Penetapan Kadar Protein dan Lemak Dari Berbagai Jenis Ikan Lele di Kecamatan Pancur Batu Dengan Metode Kjeldahl dan Sokletasi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Protein
Protein berasal dari bahasa Yunani yaitu proteos, yang berarti yang utama
atau yang di dahulukan. Kata ini diperkenalkan oleh ahli kimia Belanda, Geraldus
Mulder (1802-1880). Ia berpendapat bahwa protein adalah zat yang paling penting
dalam setiap organisme. Molekul protein mengandung unsur-unsur C, H, O, dan
N. Protein mempunyai molekul besar dengan bobot molekul bervariasi antara
5000 sampai jutaan. Ada 20 jenis asam amino yang terdapat dalam molekul
protein.

Asam-asam

amino ini terikat

satu

dengan

lain


oleh

ikatan

peptida(Sediaoetama, 2008; Poedjiadi, 1994).
Komposisi dasar dari protein sekitar 55 % karbon, 7 % hidrogen, 23 %
oksigen, 16 % nitrogen, 1 % sulfur dan kurang dari 1 % fosfor. Protein dapat
digolongkan menurut struktur susunan molekulnya, larutannya, adanya senyawa
lain dalam molekul, tingkat degradasinya dan fungsinya (Winarno, 1984).
2.1.1 Asam Amino
Asam amino adalah asam karboksilat yang terdiri atas atom karbon yang
terikat pada satu gugus karboksil (-COOH), satu gugus amino (-NH2), satu gugus
hidrogen (-H) dan satu gugus radikal (-R) atau rantai cabang. Di dalam makanan
ada 20 jenis asam amino yang berbeda, masing-masing memiliki struktur dasar
yang sama, yang membedakan hanyalah gugus R pada salah satu sisinya. Jika R
adalah hidrogen, maka asam amino tersebut adalah glisin, jika R adalah gugus
metil (-CH3), maka asam amino tersebut adalah alanin (Almatsier, 2004).

6

Universitas Sumatera Utara

Struktur dasar asam amino dapat dilihat pada Gambar 2.1.
H
NH2

CCOOH
R

Gambar 2.1 Struktur Dasar Asam Amino (Almatsier, 2004)
Tubuh memerlukan 20 jenis asam amino yang terdiri dari 11 asam amino
non-esensial dan 9 asam amino esensial. Asam amino non-esensial adalah asam
amino yang dapat disintesis tubuh yang sehat dalam jumlah yang cukup,
sedangkan asam amino esensial adalah asam amino yang tidak dapat disintesis
oleh tubuh dalam jumlah yang cukup sehingga harus terdapat dalam diet
(Wardlaw, dkk., 2004). Klasifikasi asam amino dapat dilihat pada tabel 2.1
berikut:
Tabel 2.1 Klasifikasi Asam Amino
Asam Amino Esensial


Asam
Amino
Esensial
Arginin
Sistin
Glutamin
Glisin
Prolin
Tirosin

Histidin
Isoleusin
Leusin
Lisin
Metionin
Fenilalanin
Treonin
Triptofan
Valin
Sumber: Wardlaw, dkk. (2004).


Semi Asam
Amino
Esensial
Alanin
Asparagin
Asam aspartat
Asam glutamat
Serin

Non-

2.1.2 Sifat-sifat asam amino
Pada umumnya asam amino larut dalam air dan tidak larut dalam pelarut
organik non polar seperti eter, aseton, dan kloroform. Sifat asam amino berbeda
dengan asam karboksilat maupun dengan sifat amina. Perbedaan sifat antara asam

7
Universitas Sumatera Utara


amino dengan asam karboksilat dan terlihat pula pada titik leburnya. Asam amino
mempunyai titik lebur yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan asam
karboksilat atau amina. Apabila asam amino larut dalam air, gugus karboksilat
akan melepas ion H+, sedangkan gugus amino akan menerima ion H+. Oleh
adanya gugus tersebut maka asam amino dapat membentuk ion yang bermuatan
positif dan juga bermuatan negatif (zwitterion) atau ion amfoter (Poedjiadi, 1994).
2.1.3 Penggolongan Protein
Menurut Girindra (1993), berdasarkan strukturnya protein digolongkan
atas empat golongan yaitu:
i. Struktur primer, pada struktur ini ikatan antar asam amino hanya ikatan peptida.
ii. Struktur sekunder adalah struktur protein di mana asam amino bukan hanya
dihubungkan oleh ikatan peptida tetapi juga diperkuat oleh ikatan hidrogen.
iii. Struktur tersier adalah rantai polipeptida yang cenderung untuk membentuk
struktur yang kompleks.
iv. Struktur kuartener adalah struktur yang terbentuk dari beberapa bentuk tersier.
Menurut Budiyanto (2004), berdasarkan keanekaragaman penyusun
struktur protein maka penggolongan protein dilakukan dengan berbagai kriteria
sebagai berikut:
a. Berdasarkan bentuknya protein digolongkan atas dua golongan yaitu:
i. Protein fibriler (skleroprotein) yaitu protein yang berbentuk serabut. Contoh

protein fibriler adalah kolagen yang terdapat pada tulang rawan, miosin pada otot,
keratin pada rambut, dan fibrin pada gumpalan darah.
ii. Protein globuler (steroprotein) yaitu protein yang berbentuk bola. Protein ini
banyak terdapat pada bahan pangan seperti susu, telur dan daging.

