Karakteristik Pasien Penderita Batu Saluran Kemih Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2011-2014

(1)

KARAKTERISTIK PASIEN PENDERITA BATU SALURAN KEMIH DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN

2011-2014

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :

YEHEZKIEL BASTANTA GINTING

110100144

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

KARAKTERISTIK PASIEN PENDERITA BATU SALURAN KEMIH DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN

2011-2014

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh :

YEHEZKIEL BASTANTA GINTING

110100144

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014

HALAMAN PERSETUJUAN


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Karakteristik Pasien Penderita Batu Saluran Kemih Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2011-2014

Nama : Yehezkiel Bastanta Ginting

NIM : 110100144

Pembimbing Penguji 1

dr. Ramlan Nasution, SpU dr. Gerben F. Hutabarat, DTM&H, MSc, Sp.MK

NIP. 197410062009121001 NIP. 130 318 029

Penguji 2

dr. Juliandi Harahap, M.A. NIP. 197007021998021001

Medan, Desember 2014

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KEGH NIP. 195402201980111001


(4)

ABSTRAK

Batu saluran kemih merupakan masalah terbesar ketiga pada saluran kemih setelah infeksi saluran kemih dan prostat yang patologis. Batu saluran kemih merupakan penyakit yang cukup umum ditemukan pada negara maju dan berkembang. Meskipun prevalensi batu saluran kemih berbeda dari satu negara ke negara lainnya di seluruh dunia, prevalensinya semakin meningkat dalam beberapa dekade terakhir. Selain prevalensinya yang terus meningkat, penyakit ini juga menghabiskan biaya yang tidak sedikit dalam pengobatannya. Perkembangan kebudayaan westernisasi di seluruh dunia telah menyebabkan perubahan epidemiologi dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui karakteristik batu saluran kemih. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik penderita batu saluran kemih di RSUP H. Adam Malik Medan.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain penelitian

cross sectional terhadap data rekam medis penderita batu saluran kemih yang tercatat di RSUP Haji Adam Malik pada bulan Januari 2011 hingga Juli 2014. Pengumpulan data dilakukan melalui analisis 129 data rekam pasien yang dipilih dengan metode proportional sampling dan telah memenuhi kriteria inklusi.

Hasil berupa karakteristik epidemiologi yang paling sering terjadi pada masing-masing variabelnya adalah kelompok usia 46-55 tahun (33,4%), jenis kelamin pria (62,8%), suku Batak (31%), pekerjaan wiraswasta (31%), penderita tanpa riwayat keluarga BSK (97,66%), dan status ekonomi menengah (62,8%). Karakteristik metabolik yang paling sering terjadi pada masing-masing variabelnya adalah diabetes melitus (44,1%), adanya hiperurikosuria (26,3%), pH urin 6,0-6,9 (17,9%), dan tidak terdapat infeksi saluran kemih (63,6%). Karakteristik batu saluran kemih yang paling sering terjadi pada masing-masing variabelnya adalah lokasi batu di ginjal (36%), dan jenis batu radioopak (41%).


(5)

ABSTRACT

Urolithiasis isthe third biggest problems in the urinary tract after urinary tract infection and pathological prostate. Urolithiasis is quite common in developed and developing countries. Despite the prevalence of urinary tract stones differ from country to country around the world, its prevalence has increased in recent decades. In addition to increasing prevalence, the disease also spend huge cost in treatment. Westernization cultural arise around the worldwide has caused changes in the epidemiology from time to time. Therefore, it is essential to investigate the characterisric of urolithiasis patients. This study aims to determine characterisric of urolithiasis patients at Adam Malik General Hospital Medan.

This research is a descriptive cross sectional study design using the patient’s medical records with urolithiasis recorded in Haji Adam Malik General Hospital Medan from January 2011 to July 2014. Data collected through the analysis of 129 patient records were selected by proportional sampling method and have met the inclusion criteria.

Results in epidemiological characterisric on each variable is the age group 46-55 years (33,4%), male gender (62.8%), Batak ethnicity (31%), entrepreneur (31%), patients without a family history of urolithiasis (97.66%), and middle economic status (62.8%). Metabolic characterisric on each variable is diabetes mellitus (44.1%), presence of hyperuricosuria (26.3%), urine pH 6.0 to 6.9 (17.9%), and no urinary tract Inspection (63.6%). Urinary tract stones characterisric on each variable is kidney stones (36%) and radiopaque stones (41%).


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia yang diberikan sehingga karya tulis ilmiah ini dapat

terselesaikan. Karya tulis ilmiah yang berjudul “Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Batu Saluran Kemih di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2011-2014” ini adalah salah satu syarat kelulusan dalam menyelesaikan pendidikan Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dalam proses penyelesaian karya tulis ini, dimulai dari penentuan judul hingga hasil penelitian ini selesai, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin menyampaikan rasa terimah kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada :

1. Dekan Fakutas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH beserta seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

2. Dosen Pembimbing, dr. Ramlan Nasution, Sp.U yang selalu memberikan masukan dan arahan yang berguna dalam menyelesaikan tugas karya tulis ini.

3. Dosen Penguji I, dr. Gerben F. Hutabarat, DTM&H, MSc, Sp.MK dan Dosen Penguji II, dr. Juliandi Harahap, M.A. yang telah memberikan ide, kritik, dan saran yang membangun dalam pengerjaan karya tulis ini.

4. Dosen Penasehat Akademik, dr. Fitria Aldy, Sp.M yang terus memberikan motivasi selama perkuliahan.

5. Orang tua penulis, DR. dr. Daniel Ginting, MMR dan dr. Indrayani br Purba, Sp.PK yang telah mendidik dan membesarkan serta senantiasa memberikan curahan kasih sayang, doa dan dukungan kepada penulis.


(7)

Penulis menyadari bahwa pada karya tulis ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk laporan hasil penelitian yang lebih baik ke depannya. Akhir kata, semoga penelitian ini dapat memberikan sumbangsih yang besar dalam dunia ilmu pengetahuan terutama bidang ilmu kedokteran.

Medan, Desember 2014

Penulis


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERSETUJUAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... x

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1 Tujuan Umum ... 3

1.3.2 Tujuan Khusus ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Anatomi Saluran Kemih ... 4

2.1.1 Saluran Kemih Bagian Atas... 4

2.1.2 Saluran Kemih Bagian Bawah ... 6

2.2 Batu Saluran Kemih ... 7

2.2.1 Proses Pembentukan Batu Saluran Kemih ... 7


(9)

2.3 Faktor Epidemiologi ... 16

2.3.1 Jenis Kelamin... 16

2.3.2 Ras dan Etnis ... 16

2.3.3 Usia ... 16

2.3.4 Distribusi Geografi ... 17

2.3.5 Iklim ... 17

2.3.6 Pekerjaan... 18

2.3.7 Riwayat Keluarga ... 19

2.3.8 Status Ekonomi ... 20

2.4 Faktor Metabolik ... 20

2.4.1 Diabetes ... 20

2.4.2 Hiperurikosuria ... 22

2.4.3 Derajat Keasaman (pH) ... 22

2.4.4 Infeksi Saluran Kemih ... 23

BAB 3 KERANGKA KONSEP... 24

3.1 Kerangka Konsep ... 24

3.2 Definisi Operasional ... 25

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN ... 29

4.1 Jenis Penelitian ... 29

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 29

4.3 Populasi dan Sampel ... 30

4.4 Metode Pengumpulan Data ... 31

4.5 Pengolahan dan Analisis Data ... 32

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 33


(10)

