PROPOSAL TUGAS AKHIR PTK docx

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE BAMBOO DANCING UNTUK MENINGKATKAN
PEMAHAMAN KONSEP PEMBENTUKAN TANAH
PADA SISWA KELAS V SDN SAMPANGAN 26
Disusun guna memenuhi tugas akhir mata kuliah Penelitian Tindakan Kelas
Dosen Pengampu:

PROPOSAL
Disusun oleh:
Novianti Putri Dwi Setyani
K7112166

STRATA 1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2015

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................3
A. Latar Belakang..............................................................................................3
B. Rumusan Masalah.........................................................................................6
C. Tujuan Penelitian..........................................................................................6
D. Manfaat Penelitian........................................................................................6
BAB II KAJIAN TEORI..........................................................................................8
A. Tinjauan Pustaka...........................................................................................8
1. Pemahaman Konsep Proses Pembentukan Tanah................................8
2. Hakikat Metode Bamboo Dancing.................................................22
3. Penerapan Metode Bamboo Dancing dalam Pembelajaran IPA Materi
Pembentukan Tanah.....................................................................30
B. Penelitian yang Relevan..............................................................................31
C. Kerangka Berpikir.......................................................................................32
D. Hipotesis Tindakan......................................................................................34
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................35
A. Tempat dan Waktu Penelitian......................................................................35
1. Tempat Penelitian........................................................................35
2. Waktu Penelitian.........................................................................35
B. Subjek dan Objek Penelitian.......................................................................35
C. Sumber Data................................................................................................36

D. Teknik Pengumpulan Data..........................................................................36
E. Validitas Data..............................................................................................38
F.

Teknik Analisis Data...................................................................................39

G. Indikator Kinerja.........................................................................................40
H. Prosedur Penelitian.....................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................47

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah pengetahuan yang mempelajari
alam semesta dengan cara pengamatan yang dilakukan oleh manusia melalui
pengalaman secara langsung, dengan prosedur yang tepat, dan kesimpulan yang
benar. Subelo, dkk. (2003: 1) mengemukakan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA) adalah ilmu yang mempelajari alam dengan segala isinya, atau secara
sederhana merupakan sesuatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara
sistematis tentang gejala alam. Gejala alam tersebut dapat dipisahkan menjadi

gejala alam fisik (fisika) dan gejala alam hayati (biologi).
Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar menekankan pada pemberian
pengalaman langsung dan kegiatan praktis untuk mengembangkan kompetensi
tertentu agar siswa mampu menjelajah dan memahami alam seisinya secara
ilmiah. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar hendaknya dapat mendorong siswa
untuk aktif dan rasa ingin tahu yang tinggi agar dapat memahami konsep-konsep
materi IPA. IPA juga dipandang sebagai suatu proses, prosedur, dan produk,
sehingga mengindikasikan bahwa IPA bukan hanya kumpulan pengetahuan dan
fakta yang dihafal melainkan serangkaian kegiatan yang membutuhkan siswa
aktif dalam pembelajaran dengan menggunakan pikiran untuk mempelajari alam
sekitar melalui pengamatan dan percobaan atau praktikum.
Dalam pembelajaran IPA di Sekolah Dasar banyak materi yang harus
dipelajari oleh siswa dengan maksud untuk membangkitkan minatnya agar
termotivasi serta meningkatkan kecerdasan dan pemahamannya tentang alam
seisinya. Mata pelajaran IPA khususnya kelas V terdapat materi proses
pembentukan tanah yang harus dipelajari oleh siswa tersebut. Materi proses
pembentukan tanah termasuk dalam ruang lingkup pemahaman konsep dan
penerapan mata pelajaran IPA, di mana pada materi proses pembentukan tanah ini
diharapkan siswa mampu memahami arti dari konsep, situasi, serta fakta yang


diketahuinya dengan benar. Siswa harus memahami bahwa proses pembentukan

tanah

merupakan hasil dari pelapukan yang terjadi pada batuan.

Pelapukan adalah hancurnya batuan dari gumpalan atau ukuran besar menjadi
butiran yang kecil, sampai menjadi sangat halus (menjadi tanah). Pelapukan dapat
terjadi melalui tiga cara, yaitu pelapukan mekanik, pelapukan kimiawi, dan
pelapukan biologi. Pembelajaran IPA materi proses pembentukan tanah yang
dilakukan oleh guru selama ini hanya memberikan pengantar materi, kemudian
menyuruh siswa untuk membaca sendiri materi yang terdapat pada buku
pelajaran. Setelah selesai guru memberikan tugas untuk mengerjakan soal.
Proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru tersebut mengakibatkan hasil
belajar siswa rendah. Karena guru tidak melakukan konfirmasi ulang terhadap
proses pembelajaran yang telah dilakukan, guna mengetahui sejauh mana
pemahaman konsep siswa terhadap proses pembentukan tanah.
Berdasarkan hasil observasi terhadap proses pembelajaran IPA dan hasil
wawancara dengan guru kelas V SD Negeri Sampangan 26,


ternyata

pada

pembelajaran IPA guru cenderung menggunakan pembelajaran konvensional.
Metode ceramah yang rutin digunakan pada pembelajaran sehingga keaktifan
hanya berpusat pada guru. Hal ini mengakibatkan siswa pasif dan kurang
memperhatikan penjelasan dari guru pada saat

pembelajaran.

Guru

tidak

menggunakan media pembelajaran yang mendukung proses kegiatan belajar
mengajar (KBM). Siswa menjadi bosan dan tidak berkonsentrasi dalam mengikuti
proses pembelajaran. Pada pembelajaran IPA seharusnya siswa dilibatkan secara
langsung melalui percobaan agar siswa dapat mengamati, mengalami, dan
melakukan apa yang dipelajari dalam materi tersebut. Maka, apabila guru

dalam

pembelajaran

IPA

selalu

menggunakan medote ceramah akan

mengakibatkan hasil pembelajaran yang diinginkan tidak sesuai dengan apa yang
diharapkan sehingga nilainya tidak memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM)
yaitu 70.
Hal ini dikuatkan dengan kegiatan pratindakan berupa pretest yang
telah dilakukan oleh peneliti di kelas V SD Negeri Sampangan 26 dari hasil tes
materi proses pembentukan tanah hasil belajar yang diperoleh siswa tergolong
rendah. Hal ini ditunjukkan dari 17 siswa yang nilainya di atas KKM. Dari hasil

pratindakan ini dapat dikatakan bahwa proses pembelajaran yang telah dilakukan
kurang berhasil, karena masih banyak siswa yang belum mencapai kriteria

