RESUME MATERI LATIHAN KADER MUDA LAKMUD

RESUME
MATERI LATIHAN KADER MUDA (LAKMUD)
DINAMIKA SEJARAH NAHDLATUL ULAMA DAN INTERNALISASI NILAI-NILAI
PERJUANGAN ULAMA DALAM MEMBENTUK KARAKTER GENERASI MUDA

OLEH : MOH SAHRUN NIZAM

PENGURUS RANTING NAHDLATUL ULAMA (PRNU) BULUBRANGSI
MAJELIS WAKIL CABANG NAHDLATUL ULAMA (MWCNU) LAREN
PENGURUS CABANG NAHDLATUL ULAMA (PCNU) LAMONGAN
PENGURUS WILAYAH NAHDLATUL ULAMA (PWNU) JAWA TIMUR
2017

1. Poin-Poin Dinamika Nahdlatul Ulama


Pada tahun 1916 Kyai Wahab mendirikan Madrasah "Jam'iyatul Nahdlotul Wathon"
di Surabaya. Madrasah ini berkembang dengan pesat dan membuka cabang di
Semarang, Malang, Sidoarjo, Gresik, Lawang, Pasuruan, dan lain-lain.




Pada tahun 1919 berdiri " TASWIRUL AFKAR", sebuah madrasah dan forum
diskusi keagamaan yang tujuan utamanyamemberi tempat untuk mengaji dan belajar
serta untuk membela kepentingan Islam.



Pada tahun 1924 berdiri organisasi"Syubhanul Wathon" (pemuda tanah air),
organisasi ini mempunyai kegiatan membahas masalah agama, dakwah, peningkatan
pengetahuan bagi anggotanya, dan lain-lain.Pada tahun 1926 akan disenggarakan
Kongres Islam sedunia di Makkah yang diikuti perwakilan dari organisasi-organisasi
Islam di dunia.



Pada tahun 1924, Raja Saudi Arabia Abd Al-Aziz Ibn Saud yang beraliran wahabi
merebut kekuasaan disemenanjung arab dari sultan syarief husein, termasuk 2 kota
suci yakni mekkah dan madinah (Hijaz). Mereka melakukan hal-hal yang
bertentanan dengan prinsip ASWAJA yaitu: membongkar situs-situs sejarah, makam
para sahabat dan Rasulullah SAW dan hanya membolehkan mahdzab tunggal yaitu

Wahabi (merupakan gerakan separatis yang berkedok memurnikan tauhid dan
menjauhkan umat dari kemusyrikan). Doktrin-doktrin wahabi antara lain:
 Semua objek peribadatan selain Allah adalah palsu dan siapa saja yang
melakukannya harus menerima Hukuman mati
 Orang yang berusaha emperoleh kasih tuhannya dengan cara mengunjungi
kuburan orang-orang suci, bukanlah orang yang bertauhid tetapi termasuk
musyrik.
 Bertawassul kepada nabi dan orang sholeh dalam berdoa kepada Allah
termasuk perbuatan syirik



Sehingga dibentuklah satu komite Hijaz untuk menyampaikan keberaten terkait halhal tersebut, karena pada saat itu harus ada organisasi formal untuk mewadahi
aspirasi tersebut. Yaitu organisasi para ulama (Nahdlatul Ulama), yang kemudian
surat tersebut dibawah Oleh KH. Wahab Chasbullah. (Lokasi Gedung PBNU pertama
Jl. Bubutan No. 2 Surabaya).



Pada tanggal 16 Rajab 1344 H / 31 Januari 1926 KH. A. Wahab Hasbullah

membentuk suatu komite yang bernama Komite Hijaz yang beranggotakan para alim
ulama dari be rbagai daerah guna mengikuti Kongres tersebut. Dalam rapat/sidang
komite hijaz tersebut memutuskan dua hal, yaitu :

 Meresmikan dan mengukuhkan Komite Hijaz dengan masa kerja sampai
delegasi yang akan dikirim menemui Raja Ibnu Saud dan mengirim delegasi
ke Kongres Islam di Makkah. Adapun yang dikirim ialah KH. Wahab
Hasbullah dan Syeikh Ahamad Ghunaim al Mishri.
 Membentuk sebuah Jam'iyyah (Organisasi) yang bernama NAHDLATUL
ULAMA' . Dengan tujuan untuk membina terwujudnya masyarkat Islam
berdasarkan aqidah atau faham Ahlusunnah wal Jama'ah (ASWAJA).


KH. Hasyim Asyari menyusun Qanun Asasi yang dijadikan prinsip dasar Jammi’yah
(NU) sebagai pedoman organisasi.yang didalamnya didahului dengan Mukaddimah.
Jadi, kalo gak ada Qanun Asasi (Anggaan Dasar) maka NU tidak bisa
mendapatkanhak badan Hukum (Rechtpersoon).




Inti dari Qanun Asasi adalah sebagai berikut:



 Iman dan Taqwa
 Persatuan dikalangan kaum muslimin
 Kehidupan bermahdzab
Era penjajahan kolonialisme Belanda, NU punya peran sangat besar melalui
perjuangan Kyai-kyai, dalam menanamkan nilai-nilai nasionalisme. Jadi, dalam
istilah Gus Mus: “Orang Indonesia yang beragama islam bukan sekedar orang islam
yang kebetulan di Indonesia”. Maknanya kalo ada perlawanan penjajah yang akan
menghancurkan rumahnya, gak usa ditanya itu sdah menjadi kewajiban kita sebagai
bangsa Indonesia.



Perang pasifik menyebabkan pihak colonial belanda terusir oleh tentara jepang,
pihak jepang meminta rakyat Indonesia member hormat kepada kaisar Tenno Heika
sebagai penjelmaan dari Dewa matahari dalam upacara yang disebut Seikere.
Sehingga timbul banyak perlawanan utamanya dari Hadratus Syeikh Hasyim Asyari,

yang kemudian di Hukum oleh pihak sekutu sampai salah satu tangannya disfungsi.



Menjelang pendirian Negara, beberapa tokoh NU ikut dalam BPUPKI dan PPKI,
salah satunya KH. Wahid Hasyim yang punya andil besar dalam Preambule UUD
1945, perumusan Pancasila dan pada 22 Juni 1945 panitia 9 merumuskan Piagam
Jakarta.



Soekarno, Moh. Hatta, Jendral Sudirman mengirimkan utusan ke Tambakberas
jombang untuk bertemu Hadratus Syeikh, untuk menanyakan Hukum Membela tanah
air, pada saat yang bersamaan Bung tomo juga sowan kepada Hadratus Syeikh terkat
hal tersebut.



Tanggal 20-22 Oktober 1945, KH. Hasyim Asyari memimpin rapat para tokoh ulama
dari jawa-madura untuk menentukan sikap terhadap para sekutu. KH Hasyim Asyari

juga meminta Kyai-kyai sepuh NU untuk sholat Istikhoroh, pada tanggal 21 Oktober
1945 para ulama berkumpul dikantor pusat anshor dijalan Bubutan Surabaya. Setelah
melalui diskusi yang cukup panjang dan mendengarkan hasil sholat istikhoroh maka,

pada tanggal 22 Oktober 1945, NU mengeluarkan Resolusi Jihad fi Sabililah, yang
berisi 3 butir rumusan kewajiban untuk mempertahankan tanah air, yang di hukumi
Fardhu a’in sama dengan hukum sholat. Dimana dimedan perang KH Wahab
Chasbullah sebagai komandan Umum dibantu oleh KH Abbas (buntet, Cirebon) dan
KH Masykur (Malang).


Maka meletuslah perang besar antara sekutu (NICA) dan rakyat Indonesia yang
berkumpul di Surabaya pada tanggal 10 November 1945 yang dipimpin langsung
oleh Jenral Mallaby. Pada tanggal 30 Oktober terjadi gencatan senjata, namun pada
sore hari terjadi insiden di jembatan merah yang menewaskan jendral mallaby sontak
perjanjian senjata pun dibatalkan. Robert mansert sebagai pengganti jend. Mallaby,
dan dikeluarkannya ultimatum agar seluruh rakyat Surabaya menyerahkan senjata
rampasan paling akhir tanggal 10 November 1945.