5.2 Pembahasan ... 43

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 52

6.1 Kesimpulan ... 52

6.2 Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53


(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1 Permukaan Ginjam Tampak Posterior 5

2.2 Kandung Kemih Pria Tampak Posterior 6

2.3 Patofisiofogi Pembentukan Batu Kalsium 12

2.4 Sabuk Batu Afrika-Asia 17

2.5 Sabuk batu Amerika Utara 18

2.6 Patofisiologi Diabetes dan Mekanisme Inflamasi 21


(12)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

2.1 Jenis Batu Menurut Komposisi 10

2.2 Jenis Batu Menurut Etiologi 11

2.3 Jenis Batu Menurut Karakteristik Sinar X 11

2.4 Faktor-Faktor yang Dapat Menyebabkan Pembentukan Batu 22

5.1 Distribusi Penderita Batu Saluran Kemih Berdasarkan Usia 33 Tahun 2011-2014

5.2 Distribusi Penderita Batu Saluran Kemih Berdasarkan 34 Jenis Kelamin Tahun 2011-2014

5.3 Distribusi Penderita Batu Saluran Kemih Berdasarkan Suku 34 Tahun 2011-2014

5.4 Distribusi Penderita Batu Saluran Kemih Berdasarkan Pekerjaan 35 Tahun 2011-2014

5.5 Distribusi Penderita Batu Saluran Kemih Berdasarkan Pendidikan 36 Tahun 2011-2014

5.6 Distribusi Penderita Batu Saluran Kemih Berdasarkan 36 Riwayat Keluarga Tahun 2011-2014

5.7 Distribusi Penderita Batu Saluran Kemih Berdasarkan 37 Status Ekonomi Tahun 2011-2014

5.8 Distribusi Penderita Batu Saluran Kemih Berdasarkan 38 Diabetes Melitus Tahun 2011-2014

5.9 Distribusi Penderita Batu Saluran Kemih Berdasarkan 38 Hiperurikosuria Tahun 2011-2014


(13)

5.10 Distribusi Penderita Batu Saluran Kemih Berdasarkan pH Urin 39 Tahun 2011-2014

5.11 Distribusi Penderita Batu Saluran Kemih dengan 40 Infeksi Saluran Kemih Tahun 2011-2014

5.12 Distribusi Penderita Batu Saluran Kemih Berdasarkan 40 Lokasi Batu Tahun 2011-2014

5.13 Distribusi Penderita Batu Saluran Kemih Berdasarkan 41 Jenis Batu Tahun 2011-2014


(14)

ABSTRAK

Batu saluran kemih merupakan masalah terbesar ketiga pada saluran kemih setelah infeksi saluran kemih dan prostat yang patologis. Batu saluran kemih merupakan penyakit yang cukup umum ditemukan pada negara maju dan berkembang. Meskipun prevalensi batu saluran kemih berbeda dari satu negara ke negara lainnya di seluruh dunia, prevalensinya semakin meningkat dalam beberapa dekade terakhir. Selain prevalensinya yang terus meningkat, penyakit ini juga menghabiskan biaya yang tidak sedikit dalam pengobatannya. Perkembangan kebudayaan westernisasi di seluruh dunia telah menyebabkan perubahan epidemiologi dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui karakteristik batu saluran kemih. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik penderita batu saluran kemih di RSUP H. Adam Malik Medan.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain penelitian

cross sectional terhadap data rekam medis penderita batu saluran kemih yang tercatat di RSUP Haji Adam Malik pada bulan Januari 2011 hingga Juli 2014. Pengumpulan data dilakukan melalui analisis 129 data rekam pasien yang dipilih dengan metode proportional sampling dan telah memenuhi kriteria inklusi.

Hasil berupa karakteristik epidemiologi yang paling sering terjadi pada masing-masing variabelnya adalah kelompok usia 46-55 tahun (33,4%), jenis kelamin pria (62,8%), suku Batak (31%), pekerjaan wiraswasta (31%), penderita tanpa riwayat keluarga BSK (97,66%), dan status ekonomi menengah (62,8%). Karakteristik metabolik yang paling sering terjadi pada masing-masing variabelnya adalah diabetes melitus (44,1%), adanya hiperurikosuria (26,3%), pH urin 6,0-6,9 (17,9%), dan tidak terdapat infeksi saluran kemih (63,6%). Karakteristik batu saluran kemih yang paling sering terjadi pada masing-masing variabelnya adalah lokasi batu di ginjal (36%), dan jenis batu radioopak (41%).


(15)

ABSTRACT

Urolithiasis isthe third biggest problems in the urinary tract after urinary tract infection and pathological prostate. Urolithiasis is quite common in developed and developing countries. Despite the prevalence of urinary tract stones differ from country to country around the world, its prevalence has increased in recent decades. In addition to increasing prevalence, the disease also spend huge cost in treatment. Westernization cultural arise around the worldwide has caused changes in the epidemiology from time to time. Therefore, it is essential to investigate the characterisric of urolithiasis patients. This study aims to determine characterisric of urolithiasis patients at Adam Malik General Hospital Medan.

This research is a descriptive cross sectional study design using the patient’s medical records with urolithiasis recorded in Haji Adam Malik General Hospital Medan from January 2011 to July 2014. Data collected through the analysis of 129 patient records were selected by proportional sampling method and have met the inclusion criteria.

Results in epidemiological characterisric on each variable is the age group 46-55 years (33,4%), male gender (62.8%), Batak ethnicity (31%), entrepreneur (31%), patients without a family history of urolithiasis (97.66%), and middle economic status (62.8%). Metabolic characterisric on each variable is diabetes mellitus (44.1%), presence of hyperuricosuria (26.3%), urine pH 6.0 to 6.9 (17.9%), and no urinary tract Inspection (63.6%). Urinary tract stones characterisric on each variable is kidney stones (36%) and radiopaque stones (41%).


(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Batu saluran kemih adalah penyakit yang sudah dikenal sejak berabad-abad silam. Hal ini dibuktikan dengan berbagai macam penemuan di bidang arkeologi, seperti penemuan batu saluran kemih pada mumi berusia 5000 tahun di Mesir pada tahun 1901 oleh arkeolog berkebangsaan Inggris. (Lopez dan Hoppe, 2008). Meskipun batu saluran kemih sudah dikenal sejak lama, faktor-faktor penyebab penyakit ini masih dalam perdebatan (Stoller, 2012).

Saat ini, batu saluran kemih merupakan masalah terbesar ketiga pada saluran kemih setelah infeksi saluran kemih dan prostat yang patologis (Stoller, 2012). Batu saluran kemih merupakan penyakit yang cukup umum ditemukan pada negara maju dan berkembang. Meskipun prevalensi batu saluran kemih berbeda dari satu negara ke negara lainnya di seluruh dunia, prevalensinya semakin meningkat dalam beberapa dekade terakhir (Sun et al, 2010; Safarinejad, 2006).

Data dari Riskesdas (2013) menunjukkan prevalensi penyakit batu saluran kemih di Indonesia meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Secara nasional, prevalensi batu saluran kemih adalah 0,6%. Tertinggi pada kelompok umur 55-64 tahun (1,3%), menurun sedikit pada kelompok umur 65-74 tahun (1,2%) dan umur

≥75 tahun (1,1%). Prevalensinya lebih tinggi pada laki-laki (0,8%) dibanding perempuan (0,4%).

Selain prevalensinya yang terus meningkat, penyakit ini juga menghabiskan biaya yang tidak sedikit dalam pengobatannya. Data tahun 2000 dari Amerika menunjukkan insidensi penyakit ini berkisar antara 0,4-1% dengan prevalensi 10-12% dan telah menghabiskan biaya US$ 2,1 Miliar setiap tahunnya (Pearle et al, 2005).


