Penetapan Kadar Protein Pada Kecap Dengan Metode Kjeldahl

(1)

PENETAPAN KADAR PROTEIN PADA KECAP DENGAN

METODE KJELDAHL

TUGAS AKHIR

OLEH:

MAHATIR MUHAMMAD

NIM 112410025

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

PENETAPAN KADAR PROTEIN PADA KECAP

DENGANMETODE KJELDAHL

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Ahli Madya Pada Program Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Oleh:

MAHATIR MUHAMMAD

NIM 112410025

Medan, Mei 2014 Disetujui Oleh: Dosen Pembimbing,

Dr. M. Pandapotan Nasution, MPS., Apt. NIP 19490811976031001

Disahkan Oleh: Pembantu Dekan I,

Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. NIP 195807101986012001


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik.

Pada dasarnya tugas ini merupakan salah satu persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Tugas akhir ini disusun berdarkan apa yang penulis lakukan pada Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di Medan.

Selama menyusun tugas akhir ini, penulis banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU.

2. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku Ketua Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi USU. 3. Bapak Dr. M. Pandapotan Nasution, MPS., Apt., yang telah membimbing

dan mengarahkan penulis dalam penyususan tugas akhir ini sekaligus dosen penasehat akademis yang telah meberikan nasehat dan pengarahan kepada penulis dalam hal akademis setiap semester.

4. Bapak dan Ibu dosen staf pengajar Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara atas semua ilmu, didikan dan bimbingan kepada penulis selama di perguruan tinggi ini.


(4)

5. Staf administrasi Fakultas Farmasi yang telah membantu kemudahan administrasi selama ini

6. Ayahanda Ali Akbar dan Ibunda Tinur Masitho, Abang Riza Deyuga dan seluruh keluarga yang telah memberikan dorongan baik moril maupun materil sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan.

7. Sahabat-sahabat yang satu kelompok dalam Praktek Kerja Lapangan yaitu, Rudiansyah Siagian, Desi Anggiat, dan Zahratul Aini, yang telah saling membantu dalam Praktek Kerja Lapangan.

8. Teman-teman Analis Farmasi dan Makanan stambuk 2011 semuanya tanpa terkecuali, yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, terima kasih buat kebersamaan dan semangatnya selama ini, serta masukan dalam penyusunan tugas akhir ini.

9. Serta pihak-pihak yang telah ikut membantu penulis meskipun tidak tercantum namanya namun tidak mengurangi arti keberadaannya.

Penulis menyadari sepenuhnya dalam penusunan tugas akhir ini, masih banyak terdapat kekurangan dan kelemahan yang dimiliki penulis baik itu sitematika penulisan maupun penggunaan bahasa. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak yang bersifat membangun demi penyempurnaan tugas akhir ini. Semoga tugas akhir ini berguna bagi pembaca


(5)

secara umum dan penulis secara khusus. Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih.

Medan, Mei 2014 Penulis,

Mahatir Muhammad NIM 112410025


(6)

Penetapan Kadar Protein Pada Kecap Dengan Metode Kjeldahl Abstrak

Kecap merupakan pelengkap makanan dan masakan yang hampir setiap hari di konsumsi oleh masyarakat di negara kita. Kualitas dari kecap ditentukan dari kadar/kandungan proteinnnya. Protein merupakan zat makanan yang berguna pada tubuh karena zat ini berfugsi sebagai bahan bakar juga sebagai zat pembangun dalam tubuh. Kecap harus melalului serangkaian pengujian untuk menentukan kualitas kecap tersebut. Salah satunya adalah penetapan kadar dengan metode kjeldahl. Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah kecap memenuhi persyaratan kadar protein sesuai dengan yang ditetapkan oleh Standard Nasional Indonesia.

Sampel terdiri dari 3 botol kecap yang masing-masing akan ditentukan kadar proteinnya. Metode kjeldahl dilakukan melalui 3 proses yaitu: proses destruksi, proses destilasi, dan proses titrasi sesuai dengan prosedur dan alat yang digunakan di laboratorium Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan di Medan.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa kadar protein dari kecap A yaitu 2,51%, tidak sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam Standard Nasional Indonesia, sedangkan kecap B yaitu 2,41% dan kecap C yaitu 5,44%, sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalan Standard Nasional Indonesia, dimana pada kecap A kadar protein yang diperoleh lebih kecil dari 4% sedangkan kecap B dan kecap C kadar protein yang diperoleh tidak lebih kecil 1%.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan dan Manfaat ... 3

1.2.1 Tujuan ... 3

1.2.2 Manfaat ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecap ... 4

2.2 Protein ... 5

2.2.1 Fungsi utama Protein Bagi Tubuh ... 6

2.2.2 Kebutuhan Protein ... 7

2.2.3 Sifat – sifat Karakteristik Protein ... 8

2.2.4 Siklus Protein ... 9

2.2.4.1 Asam Amino ... 9

2.2.4.2 Peptida ... 10


(8)

2.2.6 Struktur Protein ... 11

2.2.6.1 Struktur Primer ... 11

2.2.6.2 Struktur Sekunder ... 11

2.2.6.3 Struktur Tersier ... 12

2.2.6.4 Struktur Kuarterner ... 12

2.2.8 Sumber Protein ... 12

2.2.9 Kekurangan Protein ... 13

2.2.10 Kelebihan Protein ... 14

2.2.11 Isolat dan Konsentrat Protein ... 15

2.3 Penetapan Kadar Protein Dengan Metode Kjeldahl ... 15

2.3.1 Metode Kjeldahl ... 15

2.3.1.1 Proses Destruksi ... 16

2.3.1.2 Proses Destilasi ... 17

2.3.1.3 Proses Titrasi ... 18

2.3.2 Keuntungan dan Kerugian Metode Kjeldahl ... 19

2.3.3 Titrimetri ... 20

BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat ... 21

3.2 Metode Pengumpulan Data ... 21

3.3 Alat – alat ... 21

3.4 Bahan – bahan ... 22

3.5 Pembakuan HCl 0,01 N ... 22


(9)

3.7 Interpretasi Hasil ... 24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil ... 25 4.2 Pembahasan ... 25 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 26 5.2 Saran ... 26 DAFTAR PUSTAKA ... 27


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 ... 28 Lampiran 2 ... 33


(11)

Penetapan Kadar Protein Pada Kecap Dengan Metode Kjeldahl Abstrak

Kecap merupakan pelengkap makanan dan masakan yang hampir setiap hari di konsumsi oleh masyarakat di negara kita. Kualitas dari kecap ditentukan dari kadar/kandungan proteinnnya. Protein merupakan zat makanan yang berguna pada tubuh karena zat ini berfugsi sebagai bahan bakar juga sebagai zat pembangun dalam tubuh. Kecap harus melalului serangkaian pengujian untuk menentukan kualitas kecap tersebut. Salah satunya adalah penetapan kadar dengan metode kjeldahl. Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah kecap memenuhi persyaratan kadar protein sesuai dengan yang ditetapkan oleh Standard Nasional Indonesia.

