Penetapan Kadar Protein Dalam Tauco Dengan Metode Kjeldahl

(1)

PENETAPAN KADAR PROTEIN DALAM TAUCO DENGAN

METODE KJELDAHL

TUGAS AKHIR

OLEH:

PUTRI NUR ADHA YATI

NIM 102410040

PROGRAM STUDIDIPLOMA III

ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI


(2)

(3)

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim,

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan Tugas Akhir berjudul “Penetapan Kadar Protein Dalam Tauco Dengan Metode Kjeldahl”.Tugas Akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan pendidikan Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, penulis tidak akan dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini sebagaimana mestinya. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak antara lain:

1. Bapak Prof. Dr. SumadioHadisahputra, Apt., selakuDekanFakultasFarmasi USU.

2. Bapak Prof. Dr. JansenSilalahi, M.App.Sc., Apt.,selaku Ketua Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi USU.

3. Ibu Poppy Anjelisa Zaitun Hasibuan, S.si., M.si., Apt., yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyusunan Tugas Akhirini. 4. Bapak Prof. Dr. Karsono, Apt., Selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis

selama melaksanakan pendidikan pada Program Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi USU.


(4)

6. Bapak Drs. I Gde Nyoman Suandi,Apt., MM., selaku Kepala BBPOM di Medan yang telah memberi izin pelaksanaan PKL.

7. Ibu Lambok Oktavia, SR, M.Kes, Apt., Selaku Koordinator Pembimbing PKL di BBPOM di Medan.

8. Seluruh staf dan karyawan BBPOM di Medan yang telah membantu selama melaksanakan PKL.

9. Ayahanda Nurbait Pane dan Ibunda almh. Sriwati, serta seluruh keluarga yang telah memberikan dorongan baik moril maupun materil sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan.

Dalam menulis Tugas Akhir ini penulis menyadari bahwa tulisan ini tidak luput dari kekurangan dan kelemahan. Harapan kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tulisan ini. Akhirnya penulis berharap semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 27 Mei 2013 Penulis,

Putri Nur Adha Yati NIM 102410040


(5)

PENETAPAN KADAR PROTEIN DALAM TAUCO DENGAN METODE KJELDAHL

ABSTRAK

Tauco merupakan produk hasil fermentasi yang dibuat melalui dua tahapan fermentasi, yaitu fermentasi kedelai oleh kapang (fermentasi tahap pertama) dan fermentasi di dalam larutan garam (fermntasi tahap kedua) yang dibantu oleh kapang, larutan garam merupakan penyeleksi kapang yang dapat mempengaruhi kualitas dari tauco. Meskipun kandungan protein tauco cukup tinggi, tetapi tauco tidak dapat digunakan sebagai sumber protein dalam makanan karena biasanya hanya dimakan dalam jumlah yang kecil.

Penetapan kadar protein dalam tauco bertujuan untuk mengetahui apakah kadar protein yang terdapat pada tauco merek Kokita Sweetened memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI). Penetapan kadar protein dalam tauco dilakukan di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Medan. Tauco merek Kokita Sweetened yang diuji mengandung protein dengan kadar 1,73%. Dari hasil yang diperoleh, tauco merek Kokita Sweetened yang diuji tidak memenuhi persyaratan kadar protein, sesuai dengan SNI 01-4322-1996, dimana rentang kadar protein yang diperbolehkan untuk tauco adalah minimal 10%.


(6)

DETERMINATION OF PROTEIN CONTENT IN WITH TAUCO KJELDAHL METHOD

ABSTRACT

Tauco is a fermented product made through two stages of fermentation, the fermented soybeans by molds (the first stage of fermentation) and fermentation in brine (fermntasi second stage) is assisted by a fungus, salt solutions are selectors mold that can affect the quality of tauco. Although the protein content is high enough tauco, but tauco unusable as a source of protein in the diet because it is usually only eaten in small amounts. Determination of protein content in tauco aims to determine whether the levels of the protein contained in tauco Kokita brand sweetened meet the requirements set by the Indonesian National Standard (SNI). Determination of protein content in tauco conducted at the Center for Food and Drug Administration (BBPOM) in Medan. Tauco Kokita sweetened brands tested contained proteins with levels of 1.73%. From the results obtained, tauco Kokita brand sweetened tested did not meet the protein requirements, in accordance with SNI 01-4322-1996, where the range of protein content is allowed to tauco is at least 10%. Keywords: protein content, tauco, Kjeldahl method


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GABAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan dan Manfaat ... 2

1.3 Manfaat ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Tauco ... 4

2.1.1 Definisi Tauco ... 4

2.1.2 Bahan-bahan dalam Pembuatan Tauco dan Fungsinya... 4

2.2 Syarat Mutu Tauco ... 5

2.3Protein ... 6

2.3.1 Ciri-Ciri Molekul Protein ... 7


(8)

2.3.4 Fungsi Protein ... 10

2.3.5 Sumber Protein ... . 11

2.3.6 Kelebihan dan Kekurangan protein ... 13

2.4 Metode Analisa Protein ... 14

2.4.1. Analisa Kualitatif ... 14

2.4.2. Analisa Kuantitatif ... 15

BAB III METODE PENGUJIAN ... 20

3.1. Tempat ... 20

3.2. Alat-alat ... 20

3.3. Bahan-bahan ... 20

3.4. Prosedur ... 20

3.4.1. Pembuatan Pereaksi ... 20

3.4.2. Pembakuan HCl 0,01N ... 21

3.4.3. Penentuan Kadar Protein ... 21

3.4.4. Interpretasi Hasil ... 22

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

4.1. Hasil ... 23

4.2. Pembahasan ... 23

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 25

5.1. Kesimpulan ... 25

5.2. Saran ... 25


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.Syarat Mutu Tauco ... 5

Tabel 2. Nilai Protein Berbagai Makanan ... 12

Tabel 3. Angka Kecukupan Protein ... 14

Tabel 4. Faktor konversi berbagai makanan ... 28


(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Struktur Protein Primer ... 8 Gambar 2. Sruktur Protein Sekunder ... 9 Gambar 3. Struktur Protein Tersier ... 9


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 ... 27

Lampiran 2 ... 28

Lampiran 3 ... 29


(12)

PENETAPAN KADAR PROTEIN DALAM TAUCO DENGAN METODE KJELDAHL

ABSTRAK

Tauco merupakan produk hasil fermentasi yang dibuat melalui dua tahapan fermentasi, yaitu fermentasi kedelai oleh kapang (fermentasi tahap pertama) dan fermentasi di dalam larutan garam (fermntasi tahap kedua) yang dibantu oleh kapang, larutan garam merupakan penyeleksi kapang yang dapat mempengaruhi kualitas dari tauco. Meskipun kandungan protein tauco cukup tinggi, tetapi tauco tidak dapat digunakan sebagai sumber protein dalam makanan karena biasanya hanya dimakan dalam jumlah yang kecil.