Tahun 1945, KH Wahid Hasyim menjadi Menteri Agama Pertama Republik
Indonesia, beliau memperjuangkan nilai-nilai islami dalam kehidupan bernegara
melalui ideology dan konsep kenegaraan beliau juga penganut faham pluralistis.



Pada masa tersebut juga NU mendirikan Fatayat (24 April 1950) dan Muslimat (29
Maret 1946), sebagai wadah bagi kaum perempuan untuk ikut serta dalam
pembangunan agama dan masyarakat serta cara berpakaian dan mempertahankan
keluarga.



Tahun 1955 partai NU mengikuti pemilu pertama dalam sejarah bangsa Indonesia,
saat itu wadahnya masih Masyumi. Ada 3 tokoh yakni KH Wahid Hasyim (NU), KH
Mas Mansyur (Muhamadiyah) dan Dr, Soekiman (Masyumi). Tapi, dalam hal ini NU
banyaj disinggung, dikucilkan dan Kyai-kya NU tidak diajak bicara dan diskusi
sehihngga NU keluar dari Masyumi. Setelah itu terjadi pemberontakan PRRI
(Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia). Indkator lain NU keluar dari

Masyumi adalah perbedaan iseologi, mayoritas tokoh dari masyumi adalah oranorang yang berpendidikan barat sedangkan para tokoh NU adalah orang
berpendidikan Timur atau Pesantren dan menganggap segi keilmuannya terlalu
rendah.



Pada saat itu NU member gelar Waliyyul amri daruri bi syauka kepada Presiden
Soekarno yang dilandaskan pada kaidah-kaidah fiqh, dalam kejadian tersebut NU
diklaim melakukan penjilatan kepemimpinan yang notabene NU masih
memperjuangkan islam menjadi dasar Negara yang dilakukan tahun 1956-1959
didalam konstituante.



Pada tahun 1965, tahun pemberontakan PKI, walaupun masalah NU dan PKI sudah
berlangsung lama sebelum tahun 1965. Yakni pada tahun 1948 dalam pemberontakan
di madiun yang menghabisi nyawa para kyai, yang kemudian dipuncaki pada
G30SPKI.




Situasi dan peran politik NU tahun 1971, yang seolah-olah dihalangi oleh pak harto
dan Golkar (Subchan Z.E), dimana NU pada waktu itu ditekan agar tidak bisa meraih

kemenagan dalam pemilu. Pada saat itu Negara masih mewaspadai NU karena masih
menginginkan Negara berasas islam.


Pada tahun 1984, pada Muktamar ke-27 di Situbondo. NU memasuki babak baru,
yakni NU kembali pada jati dirinya sebagai Jami’yah diniyah. Organisasi keagamaan
yang memusatkan diri pada kegiatan dakwah dan pendidikan. NU kebali pada khittah
1926 yang dicetuskan oleh Hadratus Syeikh hasyim asyari dan menyatakan keluar
dari partai politik dan menerima Pancasila. Diantara Tokohnya yaitu:
 KH Abdurrahman Wahid
 KH As’ad Syamsul Arifin
 KH Ma’shum Ali
 KH Ahmad Shiddiq
 KH Idham Cholid




Pada tahun 1994, pak harto ingin mencegah Gus Dur agar tidak terpilih sebagai ketua
Tanfidziyah dalam Muktamar di Cipasung. Jadi, Pak harto itu tidak ingin NU
dipimpim oleh orang NU, jadi, orang NU tidak boleh memilih orang NU. Namun, hal
tersebut tak berhasil untuk menghalangi Gus Dur jadi ketua Tanfidziyah.



Ketika PBNU dipimpin oleh Gus Dur, banyak kaum-kaum muda mempunyai
wawasan yang luas dan mengajarkan ibadah social yang penuh keikhlasan. Jadi, dulu
Gus Dur itu senang blusukan ke pesantren ke rakyat atau LSM tanpa tendensi
Pencitraan. Dan Gus Dur menjadi busur atau ujung tombak dalam menghadapi pak
harto dan rezim pemerintahan orde baru yang berujung pada peristiwa 1998. Hal
tersebut dimulai dari rumah kediaman Gus Dur di Ciganjur dengan pertemuan
bersama (Amien Rais, Megawati soekarnoputri dan Sri Sultan Hamengkubuwono)
sebagai awal mula gerakan reformasi.



Pada 19 Mei 1998, para tokoh NU dan tokoh-tokoh nasional diundang ke istana

untuk dimintai pendapat tentang keadaaan Negara yang sangat genting. Pada masa
tersebut juga pak harto resmi lengser dari pucuk kepemimpinan bangsa.



Pada 23 Juli 1998, para ulama membentuk PKB sebagai wadah bagi warga NU untuk
menyalurkan aspirasi politik kebangsaan. Jadi, tahun 1971 NU kembali ke khittah
kok kemudian malah embuat partai ini kan kontradiksi, maka jawaban Gus Dur saat
itu “yang di khittahkan adalah NU sebagai jami’yah bangsa”.



Pada 20 Oktober 1999 – 23 Juli 2001 Gus Dur menjadi presiden, munculnya seorang
tokoh NU menjadi presiden dijadkan sebagai jangkar pluralitas, kebangsaa dan
kebhinekaan. Kalo, melihat realita sekarang adalah zaman politikpraktis dan
transaksional penuh macam-macam model gratifikasi agar bisa dapat jabatan. Pada
era kepemimpinan gus dur muncul banyak sekali ancaman-ancaman terkait

perombakan ataupun pencopotan menteri, namun, gus dur tetap pada pendiriannya
karena demokrasi bukanlah pasar.


Semakin banyaknya dan beratnya tekanan politik akhirnaya gus dur pun lengser dari
jabatan presiden RI, karena paradigm beliau lebih baik lengser dan mempertahankan
konstitusi dari pada jual beli atau obral kursi demokrasi. Perlu diketahui saat gus dur
lengser tidak ada pertumpahan darah beda dengan era lengernya presiden soekarno
dan soeharto yang banya memakan korban dari G30SPKI sampai korban Semanggi.
“Tidak masuk akal mempertahankan kekuasaan dengan pertumpahan darah”,
walaupun pada saat itu banyak sekali lascar-laskar siap mati untuk membela gus dur,
namu, gus dur tidak mengizinkan.



Pada era modern seperti ini tantangan kader muda NU semakin berat karena
melawan system westernisasi, globalisasi dan modernisasi yang perlahan mulai
mengikis akidah dan moral generasi muda NU. Maka disini peran pesantren cukup
sentral sebagai konservatorium atau wadah nasionalisme.



Proses regenerasi dalam tubuh NU haruslah sesuai dengan nilai-nilai luhur yang
sudah ada semenjak didirikannya jami’yah NU, sehinga orisinilitas agama, akidah
dan kemasyarakatan tetap awet.