Sampel terdiri dari 3 botol kecap yang masing-masing akan ditentukan kadar proteinnya. Metode kjeldahl dilakukan melalui 3 proses yaitu: proses destruksi, proses destilasi, dan proses titrasi sesuai dengan prosedur dan alat yang digunakan di laboratorium Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan di Medan.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa kadar protein dari kecap A yaitu 2,51%, tidak sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam Standard Nasional Indonesia, sedangkan kecap B yaitu 2,41% dan kecap C yaitu 5,44%, sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalan Standard Nasional Indonesia, dimana pada kecap A kadar protein yang diperoleh lebih kecil dari 4% sedangkan kecap B dan kecap C kadar protein yang diperoleh tidak lebih kecil 1%.


(12)

BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Protein adalah molekul makro yang mempunyai berat molekul antara lima ribu hingga beberapa juta. Protein terdiri atas rantai-rantai panjang asam amino, yang terikat satu sama lain dalam ikatan peptida. Asam amino terdiri atas unsur-unsur karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen, beberapa asam amino di samping itu mengandung unsur fosfor, besi, iodium, kobalt. Unsur nitrogen adalah unsur utama protein, karena terdapat di dalam semua protein akan tetapi tidak terdapat di dalam karbohidrat dan lemak ( Almatsier, 2001).

Sebagai zat pembangun, protein merupakan bahan pembangun jaringan-jaringan baru yang selalu terjadi dalam tubuh. Fungsi utama protein bagi tubuh ialah untuk membentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang telah ada. Protein dapat juga digunakan sebagai bahan bakar apabila keperluan energi tubuh tidak terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak. Protein ikut pula mengatur berbagai proses tubuh, baik langsung maupun tidak langsung dengan membentuk zat-zat pengatur proses dalam tubuh (Winarno, 1992).

Nilai gizi protein dapat diartikan sebagai kemampuan suatu protein untuk dapat dimanfaatkan oleh tubuh sebagai sumber nitrogen untuk sintesis protein tubuh. Terdapat dua faktor yang menentukan nilai gizi suatu protein yaitu daya cerna atau nilai cernanya dan kandungan asam amino esensialnya. Protein yang mudah dicerna oleh enzim-enzim pencernaan, serta mengandung asam-asam


(13)

amino esensial yang lengkap serta dalam jumlah yang seimbang merupakan protein yang bernilai gizi tinggi (Muchtadi, 2010).

Pada penentuan protein, seharusnya hanya nitrogen yang berasal dari protein saja yang ditentukan. Akan tetapi, secara teknis hal ini sulit dilakukan dan jumlah kandungan senyawa lain selain protein dalam bahan biasanya sangat sedikit, maka penentuan jumlah N total ini tetap dilakukan untuk mewakili jumlah protein yang ada. Kadar protein yang ditentukan berdasarkan cara Kjeldahl ini sering disebut sebagai kadar protein kasar. Jumlah gram protein dalam bahan pangan biasanya dihitung sebagai hasil perkalian jumlah gram nitrogen dengan faktor 6,25 (Sudarmaji,2010).

Kadar protein yang terdapat dalam bahan pangan perlu diketahui karena nilai gizi dari suatu bahan pangan dapat mempengaruhi metabolisme tubuh, maka tugas akhir ini berjudul “Penetapan Kadar Protein Pada Kecap Dengan Metode Kjeldahl”.

Adapun pengujian dilakukan selama penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Medan.

Analisis penetapan kadar protein pada kecap dilakukan secara titrimetri atau titrasi langsung dan dengan metode Kjeldahl karena titik akhir titrasi ditetapkan dengan instrument atau secara visual menggunakan bantuan indikator yang sesuai.


(14)

1.2 Tujuan dan Manfaat 1.2.1 Tujuan

Adapun tujuan dari penetapan kadar protein dalam kecap dengan metode kjeldahl adalah untuk mengetahui apakah kadar protein yang terdapat dalam kecap memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Standard Nasional Indonesia.

1.2.2 Manfaat

Manfaat yang diperoleh dari penetapan kadar protein dalam kecap dengan metode kjeldahl adalah agar dapat mengetahui bahwa produk kecap yang beredar di pasaran memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia.


(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecap

Kecap merupakan pelengkap makanan dan masakan, yang hampir setiap hari dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat di negara kita. Namun, kini kecap semakin populer di dunia, sehingga kecap diproduksi secara komersial baik dalam skala industri rumah tangga, ataupun industri besar. Komposisi kimia kecap pada umumnya terdiri atas 69% protein, 1% lemak, 9% karbohidrat, dan 53% air. Besarnya kadar protein, biasanya digunakan sebagai kriteria penentuan mutu kecap (IKAPI, 2001).

Kualitas kecap ditentukan oleh kadar/kandungan proteinnya. Kadar protein di dalam kecap tergantung pada jumlah unsur N pada kedelai yang terurai. Jumlah N yang terurai akan semakin tinggi apabila kelapukan kedelai yang dicapai pada saat fermentasi semakin sempurna (IKAPI, 2005).

Kecap biasanya dibuat dari kedelai, selain kedelai kecap dapat dibuat dari air kelapa, ampas tahu. Dalam skala besar kedelai masih menjadi bahan utama yang dipilih dalam pembuatan kecap karena kedelai memiliki sumber protein yang tinggi. Kandungan protein kedelai mencapai hampir 35%, artinya dalam 100 gram biji kedelai terdapat 35 gram protein ini berarti lebih tinggi dari daging, telur ayam, dan ikan segar. Asam amino yang terkandung dalam proteinnya memang tidak selengkap protein hewani, namun penambahan bahan lain seperti wijen, jagung atau menir sangat baik untuk menjaga asam amino tersebut. Selain protein kedelai mengandung lemak, vitamin, dan mineral yang cukup tinggi (Puwandari, 2001).