ketuntasan minimal (KKM). Maka dari itu, pembelajaran IPA materi proses
pembentukan tanah perlu diperbaiki.
Berdasarkan hasil penelitian pratindakan di atas diperlukan sebuah
alternatif yang dapat meningkatkan pemahaman konsep proses pembentukan
tanah dalam pembelajaran IPA kelas V SD Negeri Sampangan 26 yaitu dengan
model kooperatif tipe Bamboo Dancing.
Menurut Lie (2005: 67) mengemukakan bahwa metode Bamboo Dancing
adalah suatu teknik pengembangan metode Inside Outside Circle dimana dalam
pelaksanaannya siswa berdiri berdiri berhadapan dengan pasangannya sambil
berdiskusi mengenai suatu topik untuk berbagi informasi dalam waktu yang
bersamaan kemudian siswa bergeser searah jarum jam untuk berganti pasangan
dan berbagi informasi dengan pasangan yang baru.
Model kooperatif menurut Kamulyan & Risminawati (2012: 19) dapat
meningkatkan aktivitas belajar siswa yang didasarkan pada pemanfaatan
pengaruh teman dalam memahami suatu permasalahan yang dihadapi bersamasama. Dalam mata pelajaran IPA khususnya materi proses pembentukan tanah
dianggap cukup sulit oleh sebagian besar siswa karena diperlukan suatu
pemahaman dalam pengerjaannya.
Penerapan model kooperatif tipe Bamboo Dancing diharapkan mampu
meningkatkan keaktifan siswa, ketrampilan berbicara siswa, tanggung jawab,
suasana akrab, mengolah informasi. Metode Bamboo Dancing adalah metode

pembelajaran yang dalam pelaksanaanya guru menentukan tema, kemudian
mengenalkan tema tersebut pada siswa. Lalu kelas dibagi menjadi dua kelompok
besar, dibagi lagi menjadi dua kelompok kecil untuk berdiri berjajar pada masingmasing kelompok dan berhadap-hadapan dengan kelompok lain. Pasangan
pertama disebut pasangan awal. Guru memberikan suatu topik untuk didiskusikan
dengan pasangan masing-masing.
Penerapan metode Bamboo Dancing dapat mengatasi kejenuhan siswa
dan memberikan lebih banyak pengetahuan. Siswa mempunyai banyak

kesempatan untuk mengolah informasi, dan dapat berlatih ketrampilan berbicara
juga membangun sikap percaya diri untuk menyampaikan pendapat. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa metode Bamboo Dancing dapat meningkatkan
pengetahuan siswa tentang konsep pembentukan tanah, karena siswa dapat
mengolah banyak informasi, menciptakan pembelajaran IPA

yang menarik,

menjadikan siswa antusias menjadikan siswa tidak jenuh dan melatih
ketrampilan berbicara siswa.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka dapat

dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Apakah penerapan metode Bamboo
Dancing dapat meningkatkan pemahaman konsep pembentukan tanah pada siswa
kelas V SDN Sampangan 26 Surakarta tahun ajaran 2015/2016?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai
dalam penelitian ini adalah untuk meningkatkan pemahaman konsep pembentukan
tanah dengan menerapkan metode Bamboo Dancing pada siswa kelas V SDN
Sampangan 26 Surakarta tahun ajaran 2015/2016.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai salah
satu refrensi metode inovatif yaitu penggunaan metode Bamboo Dancing di
lapangan. Hasil penelitian ini juga dapat digunakan sebagai contoh penerapan
metode Bamboo Dancing dalam pembelajaran pembentukan tanah di SD. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dalam meningkatkan mutu
pendidikan.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa
1. Meningkatkan pemahaman konsep pembentukan tanah.
2. Meningkatkan keberanian siswa mengeluarkan pendapat.


3. Menghilangkan rasa bosan sehingga meningkatkan minat siswa
dalam pembelajaran pembentukan tanah.
b. Bagi Guru
1. Guru dapat menerapkan metode pembelajran inovatif, salah satunya
adalah metode Bamboo Dancing dalam meningkatkan pemahaman
konsep pembentukan tanah.
2. Guru dapat termotivasi dan terinspirasi dalam merancang metode
pembelajaran yang kreatif, tepat dan menarik untuk membantu
tercapainya tujuan pembelajaran.
c. Bagi Sekolah
1. Sebagai acuan dalam upaya pengadaan inovasi metode pembelajaran di
sekolah.
2. Terwujudnya pembelajaran yang efektif dan menyenangkan di sekolah.

BAB II
KAJIAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Pemahaman Konsep Proses Pembentukan Tanah
a. Pengertian Pemahaman Konsep Proses Pembentukan Tanah

Keberhasilan seseorang dalam mempelajari suatu fakta yang baru
dibutuhkan kemampuan pemahaman yang baik. Pemahaman tidak hanya
sekedar menghafal akan tetapi mengerti akan sesuatu yang dipelajari, hal ini
sesuai dengan pendapat Winkel (2004: 274) adalah “Mencakup kemampuan
untuk menangkap makna dan fakta dari bahan yang dipelajari”. Pemahaman
atau comprehension seperti yang dikemukakan oleh Daryanto (2012: 106)
yaitu “Memahami atau mengerti apa yang diajarkan, mengetahui apa yang
sedang dikomunikasikan dan dapat memanfaatkan isinya tanpa harus
menghubungkannya dengan hal – hal lain”.
Menurut Samino & Marsudi
comprehension

dapat

diartikan

(2012:

menguasai

59)

pemahaman

sesuatu

dengan

atau

pikiran.

Comprehension atau pemahaman memiliki arti yang sangat mendasar yang
meletakkan

bagian-bagian

belajar pada proporsinya. Tanpa

itu,

skill

pengetahuan dan sikap tidak bermakna. Untuk itu memahami sesuatu
biasanya dimulai dari bagian-bagian menuju keseluruhan atau sebaliknya dari
keseluruhan dulu menuju bagian-bagian.
Menurut simpulan Bloom dan Krathwohl bahwa taksonomi hasil
belajar menjadi tiga ranah, yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor
(Pribadi, 2009: 15). Taksonomi hasil belajar pada ranah kognitif terdiri atas
enam tingkatan, yaitu: pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintetis,
dan evaluasi. Taksonomi hasil belajar pada ranah afektif dibagi menjadi lima
tingkatan, yaitu: menerima, merespon, memberi nilai, mengorganisasi, dan
memberi karakter terhadap suatu nilai. Taksonomi belajar pada ranah

psikomotor dibagi menjadi enam yaitu: persepsi, kesiapan, gerakan
terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks, dan kreativitas.
Berdasarkan

penjelasan tersebut pemahaman

termasuk

dalam

salah satu domain kognitif pada taksonomi Bloom. Dengan pemahaman,
siswa diharapkan mampu membuktikan bahwa ia telah memahami apa yang
sudah dipelajari baik fakta ataupun konsep. Terhadap pengertian konsep,
beberapa ahli berpendapat. Menurut Winkel (2004: 113) konsep atau
pengertian ialah satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai
ciri-ciri sama. Orang yang memiliki konsep, mampu mengadakan abstraksi
terhadap segala objek yang dihadapi, sehingga objek ditempatkan dalam
golongan

tertentu

(klasifikasi). Sedangkan Hamalik (2010: 162 )