2. KE-NU-AN
A. Aswajaisme
Berbagai literatur mencatat bahwa kelahiran Nahdlatul Ulama (dulu Nahdlatul
Oelama = NO) tidak lepas dari bentuk pembelaan terhadap ajaran Islam Ahlussunah
Waljama'ah yang telah berjalan sejak Islam masuk ke Indonesia. Islam yang dalam
praktik ibadah menggunakan pendekatan metode madzhab telah berjalan dalam suasana
yang kondusif, aman dan damai. Pendekatan madzhab ini mengisyaratkan bahwa untuk
melakukan ijtihad harus memenuhi persyaratan tertentu. Orang yang tidak mampu
memenuhi persyaratan maka dikategorikan kedalam taqlid. Masyarakat dengan
bimbingan para ulama pesantren menjalankan shalat Subuh berqunut, melakukan ziarah
kubur, mengadakan tahlil, selawatan, manakiban, khoul, doa tawasul dan talqin mayit.
Praktik ibadah yang dilakukan umat Islam Ahlusunnah Waljama'ah dibawah
bimbingan para kyai dan ulama pesantren ternyata mendapat kritikan adari kelompok
yang menganggap dirinya sebagai Pembaharu. Mereka menuding bahwa masyarakat
telah banyak melakukan khurafat dan bid'ah sehingga Islam tidak murni lagi. Mereka
merasa berkewajiban untuk memurnikan Islam kembali. Kelompok yang merasa
Pembaharu tersebut yaitu Muhammadiyah, Al-Irsyad dan Persis. Mereka menentang
keras ibadah yang dilakukan umat. Serangan kaum Reformis ini ditangkis oleh para
kyai/ulama pesantren.
Sementara perkembangan politik di Saudi Arabia mengalami perubahan yang
luar biasa. Sejak raja Ibnu Saud yang berpaham Wahabi berkuasa, timbul kekhawatiran

dari para kyai pesantren. Kekhawatiran para kyai pesantren sangat beralasan karena
paham Wahabi tidak jauh dengan paham yang dianut oleh para pembaharu di Indonesia.
KH. Wahab Hasbullah mohon kepada Central Comite Chilafat agar menekan Raja Saud
untuk memberi kebebasan bermadzhab di Saudi Arabia. Usulan kyai pesantren merasa
terpanggil untuk memperjuangkan tegaknya Islam Ahlusunnah Waljama'ah ini tidak
digubris. Para kyai pesantren merasa terpanggil untuk memperjuangkan tegaknya Islam
Ahlusunnah Waljama'ah di Indonesia. Akhirnya para kyai membentuk sebuah komite
yang dinamakan "Komite hijaz". Komite inilah yang kemudian melayangkan surat
permohonan agar raja Ibnu saud memberikan kebebasan bermadzhab serta melestarikan
tempat-tempat bersejarah seperti kubur Nabi Muhammad SAW serta para sahabat.
Ditengah kesibukan menyukseskan tugas Komite Hijaz tersebut lahirlah jam'iyah
Nahdlatul Ulama tanggal 16 Rjab 1344 H bertepatan dengan 31 januari 1926 sebagai
pihak yang berhak mengirim delegasi. Elas sudah bahwa kelahiran NU didorong untuk
memperjuangkan Islam Ahlusunnah Waljama'ah di Indonesia. Statuten Nahdlatul
Oelama (AD/ART 1926) fatsal 2 dikatakan, "Adapoen maksoed perkoempoelan ini
jaitoe : Memegang dengan tegoeh pada salah satoe dari madzhabnja Imam ampat
………

B. Mabadi Khaira Umah
Konsep Mabadi Khaira Umah muncul pertama kali pada konggres NU XIII
tahun 1935. Mabadi Khaira Umah sebenarnya sebuah gerakan moral yang harus
dimiliki oleh warga NU untuk melaksanakan amar makruf nahi munkar. Berdasarkan
analisis para kyai bahwa ketidakmampuan melaksanakan amar makruf nahi munkar
dikarenakan lemahnya posisi ekonomi umat. Upaya menggerakkan ekonomi umat maka
harus diupayakan semacam pembangunan karakter. Karakter cara berfikir, berucap dan
bertindak akan sangat menentukan keberhasilan tujuan NU.
Adapun butir-butir Prinsip Khaira Umah yang harus diterapkan kepada Nahdiyin
ada lima yang disebut Al-Mabadi Al-Khomsah :
a.

As-Sidqu yang menanamkan kejujuran, kebenaran, kesungguhan dan
keterbukaan. Referensi pada Surat At-Taubah : 119, Al-baqarah : 77, Al-Ahzab : 23,
maryam : 41 dan 56 dan Hadits Rasulullah SAW.

b.

Al-Amanah wal Wafakbil ahdi menanamkan sikap dapat dipercaya, setia
dan tepat janji. Referensi Al-Qur'an pada An-Nisa : 58, 59, 83, Al-Maidah : 1, AlBaqarah : 177 dan hadits-hadits Rasulullah SAW.

c.

Al-Adalah menanamkan sikap objektif, proporsional dan taat asas. Referensi
Al-Qur'an pada An-Nisak : 58, An-nahl : 90, Al-Hujurat : 9 dan hadis-hadis
Rasulullah SAW.

d.

At-Ta'awun menanamkan sikap saling menolong, setia kawan dan gotong
royong. Referensi Al-Qur'an pada Hamim Sajdah : 30, As-Syura :15, An-nahl : 92
dan hadis Rasulullah SAW.

e.

Istiqomah menanamkan sikap ajeg-jejeg, berkesinambungan dan
berkelanjutan. Referensi Al-Qur'an pada Hamim Sajdah : 30, As-Syura : 15, AnNahl : 92 dan hadis Rasulullah SAW.

Selanjutnya lima prinsip ini diharapkan mampu membangun kekuatan NU
sebagai jami'iyah bukan sekedar jamaah. Kualitas warga harus benar-benar meningkat
sehingga dapat menggerakkan kekuatan ekonomi umat yang pada gilirannya akan
memperkuat amar makruf nahi munkar.

C. Khittah NU
Sejak tahun 1955 sampai dengan tahun 1983, Nu kehilangan tujuan awalnya.
NU tenggelam dalam hingar bingar politik yang mengutamakan meraih kekuasaan.
Padahal sejak dilahirkan, NU berorientasi kepada amar makruf nahi munkar yang
berjuang melalui penegakan moral. Keasyikannya dalam berpolitik telah menyebabkan
berbagai program terbengkelai. NU semakin jauh dari jati dirinya. Muktamar NU ke-26
di Semarang 1973 membawa NU ke bentuk jam'iyah, namun sayang hal itu hanya
terjadi pada tataran teoritis, sedangkan praktis operasional mengalami kemandekan.
Disatu sisi NU kembali ke jam'iyah, tetapi disisi lain masih berpolitik secara institusi
melalui PPP. Apalagi kepengurusannya masih banyak terjadi rangkap jabatan.
Baru tahun 1983 Munas Alim Ulama di Situbondo lebih tegas agar NU kembali
Khittah 1926. Selanjutnya kembali khittah menjadi keputusan penting pada Muktamar
ke-27 di Situbondo. Kali ini NU benar-benar ingin lebih memfokuskan gerakan amar
makruf nahi munkar. Secara kelembagaan, NU tidak lagi berpolitik praktis. Hak
berpolitik sepenuhnya diserahkan kepada warga. NU sendiri secara institusi hanya
bersentuhan dengan politik kebangsaan.
Khittah secara sederhana dapat dipahami sebagai landasan berfikir, bersikap dan
bertindak warga NU yang harus dicerminkan dalam tingkah laku perorangan maupun
kelembagaan dalam setiap proses pengambilan keputusan. Dasar-dasar keagamaan yang
tetap dilaksanakan bahwa sumber ajaran Islam : Al-Qur'an, As-Sunah, Al-ijmak, AlQiyas. Pemahaman ajaran Islam menggunakan pendekatan metode madzhab. Bidang
Aqidah mengikuti Imam Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi. Bidang
Fiqih mengikuti salah satu madzhab Empat dan bidang tasawuf mengikuti Imam Junaidi
Al-Baghdadi serta Imam Gozali.
Khittah berusaha membentuk masyarakat yang memiliki karakter :
1.

Tawasut dan Iktidal yaitu sikap adil dan tegak lurus ditengah kehidupan
beragama. Sikap ini menolak sifat tatoruf (ekstrim).

2.

Tasamuh yaitu sikap toleran terhadap berbagai pandangan, baik dalam
masalah keagamaan, kemasyarakatan dan kebudayaan.

3.

Tawazun yaitu sikap menyeimbangkan khidmah kepada Allah dan kepada
sesama makhluk. Menyelaraskan kepentingan masalalu, masa kini dan masa
datang.

4.

Amar makruf nahi munkar yaitu sikap kepekaan untuk mendorong
beramal baik dan menolak beramal buruk.

Dasar keagamaan dan sikap kemasyarakatan tersebut diatas diharapkan dapat
membentuk prilaku umat sebagai berikut :
a.

Menjunjung tinggi nilai-nilai ajaran agama Islam.

b.

Mendahulukan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi.

c.

