosa dalam jumlah kecil dalam bentuk glikogen (Raghavan V. A. et al., 2009).

2.2.4 Metabolisme glukosa di otak dan jaringan saraf

Otak dan jaringan saraf sangat bergantung kepada glukosa untuk memenuhi kebutuhan energi. Jaringan saraf mengoksidasi glukosa menjadi karbon dioksida dan air sehingga dihasilkan ATP. Apabila glukosa turun di ambang di bawah normal, kepala akan merasa pusing dan kepala terasa ringan. Pada keadaan normal, otak dan susunan saraf memerlukan sekitar 150 g glukosa setiap hari (Aswani V., 2010).


(25)

2.2.5 Metabolisme glukosa di sel darah merah

Sel darah merah hanya dapat menggunakan glukosa sebagai bahan bakar. Ini kerana sel darah merah tidak memiliki mitokondria, tempat berlangsungnya sebagian besar reaksi oksidasi bahan seperti asam lemak dan bahan bakar lain. Sel darah merah memperoleh energi melalui proses glikolisis yaitu pengubahan glukosa menjadi piruvat. Piruvat akan dibebaskan ke dalam darah secara langsung atau diubah menjadi laktat kemudian dilepaskan. Sel darah merah tidak dapat bertahan hidup tanpa glukosa. Tanpa sel darah merah, sebagian besar jaringan tubuh akan menderita kekurangan energi karena jaringan memerlukan oksigen agar dapat sempurna mengubah bahan bakar menjadi CO2 dan H2O (Aswani V., 2010).

2.2.6 Metabolisme glukosa di otot

Otot rangka yang sedang bekerja menggunakan glukosa dari darah atau dari simpanan glikogennya sendiri, untuk diubah menjadi laktat melalui glikosis atau menjadi CO2 dan H2O. Setelah makan, glukosa digunakan oleh otot untuk memulihkan simpanan glikogen yang berkurang selama otot bekerja melalui proses yang dirangsang oleh insulin. Otot yang sedang bekerja juga menggunakan bahan bakar lain dari darah, misalnya asam-asam lemak (Raghavan V. A. et al., 2009).

2.2.7 Metabolisme glukosa di jaringan adiposa

Insulin merangsang penyaluran glukosa ke dalam sel-sel adiposa. Glukosa dioksidasi menjadi energi oleh adiposit. Selain itu, glukosa digunakan sebagai sumber untuk membentuk gugus gliserol pada triasilgliserol yang disimpan di jaringan adiposa (Bell D. S., 2001).


(26)

2.3. Glikogen

2.3.1 Pembentukan glikogen

Sintesis glikogen berawal dengan fosforilasi glukosa menjadi glukosa 6-fosfat oleh heksokinase atau, di hati, glukokinase. Glukosa 6-fosfat diubah menjadi glukosa 1-fosfat oleh fosfoglukomutase, suatu reaksi yang reversibel. Sintesis glikogen memerlukan pembentukan ikatan α-1,4– glikosidat untuk menyatukan residu-residu glikosil dalam suatu rantai yang panjang. Sebagian besar sintesis glikogen berlangsung melalui pemanjangan rantai polisakarida molekul glikogen yang sudah ada di mana ujung pereduksi glikogen melekat ke protein glikogenin (Raghavan V. A. et al., 2009)

Ditambahkan residu glukosil dari UDP-glukosa ke ujung nonpereduksi pada rantai oleh glikogen sintase untuk memperpanjang rantai glikogen. Karbon anomerik masing-masing residu glukosil diikatkan ke hidroksil pada

karbon 4 residu glukosil terminal melalui ikatan α-1,4. Setelah panjang rantai mencapai 11 residu, potongan yang terdiri dari 6-8 residu yang diputuskan oleh amino-4: 6-transferase dan dilekatkan kembali ke sebuah

unit glukosil melalui ikatan α-1,6 (Marks D. B. et al., 2000). .

Kedua rantai terus memanjang sampai cukup panjang untuk menghasilkan dua cabang baru. Proses ini berlanjut sehingga dihasilkan molekul yang bercabang lebat. Glikogen sintase melepaskan residu glukosil dalam ikatan 1, 4, merupakan pengatur langkah dalam jalur ini. Sintesis molekul primer glikogen baru juga terjadi. Glikogenin, protein tempat melekatnya glikogen, melakukan glikolisasi diri sendiri ( autoglikolisasi) dengan melepaskan sebuah residu glukosil ke OH pada residu serin. Penambahan glukosil dilanjut sampai rantai glukosil cukup panjang untuk berfungsi sebagai substrat untuk glikogen sintase (Marks D. B. et al., 2000).


(27)

2.3.2 Penguraian glikogen

Glikogen diuraikan oleh dua enzim, glikogen fosforilase dan enzim pemutus cabang. Enzim glikogen fosforilase mulai bekerja di ujung rantai dan secara berturut-turut memutuskan residu glukosil dengan menambahkan fosfat ke ikatan glikosidat terminal, sehingga terjadi pelepasan glukosa 1-fosfat. Enzim pemutus cabang mengkatalis pengeluaran 4 residu yang terletak paling dekat dengan titik cabang kerana rantai cabang. Enzim pemutus cabang memiliki dua aktivitas katalitik yaitu bekerja sebagai 4:4 transferase dan 1:6 glukosidase. Sebagai 4:4 transferase, mula-mula mengeluarkan sebuah unit yang mengandung 3 residu glukosa, dan

menambahkan ke ujung rantai yang lebih panjang melaui ikatan α-1,4. Satu residu glukosil yang tersisa di cabang 1,6 dihidrolisis amilo 1,6-glukosidase dari enzim pemutus cabang, yang menghasilkan glukosa bebas. Dengan demikian, terjadi pembebasan satu glukosa dan sekitar 7-9 residu glukosa 1-fosfat untuk setiap titik cabang (Aswani V., 2010).

Pengaturan sintesis glikogen di jaringan yang berbeda bersesuaian dengan fungsi glikogen di masing-masing jaringan. Glikogen hati berfungsi terutama sebagai penyokong glukosa darah dalam keadaan puasa atau saat kebutuhan sangat meningkat. Jalur penguraian serta sintesis glikogen diatur oleh perubahan rasio insulin/glikogen, kadar glukosa darah, epnefrin sebagai respon terhadap olahraga, hipoglikemia, situasi stres, dan apabila terjadi peningkatan kebutuhan yang segera akan glukosa darah (Aswani V., 2010).

2.3.3 Metabolisme glikogen hati

Glikogen hati disintesis apabila makan makanan mengandung karbohidrat saat kadar glukosa meningkat, dan diuraikan saat kadar glukosa darah menurun. Sewaktu makan makanan mengandung karbohidrat, kadar glukosa darah segera meningkat, kadar insulin meningkat, dan kadar glukagon menurun. Ini menghambat penguraian glikogen dan merangsang


(28)

sintesis glikogen. Simpanan segera glukosa darah sebagai glikogen membantu membawa kadar glukosa darah ke rentang normal bagi anak 80-90 mg/dl dan normal dewasa 80-100mg/dl (Murray R. K. et al., 2003).

Setelah senggang waktu tertentu, kadar insulin akan menurun dan kadar glukagon meningkat, glikogen hati dengan cepat diuraikan menjadi glukosa, kemudian dibebaskan ke dalam darah. Sebagian glikogen hati diuraikan beberapa jam setelah makan. Oleh karena itu, simpanan glikogen hati merupakan bentuk simpanan glukosa yang mengalami pembentukan dan penguraian dengan cepat dan responsif terhadap perubahan kadar glukosa darah yang kecil dan cepat (Bell D. S., 2001).

2.4. Glikolisis

Glikolisis berlaku di hati menghasilkan piruvat untuk berfungsi sebagai prekursor untuk sintesis asam lemak serta sumber ATP. Pengaturan glikolisis berlangsung melalui kerja insulin dan glukagon. Glukokinase adalah enzim hati yang diinduksi oleh insulin yang berfungsi melakukan fosforilasi glukosa. Enzim ini paling aktif selepas makan, saat kadar glukosa di vena porta hepatis tinggi.Glikolisis diaktifkan oleh fruktosa 2,6-bifosfat yang meningkat ketika kadar insulin dalam darah meningkat dan kadar glukagon dalam darah menurun. Fruktosa 2,6-bifosfat dihasilkan dalam jaringan oleh enzim fosfofruktokinase-2/fruktose 2,6-bifosfatase yaitu sejenis enzim bifungsional (King M. W., 2010).