(17)

Penyakit ini sering terjadi pada seseorang dengan usia di atas dekade ketiga dan keempat serta lebih banyak menyerang pria (Pinduli et al, 2006). Perkembangan kebudayaan westernisasi di seluruh dunia menyebabkan lokasi batu saluran kemih yang umumnya hanya terdapat di saluran kemih bagian bawah kini juga terdapat saluran kemih bagian atas (Pearle dan Lotan, 2011).

Menurut penelitian terdahulu, prevalensi batu saluran kemih pada populasi pria lebih banyak 1,5-3 kali dibanding populasi wanita. Namun, penelitian terbaru menunjukkan telah terjadi perubahan prevalensi dengan perbandingan pria hampir sama dengan wanita (Muslumanoglu et al, 2011). Perubahan distribusi gender ini disebabkan karena adanya peningkatan indeks masa tubuh pada wanita dibandingkan pria. Faktor risiko yang berkaitan dengan masalah metabolisme, seperti peningkatan massa tubuh dan obesitas, memiliki hubungan dengan batu saluran kemih (Ekeruo et al., 2004).

Riwayat keluarga juga merupakan faktor risiko dalam mencetuskan terjadinya batu saluran kemih (Deyust dan Pirson, 2007). Individu yang memiliki riwayat keluarga batu saluran kemih memiliki risiko 2,5 kali lebih besar terkena penyakit ini. Namun, riwayat keluarga tidak selalu menyatakan adanya suatu gen pencetus yang diwariskan kepada keturunannya. Hal ini disebabkan batu saluran kemih juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang biasanya berhubungan dengan pola makan dan gaya hidup yang dimiliki keluarga itu (Lopez dan Hoppe, 2008).

Selain terjadinya perubahan keadaan epidemiologi dari waktu ke waktu, batu saluran kemih melibatkan berbagai macam karakteristik yang saling berinteraksi dan sangat kompleks. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui karakteristik yang berpengaruh dalam pembentukan batu saluran kemih.

1.2. Rumusan Masalah


(18)

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Diketahuinya karakteristik pasien batu saluran kemih di RSUP H. Adam Malik Medan

1.3.2. Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :

1. Diketahuinya karakteristik epidemiologi batu saluran kemih pasien di RSUP H. Adam Malik Medan

2. Diketahuinya karakteristik metabolik batu saluran kemih pasien di RSUP H. Adam Malik Medan

3. Diketahuinya karakteristik batu saluran kemih pasien di RSUP H. Adam Malik Medan

1.4. Manfaat Penelitian

1 Menambah wawasan peneliti tentang faktor yang berpengaruh terhadap kejadian batu saluran kemih. Selain itu, melalui penelitian ini penulis dapat mengaplikasikan ilmu yang telah diperolehnya selama perkuliahan dan dapat menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat.

2 Menjadi bahan kajian dan data baru bagi masyarakat ilmiah dalam mengamati perkembangan kejadian batu saluran kemih di Indonesia umumnya dan di RSUP H. Adam Malik khususnya.

3 Sebagai bahan referensi dan informasi bagi petugas kesehatan dan mahasiswa kedokteran.

4 Masukan dan tambahan literatur untuk mahasiswa dan instansi yang terkait untuk melakukan penelitian lainnya.


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Saluran Kemih

Saluran Kemih dibagi atas dua bagian yakni bagian atas dan bagian bawah. Saluran kemih bagian atas terdiri atas ginjal dan saluran yang disebut ureter. Fungsi saluran ini adalah menghubungkan ginjal dengan kandung kemih. Masing-masing ginjal memiliki sebuah ureter (Drake et al., 2010).

Saluran kemih bagian bawah terdiri atas kandung kemih dan saluran yang disebut uretra. Fungsi uretra adalah mengalirkan urin dari kandung kemih keluar tubuh (Stoller, 2012).

2.1.1. Saluran Kemih Bagian Atas 2.1.1.1. Ginjal

Ginjal adalah sepasang organ berbentuk seperti kacang dan terletak di bagian posterior kiri dan kanan rongga abdomen. Ginjal dilindungi oleh lapisan tebal yang terdiri dari otot perut bagian posterior dan lateral. Tulang iga 10, ke-11, serta iga ke-12 memberikan perlindungan tambahan di bagian atas ruang retroperitoneal (Pearle dan Lotan, 2011). Ginjal sebelah kanan letaknya lebih rendah dibandingkan dengan ginjal sebelah kiri karena terdapat hati di sebelah kanan. Ginjal pada orang dewasa memiliki panjang sekitar 10 cm, lebar 6 cm dengan ketebalan 3 cm, serta memiliki berat sekitar 150 gram pada pria dan 135 gram pada wanita (Stoller, 2012; Pearle dan Lotan, 2011).

Ginjal terdiri dari lapisan luar yang disebut korteks, lapisan tengah yang disebut medula, dan lapisan dalam yang terdiri dari kaliks dan pelvis. Korteks adalah lapisan yang homogen dan terdapat bagian yang tertuju ke arah papila dan forniks. Bagian ini disebut kolumna Bertin. Lapisan tengah terdiri atas beberapa piramida yang dibentuk oleh tubulus pengumpul dan memiliki fungsi mengalirkan urin ke kaliks minor dan ujung papila (Stoller, 2012). Darah mengalir ke ginjal


(20)

dan difiltrasi oleh satuan unit fungsional terkecil yang dikenal dengan nefron. Urin akan terbentuk pada akhir proses dan selanjutnya urin ini akan dialirkan melalui ureter ke kandung kemih (Drake et al., 2010).

Gambar 2.1 Permukaan Ginjal Tampak Posterior

Sumber: Drake, RL, Vogl, AW, Mitchell, AWM. (2010) Gray’s Anatomy for Students 2nd Edition. Amerika Serikat: Elsevier. Fig. 4.137 Structures related to the posterior surface of each kidney; p.357.

2.1.1.2. Ureter

Ureter adalah saluran yang menghubungkan ginjal dengan kandung kemih. Memiliki panjang bervariasi tiap individu sekitar 30 cm dengan diameter 6 mm dan memiliki bentuk seperti lengkungan huruf “S”. Hal ini mengakibatkan terbentuknya daerah yang relatif sempit, yakni: (1) perbatasan antara ureter dengan pelvis renalis atau dikenal dengan ureteropelvic junction, (2) persilangan antara ureter dengan arteri iliaka di rongga pelvis, dan (3) saat ureter masuk ke dalam kandung kemih (Stoller, 2012). Ureter masuk dari belakang kandung kemih dengan sudut tertentu untuk mencegah kembalinya urin ke ginjal. Ureter terdiri atas tiga lapisan, yakni: mukosa yang dilapisi sel epitel transisional, otot polos sirkuler, dan otot polos longitudinal. Kontraksi dan relaksasi kedua otot ini menyebabkan gerakan yang dapat mengalirkan urin masuk ke dalam kandung kemih (Drake et al., 2010).


(21)

2.1.2. Saluran Kemih Bagian Bawah 2.1.2.1. Kandung Kemih

Kandung kemih adalah organ berongga yang dilapisi oleh otot dan terletak di posterior tulang pubis. Lapisan mukosa kandung kemih bagian dalam adalah epitel transisional. Di atas lapisan ini terdapat lapisan otot detrusor yang saling beranyaman dan berfungsi dalam kontraksi kandung kemih (Drake et al., 2010).