(16)

2.2. Protein

Istilah protein berasal dari kata Yunani proteos, yang berarti yang utama atau yang didahulukan. Kata ini diperkenalkan oleh seorang ahli kimia Belanda. Gerardus Mulder (1802-1880), karena ia berpendapat bahwa protein adalah zat yang paling penting pada setiap organisme (Almatsier, 2001).

Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh, Karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur dalam tubuh. Protein adalah sumber asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Dalam setiap sel yang hidup, protein merupakan bagian yang sangat penting (Winarno, 1992).

Protein dalam bahan makanan yang dikonsumsi manusia akan diserap oleh usus dalam bentuk asam amino. Kadang-kadang beberapa asam amino yang merupakan peptida dan molekul-molekul protein kecil dapat juga diserap melalui dinding usus, masuk kedalam pembuluh darah. Hal ini yang akan menimbulkan reaksi-reaksi alergik dalam tubuh yang sering kali timbul pada orang yang makan bahan makanan yang mengandung protein seperti susu, ikan laut, udang, telur, dan sebagainya (Winarno, 1992).

Protein tersusun dari berbagai asam amino yang masing – masing dihubungkan dengan ikatan peptida. Peptida adalah jenis ikatan kovalen yang menghubungkan suatu gugus karboksil satu asam amino. (Lehninger, 1990)


(17)

2.2.1 Fungsi Utama Protein Bagi Tubuh

a. Untuk Pertumbuhan dan Pemeliharaan Jaringan

Protein tubuh berada dalam keadaan dinamis yang konstan. Secara bergantian dipecah-pecah dan diresintesis kembali, sekitar 3% protein tubuh diganti setiap hari. Permukaan usus halus yang diganti setiap empat enam hari, memerlukan sintesis protein sebanyak 70 gram per hari. Untungnya tubuh sangat efisien dalam menghemat protein dan menggunakan kembali asam-asam amino hasil pemecahan suatu jaringan untuk membentuk kembali jaringan yang sama atau jaringan yang lain.

b. Pembentukan Senyawa Tubuh yang Esensial

Hormon yang diproduksi dalam tubuh, seperti insulin, epinefrin, dan tiroksin, pada dasarnya adalah protein. Sebagai tambahan, setiap sel dalam tubuh mengandung banyak sekali enzim yang berbeda, dan semuanya adalah protein. Enzim ini mengkatalisis banyak sekali perubahan biokimia yang esensial untuk kesehatan sel-sel dan jaringan.

c. Regulasi Keseimbangan Air

Bila protein darah berkurang, tekanan protein yang menarik kembali ke sirkulasi darah tidak sekuat tekanan osmotik yang menekannya keluar dari aliran darah. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya akumulasi cairan dalam jaringan yang membuatnya menjadi lunak dan nampak menggembung. Kondisi ini disebut sebagai oedema (edema), dan dikenal sebagai tanda awal dari defisiensi protein.


(18)

d. Mempertahankan Netralisasi Tubuh

Protein dalam darah berfungsi sebagai buffer (penyangga) yaitu bahan yang dapat bereaksi baik dengan asam atau basa untuk menetralkannya. Hal ini merupakan fungsi yang sangat penting karena sebagian besar jaringan tubuh tidak dapat berfungsi bila pH nya berubah dari normal.

e. Pembentukan Antibodi

Kemampuan untuk menghilangkan zat-zat racun dari tubuh dikontrol oleh enzim yang terutama berlokasi dalam hati.Dalam keadaan kekurangan protein, kemampuan untuk melawan pengaruh zat racun tersebut menjadi rendah, sehingga individu yang menderita kekurangan protein lebih mudah mengalami keracunan.

f. Transport Zat Gizi

Protein berperan penting dalam transportasi zat gizi dari usus, menembus dinding usus sampai ke darah, dari darah ke jaringan, dan menembus membran sel ke dalam sel. Sebagian besar zat yang membawa zat gizi tertentu adalah protein (Muchtadi, 2010).

2.2.2 Kebutuhan Protein

Pada bayi dan anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan, pembentukan jaringan baru tersebut terjadi secara besar-besaran, demikian pula pada ibu hamil dan yang sedang menyusui dan orang yang baru sembuh dari sakit. Oleh karena itu, kebutuhan protein bagi golongan ini lebih besar dibandingkan dengan orang dewasa sehat (Muchtadi, 2010).


(19)

Kecukupan konsumsi protein per kg berat badan per hari yang dianjurkan yaitu: untuk bayi umur 0-6 bulan dibutuhkan 2,2 g protein untuk setiap kg berat,untuk anak-anak umur 4-6 tahun dibutuhkan 1,5 g protein untuk setiap kg berat, untuk remaja umur 15-18 tahun dibutuhkan 0,9 g protein untuk setiap kg berat, dan untuk dewasa lebih dari 18 tahun dibutuhkan 0,8 g protein untuk setiap kg berat. Kebutuhan akan protein bagi orang dewasa telah dihitung berdasarkan studi mengenai jumlah nitrogen yang hilang dari subyek yang mengkonsumsi makanan yang tidak mengandung protein atau mengandung sedikit sekali protein (Muchtadi, 2010).

2.2.3 Sifat- sifat Karakteristik Protein

Protein kebanyakan merupakan senyawa yang amorph, tidak berwarna, dimana tidak mempunyai titik cair atau titik didih yang tertentu. Bila dilarutkan dalam air akan memberikan larutan koloidal. Protein diendapkan dari larutannya bila ditambahkan dengan garam-garam anorganik (Na2SO4, NaCl) dan juga dengan menggunakan zat – zat organik yang larut dalam air (Sastrohamidjojo, 2009).

Protein sangat cenderung mengalami beberapa bentuk perubahan yang dinyatakan sebagai denaturasi. Perubahan – perubahan yang disebabkan karena protein peka terhadap panas, tekanan yang tinggi, alkohol, alkali, urea, KI, asam dan pereaksi-pereaksi tertentu lain (Sastrohamidjojo, 2009).