8
Universitas Sumatera Utara

b. Berdasarkan kelarutannya dalam air atau pelarut lain, protein digolongkan atas
beberapa golongan yaitu:
i. Albumin: larut dalam air dan terkoagulasi oleh panas. Contohnya adalah
albumin telur, albumin serum, laktalbumin dalam susu.
ii. Globulin: tidak larut dalam air, terkoagulasi oleh panas. Contohnya adalah
miosinogen dalam otot dan ovoglobulin dalam kuning telur.
iii. Glutelin: tidak larut dalam pelarut netral, tetapi larut dalam asam atau basa
encer. Contohnya adalah glutelin gandum, orizenin beras.
iv. Prolamin (gliadin): larut dalam alkohol 70-80% dan tidak larut dalam air
maupun alkohol absolut. Contohnya adalah prolamin dalam gandum.
v. Protamin: larut dalam air dan tidak terkoagulasi dalam panas.
vi. Histon: larut dalam air dan tidak larut dalam amonia encer. Contohnya adalah

histon dalam hemoglobin.
c. Berdasarkan senyawa pembentuknya dibagi atas dua golongan yaitu:
i. Protein sederhana (protein saja) contohnya adalah hemoglobin.
ii. Protein konyugasi dan senyawa non protein: protein yang mengandung
senyawa lain yang non protein disebut protein konyugasi sedangkan protein yang
tidak

mengandung

senyawa

non

protein

disebut

protein

sederhana.


Contohnyaglikoprotein terdapat pada hati, lipoprotein terdapat pada susu dan
kasein terdapat pada kuning telur.
d. Berdasarkan asam amino pembentuknya, protein digolongkan sebagai berikut:
i. Protein sempurna (mengandung semua asam amino esensial).
ii. Protein kurang sempurna (hanya sedikit mengandung asam amino esensial).
iii. Protein tidak sempurna (tidak atau sedikit mengandung asam amino esensial).

9
Universitas Sumatera Utara

2.1.4 Fungsi Protein
Menurut Muchtadi (2000), protein memiliki beberapa fungsi, yaitu:
a.

Untukpertumbuhandanpemeliharaanjaringan
Protein tubuh berada dalam keadaan dinamis yang konstan secara bergantian

di pecah-pecah : sekitar 3% protein tubuh diganti setiap hari, dinding usus kecil
yang diganti setiap hari 4-6 hari memerlukan sintesis protein sebanyak 70 gr

perhari, untungnya tubuh sangat efisien dalam menghemat protein dan
menggunakan kembali asam-asam amino hasil pemecahan suatu jaringan untuk
membentuk kembali jaringan yang sama atau jaringan lain.
b.

Pembentukan senyawa tubuh yang esensial
Hormon yang diproduksi dalam tubuh, seperti insulin, epinefrin dan tiroksin

adalah protein, sebagai tambahan setiap sel dalam tubuh mengandung banyak
sekali enzim yang berbeda dan semua adalah protein, enzim ini mengkatalisis
banyak sekali perubahan biokimia yang essensial untuk kesehatan sel-sel jaringan.
c.

Regulasi keseimbangan air
Bila protein darah berkurang, tekanan protein yang menarik cairan kembali ke

sirkulasi darah tidak sekuat tekanan osmotik yang menekannya keluar dari aliran
darah. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya akumulasi cairan dalam jaringan
yang membuatnya menjadi lunak dan nampak mengembung dan dikenal sebagai
tanda awal dari defisiensi protein.

d.

Transpor nutrient
Protein berperan penting dalam transpor nutrient dari usus, menembus

dinding usus sampai ke darah; dari darah ke jaringan, dan menembus membran sel
kedalam sel. Sebagian besar zat yang membawa nutrien spesifik adalah protein.

10
Universitas Sumatera Utara

e.

Mempertahankan netralitas tubuh
Protein dalam darah berfungsi sebagai buffer yaitu bahan yang dapat bereaksi

baik dengan asam atau basa untuk menetralkannya. Hal ini merupakan fungsi
yang sangat penting karena sebagian jaringan tubuh tidak dapat berfungsi bila pHnya berubah dari normal.
f.


Pembentukan antibodi
Kemampuan untuk menghilangkan racun dari tubuh di kontrol oleh enzim

yang terutama berlokasi dalam hati. Dalam keadaan kekurangan protein,
kemampuan untuk melawan pengaruh zat racun tersebut menjadi rendah, sehingga
individu yang menderita kekurangan protein lebih mudah mengalami keracunan.
2.1.5 Sumber Protein
Berdasarkan sumbernya, protein terdiri dari protein hewani dan protein
nabati. Nilai protein dalam berbagai bahan makanan dapat dilihat pada Tabel 2.1
berikut ini:
Tabel 2.1Nilai Protein Berbagai Bahan Makanan (gram/100 gram)
Sumber Protein
Hewani
Daging
Hati
Babat
Jeroan
Daging kelinci
Ikan
Kerang
Udang
Ayam
Telur
Susu sapi
Telur ayam
Telur bebek

Nilai Protein
18,8
19,7
17,6
14,0
16,6
17,0
16,4
21,0
18,2
12,8
3,2
13,1
12,0

Sumber Protein
Nabati
Kacang kedelai
Kacang hijau
Kacang tanah
Kacang merah
Beras
Jagung
Tepung terigu
Jampang
Kenari
Kelapa
Daun singkong
Singkong
Kentang

Nilai Protein
34,9
22,2
25,3
29.1
7,4
9,2
8,9
6,2
15,0
3,4
6,6
1,1
2,0

Sumber: Daftar Komposisi Bahan Makanan (Djaeni, 2008).