Setelah makan, rasio insulin/glukagon akan meninggi, enzim mengalami defosforilasi, aktivitas fosfofruktokinase meningkat, enzim ini mensintesis fruktosa 2,6 bifosfat dari fruktosa 6-fosfat dan ATP. Fosfofruktokinase-1 diaktifkan di mana enzim ini berfungsi meningkat kecepatan glikolisis. Pengaktifan fosforuktokinase -1 oleh fruktosa


(29)

2,6-tersebut. Sewaktu rasio insulin/glukagon rendah, enzim mengalami fosforilasi oleh protein kinase A meningkatkan aktivitas fosfatase dan menghambat aktivitas kinase enzim bifungsional ini, dan fruktosa 2,6 bifosfat diubah kembali menjadi fruktosa 6-fosfat dan turut menghasilkan fosfat inorganik (Pi) (King M. W., 2010).

Glikolisis juga diatur oleh kerja insulin dan glukagon di langkah yang dikatalisis oleh piruvat kinase. Setelah makan makanan tinggi karbohidrat, kadar insulin yang tinggi dan kadar glukagon yang rendah menurunkan aktivitas protein kinase A dan merangsang fosfatase yang melakukan defosforilasi terhadap piruvat kinase. Defosforilasi menyebabkan piruvat kinase menjadi lebih aktif. Fungsi utama pengaturan ini adalah menghambat glikolisis selama puasa saat jalur yang sebaliknya, glukoneogenesis, diaktifkan (King M. W., 2010).

Piruvat kinase juga diaktifkan oleh fruktosa 1,6-bifosfat. Mekanisme ini disebut “feed forward”, yaitu, produk langkah terdahulu melakukan “feed forward” dan mengaktifkan enzim yang mengkatalisis reaksi berikutnya. Inhibitor alosterik ATP dan alanin menurunkan aktivitas piruvat kinase, saat jalur glukoneogenesis diaktifkan (Marks D. B. et al., 2000).

2.5. Glukoneogenesis

Proses sintesis glukosa dari prekursor bukan karbohidrat, yang terjadi terutama di hati pada keadaan puasa dinamakan glukoneogenesis. Pada keadaan kelaparan yang ekstrim, korteks ginjal juga dapat membentuk glukosa yang akan digunakan oleh medula ginjal dan sebagian glukosa akan masuk ke dalam aliran darah. Diawali dengan piruvat, sebagian besar langkah pada glukoneogenesis adalah hanya kebalikan dari reaksi pada glikolisis dan menggunakan enzim yang sama. Aliran karbon adalah dalam arah yang berlawanan (Murray R. K. et al., 2003).


(30)

Terdapat tiga urutan reaksi pada glukoneogenesis yang berbeda dengan langkah padanan pada glikolisis. Ketiganya melibatkan perubahan piruvat menjadi fosfoenolpiruvat (PEP) dan reaksi yang mengeluarkan fosfat dari fruktosa 1,bifosfat untuk membentuk fruktosa fosfat dan dari glukosa 6-fosfat untuk membentuk glukosa. Selama glukoneogenesis, serangkaian enzim mengkatalis perubahan piruvat menjadi fosfoenolpiruvat. Reaksi yang mengeluarkan fosfat dari fruktosa 1,6 bifosfat dan dari glukosa 6-fosfat masing-masing menggunakan enzim yang berbeda dengan enzim padanan pada glikolisis. Selama glukoneogenesis, fosfat dikeluarkan oleh fosfatase yang membebaskan Pi. Prekursor glukoneogenesis adalah asam amino, laktat, dan gliserol. Reaksi glukoneogenesis menghasilkan ATP (King M. W., 2010).

2.5.1 Pembentukan Zat Antara Glukoneogenik dari Sumber Karbon 2.5.1.1 Laktat, asam amino, dan gliserol

Piruvat dibentuk di hati dari prekursor glukoneogenik. Laktat dehidrogenase mengoksidasi laktat menjadi piruvat dan menghasilkan NADH. Asam amino seperti alanin dan serin dapat membentuk piruvat. Sebagian asam amino membentuk zat antara siklus trikarboksilat yang dapat masuk ke dalam jalur glukoneogenik (Diwan J. J., 2007).

2.5.1.2 Propionat

Propionat, asam lemak dengan jumlah atom karbon ganjil, yang terutama diperoleh dari sayuran dalam makanan, menghasilkan propionil KoA. Propinil KoA diubah menjadi metilmalonil KoA, yang


(31)

untuk glukoneogenesis. Oksidasi-β asam lemak menghasilkan asetil KoA. Asetil KoA tidak membentuk piruvat, asetil KoA akan masuk ke dalam siklus asam trikarboksilat dan diubah menjadi malat. Untuk setiap 2 karbon pada asetil KoA yang diubah menjadi malat, dibebaskan 2 karbon sebagai karbon dioksida : satu dalam reaksi yang dikatalis oleh isositrat dehidrogenase dan yang lain dalam reaksi yang dikatalis oleh α-ketoglutarat dehidrogenase (Diwan J. J., 2007).

2.5.2 Jalur glukoneogenesis

Piruvat mengalami karboksilasi oleh piruvat karboksilase membentuk oksaloasetat. Enzim ini memerlukan biotin, adalah katalisasi anaplerotik pada siklus asam trikarboksilat. Pada glukoneogenesis, reaksi ini melengkapi lagi oksaloasetat yang digunakan untuk sintesis glukosa. Karbon dioksida yang dibebaskan oleh fosfoenolpiruvat karboksikinase (PEPCK) ditambahkan ke piruvat untuk membentuk oksaloasetat. Oksaloasetat akan mengalami dekarboksilasi oleh fosfoenolpiruvat karboksikinase menghasilkan fosfoenolpiruvat. Untuk reaksi ini, GTP merupakan sumber energi serta sumber gugus fosfat fosfoenolpiruvat. Enzim-enzim yang mengkatalisis kedua langkah ini terletak di dua kompartemen yang berbeda. Piruvat karboksilase dijumpai di mitokondria manakala fosfoenolpiruvat karboksikinase terletak di sitosol atau mitokondria (Diwan J. J., 2007).

Oksaloasetat tidak mudah menembus membran mitokondria maka dapat diubah menjadi malat atau aspartat. Perubahan oksaloasetat menjadi malat memerlukan NADH. Fosfoenolpiruvat, malat, dan aspartat dapat dipindahkan ke dalam sitosol. Setelah menembus membran mitokondria dan masuk ke dalam sitosol, terjadi perubahan kembali malat kepada oksaloasetat membebaskan NADH dan perubahan aspartat kepada oksaloasetat. Di sitosol, oksaloasetat diubah kembali menjadi fosfoenolpiruvat oleh fosfoenolpiruvat karboksikinase sitosol. Langkah


(32)

glukoneogenesis selanjutnya berlangsung di dalam sitosol. Fosfoenolpiruvat membentuk gliseraldehida 3-fosfat, berkondensasi untuk membentuk fruktosa 1,6-bifosfat. Enzim fruktosa 1,6-bifosfotase membebaskan fosfat inorganik dari fruktosa 1,6-bifosfat untuk membentuk fruktosa 6-fosfat. Dalam reaksi glukoneogenik berikutnya, fruktosa 6-fosfat diubah menjadi glukosa 6-fosfat oleh isomerase (Diwan J. J.., 2007).

Glukosa 6-fosfatase memutuskan Pi dari glukosa 6-fosfat, dan membebaskan glukosa bebas untuk masuk ke dalam darah. Glukosa 6-fosfatase terletak di membran retikulum endoplasma. Glukosa 6-6-fosfatase digunakan tidak saja pada glukoneogenesis, tetapi juga menghasilkan glukosa darah dari pemecahan glikogen hati (Murray R. K. et al., 2003).