Penetapan kadar protein dalam tauco bertujuan untuk mengetahui apakah kadar protein yang terdapat pada tauco merek Kokita Sweetened memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI). Penetapan kadar protein dalam tauco dilakukan di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Medan. Tauco merek Kokita Sweetened yang diuji mengandung protein dengan kadar 1,73%. Dari hasil yang diperoleh, tauco merek Kokita Sweetened yang diuji tidak memenuhi persyaratan kadar protein, sesuai dengan SNI 01-4322-1996, dimana rentang kadar protein yang diperbolehkan untuk tauco adalah minimal 10%.


(13)

DETERMINATION OF PROTEIN CONTENT IN WITH TAUCO KJELDAHL METHOD

ABSTRACT

Tauco is a fermented product made through two stages of fermentation, the fermented soybeans by molds (the first stage of fermentation) and fermentation in brine (fermntasi second stage) is assisted by a fungus, salt solutions are selectors mold that can affect the quality of tauco. Although the protein content is high enough tauco, but tauco unusable as a source of protein in the diet because it is usually only eaten in small amounts. Determination of protein content in tauco aims to determine whether the levels of the protein contained in tauco Kokita brand sweetened meet the requirements set by the Indonesian National Standard (SNI). Determination of protein content in tauco conducted at the Center for Food and Drug Administration (BBPOM) in Medan. Tauco Kokita sweetened brands tested contained proteins with levels of 1.73%. From the results obtained, tauco Kokita brand sweetened tested did not meet the protein requirements, in accordance with SNI 01-4322-1996, where the range of protein content is allowed to tauco is at least 10%. Keywords: protein content, tauco, Kjeldahl method


(14)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang

Tauco merupakan makanan olahan yang berbaan dasar kacang kedelai, meskipun tauco memiliki kandungan protei yang cukup tinggi, tetapi tauco tidak bisa dijadikan sebagai makanan yang menjadi sumber energi protein untuk tubuh. Karena, pada pengunaannya tauco hanya digunakan dalam jumlah kecil. Kacang kedelai adalah satu-satunya dunia tumbuhan yang memiliki protein sangat besar karena memiliki kadar protein 11 kali lebih banyak dari susu, 2 kali lebih banyak dari daging dan ikan, 1½ kali lebih bayak dari keju. Kacang kedelai merupakan bahan pangan yag menjadi sumber protein paling tinggi dan sangat penting peranannya dalam kehidupan. Tetapi asam amino yang terkandung dalam protein tauo tidak selengkap protein hewani. Hasil olahan dari kacang kedelai yaitu: tauco, tempe, tahu dan lainnya. Kandungan protein dari berbagai jenis olahan yang berbahan dasar kedelai sangat beragam (Anonim, 1981).

Protein terdiri atas rantai-rantai panjang asam amino, yang terikat satu sama lain melalui ikatan peptida. Nama protein berasal dari kata Yunanai yaitu

proteos, yang berarti yang utama atau yang terdahulukan. Kata ini diperkenalkan oleh seorang ahli kimia Belanda, Gerarrdus Mulder (1802-1880), karea ia berpendapat bahwa proein adalah zat yang paling penting dalam tiap organisme (Almatsier, 2004).

Pada sebagian besar jaringan tubuh, protein merupakan komponen terbesar setelah air. Diperkirakan separuh atau 50% dari berat kering sel dalam jaringan


(15)

seperti misalnya hati dan daging terdiri dari protein, dan sekitarnya 20% dalam betuk molekul protein utuh. Dalam tubuh manusia terutama dalam sel jaringan, protein bertindak sebagai bahan membrane sel yang dapat membentuk jaringan pengikat misalnya kolagen dan elastin, serta membentuk protein yang inert seperti pada protein rambut dan kuku (Yazid dan Nursanti, 2006).

Kadar protein pada suatu produk makanan olahan harus memenuhi syarat yang sudah ditentukan, sehingga produk tersebut dapat mencukupi kebutuhan protin tubuh.Berdasarkan hal tersebut diatas, penulis tertarik untuk memilih judul tentang “Penetapan Kadar Protein Dalam Tauco Denan Metode Kjeldahl”.Metode Kjeldahl digunakan untuk menganalisis kadar protein kasar dalam bahan makanan secara tidak langsung karena senyawa yang dianalisisnya adalah kadar nitrogennya. Dengan mengalikan hasil analisis tersebut dengan faktor konversi 6,25 maka diperoleh nilai protein dalam bahan makanan tersebut. Metode Kjeldahl menggunakan tiga tahapan perlakuan, yaitu: tahap dstruksi, tahap destilasi dan tahap titrasi. Sampai saat ini metode Kjeldahl masih tetap digunakan, karena hasilnya lebh akurat dibandingkan dengan metode yang lain (Anonim, 2011).

1.2 Tujuan

Penetapan kadar protein dalam tauco bertujuan untuk mengetahui apakah kadar protein yang terdapat pada tauco yang diuji memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia.


(16)

1.3 Manfaat

Manfaat yang diperoleh dari penetapan kadarprotein dalam tauco adalah agar dapat mengetahui bahwa produk makanan yang beredar di pasaran memenuhi persyaratan kadar protein sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) sehingga produk tersebut diharapkan bisa menambah kebutuhan protein tubuh.


(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tauco

2.1.1Definisi Tauco

Dalam Standar Nasional Indonesia (1996) tauco adalah produk makanan hasil olahan tauco dan cabai, dengan penambahan atau tanpa penambahan bahan tambahan makanan yang diizinkan.Tauco berbentuk semi padat dan digunakan sebagai sambal penyedap makanan. Jenis tauco ada dua macam yaitu tauco kering dan tauco basah, sedangkan dari rasanya dibdakan menjadi 2 yaiu rasa asin dan manis perbedaannya terletak dari jumlah kadar air dan gula yang ditambahkan (SNI, 1996).