menyatakan bahwa suatu konsep adalah suatu kelas atau kategori stimuli
yang memiliki ciri-ciri umum.
Menurut Dahar (2011: 63) menjelaskan bahwa konsep adalah “Suatu
yang mewakili satu kelas objek, kejadian, kegiatan, atau hubungan yang
mempunyai atribut yang sama”. Konsep dibedakan menjadi dua macam
yaitu konsep kongkrit dan konsep yang harus didefinisikan. Konsep
kongkrit adalah pengertian yang merujuk pada objek-objek dalam
lingkungan fisik seperti meja, kursi, buku dan sebagainya. Sedangkan
konsep yang harus didefinisikan adalah konsep yang mewakili realitas
hidup, tetapi tidak langsung merujuk pada realitas dalam lingkungan hidup
fisik, karena realitas itu tidak berbadan dan hanya dapat dirasakan
keberadaannya melalui proses

mental. Misalnya perkawinan, belajar,

saudara sepupu dan sebagainya.
Pemahaman konsep adalah tingkat kemampuan yang mengharapkan
siswa mampu memahami arti dari konsep, situasi, serta fakta yang
diketahuinya. Pemahaman konsep merupakan hasil belajar yang akan
dicapai dalam proses kegiatan pembelajaran. Pemahaman konsep pada
setiap siswa tidaklah sama.
Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa
pemahaman konsep adalah kemampuan untuk mengerti dan menguasai

materi yang diajarkan, menangkap makna materi yang dipelajari, dan
memanfaatkan isi materi yang dipelajari sehingga dapat memecahkan
masalah yang berkaitan dengan materi yang dipelajari.
Pemahaman konsep diperoleh siswa dengan cara mengenal,
memahami, dan merumuskan data yang menjadi ciri dari suatu konsep.
Dengan memahami konsep yang benar maka siswa dapat menyerap,
menguasai, dan menyimpan materi yang dipelajarinya dalam jangka waktu
yang lama.
Dalam pembelajaran IPA di kelas V Sekolah Dasar terdapat
beberapa macam konsep materi yang perlu dipahami oleh siswa. Semua
materi tersebut sangat penting bagi siswa, namun dalam penelitian ini
peneliti mengkaji materi mengenai proses pembentukan tanah. Proses
adalah runtutan perubahan (peristiwa) dalam perkembangan sesuatu.
Menurut Winarti, Winarto & Sunarno (2009: 92) tanah merupakan bagian dari
kerak bumi. Tanah sangatlah penting bagi makhluk hidup. Semua
makhluk hidup bergantung pada tanah. Baik secara langsung maupun tidak
langsung. Tanah mempunyai ukuran dan kesuburan yang berbeda-beda.
Tanah terdiri atas bagian-bagian tertentu yang merupakan hasil pelapukan
bahan dan sisa-sisa makhluk hidup.
Pembentukan tanah berasal dari pelapukan batuan. Menurut
Maryanto & Purwanto (2009: 145) pelapukan adalah proses penghancuran
batuan dari ukuran besar hingga menjadi kecil. Pelapukan dapat terjadi
akibat pengaruh cuaca, percampuran air dan udara, serta kegiatan makhluk
hidup. Berdasarkan proses terbentuknya, Azmiyawati, Omegawati &
Kusumawati (2008: 125) menyebutkan terdapat tiga jenis batuan yang
menyusun lapisan kerak bumi. Tiga jenis batuan tersebut yaitu batuan beku,
batuan endapan, dan batuan malihan.
Dari

beberapa

pendapat

di

atas

dapat

disimpulkan

bahwa

pemahaman konsep proses pembentukan tanah adalah serangkaian kegiatan
belajar mengajar untuk mempengaruhi sikap seorang siswa agar lebih
memahami konsep secara mendalam mengenai proses pembentukan tanah

yang berasal dari pelapukan batuan akibat pengaruh cuaca serta kegiatan
mahluk hidup dalam jangka waktu tertentu yang akhirnya akan menjadi
butiran-butiran yang sangat kecil atau tanah, sehingga siswa dapat mengerti
konsep tersebut.
b. Karakteristik Pemahaman Konsep
Pemahaman konsep memiliki keistimewaan tertentu yang dapat
membantu proses pembelajaran. Karakteristik pemahaman menurut Wiggins
& McTighe (2012: 570-571) memiliki enam tingkat yaitu:
1. Menjelaskan: menyediakan catatan secara menyeluruh, terdukung, dan
dibenarkan dari fenomena, fakta, dan data.
2. Menginterpretasi:

menceritakan

cerita

bermakna;

menawarkan

terjemahan yang tepat; memberikan dimensi historis atau pribadi yang
terungkap terhadap ide dan peristiwa; membuat sesuatu yang pribadi atau
dapat diakses melalui gambar, anekdot, analogi, atau model.
3. Mengaplikasi:

secara

efektif

menggunakan

dan

menyesuaikan

pengetahuan ke dalam konteks yang beragam.
4. Memiliki perspektif: melihat dengan sudut pandang, dengan mata kritis
dan telinga; melihat gambaran besar.
5. Berempati: masuk, menemukan nilai dalam apa yang orang lain mungkin
temukan aneh, asing, atau tidak masuk akal; merasa sensitive,
berdasarkan pengalaman langsung sebelumnya.
6. Memiliki pengetahuan diri: merasakan gaya pribadi, prasangka, proyeksi,
dan kebiasaaan pikiran yang membentuk dan menghambat pemahaman;
menyadari apa yang dipahami dan mengapa sangat sulit dimengerti.
Adapun menurut Hamalik (2010: 162-163) menyebutkan ciri-ciri
konsep sebagai berikut:
1. Atribut konsep adalah suatu sifat yang membedakan antara konsep satu
dengan konsep lainya sehingga adanya keragaman antara konsep-konsep
sebenarnya ditandai oleh adanya atribut yang berbeda.
2. Atribut nilai-nilai, adanya variasi-variasi yang terdapat pada suatu

atribut. Konsep menjadi bermacam-macam karena jumlah nilai yang
berbeda. Suatu konsep mungkin mempunyai rentang nilai yang luas. Jadi
atribut konsep sangat luas, maka konsep tersebut dapat saja diidentifikasi
berdasarkan atribut-atribut lainnya.
3. Jumlah atribut juga bermacam-macam antara satu konsep dengan konsep
lainnya. Semakin kompleks suatu konsep semakin banyak jumlah atribut
dan semakin sulit untuk mempelajarinya.
4. Kedominanan atribut, menunjuk pada kenyataan bahwa beberapa atribut
lebih dominan (obvius) daripada yang lainnya. Jadi, dominan menunjuk
kepada konsep sebagaimana atribut. Sehingga konsep dominan mimiliki
atribut dominan.
obvius ) daripada yang lainnya. Jadi, dominan menunjkepada konsep
sebagaimana atribut. Sehingga konsep dominan mimiliki atribut
dominan.
Dari dua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik
pemahaman konsep yaitu:
1. Merupakan suatu abstraksi. Konsep merupakan gagasan umum atau
gambaran mental yang perlu diingat berdasarkan informasi yang telah
diterima.
2. Membutuhkan suatu pengalaman. Pemahaman konsep dapat dipahami
melalui pengalaman langsung atau tidak langsung.
3. Bukan sekedar suatu kata-kata melainkan dibutuhkan suatu identifikasi
untuk membedakan komponen-komponen atau elemen suatu fakta,
konsep, pendapat, dan kesimpulan.
4. Keinklusifan ditunjukkan pada jumlah contoh-contoh yang terlibat dalam
konsep itu.
5. Ketepatan yaitu suatu konsep menyangkut apakah ada sekumpulan
aturan-aturan untuk menbedakan dari non contoh-contoh suatu konsep.
c. Tujuan Pemahaman Konsep
Belajar pemahaman konsep sangat berguna dalam rangka pendidikan