Ketika kosong, kandung kemih terletak di belakang simfisis pubis, ketika penuh, kandung kemih dapat terllihat naik di atas simfisis pubis dan dapat diperkusi serta dipalpasi dengan mudah (Stoller, 2012).

Pada bagian bawah kandung kemih terdapat daerah berbentuk segitiga yang disebut trigon. Urin dari ureter masuk ke dalam kandung kemih melalui bagian atas trigon dan keluar dari kandung kemih menuju uretra melalui bagian bawah trigon (Drake et al., 2010).

Gambar 2.2 Kandung Kemih Pria Tampak Posterior

Sumber: Drake, RL, Vogl, AW, Mitchell, AWM. (2010) Gray’s Anatomy for Students 2nd Edition. Amerika Serikat: Elsevier. Fig. 5.40 Posterior Part of Bladder; p.442.


(22)

Leher kandung kemih berbentuk seperti corong yang memanjang dan berhubungan langsung dengan uretra. Sfingter internal yang terdapat di leher kandung kemih adalah bagian otot yang menebal.

Sfingter ini dibentuk dari jalinan dan kumpulan serat-serat otot detrusor bagian distal yang selanjutnya akan membentuk uretra. Sfingter ini menutup dengan kuat dalam keadaan normal untuk mencegah agar urin tidak mengalir keluar dari kandung kemih (Stoller, 2012).

2.1.2.2. Uretra

Uretra adalah saluran yang berfungsi membuang urin dari kandung kemih ke luar tubuh. Pada pria, uretra terhubung dengan sistem saluran yang membawa sperma. Panjang uretra pria sekitar 20-25 cm. Pada bagian bawah uretra, terdapat sfingter eksterna yang terdiri dari dua kelompok otot yang membungkus sekeliling uretra. Otot yang pertama berasal dari otot pelvis dan berfungsi untuk menghambat urin yang keluar ketika terjadi kenaikan tekanan secara mendadak, misalnya ketika sedang batuk, bersin, atau mengangkat beban berat. Otot yang kedua berasal dari dinding uretra itu sendiri. Komponen ini memberikan kemampuan untuk menghambat menetesnya urin secara terus menerus (Drake et al., 2010).

Uretra wanita, memiliki panjang 4 cm, lebih pendek daripada pria. Wanita juga memiliki sfingter eksterna yang terdiri dari dua kelompok otot. Namun, otot yang berfungsi paling penting dalam menghentikan urin adalah otot pelvis. Sfingter eksterna dipengaruhi oleh saraf somatis sehingga hanya terbuka ketika seseorang memerintahkannya dengan sadar (Drake et al., 2010).

2.2. Batu Saluran Kemih

2.2.1. Proses Pembentukan Batu Saluran Kemih

Proses pembentukan batu saluran kemih melibatkan berbagai macam jalur yang rumit dan panjang. Proses ini dimulai ketika filtrat glomerular melintasi nefron. Suatu larutan yang mengandung ion atau molekul garam dalam bentuk


(23)

terlarut dinyatakan sebagai produk konsentrasi. Suatu larutan garam dinyatakan jenuh ketika penambahan garam lebih banyak tidak dapat melarutkan garam tersebut. Produk konsentrasi pada keadaan jenuhnya disebut produk kelarutan termodinamik (thermodynamic solubility product), Ksp, yakni titik ketika komponen kristal terlarut pada keadaan tertentu berada dalam keseimbangan. Jika kristal garam ditambahkan pada larutan jenuh ini, akan terjadi pengendapan kristal, kecuali variabel tertentu seperti pH atau temperatur diubah (Pearle dan Lotan, 2011).

Batu saluran kemih merupakan agregat polikristalin yang terdiri dari berbagai jenis kristaloid dan matriks organik. Pembentukan batu saluran kemih melibatkan urin yang supersaturasi. Keadaan supersaturasi bergantung pada pH urin, jenis ion, konsentrasi zat terlarut,dan pembentukan senyawa (complexation) (Stoller, 2012).

Pada urin, meskipun produk konsentrasi zat yang dapat menyebabkan pembentukan batu, seperti kalsium oksalat, melebihi nilai Ksp, kristalisasi tidak terjadi karena terdapat senyawa inhibitor yang menyebabkan kalsium oksalat dalam jumlah besar tetap dalam keadaan terlarut sehingga mencegah terjadinya pengendapan dan kristalisasi. Namun, jika konsentrasi garam ditingkatkan hingga melebihi titik tertentu, akan terjadi pengendapan dan kristalisasi. Keadaan ini disebut formation product (Kf). Supersaturasi yang terjadi di atas titik ini menyebabkan keadaan yang tidak stabil sehingga nukleasi spontan dapat terjadi (Pearle dan Lotan, 2011; dan Stoller, 2012).Namun, jika terdapat senyawa inhibito, pengendapan senyawa kalsium oksalat hanya terjadi jika supersaturasi melebihi titik jenih kelarutan 7-11 kali lebih tinggi (Pearle dan Lotan, 2011). Inhibitor, seperti sitrat, dapat mengganggu stabilitas nuklei, sedangkan promoter, seperti phospholipid, lemak, cell debris, dapat mempermudah terjadinya nukleasi dengan cara memberikan tempat pengikatan bagi senyawa kristal lainnya sehingga nuklei menjadi stabil (Tiselius, 2011; Pearle dan Lotan, 2011).


(24)

Nukleasi homogen adalah proses yang melibatkan pembentukan inti (nuklei) pada larutan murni. Nuklei adalah struktur kristal paling awal yang tidak dapat larut dan tidak stabil. Jika ukuran nuklei sangat kecil, nuklei akan larut kembali sehingga proses pembentukan batu tidak terjadi. Jika supersaturasi terus berlanjut, nuklei stabil, dan waktu yang diperlukan untuk proses nukleasi relatif singkat, nuklei akan menetap sehingga proses pembentukan akan berlanjut. Pada urin, pembentukan kristal nuklei biasanya terbentuk melalui proses nukleasi heterogen yang melibatkan adsorpsi ke dalam permukaan sel epitel, sel debris, atau kristal lainnya (Pearle dan Lotan, 2011).

2.2.1.1. Komponen Kristal

Komponen utama penyusun batu saluran kemih adalah kristalin.Kristalin terbentuk melalui serangkaian proses nukleasi, pertumbuhan, dan agregasi. Selama tahap nukleasi, kristalin dapat diawali dengan berbagai substansi seperti kalsium, fosfat, dan matriks protein (Stoller, 2012). Dengan meneliti bentuk dan komposisi batu, ilmuwan dapat mengetahui asal mula terbentuknya batu tersebut.Contohnya, sebuah studi morfologi mendapati sebuah batu kalsium oksalat berbentuk konkaf dan terdapat kalsiun fosfat dalam jumlah kecil. Melalui pengamatan dasar ini dapat diketahui bentuk konkaf pada batu berasal dari sisi perlekatan dengan papila ginjal dan dapat diambil asumsi bahwa pembentukan batu berhubungan dengan kalsium fosfat (Tiselius, 2011).

2.2.1.2. Komponen Matriks

Matriks adalah komponen penyusun batu yang masuk ke dalam kelompok non-kristalin. Komponen matriks tiap batu bervariasi menurut jenis batunya mulai dari 2% sampai dengan 10% dari beratnya. Matriks tersusun atas 65% protein, 9% gula non-amino, 5% glukosamin, 10% air, dan 12% abu organik. Protein penyusun matriks dapat terdiri dari Tamm-Horsfall protein, nefrokalsin, asam γ-karboksiglutamik, lithostatin, albumin, glikosaminoglikan, karbohidrat, dan mukoprotein yang disebut matrix substans A (Stoller, 2012; Pearle dan Lotan, 2011).