Pada umumnya tauco dibuat secara spontan, sehingga jenis mikroba yang tumbuh akan bermacam-macam jenis dan keadaan yang demikian ini akan berpengaruh terhadap mutu dari tauco yang dihasilkan baik dari segi rasa maupun kandungan proteinnya (Anonim, 1981).

2.1.2 Bahan-bahan dalam Pembuatan Tauco dan Fungsinya

Bahan baku utama yang digunakan dalam pembuatan tauco adalah kacang kedelai hitam atau kacang kedelai kuning. Tetapi, yang sering digunakan adalah kacang kedelai hitam. Bahan tambahan yang digunakan dalam proses pembuatan tauco adalah tepung beras atau tepung ketan. Tahapan-tahapan yang diperlukan dalam membuat tauco meliputi perendaman, pencucian, pengukusan, penirisan, penambahan ragi, fermentasi kapang, fermentasi garam dan penyempurnaan


(18)

Tujuan dari perendaman pada tahap pertama adalah untuk memudahkan pengupasan kulit kacang kedelai dan untuk membantu mempercepat pengukusan.Perendaman kacang kedelai, biasanya dilakukan selama 20-22 jam. Penambahan tepung pada pembuatan tauco bertujuan untuk merangsang pertumbuhan kapang, menambah volume produk dan mengurangi kadar air. Pada proses fermentasi kapang mikroba, yang berperan adalah kapang Aspergillus oryzae. Penambahan kapang biasanya hanya 1 gram untuk setiap Kg kacang kedelai, fermentasi kapang dilakukan selama 2-3 hari.

Sementara pada proses fermentasi garam mikroba yang tumbuh secara spontan adalah Lactobacillus delbrueckii, Hasenula sp., dan

ygosaccharomyces.Larutan garam yang digunakan adalah larutan garam 20% (2 Kg garam dalam 10 liter air), fermentasi garam dilakukan selama 2 minggu. Hasil dari fermentasi garam disebut dengan tauco mentah, tauco dapat disimpan dalam Waktu yang lama karena memiliki kandungan garam diatas 15%.Pada tahap penyempurnaan, tauco mentah ditambahkan dengan larutan bumbu yang terdiri dari gula merah, jahe dan lengkuas.Kemudian dididihkan selama 3-4 jam.Kemudian pengawetan bisa dilakukan dengan penmbahan Natrium Benzoat, tiap Kg tauco membutuhkan 1 gram Natrium Benzoat (Anonim, 2011).


(19)

2.2 Syarat Mutu Tauco

Syarat mutu untuk tauco yang ditetapkan oleh Sandar Nasional Indonesia pada tahun 1996 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1.Syarat Mutu Tauco

No Jenis Uji Satuan Persyaratan

1. 2. 3. 4. 5. 5.1 5.2 5.3 5.4 6. 7. 7.1 7.2 7.3 7.4

Keadaan (bau, rasa, warna) Protein (N x 6,25)

Garam (NaCl)

Abu tak larut dalam asam Cemaran Logam:

Tembaga ( Cu ) Timbal ( Pb ) Seng ( Zn ) Timah ( Sn ) Arsen ( As ) Cemaran Mikroba: Total Bakteri Bakteri koliform Bakteri E. Koli Kapang - % (b/b) % (b/b) % (b/b) mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg koloni/g APM/g Normal Min. 10 Min. 15 Maks. 0,5 Maks. 30 Maks. 1 Maks. 40 Maks. 40 Maks. 0,5 Maks. 1 x 104 10

Negatif Negatif

2.3 Protein

Kata protein berasal dari bahasa Yunani yaitu protos atau proteos yang berarti pertama atau utama. Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat enting bagi tubuh, karena zat ni berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh serta berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber-sumber asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat.Selain itu molekul protein juga mengandung fosfor, belerang dan juga mengandung logam seperti besi dan tembaga (Sediaoetama, 1996).


(20)

Protein merupakan zat yang tersusun dari berbagai asam amino.Protein didalam tubuh dirubah menjadi asam amino.Dari 20 macam asam amino, tubuh kita membutuhkan 10 macam asam amino yang tidak dapat dibuat oleh tubuh kita.Dari 10 asam amino 8 diantaranya merupakan asam amino esensial (asam amino yang tidak dapat diroduksi oleh tubuh) yang diperoleh dari makanan, selebihnya merupakan asam amino non esensial (asam amino yang dapat diproduksi oleh tubuh) (Budianto, 2009).

Pada sebagian besar jaringan tubuh, protein merupakan komponen erbesar setelah air. Diperkirakan separuh atau 50% dari berat kering sel dalam jaringan sepeti misalnya hati dan daging terdiri dari protein, dan sekitar 20% dalam betuk molekul protein utuh. Dalam tubuh manusia terutama dalam sel jaringan, protein bertindak sebagai bahan membrane sel yang dapat membentuk jaringan pengikat misalnya kolagen dan elastin, serta membentuk protein yang inert seperti pada protein rambut dan kuku (Yazid dan Nursanti, 2006).

2.3.1 Ciri-ciri Molekul Protein

Menurut Ellya (2010), ciri-ciri molekul protein yaitu:

1. Berat molekulnya besar, ribuan sampai jutaan sehingga merupakan suatu makro molekul.

2. Strukturnya tidak stabil terhadap beberapa faktor seperti pH, radiasi, temperatur, medium pelarut organik dan deterjen.

3. Terdapat ikatan kimia lain yang menyebabkan terbentuknya lengkungan-lengkungan rantai polipeptida menjadi struktur tiga dimensi protein.


(21)

5. Umumnya reaktif dan sangat spesifik, disebabkan terdapatnya gugusan samping yang reaktif dan susunan khas struktur makromolekul.

2.3.2 Klasifikasi Protein

Berdasarkan keanekaragaman penyusunan struktur protein, maka protein dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Protein Fibriler (skleroprotein) adalah protein yang berbentuk serabut. Contohnya kolagen, keratin

2. Protein Globuler (steroprotein) yaitu protein yang berbentuk bola. Contohnya: albumin, globulin (Sudarmadji dan Suhardi, 1989).