Glukoneogenesis berlangsung selama puasa, juga dapat dirangsang olahraga yang lama, diet tinggi protein, dan keadaan stres. Faktor yang mendorong secara keseluruhan aliran karbon dari piruvat ke glukosa meliputi ketersediaan substrat dan perubahan aktivitas atau jumlah enzim kunci tertentu pada glukoneogenesis (Cranmer H. et al.,

Selama reaksi glukoneogenik, terjadi penguraian 6 mol ikatan fosfat berenergi tinggi. Diperlukan dua mol piruvat untuk sintesis 1 mol glukosa. Sewaktu 2 mol piruvat mengalami karboksilasi oleh piruvat karboksilase, terjadi hidrolisis 2 mol ATP. Fosfoenolpiruvat karboksikinase memerlukan 2 mol GTP untuk mengubah 2 mol oksaloasetat menjadi 2 mol fosfoenolpiruvat. Digunakan tambahan 2 mol ATP untuk melakukan 2 mol fosforilasi 3-fosfogliserat yang membentuk 2 mol 1,3-bifosfogliserat. Diperlukan juga energi dalam bentuk ekuivalen reduksi (NADH) untuk perubahan 1,3-bifosfogliserat menjadi gliseraldehida 3-fosfat. Pada keadaan puasa, energi yang diperlukan untuk glukoneogenesis diperoleh dari oksidasi-β asam lemak (Murray R. K. et al., 2003).


(33)

2.6 Jalur pentosa fosfat

Jalur pentosa fosfat mengoksidasi glukosa 6-fosfat menjadi zat antara jalur gilkolitik, dan dalam proses tersebut menghasilkan NADPH dan ribosa 5-fosfat untuk siklus nukleotida. Jalur pentosa fosfat dapat dibagi menjadi dua fase, fase oksidatif dan fase nonoksidatif (Champe P. C. et al., 2008).

2.6.1 Fase oksidatif jalur pentosa fosfat

Pada fase pertama oksidatif dari jalur pentosa fosfat, glukosa 6-fosfat mengalami dekarboksilasi oksidatif menjadi gula pentosa, ribulosa 5-fosfat. Glukosa 6-fosfat dehidrogenase, mengoksidasi aldehida di Cl dan mereduksi NADP+ menjadi NADPH. Glukonolakton yang terbentuk dengan cepat mengalami hidrolisis menjadi 6-fosfoglukonat, suatu asam gula dengan sebuah gugus karboksil menggantikan gugus aldehida di Cl. Langkah oksidasi selanjutnya membebaskan gugus karboksil ini sebagai CO2, dan kembali memindahkan elektron ke NADP+. Dalam bagian ini, dihasilkan dua mol NADPH per mol gluko sa 6-fosfat (Meyes P. A. et al., 2008).

2.6.2 Fase nonoksidatif jalur pentosa fosfat

Terdiri dari serangkaian penyusunan ulang dan reaksi pemindahan yang mengubah ribulosa 5-fosfat menjadi ribosa 5-fosfat dan xilulosa 5-fosfat, lalu menjadi zat antara pada jalur glikolitik. Isomerase mengubah ribulosa 5-fosfat menjadi ribosa 5-5-fosfat. Epimerase mengubah ribulosa 5-5-fosfat menjadi xilulosa 5-fosfat. Transketolase mengambil fragmen 2-karbon dari xilulosa 5-fosfat dengan memutuskan ikatan karbon-karbon antara gugus keto dan karbon di dekatnya, sehingga terjadi pembebasan gliseraldehida 3-fosfat. Transketolase juga memindahkan eritrosa 4-fosfat untuk membentuk fruktosa 6-fosfat.Transaldolase memindahkan fragmen keto 3-karbon dari


(34)

sedoheptulosa 7-fosfat ke gliseraldehida 3-fosfat untuk membentuk eritrosa 4-fosfat dan fruktosa 6-fosfat (Meyes P. A. et al., 2008).

Hasil bersih dari metabolisme 3 mol ribulosa 5-fosfat dalam jalur pentosa fosfat menghasilkan perubahan 3 glukosa 6-fosfat menjadi 6 NADPH, 3 CO2, 2 mol fruktosa 6-fosfat dan 1 mol gliseraldehida 3-fosfat, yang kemudian dapat melanjutkan diri dalam jalur glikolitik disertai pembentukan NADH, ATP, dan piruvat (Champe P. C. et al., 2008).

2.7. Transpor glukosa

GLUT 1 berada di sel darah merah, pembuluh mikro otak (sawar darah-otak), ginjal, kolon, dan sel lain. GLUT 1 bersifat dapat membatasi transpor glukosa ke otak. GLUT 2 berada di sel hati, sel β pankreas, permukaan basolateral usus halus bersifat kapasitas tinggi, afinitas, Km 15 mM atau lebih tinggi. GLUT 3 berada di neuron, plasenta, dan testis bersifat Km rendah sekitar 1mM. GLUT 4 berada di sel-sel lemak, otot rangka, jantung dan memperantarai ambilan glukosa yang dirangsang oleh insulin. GLUT 5 berada di usus halus, testis, sperma, ginjal, otot rangka, jaringan adiposa, dan otak. GLUT 5 bersifat transporter fruktosa (King M. W., 2010).

2.7.1 Transpor glukosa ke dalam jaringan

Sifat protein transpor GLUT berbeda di antara jaringan-jaringan, yang mencerminkan fungsi metabolisme glukosa di masing-masing jaringan. Bentuk iso transporter yang ada memiliki Km yang relatif rendah untuk glukosa dan terdapat dalam konsentrasi yang relatif tinggi di membran sel sehingga konsentrasi glukosa intrasel mencerminkan konsentrasi dalam darah. Variasi kadar glukosa darah di jaringan (0,05-0,10M) tidak


(35)

glukosa serum rendah atau sewaktu kadar insulin yang rendah memberi sinyal bahawa tidak terdapat glukosa dari makanan (Marks D. B. et al., 2000).

Di hati, Km untuk transporter glukosa relatif tinggi apabila dibandingkan dengan jaringan lain, yaitu sekitar 15mM atau lebih. Sifat transporter di hati terkait dengan sifat enzim di hati, glukokinase yang mengubah glukosa menjadi glukosa 6-fosfat. Sifat ini mendorong timbulnya fluks bersih glukosa ke dalam hati sewaktu konsentrasi glukosa darah meningkat setelah makan makanan tinggi karbohidrat dan efluks bersih glukosa keluar dari hati sewaktu konsentrasi glukosa menurun. Di jaringan otot dan adiposa, transpor glukosa sangat dirangsang oleh insulin. Mekanisme yang berperan adalah pengerahan transporter glukosa dari vesikel intrasel ke dalam membran plasma. Di jaringan adiposa, perangsangan transpor glukosa menembus membran plasma oleh insulin menyebabkan peningkatan ketersediaan glukosa untuk sintesis asam lemak dan gliserol melalui jalur glikolitik. Di otot rangka, perangsangan transpor glukosa oleh insulin meningkatkan ketersediaan glikolisis dan sintesis glikogen.(Murray R. K. et al., 2003).

2.7.2 Transpor glukosa melewati sawar darah-otak dan ke dalam neuron

Respon hipoglikemik tercetus apabila terjadi penurunan konsentrasi glukosa darah sampai sekitar 18-54 mg/dl. Respon hipoglikemik terjadi akibat penurunan pasokan glukosa ke otak dan berawal dengan kepala terasa ringan dan pusing dan dapat berkembang menjadi koma. Kecepatan transpor glukosa melintasi sawar darah otak yang lambat pada kadar glukosa yang rendah diperkirakan merupakan penyebab timbulnya respon hipoglikemik. Transpor glukosa dari cairan serebrospinal menembus membran plasma


(36)

neuron sangat cepat dan bukan merupakan penentu kecepatan pembentukan ATP dari glikolisis (Murray R. K. et al., 2003).

Di otak, sel endotel kapiler memiliki taut yang amat erat (tight junction), dan glukosa harus berpindah dari darah ke dalam cairan serebrospinal ekstrasel melalui transporter di membran sel endotel, lalu menembus membran basal. Pengukuran proses keseluruhan transpor glukosa dari darah ke dalam sel neuron memperlihatkan Km sekitar 7-11 mM, dan kecepatan maksimum yang tidak lebih besar daripada kecepatan penggunaan glukosa oleh otak. Dengan demikian, penurunan kadar glukosa di bawah kadar puasa 80-90 mg/dl kemungkinan besar akan mempengaruhi kecepatan metabolisme glukosa yang berarti di otak (Marks D. B. et al.,2000).