Menjunjung tinggi sifat keikhlasan, pengabdian dan perjuangan.

d.

Menjunjung tinggi persaudaraan, persatuan dan kasih sayang.

e.

Meluhurkan kemuliaan akhlak, kejujuran dalam berfikir, bersikap dan
bertindak.

f.

Menjunjung tinggi loyalitas kepada agama, bangsa dan negara.

g.

Menjunjung tinggi nilai kerja dan prestasi sebagai ibadah.

h.

Menjunjung tinggi ilmu pengetahuan.

i.

Selalu siap menyesuaikan diri dengan perubahan yang membawa manfaat.

j.

Menjunjung tinggi kepeloporan demi mempercepat laju masyarakat.

k.

Menunjung tinggi kebersamaan ditengah kehidupan berbangsa dan
bernegara.

Konsekuensi pemulihan khittah membawa perubahan yang signifikan terhadap
kebijakan Nahdlatul Ulama. Dibidang organisasi ditegaskan bahwan Pengurus NU
disemua tingkatan adalah Pengurus Syuriyah. Pengurus Syuriah pengendali, pemimpin
dan pengelola NU. Syuriyah berhak menegur dan memberhentikan Pengurus
Tanfidziyah.
Konsekuensi NU terhadap Pancasila sebagai dasar negara bahwa NU
menganggap hal itu sudah tuntas sejak diterapkannya UUD 1945 tanggal 18 Agustus
1945. Pancasila sebagai dasar negara tidak bertentangan dengan agama Islam. Oleh
karena itu, jangan dipertentangkan.
Sedangkan hubungan NU dengan politik bahwasanya hak berpolitik adalah
salahsatu hak asasi warga negara termasuk didalamnya warga NU. Namun NU bukanlah
wadah kegiatan politik praktis. Penggunaan hak berpolitik NU diserahkan kepada
individu warga NU sesuai dengan NU menghargai hak politik warganya. NU secara

kelembagaan tidak terkait dengan kekuatan politik manapun. Muktamar NU ke-31 di
Boyolali dibebaskan untuk menentukan hak politiknya sesuai hati nurani.
Upaya agar khittah dapat berjalan dengan baik maka dikeluarkan Peraturan
PBNU Nomor : 015/A.II.04d/III/2005 tentang larangan perangkapan jabatan di
lingkungan NU, larangan perangkapan jabatan dengan partai politik dan larangan
perangkapan jabatan dengan jabatan politik (presiden, wapres, menteri, gubernur,
wagub, bupati, wabup, walikota, wawalkot, anggota DPR/DPRD, anggota DPD). Surat
Edaran Petunjuk Pilkada Nomor : 115/A.II.03/5/2005 bahwa Rois Syuriyah dan Ketua
Tanfidziyah PWNU/PCNU mutlak tidak diperbolehkan mencalonkan diri dalam proses
Pilkada. Pengurus lain jika mencalonkan diri harus non aktif. Dalam Kesepakatan
Bersama PCNU se-Jawa Tengah disebutkan antara lain bahwa NU tidak dalam
kepasitasnya untuk mencalonkan, memberi dukungan, menjadi tim sukses dan menolak
pencalonan seseorang untuk menjadi Bupati, Wabup, Walikota dan Wawalkot.
3. SISTEM BERMADZHAB DALAM NU
a. Pengertian Madzhab
Madzhab menurut bahasa berarti jalan, aliran, pendapat atau paham, sedangkan
menurut istilah madzhab adalah metode dan hukum-hukum tentang berbagai macam
masalah yang telah dilakukan, diyakini dan dirumuskan oleh imam mujtahid. Jadi,
bermadzhab adalah mengikuti jalan berpikir salah seorang mujtahid dalam
mengeluarkan hukum dari sumber Al-Qur’an dan hadits.
Setiap orang Islam diwajibkan mempelajari ajaran agamanya dan memahami
hukum-hukum yang ada dalam Al-Qur’an dan hadits. Namun kenyataannya tidak setiap
orang mampu memahami dan mengamalkan isi kandungan dari dua sumber tersebut.
Hanya sebagian saja yang mampu melakukan hal tersebut, dengan beberapa persyaratan
yang ketat agar hasil ijtihadnya benar dan dapat dipertanggungjawabkan. Misalnya para
imam-imam madzhab, yakni Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’I, dan Imam Ibnu
Hambali
b. Dasar Hukum Bermadzhab
1.
Al-Qur’an
Dalam Al-Qur’an ada petunjuk yang menjadi dasar perintah kewajiban
mengikuti madzhab, yakni perintah Allah, agar kita mentaati Allah dan Rasul-Nya
serta Ulil Amri. Kata “Ulil Amri” adalah orang yang memimpin atau memerintah,
dan termasuk di dalamnya para ulama (ahli Ilmu), secara lebih khusus kita
diperintah untuk mengikuti jalan pikiran para ulama, yakni bermadzhab.
2.

Al-Hadits.
Disebut dalam banyak hadits agar kita mengikuti golongan paham yang paling
besar dari umat Islam. itu dikarenakan kelompok paling besar (mayoritas)
kemungkinan sangat kecil sekali untuk membuat kesepakatan guna menyeleweng
hukum-hukum Islam.

3.

Ijma’

Ijma’ adalah kesepakatan pendapat para ahli mujtahid pada suatu zaman
sepeninggal Rasulullah mengenai suatu ketentuan hukum syariah. Jumhur ulama
berpendapat bahwa ijma’ adalah merupakan metode penetapan hukum yang wajib
diamalkan.
c. Sistem Bermadzhab
Bermadzhab pada masa sekarang ini tidak dapat dihindarkan lagi. Di kalangan
Ahlussunah Wal jamaah bermadzhab merupakan suatu pilihan yang dilakukan oleh
setiap muslim yang tidak berstatus sebagai mujtahid muthlaq. Pada dasarnya
bermadzhab tidak bertentangan dengan sistem ijtihad dan sistem taqlid, tetapi justru
untuk mengkombinasikan antara keduanya sesuai dengan proporsinya.
Dalam pandangan Ahlussunah wal jama’ah ada empat madzhab yang dianggap
mu’tabar yang dikenal dengan “Al Madzaahibul Arba’ah”. Empat madzhab, ini
adalah madzhab yang dianut mayoritas umat Islam dunia, yang secara tegas membela
dan mengamalkan sunnah Nabi Muhammad SAW.
Ada tiga kelompok dengan pandangan masing-masing terhadap madzhab, yaitu
1. Kelompok yang berkeyakinan bahwa bermadzhab merupakan satu-satunya cara
yang menjamin untuk memahami dan menjalankan ajaran atau hukum dari AlQur’an dan hadits.
2. Kelompok yang secara serius menghapus madzhab-madzhab dan sistem
bermadzhab serta mengajak langsung memahami Al-Qur’an dan hadits.
3.

Para ulama nahdlatul ulama telah berhalaqoh di ponpes Denanyar Jombang
untuk merumuskan pokok-pokok pendirinya mengenai madzhab dan bagaimana
bermadzhab itu.
Adapun hasil keputusannya adalah sebagai berikut
Sistem bermadzhab adalah cara yang terbaik untuk memahami dan
mengamalkan ajaran atau hukum Islam dari Qur’an dan hadits.
2. Madzhab adalah :
a. Manhaj (metode) yang digunakan oleh seorang Mujtahid dalam menggali
(Istimbath) ajaran / hukum Islam dari Al-Qur’an dan hadits.
b. Aqwal (ajaran/hukum) adalah hasil istimbath dari seorang mujtahid.
3. Bermadzhab adalah mengikuti suatu madzhab, dengan cara :
a. Bagi orang awam bermadzhab secara “qauli”
b.
Bagi orang yang punya perangkat keilmuan tetapi belum mencapai
tingkat mujtahid mutlak mustaqil, bermadzhab secara manhaji
c. Bermadzhab manhaji dilakukan dengan istimbath jama’i dalam hal-hal
yang tidak ditemukan “aqwalnya” (ajaran/hukum) dalam empat
madzhab oleh para ahlinya.
d. Bermadzhab secara “manhaji” maupun “qauli” hanya dilakukan dalam
lingkup madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’I dan Hambali.
1.