11
Universitas Sumatera Utara

2.1.6Denaturasi Protein
Denaturasi protein terjadi akibat perubahan pada struktur sekunder, tersier,
dan kuaterner protein tanpa perubahan pada struktur primer. Denaturasi mengubah
sifat-sifat dari protein seperti hilangnya aktivitas enzim. Kebanyakan protein
makanan dikonsumsi dalam keadaan terdenaturasi. Denaturasi protein dapat
diinginkan maupun tidak tergantung pada keadaannya. Denaturasi meningkatkan
daya cerna dari suatu protein, terkadang pula membuat makanan menjadi lebih
lezat. Denaturasi dapat terjadi secara parsial atau sempurna, dapat pula bersifat
reversibel maupun irreversibel(Ustunol, 2015).
Menurut Brown dan Rogers (1981), penyebab denaturasi protein adalah
sebagai berikut:
1. Pemanasan. Kebanyakan protein globular mengalami denaturasi ketika
dipanaskan pada suhu diatas 50-60°C. Contohnya, pendidihan atau penggorengan
telur menyebabkan protein pada putih telur mengalami denaturasi dan membentuk
massa yang tidak larut.
2. Perubahan pH yang drastis. Penambahan asam atau basa pekat pada larutan
protein menyebabkan perubahan sifat rantai samping yang dapat terionisasi dan
menganggu interaksi ion atau garam.
3. Deterjen. Penambahan natrium dodesilsulfat pada larutan protein dapat
menyebabkan konformasi protein terbuka dan memaparkan rantai samping
nonpolar protein. Rantai samping ini kemudian distabilkan oleh interaksi
hidrofobik dengan rantai panjang hidrofobik dari deterjen.
4. Pelarut organik seperti alkohol, aseton atau eter. Pelarut-pelarut ini dapat
menganggu ikatan hidrogen dari protein.

12
Universitas Sumatera Utara

5. Perlakuan mekanis. Kebanyakan protein globular dalam larutan mengalami
denaturasi ketika diaduk atau dikocok dengan kuat. Contohnya, pengocokan putih
telur untuk membuat krim.
6. Urea dan guanidin hidroklorida. Pereaksi ini menyebabkan gangguan pada
ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik protein.
2.1.7 Faktor Konversi
Umumnya campuran protein murni terdiri dari 16% nitrogen. Apabila
jumlah N dalam bahan telah diketahui, maka jumlah protein dihitung dengan
mengalikan jumlah N dengan faktor konversi 6,25 (100/16). Besarnya faktor
konversi tergantung pada persentase nitrogen yang menyusun protein dalam
bahan pangan. Pada protein tertentu yang telah diketahui komposisinya dengan
tepat, maka faktor konversi yang lebih tepatlah yang dipakai (Sudarmadji, dkk.,
1989).
Tabel 2.2 Faktor konversi
No.
Jenis Bahan
1.
Biji-bijian, bir, ragi
2.
Buah-buahan, teh, anggur
3.
Beras
4.
Roti, makaroni, mie
5.
Makanan ternak
6.
Kedelai
7.
Susu
8.
Makanan pada umumnya
9.
Kacang tanah
10.
Gelatin
Sumber: Sudarmadji, dkk (1989).

Faktor Konversi
6,25
6,25
5,95
5,70
6,25
5,75
6,38
6,25
5,46
5,55

2.2 Analisis Protein
Analisis

protein

dapatdilakukandenganduacarayaitu

(i)

secaralangsungmenggunakanzatkimia yang spesifikterhadap protein dan (ii)

13
Universitas Sumatera Utara

secaratidaklangsungdenganmenghitungjumlah nitrogen

yang terkandung di

dalambahan (Rhee, 2005).
2.2.1Metode Kjeldahl
Metode kjeldahl dilakukan untuk menganalisis kadar protein kasar dalam
bahan makanan secara tidak langsung, karena yang dianalisis dengan cara ini
adalah kadar nitrogennya (Winarno, 1986).
Prinsip metode Kjeldahl ini adalah senyawa-senyawa yang mengandung
nitrogen tersebut mengalami oksidasi dan dikonversi menjadi ammonia dan
bereaksi dengan asam pekat membentuk garam amonium. Kemudian ditambahkan
basa untuk menetralisasi suasana reaksi dan kemudian didestilasi dengan asam
dan dititrasi untuk mengatahui jumlah N yang dikonversi (Estiasih, dkk., 2012).
Tahapan kerja pada metode Kjeldahl dibagi tiga, yaitu:
a. Tahap Destruksi
Pada tahap ini, sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga
terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon (C) dan hidrogen (H)
teroksidasi menjadi karbon monoksida (CO), karbondioksida (CO2), dan air
(H2O). Elemen Nitrogen akan berubah menjadi amonium sulfat. Banyaknya asam
sulfat yang digunakan untuk destruksi diperhitungkan terhadap kandungan
protein, karbohidrat dan lemak. Untuk mempercepat destruksi maka ditambahkan
katalisator. Dengan penambahan katalisator, maka titik didih asam sulfat akan
dipertinggi sehingga proses destruksi akan berjalan lebih cepat. Katalisator yang
digunakan yang dapat mempercepat proses oksidasi dan juga dapat menaikkan
titik didih asam sulfat. Proses destruksi diakhiri jika larutan telah menjadi warna
hijau jernih. Reaksi yang terjadi pada proses destruksi :

