Prinsip Permberdayaan Usaha Mikro Kecil Dan Menengah Dalam Ketentuan Pembatasan Kepemilikan Waralaba Restoran Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah

(1)

PRINSIP PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH DALAM KETENTUAN PEMBATASAN KEPEMILIKAN WARALABA RESTORAN DITINJAU DARI UNDANG -UNDANG NOMOR 20 TAHUN

2008 TENTANG USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas -Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

IDHELIA C.H.S NIM 090200267

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PRINSIP PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH DALAM KETENTUAN PE MBATASAN KEPEMILIKAN WARALABA RESTORAN DITINJAU DARI UNDANG -UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008

TENTANG USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH

Skripsi

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas -Tugas dan Memenuhi Syarat -Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

IDHELIA C.H.S NIM 090200267

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

Disetujui Oleh :

Ketua Departemen Hukum Ekonomi

Windha, SH. M. Hum NIP. 197501122005012002

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Bismar Nasution, SH. M. Hum Ramli Siregar, SH.M.Hum

NIP. 195603291986011001 NIP. 19530312198303

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah atas segala anugerah dan rahmat -Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan skripsi ini guna meleng kapi syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Adapun judul skripsi ini mengenai “Prinsip Permberdayaan Usaha Mikro Kecil Dan Menengah Dalam Ketentuan Pembatasan Kepemilikan Waralaba Restoran Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah”

Penulis sadar dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangannya, baik dari segi materi maupun penyusunan kalimatnya, serta tak lepas dari bantuan pihak-pihak tertentu baik be rupa bimbingan, kritik, saran bahkan pengarahan. Oleh karenanya pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu menyelesaikan skripsi ini.

Terima kasih yang tulus penulis ucapkan kepada:

1. Prof. Dr. Runtung, SH. M. Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Windha, SH. M. Hum, selaku Ketua Departemen Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Bismar Nasution, SH. M. Hum, selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, nasehat, dan saran selama proses penyusunan skripsi.

4. Ramli Siregar, SH. M. Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang telah sabar memberikan bimbingan, nasehat, dan saran selama proses penyusunan skripsi.


(4)

5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bimbingan kepada penulis selama ini.

6. Kedua Orangtua saya yang sangat saya sayangi yang selalu mendukung saya dan ketiga adik saya Canra, Clara, Christian .

7. Sahabat-Sahabatku seperjuangan, Veri Veronika , Imam Damanik, Samuel Tarigan, Yunita Zippora, Ella Depari, Ruby, Tita, Jefri, Joel, Subi, terima kasih atas semuanya yang sudah kita jalani bersama.

8. Teman-Temanku Stambuk 2009 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terima kasih unt uk semuanya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini kurang sempurna. Oleh karena itu mohon kritik dan sarannya agar skripsi ini bisa menjadi lebih sempurna. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.Semoga Allah memberikan Berkat-Nya kepada kita semua, Amin!!!

Medan, 08 April 2014 Penulis,

Idhelia C.H.S Nim 090200267


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

ABSTRAK ... v

BAB I PENDAHULUAN A. L atar Belakang……….. 1

B. Rumusan Masalah……….. 4

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan…… ………... 5

D. KeaslianPenulisan……….. 6

E. Tinjauan Pustaka……….. 7

F. Metode Penelitian………. 11

G. Sistematika Penulisan………... 14

BAB II PERMASALAHAN YANG MENGHAMBAT PEMBERDAYAAN USAHA KECIL DAN MENENGAH A. P engertianUsaha……… ……. 17

B. Jenis-JenisUsaha………. 19

C. Perkembangan Usaha Kecil Menengah Di Indonesia….... 27

D. Perkembangan Peraturan Hukum Tentang Usaha Kec il Menengah……… …. 29


(6)

E. Permasalahan Yang Menghamb at Pemberdayaan Usaha Kecil

Dan Menengah……….. 33

BAB III UPAYA YANG DI LAKUKAN PEMERINTAH UNTUK PEMBERDAYAAN USAHA KECI L DAN MENENGAH DALAM BISNIS WARALABA

A. Pengertian Waralaba…… ………... 40 B. Jenis-Jenis Waralaba……… ………... 47 C. Prosedur mendirikan waralaba ………... 50 D. Peraturan Hukum Kepemilikan Waralaba Di I ndonesia... 52 E. Upaya Yang Dilakukan Pemerintah Untuk Pemberdayaan

Usaha Kecil Menengah Dalam Bisnis Waralaba…... 58

BAB IV PENGARUH KETENTUAN P EMBATASAN

KEPEMILIKAN WARALABA RESTORAN SESUAI

DENGAN UNDANG-UNDANG NO 20 TAHUN 2 008 TENTANG USAHA KECIL MENEN GAH TERHADAP PEMBERDAYAAN USAHA K ECIL MENENGAH

A. Syarat dan ketentuan

kepemilik……... 65

B. Pengaruh Ketentuan Pembatasan Kepemilikan Waralaba Restoran Sesuai Dengan Undang -Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Kecil Menengah Terhadap Pemberdayaan Usaha Kecil Menengah ………. 68


(7)

A. Kesimpulan………... 74

B. Saran………... 76

DAFTAR PUSTAKA………...... 78


(8)

ABSTRAK

PRINSIP PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH DALAM KETENTUAN PEMBATASAN KEPEMILIKAN WARALABA RESTORAN DITINJAU DARI UNDANG -UNDANG NOMOR 20 TAHUN

2008 TENTANG USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH

Idhelia C.H.S Bismar Nasution

Ramli Siregar

Negara Indonesia merupakan negara yang sedang giat -giatnya membangun. Salah satunya ialah dengan memberdayakan sektor usaha mikro kecil dan menengah (selanjutnya disebut UMKM). Usaha ini sangat memiliki peranan penting dalam lajunya perekonomian masyarakat dan juga tentunya memiliki saingan. Jika bisnis waralaba ini tidak di kendalikan dan dibatasi keberadaannya, maka dipastikan pemerdayaan UMKM tidak akan terlaksana. Permasalahan yang terjadi adalah bagaimana permasalahan yang menghambat pemberdayaan usaha kecil dan menengah dan apa saja upaya yang dapat dilakukan pemerintah untuk pemberdayaan usaha kecil menengah, dan bagaimana pengaruh ketentuan pembatasan kepemilikan waralaba restoran sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Kecil Menengah terhadap pemberdayaan usaha kecil menengah.

Metode penelitian yang dipergunakan dalam menyusun skripsi ini adalah jenis penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif yaitu metode atau cara meneliti bahan pustaka yang ada. Sifat penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yakni suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena -fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Metode pendekatan y ang digunakan penelitian normatif ini menggunakan metode pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk mengerti dan memahami gejala yang di teliti.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah pertama, permasalahan yang menghambat pemberdayaan usaha kecil dan menen gah dalam bisnis waralaba antara lain, ketertinggalan kinerja UMKM tersebut disebabkanterutama oleh kekurangmampuan UMKM dalam bidang manajemen, penguasaan teknologi, dan pemasaran serta rendahnya kompetensi kewirausahaan UMKM,perkembangan iklim usaha masih kurang mendukung,proses bisnis dan persaingan usaha yang tidak sehat,dan penguasaan teknologi,manajemen,informasi,dan pasar masih jauh dari memadai, kedua, upaya yang dilakukan pemerintah untuk pemberdayaan usaha kecil dan menengah meliputi antara lain, upaya peningkatan efektivitas penanggulangan kemiskinan, penciptaan kesempatan kerja, peningkatan ekspor

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Dosen Pembimbing I


(9)

dan daya saing serta revitalisasi pertanian dan perdesaan yang menjadi prioritas pembangunan nasional, ketiga, pengaruh ketentuan pembatasan kepemilika n waralaba restoran terhadap pemberdayaan usaha kecil dan menengah antara lain dapat tersebar kepemilikan restoran kepada pelaku usaha kecil dan menengah, dapat meningkatkan keterlibatan usaha kecil menengah dengan pola penyertaan modal sebesar 30-40%, kemitraan, dan dapat menggerakkan sektor ril dengan ketentuan pemakaian bahan baku dan peralatan produksi lokal.


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan negara yang sedang giat-giatnya membangun. Salah satunya ialah dengan memberdayakan sektor usaha mikro kecil dan menengah (selanjutnya disebut UMKM). Usaha mikro kecil menengah merupakan salah satu bagian penting dari perekonomian suatu negara maupun daerah, begitu juga dengan negara Indonesia. UMKM ini sangat memiliki peranan penting dalam lajunya perekonomian masyarakat. hal ini juga sangat membantu negara atau pemerintah dalam hal penciptaan lapangan kerja baru dan lewat UMKM juga banyak tercipta unit kerja bar u yang menggunakan tenaga -tenaga baru yang dapat mendukung pendapatan rumah tangga. Selain itu UMKM juga memiliki fleksibilitas yang tinggi jika dibandingkan dengan usaha yang berkapasitas lebih besar. Usaha mikro kecil menengah ini perlu ada perhatian yang khusus dan didukung oleh informasi yang akurat, agar terjadi jaringan bisnis yang terarah antara pelaku usaha kecil dan menengah dengan elemen daya saing usaha, yaitu jaringan pasar.

Krisis ekonomi yang terjadi di negara kita sejak beberapa waktu yang l alu, dimana banyak usaha berskala besar yang mengalami stagnasi bahkan berhenti aktifitasnya, sektor UMKM terbukti lebih tangguh dalam menghadapi krisis tersebut. Mengingat pengalaman yang telah dihadapi oleh Indonesia selama krisis, kiranya tidak berlebihan apabila pengembangan sektor swasta difokuskan pada UMKM, terlebih lagi unit usaha ini seringkali terabaikan hanya karena hasil


(11)

produksinya dalam skala kecil dan belum mampu bersaing dengan unit usaha lainnya.

Pengembangan UMKM perlu mendapatkan perhatia n yang besar baik dari pemerintah maupun masyarakat agar dapat berkembang lebih kompetitif bersama pelaku ekonomi lainnya. Kebijakan pemerintah ke depan perlu diupayakan lebih kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya UMKM. Pemerintah perlu meningkatkan perannya dalam memberdayakan UMKM disamping mengembangkan kemitraan usaha yang saling menguntungkan antara pengusaha besar dengan pengusaha kecil, dan meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia.