(20)

2.2.4 Siklus Protein

Di dalam tubuh manusia terjadi suatu siklus protein, artinya protein dipecah menjadi komponen-komponen yang lebih kecil yaitu asam amino dan peptida. Terjadi juga sintesis protein baru untuk mengganti yang lama. Praktis tidak ada sebuah molekul protein pun yang disintesis untuk dipakai seumur hidup. Semuanya akan dipecahkan atau diganti dengan yang baru atau dengan laju yang berbeda-beda tergantung jenis dan keperluannya

dalam tubuh (Winarno, 1992).

2.2.4.1 Asam Amino

Asam amino terdiri atas atom karbon yang terikat pada satu gugus karboksil (- COOH), satu gugus amino ( - NH2), satu atom hidrogen (- H) dan satu gugus alkil (- R) atau rantai cabang, sebagaimana pada gambar:

COOH (gugus karboksil) H C R (gugus alkil)

NH2 (gugus amino) Struktur asam amino

Dari rumus ini dapat dilihat bahwa semua asam amino yang terdapat pada protein mempunyai satu gugus karboksil dan satu gugus

amino. Gugus amino terletak pada atom C yang berdamping dengan gugus karboksil, karena itu disebut asam amino-alfa. Tiap asam amino mempunyai gugus R yang sangat khas sifatnya (Almatsier, 2001).


(21)

H O H H O O O

H2N – C – C + N – C – C H2N – CH – C – CH – C R1 OH H R2 OH R1 NH R2 OH

pembangun. Masing – masing asam amino berbeda satu dengan yang lain pada rantai samping atau gugus R. Asam amino yang dapat disintesis sendiri oleh makhluk hidup disebut asam amino non – esensial, sedangkan asam amino yang tidak dapat disintesis sendiri dan harus diperoleh dari makan disebut asam amino esensial (Toha, 2001).

2.2.4.2 Peptida

Suatu peptida ialah suatu amida yang dibentuk dari dua asam amino atau lebih. Ikatan amida antara suatu gugus α-amino dari suatu asam amino dan gugus karboksil dari asam amino lain disebut ikatan peptida. (Fessenden, 1986).

Gambar :

Ikatan Peptida

2.2.5 Denaturasi Protein

Kebanyakan protein hanya berfungsi akftif biologis pada daerah pH dan suhu yang terbatas. Jika pH dan suhu berubah melewati batas – batas tersebut, protein akan mengalami denaturasi. Kebanyakan denaturasi terjadi sekitar suhu 50 – 60℃ dan 10 – 15℃. Sebagai contoh denaturasi


(22)

putih telur. Denaturasi protein adalah perubahan struktur sekunder, tertier, dan kuartener tanpa diikuti oleh struktur primer (Anonim, 2012).

2.2.6 Struktur Protein

Secara teoritik dari 21 jenis asam amino yang ada di alam dapat dibentuk protein dengan jenis yang tidak terbatas. Namun diperkirakan hanya sekitar 2.000 jenis protein yang terdapat di alam. Para ahli pangan sangat tertarik pada protein, karena struktur dan sifatnya yang dapat diamankan untuk berbagai keperluan. Struktur protein ternyata dapat dibagi menjadi beberapa bentuk yaitu struktur primer, sekunder, tersier, dan kuarterner (Winarno, 1992).

2.2.6.1 Struktur Primer

Susunan linier asam amino dalam protein merupakan struktur primer. Susunan tersebut merupakan suatu rangkaian unik dari asam amino yang menentukan sifat dasar dari berbagai protein, dan secara umum menentukan bentuk struktur sekunder dan tersier.

Bila protein mengandung banyak asam amino dengan gugus hidrofobik, daya kelarutannya dalam air kurang baik dibandingkan dengan protein yang banyak mengandung asam amino dengan gugus hidrofil (Winarno, 1992).

2.2.6.2 Struktur Sekunder

Struktur sekunder protein adalah struktur dua dimensi dari protein. Pada struktur ini terjadi lipatan beraturan, seperti α-heliks dan β-sheet,


(23)

akibat adanya ikatan hidrogen di antara gugus-gugus polar dari asam amino dalam rantai protein (Girindra, 1986).

2.2.6.3 Struktur Tersier

Dalam hal ini rantai polipeptida cenderung untuk membelit atau melipat membentuk struktur yang kompleks. Kestabilan struktur ini bergantung pada gugus R pada setiap asam amino yang membentuknya, dan distabilkan oleh ikatan hidrogen, ikatan disulfida, dan interaksi hidrofobik (Girindra, 1986).

2.2.6.4 Struktur Kuarterner

Molekul protein ini terbentuk dari beberapa tersier dan biasa terdiri dari protomer yang sama atau protomer yang berlainan. Protein yang dibentuk oleh protomer yang sama disebut homogenus, jika terdiri dari protomer berlainan disebut heterogenus. Protein yang dibentuk oleh protomer-protomer ini disebut oligiprotomer (Girindra, 1986).

2.2.8 Sumber Protein

Sumber protein bagi manusia dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu sumber protein konvensional dan non-konvensional. Sumber protein kovensional adalah yang berupa hasil-hasil pertanian pangan serta produk-produk hasil olahannya. Berdasarkan sifatnya, sumber protein konvensional ini dibagi lagi menjadi dua golongan yaitu sumber protein nabati seperti bibi-bijian (serealia), dan kacang-kacangan, dan sumber protein hewani seperti daging, ikan, susu dan telur (Muchtadi, 2010).


(24)

Sumber protein non-konvensional merupakan sumber protein baru, yang dikembangkan untuk menutupi kebutuhan penduduk dunia akan protein. Sumber protein non-konvensional berasal dari mikroba (bakteri, khamir atau kapang), yang dikenal sebagai protein sel tunggal (single cell protein), tetapi sampai sekarang produknya belum berkembang sebagai bahan pangan untuk dikonsumsi manusia (Muchtadi, 2010).

Bahan makanan hewani kaya dalam protein bermutu tinggi, tetapi hanya merupakan 18,4% konsumsi protein rata-rata penduduk Indonesia. Bahan makanan nabati yang kaya dalam protein adalah kacang-kacangan. Kontribusinya rata-rata terhadap konsumsi protein hanya 9,9%. Sayur dan buah-buahan rendah dalam protein, kontribusinya rata-rata terhadap konsumsi protein adalah 5,3%. Gula, sirop, lemak, dan minyak murni tidak mengandung protein (Almatsier, 2001).

