Analisis Kesiapan Pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dalam Implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) di Kota Medan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah
Pada KTT ASEAN ke-20 yang dihadiri oleh seluruh anggota yaitu:

Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darusalam, Vietnam,
Laos, Myanmar dan Kamboja telah dicapai salah satu kesepakatan penting yang
akan mempengaruhi hajat hidup masyarakat anggota ASEAN dengan adanya
pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) / ASEAN Economic
Community (AEC) per 31 Desember 2015 lalu. Masyarakat Ekonomi
ASEANsebagai suatu bentuk integrasi ekonomi antar negara anggota ASEAN.
Siap atau tidaknya setiap negara anggota ASEAN harus menghadapi Masyarakat
Ekonomi ASEAN. Kesiapan ini yang akan menjadi penentu apakah suatu negara
tersebut dapat menjadi pemain atau hanya sebagai penonton pada pasar MEA.
ASEAN Economic Community merupakan hasil dari Declaration of
ASEAN Concord II atau Bali Concord II, yang merupakan keputusan Kepala
Negara dari 10 Negara yang tergabung dalam The Association of Southeast Asian
Nation (ASEAN), dimana isi dari deklarasi tersebut salah satunya adalah

mensyaratkan sebelum 2015 Asia Tenggara akan menjadi satu pasar tunggal dan
basis produksi. Oleh karenanya dalam menghadapi hal tersebut pemerintah
Indonesia telah mempersiapkan strategi dalam mengadapi ASEAN Economic
Community 2015. Dengan disahkan dan disepakatinya hasil Bali Concord II
tersebut maka otomatis Indonesia akan menghadapi fenomena pasar bebas,
dimana barang-barang import akan mudah masuk di pasar Indonesia dan ikut

Universitas Sumatera Utara

bersaing dengan produk lokal Indoensia sendiri. Namun dari beberapa fakta
membuktikan bahwa negara-negara yang mengadakan kesepakatan pasar bebas
mengalami peningkatan yang pesat (contohnya: India dan Cina).
Peluang- peluang seperti manfaat integrasi ekonomi, pasar potensial
dunia, negara tujuan investor, negara pengekspor dan sektor jasa yang terbuka.
Dengan jumlah penduduk sekitar 40 % penduduk ASEAN yakni 253.370.792 jiwa
pada tahun 2015, sehingga jumlah ini menjadi potensi besar bagi Indonesia untuk
menjadi negara ekonomi yang produktif dan menjadi pemain di ASEAN.
Persiapan yang dilakukan negara kita, tidak terlepas dari persiapan setiap
daerah untuk menghadapi MEA termasuk salah satunya kota metropolitan yakni
Kota Medan. Kota Medan merupakan ibu kota provinsi Sumatera Utara. Kota

Medan memiliki luas 26.510 hektare atau 3,6 % dari keseluruhan wilayah
Sumatera Utara dan memiliki jumlah penduduk sebesar 2.465.469 jiwa pada tahun
2015. Kota Medan berbatasan langsung dengan kota-kota atau negara- negara di
ASEAN sehingga terkena dampak yg signifikan terutama dalam menghadapi
MEA.
Pengembangan UMKM menjadi salah satu pedoman untuk tiap negara
anggota supaya mengarah pada tujuan AEC 2015. Berkaca dari pengalaman
sebelumnya yaitu pada tahun 2010 telah diberlakukannya kerjasama China
ASEAN Free Trade Area (CAFTA), salah satu dampak yang muncul adalah
membanjirnya produk-produk Cina di pasaran Indonesia. Produk-produk tersebut
menjadi pesaing dari produk-produk yang dihasilkan oleh UMKM Indonesia,
seperti misalnya produk keramik, pakaian jadi, produk alas kaki (sepatu/sandal),

Universitas Sumatera Utara

mebel, dan produk kerajinan. Hal tersebut merupakan tantangan bagi produkproduk UMKM Indonesia.
Sama halnya dengan akan diberlakukannya Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA/AEC, ASEAN Economic Community) pada tahun 2015, hal
tersebut juga akan menjadi peluang sekaligus tantangan bagi produk-produk yang
dihasilkan oleh UMKM di Indonesia. Dalam hal ini peningkatan daya saing

UMKM menjadi faktor kunci agar mampu menghadapi tantangan dan
memanfaatkan peluang dari implementasi MEA 2015.
Usaha mikro kecil dan menegah (UMKM) memainkan suatu peran vital
di dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, tidak hanya di negara-negara
sedang berkembang tetapi juga di negara-negara maju. Diakui secara luas bahwa
UMKM sangat penting karena karakteristik-karakteristik utama mereka yang
membedakan mereka dari usaha besar, terutama karena UMKM adalah usahausaha padat karya, terdapat di semua lokasi terutama di perdesaan, lebih
tergantung pada bahan-bahan baku lokal, dan penyedia utama barang-barang dan
jasa kebutuhan pokok masyarakat berpendapatan rendah atau miskin.
UMKM memiliki kontribusi PDB 59,08 % sebesar 4.869,5 triliun/ tahun
dan menyerap tenaga kerja 97,16 % atau sebanyak 107.657.509 jiwa. Pada kota
Medan UMKM cukup banyak, dengan jumlah lebih kurang 242.890 UMKM yang
terdiri dari jenis usaha perdagangan jasa, industri kerajinan dan aneka usaha
lainnya. Namun peran UMKM Kota Medan berkontribusi besar untuk Medan itu
sendiri.

Universitas Sumatera Utara

1.2


Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang ada, maka dapat dirumuskan beberapa

permasalahan, yakni:
1. Apa saja yang menjadi indikator kekuatan dan kelemahan pelaku
UMKM dalam implementasi MEA di Kota Medan ?
2. Apa saja yang menjadi indikator peluang dan ancaman pelaku UMKM
dalam implementasi MEA di Kota Medan ?
3. Apa dan bagaimana langkah ataupun strategi yang harus disiapkan
pelaku UMKM dalam implementasi MEA di Kota Medan ?
1.3

Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui indikator- indikator yang merupakan kekuatan dan
kelemahan pelaku UMKM dalam implementasi MEA di Kota Medan.

2. Untuk mengetahui indikator- indikator yang merupakan peluang dan
ancaman pelaku UMKM dalam implementasi MEA di Kota Medan.
3. Untuk

menyimpulkan

langkah

ataupun

strategi

yang

harus

dipersiapkan pelaku UMKM dalam implementasi MEA di Kota
Medan.
1.3.2


Manfaat Penelitian
1. Sebagai penambah wawasan bagi peneliti yang berkaitan dengan
kesiapan pelaku Usaha Kecil Mikro dan Menengah mengahadapi
Masyarakat Ekonomi ASEAN di kota Medan.

Universitas Sumatera Utara

2. Untuk memecahkan permasalahan dalam penelitian ini.
3. Sebagai referensi bagi penelitian terkait selanjutnya.
4. Sebagai salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di
Fakultas Ekonomi dan Bisnis USU.

Universitas Sumatera Utara