2.3.3 Struktur Protein

Protein merupakan makromolekul dengan struktur yang berbeda. Adanya ikatan-ikatan kimia yang terbentuk antar gugus fungsional asam amino maka protein dapat membentuk struktur primer, sekunder, tersier dan kuartener.

Struktur primer adalah struktur dasar dari protein. Struktur primer protein menentukan identitas, mengatur struktur sekunder, tersier, dan kuartener. Struktur primer protein dibentuk oleh ikatan peptida yang menghubungkan asam amino penyusun protein.

Struktur sekunder protein terbentuk oleh adanya ikatan hidrogen antar asam amino dalam rantai protein sehingga strukturnya tidak lurus, melainkan bentuk coil. Ikatan hidrogen terutama terjadi pada asam amino yang memiliki gugus hidroksil, amida dan fenol.


(22)

Struktur tersier. Dengan adanya ikatan antar asam amino-ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik, jembatan garam, interaksi elektrostatik dan jembatan sulfida pada struktur molekul protein sehingga terbentuk struktur tersier.

Struktur kuartener terbentuk oleh adanya interaksi antar beberapa rantai molekul protein yang berbeda melalui ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik, interaksi elektrostatik dan jembatan sulfida. Struktur kolagen dan insulin membentuk struktur kuartener (Kusnandar, 2010).

2.3.4 Fungsi Protein 1. Sebagai Enzim

Hampir semua reaksi biologis dipercepat oleh suatu senyawa makromolekul yang disebut enzim. Protein memiliki peranan besar terhadap perubahan-perubahan kimia dalam sistem biologis yang dilakukan oleh enzim (Djaeni, 1976).

2. Pertumbuhan dan Pemeliharaan

Sebelum sel-sel dapat mensintesis protein baru, harus tersedia semua asam amino esensial yang dapat diperlukan dan cukup nitrogen atau ikatan amino (NH2) guna pembentukan asam amino non esensial yang diperlukan (Almatsier, 2004).

3. Pembentukan Ikatan-ikatan Esensial tubuh

Hormon-hormon seperti tiroid, insulin, dan epinefrin merupakan ikatan-ikatan yang bertindak sebagai katalisator atau untuk membantu perubahan-perubahan biokimia yang terjadi didalam tubuh (Almatsier, 2004).


(23)

4. Pertahanan Tubuh

Salah satu bentuk pertahanan tubuh adalah dalam bentuk antibodi, yaitu suatu protein khusus yang dapat mengenal dan menempel atau mengikat dan meghancurkan benda-benda asing yang masuk kedalam tubuh seperti virus, bakteri, dan sel-sel asing lainnya (Budianto, 2009).

5. Alat Pengangkut dan alat Penyimpan

Banyak molekul dengan berat molekul kecil serta beberapa ion dapat diangkut atau dipindahkan oleh protein-protein tertentu. Misalnya hemoglobin mengangkut oksigen dalam eritrosit, sedangkan mioglobin mengangkut oksigen dalam otot. Ion besi diangkut dalam plasma darah oleh transferin dan disimpan dalam hati sebagai kompleks dengan feritin (Budianto, 2009).

2.3.5 Sumber Protein 1. Protein hewani

Protein hewani adalah protein dalam bahan makanan yang berasal dari binatang/hewan yang memakan tumbuhan mengubah protein nabati menjadi protein hewani. Contoh protein hewani yaitu:

a. Protein daging

Protein daging terdiri dari: 70% protein struktur/fibril, dan 30% protein yang larut dalam air. Protein fibril terdiri dari: 32-38% miosin, 7% triptomisin, 13-17% aktin, 6% protein stroma. Protein lainnya kurang lebih mempunyai bentuk globular dan terdiri atas partikel yang biasanya tidak terlibat dalam susunan struktur ekstensif. Contohnya: protein susu, protein serealia dan biji


(24)

b. Protein susu

Protein susu sapi dapat dikelompokkan yaitu: kasein (fosfoprotein ± 78% dari bobot total), dan serum susu (± 17% dari bobot total).

c. Protein telur

Protein telur terbagi atas: protein putih telur, dan protein kuning telur. Protein putih telur mengandung sekurang-kurangnya 8 jenis protein yang berbeda.

2. Protein nabati

Protein nabati adalah protein dalam bahan makanan yang berasal dari tumbuhan, seperti dari jagung, terigu, kacang-kacangan. Kacang kedelai merupakan sumber protein nabati yang mempunyai mutu paling tertinggi, sedangkan sumber protein nabati yang bermutu lebih rendah adalah padi-padian dan hasil olahannya. Contoh protein nabati:

a. Protein kedelai

Didalam kedelai terdapat kandungan protein sebesar 34,9 gram. Kandungan protein kacang kedelai merupakan kandungan yang paling tinggi bila dibandingkan dengan jenis kacang-kacangan yang lain.

Tabel. 2. Nilai Protein dalam berbagai makanan (gram/100 gram)

No. Sumber protein hewani Protein (g %)

Sumber protein nabati Protein (g %)

1 Daging 18,8 Kacang kedelai 34,9

2 Hati 19,7 Kacang ijo 22,2

3 Babat 17,6 Kacang tanah 25,3

4 Jeroan 14,0 Beras 7,4

5 Daging kelinci 16,6 Jagung 9,2

6 Ikan segar 17,0 Tepung terigu 8,9

7 Kerang 16,4 Jampang 6,2

8 Udang 21,0 Kenari 15,0

9 Ayam 18,2 Kelapa 3,4

10 Telur 12,8 Daun singkong 6,6


(25)

2.3.6 Akibat Kelebihan dan Kekurangan Protein

Mengonsumsi protein dalam jumlah yang berlebihan akan membebani kerja ginjal. Makanan yang tinggi proteinnya, biasanya juga tinggi lemaknya sehingga dapat menyebabkan obesitas. Kelebihan protein pada bayi dapat memberatkan ginjal dan hati yang harus memetabolisme dan mengeluarkan kelebihan nitrogen dan juga dapat menyebabkan asidosis, dehidrasi, diare, kenaikan amonia darah dan ureum darah, dan demam (Ellya, 2010).

Sebaliknya, jika kurang mengonsumsi protein maka dapat menyebabkan penyakit Kwashiorkor dan Marasmus. Kwashiorkor adalah istilah yang pertama kali digunakan oleh Cecily Williams bagi gejala yang sangat ekstrim yang diderita oleh bayi dan anak-anak kecil akibat kekurangan konsumsi protein yang sangat parah, meskipun gizi yang lain telah tercukupi kebutuhannya. Gejala dari Kwashiorkor yang spesifik adalah adanya oedem, ditambah dengan adanya gangguan pertumbuhan serta terjadinya perubahan-perubahan psikomotorik (Ellya, 2006).