2.2.9 Kekurangan Protein

Kekurangan protein banyak terdapat pada masyarakat sosial ekonomi rendah. Kekurangan protein murni pada stadium berat menyebabkan kuashiorkor pada anak-anak di bawah lima tahun. Kekurangan protein sering ditemukan secara bersamaan dengan kekurangan energi yang menyebabkan kondisi yang dinamakan marasmus.

a. Kuashiorkor

Kekurangan konsumsi protein pada anak-anak kecil dapat menyebabkan terganggunya pertumbuhan badan si anak. Pada orang dewasa kekurangan protein mempunyai gejala yang kurang spesifik,


(25)

kecuali pada keadaan yang telah sangat parah seperti busung lapar. Kuashiorkor adalah istilah yang pertama kali digunakan oleh Cecily Williams bagi gejala yang sangat ekstrem yang diderita oleh bayi dan anak-anak kecil akibat kekurangan konsumsi protein yang parah, meskipun konsumsi energi atau kalori telah mencukupi kebutuhan. Gejala dari kuashiorkor yang spesifik adalah adanya oedem, ditambah dengan adanya gangguan pertumbuhan serta terjadinya perubahan-perubahan psikomotorik (Winarno, 1992).

b. Marasmus

Marasmus pada umumnya merupakan penyakit bada bayi, karena terlambat diberi makanan tambahan. Penyakit ini dapat terjadi karena penyapihan mendadak, formula pengganti ASI terlalu encer dan tidak higienis atau sering kali terkena infeksi terutama gastroenteritis. Marasmus merupakan penyakit kelaparan dan terdapat banyak di antara kelompok sosial ekonomi rendah di sebagian besar negara sedang berkembang, gejalanya adalah pertumbuhan terhambat, lemak di bawah kulit berkurang serta otot-otot berkurang dan melemah (Almatsier, 2001)

2.2.10 Kelebihan Protein

Protein secara berlebihan tidak menguntungkan tubuh. Makanan yang tinggi protein biasanya tinggi lemak sehingga dapat menyebabkan obesitas. Diet protein tinggi yang sering dianjurkan untuk menurunkan berat badan kurang beralasan. Kelebihan asam amino memberatkan ginjal dan hati yang harus memetabolisme dan mengeluarkan kelebihan nitrogen.


(26)

Kelebihan protein akan menimbulkan asidosis, dehidrasi, diare, kenaikan amonia darah, kenaikan ureum darah, dan demam (Almatsier, 2001).

2.2.11 Isolat dan Konsentrat Protein

Isolat protein adalah suatu produk berbentuk tepung halus yang hampir bebas dari karbohidrat, serat, dan lemak. Produk ini merupakan bentuk protein yang paling murni, yaitu minimal mengandung 90% protein berdasarkan berat kering. Konsentrat protein kedelai adalah produk lanjut dari tepung kedelai, yang pada prinsipnya dibuat dengan membuang setengah karbohidratnya dan sebagian mineralnya. Menurut defenisinya, konsentrat protein adalah produk yang telah diproses agar mengandung minimum 70% protein berdasarkan berat kering (Anonim, 2012).

2.3 Penetapan Kadar Protein Dengan Metode Kjeldahl 2.3.1 Metode Kjeldahl

Cara kjeldahl digunakan untuk menganalisis kadar protein kasar dalam bahan makanan secara tidak langsung, karena yang dianalisis dengan cara ini adalah kadar nitrogennya. Dengan mengalikan hasil analisis tersebut dengan angka konversi 6,25, diperoleh nilai protein dalam bahan makanan itu. Untuk beras, kedelai, gandum angka konversi berturut-turut sebagai berikut: 5,95, 5,71, dan 5,83. Angka 6,25 berasal dari angka konversi serum albumin yang biasanya mengandung 16% nitrogen.

Prinsip cara analisis Kjeldahl adalah sebagai berikut: mula-mula bahan didestruksi dengan asam sulfat pekat menggunakan katalis selenium


(27)

oksiklorida atau butiran Zn. Amonia yang terjadi ditampung dan dititrasi dengan bantuan indikator. Cara analisis tersebut akan berhasil baik dengan asumsi nitrogen dalam bentuk ikatan N-N dan N-O dalam sampel tidak terdapat dalam jumlah besar. Kekurangan cara analisis ini ialah bahwa purina, pirimidina, vitamin-vitamin, asam amino besar, kreatina, dan kreatinina ikut teranalisis dan terukur sebagai nitrogen protein. Walaupun demikian, cara ini kini masih digunakan dan dianggap masih cukup teliti untuk pengukuran kadar protein dalam bahan makanan (Winarno, 1992).

Analisis kadar protein kasar secara semi-makro kjeldahl, meliputi proses destruksi, destilasi, titrasi. Ketiga proses ini dilakukan untuk memecah molekul-molekul protein menjadi molekul terkecil (asam amino) yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N (Ibnu, 2000).

2.3.1.1 Proses Destruksi

Tahap pertama penentuan kadar protein ini yaitu destruksi, destruksi protein meliputi gangguan dan kerusakan yang mungkin terjadi pada struktur sekunder dan struktur tersier protein. Destruksi merupakan proses pengubahan N protein menjadi ammonium sulfat. Proses ini berlangsung selama sampel ditambah dengan katalisator direaksikan dengan H2SO4 pekat dan didihkan di atas pemanas labu Kjeldahl. Penambahan asam sulfat dilakukan dalam ruang asam untuk menghindari S yang berada di dalam protein terurai menjadi SO2 yang sangat berbahaya. Setelah penambahan asam sulfat larutan menjadi keruh. Asam sulfat berfungsi untuk mendestruksi protein menjadi unsur-unsurnya, sedangkan katalisator


(28)

berfungsi untuk mempercepat proses destruksi dan menaikkan titik didih asam sulfat. Dari proses ini semua ikatan N dalam bahan pangan akan menjadi ammonium sulfat (NH4SO4). Ammoniak dalam asam sulfat terdapat dalam bentuk ammonium sulfat. Pada tahap ini juga menghasilkan CO2, H2O, dan SO2 yang terbentuk adalah hasil reduksi dari sebagian asam sulfat dan menguap. Proses pemanasan dilakukan ± 2 jam sampai larutan jernih. Larutan yang jernih menunjukkan bahwa semua partikel padat yang tersisa. Larutan jernih yang telah mengandung senyawa (NH4)2SO4 ini kemudian didinginkan supaya suhu sampel sama dengan suhu luar sehingga penambahan perlakuan lain pada proses berikutnya dapat memperoleh hasil yang diinginkan.