siswa karena dengan belajar pemahaman konsep akan memberikan
pengaruh positif bagi siswa dalam memahami suatu konsep pembelajaran
sehingga pembelajaran akan lebih bermakna. Tujuan pemahaman yaitu:
1. Pemahaman yang baik dan benar terhadap suatu konsep akan menjadikan
pemahaman tidak rancu atau menimbulkan makna yang berlainan.
2. Dengan pemahaman yang benar maka siswa akan memahami atau
mengerti

apa

dikomunikasikan

yang
dan

diajarkan,
dapat

mengetahui

memanfaatkan

apa

yang

isinya

sedang

tanpa

harus

menghubungkan dengan hal-hal lain.
3. Dengan pemahaman yang baik dan benar siswa mampu menjelaskan,
mengidentifikasi, dan menyebutkan suatu konsep secara luas dengan
tepat.
Hamalik (2010: 164-166) menyebutkan tujuan konsep sebagai
berikut:
1. Mengurangi kerumitan lingkungan. Lingkungan adalah sangat kompleks.
Untuk mempelajarinya tentu saja sulit jika tidak dirinci menjadi unsurunsur yang lebih sederhana. Karena itu lingkungan yang luas dan rumit
dapat dikurangi kerumitannya dengan menjabarkan menjadi sebuah
konsep (suatu kelas stimuli).
2. Membantu kita mengidentifikasi objek-objek yang ada di sekitar kita.
Konsep berguna untuk mengidentifikasi objek-objek yang ada di dunia
sekitar kita dengan cara mengenali ciri-ciri masing-masing objek.
3. Membantu kita untuk mempelajari sesuatu yang baru, lebih luas, dan
lebih maju.
4. Mengarahkan kegiatan instrumental. Berdasarkan konsep dan prinsip
yang telah diketahui, maka seseorang dapat menentukan tindakantindakan apa yang selanjutnya perlu dilakukan.
5. Memungkinkan pelaksanaan pengajaran.
6. Mempelajari dua hal yang berbeda dalam kelas yang sama.
Pemahaman konsep bertujuan untuk memahami materi yang
diajarkan,

menangkap

makna

materi

yang

telah

dipelajari,

dan

memanfaatkan isi materi yang dipelajari sehingga dapat memecahkan
masalah yang berhubungan dengan materi yang dipelajari. Konsep diperoleh
apabila seseorang mengenal, memahami, dan merumuskan data yang
menjadi suatu konsep. Dengan pemahaman konsep dapat membuat siswa
tidak perlu mengulang-ulang pencarian arti setiap kali menemukan
informasi baru, kemudian pemahaman konsep membantu proses mengingat
dan membantunya menjadi lebih efisien dalam belajar. Selain itu dapat
menyederhanakan dan meringkas informasi, komunikasi dan waktu yang
digunakan untuk memahami informasi tersebut, sehingga

pemahaman

konsep merupakan dasar untuk proses mental yang lebih tinggi.
d. Ruang Lingkup Materi Proses Pembentukan Tanah
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran
yang diberikan di tingkat SD/ MI/ SDLB. Mata pelajaran IPA merupakan
mata pelajaran yang bertujuan untuk: 1) dasar teknologi / tulang punggung
pembangunan, 2) melatih / mengembangkan kemampuan berpikir kritis, 3)
membentuk kepribadian anak secara keseluruhan.
IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang tersusun secara
sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang
dilakukan oleh manusia. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh
Winaputra bahwa IPA merupakan:
Ilmu yang berhubungan dengan gejala alam dan kebendaan yang
sistematis yang tersusun secara teratur, berlaku umum yang berupa
kumpulan dari hasil observasi dan eksperimen/sistematis (teratur)
artinya pengetahuan itu tersusun dalam suatu sistem, tidak berdiri
sendiri,

satu

dengan

lainnya

saling

berkaitan,

saling

menjelaskan sehingga seluruhnya merupakan satu kesatuan yang
utuh, sedangkan berlaku umum artinya pengetahuan itu tidak
hanya berlaku oleh seseorang atau beberapa orang dengan cara
eksperimentasi yang sama akan memperoleh hasil yang sama atau
konsiten. Pembelajaran IPA merupakan kumpulan pengetahuan

tentang benda atau mahluk hidup, tetapi memerlukan kerja, cara
berpikir, dan cara memecahkan masalah (Samatowa, 2011: 3).
Salah satu ciri pendidikan IPA adalah lebih dari sekedar kumpulan
yang dinamakan fakta, melainkan kumpulan pengetahuan dan juga
kumpulan proses. Bagaimanapun juga, kebanyakan anak tidak berkembang
dalam hal pemahaman konsep-konsep ilmiah dan prosesnya secara
terintegrasi dan fleksibel. Sebagai contoh, mereka dapat menghafalkan
berbagai konsep dan fakta, tetapi tidak dapat menggunakannya untuk
menjelaskan fenomena dalam kehidupan yang berhubungan dengan konsep
tersebut.

Konsekuensinya,

untuk

memperkecil

permasalahan

ini,

pembelajaran IPA di sekolah diharapkan memberikan berbagai penelusuran
ilmiah yang relevan.
Menurut Samatowa (2011: 9) pembelajaran IPA dengan hafalan dan
pemahaman konsep, anak harus diberi kesempatan untuk mengembangkan
sikap ingin tahu dan berbagai penjelasan logis. Hal ini akan mendorong anak
untuk

mengekspresikan

kreativitasnya.

Anak

juga

didorong

untuk

mengembangkan cara berpikir logis dan kemampuan untuk membangkitkan
penjelasan ilmiah untuk alasan yang bersifat hakiki dan praktis. Dari
berbagai ide mengenai pembelajaran IPA, kegiatan anak di kelas diantisipasi
menjadi serupa dengan apa yang sesungguhnya dilakukan para ilmuwan
dalam percobaan mereka, namun dalam situasi yang berbeda. Para ilmuwan
melakukan

berbagai

percobaan

untuk menghasilkan

berbagai

teori,

sedangkan anak melakukan kegiatan serupa untuk memahami dan
memahami konsep baru atau menguji berbagai ide.
Proses pembentukan tanah merupakan salah satu materi yang
termasuk dalam mata pelajaran IPA kelas V semester 2. Dalam jurnal
internasional yang ditulis Dudal, R. (2004: 2) menyatakan bahwa,“Of the
classical factors of soil formation, climate, relief, parent material, time and
organisms, it is the latter factor which discretely includes human impact”
.
Artinya, faktor klasik pembentukan tanah, iklim, relief, bahan induk,

