Insidensi Batu Saluran Kemih pada Anak di Rumah Sakit Haji Adam Malik pada Tahun 2009-2013

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Definisi Batu Saluran Kemih
Batu saluran kemih atau BSK adalah terbentuknya batu di saluran kemih

yang disebabkan oleh pengendapan substansi yang terdapat dalam air kemih yang
jumlahnya berlebihan atau karena faktor lain yang mempengaruhi daya larut
substansi (Lina, 2008).
Berdasarkan tempat pembentukannya, batu urin ini dapat dibagi 2 menjadi
batu ginjal (dengan ukuran bervariasi mulai dari partikel kecil sampai batu
staghorn yang besar dimana dapat mengisi seluruh pelvis renal) dan batu kandung
kemih. Batu ginjal ini berbeda dengan batu kandung kemih baik dari susunan
kimia, epidemiologi dan gambaran kliniknya. Batu ginjal terutama terdapat pada
dewasa dengan golongan sosial ekonomi menengah atas, sedangkan batu kandung
kemih banyak terdapat pada anak dengan sosial ekonomi yang jelek dan biasanya
berhubungan dengan malnutrisi.
Berdasarkan lokasi, batu urin dapat dibagi menjadi batu urin bagian atas
dimana batu berada dalam atau ginjal atau ureter, dan batu urin bagian bawah

dimana batu berada dalam kandung kemih dan uretra. Pada umumnya batu urin
bagian atas ini merupakan batu ginjal (Bahdarsyam, 2003).

2.2.

Epidemiologi
Batu saluran kemih merupakan penyakit endemik di seluruh dunia pada

abad ke-19. Sejak tahun1920, angka kejadian penyakit ini di Eropa dan Amerika
berangsur menurun, namun masih bersifat endemik di negara-negara Asia Selatan,
Timur Tengah dan Eropa Selatan. Angka kejadian batu saluran kemih pada anak
sangat bervariasi dari satu negara ke negara lain, dan dari masa ke masa.Dari
penelitian yang dilakukan di Amerika didapatkan penyakit batu saluran kemih

Universitas Sumatera Utara

menyumbang

pada 1 dari setiap 685 kasus yang memerlukan rawat inap.


Manakala suatu penelitian yang dilakukan di Sumatera Barat mendapatkan batu
buli-buli sebesar 8,3/100.000 populasi dan penelitian di RSCM Jakarta, antara
tahun 1982-1986, didapatkan 196 penderita BSK pada anak (Trihono, 2009).

2.3.

Patogenesis
Ada 5 teori patogenesis pembentukan batu saluran kemih pada
umumnya:
1. Teori supersaturasi
Urin mempunyai kemampuan melarutkan lebih banyak zat yang
terlarut bila dibandingkan dengan air biasa. Campuran beberapa
ion

aktif

dalam

urin


menimbulkan

interaksi

sehingga

mempengaruhi kelarutan elemen-elemen urin. Bila konsentrasi zatzat yang relatif tidak larut dalam urin seperti kalsium, aksalat,
fosfat, dan sebagainya makin meningkat dalam urin, maka akan
terbentuk kristalisasi zat-zat tersebut(Trihono, 2009).
2. Teori nukleasi/ adanya nidus
Nidus atau nukleus yang terbentuk, akan menjadi inti presipitasi
yang kemudian terjadi. Zat/keadaan yang dapat bersifat sebagai
nidus adalah ulserasi mukosa, gumpalan darah, tumpukan sel epitel
atau pus, bahkan juga bakteri, jaringan nekrotik iskemi yang
berasal dari neoplasma atau infeksi, dan benda asing(Trihono,
2009).
3. Teori tidak adanya inhibitor
Supersaturasi kalsium, oksalat dan asam urat dalam urin
dipengaruhi oleh adanya inhibitor kristalisasi. Pada penderita BSK,
biasanya tidak didapatkan zat yang bersifat sebagai penghambat

dalam pembentukan batu. Magnesium, sitrat, dan pirofosfat dapat
menghambat nukleasi spontan kristal kalsium. Zat lain mempunyai