(25)

Peran matriks dalam pembentukan batu masih perlu dilakukan penyelidikan lebih lanjut. Hal ini dikarenakan matriks dapat berfungsi sebagai tempat awal agregasi kristal atau komponen yang mengikat kristal lain sehingga ukurannya bertambah besar dan menyebabkan pembentukan batu lebih lanjut. Matriks dapat pula memainkan peran sebagai molekul inhibitor yang menghambat pembentukan batu atau hanya molekul pasif yang kebetulan terperangkap saat proses pembentukan batu (Stoller, 2012).

2.2.2. Jenis Batu Saluran Kemih

Batu saluran kemih dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yakni: menurut sifatnya terhadap sinar X, menurut etiologinya, dan menurut komponen penyusunnya (Türk et al., 2011).

Berikut ini adalah tabel pengelompokan batu saluran kemih:

Tabel 2.1 Jenis Batu Menurut Komposisi

Komposisi Kimia Mineral

Kalsium oksalate monohidrat whewellite Kalsium oksalate dihidrat wheddellite

Asam urat dihidrat uricite

Amonium urat

Magnesium amonium fosfat struvite Carbonate apatite (phosphate) dahllite Calcium hydrogenphosphate brushite Cystine

Xanthine

2,8-dihydroxyadenine ‘Batu obat’

Komposisi tidak diketahui

Sumber: Türk, C, Knoll, T, Petrik, A, Sarica, K, Seitz, C, Straub, M. (2011) Guidelines on Urolithiasis, Belanda: European Association of Urology. Table 3: Stones Classified by Their Composition; p. 291.


(26)

Tabel 2.2 Jenis Batu Menurut Etiologi

Batu Non-infeksi Batu Infeksi Batu Genetik Batu Obat

Kalsium oksalate Magnesium

amonium fosfat Sistin (Cystine)

Indinavir

Kalsium fosfat Apatit Xanthine

Asam urat Amonium urat 2,8-dihydroxy-adenine

Sumber: Türk, C, Knoll, T, Petrik, A, Sarica, K, Seitz, C, Straub, M. (2011) Guidelines on Urolithiasis, Belanda: European Association of Urology. Table 2: Stones Classified According to Their Aetiology; p. 290.

Tabel 2.3 Jenis Batu Menurut Karakteristik Sinar X

Radioopak Kurang Radioopak Radiolusen

Kalsium oksalate dihidrat

Magnesium amonium

fosfat Asam urat

Kalsium oksalate

monohidrat Apatit Amonium urat

Kalsium fosfat Sistin (Cystine) Xanthine

2,8-dihydroxy-adenine Batu akibat obat-obatan

Sumber: Türk, C, Knoll, T, Petrik, A, Sarica, K, Seitz, C, Straub, M. (2011) Guidelines on Urolithiasis, Belanda: European Association of Urology. Table 1: X-ray Characteristics; p. 290.

2.2.2.1. Batu Kalsium a) Hiperkalsiuria

Hiperkalsiuria adalah kelainan yang paling sering dijumpai pada penderita batu kalsium. Konsentrasi kalsium urin yang tinggi menyebabkan peningkatan saturasi garam kalsium dan mengurangi aktivitas senyawa inhibitor seperti sitrat dan sulfat. Hiperkalsiuria didefiniskan sebagai jumlah kalsium yang dikeluarkan melalui urin lebih besar dari 4 mg/kg/hari atau lebih dari 7 mmol/hari pada pria dan 6 mmol/hari pada wanita (Pearle dan Lotan, 2011).


(27)

Kalsium yang berasal dari makanan diabsorpsi dari usus halus sebanyak 30-40 % dan 10% melalui usus besar setiap harinya. Penyarapan kalsium dapat bervariasi tergantung dari jumlah kalsium yang dimakan. Ketika asupan kalsium sedikit, penyerapan meningkat, sedangkan ketika asupan kalsium banyak, penyerapan berkurang. Jalur transelular yang bergantung pada vitamin D (vitamin D-dependent trancellular pathway) mengatur jalur utama penyerapan kalsium melalui saluran cerna ketika asupan kalsium sedikit dan menerima feedback

negatif ketika asupan kalsium melimpah (Pearle dan Lotan, 2011).

Gambar 2.3 Patofisiologi pembentukan batu kalsium

Sumber: Tiselius, H. (2011) ‘A hypothesis of calcium stone formation: an interpretation of stone research during the past decades’, Urol Res, 39, pp. 231–243. Fig. 1A Simplified Summary of the Various Steps Resulting in a CaOx Renal Stone; p. 233.

Saluran cerna, tulang, dan ginjal memainkan peranan penting dalam metabolisme kalsium yang dipengaruhi oleh makanan, forsfor, cairan, keseimbangan elektrolit, hormon paratiroid, dan calcitonin. Penyerapan kalsium dari lumen usus secara transelular diperantarai oleh 1,25(OH)2D3(calcitriol), yang berfungsi meningkatkan permeabilitas kalsium di brush border sel epitel. Calcitriol adalah bentuk aktif vitamin D yang telah mengalami transformasi dari


(28)

bentuk inaktif (provitamin) dengan bantuan sinar matahari, hormon paratiroid, dan hipofosfatemia. Hormon paratiroid berfungsi meningkatkan absorpsi kalsium dan mengurangi reabsorpsi fosfat di tubulus ginjal (Pearle dan Lotan, 2011; Zhang et al., 2013).

Jadi, keadaan yang dapat menyebabkan peningkatan eksresi kalsium dalam urin adalah:(1) penyerapan kalsium dari saluran cerna yang berlebihan (idiopatikm kelebihan vitamin D), (2) kerusakan reabsorpsi di tubulus ginjal (tubular asidosis, loop diuretik), (3) resorpsi tulang (imobilisasi, hiperparatiroid, penggunaan steroid, neoplasma). (4) kebocoran fosfat dari tubulus ginjal, (5) peningkatan sintesis 1,25(OH)2D3(calcitriol) (sarkoidosis, neoplasma), (6) peningkatan produksi prostaglandin E2 di ginjal (idiopatik, sindrom Barterr), dan (7) kelebihan asupan garan dan kekurangan asupan kalium (Srivastava dan Alon, 2005).

b) Hiperoksaluria

Hiperoksaluria adalah keadaan oksalat yang terdapat di urin lebih dari 40 mg/hari yang dapat menyebabkan saturasi kalsium-oksalat di urin sehingga dapat menyebabkan pembentukan batu kalsium oksalat (Stoller, 2012). Kerusakan di sel tubulus ginjal yang diakibatkan oleh lipid peroxidation dan radikal bebas memiliki peran dalam pembentukan kristal oksalat. Kerusakan membran membantu fiksasi dan pertumbuhan kristal kalsium oksalat (Pearle dan Lotan, 2011).

Diare kronik dapat mengubah metabolisme oksalat. Malabsorpsi menyebabkan peningkatan lemak dan empedu di saluran cerna. Kalsium yang terdapat di saluran cerna dapat mengikat lemak sehingga menyebabkan reaksi penyabunan (saponifikasi). Hal ini akan menyebabkan jumlah kalsium yang berikatan dengan oksalat di saluran cerna menurun. Oksalat yang tidak terikat ini akan diabsorpsi melalui dinding saluran cerna secara pasif, terlebih lagi dengan adanya garam empedu. Peningkatan kecil dalam penyerapan oksalat akan menyebabkan pembentukan kalsium oksalat secara signifikan di ginjal. Hal ini


(29)

akan menyebabkan potensi nukleasi heterogen dan pertumbuhan kristal (Stoller, 2012).