waktu dan organisme itu adalah faktor kedua yang termasuk dampak bagi
manusia. Dalam materi proses pembentukan tanah terdapat pokok materi
yang harus dipelajari oleh siswa, yaitu:
1. Jenis-Jenis Batuan
Proses adalah runtutan perubahan (peristiwa) dalam perkembangan
sesuatu. Proses pembentukan tanah diawali dari pelapukan batuan.
Menurut Suhandi, Rahman, Hendawati, & Susilawati (2007: 6-9)
berdasarkan proses terjadinya, batuan dapat diklasifikasikan menjadi 3
jenis yaitu:
a. Batuan Beku (Igneous Rock)
Batuan beku berasal dari bahasa latin Inis yang artinya api ( fire).
Batuan beku terbentuk akibat pembekuan cairan magma baik dalam
maupun di atas permukaan bumi yang mengalami pembekuan.
Magma panas yang bergerak dari dalam bumi ke permukaan melalui
kepundan gunung api, karena suhunya rendah sehingga akan
membeku. Material

magma

yang

mengalami pembekuan

di

permukaan bumi disebut batuan beku luar atau batuan ekstrusi atau
batuan vulkanis. Material magma yang membeku pada lubang
kepundan atau retakan kulit bumi disebut batuan korok atau porfirik.
Material magma yang membeku berada jauh di dalam bumi (15-50
km) disebut batuan beku dalam atau plutonik. Jenis batuan
beku penting yang banyak terdapat di alam adalah sebagai berikut:
(1) Granit
Granit merupakan batuan beku dalam, dengan mineral
butiran kasar hingga sedang. Warnanya terang karena
kandungan feldspar, umumnya putih kelabu, merah jambu atau
merah. Granit dapat digunakan sebagai bahan pengeras jalan,
galangan kapal, bahan pemoles lantai, pondasi dan pelapis
dinding.
(2) Granodiorit
Granodiorit seperti granit yang termasuk batuan beku

dalam,

mineral

berbutir

kasar

sampai

sedang,

warna

terang. Granodiorit dapat digunakan sebagai pengeras jalan,
pondasi dan lain-lain.
(3) Diorit
Diorit termasuk batuan beku dalam, mineral berbutir kasar
hingga sedang, warnanya agak gelap. Diorit digunakan
untuk pengeras jalan, pondasi dan sebagainya.
(4) Andesit
Andesit terbentuk dari leleran diorit, mineralnya berbutir halus,
komposisi mineral sama dengan diorite warnanya kelabu.
Andesit

digunakan

untuk

pengeras

jalan,

pondasi,

bendungan, konkresi beton, dan yang berstruktur lembar
banyak digunakan sebagai batu tempel.
(5) Gabro
Gabro berwarna hitam, mineralnya berbutir kasar sampai
sedang.

Batuan

ini

digunakan

untuk

pengeras

jalan,

pondasi, lantai dan pelapis dinding.
(6) Basal
Basal merupakan batuan leleran dari gabro, mineralnya
berbutir halus dan berwarna hitam. Basal umumnya berlubang
bekas gas, terutama bagian muka. Batuan ini digunakan untuk
pengeras jalan, pondasi, bendungan, konkresi beton dan
sebagainya.
(7) Batu kaca (Obsidian)
Batu kaca merupakan batuan yang tidak memiliki susunan dari
Kristal (metamorf). Batu ini terbentuk akibat lava membeku
tiba-tiba. Batukaca berwarna coklat, kelabu, kehitaman atau
putih seperti kaca. Batuan ini digunakan untuk membuat mata
lembing dan membuat panah pada zaman purba.
(8) Batu apung

Batu apung terbentuk dari lava yang mengandung gas.
Cairan

lava

membeku,

maka

gas

keluar,

sehingga

berlubang- lubang. Lubang-lubang bekas gas menyebabkan
batu apung ringan. Batuan ini digunakan untuk memperhalus
kayu.
b. Batuan Sedimen
Batuan

sedimen

atau

endapan

terbentuk

karena

proses

pengendapan material hasil endapan. Material batuan endapan
terbagi dari berbagau jenis partikel, ada yang halus, kasar, berat, dan
ada juga yang

ringan.

Berdasarkan

proses

pengendapannya,

batuan endapan diklasifikasikan menjadi batuan sedimen klasik,
batuan sedimen kimiawi, dan batuan sedimen organik.
(1) Batuan sedimen klasik
Batuan ini memiliki susunan kimia yang sama dengan
susunan kimia batuan asal. Artinya, proses pembentukan batuan
hanya mengalami penghancuran secara mekanik. Batuan
yang besar mengalami lapuk dan hancur mejadi lebih kecil.
Pecahan batu ini terjadi karena hujan, longsor atau bergulingguling masuk ke dalam sungai. Salah satu batuannya yaitu batu
konglomerat. Selain itu ada batuan sedimen non klasik yang
dibedakan atas dasar komposisinya. Batuan sedimen non klasik
akibat batuan mengalami pemanasan, sehingga air menguap,
maka sisa material tersebut membeku, seperti: batu batu gamping
dan dolomite, batu garam, denhidrit dan gipsum dan batu bara.
(2) Batuan sedimen kimiawi
Batuan ini terbentuk karena proses kimia, seperti pelarutan,
penguapan,

oksidasi,

dehidrasi,

dan

sebagainya.

Hasil

pengendapan secara kimiawi, seperti: batu kapur. Hujan
yang mengandung

2

CO

terjadi di gunung kapur air hujan

meresap ke dalam retakan halus (diaklas) batu gamping (

CaCO

atau

2

). Batu gamping larut dengan air menjadi air kapur

HCO
¿
)2 sampai ke atap gua kapur. Tetesan air kapur
Ca ¿
¿

ini membentuk stalaktit di atap gua dan stalakmit di dasar gua.
Kedua bentukan sedimen kapur tersebut disebut batuan sedimen
kimiawi.
(3) Batuan sedimen organik
Batuan ini terbentuk karena sebagian material berasal dari
organisme

seperti

daun,

ranting

atau

bangkai

binatang

terendapkan dan tertimbun di dasar laut. Berdasarkan tenaga
pengankutannya, batuan sedimen dapat diklasifikasikan menjadi
3 yaitu:
a. Angin membentuk

batuan sedimen aerik (aeolis),

seperti: tanah los, tuf, dan pasir di gurun.
b. Es membentuk batuan sedimen glacial, seperti: Moraine.
c. Air yang mengalir membentuk batuan sedimen aquatik,
seperti: batu pasir, batu lempung dan sebagainya.
d. Air laut membentuk batuan sedimen marin, seperti batu pasir.
c. Batuan Metamorf
Batuan metamorf diakibatkan oleh proses metamorphosis. Batuan ini
berasal dari batuan beku atau sedimen, karena adanya tekanan atau
temperature, sehingga susunan struktur maupun kimianya berubah.
Batuan Metamorfik diklasifikasikan menjadi 3 yaitu :
(1) Metamortik termik (kontak), terbentuk karena adanya kenaikan
suhu, seperti: batu marmer.
(2) Metamorfik dinamik (sintektonik), terbentuk karena adanya
tekanan

tinggi,

biasanya

tenaga

tektonik.