Universitas Sumatera Utara

peranan inhibitor, antara lain : asam amino, terutama alanin, sulfat,
fluoride, dan serg(Trihono, 2009).
4. Teori epitaksi
Epitaksi adalah peristiwa pengendapan suatu kristal di atas di atas
permukaan kristal lain. Misalnya, bila supersaturasi urin oleh asam
urat telah terjadi oleh suatu sebab, misalnya masukan purin yang
meningkat, maka konsentrasi asam urat meninggi sehingga terjadi
pembentukan kristal asam urat. Bila pada penderita ini kemudian
terjadi peningkatan masukan kalsium dan oksalat, maka akan
terbentuk kristal kalsium oksalat. Kristal kalsium oksalat ini
kemudian akan menempel di permukaan kristal asam urat yang
telah terbentuk sebelumnya, sehingga ditemukan batu saluran
kemih yang intinya terjadi atas asam urat yang dilapisi oleh
kalsium oksalat di bagian luarnya(Trihono, 2009).
5. Teori kombinasi

Pertama, fungsi ginjal harus cukup baik untuk dapat mengekskresi
zat yang dapat membentuk kristal secara berlebihan. Kedua, ginjal
harus dapat menghasilkan urin dengan pH yang sesuai untuk
kristalisasi. Dari kedua hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa
ginjal harus mampu melakukan ekskresi suatu zat secara
berlebihan dengan pH urin yang sesuai sehingga terjadi presipitasi
zat-zat tersebut. Ketiga, urin harus tidak mengandung sebagian
atau seluruh inhibitor kristalisasi. Keempat, kristal yang telah
terbentuk harus berada cukup lama dalam urin, untuk dapat saling
beragregasi

membentuk

nukleus,

yang

selanjutnya

akan


menganggu aliran urin. Stasis urin yang terjadi memegang peranan
penting dalam pembentukan batu saluran kemih, sehingga nukleus
yang telah terbentuk dapat tumbuh(Trihono, 2009; Hulton 2000).

Universitas Sumatera Utara

2.4.

Klasifikasi dan komposisi batu
Komposisi batu oksalat adalah kalsium oksalat monohidrat dan kalsium

oksalat dihidrat. Komposisi batu asam urat terdiri dari asam urat dan asam urat
hidrat. Magnesium ammonium fosfat hexahidrat, karbonat apatite, dan calcium
hydrogenphosphate dihydrate merupakan komposisi batu fosfat. Untuk batu yang
didapat secara genetik pula, komposisinya adalah sistin, xantine, dan 2,8Dihydroxyadenine(Hesse, 2009).

2.4.1. Jenis-jenis batu
1. Batu Struvit
Batu infeksi yang sering didiagnosa pada anak laki-laki di bawah 5 tahun.

Lebih dari 90% di antaranya telah mengalami infeksi urin pada saat
diagnosa. Fragmen batu lembut dan mudah keluar melalui urin. Batu
sering terletak pada saluran kemih bagian atas, biasanya pelvis ginjal, dan
disebut 'staghorn' sebagai akibat dari bentuknya. Batu yang terbentuk
biasanya disebabkan infeksi saluran kemih oleh Proteus spp, Klebsiella
spp, Escherichia coli, Pseudomonas spp dan lain-lain yang mengakibatkan
alkalinisasi urin dan produksi ammonia secara berlebihan. Keadaan ini
akan

akan

menyebabkan

presipitasi

magnesium

ammonium

phosphate(struvit)

(Hulton, 2000; Kliegman, 2007).
2. Batu Kalsium
Batu yang mengandung kalsium sering dikaitkan dengan kelainan
metabolik yang mendasarinya, terutama jika disertai nefrokalsinosis. Pada
masa kanak-kanak, tiga penyebab paling umum dari nefrokalsinosis adalah
kondisi hypercalciuric, asidosis tubulus distal ginjal, dan hyperoxalurias.
Hiperkalsiuria idiopatik belum mempunyai penjelasan yang jelas, tetapi
pada hiperkalsiuria absorptif, terjadi peningkatan dalam absorpsi kalsium
di usus (Hulton, 2000).