Marasmus pada umumnya merupakan penyakit pada bayi (dua belas bulan pertama), karena terlambat diberi makanan tambahan. Marasmus adalah penyakit kelaparan yang banyak terdapat pada kelompok sosial ekonomi yang rendah, penderita penyakit marasmus lebih banyak dibandingkan dengan penderita penyakit Kwashiorkor. Gejalanya adalah pertumbuhan terhambat, lemak dibawah kulit berkurang serta otot-otot berkurang dan melemah, apatis, muka seperti orang tua (oldman’s face) (Widodo, 2009).


(26)

Tabel 3. Angka kecukupan protein yang dianjurkan (tiap orang per hari)

Golongan umur Berat Badan (kg) Tinggi badan (cm) Protein (g) Anak-anak :

0-6 bulan 5,5 60 12

7-12 bulan 8,5 71 15

1-3 tahun 12 90 23

4-6 tahun 18 110 32

7-9 tahun 24 120 37

Pria :

10-12 tahun 30 135 45

13-15 tahun 45 150 64

16-19 tahun 56 160 66

20-45 tahun 62 165 55

46-59 tahun 62 165 55

≥ 60 tahun 62 165 55

Wanita :

10-12 tahun 35 140 54

13-15 tahun 46 153 62

16-19 tahun 50 154 51

20-45 tahun 54 156 48

46-59 tahun 54 154 48

≥ 60 tahun 54 154 48

Hamil +12

Menyusui

0-6 bulan +16

7-12 bulan +12

2.4 Metode Analisa Protein 2.4.1 Analisa Kualitatif

1. Reaksi Xantoprotein dibuat dengan cara : larutan asam nitrat pekat ditambahkan dengan hati-hati kedalam larutan protein. Setelah dicampur terjadi endapan putih yang dapat berubah menjadi kuning apabila dipanaskan. Reaksi yang terjadi adalah nitrasi pada inti benzena yang terdapat pada molekul protein. Reaksi ini positif untuk protein yang mengandung tirosin, fenilalanin dan triptofan.


(27)

2. Reaksi Biuret dilakukan dengan cara : larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH kemudian ditambahkan larutan CuSO4 encer. Uji ini untuk menunjukkan adanya senyawa-senyawa yang mengandung gugus amida asam yang berada bersama gugus amida yang lain. Uji ini memberikan reaksi positif yaitu ditandai dengan timbulnya warna merah violet atau biru violet (Sudarmadji dan Suhardi, 1989).

2.4.2 Analisa Kuantitatif 1. Titrasi Formol

Larutan protein dinetralkan dengan NaOH, kemudian ditambahkan formalin dan akan membentuk dimenthiol. Dengan terbentuknya dimenthiol ini berarti gugus aminonya sudah terikat dan tidak akan mempengaruhi reaksi antara asam (gugus karboksil) dengan basa NaOH sehingga titrasi dapat diakhiri dengan tepat. Indikator yang digunakan adalah fenolftalein, akhir titrasi bila tepat terjadi perubahan warna menjadi merah mudah yang tidak hilang dalam 30 menit. Titrasi formol ini hanya tepat untuk penentuan protein (Sudarmadji dan Suhardi, 1989). 2. MetodeKjeldahl

Metode Kjeldahl dikembangkan pada tahun 1883 oleh pembuat bir bernama Johann Kjeldahl. Metode Kjeldahl merupakan metode sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam amino, protein dan senyawa yang mengandung nitrogen. Metode kjeldahl cocok untuk menetapkan kadar protein yang tidak larut atau protein yang mengalami koagulasi akibat proses pemanasan maupun proses pengolahan lain yang biasa dilakukan pada makanan. Metode ini


(28)

tidak langsung karena senyawa yang dianalisisnya adalah kadar nitrogennya. Dengan mengalikan hasil analisis tersebut dengan faktor konversi 6,25 diperoleh nilai protein dalam bahan makanan tersebut (Sudarmadji dan Suhardi, 1989).

Penetapan kadar protein dengan metode ini memiliki kelemahan karena adanya senyawa lain yang bukan protein yang mengandung nitrogen akan tertentukan sehingga kadar protein yang diperoleh langsung dengan metode Kjeldahl ini disebut dengan kadar protein kasar (crude protein) (Sudarmadji dan Suhardi, 1989).

Metode kjeldahl dilakukan dengan beberapa tahapan kerja yaitu : a. Tahap Destruksi

Pada tahap ini sampel dipanaskan dengan asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya, dimana seluruh N organik dirubah menjadi N anorganik yaitu elemen karbon (C) teroksidasi menjadi karbondioksida (CO2), elemen hidrogen (H) teroksidasi menjadi air (H2O), dan elemen nitrogen (N) berubah menjadi ammonium sulfat {(NH4)2SO4)}. Asam sulfat yang dipergunakan untuk destruksi harus dalam jumlah yang cukup dan diperhitungkan untuk dapat menguraikan bahan protein, lemak, karbohidrat di dalam sampel (Bintang, 2010).

Untuk mempercepat proses destruksi ditambahkan katalisator. Gunning menganjurkan menggunakan kalium sulfat (K2SO4) dan tembaga (II) sulfat (CuSO4). Dengan penambahan katalisator ini, maka titik didih asam sulfat akan ditinggikan sehingga proses destruksi akan berjalan dengan cepat. Tiap 1 gram kalium sulfat akan mampu meningkatkan titik didih asam sulfat 3oC. Suhu


(29)

destruksi berkisar antara 370oC-410oC. Proses destruksi diakhiri jika larutan telah berwarna hijau jernih (Bintang, 2010).

Reaksi yang terjadi pada proses destruksi adalah:

Protein + H2SO4(p) + katalisator (NH4)2SO4 + CO2 + SO2 + H2O b. Tahap Destilasi

Pada tahap ini ammonium sulfat {(NH4)2SO4)} yang terbentuk pada tahap destruksi dipecah menjadi amonia (NH3) dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Amonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh larutan baku asam. Larutan baku asam yang dipakai adalah H3BO3 (asam borat). Agar kontak antara asam dan amonia berjalan sempurna, maka ujung selang pengalir destilat harus tercelup kedalam larutan asam. Destilasi diakhiri apabila semua amonia terdestilasi sempurna yang ditandai dengan destilat tidak bereaksi basis (Yazid dan Nursanti, 2006).