14
Universitas Sumatera Utara

H
R

C

O
C

NH

R

O

C

O

C

N H

H

+H2SO4

CO2+ H2O + (NH4)2SO4

n

Gambar 2.2 Alat Destruksi
(Sudarmadji, dkk., 1989).
b. Tahap Destilasi
Pada tahap destilasi, amonium sulfat dapat dipecah menjadi amonia, yaitu
dengan penambahan larutan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Amonia yg
dibebaskan ditangkap oleh larutan asam. Asam yg dapat dipakai adalah H2SO4.
Agar kontak antara larutan asam dengan amonia berjalan sempurna, maka ujung
selang pengalir destilat harus tercelup kedalam larutan asam. Destilasi diakhiri
jika semua amonia sudah terdestilasi sempurna menggunakan indikator mengsel
sebagai indikator penunjuk.

15
Universitas Sumatera Utara

Reaksi yang terjadi pada tahap destilasi yaitu :
(NH4)2SO4+ 2NaOH

2NH3

+ Na2SO4 + 2H2O

Gambar 2.3 Alat Destilasi
c. Tahap Titrasi
Apabila penampung destilat yang digunakan adalah larutan asam sulfat,
maka sisa asam sulfat yang tidak bereaksi dengan amonia dititrasi dengan NaOH
0,025 N menggunakan indikator mengsel (indikator campuran metil red dan metil
blue). Selisih jumlah titrasi sampel dan blanko merupakan jumlah nitrogen.
Reaksi yang terjadi pada tahap titrasi ini yaitu:
NH3 + H2SO4

(NH4)2SO4

Kelebihan H2SO4 + 2 NaOH

Na2SO4 + 2H2O
(Sudarmadji, dkk., 1989).

Dari hasil titrasi dapat dihitung % N. Hasil % N tersebut dapat digunakan
untuk memperkirakan kadar protein kasarnya.

16
Universitas Sumatera Utara

Keuntungan menggunakan metode Kjeldahl ini adalah dapat diaplikasikan
untuk semua jenis bahan pangan, tidak memerlukan biaya yang mahal untuk
pengerjaannya, dapat dimodifikasi sesuai kuantitas protein yang dianalisis.
Adapun kerugiannya adalah yang ditentukan adalah jumlah total nitrogen yang
terdapat didalamnya bukan hanya nitrogen dari protein, waktu yang diperlukan
relatif lebih lama (minimal 4 jam untuk menyelesaikannya), presisi yang lemah,
pereaksi yang digunakan ada yang bersifat beracun, korosif dan berbahaya bagi
kesehatan, dan adanya variasi faktor konversi untuk masing-masing sampel
(Chang, 2003).
2.2.2Metode Spektrofotometri
Penentuankadar

protein

denganmenggunakaninstrumentdibagimenjadiduayaitu:

i)

metodepengukuranlangsungpadapanjanggelombang 205 nm dan 280 nm dan ii)
metodepembentukanwarnadenganpereaksitertentu (Simonian, 2005).
1.

Metodepengukuranlangsungpadapanjanggelombang 205 nm dan 280 nm
Absorbansipadapanjanggelombang

205

nm

dan

280

nm

digunakanuntukmenghitungkonsentrasi

protein

denganterlebihdahuludistandarisasidengan

protein

standar.Metodeinidapatdenganmudahdiaplikasikandansederhana,
cocokuntuklarutan

protein

yang

telahdimurnikan.Penetapannyaberdasarkanabsorbansisinar ultraviolet olehasam
amino

triptopan,

tirosindanikatandisulfida

sistein

yang

menyerapkuatpadapanjanggelombangtersebut, terutamapanjanggelombang 280
nm (Simonian, 2005).

17
Universitas Sumatera Utara

2.

Metodepembentukanwarnadenganpereaksitertentu

a.

Pereaksi Biuret
Prinsippenetapan

protein

metode

Biuret

adalahpadakondisibasa,

Cu2+dariCuSO4 dalamsuasanabasaakanmembentukkompleksdenganikatanpeptida,
kompleks ini akan menghasilkanwarnaungu, merah violet, ataubiru violet,
sehinggakadar protein sampeldapatditetapkandenganspektrofotometer (Estiasih,
dkk., 2012).
Keuntungandarimetodeiniadalahprosedur

yang

sederhana,

tidakmemerlukanbiaya yang mahal, waktu yang digunakanrelativesingkat,
deviasiwarnasangatsedikitbiladibandingkandengan

Lowry,

Bradford

danmetodeturbidimetrisehinggaabsorpsiwarnanyarelativestabil,
sangatsedikitsenyawayangberinteraksidenganpereaksi Biuret, dantidakmendeteksi
nitrogen

darisumber

non-protein.Kerugiannyaadalahkurangsensitif

dibandingkandengan Lowry, konsentrasigaram ammonium yang sangattinggi,
adanyavariasiwarnauntukbeberapa

protein

bilabahanmengandunglemakdankarbohidrat

tertentu,
yang

sangattinggidapatmenyebabkanlarutanmenjadiburamsehinggatidakdapatditembusc
ahaya UV (Chang, 2003).
b.