4. TAQLID
a. Arti Taqlid
Taqlid adalah mengikuti pendapat seorang mujtahid yang diyakini pendapat dan
pemikirannya, karena pendapat cemerlang tersebut bersumber dan sesuai dengan AlQur’an dan hadits.
b. Hukum Taqlid
Berlaku taqlid dibenarkan oleh agama Islam sebagaimana firman Allah SWT yang
artinya “maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak
mengetahui dalil-dalilnya”.
c. Taqlid Dalam perspektif NU
Taqlid bagi NU dengan pengertian yang telah didefinisikan di atas dan ditulis
dalam berbagai kitab-kitab Syafi’iyah adalah mengambil atau mengamalkan pendapat
orang lain tanpa mengetahui dalil-dalilnya. Taqlid dalam perspektif NU adalah
merupakan pengamalan ajaran agama Islam dengan cara mengikuti beberapa pendapat
ulama (syafi’iyah) yang proses pembelajarannya melalui silsilah sanad yang langsung
berturut-turut sampai kepada penulisnya bahkan sampai kepada imam Syafi’i.
5. ITTIBA’ , TARJIH DAN TALFIQ
a. ITTIBA’
Ittiba’ adalah orang yang mengikuti pendapat mujtahid dengan mengetahui
dalil-dalilnya. Orang demikian disebut muttabi’, yaitu orang yang tidak mampu
berijtihad, tetapi mengetahui dalil-dalil para mujtahid. Mereka disebut pula
“muhaqqiqun” yaitu orang yang mampu meneliti, memeriksa dan menyelidiki mana
pendapat yang lebih kuat dan lemah. Dan mereka dapat memilih pendapat-pendapat
yang sehat (sohih maqbul), dan meninggalkan pendapat yang lemah (dho’if). Karena itu
selain Al-Qur’an, sunnah Nabi, qoul, dan amal para sahabat, serta hasil ijtihad beberapa
tabi’in dan para imam madzhab, para muttabi juga menjadi hujjah dalam agama dan
ilmu syari’ah
b. TARJIH
Tarjih adalah menguatkan salah satu dari dua dalil atas lainnya, sehingga diketahui
yang lebih kuat, kemudian diamalkannya, dan disishkan yang lainnya atau tarjih berarti
memenangkan salah satu diantara dua dalil yang bertentangan, karena ternyata yang
satu lebih kuat daripada yang lainnya. Dalam tarjih, ada dua istilah yang perlu diketahui
:
1. Yang lebih kuat disebut “rajih”
2. Yang lemah disebut “marjih”
Sebagian hukum syara’ , banyak yang dihasilkan dengan jalan ijtihad, yang
dalilnya kebanyakan bersifat “dhonny”, sedangkan dalil-dalil dhonny ada yang tampak
pada lahirnya, satu dengan yang lain bertentangan dan tidak dapat dikompromikan,
sehingga para ulama terpaksa memilih salah satunya yang lebih kuat.

c. TALFIQ
Talfiq adalah beramal dalam suatu masalah menurut hukum yang merupakan
gabungan dari dua madzhab atau lebih. Contohnya tentang wudlu, yaitu urusan niat dan
mengusap kepala :
1. Menurut madzhab Hanafi, niat tidak wajib dan kepala harus diusap minimal
seperempatnya.
2. Menurut madzhab Syafi’I, niat wajib dan kepala harus diusap sebagian kecil.
3. Menurut madzhab Maliki, niat wajib, dan kepala harus diusap seluruhnya.
4. Menurut madzhab Hambali, niat wajib dan kepala harus diusap seluruhnya.
Seandainya ada yang berwudlu tanpa niat (mengikuti madzhab Hanafi) dan hanya
mengusap sehelai rambutnya (Syafi’i mengikuti madzhab), maka melakukan demikian
disebut Talfiq. Madzhab Syafi’i tidak membenarkannya karena tidak niat. Madzhab
Hanafi tidak membenarkannya karena kepada diusap kurang dari seperempatnya.
Begitu pula madzhab Maliki dan Hambali, tidak membenarkannya karena tidak ada niat
kepala tidak diusap seluruhnya.
6. Ta`arudh al-Adillah
Secara bahasa, kata ta`arudh berarti pertentangan antara satu dengan yang lain.
Wahbah al-Zuhaily tidak setuju terhadap pendapat sebagaian kalangan yang
menyamakan antara ta`arudh dengan tanaqudh. Menurut Wahbah antara kedua istilah
ini terdapat perbedaan. Tanaqudh membawa implikasi batalnya satu dari dua dalil.
Sedangnkan ta`arudh hanya menghalangi berlaku hukum yang dimaksud suatu
dalil
tanpa
menggugurkan
keberadaan
dalil
tersebut.
Kata al-adillah adalah bentuk plural dari kata dalil, yang berarti argumen, alasan, dan
dalil. Kajian tentang ta`arudh al-adillah khusus dibahas dalam ilmu ushul fiqh ketika
terjadi pertentangan secara lahir antara dua dalil yang sama kuatnya dalam
menunjukkan suatu hukum.
Ada beberapa definisi ta`arudh al-adillah yang dikemukakan ahli ushul fiqh,
diantaranya dikemukakan Khudhari Beik sebagai berikut :
‫التعارض أنيقتضى كل من دليليين عدم يقتضى الخر‬
Ta`arudh adalah dalil yang menunjukkan suatu hukum yang bertentangan
dengan dalil yang lain.
MAHDZAB HANAFIYAH
Nasakh
Tarjih
Jam’u wal taufiq
Tasaqut al-Dalalain

MAHDZAB SYAFI’IYAH
Jam’u wal taufiq
Tarjih
Nasakh
Tasaqut al-Dalalain

7. PRINSIP-PRINSIP AJARAN MADZHAB DALAM NU
a. Ajaran Ahlus Sunnah Wal jama’ah di Bidang Aqidah
Golongan ahlussunah wal jama’ah dalam bidang akidah mengikuti rumusan imam
Al-Asya’ari yang meliputi enam perkara yang lebih dikenal degan rukun iman.