Reaksi yang terjadi pada tahap destilasi adalah:

(NH4)2SO4) + 2 NaOH NH3 + 2 H2O + Na2SO4 c. Tahap titrasi

Penampung destilat yang digunakan adalah asam borat berlebih, maka sisa asam borat yang tidak bereaksi dengan amonia dititrasi dengan HCl 0,01 N menggunakan indikator campuran. Titik akhir titrasi dapat ditandai dengan perubahan warna dari warna ungu menjadi hijau (Sudarmadji dan Suhardi, 1989). Reaksi yang terjadi pada tahap titrasi adalah:


(30)

Kadar protein (% P) dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: % P= ������ (������ −������)

����������� (�) 1000 x N NaOH x 14,007 x FK x 100% FK= faktor konversi atau perkalian = 6,25

Besarnya faktor konversi nitrogen tergantung pada persentase nitrogen yang menyusun protein dalam bahan pangan yang dianalisa tersebut (Budianto, 2009). Besarnya faktor konversi dari bermacam-macam bahan makanan dapat dilihat pada Tabel berikut ini :

Tabel 4. Faktor konversi dari bermacam-macam bahan makanan

No Bahan Makanan Faktor Konversi

1. Beras (semua jenis) 5,95

2. Gandum biji 5,83

3. Kacang kedelai 5,71

4. Kacang tanah 5,46

5. Kelapa 5,30

6. Makanan lain (umum) 6,25

7. Susu (semua jenis)/keju 6,38

8. Tepung 5,70

3. Metode Lowry

Konsentrasi protein diukur berdasarkan optikal density pada panjang gelombang 600 nm. Untuk mengetahui banyaknya protein dalam larutan, lebih dahulu dibuat kurva standar yang melukiskan hubungan antara konsentrasi dengan absorbansi. Larutan Lowry ada dua macam yaitu larutan A yang terdiri dari fosfotungstat:fosfomolibdat ( 1:1) dan larutan B yang terdiri dari Na2CO3 2% dlam NaOH 0,1 N, CuSO4 dan Na-K-tartrat 2%. Cara penentuannya adalah 1 ml larutan protein ditambah 0,5 ml Lowry A dikocok dan dibiarkan 20 menit, selanjutnya diamati absorbansinya pada panjang gelombang 600 nm (Sudarmadji dan Suhardi, 1989).


(31)

BAB III

METODE PERCOBAAN 3.1 Tempat Pengujian

Pengujian penetapan kadar protein dalam tauco dilakukan di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Medan yang berada di Jalan Willem Iskandar Pasar V Barat I No. 2 Medan.

3.2 Alat

Alat yang digunakan adalah Labu Kjeldahl, Alat penyulingan dan kelengkapannya, Pemanas listrik/ pembakar, Neraca analitik, Erlenmeyer, Pipet tetes, Bola Karet, Buret, Klem dan statip (BBPOM).

3.3 Bahan

Bahan yang digunakan adalah katalisator, indikator PP, Indikator campuran Bromo Cresol green dan Metyl red, Larutan asam borat (H3BO3), Larutan HCl 0,01 N, Larutan NaOH 30 %

3.4 Penentuan Kadar Protein 3.4.1 Pembuatan Pereaksi Indikator Campuran

Siapkan larutan Bromocresol green 0,1% dan larutan merah metil 0,1% dalam alkohol 95% secara terpisah. Campur 10 ml Bromocresol green dengan 2 ml merah metil.


(32)

Larutan Asam Borat (H3BO3) 2 %

Larutkan 10 gram H3BO3 dalam 500 ml air sulimg. Setelah dingin pindahkan kedalam botol bertutup gelas. Campur 500 ml asam borat dengan 5 ml indikator.

Larutan NaOH 30%

Larutkan 150 gram Natrium Hidroksida kedalam 350 ml air, simpan dalam botol bertutup karet.

3.4.2 Pembakuan Larutan Hcl 0,01N

Timbang seksama baku primer natrium karbonat yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 270oC selama 1 jam. Larutkan dalam 100 ml aquadest ditambahkan 3 tetes indikator buchi, titrasi dengan HCl 0,01 N sampai berwarna orange muda, jika dipanaskan tetap berwarna orange muda.

3.4.3 Prosedur Penentuan Kadar Protein

Timbang seksama 0,51 gram cuplikan, masukkan kedalam labu Kjeldahl 100 ml, tambahkan 2 gram Katalisator dan 25 ml H2SO4 pekat kemudian panaskan diatas pemanas listrik atau api pembakar sampai mendidih dan larutan menjadi jernih kehijau-hijauan, ± selama 2 jam, biarkan dingin, kemudian encerkan dan masukkan ke dalam labu ukur 100 ml, tepatkan sampai tanda garis.Kemudian pipet 5 ml larutan dan masukkan ke dalam alat penyuling, tambahkan 5 ml NaOH 30% dan beberapa tetes indikator, sulingkan selama ± 10 menit, sebagai penampung gunakan 10 ml larutan asam borat 2% yang telah dicampur indikator, bilasi ujung pendingin dengan air sulingkemudian titrasi


(33)

dengan larutan HCl 0,01N. Larutan blanko dibuat dengan perlakuan sama seperti larutan uji tanpa penambahan contoh.

3.4.4 Interpretasi Hasil Kadar Protein :

(�1− �2)���0,014������ �

Keterangan :

V1 : Volume HCl 0,01 N yang dipergunakan penitaran blanko V2 : Volume HCl 0,01 N yang dipergunakan penitaran contoh N : Normalitas HCl

Fk : Faktor konversi untuk protein danri makanan secara umum : 6,25 susu dan hasilolahannya 6,38; mentega kacang 5,46

Fp : Faktor pengencer W :Bobotcuplikan


(34)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil

Berdasarkan penetapan kadar protein pada tauco yang dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 5. Data kadar protein dalam sampel

No. Sampel Kadar Protein Kadar Protein Rata-rata

1. Sampel 1 1,74% % rata-rata kadar protein= 1,73%

2. Sampel 2 1,71%

Cara perhitungan yang diperoleh dapat dilihat pada lampiran. 4.2 Pembahasan

Dari hasil penetapan kadar protein yang dilakukan diperoleh kadar protein yaitu: 1,74% dan 1,71%, kadar protein rata- rata 1,73%. Kadar tersebut tidak sesuai dengan batas yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia, dimana rentang kadar protein yang diperbolehkan untuk tauco adalah minimal10% (SNI, 1996). Dari data diatas dinyatakan bahwa tauco yang diuji tidak memenuhi persyaratan sesuai yang ditetapkan SNI 01-4322-1996.