2.8. Homeostasis metabolik

Homeostasis metabolik adalah keseimbangan antara kebutuhan dan ketersediaan. Cara utama diperlukan oleh integrasi antarjaringan agar homeostasis metabolik dapat tercapai yaitu konsentrasi zat gizi atau metabolit dalam darah mempengaruhi kecepatan penggunaan dan penyimpanan zat-zat tersebut dalam jaringan yang berbeda. Diperlukan hormon membawa pesan untuk masing-masing jaringan mengenai status fisiologis tubuh dan pasokan atau kebutuhan gizi. Diperlukan juga sistem saraf pusat menggunakan sinyal saraf untuk mengontrol metabolisme jaringan, secara langsung atau melalui pelepasan hormon (Bell D. S., 2001

Peran khusus glukosa dalam homeostasis metabolik bergantung pada glikolisis untuk memenuhi semua atau sebagian kebutuhan akan energi dan secara terus-menerus memerlukan akses yang tidak terganggu terhadap glukosa atas dasar detik-ke-detik untuk memenuhi tingginya kecepatan penggunaan ATP. Pada orang dewasa diperlukan sekitar 150 g glukosa


(37)

karena proses keseluruhan fluks glukosa melalui sawar darah-otak, ke dalam cairan interstisium, dan kemudian ke dalam sel neuron, telah berlangsung lambat (Marks D. B. et al.,2000).

2.8.1 Hormon utama pada homeostasis metabolik

Hormon homeostasis metabolik berespons terhadap perubahan yang terjadi dalam asupan makanan dan status fisiologis dengan cara sedemikian sehingga ketersediaan bahan bakar dapat disesuaikan. Insulin dan glukagon secara terus-menerus berfluktuasi sebagai respon terhadap pola makan kita sehari-hari maka dianggap sebagai hormon yang utama dalam homeostasis metabolik di samping hormon-hormon tambahan lain seperti epinefrin, norepinefrin, dan kortisol. Homeostasis metabolik juga dipengaruhi oleh kadar metabolit yang beredar dalam darah dan sinyal neuron (Cranmer H. et al., 2009).

2.8.2 Insulin

Insulin adalah hormon yang bersifat anabolik yang mendorong penyimpanan glukosa sebagai glikogen di hati dan otot, perubahan glukosa menjadi triasilgliserol di hati dan penyimpanannya di jaringan adiposa, serta penyerapan asam amino dan sintesis protein di otot rangka. Insulin meningkatkan sintesis albumin dan protein darah lainnya oleh hati dan meningkatkan penggunaan glukosa sebagai bahan bakar dengan merangsang transpor glukosa ke dalam otot dan jaringan adiposa. Insulin juga bekerja menghambat mobilisasi bahan bakar. Pelepasan insulin ditentukan terutama oleh kadar glukosa darah, terjadi dalam beberapa menit setelah pankreas terpajan oleh kadar glukosa yang tinggi. Ambang untuk pelepasan insulin adalah sekitar 80 mg/dl. Kadar tertinggi insulin terjadi sekitar 30-45 menit setelah makan makanan tinggi karbohidrat. Kadar insulin kembali ke tingkat


(38)

basal seiring dengan penurunan kadar glukosa darah, sekitar 120 menit selepas makan (Cranmer H. et al.,

Insulin disintesis oleh sel β pada pankreas endokrin yang terdiri dari

kelompok mikroskopis kelenjar kecil, atau pulau Langerhans, tersebar di seluruh pankreas eksokrin. Perangsangan insulin oleh glukosa menyebabkan eksositosis vesikel penyimpanan insulin, suatu proses yang bergantung pada ion K

2009).

+

, ATP, dan ion Ca2+. Fosforilasi glukosa dan metabolisme selanjutnya mencetuskan pelepasan insulin melalui suatu mobilisasi Ca2+

Hasil kerja insulin adalah insulin melawan fosforilasi yang dirangsang oleh glukagon, insulin bekerja melalui jenjang fosforilasi yang merangsang fosforilasi beberapa enzim, insulin menginduksi dan menekan sintesis enzim spesifik, insulin bekerja sebagai faktor pertumbuhan dan memiliki efek perangsangan umum terhadap sintesis protein, dan insulin merangsang transpor glukosa dan asam amino ke dalam sel (Aswani V., 2010).

intrasel. Pulau Pankreas dipersarafi oleh sistem autonom, termasuk cabang nervus vagus, yang membantu mengkoordinasi pelepasan insulin dengan tindakan makan (Aswani V., 2010).

2.8.3 Glukagon

Glukagon berfungsi untuk mempertahankan ketersediaan bahan bakar apabila tidak tersedia glukosa makanan dengan merangsang pelepasan glukosa dari glikogen hati. Glukagon merangsang glukoneogenesis dari laktat, gliserol, dan asam amino, dan, bersama dengan penurunan insulin, glukagon memobilisasi asam lemak dari triasilgliserol adiposa sebagai sumber bahan bakar alternatif. Bekerja terutama di hati dan jaringan adiposa dan hormon ini tidak memiliki pengaruh terhadap metabolisme otot rangka (Cranmer H. et al., 2009).


(39)

Pelepasan glukagon dikontrol terutama melalui supresi oleh glukosa dan insulin. Kadar terendah glukagon terjadi setelah makan makanan tinggi karbohidrat. Karena semua efek glukagon dilawan oleh insulin, perangsangan pelepasan insulin yang disertai tekanan sekresi glukagon oleh makanan tinggi karbohidrat, lemak, dan protein yang terintegrasi (Cranmer H. et al.,

Glukagon disintesis oleh sel α pada pankreas endokrin yang terdiri dari kelompok mikroskopis kelenjar kecil, atau pulau Langerhans, tersebar di seluruh pankreas eksokrin. Hormon tertentu merangsang glukagon seperti katekolamin, kortisol, dan hormon saluran cerna tertentu (Aswani V., 2010

2009).

).

2.9 Sarapan

2.9.1 Definisi sarapan

Sarapan adalah makanan pertama yang dimakan dalam suatu hari atau makanan yang dikonsumsi pada waktu pagi (American Heritage Dictionary). Waktu sarapan dimulai dari pukul 06.00 pagi sampai dengan pukul 10.00 pagi (Wikipedia).Sarapan pagi digambarkan sebagai waktu makan yang terpenting dalam sehari. (Mahoney C. R. et al.,2005).

2.9.2 Kepentingan sarapan

Anak dan remaja adalah masa yang penting dan sangat memerlukan nutrisi yang mencukupi dan baik. Sarapan dikenali sebagai masa makan terpenting dalam sehari karena sarapan menyediakan tenaga untuk memulakan hari yang baru. Apabila tidur berlaku perubahan glukosa dalam darah dan kadar gukagon meningkat dan menukarkan glikogen yang ada di hati kepada glukosa. Apabila sarapan diambil pada permulaan hari, homeostasis glukosa tubuh dapat dipertahankan (Hill, 1995).


(40)

Sarapan juga penting dalam menyediakan pengambilan nutrisi yang adekuat untuk pertumbuhan dan perkembangan anak dan remaja. Anak yang sarapan mempunyai tahap kesedaran dan konsentrasi yang lebih baik ketika belajar Anak juga tidak cepat merasa capek atau lelah ketika belajar (Rampersaud et al., 2005).

Anak yang tidak bersarapan sering mengalami pusing, iritabiliti, dan kurang konsentrasi (Hill., 1995). Di sekolah yang menjalankan program galakan mengambil sarapan pagi menunjukan efek positif pada mood dan hiperaktivitas (Rampersaud et al., 2005).

Kepentingan sarapan untuk pencapaian akademis direflesi oleh efek sarapan pada fungsi kognitif otak. Sarapan meningkatkan fokus pengukuran, aritmetik, kerja penyelesaian masalah, dan pengambilan alasan logis. Tidak mengkonsumsi sarapan memberi pengaruh buruk kepada proses penyelesaian masalah, memori jangka pendek, fokus dan memori episodik pada anak (Mahoney C. R. et al.,2005).