Jenis

batuan

metamorfisa banya ditemui di daerah patahan dan lipatan,
seperti: batu sabak dan batu bara.

(3) Metamorfik termik pneumatolitik, terbentuk karena adanya
kenaikan suhu disertai masuknya zat bagian magma ke dalam
batuan, seperti: azurite mineral (pembawa tembaga), topas, dan
turmalin (batu permata).
2. Proses Pembentukan Tanah Karena Pelapukan
Pelapukan menurut Suhandi, Rahman, Hendawati, & Susilawati
(2007: 30-34) yaitu “Proses perusakan atau penghancuran kulit bumi oleh
tenaga eksogen”. Pada pelapukan terjadi proses penghancuran massa
batuan, baik secara fisika, kimiawi, maupun biologis, sehingga batuan
menjadi material yang lebih kecil. Proses pelapukan batuan berlangsung
dalam waktu yang lama dan sangat dipengaruhi oleh unsur cuaca.
Pelapukan terjadi berbeda-beda tergantung unsur-unsur dari daerah
tersebut. Batuan yang telah mengalami proses pelapukan berubah
menjadi tanah. Pelapukan batuan dipengaruhi oleh faktor: Struktur
batuan, topografi, cuaca, iklim, dan vegetasi.
Atas dasar proses dan penyebabnya, pelapukan dikelompokkan
menjadi 3 jenis, yaitu:
a. Pelapukan Mekanik
Pelapukan mekanik (fisis) terjadi karena batuan menjadi hancur
dan lepasnya material batuan tanpa mengubah struktur kimia batuan.
Pada proses batuan akan mengalami perubahan fisik, baik bentuk
maupun ukurannya. Penyebab terjadinya pelapukan mekaik yaitu:
(1) Adanya perbedaan temperature yang tinggi. Peristiwa ini terutama
terjadi di daerah yang beriklim kontinental atau beriklim gurun di
daerah gurun temperature pada siang hari dapat mencapai 50
Celcius.
(2) Adapun pembentukan air di dalam batuan. Jika air membeku
maka

volumenya akan mengembang. Pengembangan

ini

menimbulkan tekanan, karena tekanan ini batu-batu menjadi
rusak atau pecah-pecah.
(3) Berubahnya air garam menjadi kristal. Jika air tanah mengandung

garam, maka pada siang hari airnya menguap dan garam akan
mengkristal. Kristal garam garam ini tajam sekali dan dapat
merusak batuan pegunungan di sekitarnya, terutama batuan
karang daerah pantai.
b. Pelapukan Kimiawi
Pelapukan kimiawi terjadi karena batuan menjadi hancur dan
lepasnya material batuan disertai perubahan susunan kimiawi batuan.
Proses ini disebut dekomposisi. Pada pelapukan ini batu-batuan
mengalami

perubahan

umumnya berupa pengelupasan. Pelapukan

kimiawi tampak jelas terjadi

pada

pegunungan

kapur

(karst).

Pelapukan ini berlangsung dengan batuan air dan suhu yang tinggi. Air
yang banyak mengandung CO2 (zat asam arang) dapat dengan mudah
melarutkan batu kapur (CACO2).
c. Pelapukan Organik
Pelapukan batuan yang disebabkan oleh proses organisme yaitu
tumbuhan, binatang, dan manusia. Pengaruh

yang disebabkan

oleh

tumbuh-tumbuhan dapat bersifat mekanik atau kimiawi. Pengaruh
sifat mekanik yaitu berkembangnya akar tumbuh-tumbuhan di dalam
tanah yang dapat merusak tanah disekitarnya. Pengaruh zat kimiawi yaitu
berupa zat asam yang dikeluarkan oleh akar-akar serat makanan
menghisap

garam

makanan.

Binatang

yang

dapat

melakukan

pelapukan antara lain cacing tanah dan serangga. Manusia juga
berperan dalam pelapukan melalui aktifitas penebangan pohon,
pembangunan dan penambangan.
Tanah menurut Heddy dan Kurniati, (1994: 50) merupakan “Daerah
tempat hidup organism disebut biosfir yang meliputi atmosfir, hidrosfir,
dan pedosfir”. Rini (2008: 79) mengemukakan tanah adalah tiga sistem
fase yang terdiri atas kombinasi bermacam-macam padat alam.
mencakup batu, mineral, bahan organik, es, cairan dan gas. Yang
dimaksud tiga fase tersebut adalah:
a. Fase cair yaitu larutan tanah (tanaman mengambil makanan dari fase

ini).
b. Fase gas yaitu lapisan penyuplai oksigen.
c. Susunan tanah (pedogenesis) yaitu efek kombinasi dari proses fisika,
kimia dan biologi terhadap bahan induk yang menghasilkan susunan
horizon tanah.
Warna tanah dipengaruhi oleh mineral tanah. Mineral besi dalam
tanah sangat menentukan kekerasan dan pigmentasi tanah. Besi
membentuk mineral sekunder dengan warna kuning dan merah. Bahan
organik membentuk campuran warna hitam dan coklat. Mangan
membentuk mineral warna hitam. Pigmen pigmen inilah yang memberi
warna pada tanah.
e. Urgensi Pemahaman Konsep Proses Pembentukan Tanah
Pentingnya pemahaman konsep proses pembentukan tanah karena
proses pembentukan tanah merupakan materi yang terdapat dalam mata
pelajaran IPA kelas V semester 2 yang harus dipelajari oleh siswa. Materi
tersebut menjelaskan bagaimana proses terbentuknya tanah, yang mana
tanah merupakan tempat berpijaknya manusia. Jadi anak harus mengerti
tentang bagaimana proses terjadinya tanah tersebut, dari mulai asal
mulanya, lalu terbentuk oleh apa, dan bagaimana proses terbentuknya.
Sehingga siswa membutuhkan pemahaman konsep yang baik terhadap
materi proses pembentukan tanah tersebut. Apalagi dengan terbatasnya
waktu pertemuan dalam penyampaian materi proses pembentukan tanah,
maka diperlukan sebuah model pembelajaran yang dapat meningkatkan
pemahaman konsep siswa dan menjadikan materi proses pembentukan tanah
agar bisa dipahami dengan baik sehingga materi yang diterima dapat tahan
lama dalam ingatan siswa.
Agar siswa benar-benar paham pada materi proses pembentukan
tanah. De Vito, et al mengemukakan bahwa “Pembelajaran IPA yang baik
harus mengkaitkan dengan kehidupan sehari-hari siswa dan didasarkan pada
pengalaman

untuk

membantu

siswa

belajar,

mendeskripsikan

dan

menjelaskan hasil kerja dan prosedurnya” (Samatowa, 2011: 104).
Sehingga, siswa memperoleh ide, pemahaman dan keterampilan.