Universitas Sumatera Utara

3. Batu Sistin
Sistiuria adalah defek pada transportasi sistin, lisin, ornitin, dan arginin ke
intestinal dan membrane sel renal tubular yang diturunkan. Batu sistin
terjadi pada anak dari semua golongan usia. 25% pasien mendapat batu
pertama mereka selama masa kanak-kanak. Pada anak-anak yang sangat
muda, batu kandung kemih mungkin terbentuk, manakala pada anak yang
lebih dewasa, batu ginjal lebih sering terbentuk. Semua batu sistin bersifat
radio-opak, and kadang-kadang tidak kelihatan pada plain abdominal

film(Hulton, 2000).
4. Batu Asam Urat
Asam urat berasal dari sumber endogen, serta dari konsumsi makanan
yang mengandung purin. Berkurangnya volume urin disertai dengan
dehidrasi, hyperuricemia dan pH urin yang terus-menerus kurang daripada
6 merupakan faktor penting yang mempengaruhi pembentukan batu asam
urat(Hulton, 2000).

2.4.2. Lokasi batu

Pelvic stone

Staghorn stone

Calix stone

Ureteral stone

Bladder stone


Gambar 2.1 Lokasi batu

Universitas Sumatera Utara

Sumber :Urinary Stones, Diagnosis, Treatment, and Prevention of Recurrence

2.5.

Faktor risiko
1. Usia dan Jenis kelamin :
Risiko laki-laki untuk mendapat batu saluran adalah tiga kali lebih tinggi
berbanding perempuan. Perempuan biasanya mengekskresikan kadar sitrat
yang lebih dan kalsium yang kurang berbanding laki-laki, ini menjelaskan
insiden BSK yang lebih tinggi pada pria.
2. Diet/ Konstitusi gizi
Diet yang kaya protein hewani dan karbohidrat, akan menyebabkan kadar
kalsium urin yang lebih tinggi, sehingga kemungkinan terbentuknya batu
meningkat; sedangkan diet yang kaya sayur-sayuran, menunjukkan
penurunan pH urin, sehingga memudahkan terbentuknya batu asam urat
atau sistin.

3. Ras/ etnis
Batu jarang terjadi pada masyarakat etnik asli Amerika, orang Afrika,
orang kulit hitam Amerika dan Israel. Golongan Negro dan Meksiko
(Amerika Latin) tampaknya mempunyai kekebalan terhadap penyakit batu.
4. Iklim
Iklim panas menyebabkan banyak kehilangan cairan melalui kulit dan
pernapasan, sehingga meskipun masukan cairan cukup banyak, seseorang
akan mengeluarkan urin yang pekat (biasanya bersifat asam) sehingga
memudahkan pembentukan batu.
5. Faktor heriditer
Pasien dengan riwayat keluarga penyakit batu dapat menghasilkan jumlah
mukoprotein

yang

lebih

di

ginjal

atau

kandung

kemih,

yang

memungkinkan kristal untuk terakumulasi dan membentuk batu. 25% dari
penderita batu memiliki riwayat keluarga urolitiasis.
(Hesse, 2009; Colella, 2005; Trihono, 2009, Bahdarsyam, 2003)

Universitas Sumatera Utara

2.6.