Berikut reaksi kimia yang terjadi pada proses destruksi :

Protein + H2SO4 (NH4)2SO4 + SO2 + CO2 (Anonim, 2012). 2.3.1.2 Proses Destilasi

Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3). Prinsip destilasi adalah memisahkan cairan atau larutan berdasarkan perbedaan titik didih. Dari hasil destruksi protein, labu destruksi didinginkan kemudian dilakukan pengenceran dengan penambahan aquades. Pengenceran dilakukan untuk mengurangi kehebatan reaksi bila ditambah larutan alkali. Larutan dijadikan basa dengan menambahkan 10 ml NaOH 60%, lalu corong ditutup dan ditambah aquades ± setengah bagian. Sampel harus dimasukkan terlebih dahulu kedalam alat destilasi sebelum NaOH, karena untuk menghindari terjadinya superheating. Fungsi penambahan NaOH adalah untuk memberikan suasana basa karena reaksi tidak dapat


(29)

berlangsung dalam keadaan asam. Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh larutan asam standar. Untuk menampung NH3 yang keluar, digunakan asam borat dalam erlenmeyer sebanyak 15 ml dan telah ditambahkan indikator Toshiro (Metil Merah + Metil Biru), menghasilkan larutan berwarna biru tua. Indikator ini digunakan untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebih. Hasil destilasi (uap NH3 dan air) ditangkap oleh larutan H3BO3 yang terdapat dalam labu erlenmeyer dan membentuk senyawa (NH4)3BO3. Senyawa ini dalam suasana basa akan melepaskan NH3. Agar kontak antara asam dan ammonia lebih baik maka diusahakan ujung tabung destilasi tercelup sedalam mungkin dalam asam borat. Penyulingan dihentikan jika semua N sudah tertangkap oleh asam borat dalam labu erlenmeyer atau hasil destilasi tidak merubah kertas lakmus merah serta menghasilkan larutan berwarna hijau jernih. Ujung selang dibilas dengan aquades, agar tidak ada ammonia yang tertinggal di selang. Berikut reaksi kimia yang terjadi pada proses destilasi :

(NH4)2SO4 + NaOH (NH4OH) + Na2SO4 NH4OH NH3 + H2O

NH3 + HCl NH4Cl + HCl

HCl + NaOH NaCl + H2O (Anonim, 2012). 2.3.1.3 Proses Titrasi

Titrasi merupakan tahap akhir pada penentuan kadar protein dalam bahan pangan ini. Apabila penampung destilat digunakan asam klorida maka sisa asam klorida yang bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan NaOH standar (0,1 N). Akhir titrasi ditandai dengan tepat perubahan warna


(30)

larutan menjadi merah muda dan tidak hilang selama 30 detik bila menggunakan indikator PP.

Apabila penampung destilasi digunakan asam borat maka banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan asam klorida 0,1 N dengan indikator (BCG + MR). Akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari biru menjadi merah muda. Setelah diperoleh %N, selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan suatu faktor. Besarnya faktor perkalian N menjadi protein ini tergantung pada persentase N yang menyusun protein dalam suatu bahan. Berikut reaksi kimia yang terjadi pada proses titrasi :

HCl + NaOH NaCl + H2O (Ibnu,2000) 2.3.2 Keuntungan dan Kerugian Metode Kjeldahl

a. Keuntungan :

1. Metode Kjeldahl digunakan secara luas di seluruh dunia dan masih merupakan metode standar dibanding metode lain.

2. Sifatnya yang universal,presisi dan reprodusibilitas baik membuat metode ini banyak digunakan untuk penetapan kadar protein.

b. Kerugian :

1. Metode ini tidak memberikan pengukuran protein sesungguhnya, karena tidak semua nitrogen dalam makanan bersumber dari protein. 2. Protein yang berbeda memerlukan faktor koreksi yang berbeda


(31)

3. Penggunaan asam sulfat pada suhu tinggi berbahaya, demikian juga beberapa katalis.

4. Teknik ini membutuhkan waktu lama (Anonim, 2012). 2.3.3 Titrimetri

Titrasi langsung adalah perlakuan terhadap suatu senyawa yang larut (titran) dalam suatu bejana yang sesuai dengan larutan yang sesuai yang sudah dibakukan (titran), dan titik akhir ditetapkan dengan instrument atau secara visual menggunakan bantuan indikator yang sesuai.

Titran ditambahkan dari buret yang dipilih sedemikian hingga sesuai dengan kekuatannya (normalitas), dan volume yang ditambahkan adalah antara 30% dan 100% kapasitas buret. Titrasi dilakukan dengan cepat tetapi hati-hati, dan mendekati titik akhir titran ditambahkan setetes demi setetes dari buret agar tetes akhir yang ditambahkan tidak melewati titik akhir. Jumlah senyawa yang dititrasi dapat dihitung dari volume dan faktor normalitas atau molaritas titran dan faktor kesetaraan untuk senyawa, yang tertera pada masing-masing monografi (Dirjen POM., 2010).


(32)

BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat

Pengujian penetapan kadar protein pada kecap secara titrimetri dilakukan di Laboratorium Pangan, Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Medan yang berada di Jalan Willem Iskandar Pasar V Barat I No. 2 Medan.

3.2 Metode Pengumpulan Data

Data primer diperoleh dengan cara pengukuran langsung. Pengukuran dilakukan melalui pengamatan langsung dari hasil analisis kandungan protein yang dilakukan di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Medan.