Menurut Assosiasi Diet Amerika, anak yang mengambil sarapan lebih mudah mendapat nutrisi yang diperlukan, mempunyai berat badan yang terkawal, mempunyai kadar kolesterol darah yang lebih rendah, dan lebih sering hadir ke sekolah berbanding anak yang tidak mengkonsumsi sarapan (Iannelly V., 2004)


(41)

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Peneletian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

Kadar glukosa darah sebelum waktu istirahat : jam 10.30 pagi

Siswa yang sarapan

Siswa yang tidak sarapan

Perubahan kadar glukosa darah antara dua waktu : 7 pagi dan 10.30 pagi

- Diet/sarapan - Pencernaan

- Absorpsi

- Distribusi

- Metabolisme

Kadar glukosa darah sebelum waktu belajar : jam 7 pagi


(42)

3.2. Definisi Operasional

Variabel independen dalam penelitian ini adalah siswa yang sarapan dan tidak sarapan. Variabel dependen adalah perubahan kadar glukosa darah antara dua waktu yaitu sebelum mulai belajar : jam 7 pagi dan sebelum waktu istirahat : jam 10.30 pagi.

Definisi Operasional I : Siswa yang sarapan adalah siswa yang mengkonsumsi makanan atau air manis sebelum ke sekolah yaitu sebelum jam 7.00 pagi.

Siswa yang tidak sarapan adalah siswa yang tidak menkonsumsi sebarang makanan atau air manis sebelum ke sekolah yaitu sebelum jam 7.00 pagi.

Cara Ukur : Anamnesa awal

Alat Ukur : Formulir data induk responden Skala Pengukuran : Skala nominal

Hasil : Siswa sarapan atau siswa tidak sarapan

Definisi Operasional II : Kadar glukosa darah sebelum mulai belajar adalah kadar glukosa darah yang diambil jam 7 pagi

Cara Ukur : Mencucuk ujung jari dengan menggunakan hemolet untuk mengambil setetes darah.


(43)

Alat Ukur : Glukometer (Easy Touch). Strip (Easy Touch)

Skala Pengukuran : Skala numerik tipe kontinu

Hasil : Kadar glukosa darah sebelum mulai belajar dalam mg/dl

Definisi Operasional III : Kadar glukosa darah sebelum waktu istirahat adalah kadar glukosa darah yang diambil jam 10.30 pagi

Cara Ukur : Mencucuk ujung jari dengan menggunakan hemolet untuk mengambil setetes darah.

Darah diteteskan ke atas strip dan diukur dengan alat pengukur kadar glukosa darah. Alat Ukur : Glukometer (Easy Touch). Strip (Easy Touch) Skala Pengukuran : Skala numerik tipe kontinu

Hasil : Kadar glukosa darah sebelum waktu istirahat dalam mg/dl

Definisi Operasional IV : Perubahan kadar glukosa darah adalah perbedaan kadar glukosa darah sebelum mulai belajar: jam 7 pagi dan sebelum waktu istirahat: jam 10.30 pagi.

Cara Ukur : Menghitung perbedaan kadar glukosa darah antara dua waktu tersebut.


(44)

Skala Pengukuran : Skala numerik tipe kontinu

Hasil : Perubahan kadar glukosa darah dalam mg/dl

3.3. Hipotesa

Ada perbedaan perubahan kadar glukosa darah antara sebelum mulai belajar dan sebelum waktu istirahat, pada siswa SMA Mulia yang sarapan dan tidak sarapan.


(45)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik yang menilai perubahan kadar glukosa darah antara dua waktu yaitu sebelum mulai belajar : jam 7 pagi dan sebelum waktu istirahat : jam 10.30 pagi. Pendekatan yang telah digunakan pada desain penelitian ini adalah cross sectional study, di mana telah dilakukan pengumpulan data berdasarkan pengukuran variabel dependan secara simultan pada satu saat ( Sastroasmoro S., 2008).

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di SMA Mulia, Medan. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Juni hingga September 2010.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian ini adalah siswa laki-laki, SMA Mulia, Medan yang berusia 16-17 tahun berdasarkan pertimbangan usia anak secara umum menurut WHO yaitu antara 0 bulan -18 tahun dan spesifik kepada usia anak sekolah menengah atas yaitu berusia 16-17 tahun. Berdasarkan survei siswa 16 tahun dan 17 tahun ada sebanyak 40 orang. Maka jumlah populasi adalah 40 orang.

Penarikan sampel penelitian dilakukan dengan beberapa alasan seperti jumlah populasi yang sangat besar sehingga seluruh populasi tidak mungkin diperiksa karena memakai waktu yang lama, adanya homogenitas atau sifat kesamaan dalam populasi, dan ketelitian terhadap pengukuran sampel akan lebih


(46)

baik. Alasan lain berupa lebih murah, lebih mudah, lebih cepat, lebih akurat, lebih spesifik, dan mewakili populasi (Wahyuni A. S., 2007)

Perkiraan besar sampel untuk populasi kecil atau lebih kecil dari 10000 dapat menggunakan formula yang lebih sederhana, dimana tingkat kepercayaan yang dikehendaki sebesar 0.05 ( Notoatmodjo S., 2005). Maka diperoleh 36.3636 sampel. Jumlah sampel ini dibulatkan menjadi 38 sampel.

Perkiraan adalah seperti berikut :

n =

N = Besar Populasi n = Besar Sampel

d = Tingkat kepercayaan / ketepatan yang diinginkan dalam penelitian ini adalah 5% atau 0.05

40 n =

1 + 40 ( 0.052 )

= 36.3636

~ 38 orang

N


(47)

Sampel penelitian ini diambil dengan menggunakan tehnik consecutive sampling yaitu semua subyek yang datang dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subyek yang diperlukan terpenuhi (Sastroasmoro S., 2008). Dalam penelitian ini diaplikasikan tehnik consecutive sampling di mana 38 orang pelajar yang setuju menjadi subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi.

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah siswa laki-laki SMA yang sehat berusia 16-17 tahun. Penelitian ini hanya pada siswa laki-laki untuk meminimalkan pengaruh faktor hormon, agar sampel lebih homogen dan agar hasil yang didapatkan lebih murni. Sampel penelitian hanya dibenarkan minum air putih selama penelitian dijalankan.

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah siswa laki-laki SMA dengan riwayat menderita DM atau riwayat keluarga DM yang diketahui dari anamnesis untuk meminimalkan pengaruh faktor yang bisa mempengaruhi homeostasis glukosa. Kriteria eksklusi lain adalah siswa laki-laki yang makan permen, mengkonsumsi makanan mengandung karbohidrat, atau minum air manis dalam senggang waktu 7.00 - 10.30 pagi.

4.4. Metode Pengumpulan Data

Untuk melakukan penelitian, telah didapatkan ethical clearance terlebih dahulu. Sebelum mengambil pengukuran data, siswa hendaklah memenuhi syarat yang telah ditetapkan dalam penelitian ini dan dilakukan informed consent seperti yang terlihat pada lampiran.

Data yang digunakan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui formulir data induk responden dan pemeriksaan kadar glukosa darah siswa. Data ini langsung diperoleh saat penelitian berlangsung. Data sekunder meliputi data gambaran umum dari sekolah untuk jumlah keseluruhan siswa laki-laki usia 16-17 tahun dan identitas subyek penelitian.


(48)

4.4.1. Etichal Clearance

Etichal Clearance merupakan suatu keterangan keizinan untuk melakukan suatu penelitian. Keizinan perlu didapatkan untuk penelitian yang melibatkan manusia atau hewan sebagai subyek yang diteliti agar prinsip etik hidupan dan kemanusian dipatuhi. Penelitian hanya dapat dijalankan setelah mendapat etichal clearance. Penelitian ini telah mendapatkan etichal clearance dari Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

4.4.2. Mengukur Kadar Glukosa Darah Alat dan Bahan : Hemolet dan gluko meter Cara Kerja :

Hemolet dibuka, lanset dimasukkan ke dalam hemolet lalu dibuka penutup lanset, kemudian hemolet ditutup kembali. Kedalaman penetrasi kulit pada hemolet telah ditentukan 3 mm, kemudian hemolet ditarik pada kedua bagiannya sehingga terdengar bunyi ‘klik’. Penyediaan glukometer, dimasukkan kartu kode pemeriksaan kadar glukosa darah. Setelah itu, dimasukkan strip periksa di bagian atas glukometer.