Pereaksi Lowry
Prinsip penetapan protein metode Lowrytidakjauhberbedadengan Biuret,

dimana

ion

tembagaakanmembentukkompleksdenganikatanpeptida

kemudiandenganadanyapereaksifosfotungstikfosfomolibdatakanmengoksidasirantaisampingasam
sehinggamenghasilkanwarnadankonsentrasi

amino
protein

18
Universitas Sumatera Utara

dapatdiukurdenganspektrofotometer.

Warnakebiruan

terbentukdibacapadapanjanggelombang
(sensitivitastinggiuntukkonsentrasi

yang

750

protein

tinggi)

nm
atau

500

nm

(mempunyaisensitivitasrendahuntukkonsentrasi protein tinggi) (Chang, 2003).
Keuntungan analisis dengan pereaksi ini adalah 50-100 kali lebih sensitif
daripada metode biuret, 10-20 kali lebih sensitif daripada metode absorpsi UV
pada 280 nm, kurang terganggu oleh turbiditas sampel, lebih spesifik daripada
metode lainnya, sederhana, dapat diselesaikan dalam 1–1,5 jam. Kerugian analisis
dengan pereaksi Lowry adalah variasi warnanya yang lebih banyak dibanding
dengan pereaksi Biuret, warna yang terbentuk tidak secara tepat menggambarkan
konsentrasi protein, reaksinya sangat dipengaruhi oleh senyawa-senyawa
pengganggu seperti glukosa danlemak (Chang, 2003).
c.

Pereaksi Bradford
Padatahun

1976,

Marion

Bradford

memperkenalkanpenggunaanpereaksiCoomassive
untukpenetapansecarakuantitatifkonsentrasi

Blue

total

protein.Coomasive

iniakanberikatandengan

Blue
protein,

warnaakanberubahdarikemerahanmenjadikebiruan,
danabsorpsimaksimumdariwarnaakanberubahdari 465 nm menjadi 595 nm
(Krohn, 2005; Chang, 2003).
Keuntungananalisisdenganpereaksi
(reaksihanyaberlangsungselama

2

Bradford
menit),

reprodusibel,

adalahcepat
sensitif,

tidakmengalamigangguanoleh ammonium sulfat, polifenol, karbohidratataukationkationseperti

K+,

Na+,

dan

19
Universitas Sumatera Utara

Mg2+.Kerugiannyaadalahanalisisinitergangguolehadanyadeterjennonionik
danionik,

komplekswarna-protein

dapatbereaksidengankuvetkuarsa

(menggunakankuvetkacaatauplastik), warnaberbedatergantungpadajenis protein
sehingga protein standarharusdipilihdenganhati-hati (Chang, 2003).
2.2.3 Metode Titrasi Formol
Prinsip metode ini adalah dengan adanya air dan penambahan Kalium
oksalat, protein akan dihidrolisis menjadi asam-asam amino. Selanjutnya dengan
penambahan formaldehid akan memblokade gugus basa asam amino membentuk
gugus dimethilol sehingga tidak mengganggu reaksi antara NaOH dengan gugus
asam dari asam amino dan konsentrasi protein dapat ditentukan. Titrasi formol ini
kurang tepat untuk menentukan kadar protein dan lebih tepat digunakan untuk
menunjukkan proses hidrolisis protein (Estiasih, dkk., 2012).
2.2.4 Metode Dumas
Pada metode ini sampel dioksidasi pada suhu sangat tinggi (700-900°C).
Hasil oksidasi menghasilkan gas O2, N2 dan CO2. Gas nitrogen yang dilepaskan
dikuantitasi menggunakan kromatografi gas dengan detektor konduktivitas termal
(Thermal Detector Conductivity/TDC) kemudian jumlah nitrogen yang diperoleh
dikonversi. Jumlah nitrogen sebanding dengan kadar proteinnya (Chang, 2003).
Keuntungan metode ini adalah merupakan metode alternatif dari metode
Kjeldahl tetapi waktu analisis yang diperlukan lebih singkat dari metode Kjeldahl,
tidak menggunakan senyawa yang berbahaya, banyak sampel dapat diukur
sekaligus karena perkembangan alatnya yang sudah menggunakan sistem
otomatis. Adapun kekurangan metode ini adalah membutuhkan instrumen analisis
yang mahal, tidak mengukur kadar protein yang sesungguhnya karena yang

20
Universitas Sumatera Utara

diukur adalah total nitrogen sehingga nitrogen non-protein juga terukur sebagai
protein, memiliki variasi faktor konversi, membutuhkan sampel dalam jumlah
besar untuk analisis (Chang, 2003).