3.3 Alat – alat

Alat yang digunakan adalah :

a. Alat Penyulingan

b. Erlenmeyer

c. Buret

d. Gelas Ukur 25 ml

e. Kertas Perkamen

f. Labu kjeldahl 100 ml

g. Neraca Analitik


(33)

3.4 Bahan – bahan Bahan pereaksi untuk analisis kandungan protein :

a. Campuran selen yaitu campuran 2,5 g serbuk SeO2, 10 g K2SO4 dan 20 g CuSO4 5H2O.

b. Indikator campuran yaitu larutan bromcresol green 0,01% dan larutan merah metil 0,1% dalam alcohol 95% secara terpisah. Campur 10 ml bromcresol green dengan 2 ml merah metil. c. Larutan asam borat H3BO3 yaitu larutan 2 g H3BO3 kedalam 100 ml

aquadest.

d. Larutan HCL 0,1N yaitu encerkan 9,5 ml asam klorida P dengan air hingga 1000 ml.

e. Larutan HCL 0,01N yaitu pipet 100 ml larutan HCL 0,01N, masukkan kedalam labu ukur 1000 ml lalu encerkan dengan air hingga garis tanda. f, Larutan NaOH 30% yaitu larutan 300 g NaOH kedalam 1000 ml

aquadest bebas CO2. 3.5 Pembakuan HCl 0,01 N

Pembakuan HCl 0,01 N yaitu : 1. Timbang NaCO3 yang telah dikeringkan, masukkan kedalam

erlenmeyer.

2. Tambahkan 100 ml aquadest. 3. Tambahkan 3 tetes indikator buchi.

4. Titrasi dengan HCl 0,01 N sampai warna tepat orange.


(34)

3.6 Prosedur Penetapan Kadar Protein Dengan Metode Kjeldahl

Prosedur Penetapan Kadar Dengan Metode Kjeldahl yaitu : 1. Timbang seksama 0,51 g cuplikan, masukkan kedalam labu kjeldahl

100ml.

2. Tambahkan 2 g campuran selen dan 25 ml H2SO4.

3. Panaskan diatas pemanas listrik sampai mendidih dan larutan menjadi jernih kehijau – hijauan (sekitar 2 jam).

4. Biarkan dingin, kemudian encerkan dan masukkan kedalam labu ukur 100 ml, tepatkan sampai garis tanda.

5. Pipet 5 ml larutan dan masukkan kedalam alat penyulingan, tambahkan 5 ml NaOH 30% dan beberapa tetes indikator fenolftalein.

6. Sulingkan selama lebih kurang 10 menit, sebagai penampung gunakan 10 ml larutan H3BO3 2% yang telah ditambah indikator campuran. 7. Bilas ujung pendingin dengan air suling.

8. Titrasi dengan larutan HCL 0,01 N sampai warna tepat orange.

9. Larutan blanko dibuat dengan perlakuan sama seperti larutan uji tanpa penambahan contoh.


(35)

3.7 Interpretasi Hasil Kadar protein dihitung dengan rumus:

Kadar protein =(V1−V2) × N × 0,014 × f. k × fp

w × 100

Keterangan :

V1 = Volume HCL 0,01N yang dipergunakan titasi contoh

V2 = Volume HCL 0,01N yang dipergunakan penoteran blanko

N = Normalitas HCL

Fk = Faktor konversi untuk protein dari makanan secara umum = 6,25, susu dan hasil olahannnya 6,38, mentega kacang 5,48

Fp = Faktor pengencenran


(36)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil

Pada percobaan penetapan kadar protein dalam kecap dengan metode kjeldahl, diketahui bahwa kecap asin A yaitu 2,51%, kecap manis B yaitu 2,41%, kecap manis sedang C yaitu 5,44%. Contoh perhitungan hasil pengujian lampiran dapat dilihat pada lampiran.

4.2 Pembahasan

Penetapan kadar protein pada kecap asin A yang diperoleh lebih kecil dari 4% yaitu 2,51 % tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan berdasarkan Standard Nasional Indonesia (SNI) 01-3543-2-2013, kadar protein pada kecap manis B tidak lebih kecil dari 1% yaitu 2,41% memenuhi peryaratan yang ditetapkan berdasarkan Standard Nasional Indonesia (SNI) 01-3543-1-2013 dan kadar protein pada kecap manis sedang C tidak lebih kecil dari 1% yaitu 5,44% memenuhi peryaratan yang ditetapkan berdasarkan Standard Nasional Indonesia (SNI) 01-3543-1-2013. Faktor yang menyebabkan kadar protein itu sedikit di dalam kecap dan tidak memenuhi syarat yaitu adanya zat yang ditambahkan mengandung sedikit kadar proteinnya untuk menggantikan kedelai karena disamping harganya lebih murah dibandingkan kedelai, waktu juga menjadi faktor penentu kualitas dari protein karena pada saat proses destruksi harus diperhatikan waktunya dan aliran air ke alat apabila air tidak mengalir maka proses destruksi tidak terjadi secara sempurna.


(37)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Dari hasil analisa kadar protein yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa Kecap Asin A tidak memenuhi syarat persyaratan kadar protein yang ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI) ) 01-3543-2-2013, Sedangkan kecap manis B dan kecap manis sedang C telah memenuhi persyaratan kadar protein yang ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3543-1-2013. Dimana persyaratan kadar protein pada kecap asin yaitu tidak lebih kecil dari 4% dan kadar protein pada kecap manis yaitu tidak lebih kecil dari 1%.

5.2. Saran

Sebelum melakukan pengujian harus memahami metode serta prosedur sebagai berikut yaitu penimbangan, waktu, pengukuran sampel agar tidak terjadi kesalahan pada saat melakukan analisa kadar protein. Diharapkan menggunakan metode lain dalam analisa kadar protein ini.


(38)

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S (2001). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Umum. Hal. 77 – 78, 100, 103 – 104.

Anonim (2012). Metode Penentuan Kadar Protein. http://ltayultasitirohman .blogspot.com. Tanggal Akses 17 April2014.

Dirjen POM. (2010). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 974.

Fessenden, J S., Fessenden R J. (1986). Kimia Organik Edisi Ketiga. Jakarta. Erlangga. Hal 375.

Girindra, A (1986). Biokimia I. Jakarta. PT. Gramedia. Hal 77, 82.

Gusrina, 2008. Budidaya Ikan Jilid 2. Klaten: PT Macana Jaya Cemerlang. Hal 91.

IKAPI (2005). Kecap Tradisional. Yogyakarta. Penerbit Kanisius. Hal 42.

IKAPI. (2001). Membuat Kecap: Tempe Busuk, Nira, Air Kelapa. Yogyakarta. Penerbit Kanisius. Hal 3.

Ibnu D B M.Si Ir (2000). Kebutuhan Asam Amino Esensial Dalam Ransum Ikan. Yogyakarta. Penerbit Kanisius Hal 19.