UMKM memiliki kontribusi yang sangat besar terhadap perekonomian Indonesia, karena kelompok usaha ini selain memiliki kelompok yang banyak, kelompok usaha ini juga terbukti bisa bertahan dari krisis ekonomi yang dialami Indonesia bahkan kelompok usaha ini mampu menompang sebagian krisis yang dialami Indonesia.1 UMKM juga tentunya memiliki saingan, salah satu yang hal paling mengkhawatirkan adalah dampak waralaba asing terhadap usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

Waralaba sebenarnya merupakan suatu sistem bisnis yang telah lama dikenal oleh dunia, dimana untuk pertama k alinnya diperkenalkan oleh perusahaan mesin jahit Singer di Amerika Serikat.2 Peluang yang muncul dari waralaba menarik orang dari berbagai latar belakang misalnya para usahawan, professional, pensiunan, bahkan anak -anak muda yang baru lulus wisuda. Format bisnis waralaba memang tak dapat dipungkiri eksistensinya dan digemari oleh

1

Ekonomi Koperasi, http://dhedhemugi.blogspot.com/2012/12/ekonomi -koperasi-ukm-waralaba.html, (diakses tanggal 19 Januari 2014).

2

Menjamurnya Waralaba, http://faniblogs14.wordpress.com/2011/04/10/menjamurnya -waralaba-franchise/.html, (diakses tanggal 19 Januari 2014.


(12)

pengusaha-pengusaha mengingat kecilnya resiko kegagalan yang mungkin timbul dalam menjalankan usaha khususnnya bagi pengusaha -pengusaha pemula.

Waralaba adalah alternatif yang pal ing mudah untuk memulai bisnis. Bila orang-orang harus memulai dari nol untuk memulai usaha, maka tidak dengan bisnis waralaba. Melalui waralaba membuat pemasaran lebih mudah. Melalui waralaba, investor tidak perlu memikirkan cita rasa, segmen pasar, suppl y bahan baku, bahkan ada pula yang menyediakan gerobak untuk berjualannya. Semuanya sudah tersedia, dan terbukti diterima dan dikenal oleh masyarakat umum sehingga investor hanya tinggal mencari lokasi yang stategis untuk mulai membuka usahanya.

Persaingan global menuntut pengusaha tidak hanya mengantisipasi persaingan dari dalam negeri namun juga harus mengantisipasi persaingan dali luar negeri. Franchising/waralaba adalah salah satu bisnis yang memberikan keuntungan baik kepada franchisor maupun kepada ranchisee, disamping itu juga pasti ada kerugian yang harus ditanggung. Bisnis waralaba saat ini telah berkembang pesat dan telah manjamur sampai ke berbagai daerah di Indonesia. Ini membuktikan bahwa waralaba merupakan bisnis yang potensial dalam dunia bisnis yang sangat ketat persaingannya.

Keputusan mendirikan gerai besar atau kecil tergantung pada keadaan traiding area yang dilayani. Suatu wilayah yang berpenduduk banyak yang berpenghasilan cukup besar adalah traiding area yang menarik banyak pengecer. Sebaliknya, wilayah lain yang berpenghuni sedikit yang berpenghasilan tidak banyak adalah traiding area yang kurang menarik karena hanya akan menunjukan satu atau dua gerai ritel saja, wilayah yang dijadikan sebagai ajang penjualan oleh


(13)

suatu toko dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu wilayah perdagangan utama, wilayah perdagangan sekunder, dan wilayah tambahan.

Masih banyaknya bisnis waralaba asing menyerbu pasar Indonesia, dikhawatirkan berimbas buruk terhadap pengusaha kecil dan menengah. Lebih dari enam ribu outlet waralaba sudah memanjakan konsumen selama ini dengan harga produk yang kompetitif. Jika bisnis waralaba ini tidak di kendalikan dan dibatasi keberadaannya, maka dipastikan pemerdayaan UMKM tidak akan terlaksana. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dalam penulisan skripsi ini akan diberi judul “Prinsip Pemberdayaan Usaha Kecil Menengah Dalam Ketentuan Pembatasan Kepemilikan Waralaba Restoran Ditinjau Dari Undang -Undang Nomor 20 Tahun 2008”.

B. Rumusan Masalah

Adapun permasalahan ya ng akan dibahas dalam penulisan skripsi ini, yakni sebagai berikut:

1. Apakah permasalahan yang menghambat pemberdayaan usaha kecil dan menengah dalam bisnis waralaba ?

2. Bagaimana upaya yang dapat dilakukan pemerintah untuk pemberdayaan usaha kecil menengah ?

3. Bagaimana pengaruh ketentuan pembatasan kepemilikan waralaba restoran sesuai dengan Undang -Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Kecil Menengah terhadap pemberdayaan usaha kecil menengah?


(14)

Tulisan ini dibuat sebagai tugas a khir dan merupakan sebuah karya ilmiah yang bermanfaat bagi perkembangan hukum di Indonesia khususnya tentang hukum yang mengatur tentang hukum investasi di negara Indonesia. Sesuai permasalahan yang diatas adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah:

1. Untuk mengetahui aspek apa saja yang dapat menghambat pemberdayaan usaha kecil dan menengah dan langkah yang sudah ditempuh untuk mengatasinya

2. Untuk mengetahui upaya apa yang dapat dilakukan pemerintah untuk pemberdayaan usaha kecil menengah.

3. Untuk mengetahui peranan ketentuan pembatasan kepemilikan waralaba restoran sesuai dengan Undang -Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Kecil Menengah terhadap pemberdayaan usaha kecil menengah. Adapun yang menjadi manfaat penulisan skripsi ini tidak dapat dipisahkan dari tujuan penulisan yang telah diuraikan diatas, yaitu:

1. Manfaat secara teoritis

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dan masukan pemikiran di bidang ilmu pengetahuan hukum, khususnya pengetahuan ilmu hukum ekonomi. Selain itu, dihara pkan juga dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya.

2. Manfaat secara praktis

Secara praktis diharapkan agar penulisan skripsi ini dapat menjadi bahan masukan bagi masyarakat dan para pihak yang berperan serta yang diharapkan dapat meningkatkan ke sadaran dan perannya dalam memberikan perlindungan


(15)

dan kepastian hukum kepada pelaku UMKM demi terciptanya UMKM yang unggul dalam segi kualitas dan kuantitas.

D. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi yang berjudul “Prinsip Pemberdayaan Usaha Kecil Menengah Dalam Ketentuan Pembatasan Kepemilikan Waralaba Restoran Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008” adalah hasil pemikiran sendiri. Skripsi ini menurut sepengetahuan, belum pernah ada yang membuat. Kalaupun ada seperti beberapa judul skripsi yang diur aikan di bawah ini dapat diyakinkan bahwa substansi pembahasannya berbeda. Dengan demikian keaslian penulisan skripsi ini dapat dipertanggung jawabkan secara moral dan ilmiah.

Pengujian tentang kesamaan dan keaslian judul yang diangkat di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara juga telah dilakukan dan dilewati, maka ini juga dapat mendukung tentang keaslian penulisan.

E. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian wirausaha

Menurut etimologis, wirausaha merupakan suatu istilah yang berasal dari kata-kata “wira” dan “usaha”. “wira” bermakna berani, utama, atau perkasa. Sedangkan “usaha” bermakna kegiatan dengan mengerahkan tenaga pikiran atau badan untuk mencapai sesuatu maksud.


(16)

Menurut terminologis, sebagaimana dikemukakan oleh Taufik Baharuddin bahwa wirausaha adalah kemampuan untuk menciptakan, mencari, dan memanfaatkan peluang dalam menuju apa yang diinginkan sesuai dengan yang diidealkan. Seiring dengan hal tersebut Buchari Alma mengemukakan bahwa wirausaha atau entrepreneur yakni orang yang melihat a danya peluang kemudian menciptakan sebuah organisasi untuk memanfaatkan peluang tersebut. Jadi seorang wirausaha atau entrepreneur tidak selalu seorang pedagang atau seorang manager. Wira usaha adalah orang unik yang berani mengambil resiko dan yang memperkenalkan produk-produk inovatif dan teknologi baru kedalam perekonomian. Dalam arti lain wirausaha adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk melihat dan menilai kesempatan -kesempatan bisnis dengan mengumpulkan sumberdaya -sumberdaya yang dibutuhka n untuk mengambil tindakan yang tepat dan mengambil keuntungan dalam rangka meraih sukses. 2. Pengertian usaha kecil

Secara otentik, pengertian usaha kecil diatur dalam Bab I Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil. Yaitu: "k egiatan ekonomi masyarakat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil pendapatan tahunan, serta kepemilikan, sebagaimana yang ditentukan dalam Undang-Undang ini".

Pengertian disini mencakup usaha kecil informal, yaitu usaha yang b elum di daftar, belum dicatat, dan belum berbadan hukum, sebagaimana yang ditentukan oleh instansi yang berwenang.Usaha kecil merupakan usaha yang integral dalam dunia usaha nasional yang memiliki kedudukan, potensi, dan peranan yang signifikan dalam mewuj udkan tujuan pembangunan nasional pada


(17)

umumnya dan pembangunan ekonomi pada khususnya. Selain itu, usaha kecil juga merupakan kegiatan usaha dalam memperluas lapangan pekerjaan dan memberikan pelayanan ekonomi yang luas, agar dapat mempercapat proses pemerataan dan pendapatan ekonomi masyarakat.

Usaha Kecil sebagaimana dimaksud Undang -Undang No.9 Tahun 1995 adalah usaha produktif yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) per tahun serta dapat menerima kredit dari bank maksimal di atas Rp50.000.000, - (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp.500.000.000, - (lima ratus juta rupiah). Adapun kriteria usaha kecil menurut Undang-Undang No. 9 tahun 1995 adalah sebagai berikut:

a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000, - (Dua Ratus Juta Rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha

b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000, - (Satu Milyar Rupiah)

c. Milik Warga Negara Indonesia

d. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang tidak dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar

e. Berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi. Menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998 pengertian Usaha Kecil adalah “Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang


(18)

secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat”.

3. Pengertian usaha mikro

Usaha Mikro sebagaimana dimaksud menurut Keputusan Menteri Keuangan No.40/KMK.06/2003 tanggal 29 Januari 2003, yaitu usaha produktif milik keluarga atau perorangan Warga Negara Indonesia dan memiliki hasil penjualan paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah) per tahun. Usaha Mikro dapat mengajukan kredit kepada bank paling banyak Rp.50.000.000,. Adapun kriteria usaha mikro yakni:

a. Jenis barang/komoditi usahanya tidak selalu tetap, sewaktu -waktu dapat berganti;

b. Tempat usahanya tidak selalu menetap, sewaktu -waktu dapat pindah tempat;

c. Belum melakukan administrasi keuangan yang sederhana sekalipun, dan tidak memisahkan keuangan keluarga dengan keuangan usaha;

d. Sumber daya manusianya (pengusahanya) belum memiliki jiwa wirausaha yang memadai;

e. Tingkat pendidikan rata -rata relatif sangat rendah;

f. Umumnya belum akses kepada perbankan, namun sebagian dari mereka sudah akses ke lembaga keuangan non bank;

g. Umumnya tidak memiliki izin usaha atau persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP.