Makanan olahan biasanya sudah mengalami beberapa tahapan dalam proses pembuatannya. Seperti tauco yang proses pembuatannya menggunakan tahap yang cukup panjang. Pembuatan tauco menggunakan dua proses fermentasi yang berbeda, dimana pada tahap fermentasi pertama menggunakan bantuan kapang Aspergillus oryzae untuk membentuk spora kapang pada kacang kedelai agar menjadi bentuk tempe. Proses pembuatan tauco berbeda dengan pembuatan tempe, pada pembuatan tauco saat fermentasi kapang dilakukan penambahan


(35)

tepung beras, fungsinya adalah untuk merangsang petumbuhan kapang tersebut. Tetapi pada pembuatan tempe, penambahan tepung tidak dilakukan, selama fermentasi kapang, kapang yang berperan akan membentuk enzim seperti: enzim amylase, enzim protoase dan enzim lipase. Produksi enzim dipengaruhi oleh faktor lamanya waktu fermentasi, semakin lama waktu fermentasi dilakukan maka semakin banyak bakteri yang tidak diharapkan terus bermbang dan mensintesa senyawa protein menjadi asam amino. Hal inilah yang menyebabkan tauco memiliki cita rasa yang kurang baik.Waktu fermentasi yang disarankan adalah selama 3 hari (Anonim, 1981).

Fermentasi yang kedua adalah fermentasi garam, enzim-enzim hasil dari fermentasi kapang akan memecah komponn-komponen gizi dari kedelai menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana protein kedelai akan diubah menjadi asam amino, sedangkan karbohidrat akan diubah menjadi senyawa organic. Senyawa-senyawa tersebut kemudian akan bereaksi dengan Senyawa-senyawa lainnya yang merupakan hasil dari proses fermentasi asam laktat dan alcohol. Bakteri pada proses fermentasi garam dapat tumbuh secara spontan, hal inilah yang membuat kandungan protein nabati pada kacang kedelai banyak yang terurai menjadi senyawa asam amino yang tidak terikat oeh ikatan peptida, sehingga kadar protein dalam tauco matang kurang dari 10% (Anonim, 2011).


(36)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil percobaan penetapan kadar protein dalam tauco dengan metode Kjeldahl, diketahui bahwa tauco merek Kokita Sweetened yang diuji tidak memenuhi persyaratan kadar protein menurut SNI 01-4322-1996, dimana rentang kadar protein yang diperbolehkan untuk tauco adalah minimal 10%.

5.2Saran

Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk menentukan kadar protein pada makanan olahan lain yang berbahan dasar kedelai.


(37)

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. (2004). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal.78, 96, 97, 101.

Anonim.(2011). Bioteknologi dalam Bidang Pangan.Bogor: Institut Pertanian

Bogor.

Anonim. 1981. Tauco.Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Bintang, M. (2010).Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta: Erlangga. Hal. 100, 108-110.

Budianto, A.K. (2009). Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Cetakan IV. Malang: UMM Press. Hal.55-63.

Ellya, E.S. (2010). Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta: Trans Info Media. Hal 30-42.

Kusnandar, F. 2010. Kimia Pangan komponen Makro.Jakarta : PT. Dian Rakyat. Hal 206-240.

Poedjiadi, A. 1994.Dasar-dasar Biokimia.Bgor : PT. Dian Rakyat. Hal 56.

Standar Nasional Indonesia.(1996). Syarat Mutu Tauco.Jakarta: PT. Dian Rakyat. Hal. 56.

Sudarmadji, S.H., dan Suhardi, B. (1989). Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Penerbit Liberty. Hal 119-144.

Sediaoetama, A.D. (19960.Ilmu Gizi dan Ilmu Diet di Daerah Tropic.Jakarta: Penerbit Balai Pustaka. Hal. 53.

Widodo, R. (2009). Pemberian Makanan, suplemen, dan Obat Pada Anak.Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Hal 21-25.

Winarno, F.G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi.Jakarta : Penerbit Gramedia. Hal 61-62.


(38)

Lampiran 1. Identitas sampel

Namacontoh : Kokita Sweetened Soya-beans paste No. Kode contoh : 0046/D1/MM/13

Wadah/kemasan : BotolKaca/250 gram

Pabrik : PT. IKAFOOD PUTRAMAS Bandung-Indonesia Komposisi : Tauco, gula, tepungberas, asamcuka

Waktu daluarsa : 23 Desember 2013

No. Reg. : BPOM RI MD 145610012138

Bentuk : Padat

Rasa : Asin

Warna : Coklat


(39)

Lampiran 2. Bagan Penentuan Kadar Protein

Dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl

Ditambahkan 2 gram katalisator campuran K2SO4 : CuSO4 ( 1:1 )

Ditambahkan 25 ml H2SO4 pekat

Di destruksi sampai larutan berwarna hijau jernih, ±2 jam Di dinginkan

Diencerkan dengan akuades dan dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml, tepatkan sampai tanda garis.