2.3 Lemak
Secara umum lemak diartikan sebagai trigliserida yang dalam kondisi suhu
ruang berada dalam keadaan padat. Sedangkan minyak adalah trigliserida yang
dalam suhu kamar berbentuk cair. Secara pasti tidak ada batasan yang jelas untuk
membedakan lemak dan minyak ini (Sudarmadji, dkk., 1989).
Pada struktur kimianya terdiri dari ikatan antara asam-asam lemak dan
gliserol. Asam lemak adalah asam organik yang terdapat sebagai trigliserida atau
lemak, baik yang berasal dari hewan atau tumbuhan. Asam ini adalah asam
karboksilat yang mempunyai rantai karbon panjang baik karbon jenuh atau tidak
jenuh terdiri atas 4 sampai 24 buah atom karbon. Rantai atom yang jenuh adalah
rantai karbon yang tidak mengandung ikatan rangkap, sedangkan yang
mengandung ikatan rangkap disebut rantai karbon tidak jenuh (Poedjadi, 1994).
Dalam proses hidrolisis, lemak akan terurai menjadi asam lemak dan
gliserol. Proses ini dapat berjalan dengan menggunakan asam, basa atau enzim
tertentu. Proses hidrolisis yang menggunakan basa akan menghasilkan gliserol
dalam garam asam lemak atau sabun (Poedjadi, 1994).
O
H2C – O – C – R1

CH2 - OH

O
HC – O – C – R2

O
+ 3H2O

3R – C

O

+

CH - OH

OH

21
Universitas Sumatera Utara

H2C – O – C – R3

CH2 - OH

Trigliserida

Asam Lemak

Gliserol

2.3.1 Sifat-sifat Lemak
Lemak adalah senyawa organik yang terdiri dari atom karbon (C),
hidrogen (H) dan oksigen (O). Lemak bersifat tidak larut dalam air tetapi larut
dalam dalam pelarut lemak, seperti benzene, eter, petroleum dan sebagainya.
Lemak yang mempunyai titik lebur tinggi berbentuk padat pada suhu kamar
disebut lemak, sedangkan yang mempunyai titik lebur rendah berbentuk cair
disebut minyak. Lemak hewan pada umumnya berupa zat padat pada suhu
ruangan, sedangkan lemak yang berasal dari tumbuhan berupa zat cair. Lemak
yang mempunyai titik lebur tinggi mengandung asam lemak jenuh, sedangkan
lemak cair atau yang biasa mengandung asam lemak tidak jenuh (Poedjadi, 1994).
2.3.2 Penggolongan Lemak
Menurut Poedjadi (1994), senyawa yang termasuk lemak dapat dibagi
dalam beberapa golongan, yaitu:
a.

Lemaksederhana,

yaitu

ester

asam

lemakdenganrantaipendek,

contohnyalemakataugliserida.
b.

Lemak gabungan, yaitu ester asam lemak dengan rantai panjang, contohnya
fosfolipid.

c.

Derivat lemak, yaitu senyawa yang dihasilkan oleh proses hidrolisis,
contohnya gliserol dan sterol.

2.3.3 Fungsi Lemak
Didalam tubuh, lemak digunakan sebagai cadangan energi yang disimpan
pada jaringan adiposa yang berfungsi untuk menjaga agar organ tubuh dan syaraf

22
Universitas Sumatera Utara

tidak berubah kedudukannya, dan melindungi tubuh agar tidak mudah rusak
akibat luka. Disamping itu lemak membantu transport atau absorbsi vitaminvitamin yang larut dalam lemak. Didalam lambung, lemak menekan sekresi
lambung, dengan demikian memperlambat rasa lapar seseorang (Poedjadi, 1994).
2.3.4 Sumber Lemak
Menurut Winarno (2002),berdasarkan sumbernya protein terdiri dari
protein hewani dan protein nabati.
Tabel 3.Klasifikasi Lemak Berdasarkan Sumbernya
Sumber
Keterangan
Berasal dari tanaman - biji-biji palawija.
(lemaknabati)
Contoh: minyak jagung,biji kapas
- kulit buah tanaman tahunan.
Contoh: minyak zaitun,minyak kelapa sawit
- biji-bijitanamantahunan.
Contoh:kelapa,coklat,intisawit
Berasal
dari - susu hewan peliharaan
hewan(lemak hewani)
contoh: lemak susu
- daginghewanpeliharaan
contoh: lemaksapi,oleosterin
- hasil laut
contoh: minyak ikan sardin,minyak ikan paus.
Sumber: Winarno (2002).
2.4 Analisis Lemak
Menurut Rohman (2007), karakteristik fisikokimia dari lemak yang
digunakan untuk membedakan lemak darikomponen lain dalam makanan adalah
kelarutannya dalam pelarut organik, ketidakcampuran dengan air dan karakteristik
fisik. Metode analisis berdasarkan ketiga karakteristik di atas diklasifikasikan
menjadi:
(i) ekstraksi solven

23
Universitas Sumatera Utara

(ii) ekstraksi non-solven
(iii) metode instrumental.
2.4.1 Metode Sokletasi
Sokletasimerupakan

proses

ekstraksi

yang

menggunakanpenyarianberulangdanpemanasan.
Penggunaanmetodesokletasiadalahdengancaramemanaskanpelaruthinggamembent
ukuapdanmembasahisampel.Pelarut

yang

sudahmembasahisampelkemudianakanturunmenujulabupemanasandankembalime
njadiuapuntukmembasahisampel,
sehinggapenggunaanpelarutdapatdihematkarenaterjadisirkulasipelarut
yangselalumembasahisampel.