Beberapa contoh rumusan akidah Ahlus sunnah wal jama’ah adalah sebagai
berikut :
1. Allah mempunyai sifat-sifat yang sempurna, sifat wajib adalah sifat-sifat yang harus
ada pada Allah SWT yang berjumlah 20, sifat mustahil adalah sifat-sifat yang tidak
boleh ada pada Allah yang berjumlah 20, dan sifat jaiz bagi Allah yang berjumlah 1
(satu) yaitu Allah itu boleh menciptakan sesuatu atau tidak.
2. Ahli kubur dapat memperoleh manfaat atas amal sholeh yang dihadiahkan orang
mukmin yang masih hidup kepadanya seperti bacaan Al-Qur’an, dzikir, dan lainlain.
3. Orang mukmin yang berdosa dan mati, nasibnya diakhirat terserah Allah, apakah
akan diampuni atau mendapat siksa dahulu neraka yang bersifat tidak kekal.
4. Rezeki, jodoh, ajal, semuanya telah ditetapkan pada zaman azali. Perbuatan manusia
telah ditakdirkan oleh Allah, tetapi manusia wajib berikhtiar untuk memilih amalnya
yang baik.
5. Surga dan neraka serta penduduknya akan kekal selama-lamanya.
b. Ajaran Ahlus Sunnah Wal Jama’ah di Bidang Syari’ah
Dalam bidang syari’ah (fiqih) kaum Ahlus sunnah Wal jama’ah berpedoman
pada empat madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali). Hal-hal yang perlu
diketahui adalah :
1. Membaca sholawat berarti menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya.
2. Menyentuh dan membawa Al-Qur’an harus suci dari hadats kecil dan besar.
3. Membaca tahlil, sholawat, surat yasin disunnahkan.
4. Membaca do’a qunut pada sholat shubuh disunnahkan.
5. Membaca Al-Qur’an di kuburan dibolehkan dan disunnahkan.
6. Sholat fardlu yang tertinggal atau lupa tidak dikerjakan wajib diqadla.
7. Ziarah kubur hukumnya sunnah bila bertujuan untuk mengambil pelajaran dan
mengingat akhirat dan untuk mendo’akan orang Islam, dan lain-lain.
c. Ajaran Ahlussunnah Wal jama’ah di Bidang Akhlaq
Kaum Ahlus sunnah Wal Jama’ah dalam bidang akhlaq atau tasawuf mengikuti
imam Abu Qasim Al-Junaidi dan Imam Ghozali berkata “bahwa tujuan memperbaiki
akhlaq itu adalah untuk membersihkan hati dari kotoran hawa nafsu dan marah,
sehingga hati menjadi suci bagaikan cermin yang dapat menerima nur cahaya Tuhan”.
: Menurut imam Junaidim ada tiga tingkat dasar dalam menempuh tarekat
1. Takhali, yaitu mengosongkan diri dari sifat-sifat tercela baik lahir maupun batin.
2. Tahali, yaitu mengisi diri dan membiasakan diri dengan sifat-sifat terpuji.
3. Tajalli, yaitu mengamalkan sesuatu yang dapat mendekatkan diri kepada Allah
SWT.
d. Ajaran Ahlus Sunnah Wal Jama’ah di Bidang Sosial Kemasyarakatan dan Politik
Dalam bidang sosial kemasyarakatan dan politik, kaum Ahlus Sunnah Wal
jama’ah mampunyai prinsip dan ciri khas yang berbeda dengan golongan lain. Dalam
beberapa hal ada persamaan pendapat dan dalam hal lainnya ada perbedannya. Hal ini
tampak jelas dalam beberapa masalah, antara lain :
1. Masalah Khilafiyah
Dalam masalah kepemimpinan dan pemerintahan wajib ditegakkan sebagai
pewaris kepemimpinan Rasulullah SAW. namun bentuk kongkritnya diserahkan
kepada umatnya sendiri, sebab dalam mengurus urusan dunia, ajaran Islam

menyerahkannya pada umat dengan jalan bermusyawarah untuk memperoleh hasil
yang terbaik dan bermanfaat.
Allah berfirman yang artinya “Wahai orang-orang yang beriman Taatlah kamu
sekalian kepada Allah dan kepada Rasul-nya dan ulil Amri dari kamu sekalian”
(Qs. An-Nisa’ : 59). Yang dimaksud ulil amri adalah khalifah penguasa yang
kepemimpinannya wajib diikuti oleh rakyatnya, kewajiban mentaati disini dengan
syarat pemerintahan harus dijalankan atas dasar prinsip kebenaran dan berlaku adil.
2. Masalah Persaudaraan dan Perbedaan Pendapat
Pendirian Ahlussunnah Wal jama’ah bahwa semua muslim adalah bersaudara
dan jika, terjadi perbedaan pendapat (perselisihan) diusahakan “islah” (berdamai),
menurut prosedur yang telah ditetapkan. Jika terjadi perselisihan dan kesalahan
hasur dicari jalan keluarnya dan diperbaiki menurut tata cara yang disepakati.
3. Masalah Dosa
Perbuatan dosa adalah perbuatan yang dilakukan tidak berdasarkan perintah agama dan
bertentangan dengan ajaran agama ahlus Sunnah Wal Jama’ah berpendirian bahwa setiap orang
yang menyekini kebenaran syahadatain. Betapa besar dosanya, dia tetap dianggap sebagai
muslim. Agar supaya kita tidak terjerumus dalam perbuatan dosa baik kecil maupun besar,
maka perlu menyadari akibat perbuatan dosa yang kita lakukan. Dengan demikian kita dapat
mengendalikan hawa nafsu dan berpikir lebih jauh setiap tindakan yang akan dilakukan dan
akibatnya.
AQIDAH

Abu Hasan Al-Asyari

FIQH

TASAWWUF

Al-Maturidi
Imam syafi’i
Imam Hanafi
Imam Maliki
Imam Hanbali
Al- ghazali
Imam
Baghdadi

AQIDAH
SOSIAL
POLITIK

Musyawarah
Keadilan
Kebebasan
Maqashid Syariah

TASAWWUF
Junaidi

ISTIMBATH HUKM

8. TOKOH-TOKOH PENDIRI NAHDLATUL ULAMA'
Adapun tokoh besar pengurus NU ialah :
a. KH. Hasyim Asy'ari (1871-1947) Jombang
b. KH. Abdul Wahab Hasbullah (1888-1971) Jombang
c. KH.Bisyri Sansoeri (1886 – 1962 ) Jombang
d. KH. Ridwan Abdullah (1884 -1962) Semarang

e. KH. Asnawi (1861-1959) Kudus
f. KH. Ma'sum (1870-1972) Lasem
g. KH. Nawawi, Pasuruan
h. KH. Nahrowi, Malang
i.

KH. Alwi Abdul Aziz, Surabaya

9. NAMA DAN LAMBANG NU
Nahdlatul Ulama adalah organisasi social keagamaan (Jam'iyyah Diniyah
Islamiyah) yang berhaluan (faham) Ahulusunnah wal Jamaah. Secara harfiah terdiri
dari kata Nahdlah : Bangkit/Kebangkitan dan 'Ulama : Orang-orang yang ahli agama,
Jadi Nahdaltul Ulama berarti kebangkitan para alim- ulama.Nama NU usulkan oleh
KH. Alwi Abdul Aziz dari Surabaya. Lambang NU berupa :
a. Gambar bola Dunia atau Bumi yang mengingatkan manusia itu berasal dari
tanah dan kembali ke tanah.
b. Dilingkari Tali Tersimpul yang melambangkan ukhuwah atau persatuan, dan
ikatanya melambangkan hubungan dengan Allah SWT.
c. Dikelilingi sembilan Bintang,- Lima bintang di atas katulistiwa, satu bintang
besar melambangkan Nabi Muhammad SAW, sedangkan empat bintang
dibawahnya melambangkan empat shahabat (Khulafaur Rosyidin).- Empat
bintang di bawah garis katulistiwa, melambangkan empat madzhab.- Disamping
itu jumlah seluruh bintang sembalian juga melambangkan wali songo. Jadi Nabi
SAW, Shahabat, Imam Madzhab, dan wali songo yang akan memberikan sinar
dan petunjuk jalan yang benar.
d. Tulisan Nahdlatul Ulama dalam huruf Arab yang melintang dari sebelah kanan
bola dunia. Semua jenis lambang tersebutdilatarbelakangi warna putih di atas
warnahijau. Warna putih melambangkan kesucian dan warna hijau
melambangkan kesuburan.Lambang ini diciptakan oleh KH. Ridwan Abdullah
dari Surabaya setelah beliau melakukan shalat Istikharah.
10. SISTEM KEORGANISASIAN NU
Kepengurusan NU terdiri dari tiga bagian, yaitu ;
a. Mustasyar; Penasehat yang secara kolektif memberikan nasehat kepada
pengurus NU menurut tingkatannya dalamrangka menjaga kemurnian, khothah
nahdliyah, agama, dan menyelesaikan persengketaan.
b. Syuriyah; merupakan pemimpin tertinggi NU yang berfungsi pemembina,
pengendali, pengawas, dan penetu kebijakan dalam usaha mewujudkan tujuan
organisasi. Tanfidziyah.

c. Tanfidziyah; pelaksana harian organisasi NU yang bertugas :- Memimipin
jalanya organisasi- Melaksanakan program NU- Memahami dan mengawasi
kegiatan semua perangkat organisasi dibawahnya.- Menyampaikan laporan
secara pereodik kepada syuriyah tentang pelaksanaan tugas.
11. TINGKAT KEPENGURUSAN
a. Pengurus Besar NU (PBNU)Pengurus besar adalah kepengurusan NU ditingkat pusat
dan berkedudukan di Ibu kota negara Indonesia. Pengurus besar merupakan
penganggung jawab kebijakandalam pengendalian organisasi dan pelaksanaan
keputusan muktamar.
b. Pengurus Wilayah NU (PWNU) Pengurus Wilayah adalah kepengurusan ditingkat
provinsi yang berkedudukan di Ibu kota Propinsi.
c.