Siswa dipersilakan duduk di kerusi yang disediakan. Jari siswa dipijat-pijat dan ujung jari dibersih dengan kapas alkohol, kemudian tunggu sehingga kering. Hemolet ditusuk pada ujung jari secara tegak lurus dengan kulit. Setetes darah telah diabsorpsi pada strip periksa pada glukometer. Dalam 10 detik nilai kadar glukosa darah dapat dibaca pada glukometer.


(49)

(50)

4.5 Pengolahan dan Analisa Data

Data dari setiap pengukuran yang didapatkan telah dikumpulkan dan ditabulasi. Seterusnya data diolah secara statistik dan dianalisis secara komputerisasi menggunakan program Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) dan diuji menggunakan uji T independen dan uji T dependen.


(51)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil penelitian

Penelitian ini adalah menggunakan desain analitik dengan pengambilan sampel secara consecutive sampling, yang dilakukan pada 2010. Populasi dalam penelitian ini adalah Siswa SMA Mulia, Jl. Kenanga Sari, Medan, Indonesia dan sebagai subyek penelitian dipilih siswa laki-laki berusia 16-17 tahun.

5.1.1. Deskripsi lokasi penelitian

SMA Mulia adalah sebuah sekolah yang terletak di Kota Medan, Indonesia. Sekolah ini dinaungi oleh Yayasan Mulia. Sekolah ini juga mempunyai SD dan SMP. Sekolah ini terletak di selekoh menuju Jalan Setia Budi. SMA Mulia dapat dicapai dengan mudah dari pusat kota maupun dari bandar udara. Jarak sekolah dari pusat kota ( Lapangan Merdeka ) adalah sekitar 20km. Terdapat banyak angkutan kota yang tersedia untuk pergi ke sekolah ini.

SMA Mulia mendirikan sekolah bernuansa Islami yang dilengkapi berbagai fasilitas berkualitas baik, yang Insya Allah mampu bersaing dengan sekolah-sekolah unggulan bertaraf nasional maupun internasional di kemudian hari. SMA Mulia mendidik anak agar mampu menjawab tantangan di era globalisasi ini dengan berbekal kecerdasan intelektual dan kecerdasan spiritual, sehingga menjadi generasi yang taqwa, cerdas, trampil dan santun. Dengan komitmen mensejajarkan pendidikan ilmu pengetahuan umum dan agama yang dapat menciptakan insan-insan yang cerdas, berbudi luhur dan berakhlak mulia, sehingga akan terwujud kesuksesan dunia akherat.

5.1.2. Deskripsi responden

Responden penelitian ini adalah siswa laki-laki, SMA Mulia, Medan yang berusia 16-17 tahun. Seramai 38 siswa laki-laki yang bersetuju menjadi responden yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah siswa laki-laki SMA yang sehat berusia 16-17 tahun. Penelitian ini hanya pada siswa laki-laki untuk meminimalkan pengaruh faktor


(52)

hormon, agar sampel lebih homogen dan agar hasil yang didapatkan lebih murni. Sampel penelitian hanya dibenarkan minum air putih selama penelitian dijalankan.

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah siswa laki-laki SMA dengan riwayat menderita DM atau riwayat keluarga DM yang diketahui dari anamnesis untuk meminimalkan pengaruh faktor yang bisa mempengaruhi homeostasis glukosa. Kriteria eksklusi lain adalah siswa laki-laki yang makan permen, mengkonsumsi makanan mengandung karbohidrat, atau minum air manis dalam senggang waktu 7.00 - 10.30 pagi.

5.1.3 Frekuensi responden Tabel 5.1 Frekuensi responden Konsumsi Sarapan Frekuensi

Sarapan 19

Tidak sarapan 19

Total 38

Seramai 38 siswa telah mengikuti penelitian ini. Pemilihan diseimbangkan dengan mengambil 19 siswa yang sarapan dan 19 siswa yang tidak sarapan agar hasil penelitian ini lebih akurat dan tidak ada bias.

5.1.4 Distribusi Kadar Glukosa Darah Siswa pada Jam 7 pagi

Nilai kadar glukosa darah yang didapatkan telah dibahagikan kepada 3 kategori yaitu normal 80-120mg/dl, di atas normal > 120 mg/dl dan rendah < 80mg/dl. Pada siswa yang sarapan tiada siswa berada dalam kategori kadar glukosa darah rendah, 52.63% siswa dengan kadar glukosa darah normal dan 47.37% siswa dengan kadar glukosa darah di atas normal. Pada siswa yang tidak


(53)

siswa dengan kadar glukosa darah normal dan 21.06% siswa dengan kadar glukosa darah di atas normal.

Gambar 5.1 Persentase Kategori Kadar Glukosa Darah Siswa pada Jam 7 pagi

5.1.5 Distribusi Kadar Glukosa Darah Siswa pada Jam 10.30 pagi

Nilai kadar glukosa darah yang didapatkan telah dibahagikan kepada 3 kategori yaitu normal 80-120mg/dl, di atas normal > 120 mg/dl dan rendah < 80mg/dl. Pada siswa yang sarapan tiada siswa berada dalam kategori kadar glukosa darah rendah, 57.89% siswa dengan kadar glukosa darah normal dan 42.11% siswa dengan kadar glukosa darah di atas normal. Pada siswa yang tidak sarapan ditemukan 10.53% siswa dengan kadar glukosa darah rendah, 73.68% siswa dengan kadar glukosa darah normal dan 15.79% siswa dengan kadar glukosa darah di atas normal.


(54)

Gambar 5.2 Persentase Kategori Kadar Glukosa Darah Siswa pada Jam 10.30 pagi

5.1.6 Hasil Analisis Statistik

Tabel 5.2 Rata-rata Kadar Glukosa Darah dan Standar Deviasi pada Jam 7 Pagi

Konsumsi Sarapan Mean N Standar Deviasi

Sarapan 114.42 19 12.57

Tidak Sarapan 101.42 19 16.51

Total 107.92 38 15.90

Pada pemeriksaan glukosa darah sebelum belajar yaitu jam 7 pagi, siswa yang sarapan nilai rata-rata kadar glukosa darah adalah 114.42 dengan standar deviasi 12.57. Pada siswa yang tidak sarapan telah didapatkan nilai rata-rata kadar glukosa darah 101.42 dengan standar deviasi 16.51.


(55)

Rata-Rata kadar glukosa darah dan standar deviasi pada jam 7 pagi

Gambar 5.3 Rata-rata Kadar Glukosa Darah dan Standar Deviasi pada Jam 7 Pagi

Grafik histogram di atas menunjukkan rata-rata kadar glukosa darah dan standar deviasi pada siswa yang sarapan dan tidak sarapan pada jam 7 pagi.

Tabel 5.3 Rata-rata Kadar Glukosa Darah dan Standar Deviasi pada Jam 10.30 Pagi

Konsumsi Sarapan Mean N Standar Deviasi

Sarapan 113.47 19 12.62

Tidak Sarapan 102.11 19 16.95

Total 107.79 38 15.83

Pada pemeriksaan glukosa darah sebelum waktu istirahat yaitu jam 10.30 pagi, siswa yang sarapan nilai rata-rata kadar glukosa darah adalah 113.47 dengan standar deviasi 12.62. Pada siswa yang tidak sarapan telah didapatkan nilai rata-rata kadar glukosa darah 102.11 dengan standar deviasi 16.95.


(56)

Rata-rata kadar glukosa darah dan standar deviasi pada jam 10.30 pagi

Gambar 5.4 Rata-rata Kadar Glukosa Darah dan Standar Deviasi pada Jam 10.30 Pagi

Gambar di atas menunjukkan rata-rata kadar glukosa darah dan standar deviasi pada siswa yang sarapan dan tidak sarapan pada jam 10.30 pagi.

Tabel 5.4 Rata-rata perubahan kadar glukosa darah dan standar deviasi jam 7-10.30 pagi

Konsumsi Sarapan Mean N Standar Deviasi

Sarapan 10.21 19 10.27

Tidak Sarapan 11.48 19 9.31 (16.95)


(57)

Rata-rata perubahan kadar glukosa darah dan standar deviasi jam 7-10.30 pagi

Gambar 5.5 Rata-rata Perubahan Kadar Glukosa Darah dan Standar Deviasi pada Jam 7-10.30 Pagi

Gambar di atas menunjukkan rata-rata perubahan kadar glukosa darah dan standar deviasi pada siswa yang sarapan dan tidak sarapan pada jam 7-10.30 pagi. Hasil uji T dependen terhadap sarapan dan kadar glukosa darah menunjukkan nilai p adalah 0.781. Ini bermakna tiada hubungan antara sarapan dengan kadar glukosa darah.