Proses

inisangatbaikuntuksenyawa

yang

tidakterpengaruholehpanas (Darwin, 2000). Gambar alat soxhlet dapat dilihat
pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Alat Soxhlet
2.4.2 Metode Goldfish
Metode Goldfish merupakan metode yang mirip dengan metode Soxhlet
kecuali labu ekstraksinya dirancang sehingga solven hanya melewati sampel,
bukan merendam sampel. Hal ini mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk

24
Universitas Sumatera Utara

ekstraksi, tapi dengan kerugian bisa terjadi“saluran solven” dimana solven akan
melewati jalur tertentu dalam sampel sehingga ekstraksimenjadi tidak efisien.
Masalah ini tidak terjadi pada metode Soxhlet, karena sampel terendam dalam
solven (Rohman, 2007).
2.4.3 Metode Babcock
Sejumlah sampel dipipet secara akurat ke dalam botol Babcock. Asam
sulfat dicampurdengan susu, yang akan mendigesti protein, menghasilkan panas
dan merusak lapisan yangmengelilingi droplet lemak, sehingga melepaskan
lemak. Sampel kemudian disentrifuse saatmasih panas (55-60°C) yang akan
menyebabkan lemak cair naik ke leher botol. Leher botoltelah diberi skala yang
menunjukkan persen lemak. Metode ini membutuhkan waktu 45menit, dengan
presisi hingga 0,1%. Metode ini tidak menentukan kadar fosfolipid dalam sampel,
karena berada di fase air atau di antara fase lemak dan air (Rohman, 2007).
2.4.4 Metode Gerber
Metode ini mirip dengan metode Babcock, tapi menggunakan asam sulfat
dan isoamilalkohol, dengan bentuk botol yang sedikit berbeda. Metode ini lebih
cepat dan sederhanadibanding metode Babcock. Isoamil alkohol digunakan untuk
mencegah pengarangan gulakarena panas dan asam sulfat, yang pada metode
Babcock menyebabkan sulitnya pembacaanskala. Sama seperti metode Babcock,
metode ini tidak menentukan posfolipid (Rohman, 2007).
2.4.5 Metode Instrumentasi
Ada banyak metode instrumen tersedia untuk penentuan kadar lemak total
dalam

makanan.Berdasarkan

prinsip

fisikokimianya,

metode-metode

ini

dikategorikan berdasarkan 3 prinsip yaitu: (i) penentuan sifat fisik, (ii)

25
Universitas Sumatera Utara

pengukuran kemampuan absorpsi radiasi gelombangelektromagnetik, dan (iii)
pengukuran

kemampuan

memantulkan

radiasi

gelombangelektromagnetik.

Masing-masing metode mempunyai keuntungan dan kerugian, sertakelompok
sampel makanan yang memungkinkan untuk diuji (Rohman,2007).

2.5 Ikan Lele
Ikan lele adalah salah satu jenis ikan air tawar yang termasuk ke dalam
ordo Siluriformes dan digolongkan ke dalam ikan bertulang sejati. Lele dicirikan
dengan tubuhnya yang licin dan pipih memanjang, serta adanya sungut yang
menyembul dari daerah sekitar mulutnya. Nama ilmiah Lele adalah Clarias spp.
yang berasal dari bahasa Yunani "chlaros", berarti "kuat dan lincah". Dalam
bahasa Inggris lele disebut dengan beberapa nama, seperti catfish, mudfish dan
walking catfish. Ikan lele mempunyai ciri-ciri khas dengan tubuhnya yang licin,
agak pipihmemanjang serta memiliki sejenis kumis yang panjang, mencuat dari
sekitar bagian mulutnya. Ikan lele dilengkapi dengan alat pernapasan tambahan
pada lembar insang kedua dan keempat berupa modifikasi insang berbentuk bunga
yang disebut arborescent organ yang memungkinkan lele untuk mengambil
oksigen langsung dari udara. Karena itulah, lele dapat hidup pada lingkungan
perairan dengan kadar oksigen rendah dan kadar CO2 tinggi (Suyanto, 1992).
Ikan lele merupakan hewan nokturnal dimana ikan ini aktif pada malam
hari dalam mencari mangsa. Ikan-ikan yang termasuk ke dalam genus lele
dicirikan dengan tubuhnya yang tidak memiliki sisik, berbentuk memanjang serta
licin. Ikan Lele mempunyai sirip punggung (dorsal fin) serta sirip anus (anal fin)
berukuran panjang, yang hampir menyatu dengan ekor atau sirip ekor. Ikan lele

26
Universitas Sumatera Utara

memiliki kepala dengan bagian seperti tulang mengeras di bagian atasnya. Mata
ikan lele berukuran kecil dengan mulut di ujung moncong berukuran cukup lebar.
Dari daerah sekitar mulut menyembul empat pasang barbel (sungut peraba) yang
berfungsi sebagai sensor untuk mengenali lingkungan dan mangsa. Lele memiliki
alat pernapasan tambahan yang dinamakan Arborescent. Arborescent ini
merupakan organ pernapasan yang berasal dari busur insang yang telah
termodifikasi. Pada kedua sirip dada lele terdapat sepasang duri (patil), berupa
tulang berbentuk duri yang tajam. Pada beberapa spesies ikan lele, duri-duri patil
ini mengandung racun ringan. Hampir semua species lele hidup di perairan tawar
(Witjaksono, 2009).
2.5.1 Ikan LeleLokal
Menurut Linnaeus (1758), klasifikasi ikan lele lokal adalah sebagai
berikut:
Kingdom