Pengurus Cabang NU (PCNU) Pengurus Cabang adalah kepengurusan NU ditingkat
kabupaten/kota yang berkedudukan ditingkat kabupate

d.

Pengurus Majlis Wakil Cabang (MWCNU) Pengurus MWC adalah kepengurusan
ditingkat kecamatan atau daerah yang disamakan

e. Pengurus Ranting NU (PRNU) PengurusRanting ialah kepengurusan NU ditingkat
Desa/Kelurahan atau daerah yang disamakan.

12. SISTEM PERMUSYAWARATAN
Lembaga permusyawaratan NU meliputi :
a. Muktamar Lembaga permusyawaratan tertinggi dalam NU, diadakan selambatlambatnya sekali dalam lima tahun, dilaksanakan oleh PBNU yang dihadiri oleh
Pengurus Besar, Pengurus Wilayah, dan Pengurus Cabang seluruh Indonesia, serta para
ulama dan undangan dari tenaga ahlu yang berkompeten. Muktamarmembahas
persoalan-persoalan sosial dan agama, program pembangunan NU, laporan
pertanggungjawaban Pengurus Besar, menetaptkan AD/ART, serta memilih penguru
PBNU yang baru.
b. Musyawarah Nasional alim Ulama Musyawarah alim ulama adalah musyawarah yang
diselenggarakan para alim ulama oleh Pengurus Besar Syuriyah,satu kali dalam satu
pereode untuk membahas masalah-masalah agama.
c.

Konfensi Besar Konfrensi Besar dilaksanakan oleh pengurus Besar atas permintaan
sekurang-kurangnya separuh dari jumlah pengurus Wilayah yang sah. Konfrensi Besar
dilaksanakan untuk membahas keputusan muktamar, mengkaji perkembangan
organisasi, dan membahas social keagamaan.

d. Konfrensi Wilayah Konfrensi Wilayah dilaksanakan lima tahun sekali yang dihadiri
pengurus wilayah dan utusan-utusan cabang untuk membahas pertanggungjawaban
pengurus Wilayah, menyusun program kerja, membahas masalah keagamaan dan social,
serta memilih pengurus PWNU yang baru.

e.

Konfrensi Cabang Konfrensi Cabang dilaksanakan lima tahun sekali yang dihadiri
pengurus Cabang dan utusan dariPengurus MWC dan Ranting untuk membahas
pertanggungjawaban pengurus Cabang menyusun program kerja, membahas masalah
keagamaan dan social, serta memilih PCNU yang baru.

f. Konfrensi Majlis Wakil Cabang Konfrensi MWC lima tahun sekali yang dihadiri
pengurus MWC dan ranting, untukmembahas pertanggungjawaban pengurus MWC,
menyusun program kerja, membahas masalah keagamaan dan social, serta memilih
pengurus MWC yang baru.
g. Rapat anggota Rapat anggota dilaksanakan lima tahun sekali yang dihadiri pengurus
ranting untuk membahas pertanggungjawaban pengurus Ranting, menyusun program
kerja, membahas masalah keagamaan dan social, serta memilih pengurus PRNU yang
baru.

13. PERANGKAT ORGANISASI NU
a. Lembaga Perangkat organisasi yang berfungsi pelaksana kebijakan NU yang berkaitan
dengan satu bidang tertentu. Adapun lembaga-lembaga NU meliputi: - Lembaga
Dakwah NU (LDNU)- Lembaga Pendidikan Ma'arif NU (LP Ma'arif NU)- Lembaga
Sosial Mabarut NU (LSMNU)- Lembaga Perekonomian NU (LPNU)- Lembaga
Pembangunan dan Pengembangan Pertanian (LP2NU)- Rabithah Ma'ahid al Islamiah
(RMI); Pengembangan bidang Pondok Pesantren- Lembaga Kemaslahatan Keluarga
NU (LKKNU)- Ha'iyah Ta'miril Masjid Indonesia (HTMI)- Lembaga Kajian dan
Pengembangan Sumberdaya Manusia (LAKPESDAM)- Lembaga Seni Budaya NU
(LSBNU)- Lembaga Pengembangan Tenaga Kerja NU (LPTKNU)- Lembaga
Penyuluhan dan Bantuan Hukum NU (LPBHNU)- Lembaga Pencak Silat (LPS)Jam'iyyah Qura wal Huffadz (JQH): Bidang Pengembanga Tilawah, Metode pengajaran
dan penghafalan Al-qur'an.
b. Lajnah Perangkat Organisasi NU untuk melaksanakan program yang memerlukan
penanganan khusus. Lajnah NU meliputi:- Lajnah Falakiyah: bertugas menangani Hisab
dan Ru'yah- Lajnah Ta'lif wa Nasyr: bertugas menangani penerjemah, penyusunan, dan
penyebaran kitab-kitab. - Lajnah Auqaf: bertugas menghimpun, mengurus, dan
mengelola tanah serta bangunan yang diwaqafkan.- Lajnah Zakat Infaq dan Shodaqoh:
bertugas menghimpun, mengelola, dan mentsharafkan zakat, infaq dan sedekah.- Lajnah
Bahtul Masail Diniyah: bertugas menghimpun, membahas, dan memecahkan masalahmasalah yang maudlu'iyah dan waq'iyah yang segera mendapatkan kepastian hokum.
c.

Badan Otonam Perangkat organisasi NUyang berkaitan dengan kelompok masyarakat
tertentu, dan beranggotakan perseorangan. Badan otonom berhak mengatur
kepengurusan dan rumah tangganya sendiri yang ditetapkan melaluikongres. Badan
Otonom dalam NU adalah:- Jam'iyah Ahli Thariqah Al Mu'tabarah An Nahdliyah,
Badan Otonom yang menghimpun pengikut thariqah di lingkungan NU- Muslimat NU:
Badan Otonom yang menghimpun anggota perempuan NU- Gerakan Pemuda Ansor

(GP Ansor): Badan Otonom yang menghimpun pemuda NU.- Ikatan pelajar NU
(IPNU): Badan Otonom yang menghimpun pelajar dan santri laki-laki.- Ikatan Pelajar
putri NU (IPPNU): Badan Otonom yang menghimpun pelajar dan santri perempuan.Ikatan Sarjana NU (ISNU): Badan Otonom yang menghimpun para sarjana dan kaum
intelek NU

14. KEANGGOTAAN NU
Keanggotaan NU dapat diklasifikasi menjadi :
a. Anggota Biasa Setiap warga Negara Indonesia yang beragama Islam yang beragama
Islam, menganut salah satu madzhab empat, baligh, mengetahui aqidah, asas, tujuan,
usaha-usaha, dan sanggup melaksanakan semua keputusan NU.
b. Anggota luar Biasa Setiap orang beragama Islam, baliq, menyetujui akidah, asas,
tujuan, usaha-usaha NU, namun yang bersangkutan berdomisili secara tetap di luar
wilayah Indonesia.
c. Anggota Kehormatan Setiap orang yangbukan anggota biasa atau luar biasa yang
dianggap telah berjasa kepada NU dan ditetapkan dalam keputusan pengurus besar.

15. Sejarah Komite Hijaz
A Komite Hijaz.
Komite Hijaz adalah merupakan cikal bakal kelahiran NU, komite ini dibentuk
dan dimotori oleh KH, Abdul Wahab Hasbullah, atas restu Hadratus Syaikh KH.
Hasyim Asy’ari. Dibentuknya komite Hijaz adalah untuk mengirimkan delegasi Ulama
Indonesia yang akan mengha-dap raja Ibnu Su’ud tahun 1925. Misi yang di emban
diantaranya tentang kekhawatiran para Ulama terhadap rencana raja yang akan
melarang peribadatan menurut madzhab di Tanah Haram, dan lain sebagainya.
Semula utusan para Ulama adalah KH, R. Asnawi Kudus, namun karena beliau
ketinggalan kapal dan tidak jadi berangkat, keberatan itu disampaikan melalui
telegram. Dikarenakan telegram belum mendapatkan jawaban juga, akhirnya
berangkatlah KH, Abdul Wahab Hasbullah sebagai utusan. Secara resmi utusan itu
adalah,
1.