2. Hakikat Metode Bamboo Dancing
a. Metode Pembelajaran
1) Pengertian Metode Pembelajaran
Keberhasilan

atau

keefektifan

suatu

proses

pembelajaran

mempengaruhi tercapainya tujuan pembelajaran tersebut. Untuk itu, guru
hendaknya menciptakan pembelajaran yang efektif, variatif, dan menarik,
dengan harapan siswa akan menjadi lebih aktif, kreatif, antusias dan tidak
cepat bosan. Sebagai upaya merealisasikan hal tersebut, dibutuhkan
metode pembelajaran tertentu. Guru harus selektif dalam memilih metode
pembelajaran yang akan digunakan dalam menyampaikan materi kepada
siswa. Hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan metode pembelajaran
adalah harus sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan siswa, juga
mengingat cakupan materi dan alokasi waktu.
Metode berarti cara atau teknik-teknik tertentu yang dianggap baik
(efektif

dan

efisien)

yang

dapat

dipergunakan

dalam

mengajar

(Daryanto, 1981: 11). Sangat banyak metode atau teknik yang dapat
digunakan oleh guru untuk menarik minat siswa terhadap pembelajaran. M
Atar Semi (1990: 105) mendeskripsikan metode sebagai suatu prosedur untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Melengkapi pendapat tersebut Isjoni
(2010: 109) menyatakan bahwa metode ialah cara untuk mencapai sesuatu.
Metode pengajaran ialah media pendidikan yang termasuk dalam
perencanaan kegiatan atau strategi. Sejalan dengan beberapa pendapat
tersebut Winarno Surakhmad (1980: 75) mengatakan bahwa metode adalah
cara, yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan.
Travers menyatakan bahwa belajar adalah proses menghasilkan
penyesuaian tingkah laku. Senada dengan pernyataan Cronboach learningis

shwon by a change in behaviour as a result of experience. Belajar
adalah perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman. Ada lagi pendapat
Harold Spears yang mendefinisikan learning is to observe, to read, to imitate,
to try something themselves, to listen, to follow direction. Dengan kata lain
belajar adalah

mengamati,

membaca,

meniru,

mencoba

sesuatu,

mendengar dan mengikuti arah tertentu (Agus Suprijono, 2012: 2).
Pembelajaran pada hakikatnya merupakan proses interaksi antara guru
dengan

siswa,

baik

interaksi

secara

langsung,

yaitu

dengan

menggunakan berbagai media pembelajaran. Sejalan dengan pendapat
tersebut Dalam UU No.20 Tahun 2003 tentang sisdiknas Pasal 1 Ayat 20,
pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik
dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan
upaya menciptakan kondisi agar terjadi kegiatan belajar yaitu siswa
mempelajari materi yang diberikan guru. Pembelajaran mengandung arti
bahwa serangkaian kegiatan belajar itu dirancang lebih dulu agar terarah pada
tercapainya perubahan tingkah laku yang diharapkan (Atwi Suparman,
2012: 10). Untuk mencapai perubahan tingkah laku dan tujuan belajar
maka dibutuhkan metode pembelajaran. Menurut Hamzah Uno (2007: 2)
metode pembelajaran didefinisikan sebagai cara yang digunakan guru, yang
dalam menjalankan fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Metode pembelajaran digunakan guru untuk membantu peserta
didik mencapai kompetensi dasar atau seperangkat indikator yang telah
ditetapkan (Rusman, 2010: 6).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
metode pembelajaran adalah suatu cara yang digunakan dalam pembelajaran
untuk memancing peserta didik agar tertarik pada kegiatan belajar dan dapat
membantu mencapai tujuan belajar.
2) Faktor yang Mempengaruhi Penentuan Metode Pembelajaran
Pembelajaran yang inovatif dan menarik dapat menciptakan suasana
belajar yang menyenangkan, hal tersebut didukung dengan pemilihan metode

pembelajaran yang tepat. Pemilihan metode yang tepat akan membantu
tercapainya tujuan pembelajaran. Menurut Winarno Surakhmad (1990:
97) metode dipengaruhi oleh banyak faktor, misalnya: a) siswa, b)
tujuan,

c) situasi, d) fasilitas, dan e) guru. Maksudnya adalah sebelum

menentukan atau memilih metode pembelajaran yang tepat dan efektif, harus
memperhatikan kondisi siswa, tujuan, situasi kelas, fasilitas, dan guru yang
akan menerapkan metode pembelajaran tersebut.
M Atar Semi (1990: 116) menyebutkan bahwa sebelum menentukan
metode pembelajaran, perlu menganalisis hal-hal sebagai berikut: a) bahan
pengajaran, b) urutan pemberian bahan, c) teknik penyajian, d) pengulangan
bahan yang telah disajikan.
b. Metode Bamboo Dancing
1) Pengertian Metode Bamboo Dancing
Bamboo

Dancing atau Tari Bambu adalah suatu teknik hasil

modifikasi Lingkaran Kecil Lingkaran Besar, karena keterbatasan ruang
kelas (Isjoni, 2010: 114). Sejalan dengan pernyataan tersebut Suprijono
(2012: 98) juga mengemukakan pendapatnya bahwa metode Bamboo
Dancing adalah pengembangan dari metode Inside Outside Circle karena
keterbatasan ruang kelas. Pendapat lain yang berhubungan dengan
pernyataan tersebut datang dari Lie (2005: 67) mengemukakan bahwa
metode Bamboo Dancing adalah suatu teknik pengembangan metode
Inside Outside Circle dimana dalam pelaksanaannya siswa berdiri berdiri
berhadapan dengan pasangannya sambil berdiskusi mengenai suatu topik
untuk berbagi informasi dalam waktu yang bersamaan kemudian siswa
bergeser searah jarum jam untuk berganti pasangan dan berbagi informasi
dengan pasangan yang baru. Diberi nama Bamboo Dancing atau Tari
Bambu karena siswa belajar dan saling berhadapan dengan model mirip
seperti dua potong bambu yang digunakan dalam Tari Bambu Filipina
yang juga populer di beberapa daerah di Indonesia. Sang penari
bergerak berputar searah jarum jam. Mendukung pendapat tersebut

Huda (2012: 147) mengatakan bahwa
Bamboo Dancing atau Tari Bambu adalah pengembangan dan
modifikasi teknik Lingkaran Kecil Lingkaran Besar atau Inside Outside
Circle (IOC) dimana siswa berdiri berjajar seperti dua potong bambu
untuk berdiskusi bertukar pikiran. Di beberapa kelas, teknik Lingkaran
Kecil Lingkaran Besar tidak bisa dilaksanakan karena penataan ruang
kelas yang tidak menunjang. Tidak ada cukup ruang di dalam kelas untuk
membuat lingkaran dan tidak selalu memungkinkan untuk membawa
siswa keluar dari ruang kelas dan belajar di alam bebas. Kebanyakan ruang
kelas di Indonesia memang sengaja ditata dengan model klasikal/
tradisional. Bahkan banyak penataan tradisional ini dibuat permanen,
kursi dan meja sulit dipindahkan. Dinamakan
Bamboo Dancing atau Tari Bambu karena dalam metode ini siswa
belajar dan saling berhadapan dengan model yang mirip seperti dua potong
bambu yang digunakan pada Tari bambu Filipina yang juga populer
di beberapa daerah di Indonesia.
2) Langkah-langkah Metode Bamboo Dancing
Ada beberapa pendapat mengenai langkah-langkah metode Bamboo
Dancing. Anita Lie (2005: 67) menyatakan teknis pelaksanaan metode
Bamboo Dancing adalah: a) membagi kelas menjadi dua kelompok besar,
siswa berdiri berjajar sesuai krlompoknya, b) masing-masing kelompok
berdiri berhadapan, c) dua siswa yang berpasangan berbagi informasi,
d) siswa pada masing- masing kelompok bergeser bertukar informasi.
a. Separuh kelas (atau seperempat jika jumlah siswa terlalu banyak)
berdiri berjajar. Jika ada cukup ruang, mereka bisa berjajar di
depan

kelas. Kemungkinan lain adalah siswa belajar di sela-sela

deretan bangku. Cara yang kedua ini akan memudahkan pembentukan
kelompok karena waktu yang diperlukan cukup singkat.
b. Separuh kelas lainnya berjajar dan menghadap kelompok lain.
c. Dua siswa yang berpasangan dari kedua jajaran berbagi informasi.