Hasil uji T dependen terhadap tidak sarapan dan kadar glukosa darah menunjukkan nilai p adalah 0.848. Ini bermakna tiada hubungan antara tidak sarapan dengan kadar glukosa darah.

Hasil uji T independen terhadap sarapan, tidak sarapan dan kadar glukosa darah jam 7 pagi menunjukkan nilai p adalah 0.181. Hal ini berarti tidak ada perbedaan kadar glukosa darah jam 7 pagi antara siswa yang sarapan dan tidak sarapan.

Hasil uji T independen terhadap sarapan, tidak sarapan dan kadar glukosa darah jam 10.30 pagi menunjukkan nilai p adalah 0.811. Hal ini berarti tidak ada


(58)

perbedaan kadar glukosa darah jam 10.30 pagi antara siswa yang sarapan dan tidak sarapan.

Hasil uji T independen terhadap sarapan, tidak sarapan dan perubahan kadar glukosa darah jam 7-10.30 pagi menunjukkan nilai p adalah 0.823. Hal ini berarti tidak ada perbedaan perubahan kadar glukosa darah antara siswa yang sarapan dan tidak sarapan.


(59)

5.2 Pembahasan

5.2.1 Kadar Glukosa Darah pada Siswa

Dalam penelitian ini, nilai rata-rata kadar glukosa darah pada siswa yang sarapan dan siswa yang tidak sarapan pada jam 7 dan jam 10.30 masih dalam batas normal. Ini mungkin kerana subyek penelitian yang dipilih harus sehat dan tidak menderita DM. Maka, fungsi metabolisme tubuh yang normal akan berjaya mempertahankan kadar glukosa darah berada sentiasa dalam batas normal yaitu 80-120mg/dl (Henrikson J. E. et al., 2009).

Pada siswa yang sarapan, kadar glukosa darah segera meningkat, kadar insulin meningkat, dan kadar glukagon menurun. Ini menghambat penguraian glikogen dan merangsang sintesis glikogen. Simpanan segera glukosa darah sebagai glikogen membantu membawa kadar glukosa darah ke rentang normal (Murray R. K. et al., 2003). Setelah senggang waktu tertentu, kadar insulin akan menurun dan kadar glukagon meningkat, glikogen hati dengan cepat diuraikan menjadi glukosa, kemudian dibebaskan ke dalam darah. Sebagian glikogen hati diuraikan beberapa jam setelah makan. Oleh karena itu, simpanan glikogen hati merupakan bentuk simpanan glukosa yang mengalami pembentukan dan penguraian dengan cepat dan responsif terhadap perubahan kadar glukosa darah yang kecil dan cepat (Bell D. S., 2001).

Pada siswa yang tidak sarapan, glukosa dapat dibentuk dari glikolisis dan diikuti glukoneogenesis dari bahan seperti laktat, asam amino dan gliserol (Diwan J. J., 2007).

Dari distribusi kadar glukosa darah jam 7 pagi, ditemukan 5.26% siswa yang tidak sarapan dengan kadar glukosa darah rendah manakala distribusi kadar glukosa darah jam 10.30 pagi menunjukkan 11.84% siswa yang tidak sarapan dengan kadar glukosa rendah. Pada siswa yang tidak sarapan, mempunyai kecenderungan untuk kadar glukosa darah rendah. Ini menunjukkan kepentingan sarapan. Siswa juga perlu konsumsi makanan pada waktu istirahat agar kadar glukosa darah tetap kekal optimal sepanjang waktu belajar yang tamat kira-kira jam 1 petang.


(60)

Ini menunjukkan walaupun tubuh berusaha mempertahankan kadar glukosa darah dalam batas normal, masih bisa terjadi penurunan kadar glukosa darah sehingga berada di bawah batas normal. Ini mungkin karena untuk metabolime penghasilan glukosa oleh tubuh memerlukan masa sedangkan tubuh terus menggunakan glukosa ada menyebabkan akhirnya kadar glukosa darah berada pada kadar rendah. Ini juga mungkin karena homeostasis metabolit yang berbeda secara individual (Bell D. S., 2001).

Otak dan sel darah merah yang bersirkulasi di seluruh tubuh sangat bergantung pada glukosa untuk mendapatkan energi dan menjalankan fungsinya dengan baik (Marks D. B. et al, 2000). Glukosa memberi efek yang kuat untuk fungsi lobus temporal yaitu memori deklaratif verbal jangka masa panjang. Glukosa juga memberi efek kepada memori jangka pendek, memori prosedural, dan respon inhibisi (Kaplan et al., 2000).

Profesor Paul E. Gold telah meneliti stabilitas level glukosa di dalam otak. Hasilnya, terjadi penurunan konsentrasi glukosa pada mencit percobaan di bagian hipokampus, yaitu area yang terlibat dengan proses belajar dan memori. Pada keadaan selain starvasi, selama ini diperkirakan suplai glukosa di otak selalu mencukupi dan memadai namun hasil penelitian membawa penemuan baru yaitu menunjukkan glukosa tidak selalu dalam jumlah yang optimal untuk kegunaan otak yang menyokong proses belajar dan fungsi memori (Gold P. E., 2001).

Kepentingan sarapan untuk peningkatan indeks prestasi merefleksi efek sarapan pada cognitif performance (Mahoney C. R. et al.,2005). Di sekolah yang menjalankan program galakan mengambil sarapan pagi menunjukan efek positif pada mood dan hiperaktivitas (Rampersaud et al., 2005).

Dari penelitian ini, walaupun tiada hubungan antara sarapan dan tidak sarapan dengan kadar glukosa darah, siswa digalakkan konsumsi sarapan agar ada ketersediaan glukosa yang mencukupi dalam darah selain menggantikan cadangan simpanan yang telah digunakan. Hasil penelitian juga menunjukkan terdapat sebagian siswa yang tidak sarapan mempunyai kadar glukosa rendah. Ini


(61)

konsumsi makanan pada waktu istirahat, agar dapat meneruskan sesi persekolahan dengan tubuh yang berenergi dan bersedia untuk belajar.

5.2.2 Perbedaan Perubahan Kadar Glukosa Darah Jam 7-10.30 Pagi pada Siswa Yang Sarapan dan Tidak Sarapan

Pada penelitian ini nilai uji p > 0.05 menunjukkan tidak ada perbedaan perubahan kadar glukosa darah antara sebelum mulai belajar dan sebelum istirahat pada siswa yang sarapan dan tidak sarapan. Mekanisme kompensasi untuk mempertahankan kadar glukosa darah dalam batas normal masih bagus.

Namun, siswa yang sarapan perlu konsumsi makanan pada waktu istirahat agar kadar glukosa darah dalam tubuh kekal optimal. Pada siswa yang tidak sarapan, perlu konsumsi makanan pada waktu istirahat agar kadar glukosa dalam darah dapat ditingkatkan kembali selain menggantikan simpanan bahan bakar yang telah digunakan. Siswa yang tidak sarapan berisiko mengalami pusing, iritabilitas, dan kurang konsentrasi (Hill., 1995).

Dan digalakkan juga siswa mengambil sarapan setiap hari dan mengkonsumsi makanan pada waktu istirahat, maka ketersediaan glukosa dalam darah senantiasa stabil. Perlu ada masa sarapan yang terkoordinasi agar efek kognitif maksimal dalam membantu proses belajar ( The Franklin Institute., 2004).


(62)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Hasil yang diperoleh adalah nilai mean kadar glukosa darah pada jam 7 pagi dan jam 10.30 pagi pada yang sarapan lebih tinggi berbanding yang tidak sarapan, meskipun secara statistik tidak berbeda (nilai p>0.05). Demikian juga dengan perubahan kadar glukosa darah antara sebelum mulai belajar dan sebelum waktu istirahat pada siswa SMA yang sarapan dan tidak sarapan, tidak ada perbedaan bermakna (p>0,05) .