Orang yang mengalami peningkatan kadar oksalat urin tidak secara otomatis membentuk batu kalsium oksalat. Ada faktor lain yang mempengaruhinya seperti kelainan metabolisme, peran bakteri Oxalobacter formigenes,anion transporter Slc26a6,dehidrasi, hipositraturia, kadar inhibitor yang rendah, dan malabsorpsi (Stoller, 2012; Sakhaee, 2009)

c) Hipositraturia

Hipositraturia adalah sebuah keadaan dimana kadar sitrat urin kurang dari 320 mg/hari atau kurang dari 0,6 mmol/hari pada pria atau 1,03 mmol/hari pada wanita. Keseimbangan asam basa memiliki peranan penting dalam mengatur eksresi sitrat. Pada keadaan metabolik asidosis, terjadi penurunan kadar sitrat urin akibat peningkatan penyerapan tubulus dan penurunan sintesis sitrat di sel peritubular (Pearle dan Lotan, 2011).

Sitrat dapat membentuk senyawa dengan kalsium sehingga menurunkan konsentrasi ion kalsium dan menurunkan aktivitas produk sehingga dapat menurunkan potensi pembentukan kristal. Sitrat dapat menurunkan agglomerasi, nukleasi spontan, dan pertumbuhan kristal kalsium oksalat. Sitrat juga dapat menurunkan kadar mononatrium urat, suatu substansi yang dapat menyerap inhibitor dan membantu nukleasi heterogen, sehingga dapat mengecilkan batu kalsium oksalat (Stoller, 2012).

Penurunan kadar sitrat dapat diakibatkan oleh berbagai keadaan patologisyang berhubungan dengan asidosis. Distal renal tubular acidosis (RTA) memiliki ciri pH urin yang tinggi (>6,8), serum klorida yang tinggi, dan serum bikarbonat dan kalium yang sendah. Ketidakmampuan mengasamkan urin ketika diberikan asupan oral amonium klorida menegakkan diagnosis RTA (Pearle dan Lotan, 2011; Srivastava dan Alon, 2005). Diare kronik juga dapat menyebabkan tubuh kehilangan basa dari saluran cerna yang akan membawa ke asidosis


(30)

karbohidrat menyebabkan penurunan kadar sitrat secara signifikan di urin. Diuretik seperti thiazide dapat menyebabkan hipokalemia dan intraselular asidosis (Pearle dan Lotan, 2011; Stoller, 2012).

2.2.2.2. Batu Struvit

Batu struvit terdiri atas magnesium, amonium, dan fosfat (MAP) dengan rumus kimia magnesium ammonium phosphate hexahydrate (MgNH4PO4• 6H2O) dan terdapat pula serpihan kalsium fosfat dalam bentuk karbonat apatit (Ca10[PO4]6• CO3). Batu ini sering ditemukan pada wanita dan dapat terbentuk dengan cepat (Pearle dan Lotan, 2011; Stoller, 2012).

Teori yang berkembang saat ini berawal dari Brown (1901) yang menyatakan bahwa terdapat suatu bakteri yang dapat memecah urea sehingga mampu menimbulkan keadaan yang mendukung terbentuknya batu. Beliau kemudian menemukan bajteru yang disebut Proteus vulgaris dari batu tersebut. Teori ini terus berkembang dan ditemukanlah suatu enzim pada bakteri yang mampu menghidrolisa urea. Nama enzim ini adalah urease dan pertama kali diisolasi dari bakteri Canavalia ensiformis. Kini, ilmuwan menyimpulkan bahwa batu MAP hanya dapat jika terdapat hubungan dengan infeksi saluran kemih yang diakibatkan oleh bakteri pemecah urea (Pearle dan Lotan, 2011).

2.2.2.3. Batu Asam Urat

Batu asam urat hanya terjadi pada <5% kasus batu saluran kemih dan biasanya terdapat pada pria. Pasien dengan rematik, penyakit myeloproliferatif, atau penurunan berat badan yang cepat, dan pasien yang mendapat terapi obat sitotoksik memiliki insiden yang tinggi terjasinya batu asam urat. Sebagian besar pasien yang mengalami batu asam urat tidak mengalami hiperuricemia. Peningkatan asam urat lebih disebabkan karena dehidrasi dan memakan makanan yang mengandung banyak purin. Pasien yang mengalami batu asam urat memiliki pH<5,5. Ketika pH urin berada di atas konstanta disosiasi (pKa 5,75), asam urat akan berdisosiasi menjadi ion urat yang lebih larut dalam air. Oleh karena itu,


(31)

pengobatan lebih ditekankan pada pemberian cairan (volume urin >2L) dan pH urin diusahakan di atas 6 (Stoller, 2012).

2.3. Faktor Epidemiologi 2.3.1. Jenis Kelamin

Batu saluran kemih biasanya terjadi pada pria dewasa daripada wanita dewasa dengan perbandingan 3:1. Namun, saat ini terdapat perbedaan yang semakin sempit antara angka kejadian pada pria dengan wanita. Data dari Amerika menunjukkan bahwa meskipun angka kejadian dari tahun 1997-2002 terdapat peningkatan pada wanita sebesar 17% (Pearle dan Lotan, 2011).

2.3.2. Ras dan etnis

Batu saluran kemih lebih sering terjadi pada ras Kaukasia berkulit putih daripada kulit hitam, terlepas dari daerah tempat tinggal geografinya. Di Amerika dan Brasil, terdapat perbandingan 4:1 antara ras Kaukasia dengan Kulit Hitam. Memang benar perbedaan ini tidak akan membawa langsung kepada kesimpulan bahwa ras tertentu memiliki hubungan langsung terhadap risiko batu saluran kemih. Penelitian yang sama menunjukkan bahwa ketika orang Kulit Hitam mengadopsi gaya hidup orang Kaukasia, terdapat peningkatan prevalensi yang signifikan pada orang Kulit Hitam (Lopez dan Hoppe, 2008;Pearle dan Lotan, 2011).

2.3.3. Usia

Angka kejadian batu saluran kemih sangat jarang sebelum usia 20 tahun dan meningkat pada usia 40-60 tahun. Ilmuwan telah mengamati bahwa wanita memiliki model distribusi ganda kejadian batu saluran kemih pada usia 60 tahun berkaitan dengan menopause. Temuan ini mungkin ada hubungannya dengan efek estrogen yang dapat menghalangi pembentukan batu saluran kemih karena hormon ini dapat meningkatkan penyerapan kalsium dan mencegah saturasi kalsium di urin. Selain itu, batu saluran kemih lebih jarang pada wanita dibandingkan dengan pria hingga mencapai usia 50 tahun (Pearle dan Lotan, 2011).


(32)

2.3.4. Distribusi Geografi

Distribusi geografi batu saluran kemih cenderung terjadi sesuai dengan keadaan lingkingan. Prevalensi BSK yang tinggi sering ditemukan pada lingkungan yang panas, gersang, atau iklim yang kering seperti pegunungan, padang gurun, dan daerah tropis. Namun, faktor genetik dan pengaruh makanan dapat mengalahkan efek fsktor risiko geografi (Pearle dan Lotan, 2011).