d. Satu atau dua siswa yang berdiri di ujung salah satu jajaran pindah ke
ujung lainnya. Jajaran ini kemudian bergeser searah jarum jam.
Dengan cara ini masing-masing siswa mendapatkan pasangan yang
baru

untuk

berbagi. Pergeseran dilakukan terus menerus sesuai

kebutuhan.
Sejalan dengan pendapat tersebut, Miftahul Huda (2012: 148)
menjelaskan prosedur Bamboo Dancing atau Tari Bambu Individu
adalah sebagai berikut: a) kelas dibagi menjadi dua kelompok besar atau,
b) siswa berdiri di sela bangku, c) separuh lainnya berjajar menghadap
kelompok lain, d) siswa yang berhadapan berbagi informasi, e) siswa
bergeser untuk bertukar informasi.
a. Separuh kelas (atau sepermpat jika jumlah siswa terlalu banyak)
berdiri berjajar. Jika ada cukup ruang, mereka bisa berjajar di depan
kelas.
b. Kemungkinan lain adalah siswa belajar di sela-sela deretan bangku.
Cara yang kedua ini akan memudahkan pembentukan kelompok
karena diperlukan waktu cukup singkat.
c. Separuh kelas lainnya berjajar dan menghadap jajaran yang pertama.
d. Dua siswa yang berpasangan dari kedua jajaran berbagi informasi.
e. Kemudian, satu atau dua siswa yang berdiri di ujung salah satu jajaran
pindah ke ujung jajaran lain. Jajaran ini kemudian bergeser searah
jarum jam. Dengan cara ini masing-masing siswa mendapatkan
pasangan baru untuk berbagi. Pergeseran dilakukan terus menerus
sesuai kebutuhan.
Huda (2012: 148) juga mengemukakan pendapatnya tentang prosedur
metode Tari Bambu Kelompok, yaitu: satu kelompok berdiri di satu jajaran
berhadapan dengan

kelompok

lain.

Kelompok

bergeser

seperti

prosedur Tari Bambu Individu di atas, kemudian mereka pun saling
berbagi informasi. Sementara itu Suprijono (2012: 98) menggambarkan
prosedur pelaksanaan metode Bamboo Dancing adalah: a) guru
memberikan tema yang akan dibahas, b) guru membagi kelas menjadi dua

kelompok besar, c) dari kedua kelompok besar dibagi lagi menjadi dua
kelompok kecil berdiri berjajar dan berhadapan dengan kelompok lain,
d) guru memberikan topik pada masing-masing siswa, e) siswa bergeser
searam jarum jam, f) diskusi kelas.
a. Diawali dengan guru memberikan tema, guru bisa menuliskan tema
tersebut di papan tulis atau dapat pula guru bertanya jawab. Ini
dimaksudkan untuk mengaktifkan struktur kognitif yang telah dimiliki
peserta didik agar lebih siap menghadapi pelajaran yang baru.
b. Guru membagi kelas menjadi dua kelompok besar. Jika dalam satu
kelas ada 40 siswa maka setiap kelompok besar terdiri dari 20 siswa.
c. Pada tiap-tiap kelompok besar, 10 siswa berhadapan dengan 10
siswa lainnya berdiri berjajar. Dengan demikian di dalam tiap-tiap
kelompok mereka berpasangan. Pasangan ini di sebut pasangan awal.
d. Guru lalu membagikan topik pada setiap pasangan untuk dibahas.
e. 20 orang dari tiap-tiap kelompok besar yang berdiri berjajar
saling berhadapan itu bergeser mengikuti arah jarum jam. Dengan cara
ini, tiap- tiap peserta didik akan mendapat pasangan baru, dan berbagi
informasi. Pergeseran searah jarum jam akan berhenti jika tiap-tiap
pasangan kembali ke pasangan awal.
f. Hasil diskusi tiap kelompok besar kemudian dipresentasikan kepada
seluruh kelas. Guru memfasilitasi terjadinya dialog interaktif,
tanya

jawab

dan sebagainya. Kegiatan ini

dimaksudkan agar

pengetahuan yang diperoleh melalui diskusi di tiap-tiap kelompok
besar

dapat

diobjektivikasi

dan menjadi pengetahuan bersama

seluruh kelas, sehingga siswa mendapatkan informasi dari seluruh
kelompok.
3) Kelebihan dan Kelemahan Metode Bamboo Dancing
Anita Lie (2005: 67) dan Miftahul Huda (2012: 147) menyatakan
bahwa metode Bamboo Dancing adalah modifikasi untuk pemecahan
masalah dari metode Inside Outside Circle karena banyak kasus ruamg

kelas tidak memungkinkan untuk membentuk lingkaran kecil lingkaran
besar. Berdasarkan beberapa

pendapat

pelaksanaan metode Bamboo Dancing

tentang
di

atas,

langkah-langkah
dapat

ditarik

kesimpulan bahwa metode Bamboo Dancing memiliki beberapa kelebihan,
antara lain:
a. Dapat dignakan dalam ruang kelas yang tidak begitu luas.
b. Dapat digunakan pada semua tingkatan usia.
c. Tidak memakan banyak waktu dalam pembentukan kelompok.
d. Mempunyai struktur yang jelas.
e. Siswa dapat berganti-ganti pasangan dengan waktu yang singkat dan
teratur.
f. Siswa mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi.
g. Meningkatkan ketrampilan berbicara siswa.
h. Menumbuhkan suasana akrab antar siswa, karena dapat bekerjasama
dan berbagi informasi. Menghindarkan dari sifat pilih-pilih teman,
karena pasangan tidak dipilih sendiri.
i. Melatih tanggungjawab, karena mau tidak mau siswa harus
mencari informasi dan memberi informasi pada siswa lainnya.
Metode Bamboo Dancing juga mempunyai beberapa kelemahan,
diantaranya sebagai berikut:
a. Metode ini jika dibentuk kelompok besar guru harus menyiapkan
topik yang banyak pula. Hal ini dapat disiasati dengan pada
setiap pasangan awal diberikan satu topik untuk didiskusikan. Jadi
guru tidak memberikan satu