(19)

Usaha Menengah sebagaimana dimaksud I npres No.10 tahun 1998 adalah usaha bersifat produktif yang memenuhi kriteria kekayaan usaha bersih lebih besar dari Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak sebesar Rp10.000.000.000,00, (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk ta nah dan bangunan tempat usaha serta dapat menerima kredit dari bank sebesar Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan Rp.5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). Adapun kriteria usaha menengah yakni:

a. Pada umumnya telah memiliki manajemen dan o rganisasi yang lebih baik, lebih teratur bahkan lebih modern, dengan pembagian tugas yang jelas antara lain, bagian keuangan, bagian pemasaran dan bagian produksi; b. Telah melakukan manajemen keuangan dengan menerapkan sistem

akuntansi dengan teratur, sehing ga memudahkan untuk auditing dan penilaian atau pemeriksaan termasuk oleh perbankan;

c. Telah melakukan aturan atau pengelolaan dan organisasi perburuhan, telah ada Jamsostek, pemeliharaan kesehatan dll;

d. Sudah memiliki segala persyaratan legalitas antara lain izin tetangga, izin usaha, izin tempat, NPWP, upaya pengelolaan lingkungan dll;

e. Sudah akses kepada sumber -sumber pendanaan perbankan;

f. Pada umumnya telah memiliki sumber daya manusia yang terlatih dan terdidik.

F. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian


(20)

Bambang Sunggono menyatakan bahwa dalam penulisan sebuah karya ilmiah ada 2 (dua) jenis metode penelitian, yaitu:

a. Penelitian yuridis normatif disebut juga dengan penelitian hukum doktrinal karena penelitian ini dilakukan atau ditujukan hanya kepada peraturan-peraturan yang tertulis dan bahan hukum yang lain. Penelitian hukum ini juga disebut sebagai penelitian kepustakaan ataupun studi dokumen disebabkan penelitian ini lebih banyak dilakukan terhadap data yang bersifat se kunder yang ada di perpustakaan. Penelitian kepustakaan demikian dapat pula dikatakan sebagai lawan dari penelitian empiris (penelitian lapangan).3

b. Penelitian yuridis empiris disebut juga dengan penelitian hukum non doktrinal karena penelitian ini berupa studi-studi empiris untuk menemukan teori -teori mengenai proses terjadinya dan mengenai proses bekerjanya hukum di dalam masyarakat. Atau yang disebut juga sebagaiSocio Legal Research.4

Berdasarkan perumusan masalah dalam menyusun skripsi in i, jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif yaitu metode atau cara meneliti bahan pustaka yang ada. Tahapan pertama penelitian hukum normatif adalah penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan hukum objektif (norma hukum), yaitu dengan mengadakan penelitian terhadap masalah hukum. Tahapan kedua penelitian hukum normatif adalah penelitian yang di tujukan untuk mendapatkan hukum subjektif (hak dan kewajiban).

3

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 81

4


(21)

Sifat penelitian yang digunakan adalah pene litian deskriptif yakni suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena -fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan sesuatu, misalnya kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang terjadi, atau tentang kecendrungan yang tengah berlangsung.

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian normati f ini menggunakan metode pendekatan yuridis yang bertujuan untuk mengerti dan memahami gejala yang di teliti.

2. Data penelitian

Materi dalam skripsi ini diambil dari data -data sekunder. Adapun data -data sekunder yang dimaksud adalah:

a. Bahan hukum primer

Yaitu dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Dalam tulisan ini diantaranya Undang Undang Nomor 9 Tahun 1995tentang Usaha Kecil, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah , Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro, dan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2013 Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah .


(22)

Yaitu semua dokumen yang merupakan bacaan yang releva n seperti buku-buku, seminar-seminar, jurnal hukum, majalah, koran karya tulis ilmiah dan beberapa sumber dari internet yang berkaitan dengan materi yang diteliti

c. Bahan hukum tersier

Yaitu semua dokumen yang berisi tentang konsep -konsep dan keterangan –keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus, ensklopedi dan sebagainya.

3. Teknik pengumpulan data

Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka digunakan metode pengumpulan data dengan cara:5 studi kepustakaan, yaitu mempelajari dan menganalisis secara sistematis digunakan buku -buku, surat kabar, makalah ilmiah, majalah, internet, peraturan perundang -undangan dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.

4. Analisis data

Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas dan hasilnya tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi. Metode kualitatif

5


(23)

dilakukan guna mendapatkan data yang deskriptif, yaitu data -data yang akan diteliti dan dipelajari sesuatu yang utuh.

G. Sistematika Penulisan

Untuk lebih memudahkan menguraikan pembahasan mas alah skripsi ini, maka penyusunannya dilakukan secara sistematis. Skripsi ini terbagi dalam 5 (Lima) BAB, yang gambarannya sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan tentang uraian umum seperti penelitian pada umumnya yaitu, latar belakang m asalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan serta sistematika penulisan.

BAB II PERMASALAHAN YANG MENGHAMBAT

PEMBERDAYAAN USAHA KECIL DAN MENENGAH

Bab ini menguraikan pembahasan tenta ng pengertian usaha, jenis-jenis usaha, perkembangan usaha kecil menengah di indonesia, perkembangan peraturan hukum tentang usaha kecil menengah dan permasalahan yang menghambat pemberdayaan usaha kecil dan menengah.

BAB III UPAYA YANG DILAKUKAN PEMERINT AH UNTUK PEMBERDAYAAN USAHA KECIL MENENGAH


(24)

Bab ini menguraikan pembahasan tentang pengertian waralaba, jenis-jenis waralaba, prosedur mendirikan waralaba, peraturan hukum tentang kepemilikan waralaba di Indonesia dan upaya yang dapat dilakukan pemerintah untuk pemberdayaan usaha kecil menengah.

BAB IV PENGARUH KETENTUAN P EMBATASAN

KEPEMILIKAN WARALABA RESTORAN SESUAI DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHU N 2008 TENTANG USAHA K ECIL MENENGAH TERHADAP PEMBERDAYAA N USAHA KECIL MENENGAH

Bab ini membahas mengenai syarat dan ketentuan kepemilikan waralaba dan pengaruh ketentuan pembatasan kepemilikan waralaba restoran sesuai dengan Undang -Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah terhadap pemberdayaan usaha kecil menengah.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini adalah bab penutup, yang merupakan bab terakhir dimana akan diberikan kesimpulan dan saran mengenai permasalahan yang dibahas.


(25)

BAB II

PERMASALAHAN YANG MENGHAMBAT PEMBERDAYAAN USAHA KECIL DAN MENENGAH

A. Pengertian Usaha dan Wirausa ha

Pengertian usaha adalah kegiatan dengan mengerahkan tenaga, pikiran atau badan untuk mencapai suatu maksud. Dalam ruang lingkup tertentu, pengertian usaha bisa disamakan dengan pekerjaan. Pekerjaan sendiri merupakan suatu perbuatan, prakarsa, ikhtiar at au daya upaya untuk mencapai sesuatu.6 Sedangkan wirausaha adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk melihat dan menilai kesempatan -kesempatan bisnis; mengumpulkan sumber dayasumber daya yang dibutuhkan untuk mengambil tindakan yang tepat dan mengambil keuntungan dalam rangka meraih sukses.

Menurut etimologis, wirausaha merupakan suatu istilah yang berasal dari kata-kata wira dan usaha. Wira bermakna berani, utama, atau perkasa, sedangkan usaha bermakna kegiatan dengan mengerahkan tenaga pikiran a tau badan untuk mencapai sesuatu maksud dengan melihat adanya peluang kemudian menciptakan sebuah organisasi untuk memanfaatkan peluang tersebut. Jadi seorang wirausaha atau entrepreneur tidak selalu seorang pedagang atau seorang manager, wira usaha adalah orang unik yang berani mengambil resiko dan yang memperkenalkan produk -produk inovatif juga teknologi baru kedalam perekonomian.7

6

Pengertian Usaha, http://kangmoes.com/artikel -tips-trik-ide-menarik-kreatif.definisi/pengertian-usaha.html, diakses tanggal 13 Februari 2014.

7

Pengertian Wirausaha, http://mencobausahaaa.blogspot .com/, diakses tanggal 13 Februari 2014.


(26)

Wirausahawan adalah orang yang mengorganisir, mengelola dan berani menanggung resiko untuk menciptakan usaha baru dan peluang berusaha. Secara esensi pengertian entrepreneurship adalah suatu sikap mental, pandangan, wawasan serta pola pikir dan pola tindak seseorang terhadap tugas -tugas yang menjadi tanggungjawabnya dan selalu berorientasi kepada pelanggan atau dapat juga diartikan sebagai semua tindakan dari seseorang yang mampu memberi nilai terhadap tugas dan tanggungjawabnya. Adapun kewirausahaan merupakan sikap mental dan sifat jiwa yang selalu aktif dalam berusaha untuk memajukan karya baktinya dalam rangka upaya meningkatk an pendapatan di dalam kegiatan usahanya. Selain itu kewirausahan adalah kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar, kiat, dan sumber daya untuk mencari peluang menuju sukses. Inti dari kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan seuatu yang baru dan berbeda (create new and different) melaui berpikir kreatif dan bertindak inovatif untuk menciptakan peluang dalam menghadapi tantangan hidup. Pada hakikatnya kewirausahaan adalah sifat, ciri, dan watak seseorang yang memiliki kemauan dalam mewujudkan gagasan inovatif kedalam dunia nyata secara kreatif.

Kewirausahaan adalah proses dimana seorang individu atau kelompok individu menggunakan upaya terorganisir dan sarana untuk mencari peluang untuk menciptakan nilai dan tumbuh dengan memenuhi keinginan dan kebutuhan melalui inovasi dan keunikan, tidak peduli apa sumber daya yang saat ini dikendalikan. Tidak semua orang dapat dan mampu menjadi seorang wirausaha sukses dan berhasil.


(27)

B. Jenis-Jenis Usaha

Dalam meningkatkan perekenomian suatu Negara, perana n usaha sangatlah penting. Indonesia sendiri terdapat empat macam usaha yang menunjang perekonomian masyarakatnya, adapun jenis usaha tersebut yakni sebagai berikut:8

1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi Kriteria Usaha Mikro sebagai berikut:

a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00

(tiga ratus juta rupiah).

2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik l angsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagai berikut:

a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

8

Pasal 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah


(28)

b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan dan memenuhi Kriteria Usaha Menengah sebagai berikut:

a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 ( sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha

b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).

4. Usaha Besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari Usaha Menengah, yang meliputi usaha nasional milik negara atau swasta, usaha patungan, dan usaha asing yang melakuk an kegiatan ekonomi di Indonesia.