Lehninger. 1990. Dasar – Dasar Biokimia Jilid I. Alih bahasa oleh Maggy Thenawidjaja. Jakarta: Erlangga. Hal 94.

Muchtadi MS, (2010). Teknik Evaluasi Nilai Gizi Protein. Bandung. Penerbit Alfabeta. Hal. 2 – 3, 9, 17 – 21.

Puwandari W A (2001). Kecap. Penerbit Ganeca Hal 12.

Sastrohamidjojo, H (2009). Kimia Organik. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. Hal 180, 120.

Setiabudi A. (2007). Mudah dan Aktif Belajar Kimia. Bandung. PT. Setia Purna Inves. Hal 235.

Toha, A. H. 2001. Biokimia: Metabolisme Biomolekul. Bandung: Alfabeta. Hal 77.

Winarno, F. G. (1992). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Hal. 50 – 51, 61 – 67, 70 – 71, 76.


(39)

Lampiran 1

Pembakuan HCl 0,01 N

Dik : Berat Na2CO3 : 16,531 (B1)

15,621 (B2)

Berat Molekul : 52,99

Vol titrasi : 27,4 (V1)

25,8 (V2) Perhitungan :

B1 = 16,531 52,99 =

0,3119

27,4 = 0,01138

B2 = 15,621 52,99 =

0,2947

25,8 = 0,01142

Rata−rata = 0,01138 + 0,01142

2 = 0,0114


(40)

Nama contoh : Kecap asin A

Komposisi : Air

Garam

Kacang Kedelai Natrium Benzoatb

Penguat Rasa Mononatrium Glutamat

No. Reg : 199628

No. Batch : 130912

Kode Produksi : 2KE913 Tgl. Kadaluarsa : July 2015 Netto : - Pabrik : PT. Busur Inti Indo Panah

Binjai – Indonesia

Nama

Zat

Pengamatan Faktor Titran Pengenceran

Wadah + Zat (g) Wadah + sisa (g)

0,6526 20 1,5

0,6570 20 1,55


(41)

Nama contoh : Kecap Manis B Komposisi : Air

Caramel Gula Garam

Kacang Kedelai Natrium Benzoat

Tepung Terigu

No. Reg : 199837

No. Batch : 13012

Kode Produksi : 2KE914

Tgl. Kadaluarsa : Feb 2016

Netto : -

Pabrik : PT. Kilang Kecap Angsa Binjai – Indonesia

Nama

Zat

Pengamatan

Faktor Titran Pengenceran Wadah + Zat

(g)

Wadah + sisa (g)

0,6605 20 1,45

0,6605 20 1,55


(42)

Nama contoh : Kecap Manis Sedang C Komposisi : Air

Caramel Gula Garam

Kacang Kedelai Natrium Benzoat

Tepung Terigu

No. Reg : 199608

No. Batch : 13012

Kode Produksi : 2KE916

Tgl. Kadaluarsa : Feb 2016

Netto : - Pabrik : PT. Kilang Kecap Angsa

Binjai – Indonesia

Nama Zat Pengamatan Faktor Titran Pengenceran

Wadah + Zat (g) Wadah + sisa (g)

0,4428 20 1,5

0,4322 20 1,5

Blanko 20 0,7


(43)

Perhitungan A. Kecap A

Kadar protein =(V1−V2) × N × 0,014 × f. k × fp

w × 100

K1 =(1,5 −0,70) × 0,0114 × 20 × 6,25

0,6526 g × 100 = 2.44%

K2 =(1,55 −0,70) × 0,0114 × 20 × 6,25

0,6570 g × 100 = 2.58%

Kadar rata−rata =2,44% + 2,58%

2 = 2.51%

B. Kecap B

K1 =(1,45 −0,70) × 0,0114 × 20 × 6,25

0,6605 g × 100 = 2.26%

K2 =(1,55 −0,70) × 0,0114 × 20 × 6,25

0,6605 g × 100 = 2,56%

Kadar rata−rata =2,26% + 2,56%

2 = 2,41%

C. Kecap C

K1 =(1,5 −0,70) × 0,0114 × 20 × 6,25

0,4428 g × 100 = 3,60%

K2 =(1,5 −0,70) × 0,0114 × 20 × 6,25

0,4322 g × 100 = 3,69%

Kadar rata−rata =3,60% + 3,69%


(44)

Lampiran 2. Proses Penetapan Kadar Protein dengan Metode Kjeldahl


(45)

(46)

(47)

(1)

Nama contoh : Kecap Manis Sedang C

Komposisi : Air

Caramel Gula Garam Kacang Kedelai Natrium Benzoat Tepung Terigu

No. Reg : 199608

No. Batch : 13012

Kode Produksi : 2KE916

Tgl. Kadaluarsa : Feb 2016

Netto : -

Pabrik : PT. Kilang Kecap Angsa

Binjai – Indonesia

Nama Zat Pengamatan Faktor Titran

Pengenceran Wadah + Zat (g) Wadah + sisa (g)

0,4428 20 1,5

0,4322 20 1,5

Blanko 20 0,7


(2)

Perhitungan A. Kecap A

Kadar protein =(V1−V2) × N × 0,014 × f. k × fp

w × 100

K1 =(1,5 −0,70) × 0,0114 × 20 × 6,25

0,6526 g × 100 = 2.44%

K2 =(1,55 −0,70) × 0,0114 × 20 × 6,25

0,6570 g × 100 = 2.58%

Kadar rata−rata =2,44% + 2,58%

2 = 2.51%

B. Kecap B

K1 =(1,45 −0,70) × 0,0114 × 20 × 6,25

0,6605 g × 100 = 2.26%

K2 =(1,55 −0,70) × 0,0114 × 20 × 6,25

0,6605 g × 100 = 2,56%

Kadar rata−rata =2,26% + 2,56%

2 = 2,41%

C. Kecap C

K1 =(1,5 −0,70) × 0,0114 × 20 × 6,25

0,4428 g × 100 = 3,60%

K2 =(1,5 −0,70) × 0,0114 × 20 × 6,25

0,4322 g × 100 = 3,69%

Kadar rata−rata =3,60% + 3,69%


(3)

Lampiran 2. Proses Penetapan Kadar Protein dengan Metode Kjeldahl


(4)

(5)

(6)