Ilmuwan berhasil mengungkapkan daerah dengan prevalensi terbanyak di dunia. Daerah itu adalah: Amerika Serikat, Kepulauan Britania, Skandinavia dan Mediterania, India Utara dan Pakistan, Australia Utara, Eropa Tengah, sebagian Selat Malaya, dan Cina. Daerah-daerah di seluruh dunia yang memiliki prevalensi batu saluran kemih yang tinggi dikenal dengan istilah sabuk batu (stone belt) (Lopez dan Hoppe, 2008).

Gambar 2.4 Sabuk Batu Afrika-Asia

Sumber: López, M. & Bernd, H. (2008) ‘History, epidemiology and regional diversities of urolithiasis’, Pediatr Nephrol, 25, pp. 49–59. Fig. 1 North African–Asian Stone Belt; p. 53.

2.3.5. Iklim

Imsidensi batu ssaluran kemih lebih tinggi pada negara yang memiliki iklim hangat dan panas. Kemungkinan besar hal ini disebabkan karena pengeluaran urin yang rendah dan kurangnya asupan cairan. Faktor inilah yang


(33)

menyebabkan pola geografi di Amerika Utara dan sabuk batu Afro-Asia (Lopez dan Hoppe, 2008).

Selain itu, perbedaan musim juga berhubungan dengan suhu dan hilangnya cairan tubuh akibat presipitasi dan juga mungkin karena peningkatan produksi vitamin D akibat induksi dari sinar matahari. Angka kejadian batu saluran kemih lebih tinggi pada musim panas dan gugur dibandingkan musim dingin dan semi. Di Amerika Utara, prevalensi batu saluran kemih cenderung meningkat ketika rerata suhu tahunan (5.2°C di Dakota Utara hingga 22°C di Florida) dan indeks cahaya matahari (14.6 di Washington hingga 39.7 di Florida) meningkat (Lopez dan Hoppe, 2008; Pearle dan Lotan, 2011).

Gambar 2.5 Sabuk batu Amerika Utara

Sumber: López, M. & Bernd, H. (2008) ‘History, epidemiology and regional diversities of urolithiasis’, Pediatr Nephrol, 25, pp. 49–59. Fig. 2 North American Stone Belt; p. 53.

2.3.6. Pekerjaan

Paparan panas dan dehidrasi yang dapat mengakibatkan batu saluran kemih dapat terjadi pada pekerjaan. Juru masak dan ahli mesin, sering terkena paparan suhu yang tinggi, memiliki tingkat kejadian batu saluran kemih tertinggi dibandingkan personel lain. Orang yang bekerja di peleburan baja juga memiliki tingkat insidensi yang tinggi karena terpapar dengan suhu tinggi dibanding dengan orang yang bekerja di suhu normal. Pemeriksaan metabolik yang lebih dalam


(34)

selanjutnya mengungkapkan bahwa pekerja yang terpapar suhu tinggi memilliki volume urin yang rendah dan hipositraturia. Penelitian lain yang dilakukan pada pekerja pabrik kaca menunjukkan bahwa pekerja yang terpapar dengan suhu tinggi dalam jangka panjang mengalami persipitasi yang besar. Akibatnya, pekerja yang terkena paparan suhu tinggi memiliki volum urin dan pH yang rendah, level asam urat yang tinggi, massa jenis urin yang tinggi, sehingga menyebabkan supersaturasi asam urat. Hal ini menyebabkan 38% pekerja di pabrik tersebut mengalami batu asam urat (Pearle dan Lotan, 2011). Individu yang memiliki pekerjaan kantoran seperti manager atau pegawai profesional memiliki risiko tinggi terkena batu saluran kemih, namun penyebabnya masih belum jelas (Pearle dan Lotan, 2011).

2.3.7. Riwayat Keluarga

Orang dengan riwayat keluarga yang memiliki batu saluran kemih memiliki risiko yang lebih tinggi untuk menderita batu saluran kemih yang berulang, terlebih lagi jika orang tersebut memiliki riwayat gangguan saluran cerna (terutama yang menyebabkan diare kronik), osteoporosis, infeksi saluran kemih atau gout artritis (Pearle dan Lotan, 2011).

Insidensi batu saluran kemih akan meningkat sebanyak dua kali pada pasien dengan riwayat keluarga tingkat pertama yang memiliki riwayat batu saluran kemih (Stoller, 2012). Pasangam dari orang yang memiliki riwayat batu kalsium oksalat juga memiliki risiko yang lebih tinggi menderita batu saluran kemih dikarenakan adanya pengaruh lingkungan dan faktor makanan (Stoller, 2012).

Selain pengaruh lingkungan dan faktor makanan, genetik juga memiliki peran besar (Stoller, 2012). Peran genetik seperti defek pada pengasaman urin, cystinuria, ataupun defek pada gen yang mengatur jalur metabolisme kalsium sehingga terjadi hiperkalsiuria menyumbangkan faktor risiko signifikan dalam riwayat keluarga (Devuyst dan Pirson, 2007; Stoller, 2012; Mohsen et al., 2012).


(35)

2.3.8. Status Ekonomi

Dalam beberapa dekade terakhir ini, telah terjadi peningkatan kualitas pangan dan asupan protein yang pararel terhadap peningkatan perekonomian dunia sehingga standard hidup masyarakat juga mengalami perubahan Alpay et al. (2013). Perubahan perilaku dan gaya hidup ini mengakibatkan pergeseran kecendrungan lokasi terbentuknya batu dari kandung kemih menjadi batu ginjal terutama pada negara berkembang (Alpay et al., 2013).

Penelitian secara epidemiologi dari berbagai negara telah menunjukkan bahwa insidensi batu ginjal lebih tinggi pada populasi dengan konsumsi protein hewani yang tinggi (Pearle dan Lotan, 2011). Asupan protein dapat meningkatkan level kalsium urin, oksalat, dan eksresi asam urat yang pada akhirnya dapat meningkatkan probabilitas pembentukan batu saluran kemih bahkan pada orang yang normal sekalipun (Pearle dan Lotan, 2011).

2.4. Faktor Metabolik 2.4.1. Diabetes

Hubungan antara diabetes melitus dan batu saluran kemih telah diketahui sejak 15 tahun terakhir ini. Namun, studi epidemiologi yang detail masih sedikit dilakukan. Pada studi yang dilakukan oleh Meydan (2003) di Turki menunjukkan bahwa pasien yang mengalami diabetes lebih sering terkena batu saluran kemih dan memiliki tingkat kekambuhan yang tinggi. Penelitian prospektif telah menunjukkan bahwa riwayat diabetes memiliki hubungan independen dengan kejadian batu saluran kemih baik pada wanita usia muda dan tua, tapi tidak pada pria. Penelitian lebih lanjut mengungkapkan pasien diabetes yang mengalami batu ginjal lebih sering terkena batu jenis asam urat dibandingkan dengan jenis batu lain. Hal ini disebabkan pasien yang mengalami diabetes, khususnya diabetes melitus tipe II, memiliki pH yang rendah. Hal ini menyebabkan batu dapat mudah terbentuk. Selain itu, pasien dengan diabetes melitus mengeksresikan oksalat urin lebih banyak daripada orang yang tidak menderita diabetes (Khan, 2012).