Manifestasi Klinis
Gejala dapat bervariasi dan tergantung pada lokasi dan ukuran batu. Anak-

anak dengan urolitiasis biasanya mengalami hematuria. Jika kalkulus berada
dalam pelvis ginjal, kaliks, atau ureter dan menyebabkan ostruction, maka nyeri
perut atau panggul yang parah (kolik ginjal) akan terjadi. Biasanya rasa sakit
menjalar ke skrotum atau labia. Seringkali rasa sakit terjadi secara intermitten,
sesuai dengan periode obstruksi aliran urin. Jika kalkulus dalam ureter distal, anak
mungkin mengalami gejala iritasi seperti disuria, urgensi, dan frekuensi. Apabila
batu masuk ke dalam kandung kemih, anak biasanya asimtomatik. Jika batu di
saluran kencing, disuria dan kesulitan berkemih dapat terjadi.Batu kecil yang
tidak menimbulkan gangguan atau ‘silent stones’ yang terletak di kaliks ginjal
kadang-kadang ditemukan secara kebetulan pada x-ray atau mungkin adanya
hematuria tanpa gejala. Batu- batu seperti ini sering keluar tanpa menimbulkan
rasa nyeri atau ketidaknyamanan (Colella, 2005; Kliegman, 2007).
1) Gejala batu ginjal
Batu pada ginjal dapat tertahan di persimpangan ureteropelvic, sehingga
terjadi obstuksi ureter akut dengan kolik intermitten yang berat di
pinggang. Nyeri bisa berlokalisasi di sudut costovertoral. Hematuria dapat
terjadi, hilang timbul atau terus-menerus, dan secara mikroskopis atau
secara gross (Colella, 2005).
2) Gejala batu ureteral
Batu yang masuk ke ureter dapat menghasilkan kolik ureter, yang akut,
tajam di panggul. Hematuria dapat menyertai. Batu yang bergerak turun
dari ureter ke tepi panggul dan pembuluh iliaka akan menghasilkan kejang
yang intermitten, tajam dan nyeri kolik yang menjalar ke sisi lateral dan
sekitar daerah pusar. Apabila batu melewati ureter distal, kandung kemih,
nyeri tetap tajam tapi dengan qualitas nyerinya memudar. Mual, muntah,

Universitas Sumatera Utara

diaphoresis, takikardia mungkin menyertai dan pasien biasanya tidak
nyaman (Colella, 2005).
3) Gejala batu kandung kemih
Apabila batu masuk kedalam kandung kemih, disuria, urgensi, dan
frekuensi dapat berupa satu-satunya gejala yang dialami (Colella, 2005).

2.7.

Diagnosis

2.7.1. Anamnesis
Batu diklasifikasikan berdasarkan komposisi. Pengetahuan tentang
komposisi dapat membantu untuk merancang terapi, tetapi komposisi kimia dari
batu biasanya tidak berpengaruh terhadap manifestasi klinis. Manifestasi klinis
lebih dipengaruhi oleh kriteria berikut :


Ukuran batu ( batu yang lebih besar cenderung menyebabkan
gejala yang lebih, walaupun beberapa batu yang besar tidak



menunjukkan gejala)



Obstruksi aliran pengeluaran urin



Lokasi batu



Pergerakan batu (dari renal pelvis ke kandung kemih)
Adanya infeksi saluran kemih

Manifestasi bergantung pada usia. Simptom seperti nyeri panggul dan
hematuria lebih cenderung pada anak yang lebih dewasa. Simptom yang tidak
spesifik seperti muntah, iritabilitas lebbih cenderung pada anak yang lebih muda.
Anamnesis harus melingkupi pertanyaan mengenai kekeraban infeksi
saluran kemih, kekeraban nyeri abdomen, hematuria (mikroskopik atau gross),

Universitas Sumatera Utara

asupan makanan (oksalat, purin, kalsium, fosfat, fruktosa, protein hewani),
konsumsi obat-obatan (obat anti-kanker, glukokortikoid, allopurinol, loop
diuretic), asupan vitamin (A, D), asupan cairan.
Anamnesis juga harus merangkumi pertanyaan berkenaan penyakit kronik
(renal tubular acidosis, penyakit radang usus, short-gut syndrome, cystic fibrosis)
dan riwayat bedah urologi (transplantasi ginjal). Disebabkan beberapa batu ginjal
dapat diwariskan, riwayat keluarga untuk mengidentifikasi anggota keluarga lain
dengan riwayat batu adalah penting. Dalam beberapa laporan dinyatakan bahwa,
sebanyak 70% dari anak-anak dengan hiperkalsiuria idiopatik memiliki riwayat
keluarga dengan batu(Fathallah- Shaykh, 2014).