Wirausaha dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu founders, general managers dan franchisee.9 Founders atau pendiri perusahaan. Seorang

9


(29)

Founders sering dianggap sebagai wirausaha murni, karena mereka secara nyata melakukan survei pasar, mencari dana, dan fasilitas yang diperlukan. Founders yaitu seorang investor yang memulai bisnis berdasarkan penemuan barang atau jasa baru atau yang sudah diimprovisasi. Atau dapat juga seseorang yang mengembangkan ide orang lain dala m memulai usahanya. General managers yaitu seseorang yang memimpin operasional perusahaan dalam menjalankan bisnisnya.

Franchisee yaitu seorang wirausaha yang kekuasaannya dibatasi oleh hubungan kontrak kerja dengan organisasi pemberi franchise atau franchisor. Tingkatan dalam sistem franchise terdiri atas tiga bentuk. Pertama produsen (franchisor) memberikan franchise kepada penjual. Sistem ini umumnya digunakan di dalam industri minuman dingin. Tipe kedua penjualnya adalah franchisor, contohnya pada supe rmarket. Tipe ketiga, franchisor sebagai pencipta atau produsen, sedangkan franchise adalah pendiri retail seperti restoran cepat saji. Ada dua pola wirausaha yang disarankan oleh Norman R.Smith yaitu wirausaha artisan dan oportunistis. Wirausaha Artisan a dalah seseorang yang memulai bisnisnya dengan keahlian teknis sebagai modal utama dan sedikit pengetahuan bisnis. Karakteristik dari seorang wirausaha artisan antara lain:

a. Bersikap kekeluargaan, mereka memimpin bisnisnya seperti memimpin keluarganya

b. Enggan mendelegasikan wewenang

c. Menggunakan sedikit (satu atau dua) sumber modal dalam mendirikan perusahaannya

d. Membatasi strategi pemasaran pada komponen harga secara tradisional, kualitas dan reputasi perusahaan


(30)

e. Usaha penjualannya dilakukan secara tradisional

f. Orientasi waktu mereka singkat dengan sedikit perencanaan untuk pertumbuhan atau perubahan di masa mendatang

Sedangkan Wirausaha Oportunistis yaitu seseorang yang memulai suatu bisnisnya dengan keahlian manajemen yang rumit dan pengetahuan teknis.

Menurut UU Nomor 9 tahun 1999 ditetapkan bahwa usaha kecil adalah suatu unit usaha yang memiliki nilai asset netto (tidak termasuk tanah dan bangunan) tidak melebihi Rp. 100 juta atau penjualan per tahun tidak lebih besar dari Rp. 250 juta, milik WNI, berdiri send iri dan berafiliasi langsung atau tidak langsung dengan usaha menengah atau besar dan berbentuk badan usaha perseorangan, baik berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum.

Menurut Partomo dan Soejoedono (2002:14), berdasarkan Undang -undang Nomor 9 Tahun 1995 kriteria usaha kecil dilihat dari segi keuangan dan modal yang dimilikinya adalah:10

1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.100 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha), atau

2. Memiliki hasil penjualan paling banyak Rp. 250 juta per tahun Untuk kriteria usaha menengah :

1. Untuk sektor industri, memiliki total aset paling banyak Rp. 500 juta, dan 2. Untuk sektor non industri, memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.

300 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 700 juta.

10

Jenis-Jenis Usaha,

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35121/3/Chapter%20ll.pdf, diunduh tanggal 3 Maret 2014, hlm. 1.


(31)

Menurut Anoraga dan Sudantoko (2000:245) berdasarkan konsep inpres UKM yang dimaksud dengan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) adalah kegiatan ekonomi dengan criteria assetmencapai Rp 30-100 juta, tidak termasuk tana h dan bangunan tempat usaha, dan omzet pertahunnya mencapai Rp. 250 juta.

Menurut Wibowo, dkk (2003:5) kegiatan perusahaan pada prinsipnya dapat dikelompokkan dalam tiga jenis usaha yaitu:11

1. Jenis usaha perdagangan atau distribusi

Jenis usaha ini merupaka n usaha yang terutama bergerak dalam kegiatan memindahkan barang dari produsen ke konsumen atau dari tempat yang mempunyai kelebihan persediaan ketempat yang membutuhkan. Jenis usaha ini diantaranya bergerak dibidang pertokoan, warung, rumah makan, peragen an (filial), penyalur (whole saler), pedagang perantara, tengkulak, dan sebagainya. Komisioner dan makelar dapat juga dimasukkan dalam kegiatan perdagangan karena kegiatannya dalam jual beli barang.

2. Jenis usaha produksi atau industri

Usaha produksi atau industri adalah jenis usaha yang terutama bergerak dalam kegiatan proses pengubahan suatu barang menjadi barang lain yang berbeda bentuk atau sifatnya dan mempunyai nilai tambah. Kegiatan ini dapat berupa produksi atau industri pangan, pakaian, peralatan ru mah tangga, kerajinan, bahan bangunan, dan sebaginya. Dalam hal ini, kegiatan budidaya sector pertanian, perikanan, peternakan, perkebunan dan kegiatan penangkapan ikan termasuk jenis usaha produksi.

3. Jenis usaha jasa komersial

11


(32)

Usaha jasa komersial merupa kan usaha yang bergerak dalam kegiatan pelayanan atau menjual jasa sebagai kegiatan utamanya. Contoh jenis usaha ini adalah asuransi, bank, konsultan, biro perjalanan, pariwisata, pengiriman barang (ekspedisi), bengkel, salon kecantikan, penginapan, gedung bioskop, dan sebagainya, termasuk praktek dokter dan perencanaan bangunan.

Usaha kecil dan menengah tentu mempunyai segi keunggulan dan kelemahan. Adapun keunggulan dan kelemahan usaha kecil dan menengah (UKM) yakni perusahaan skala kecil dan menengah me miliki keunggulan sebagai berikut:12

1. Tetap bertahan dan mengantisipasi kelesuan perekonomian yang diakibatkan inflasi maupun berbagai faktor penyebab lainnya.

2. Tanpa subsidi dan proteksi, Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Indonesia mampu menambah nilai dev isa bagi Negara.

3. Usaha kecil yang informal mampu berperan sebagai penyangga (buffer) dalam perekonomian masyarakat lapisan bawah.

4. Kemampuan menciptakan kesempatan kerja cukup banyak atau penyerapannya terhadap tenaga kerja.

5. Independen dalam penentuan ha rga produksi atas barang-barang atau jasa-jasa yang dihasilkannya.

6. Fleksibilitas dan kemampuan menyesuaikan diri terhadap kondisi pasar yang berubah dengan cepat disbanding dengan perusahaan skala besar yang pada umumnya birokratis.

7. Prosedur hukum yang sederhana.

12


(33)

8. Pajak relatif ringan, sebab yang dikenakan pajak bukanlah perusahaannya tetapi pengusahanya.

9. Mudah dalam proses pendiriannya.

10. Mudah untuk dibubarkan pada waktu yang dikehendaki. 11. Pemilik mengelola secara mandiri dan bebas waktu. 12. Pemilik menerima seluruh laba.

13. Umumnya mempunyai kecendrungan untuk bertahan (survive)

14. Usaha Kecil dan Menengah (UKM) sangat cocok untuk didirikan oleh para pengusaha yang sama sekali belum pernah mencoba untuk mendirikan suatu usaha sehingga memiliki sedikit pesaing .

15. Terbukanya peluang dengan adanya berbagai kemudahan dalam peraturan dan kebijakan pemerintah yang mendukung berkembangnya usaha kecil di Indonesia.

16. Diversifikasi usaha terbuka luas sepanjang waktu dan pasar konsumen senantiasa tergali melalui kreativit as pengelola.

17. Relatif tidak membutuhkan investasi yang terlalu besar, tenaga kerja yang tidak berpendidikan tinggi, serta sarana produksi lainnya yang tidak terlalu mahal.

18. Hubungan kemanusiaan yang akrab dalam perusahaan kecil. 19. Terdapatnya dinamisme man ajerial dan peranan kewirausahaan.

Kelemahan dari Usaha Kecil dan Menengah (UKM) diantaranya adalah sebagai berikut:13

13


(34)

1. Umumnya Usaha Kecil dan Menengah (UKM) tidak pernah melakukan studi kelayakan, penelitian pasar, analisis perputaran uang tunai atau kas serta penelitian lainnya hanya diperlukan dalam suatu aktivitas bisnis. 2. Tidak memiliki perencanaan sistem jangka panjang, sistem akuntansi yang

memadai, anggaran kebutuhan modal, struktur organisasi dan pendelegasian wewenang serta alat -alat manajerial lainnya (perencanaan, pelaksanaan, serta pengendalian usaha) yang umumnya diperlukan oleh suatu perusahaan bisnis yang profit oriented.

3. Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mempunyai kekurangan dalam informasi, baik itu informasi pasar, produk dan informasi lain nya yang berhubungan dengan binis.

4. Kurangnya petunjuk pelaksanaan teknis operasional kegiatan dan pengawasan mutu hasil kerja dan produk, serta sering tidak konsisten dengan ketentuan order atau pesanan yang mengakibatkan klaim atau produk yang ditolak.

5. Terlalu banyak biaya-biaya yang diluar poengendalian serta hutang yang tidak bermanfaat, juga tidak dipatuhinya ketentuan -ketentuan pembukuan standar.

6. Pembagian kerja pada Usaha Kecil dan Menengah (UKM) tidak proporsional, sering terjadi pengelola memilik i pekerjaan yang melimpah atau karyawan yang bekerja diluar batas jam kerja standar.