KH, Abdul Wahab Hasbullah (Surabaya).

2.

Syaikh Ghanaim al-Misri (Mesir) akhirnya diangkat sebagai Mustasyar NU.

3.

KH. Dahlan Abdul Qohar (Pelajar Indonesia yang berada di Makah).

Namun yang berangkat dari Indonesia hanya KH. Abdul Wahab Hasbullah.
Misi yang di emban komite ini adalah menemui Raja Saudi (tanah Hijaz) Ibnu Sa’ud,
untuk menyam-paikan pesan Ulama pesantren di Indonesia, yang meminta agar Raja
tetap memberikan kebebasan berlakunya hukum-hukum ibadah dalam madzhab empat
di Tanah Haram.

B. Munculnya Komite Hijaz.
Diantara penyebab munculnya komite Hijaz adalah jatuhnya Kholifah di Turki
pasca Perang Dunia I, dan masuknya Ibnu Sa’ud yang ber-aliran Wahabi dengan
menguasai Makkah yang menjadi sentral ibadah umat Islam. Ketika itu Saudi
berkeinginan menegakkan kembali khilafah yang jatuh itu dengan menggelar konferensi umat Islam se dunia, dan dipusatkan di Makah.
Utusan dari Indonesia yang diakui adalah : HOS. Cokroaminoto dan KH. Mas
Mansur, tetapi ikut pula berangkat HM. Suja’ (Muhammadiyah), H. Abdullah Ahmad
(Sumatera Barat)-H. Abdul Karim Amrullah (Persatuan Guru Agama Islam).
Kemudian KH. Abdul Wahab Hasbullah di coret keanggotaannya dengan
alasan tidak mewakili orga-nisasi. Akhirnya para Ulama Pesantren membentuk tim
tersebut dengan mengatas namakan Jam’iyah Nah-dlatul Ulama, meski secara resmi
organisasinya belum didirikan.
Utusan para ulama pesantren dengan nama Komite Hijaz itu menunai hasil
gemilang, raja menjamin kebebasan ber-amaliyah dalam madzhab 4 (empat) di Tanah
Haram, dan tidak ada penggusuran ma kam Nabi Muhammad Saw, dan para
Shahabatnya. Sepulang dari Makah KH. Abdul Wahab Hasbullah bermaksud
membubarkan Komite itu karena di anggap tugasnya sudah selesai. Tapi keinginan itu
dicegah oleh KH. Hasyim Asy’ari, komite tetap ber jalan, namun dengan tugas yang
baru, yaitu membentuk organisasi Nahdlatul Ulama, sebagaimana isyarat yang
diberikan oleh Syaikhona Cholil yang dikirimkan melalui salah seorang santrinya, KH.
R As’ad Syamsul Arifin.
Sewaktu KH. Wahab Hasbullah akan mengumpulkan para Ulama di Surabaya,
tampaknya intelejen Belanda sudah mencium tanda-tanda peristiwa besar akan terjadi
di kota Surabaya. Karenanya me-reka tidak memberikan idzin pertemuan. Tetapi para
Ulama tidak kehabisan cara untuk bisa menga-dakan pertemuan tersebut.
Dengan alasan acara “Tahlil” dalam rangka Haul Syaikhona Cholil Bangkalan,
para Ulama berkumpul di rumah KH. Ridwan Abdullah di Jl. Bubutan VI Surabaya.
Diluar rumah para undangan membaca Tahlil, sedangkan di dalam rumah para Kyai
menggelar pertemuan untuk mendirikan jam’iyah NU. Selesai Tahlil itulah, tepatnya
pada tgl. 16-Rajab-1344 H / 31-Januari-1926 lahirlah Jam’iyah NU.
C.

Isi Rumusan Komite Hijaz
Dengan alasan untuk menjaga kemurnian agama dari musyrik dan bid’ah,
berbagai tempat bersejarah, baik rumah Nabi Muhammad dan sahabat termasuk

makam Nabi hendak dibongkar. Dalam kondisi seperti itu umat Islam Indonesia yang
berhaluan Ahlussunnah wal Jamaah merasa sangat perihatin kemudian mengirimkan
utusan menemui Raja Ibnu Saud. Utusan inilah yang kemudian disebut dengan Komite
Hijaz.
Komite bertugas menyampaikan lima permohonan:
a. Memohon diberlakukan kemerdekaan bermazhab di negeri Hijaz pada
salah satu dari mazhab empat, yakni Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali.
Atas dasar kemerdekaan bermazhab tersebut hendaknya dilakukan giliran
antara imam-imam shalat Jum’at di Masjidil Haram dan hendaknya tidak
dilarang pula masuknya kitab-kitab yang berdasarkan mazhab tersebut di
bidang tasawuf, aqoid maupun fikih ke dalam negeri Hijaz, seperti
karangan Imam Ghazali, imam Sanusi dan lain-lainnya yang sudaha
terkenal kebenarannya. Hal tersebut tidak lain adalah semata-mata untuk
memperkuat hubungan dan persaudaraan umat Islam yang bermazhab
sehingga umat Islam menjadi sebagi tubuh yang satu, sebab umat
Muhammad tidak akan bersatu dalam kesesatan.
b. Memohon untuk tetap diramaikan tempat-tempat bersejarah yang
terkenal sebab tempat-tempat tersebut diwaqafkan untuk masjid seperti
tempat kelahiran Siti Fatimah dan bangunan Khaezuran dan lain-lainnya
berdasarkan firman Allah “Hanyalah orang yang meramaikan Masjid
Allah orang-orang yang beriman kepada Allah” dan firman Nya “Dan
siapa yang lebih aniaya dari pada orang yang menghalang-halangi orang
lain untuk menyebut nama Allah dalam masjidnya dan berusaha untuk
merobohkannya.” Di samping untuk mengambil ibarat dari tempat-tempat
yang bersejarah tersebut.
c. Memohon agar disebarluaskan ke seluruh dunia, setiap tahun sebelum
datangnya musim haji menganai tarif/ketentuan beaya yang harus
diserahkan oleh jamaah haji kepada syaikh dan muthowwif dari mulai
Jedah sampai pulang lagi ke Jedah. Dengan demikian orang yang akan
menunaikan ibadah haji dapat menyediakan perbekalan yang cukup buat
pulang-perginya dan agar supaya mereka tiak dimintai lagi lebih dari
ketentuan pemerintah.
d. Memohon agar semua hukum yang berlaku di negeri Hijaz, ditulis dalam
bentuk undang-undang agar tidak terjadi pelanggaran terhadap undangundang tersebut.
e. Jam’iyah Nahdlatul Ulama memohon balasan surat dari Yang Mulia
yang menjelaskan bahwa kedua orang delegasinya benar-benar
menyampaikan surat mandatnya dan permohonan-permohonan NU
kepada Yang Mulia dan hendaknya surat balasan tersebut diserahkan
kepada kedua delegasi tersebut.

Karena untuk mengirim utusan ini diperlukan adanya organisasi yang formal,
maka didirikanlah Nahdlatul Ulama pada 31 Januari 1926, yang secara formal
mengirimkan delegasi ke Hijaz untuk menemui Raja Ibnu Saud.
Maka dapat disimpulkan bahwa Komite Hijaz yang merupakan respon
terhadap perkembangan dunia internasional ini menjadi faktor terpenting didirikannya
oeganisasi NU. Berkat kegigihan para kiai yang tergabung dalam Komite Hijaz,
aspirasi dari umat Islam Indonesia yang berhaluan Ahlussunnah wal Jamaah diterima
oleh raja Ibnu Saud.
D. Surat Balasan Dari Raja Ibn Saud
Kerajaan Hijaz dan Nejad serta Daerah Kekuasaannya.
No. 2028, Tanggal 24 Djulhijjah, 1346 Hijriyah
Dari Abdullah Aziz bin Abdurrahman keluarga Faishal kepada ya