Nilai mean kadar glukosa darah pada kedua kelompok tersebut masih berada dalam batas normal. Pada siswa yang tidak sarapan, mempunyai kecenderungan untuk kadar glukosa darah rendah dan ini menunjukkan kepentingan sarapan. Ada baiknya siswa tersebut merubah gaya hidup, yaitu membiasakan diri mengambil sarapan setiap pagi sebelum pergi ke sekolah. Siswa juga perlu konsumsi makanan pada waktu istirahat agar kadar glukosa darah tetap kekal optimal sepanjang waktu belajar yang tamat kira-kira jam 1 petang.

6.2 Saran

Penelitian ini masih banyak kekurangan. Peneliti berharap penelitian lain dapat meneruskan penelitian ini agar lebih sempurna. Mungkin penelitian ini dapat diteruskan dengan pemeriksaan kadar glukosa darah pada selang waktu yang lebih panjang misalnya jam 1 petang. Maka dapat melihat perbedaan perubahan kadar glukosa darah pada siswa yang sarapan dan tidak sarapan dengan lebih jelas.

Penelitian ini dapat diteruskan dengan menilai makanan yang dikonsumsi ketika sarapan pada siswa yang sarapan dan makanan terakhir yang dikonsumsi pada anak yang tidak sarapan. Maka dapat melihat hubungan jenis makanan yang


(1)

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t Df

Sig. (2-tailed )

Mean Differen ce

Std. Error Differenc e

95%

Confidence Interval of the

Difference Lowe r

Uppe r Perubaha

n Kadar Glukosa

Equal variances assumed

.051 .823 -.513 36 .611 -1.6316 3.1797 -8.080 2

4.817 1

Equal variances not

assumed

-.513 35.662 .611 -1.6316 3.1797 -8.082 3

4.819 2


(2)

UJI T DEPENDEN : HUBUNGAN SARAPAN DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH

Paired Samples Test

Paired Differences

t df

Sig. (2-tailed) Mean

Std.

Deviation Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

Pair 1 Kadar Glukosa Jam 7 Pagi - Kadar Glukosa Jam 10.30 Pagi

.9474 14.6457 3.3600 -6.1116 8.0064 .282 18 .781

UJI T DEPENDEN : HUBUNGAN TIDAK SARAPAN DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH

Paired Samples Test

Paired Differences

t Df

Sig. (2-tailed) Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

Pair 1 Kadar Glukosa Jam 7 Pagi - Kadar Glukosa Jam 10.30 Pagi


(3)

MEAN DAN STANDAR DEVIASI PERUBAHAN KADAR GLUKOSA JAM 7-10.30 PAGI

Group Statistics

Konsumsi

Sarapan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Perubahan Kadar Glukosa sarapan 19 .421 14.6716 3.3659

tidak sarapan 19 .684 15.3045 3.5111

UJI T INDEPENDEN PERUBAHAN KADAR GLUKOSA JAM 7-10.30 PAGI

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error Differenc

e

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

Perubahan Kadar Glukosa

Equal variances assumed

.284 .597 -.054 36 .957 -.2632 4.8639 -10.1275 9.6012

Equal variances not assumed


(4)

nama umur

konsumsi sarapan

KGD jam 7

KGD jam 10.30

perubahan KGD jam 7-10.30

kategori KGD

jam 7 kategori KGD jam

Israd 17 sarapan 122 123 1 di atas normal di atas normal Malik 17 sarapan 124 124 0 di atas normal di atas normal


(5)

Stephanus 17 sarapan 102 104 2 normal normal

Rosul 16 sarapan 123 132 9 di atas normal di atas normal Zakaria 17 sarapan 133 123 10 di atas normal di atas normal Ahmad 16 sarapan 124 122 2 di atas normal di atas normal Sahbana 17 sarapan 123 104 19 di atas normal normal

Mifta 17 sarapan 100 93 7 normal normal

Ramadan 17 sarapan 115 112 3 normal normal

Rizky 17 sarapan 80 104 24 normal normal

Rinaldo 17 sarapan 115 118 3 normal normal

Michael 17 sarapan 124 84 40 di atas normal normal

Chaidir 17 sarapan 122 123 1 di atas normal di atas normal Saut 17 sarapan 124 123 1 di atas normal di atas normal Supianto 17

tidak

sarapan 108 122 14 normal di atas normal

Ilham 17

tidak

sarapan 100 120 20 normal normal

Affan 16

tidak

sarapan 93 102 9 normal normal

Jaka 16

tidak

sarapan 82 65 17 normal rendah

Kiki 16

tidak

sarapan 93 104 11 normal normal

Ardi 16

tidak

sarapan 88 108 20 normal normal

Suherman 17

tidak

sarapan 85 102 17 normal normal

Aslan 16

tidak

sarapan 97 108 11 normal normal

Ramadani 16

tidak

sarapan 103 92 11 normal normal

Faisal 16

tidak


(6)

nama umur

konsumsi sarapan

KGD jam 7

KGD jam 10.30

perubahan KGD jam 7-10.30

kategori KGD

jam 7 kategori KGD jam 26 Joe 16

tidak

sarapan 122 118 4 di atas normal normal

27 Anngi 17

tidak

sarapan 71 91 20 rendah normal

28 Chandra 17

tidak

sarapan 109 102 7 normal normal

29 Berkat 16

tidak

sarapan 120 121 1 normal di atas normal

30 Reza 16

tidak

sarapan 105 102 3 normal normal

31 Andi 16

tidak

sarapan 128 109 19 di atas normal normal

32 Iqbal 16

tidak

sarapan 103 103 0 normal normal

33 Fery 16

tidak

sarapan 82 104 22 normal normal

34 Irfan 16

tidak

sarapan 95 88 7 normal normal

35 Dionisius 17

tidak

sarapan 124 123 1 di atas normal di atas normal

36 Fitrah 16

tidak

sarapan 103 66 37 normal rendah

37 Rival 16 sarapan 114 103 11 normal normal


Dokumen yang terkait

Hubungan Sarapan Pagi dengan Kadar Glukosa Darah dan Konsentrasi Belajar pada Siswa Sekolah Dasar

0 6 70

PERBEDAAN TINGKAT KONSENTRASI PADA SISWA YANG MELAKUKAN SARAPAN PAGI DENGAN YANG Perbedaan Tingkat Konsentrasi Pada Siswa Yang Melakukan Sarapan Pagi Dengan Yang Tidak Melakukan Sarapan Pagi Di SDN Gondang III Kecamatan Nawangan Pacitan.

0 2 16

PENDAHULUAN Perbedaan Tingkat Konsentrasi Pada Siswa Yang Melakukan Sarapan Pagi Dengan Yang Tidak Melakukan Sarapan Pagi Di SDN Gondang III Kecamatan Nawangan Pacitan.

0 1 6

PERBEDAAN TINGKAT KONSENTRASI PADA SISWA YANG MELAKUKAN SARAPAN PAGI DENGAN YANG Perbedaan Tingkat Konsentrasi Pada Siswa Yang Melakukan Sarapan Pagi Dengan Yang Tidak Melakukan Sarapan Pagi Di SDN Gondang III Kecamatan Nawangan Pacitan.

0 3 15

Perbandingan Perubahan Kadar Glukosa Darah Setelah Puasa dan Dua Jam Setelah Sarapan Selama Melakukan Treadmill Pada Laki-laki Dewasa Muda.

0 0 22

Hubungan Sarapan dan Tidak Sarapan Terhadap Indeks Prestasi dan Kecerdasan Emosi Pada Siswa(i) SMU "X" di Bandung.

1 2 32

Pengaruh Peningkatan Kadar Glukosa Darah Dengan Pemberian Sarapan Terhadap Memori Jangka Pendek.

0 0 34

KEMAMPUAN ATENSI DAN KONSENTRASI, PERBANDINGAN ANTARA SISWA YANG SARAPAN DAN SISWA YANG TIDAK SARAPAN DI UPTD SMA NEGERI 2 NGANJUK SKRIPSI

0 0 32

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 - Kemampuan atensi dan konsentrasi, perbandingan antara siswa yang sarapan dan siswa yang tidak sarapan di UPTD SMA Negeri 2 Nganjuk - Widya Mandala Catholic University Surabaya Repository

0 0 10

Kemampuan atensi dan konsentrasi, perbandingan antara siswa yang sarapan dan siswa yang tidak sarapan di UPTD SMA Negeri 2 Nganjuk - Widya Mandala Catholic University Surabaya Repository

0 4 8