7. Kesulitan mengetahui kebutuhan modal kerja, sebab tidak dilakukan perencanaan kas.


(35)

9. Resiko dan hutang-hutang kepada pihak ketiga ditanggung oleh kekayaan pribadi pemilik.

10. Sumber modal terbatas pada kemampuan pemilik, dan kesempatan untuk mendapatkan kredit dari bank sangat kecil.

C. Perkembangan Usaha Kecil Menengah Di Indonesia

Secara umum, ada dua aspek yang di gunakan untuk mengetahui besarnya potensi UMKM dalam mengembangkan pasar modal melalui proses go public di pasar modal. Pertama, kontribusi UMKM terhadap makro ekonomi Indonesia karena berkaitan langsung dengan signifikansi UMKM untuk masuk pasar modal Indonesia. Kedua, melalui berbagai survei yang menjelaskan mengenai kondisi UMKM di Indonesia di tinjau dari berbagai aspek. Potensi UMKM yang relatif besar dapat terlihat dari kontribusi sektor UMKM terhadap PDB nasional. Pada tahun 2009, PDB nasional atas h arga konstan tahun 2000 adalah sebesar Rp.2.088,29 trilyun, UMKM berkontribusi sekitar Rp.532,26 trilyun atau 37,83% (tidak termasuk PDB Usaha Mikro), sedangkan PDB Usaha Besar tercatat sebesar Rp.873,57 trilyun (62,17%). Angka ini cenderung konstan dari t ahun 2006 sampai dengan 2009. Jika memasukkan kategori Usaha Mikro, maka kontribusi keseluruhan UMKM dapat mencapai Rp.1.214,73 trilyun atau mencapai 58,17% total PDB nasional.14

Perkembangan jumlah unit UMKM periode 2006 sampai dengan 2009 mengalami peningkatan sebesar 15,40% (tidak termasuk Usaha Mikro), yaitu dari 509.365 unit di tahun 2006 menjadi 587,808 unit di tahun 2009 Pada periode yang

14

Laporan Studi Potensi Perusahaan UMKM Untuk Go Public, Departemen Keuangan Republik Indonesia Badan Pengawas Pasar Modal Dan Lembaga Keuangan Tahun Anggaran 2011, hlm 29


(36)

sama, jumlah unit UMKM yang berdiri masih mendominasi sekitar 99,21% dari keseluruhan unit bisnis UMKM dan Usaha Besar yang berdiri di Indonesia.15

Dalam hal penyerapan tenaga kerja, peran UMKM sangat vital. Hal ini dapat dilihat pada grafik di bawah ini yang menunjukkan bahwa pada tahun 2009, penyerapan tenaga kerja kategori Usaha Kecil berada pada angka 3.521.073 lapangan pekerjaan atau sekitar 39,68% dari total lapangan kerja UMKM dan Usaha Besar. Sedangkan Usaha Menengah dan Usaha Besar masing masing terhitung sebanyak 2.677.565 dan 2.674.671 lapangan kerja, atau 30,18% dan 30,14%. Jika memasukkan kategori usaha m ikro, angka penyerapan kerja Usaha Mikro tergolong sangat tinggi, berkisar di angka 90.012.694 lapangan pekerjaan atau sekitar 91% dari total angkatan kerja.16

Usaha Kecil juga memiliki angka pertumbuhan penyerapan tenaga kerja paling tinggi. Dari tahun 20 06 sampai dengan 2009, penyerapan tenaga kerja Usaha Kecil tumbuh 12,15% dari angka 3.139.711 ke 3.521.073 tenaga kerja. Sementara itu, penyerapan tenaga Usaha Menengah mengalami sedikit penurunan dibandingkan dengan tahun 2006, yaitu turun 0,78% dari angk a 2. 698.743 ke angka 2.677.565 tenaga kerja. Usaha Besar mengalami pertumbuhan penyerapan tenaga kerja, yaitu tumbuh 10,93% dari angka 2.411.181 ke angka 2.674.671 tenaga kerja.17

Secara umum kontribusi UKM dalam penciptaan ekspor non -migas relative kecil karena perusahaan UKM kebanyakan masih bergerak pada industry hulu. Pada tahun 2009 kontribusi ekspor UKM tercatat sebesar Rp.147,88 trilyun atau sekitar 15,75%, sedangkan Usaha Besar tercatat sebesar Rp. 790,84 trilyun

15

Ibid.,hlm. 30

16

Ibid.,hlm. 31

17 Ibid.


(37)

atau meliputi sekitar 84,25% total e kspor non migas Indonesia. Satu hal yang patut dicermati, pertumbuhan ekspor UKM dar dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2009 relatif cukup tinggi, yaitu tumbuh 31,94% dari Rp.112,08 trilyun pada tahun 2006 menjadi Rp.147,88 trilyun pada tahun 2009.18

D. Perkembangan Peraturan Hukum Tentang Usaha Mikro Kecil Dan Menengah

Beberapa lembaga atau instansi bahkan Undang -Undang memberikan definisi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), diantaranya adalah Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (Menegkop dan UMKM), Badan Pusat Statistik (BPS), Keputusan Menteri Keuangan No 316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994, dan Undang -Undang No. 20 Tahun 2008. Definisi UMKM yang disampaikan berbeda -beda antara satu dengan yang lainnya.

Menurut Kementrian Kope rasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah, yang dimaksud dengan Usaha Kecil (UK), termasuk Usaha Mikro (UMI), adalah entitas usaha yang mempunyai memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, dan memil iki penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000. Sementara itu, Usaha Menengah (UM) merupakan entitas usaha milik warga negara Indonesia yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200.000.000 s.d. Rp 10.000.000.000, tidak termasuk tanah dan ban gunan.

18


(38)

Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan definisi UMKM berdasarkan kuantitas tenaga kerja. Usaha kecil merupakan entitas usaha yang memiliki jumlah 7 tenaga kerja 5 sampai dengan 19 orang, sedangkan usaha menengah merupakan entitias usaha yang memilik i tenaga kerja 20 sampai dengan 99 orang. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994, usaha kecil didefinisikan sebagai perorangan atau badan usaha yang telah melakukan kegiatan/usaha yang mempunyai penjualan/omset p ertahun setinggi-tingginya Rp 600.000.000 atau aset/aktiva setinggi -tingginya Rp. 600.000.000 (di luar tanah dan bangunan yang ditempati) terdiri dari :

1. Badan usaha (Fa, CV, PT, dan koperasi) dan

2. Perorangan (pengrajin/industri rumah tangga, petani, peterna k, nelayan, perambah hutan, penambang, pedagang barang dan jasa)

Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang diterbitkan pada tanggal 4 Juli 2008, Usaha Kecil adalah entitas yang memiliki kriteria sebagai berik ut :

1. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; dan

2. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300 .000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

Sementara itu, yang disebut dengan Usaha Menengah adalah entitas usaha yang memiliki kriteria sebagai berikut :


(39)

1. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; dan 8 2. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua

milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).

Regulator pasar modal, dalam hal ini Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga keuangan (Bapepam -LK) memberi definisi UMKM yang termaktub pada Peraturan Ketua Bapepam KEP-11/PM/1997 (tentang perubahan Peraturan IX.C.7 Tahun 1996) yaitu Perusahaan Menengah atau Kecil adalah badan hukum yang didirikan di Indonesia yang memiliki jumlah kekayaan (total assets) tidak lebih dari Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah).

Sejalan dengan perkembangan UMKM, maka peraturan mengenai UMKM juga telah mengalami beberapa pembaharuan peraturan, yakni sebagai berikut: Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil

1. PP No. 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan

2. PP No. 32 Tahun 1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil

3. Inpres No. 10 Tahun 1999 tentang Pemberdayaan Usaha Menengah

4. Keppres No. 127 Tahun 2001 tentang Bidang/Jenis Usaha Yang Dicadangkan Untuk Usaha Kecil dan Bidang/Jenis Usaha Yang Terbuka Untuk Usaha Menengah atau Besar Dengan Syarat Kemitraan

5. Keppres No. 56 Tahun 2002 tentang Restrukturisasi Kredit Usaha Kecil dan Menengah


(40)

6. Permenneg BUMN Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan 7. Permenneg BUMN Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan

Usaha Milik Negara

8. Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

E. Bentuk Permasalahan Yang Menghambat Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Dan Menengah (UMKM)

Dalam pemberdayaan UMK M sudah tentu terdapat permasalahan yang menghambat pemberdayaan itu sendiri. Permasalahan -permasalahan yang menghambat pemberdayaan UMKM itu berasal dari sektor lain penunjang UMKM itu sendiri, permasalahan -permasalah tersebut yakni:19

1. Rendahnya produktivitas

Perkembangan yang meningkat dari segi kuantitas tersebut belum diimbangi dengan peningkatan kualitas UMKM yang memadai khususnya skala usaha mikro. Masalah yang masih dihadapi adalah rendahnya produktivitas, sehingga menimbulkan kesenjangan yang sangat lebar antar pelaku usaha kecil, menengah, dan besar. Atas dasar harga konstan tahun 1993, produktivitas per unit usaha selama periode 2000–2003 tidak menunjukkan perkembangan yang berarti, yaitu produktivitas usaha mikro dan kecil masih sekitar Rp 4,3 juta per unit usaha per tahun dan usaha menengah sebesar Rp 1,2 miliar, sementara itu produktivitas per unit usaha besar telah mencapai Rp

19

Presiden Republik Indonesia ,Pemberdayaan Koperasi, Dan Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah, Bab 20, hlm. 1


(41)

82,6 miliar. Demikian pula dengan perkembangan produktivitas per tenaga kerja usaha mikro dan kecil serta usaha menengah belum menunjukkan perkembangan yang berarti yaitu masing -masing berkisar Rp 2,6 juta dan Rp 8,7 juta, sedangkan produktivitas per tenaga kerja usaha besar telah mencapai Rp 423,0 juta. Kinerja seperti itu berkaitan dengan rendahnya kualitas sumber daya manusia UMKM khususnya dalam bidang manajemen, organisasi, penguasaan teknologi, dan pemasaran, dan rendahnya kompetensi kewirausahaan UMKM. Peningkatan produktivitas UMKM sangat diperlukan untuk mengatasi ketimpangan antarpelaku, antargolongan pendapatan da n antardaerah, termasuk penanggulangan kemiskinan, selain sekaligus mendorong peningkatan daya saing nasional.

2. Terbatasnya akses UMKM kepada sumberdaya produktif.

Akses kepada sumber daya produktif terutama terhadap permodalan, teknologi, informasi dan pa sar. Dalam hal pendanaan, produk jasa lembaga keuangan sebagian besar masih berupa kredit modal kerja, sedangkan untuk kredit investasi sangat terbatas. Bagi UMKM keadaan ini sulit untuk meningkatkan kapasitas usaha ataupun mengembangkan produk -produk yang bersaing. Disamping persyaratan pinjamannya juga tidak mudah dipenuhi, seperti jumlah jaminan meskipun usahanya layak, maka dunia perbankan yang merupakan sumber pendanaan terbesar masih memandang UMKM sebagai kegiatan yang beresiko tinggi. Pada tahun 200 3, untuk skala jumlah pinjaman dari perbankan sampai dengan Rp 50 juta, terserap hanya sekitar 24 persen ke sektor produktif, selebihnya terserap ke sektor konsumtif. Bersamaan dengan itu, penguasaan teknologi, manajemen, informasi dan pasar masih jauh dar i


(42)

memadai dan relatif memerlukan biaya yang besar untuk dikelola secara mandiri oleh UMKM. Sementara ketersediaan lembaga yang menyediakan jasa di bidang tersebut juga sangat terbatas dan tidak merata ke seluruh daerah. Peran masyarakat dan dunia usaha dal am pelayanan kepada UMKM juga belum berkembang, karena pelayanan kepada UMKM masih dipandang kurang menguntungkan.