Dipipet 5 ml larutan dalam labu ukur, masukkan kedalam Erlenmeyer

Ditambahkan 5 ml NaOH 30% dan indicator Fenolftalein Sebagai penampung digunakan 10 ml asam borat 2% yang telah ditambahkan indikator campuran

destilasi selama ± 10 menit

Dititrasi dengan larutan HCl 0,01 N 0,51 gram

Tauco

Destilat Residu


(40)

Lampiran 3.PerhitunganPembakuan HCl 0,01N

No Berat natrium karbonat (gr) Volume HCl (ml) Normalitas Hcl

1. 16,421 mg 30,8 0,01

2. 16,550 mg 30,8 0,01

BE natrium karbonat= 52,99

Rumus: N HCl = ��� 1

�� x 1 ���� Perhitungan:

1. N HCl =16,421

52,99 x 30,8 N= 0,01

2. N HCl =16,550

52,99 x 30,8 N= 0,01


(41)

Lampiran 4. Data Penetapan Kadar Protein Pada Tauco

Nama Zat Pengamatan Faktor Pengenceran Titran (ml)

Wadah + Zat Uji

Zat Uji 1. 0,5029 gram

2. 0,5104 gram

20 20

1 ml 1 ml

Blanko - 20 0,5 ml

RumusPerhitungan:(�1−�2)���0,014������ �

Keterangan :

V1 : Volume HCl 0,01 N yang dipergunakan penitaran blanko V2 : Volume HCl 0,01 N yang dipergunakan penitaran contoh N : Normalitas HCl

Fk : Faktor konversi untuk protein danri makanan secara umum : 6,25 susu dan hasil olahannya 6,38; mentega kacang 5,46

fp : Faktor pengencer w : Bobot cuplikan Perhitungan:

Kadar Protein = 1.(1−0,5)X 0,01 X 0,014 X 20 X 6,25

0,5029 x 100%

= 1,74 %

Kadar Protein = 2.(1−0,5)X 0,01 X 0,014 X 20 X 6,25

0,5104 x 100%

= 1,71 %

Kadar Protein rata-rata = ������ +������� 2


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil percobaan penetapan kadar protein dalam tauco dengan metode Kjeldahl, diketahui bahwa tauco merek Kokita Sweetened yang diuji tidak memenuhi persyaratan kadar protein menurut SNI 01-4322-1996, dimana rentang kadar protein yang diperbolehkan untuk tauco adalah minimal 10%.

5.2Saran

Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk menentukan kadar protein pada makanan olahan lain yang berbahan dasar kedelai.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. (2004). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal.78, 96, 97, 101.

Anonim.(2011). Bioteknologi dalam Bidang Pangan.Bogor: Institut Pertanian

Bogor.

Anonim. 1981. Tauco.Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Bintang, M. (2010).Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta: Erlangga. Hal. 100, 108-110.

Budianto, A.K. (2009). Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Cetakan IV. Malang: UMM Press. Hal.55-63.

Ellya, E.S. (2010). Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta: Trans Info Media. Hal 30-42.

Kusnandar, F. 2010. Kimia Pangan komponen Makro.Jakarta : PT. Dian Rakyat. Hal 206-240.

Poedjiadi, A. 1994.Dasar-dasar Biokimia.Bgor : PT. Dian Rakyat. Hal 56.

Standar Nasional Indonesia.(1996). Syarat Mutu Tauco.Jakarta: PT. Dian Rakyat. Hal. 56.

Sudarmadji, S.H., dan Suhardi, B. (1989). Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Penerbit Liberty. Hal 119-144.

Sediaoetama, A.D. (19960.Ilmu Gizi dan Ilmu Diet di Daerah Tropic.Jakarta: Penerbit Balai Pustaka. Hal. 53.

Widodo, R. (2009). Pemberian Makanan, suplemen, dan Obat Pada Anak.Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Hal 21-25.

Winarno, F.G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi.Jakarta : Penerbit Gramedia. Hal 61-62.

Yazid, E., dan Nursanti, L. (2006).Penuntun Praktikum Biokimia Untuk Mahasiswa Analis. Yogyakarta: Penerbit Andi Offset. Hal 65-68.


(3)

Lampiran 1. Identitas sampel

Namacontoh : Kokita Sweetened Soya-beans paste No. Kode contoh : 0046/D1/MM/13

Wadah/kemasan : BotolKaca/250 gram

Pabrik : PT. IKAFOOD PUTRAMAS Bandung-Indonesia Komposisi : Tauco, gula, tepungberas, asamcuka

Waktu daluarsa : 23 Desember 2013

No. Reg. : BPOM RI MD 145610012138 Bentuk : Padat

Rasa : Asin

Warna : Coklat


(4)

Lampiran 2. Bagan Penentuan Kadar Protein

Dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl

Ditambahkan 2 gram katalisator campuran K2SO4 : CuSO4

( 1:1 )

Ditambahkan 25 ml H2SO4 pekat

Di destruksi sampai larutan berwarna hijau jernih, ±2 jam Di dinginkan

Diencerkan dengan akuades dan dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml, tepatkan sampai tanda garis.

Dipipet 5 ml larutan dalam labu ukur, masukkan kedalam Erlenmeyer

Ditambahkan 5 ml NaOH 30% dan indicator Fenolftalein Sebagai penampung digunakan 10 ml asam borat 2% yang telah ditambahkan indikator campuran

destilasi selama ± 10 menit

Dititrasi dengan larutan HCl 0,01 N 0,51 gram

Tauco

Destilat Residu


(5)

Lampiran 3.PerhitunganPembakuan HCl 0,01N

No Berat natrium karbonat (gr) Volume HCl (ml) Normalitas Hcl

1. 16,421 mg 30,8 0,01

2. 16,550 mg 30,8 0,01

BE natrium karbonat= 52,99

Rumus: N HCl = ��� 1

�� x

1

����

Perhitungan:

1. N HCl =16,421

52,99 x 30,8 N= 0,01

2. N HCl =16,550

52,99 x 30,8 N= 0,01


(6)

Lampiran 4. Data Penetapan Kadar Protein Pada Tauco

Nama Zat Pengamatan Faktor Pengenceran Titran (ml)

Wadah + Zat Uji

Zat Uji 1. 0,5029 gram

2. 0,5104 gram

20 20

1 ml 1 ml

Blanko - 20 0,5 ml

RumusPerhitungan:(�1−�2)���0,014������

Keterangan :

V1 : Volume HCl 0,01 N yang dipergunakan penitaran blanko V2 : Volume HCl 0,01 N yang dipergunakan penitaran contoh N : Normalitas HCl

Fk : Faktor konversi untuk protein danri makanan secara umum : 6,25 susu dan hasil olahannya 6,38; mentega kacang 5,46

fp : Faktor pengencer w : Bobot cuplikan Perhitungan:

Kadar Protein = 1.(1−0,5)X 0,01 X 0,014 X 20 X 6,25

0,5029 x 100%

= 1,74 %

Kadar Protein = 2.(1−0,5)X 0,01 X 0,014 X 20 X 6,25

0,5104 x 100%

= 1,71 %

Kadar Protein rata-rata = ������ +������� 2

= 1,74%+1,71%