2.7.2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada anak dengan urolithiasis dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Yang paling penting termasuk usia, nyeri, infeksi, dan proses
yang mendasari pembentukan batu.
Kebanyakan anak dengan batu saluran kemih mempunyai hasil
pemeriksaan fisik yang normal. Pengecualian untuk temuan normal pada
pemeriksaan fisik meliputi berikut ini:






Hipertensi ( dapat menyertai obstruksi urin atau nyeri)
Takikardi pada anak dengan nyeri
Rickets, batu sebagai bagian dari penyakit Dent
(Fathallah-Shaykh, 2014)

2.7.3. Pemeriksaan penunjang
1. Urinalisis
Urinalisis dengan kultur urin dan tes sensitivitas adalah wajib.
Laporan dapat mengungkapkan hematuria mikroskopik atau gross dan
piuria dengan atau tanpa infeksi. Tinggi atau rendahnya pH urine dan

Universitas Sumatera Utara

adanya kristal dapat memberikan petunjuk apakah batu bersifat basa atau
asam. Pengumpulan urin 24 jam harus dilakukan untuk mengevaluasi
kalsium, natrium, phospharus, magnesium, oksalat, asam urat, sitrat,
sulfat, kreatinin, pH, dan volume total. Urin 24 jam yang pertama harus
menjadi spesimen acak. Urin 24 jam yang kedua harus diperoleh setelah
pasiendietsodium, oksalat, dan kalsium (Colella, 2005).
2. Penilaian serum
Hitung darah lengkap dapat mengungkapkan peningkatan jumlah
darah putih yang menunjukkan infeksi sistemik kemih, atauberkurangnya
jumlah sel darah merah yang menunjukkan keadaan penyakit kronis atau
keadaan hematuria yang parah. Serum elektrolit, BUN, kreatinin, kalsium,
asam urat, dan fosfor menilai fungsi ginjal, dehidrasi, dan risiko metabolik
pembentukan batu di masa depan. Peningkatan nilai PTH akan
mengkonfirmasi diagnosis hiperparatiroidisme (Colella, 2005).
3. Penilaian radiologik
Intravenous Pyelography (IVP) memberikan informasi mengenai
anatomi dan fungsional, mengidentifikasi ukuran yang tepat dan lokasi
batu, adanya dan tingkat keparahan obstruksi, dan kelainan ginjal atau
ureter.
Computed

Tomography

(CT)

Scan

dipercayai

menjadi

pemeriksaan radiografi yang terbaik untuk kolik ginjal akut karena
menunjukkan gambaran dari saluran kemih dan menunjukkan penetrasi
kontras intravena yang tertunda pada ginjal yang mengalami obstruksi.
Penetrasi kontras yang tertunda adalah tanda terjadinya obstruksi urin
yang akut. Disebabkan berbagai alasan, CT scan dianggap melebihi
kemampuan IVP dalam mendeteksi kalkuli ginjal dan ureter, dan secara
rutin dilakukan pada kebanyakan pasien yang dicurigai menderita
urolitiasis.
Ultrasonografi ginjal merupakan pencitraan yang lebih peka untuk
mendeteksi batu ginjal dan batu radiolusen daripada foto polos perut. Cara

Universitas Sumatera Utara

terbaik untuk mendeteksi BSK ialah dengan kombinasi USG dan foto
polos perut (Trihino, 2009).
Plain adominal X-Ray yang melibatkan radiografi ginjal, ureter,
dan kandung kemih akan mengidentifikasi batu ginjal yang radiopak. Xray abdomen sangat membantu dalam mendokumentasikan jumlah,
ukuran, dan lokasi batu dalam saluran kemih dan radiopacity dapat
memberikan informasi mengenai jenis batu (Colella, 2005).

Universitas Sumatera Utara