3. Masih rendahnya kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi .

Sementara itu sampai dengan akhir tahun 2003, jumlah koperasi mencapai 123 ribu unit, dengan jumlah anggota sebanyak 27,3 juta orang. Meskipun jumlahnya cukup besar dan terus meningkat, kinerja koperasi masih jauh dari yang diharapkan. Sebagai contoh, jumlah koperasi yang aktif pada tahun 2003 adalah sebanyak 93,8 ribu unit atau ha nya sekitar 76% dari koperasi yang ada. Diantara koperasi yang aktif tersebut, hanya 44,7 ribu koperasi atau kurang dari 48% yang menyelenggarakan rapat anggota tahunan (RAT), salah satu perangkat organisasi yang merupakan lembaga (forum) pengambilan keputusan tertinggi dalam organisasi koperasi. Selain itu, secara rata -rata baru 27% koperasi aktif yang memiliki manajer koperasi.

4. Tertinggalnya kinerja koperasi dan kurang baiknya citra koperasi .

Kurangnya pemahaman tentang koperasi sebagai badan usaha yang memiliki struktur kelembagaan (struktur organisasi, struktur kekuasaan, dan struktur insentif) yang unik/khas dibandingkan badan usaha lainnya, serta kurang memasyarakatnya informasi tentang praktek -praktek berkoperasi yang benar (best practices) telah menimbulkan berbagai permasalahan mendasar yang menjadi kendala bagi kemajuan perkoperasian di Indonesia. Pertama, banyak


(43)

koperasi yang terbentuk tanpa didasari oleh adanya kebutuhan/ kepentingan ekonomi bersama dan prinsip kesukarelaan dari para anggotanya, sehingga kehilangan jati dirinya sebagai koperasi sejati yang otonom dan swadaya/mandiri. Kedua, banyak koperasi yang tidak dikelola secara profesional dengan menggunakan teknologi dan kaidah ekonomi moderen sebagaimana layaknya sebuah badan usaha. Ketiga, masih terdapat kebijakan dan regulasi yang kurang mendukung kemajuan koperasi. Keempat, koperasi masih sering dijadikan alat oleh segelintir orang/kelompok, baik di luar maupun di dalam gerakan koperasi itu sendiri, untuk mewujudkan kepentingan pribadi atau golongannya yang tidak sejalan atau bahkan bertentangan dengan kepentingan anggota koperasi yang bersangkutan dan nilai-nilai luhur serta prinsip-prinsip koperasi. Sebagai akibatnya kinerja dan kontribusi koperasi dalam perekonomian relatif tertinggal d ibandingkan badan usaha lainnya, dan citra koperasi di mata masyarakat kurang baik. Lebih lanjut, kondisi tersebut mengakibatkan terkikisnya kepercayaan, kepedulian dan dukungan masyarakat kepada koperasi.

5. Kurang kondusifnya iklim usaha

Koperasi dan UMKM pada umumnya juga masih menghadapi berbagai masalah yang terkait dengan iklim usaha yang kurang kondusif, di antaranya adalah ketidakpastian dan ketidakjelasan prosedur perizinan yang mengakibatkan besarnya biaya transaksi, panjangnya proses perijinan dan timbulnya berbagai pungutan tidak resmi. Adanya praktik bisnis dan persaingan usaha yang tidak sehat, dan lemahnya koordinasi lintas instansi dalam pemberdayaan koperasi dan UMKM. Di samping itu, otonomi daerah


(44)

yang diharapkan mampu mempercepat tumbuhnya i klim usaha yang kondusif bagi koperasi dan UMKM, ternyata belum menunjukkan kemajuan yang merata. Sejumlah daerah telah mengidentifikasi peraturan -peraturan yang menghambat sekaligus berusaha mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan dan bahkan telah meni ngkatkan pelayanan kepada koperasi dan UMKM dengan mengembangkan pola pelayanan satu atap. Namun masih terdapat daerah lain yang memandang koperasi dan UMKM sebagai sumber pendapatan asli daerah dengan mengenakan pungutan -pungutan baru yang tidak perlu sehingga biaya usaha koperasi dan UMKM meningkat. Disamping itu kesadaran tentang hak atas kekayaan intelektual (HaKI) dan pengelolaan lingkungan masih belum berkembang. Oleh karena itu, aspek kelembagaan perlu menjadi perhatian yang sungguh -sungguh dalam rangka memperoleh daya jangkau hasil dan manfaat (outreach impact) yang semaksimal mungkin mengingat besarnya jumlah, keanekaragaman usaha dan tersebarnya UMKM.

Dalam perspektif pasar modal, perusahaan UMKM yang Go Public tergolong masih minim. Hal ini diseba bkan oleh beberapa permasalahan atau hambatan yaitu sebagai berikut:20

1. Regulasi tentang UMKM yang belum tersinkronisasi dengan aturan lain, baik tentang definisi perusahaan UMKM maupun tentang proses Go Public UMKM. Beberapa peraturan tersebut yaitu antara lain:

a. Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) Nomor IX.C.7 Tentang Pedoman Mengenai Bentuk dan Isi

20


(45)

Pernyataan Pendaftaran Dalam Rangka Penawaran Umum Oleh Perusahaan Menengah atau Kecil.

b. Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tenta ng Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

2. Kesiapan fundamental dan mental UMKM yang belum maksimal. Sebagian besar perusahaan UMKM masih menjalankan usahanya secara konvensional dan belum menerapkan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Selain itu, pola pikir managerial dari pengelola/pemilik perusahaan UMKM masih cenderung konservatif dan belum mengedepankan aspek keterbukaan informasi kepada publik.

3. Struktur pembiayaan usaha yang selama ini didominasi pembiayaan jangka pendek (pasar uang), padahal biaya pembiayaan jangka panjang melalui penerbitan saham dapat lebih murah. Perusahaan UMKM kebanyakan membutuhkan modal yang tidak terlalu besar karena masih berorientasi pada target jangka pendek sehingga pembiayaan jangka panjang kurang men dapat respon positif.

4. UMKM rata-rata belum kenal/familiar dengan pasar modal dan sumber pendanaan jangka panjang. Sosialisasi pasar modal cenderung masih terbatas, belum mencakup perusahaan UMKM. Hal ini menyebabkan informasi menjadi tidak simetris di ant ara pihak yang membutuhkan dana (perusahaan UMKM) dan yang menyediakan dana (investor pasar modal).

5. Biaya pengadaan dana yang relatif tinggi dan jangka waktu yang belum pasti. Dalam proses mendapatkan dana melalui pasar modal, terdapat biaya -biaya yang dirasakan cukup besar bagi perusahaan UMKM sehingga dana (modal


(46)

kerja) yang didapatkan tidak sesuai dengan rencana. Selain itu proses administrasi dapat memakan waktu cukup lama.

6. Mayoritas perusahaan UMKM belum menjalankan manajemen usaha secara profesional dan belum memiliki perencanaan usaha dalam jangka panjang, sehingga tidak terdapat kepastian mengenai keberlanjutan usahanya (sustainability).

7. Belum adanya standardisasi kriteria bagi UMKM yang dapat menjadi acuan untuk masuk ke pasar modal.


(47)

BAB III

UPAYA YANG DILAKUKAN PEMERINTAH UNTUK PEMBERDAYAAN USAHA KECIL MENENGAH DALAM BISNIS WARALABA

A. Pengertian Waralaba

Waralaba didefinisikan sebagai hak istimewa (privilege) yang terjalin dan atau diberikan oleh pemberi waralaba (franchisor) kepada penerima waralaba (franchisee) dengan sejumlah kewajiban atau pembayaran. Franchise sendiri berasal dari bahasa latin, francorum rex yang artinya bebas dari ikatan, yang mengacu pada kebebasan untuk memiliki hak usaha Secara bebas dan sederhana, Dalam format bisnis, pengertian waralaba adalah pengaturan bisnis dengan sistem pemeberian hak pemakaian nama dagang oleh franchisor kepada pihak independen atau franchisee untuk menjual produk atau jasa sesuai dengan kesepakatan.21

Suharnoko mengemukakan bahwa waralaba pada dasarnya adalah “sebuah perjanjian mengenai metode pendistribusian barang dan jasa kepada konsumen”. Pemberi waralaba dalam jangka waktu tertentu memberikan lisensi kepada penerima waralaba untuk melakukan usaha pendistribusian barang dan jasa di bawah nama dan identitas pemberi waralaba dalam wilayah tertentu.22

Salim HS memberikan definisi waralaba yaitu suatu kontrak yang dibuat antara franchisordan franchisee, dengan ketentuan pihak franchisor memberikan lisensi kepada franchisee untuk menggunakan merek barang atau jasa dalam

21

Adrian Sutedi,Hukum Waralaba, Bogor: Ghalia Indonesia, 20 08, hlm. 6

22


(48)

jangka waktu tertentu dan pembayaran sejumlah royalti tertentu kepada franchisor.23

Menurut Gunawan Widjaja,

Waralaba merupakan salah satu bentuk pemberian lisensi, hanya saja agak berbeda dengan pengertian lisensi pada u mumnya, waralaba menekankan pada kewajiban untuk mempergunakan sistem, metode, tata cara. prosedur, metode pemasaran dan penjualan maupun hal -hal lain yang telah ditentukan oleh pemberi waralaba secara eksklusif, serta tidak boleh dilanggar maupun diabaika n oleh penerima lisensi. Hal ini mengakibatkan bahwa waralaba cenderung bersifat eksklusif.24

Pengertian Franchising adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang atau jasa. Secara sederhana, benang merah waralaba adalah penjualan paket usaha komprehensif dan si ap pakai yang mencakup merek dagang, material dan pengolaan manajemen.

Sedangkan menurut Asosiasi Franchise Indonesia , yang dimaksud dengan Waralaba ialah suatu sistem pendistribusian barang atau jasa kepada pelanggan akhir, dimana pemilik merek (franchisor) memberikan hak kepada individu atau perusahaan untuk melaksanakan bisnis dengan merek, nama, sistem, prosedur dan

23

Salim HS.Perkembangan Hukum Kontrak Innominat di Indonesia, Jakarta: PT. Sinar Grafika.2008. hal. 163.

24


(49)

cara-cara yang telah ditetapkan sebelu mnya dalam jangka waktu tertentu meliputi area tertentu.

Pewaralabaan terbagi atas 2 segmen yakni:25

1. Franchisor atau pemberi waralaba, adalah badan usaha atau perorangan yang memberikan hak kepada pihak lain untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimilikinya. Franchisorsudah harus siap dengan perlengkapan operasi bisnis dan kinerja manajemen yang baik, menjamin kelan gsungan usaha dan distribusi bahan baku untuk jangka panjang, serta menyediakan kelengkapan usaha sampai ke detail yang terkecil. Franchisor juga sudah harus menyediakan perhitungan keuntungan yang didapat, neraca keuangan yang mencakup BEP (Break Event Point) dan ROI (Return On Investment).