: Animalia

Filum

: Chordata

Kelas

: Actinopterygii

Ordo

: Siluriformes

Famili

: Clariidae

Genus

: Clarias

Spesies

: Clarias batrachus

Ciri-ciri khusus ikan lele lokal adalah panjang kepala sekitar 5-6 cm.
Panjang badan sekitar 16-18 cm. Barbels spesies ini terdiri dari 4 helai, 2 pada
rahang atas sekitar 6 cm hingga menyentuh patil dan 3,5 cm dekat pada nares.
Dua barbels terdapat pada rahang bawah berukuran sekitar 5 cm dan 3,8 cm.
Memiliki sirip dorsal memanjang dari ujung kepala belakang hingga mengenai

27
Universitas Sumatera Utara

bagian sirip ekor. Tidak memiliki sirip lemak. Sirip anal memanjang. Sirip
pectoral memiliki patil yang tajam. Warna tubuh bagian dorsal hitam pekat.
Bagian lateral memiliki bintik-bintik putih kecil yang banyak. Warna bagian
ventral kehitam-hitaman dan keabu-abuan (Departemen Biologi Fakultas MIPA
Universitas Sumatera Utara, 2015).
2.5.2 Ikan LeleDumbo
Menurut Linnaeus (1758), klasifikasi ikan lele dumbo adalah sebagai
berikut:
Kingdom

: Animalia

Filum

: Chordata

Kelas

: Actinopterygii

Ordo

: Siluriformes

Famili

: Clariidae

Genus

: Clarias

Spesies

: Clarias gariepinus

Ciri-ciri khusus ikan lele dumbo adalah panjang kepala sekitar 8-10 cm.
Panjang badan sekitar 21,5 cm. Barbels spesies ini terdiri dari 4 helai, 2 pada
rahang atas sekitar 6 cm hingga menyentuh patil dan 3,5 cm dekat pada nares.
Dua barbels terdapat pada rahang bawah berukuran sekitar 5 cm dan 3,8 cm.
Memiliki sirip dorsal memanjang dari ujung kepala belakang hingga mengenai
bagian sirip ekor. Tidak memiliki sirip lemak. Sirip anal memanjang. Sirip
pectoral memiliki patil yang tidak tajam. Warna tubuh bagian dorsal hingga lateral
berwarna hitam keabu-abuan, dengan bintik-bintik putih berukuran besar, bagian
ventral putih dari ventral kepala hingga ujung sirip anal (Departemen Biologi
Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara, 2015).

28
Universitas Sumatera Utara

2.5.3 Ikan LeleSangkuriang
Menurut Burchell (1822), klasifikasi ikan lele sangkuriang adalah sebagai
berikut:
Kingdom

: Animalia

Filum

: Chordata

Kelas

: Actinopterygii

Ordo

: Siluriformes

Famili

: Clariidae

Genus

: Clarias

Spesies

: Clarias gariepinus var. Sangkuriang

Ciri-ciri khusus ikan lele sangkuriang adalah panjang kepala sekitar 5,5
cm. Panjang ekor 3,6 cm, tinggi badan 4,2 cm, lebar kepala 4,1 cm. Barbels
spesies ini terdiri dari 8 helai, yang terdiri dari 4 pada rahang atas dan 4 rahang
bawah. Dua pasang pada rahang atas sekitar 6,8 cm hingga menyentuh patil dan
2,6 cm dekat pada nares. Dua pasang barbels terdapat pada rahang bawah
berukuran sekitar 5,5 cm dan 3 cm. Memiliki sirip dorsal memanjang dari ujung
kepala belakang hingga mengenai bagian sirip ekor. Tidak memiliki sirip lemak.
Sirip anal memanjang. Sirip pectoral memiliki patil yang tidak tajam. Bagian
dorsal hingga lateral berwarna hitam kemerah-merahan, bagian ventral putih dari
ventral kepala hingga ujung sirip anal (Departemen Biologi Fakultas MIPA
Universitas Sumatera Utara, 2015).
2.5.4 Komposisi Gizi Ikan Lele
Protein yang terdapat dalam ikan merupakan protein yang amat penting
dan istimewa karena bukan hanya berfungsi sebagai penambah jumlah protein
konsumsi tetapi juga sebagai pelengkap mutu protein dalam pola makan. Ikan lele

29
Universitas Sumatera Utara

selain mengandung gizi yang penting seperti protein juga mengandung asam
amino esensial seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2.5 berikut :
Tabel 2.5 Komposisi Gizi pada Ikan Lele
No.

Zat Gizi

Jumlah (%)

1.

Protein

17,7

2.

Lemak

4,8

3.

Mineral

1,2

4.

Karbohidrat

0,3

5.

Air

76

Sumber: (Astawan, 2008).

30
Universitas Sumatera Utara