2. Franchisee atau penerima waralaba, adalah badan usaha atau perorangan yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas yang dimiliki pemberi waralaba. Franchisee hanya menyediakan tempat usaha dan modal sejumlah tertentu bergantung pada jenis waralaba yang akan dibeli. Namun franchisee juga mempunyai kewajiban non -finansial yang sangat esensial yakni menjaga image produk waralaba. Franchisee mempunyai dua kewajiban finansial yakni membayar franchise fee dan royalti fee. Franchise fee adalah jumlah yang harus dibayar sebagai imbalan atas

25

Linda Puspitasari, Pengertian Waralaba (Franchising), http://lindapushyy.blogspot.com/2012/11/pengertian -waralaba-franchising.html, diakses tanggal 25 Februari 2014.


(50)

pemberian hak intelektual pemberi waralaba, yang dibayar untuk satu kali (one time fee)di awal pembelian waralaba. Royalti feeadalah jumlah uang yang dibayarkan secara periodik yang merupakan persentase dari omzet penjualan. Nilai franchisee fee dan royalti fee ini sangat bervariatif, bergantung pada jenis waralaba.

Definisi waralaba juga diberikan oleh institute pendid ikan dan management yang antara lain mendefinisikan waralaba sebagai berikut:26

1. Waralaba adalah suatu sistem pemasaran atau distribusi barang dan jasa, dimana suatu perusahaan induk (franchisor) memberikan hak istimewa untuk melakukan suatu sistem usaha de ngan cara waktu, dan lokasi tertentu kepada individu atau perusahaan lain (franchisee) yang berskala kecil dan menengah

2. Waralaba merupakan sebuah metode pendistribusian barang dan jasa kepada masyarakat konsumen, yang dijual kepada pihak yang berminat. Pemilik dari metode yang dijual ini disebut franchisor, sedangkan pembeli hak untuk menggunakan metode tersebut sebagai franchisee.

3. Waralaba merupakan suatu hubungan berdasarakankontrak antara franchisor dengan franchisee. Franchisor menawarkan dan berkewajib an menyediakan perhatian terus -menerus pada bisnis waralaba melalui penyediaan pengetahian dan pelatihan. Franchisee beroperasi dengan menggunakan merek dagang, format, atau prosedur yang dipunyai serta dikendalikan oleh franchisor. Franchisee melakukan investasi dalam bisnis yang dimilikinya.

26


(51)

Dalam terjemahan bebas, waralaba adalah kontrak atau persetujuan lisan atau tulisan yang dinyatakan secara tegas dimana seorang memberikan hak kepada orang lain untuk menggunakan nama dagang, merek jasa, merek dagang , logo, atau karakteristik yang berhubungan, dimana terdapat kepentingan bersama dalam bisnis yang menawarkan, menjualkan, mendistribusikan barang -barang atau jasa lainnya dimana franchise harus melakukan pembayaran biaya waralaba (franchise fee)secara langsung atau tidak langsung.27

Sejak diberlakukannya Peraturan Pemerintah No.42 Tahun 2007 tentang Waralaba, terutama dalam pasal 1 butir 1 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007, waralaba diartikan sebagai hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba. Definisi inilah yang berlaku baku secara yuridis formal diindonesia.

Dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 12/M -Dag/Per/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba, ditegaskan bahwa waralaba adalah perikatan antara pemberi waralaba dnga n penerima waralaba dimana penerima waralaba diberikan hak untuk menjalankan usaha dengan memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan ciri khas usaha yang dimiliki pemberi waralaba dengan suatu imbalan berdasarkan persyara tan yang ditetapkan oleh pemberi waralaba dengan sejumlah kewajiban menyediakan dukungan konsultasi operasional yang berkesinambungan oleh pemberi waralaba kepeda penerima waralaba. Dalam

27


(52)

peraturan ini juga dijelaskan bahwa pemberi waralaba (franchisor) adalah badan usaha atau perorangan yang memberikan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan ciri khas usaha yag dimiliki pemberi waralaba. Sedangkan penerima waralaba (franchisee) adalah Abadan usaha ataua perorangan yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan ciri khas yang dimiliki pemberi waralaba.

Peraturan menteri tersebut dengan jelas dan tegas menambahkan rumusan kata-kata dukungan konsultasi operasional yang berkesinambungan. Hal ini pada pokoknya merefleksikan bahwa kegiatan waralaba merupakan kegiatan yang berkesinambungan, yang memerlukan dan menghasilkan output yang secara terus menerus dapat dipertanggung jawabkan secara bersama oleh franchisor dan franchisee. Tanpa ada dukungan dan p emeberian bantuan secara terus menerus oleh franchisor, dalam pelaksanaannya mungkin saja franchisee menghasilkan output yang dari waktu ke waktu dapat berbeda dengan harapan franchisor.

Homogenitas dalam seluruh tangkaian produksi, mulai dari bahan baku, bahan pembantu, sara, prasarana, dan bentuk -bentuk masukan (input) lainnya, proses, prosedur, keahlian, sumber daya manusia yang sepadan, hingga hail akhir (output) berupa produk barang dan atau jasa yang memberikan rasa kepuasan, kenikmatan. Dalam hasil yang sepadan, merupakan sasaran utama daru suatu pemberian waralaba. Dengan demikian maka pada prinsipnya, penyelenggaraan waralaba tidak jauh berebeda dengan pembukaan kantor cabang. Hanya saja, dalam pembukaan kantor cabang segala sesuatu didanai dan dik erjakan sendiri, sedangkan pada waralaba penyelenggaraan perluasan usaha didanai dan dikerjakan oleh pihak lain yang dinamakan franchisee atas resiko dan


(53)

tanggungjawabnya sendiri, dalam bentuk usaha sendiri, tapi sesuai dengan arahan dan instruksi serta petunjukfranchisor.

Pada sisi lain, waralaba juga tidak berbeda jauh dari bentuk distribusi dalam kegiatan perdangan barang dan atau jasa. Hanya saja distributor menyelenggarakan sendiri kegiatan penjualannya, sedangkan dalam bisnis waralaba, franchisee melaksanakan segala sesuatunya berdasarkan arahan, petunjuk, atau instruksi yang telah ditetapkan atau digariskan oleh franchisor.

Dari pengertian, definisi, maupun rumusan yang telah diuraikan, waralaba juga dapat dikatakan salah satu bentuk pemberian lisen si, hanya saja berbeda pada pengertian lisensi pada umumnya, waralaba menekankan pada kewajiban untuk mempergunakan sistem, metode, tata cara, prosedur, metode pemasaran dan penjualan, maupun hal -hal lain yang telah ditentukan oleh franchisor secara eksklusif, serta tidak boleh dilanggar maupun diabaikan oleh penerima lisensi. Selain itu, waralaba memiliki sejumlah ciri khas dibandingkan dengan lisensi biasa. Bisnis dengan format waralaba umumnya memperoleh jaminan bisnis. Hal ini terjadi karena franchisor telah menguji sistem bisnisnya dan dapat memberikan jaminan kepada franchiseeakan bekerjanya sistem tersebut.28

B. Jenis-Jenis Waralaba

Pada umumnya, waralaba dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu sebagai berikut:

28


(54)

1. Distributorships (Product Franchise)

Dalam waralaba ini, franchisor memberikan lisensi kepada franchisee untuk menjual barang-barang hasil produksinya. Pemberian lisinsi ini bias bersifat eksklusif maupun non eksklusif. Seringkali franchisee diberi hak eksklusif untuk memasarkan disuatu wilayah t ertentu. Dalam bentuk ini seorang Penerima Waralaba memperoleh lisensi ekslusif untuk memasarkan produk dari suatu perusahaan tunggal dalam lokasi yang spesifik. Dalam bentuk ini, pemberi waralaba dapat juga memberikan waralaba wilayah, dimana penerima war alaba wilayah atau sub -pemilik waralaba membeli hak untuk mengoperasikan atau menjual waralaba di wilayah geografis tertentu. Sub pemilik waralaba itu bertanggungjawab atas beberapa atau seluruh pemasaran waralaba, melatih dan membantu pemberi waralaba baru, dan melakukan pengendalian mutu, dukungan operasi, serta program penagihan royalti. Franchise wilayah memberi kesempatan kepada pemegang franchise induk untuk mengembangkan rantai lebih cepat daripada biasa. Keahlian manajemen dan risiko finansialnya dibagi bersama oleh pemegang franchise induk dan sub-pemegangnya. Pemegang indukpun menarik manfaat dari penambahan dalam royalti dan penjualan produk. Hampir setiap pengaturan sub franchise adalah untuk dalam komitmen yang dibuat oleh setiap pihak. Namun, ciri bersama dari persetujuan yang dibuat adalah petnbagian bersama dari penghasilan franchise. Biaya franchise, royalti, sumbangan pengiklanan, dan biaya transfer franchise dibayar oleli pemegang franchise (franchisee) tunggal kepada sub pemegang franchise, dan


(55)

sebagian dari itu dibayarkan kepada pemegang franchise induk (franchisee induk).29

2. Chain-Style Business

Jenis waralaba inilah yang paling banyak dikenali masyarakat. Dalam jenis ini, franchisee mengoperasikan suatu kegiatan bisnis dengan memakai nama franchisor. Sebagai imbalan dari penggunaan nama franchisor, maka franchisee harus mengkuti metode -metode standart pengoperasian dan berada dibawah pengawasan franchisor dalma hal bahan-bahan yang digunakan, pilihan tempat usaha, desain tempat usaha, jam p enjualan, persyaratan para karyawan, dan lain -lain.

3. ManufacturingatauProcessing Plants

Dalam waralaba jenis ini, franchisor memberitahukan bahan-bahan serta tata cara pembuatan suatu produk, termasuk didalamnya formula -formula rahasianya. Kemudian franchisee memproduksi dan memasarkan barang -barang tersebut sesuai standart yang telah ditetapkan oleh franchisor. Di Indonesia sistem waralaba setidaknya dibagi kedalam empat jenis, yakni sebagai berikut:

1. Waralaba dengan sitem format bisnis 2. Waralaba bagi keuntungan

3. Waralaba kerjasama investasi 4. Waralaba produk dan merek dagang

Dari keempat jenis sistem waralaba tersebut, sistem waralaba yang berkembang di Indonesia adalah waralaba produk dan merek dagang serta

29

Douglas J. Queen, Pedoman Membeli dan Menjalankan Franhise, Jakarta: PT.Elex Media Komputindo.1991. hal.7


(56)

waralaba sistem format bisnis. Waralaba produk dan m erek dagang merupakan bentuk waralaba paling sederhana. Dalam waralaba produk merek dan dagang franchisor memberikan hak kepada franchisee untuk menjual produk yang dikembangkan oleh franchisor yang disertai dengan pemberian izin untuk menggunakan merek da gang milikfranchisor. Atas pemberian izin menggunakan merek dagang tersebut, biasanya franchisor mendapatkan bentuk pembayaran royalty dimuka, dan selanjutnya franchisor memperoleh keuntungan melalui penjualan produk yang diwaralabakan kebada franchisee. Dalam bentuk yang sangat sederhana ini, waralaba produk dan merek dan dagang sering kali mengambil bentuk keagenan, distributor, atau lisensi penjualan. Dalam bentuk waralaba ini, franchisor membantu franchisee untuk memilih lokasi yang tepat serta menyediakan jasa oranguntuk membantu mengambil keputusan. Contoh waralaba bentuk ini adalah dealer mobil, dan stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) milik PT.Pertamina.

Sedangkan waralaba format bisnis adalah sistem waralaba yang tidak hanya menawarkan merek d agang dan logo , tetapi juga menawarkan sistem yang komplit dan komprehensif mengenai tata cara menjalankan bisnis, termasuk didalamnya pelatihan dan konsultasi usaha dalam hal pemasaran, penjualan, pengeloalaan stock, akunting, personalia, pemeliharaan da n pengembangan bisnis, dengan kata lain, waralaba format bisnis adalah pemeberian sebuah lisensi oleh seseorang (franchisor) kepada pihak lain (franchisee). Lisensi tersebut memberikan hak kepada franchisee untuk berusaha dengan menggunakan merek dagang franchisor dan untuk menggunakan keseluruhan paket yang terdiri dari seluruh elemen, yang diperlukan untuk membuat seseorang yang sebelumnya


(1)

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada bab -bab uraian sebelumnya, dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Permasalahan yang menghambat pemberdayaan usaha kecil dan mene ngah dalam bisnis waralaba antara lain adalah ketertinggalan kinerja UMKM tersebut disebabkan terutama oleh kekurangmampuan UMKM dalam bidang manajemen, penguasaan teknologi, dan pemasaran, serta rendahnya kompetensi kewirausahaan UMKM ; perkembangan iklim usaha masih kurang mendukung yang disebabkan karena adanya ketidakpastian dan ketidakjelasan prosedur perizinan yang mengakibatkan besarnya biaya transaksi, panjangnya proses perizinan, dan timbulnya berbagai pungutan tidak resmi, proses bisnis dan persai ngan usaha yang tidak sehat juga lemahnya koordinasi lintas instansi dalam pemberdayaan koperasi dan UMKM dan munculnya peraturan-peraturan daerah yang menghambat, termasuk pengenaan pungutan -pungutan baru kepada koperasi dan UMKM sebagai sumber pendapatan asli daerah ; dan penguasaan teknologi, manajemen, informasi, dan pasar masih jauh dari memadai. Serta masih terbatasnya sumber daya finansial juga merupakan masalah utama bagi usaha mikro kecil dan menengah.

2. Upaya yang dilakukan pemerintah untuk pemberda yaan usaha kecil menengah meliputi upaya peningkatan efektivitas penanggulangan


(2)

saing, serta revitalisasi pertanian dan perdesaan yang menjadi prioritas pembangunan nasional. Pemberdayaan UMKM juga diarahkan untuk mendukung penciptaan kesempatan kerja dan peningkatan ekspor/daya saing, antara lain, melalui peningkatan kepastian berusaha dan kepastian hukum, pengembangan sistem insentif untuk menumbuhkan wirausaha baru berbasis teknologi da n/atau berorientasi ekspor, serta peningkatan akses dan perluasan pasar ekspor bagi produk -produk UMKM. Usaha mikro kecil dan menengah perlu diberi kemudahan dalam formalisasi dan perizinan usaha, antara lain, dengan mengembangkan pola pelayanan satu atap untuk memperlancar proses dan mengurangi biaya perizinan. Di samping itu, budaya usaha dan kewirausahaan dikembangkan, terutama di kalangan angkatan kerja muda, melalui pelatihan, pembimbingan konsultasi dan penyuluhan, serta kemitraan usaha.

3. Pengaruh ketentuan pembatasan kepemilikan waralaba restoran yang pengaturan teknisnya diatur dalam Permendag No. 7 Tahun 2013 tentang Pengembangan Kemitraan dalam Waralaba untuk Jenis Usaha Jasa Makanan dan Minuman dan Permendag No. 68 Tahun 2012 tentang Waralaba terhadap pemberdayaan usaha kecil dan menengah antara lain, adalah dapat tersebar kepemilikan restoran terhadap kepada pelaku usaha kecil dan menengah, dapat meningkatkan keterlibatan usaha kecil menengah dengan pola penyertaan modal sebesar 30 -40%, kemitraan, dan dapat menggerakkan sektor ril dengan ketentuan pemakaian bahan baku dan peralatan produksi lokal paling sedikit 80%.


(3)

B. Saran

1. Sebaiknya permasalahan-permasalahan yang muncul dalam pemberdayaan UMKM harus didukung dengan semua aspek terutama aspek pend anaan. Aspek pendaan ini sifatnya sangat penting, karena bagi UMKM modal yang besar dapat meningkatkan produksi dan kualitas dari hasil produksi yang dibuat oleh UMKM sendiri, namun pada kenyataannya, banyak UMKM yang sangat kesulitan untuk mengembangkan u sahanya karena keterbatasan modal. Harusnya aspek pendanaan inilah yang menjadi pusat utama perhatian pemerintah.

2. Pemerintah sebagai pelaksana dan pengawas berjalannya perekonomian Negara, sebaiknya lebih memperhatikan pemberdayaan UMKM dengan langkah-langkah atau solusi yang ada dan dapat memberdayakan UMKM itu sendiri. Dengan memberdayakan UMKM maka sektor pendapatan Negara akan jauh lebih bertambah, karena UMKM dapat menjalankan produksinya tanpa ada hambatan, dan diharapakan sektor UMKM akan menghasilkan produk yang bukan hanya unggul dari segi kuantitas tapi juga unggul dari segi kualitas.

3. Seharusnya peraturan pelaksana mengenai pembatasan waralaba toko modern dan restoran ini perlu didukung oleh peraturan daerah agar pendirian toko modern tidak mematik an UMKM. Selama ini pendirian toko modern dan restoran diatur oleh pemerintah daerah dan banyak menjamur. Ketika restoran dan toko modern milik asing menjamur dan membuat restoran lokal dan akhirnya UMKM sulit berkembang, maka


(4)

dalam negeri, termasuk kewajiban melakukan kemitraan dengan usaha mikro, kecil, dan menengah. Peraturan ini menunjukkan keberpihakan pemerintah kepada usaha mikro, kecil dan menengah, dan sesuai prinsip -prinsip demokrasi ekonomi. Dalam hal ini diperlukan peran pemerintah dan pemerintah daerah untuk melakukan pengawasan dan pembinaan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA A. Buku

Adam, Lukman. Info Singkat Ekonomi Dan Kebijkan Publik. Vol. V, No. 04/II/P3DI/Februari/2013. Pus at Pengkajian, Pengolahan Data Dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI. 2013.

H. S, Salim. Perkembangan Hukum Kontrak Innominat di Indonesia. Jakarta: PT. Sinar Grafika. 2008.

Laporan Studi Potensi Perusahaan UMKM Untuk Go Public. Departemen Keuangan Republik Indonesia Badan Pengawas Pasar Modal Dan Lembaga Keuangan Tahun Anggaran 2011. 2011.

Presiden Republik Indonesia ,Pemberdayaan Koperasi, Dan Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah, Bab 20

.

Soekanto, Soejano. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press. 1986. Suharnoko.Hukum Perjanjian. Jakarta: Kencana. 2004.

Sunggono, Bambang. Metode Penelitian Hukum. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. 2007.

Sutedi, Adrian.Hukum Waralaba. Bogor: Ghalia Indonesia. 2008. Widjaja, GunawanWaralaba. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. 2003.

B. Peraturan Perundang - undangan

Republik Indonesia, Undang -Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah.

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12/M -Dag/Per/3/2006 Tentang Ketentuan Dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1997 tentang Waralaba.

Penjelasan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1997 tentang Waralaba.

C. Website Ekonomi Koperasi,


(6)

Franchise,

http://www.aw-drivein.com/About_Us,(diakses tanggal 21 Februari 2014).

Jenis-Jenis Usaha,

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35121/3/Chapter%20ll.pd f (diunduh tanggal 3 Maret 2014).

Jenis Wirausaha,

http://www.entrepreneur.com, (diakses tanggal 27 Februari 2014). Linda Puspitasari, Pengertian Waralaba (Franchising),

http://lindapushyy.blogspot.com/2012/11/pengertian -waralaba-franchising.html, (diakses tanggal 25 Februari 2014).

Menjamurnya Waralaba,

http://faniblogs14.wordpress.com/2011/04/10/menjamurnya -waralaba-franchise/.html, (diakses tanggal 19 Januari 2014).

Pengertian Usaha,

http://kangmoes.com/artikel

-tips-trik-ide-menarik-kreatif.definisi/pengertian -usaha.html,(diakses tanggal 13 Februari 2014). Pengertian Wirausaha,

http://mencobausahaaa.blogspot.com/,(diakses tanggal 13Februari 2014). Waralaba,


Dokumen yang terkait

Implementasi Kredit Usaha Rakyat dalam Mengembangkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Stabat

9 138 130

Kajian Hukum Terhadap Pemberdayaan Kredit Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah Menurut Undang-Undang No.20 Tahun 2008

0 51 108

Pengaruh Pengalokasian Kredit Terhadap Peningkatan Pendapatan Usaha Kecil Pada Program Kemitraan Dan Bina Lingkungan (PKBL) Bank X Sentra Kredit Kecil Polonia Medan

2 40 87

Analisis Implementasi Prosedur Pembiayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) pada Bank Syariah (Studi Kasus Pembiayaan Mudharabah Muqayyadah pada Bank Muamalat Indonesia Cabang Tanjung Balai)

3 52 95

HARMONISASI UNDANG-UNDANG PERBANKAN DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH UNTUK MEMPEROLEH KEMUDAHAN MODAL USAHA BAGI PELAKU USAHA MIKRO.

0 0 1

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DALAM MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN.

0 0 17

PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

0 0 44

Usaha Kecil Menengah Merupakan Motor Pen

0 0 1

BAB II PERMASALAHAN YANG MENGHAMBAT PEMBERDAYAAN USAHA KECIL DAN MENENGAH A. Pengertian Usaha dan Wirausa ha - Prinsip Permberdayaan Usaha Mikro Kecil Dan Menengah Dalam Ketentuan Pembatasan Kepemilikan Waralaba Restoran Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor

0 0 22

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Prinsip Permberdayaan Usaha Mikro Kecil Dan Menengah Dalam Ketentuan Pembatasan Kepemilikan Waralaba Restoran Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah

0 0 15