(36)

Diabetes nefropati, ditandai dengan akumulasi matriks ekstraselular di matrik glomerular, tubulus interstisium, dan penebalan hyalin pembuluh darah ginjal, sering dikenal sebagai komplikasi diabetes. Nefropati dimulai dengan hiperglikemi. Glukosa dimetabolisme melalui berbagai jalur kaskade yang akan megaktifkan jalur lainnya. Molekul seperti advance glycation end products

(AGE), protein kinase C (PKC), dan RAS akan diaktifkan. Hal ini akan menghasilkan reactive oxygen species (ROS) yang pada akhirnya akan mengaktifkan jalur mitogen activated protein kinase (MPK), transforming growth factor-b (TGF-b), berbagai macam kemokin dan faktor transkripsi. Hal ini akan menyebabkan ekspresi berlebih dari gen yang menyandi matriks ekstraselular sehingga menyebabkan fibrosis. Kelainan ini disebut fibrosis kolagen tipe IV yang ditandai dengan peningkatan marker reaksi inflamasi dan terjadi pada pasien diabetes tipe II (Khan, 2012; Okonogi et al., 2001).

Gambar 2.6 Patofisiologi Diabetes dan Mekanisme Inflamasi

Sumber: Khan, S. Is o idati e stress, a li k et ee ephrolithiasis a d o esit ,

h perte sio , dia etes, hro i kid e disease, eta oli s dro e? , Urol Res, 40, pp.

95–112. Fig. 2Signalling Pathways Associated With Nephrolithiasis As Deter-Mined By Animal Model And Tissue Culture Studies; p. 105.


(37)

2.4.2. Hiperurikosuria

Batu asam urat dapat terjadi akibat gout artritis atau pada penyebab sekunder dari kelebihan produksi purin. Penyebab sekunder dari batu ini termasuk diare kronik yang diakibatkan oleh ileostomi, kolitis ulserasi, dan penyakit Chron. Diare kronik ini menyebabkan orang tersebut terpapar dengan kondisi pH urin yang rendah akibat hilangnya bikarbonat, berkurangnya eksresi amonia, dan rendahnya volume urin (Colella et al., 2005).

Tabel 2.4 Faktor-Faktor yang Dapat Menyebabkan Pembentukan Batu Akibat Hiperurikosuria

No Faktor

1 Kelaparan yang menyebabkan keadaan oligouria kronik

2 Gout primer (25% populasi)

3 Gout Sekunder (50% populasi)

4

Obat-obatan yang menyebabkan kerusakan sel dengan cepat. Sering pada pasien yang menjalani pengobatan penyakin neoplastik

5 Leukemia akut

6 Anemia hemolitik/ penyakit myeloproliferatif

7 Olahraga yang berlebihan

Sumber: Joan, C, Eileen, K, Bernadette, G, ‘a i, M. Urolithiasis/Nephrolithiasis:

What s It All A out? , Urologi Nursi g, , pp. -475. Table 3. Contributing Factors to Stone Development; p. 432.

2.4.3. Derajat Keasaman (pH)

Pada pH urin yang rendah (pH<5,5), asam urat yang belum berdisosiasi masih mendominasi urin sehingga dapat menyebabkan pembentukan batu asam urat dan/atau kalsium. Batu kalsium oksalat terbentuk akibat nukleasi heterogen dengan kristal asam urat. Setiap kelainan yang dapat menyebabkan rendahnya pH urin akan menjadi faktor predisposisi terhadap pembentukan batu. Penderita metabolik asidosis kronik dapat menyebabkan rendahnya pH urin, hiperkalsiuria,


(38)

dan hipositraturia. Asidosis dapat menyebabkan peningkatan resorpsi kalsium dari tulang dan menyebabkan peningkatan kalsium urin (Pearle dan Lotan, 2011).

2.4.4. Infeksi Saluran Kemih

Batu magnesium amonium fosfat (struvite) sangat erat kaitannya dengan batu infeksi. Batu ini sering dihubungkan dengan infeksi dari organisme seperti Proteus, Pseudomonas, Providencia, Klebsiella, Staphylococcus, dan E. coli

(Stoller, 2012). Kalsium fosfat adalah varian terbanyak kedua yang dihubungkan dengan infeksi. Kalsium fosfat terbentuk ketika pH urin berada <6,4 dan sering disebut sebagai batu brusit, sedangkan batu infeksi apatit dihubungkan dengan pH urin >6,4(Stoller, 2012).

Infeksi juga dapat terjadi sebagai akibat dari obstruksi urin dan keadaan statis pada bagian kalkulus proksimal (Stoller, 2012). Infeksi juga dapat menjadi faktor penyebab persepsi rasa nyeri pada pasien karena bakteri dapat menghasilkan eksotoksin maupun endotoksin yang akan mengubah aktivitas peristaltik otot saluran kemih (Stoller, 2012). Inflamasi lokal dapat menyebabkan aktivasi kemoreseptor dan persepsi nyeri yang mengikuti pola referal pattern

(Stoller, 2012).

Keadaan tertentu seperti pyuria, demam, leukositosis, atau bakteri dapat memberi petunjuk mengenai diagnosis infeksi saluran kemih dengan kemungkinan obstruksi atau pyonephrosis (Yilmaz et al., 2012).


(39)

BAB 3

KERANGKA KONSEP

3.1. Kerangka Konsep

Gambar 3.1 Kerangka konsep penelitian Karakteristik Epidemiologi

1.Usia

2.Jenis Kelamin 3.Suku

4.Pekerjaan 5.Pendidikan 6.Riwayat Keluarga 7.Status Ekonomi

Batu Saluran Kemih

1. Lokasi Batu Saluran Kemih 2. Jenis Batu Saluran Kemih

Karakteristik Metabolik

1. Diabetes Melitus 2. Hiperurikosuria 3. pH urin


(40)

3.2. Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional

Alat Ukur

Cara Ukur

Hasil Ukur Skala Ukur Variabel Dependen Batu Saluran Kemih Massa keras seperti batu yang terbentuk di

sepanjang saluran kemih, dibuktikan dengan

pemeriksaan CT scan abdomen atau BNO/IVP atau USG abdomen. Rekam medis Observasi rekam medis

Distribusi batu berdasarkan kelompok lokasi (Ginjal, Ureter, Kandung

Kemih, Uretra) dan jenis batu (Radioopak dan Non-radioopak) Nominal Lokasi Batu Saluran Kemih

Lokasi batu yang terdapat di sepanjang saluran kemih Rekam medis Observasi rekam medis

Ginjal, Ureter, Kandung

Kemih, Uretra

Nominal

Jenis Batu Saluran Kemih

Jenis batu saluran kemih berdasarkan sifatnya terhadap sinar X Rekam medis Observasi rekam medis Radioopak Non-radioopak Nominal Variabel Independen

Usia Usia pasien yang menderita batu saluran kemih yang tercatat di rekam medis Rekam medis Observasi rekam medis Distribusi berdasarkan kelompok umur Rasio Jenis kelamin

Sifat jasmani dan rohani yang membedakan diri seseorang. Rekam medis Observasi rekam medis Laki-laki, Perempuan Nominal


(41)

Suku golongan manusia yang anggota-anggotanya mengidentifikasik an dirinya dengan sesamanya

berdasarkan garis keturunan yang dianggap sama dan memiliki ciri khas seperti kesamaan budaya, bahasa, perilaku, dan ciri-ciri biologis Rekam medis Observasi rekam medis Distribusi berdasarkan kelompok suku Nominal

Pekerjaan Serangkaian kegiatan atau aktivitas

sehari-hari yang

dikelompokkan berdasarkan

kesamaan tugas yang diberikan Rekam medis Observasi rekam medis Distribusi berdasarkan kelompok pekerjaan (Guru, Ibu Rumah Tangga, Pegawai

Swasta,

Pegawai Negeri Sipil, Pelajar, Pensiunan, Petani, Wiraswasta, Tidak Bekerja)

Nominal

Pendidikan Jenis pendidikan formal yang terakhir yang diselesaikan oleh pasien Rekam medis Observasi rekam medis

Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah

Menengah Atas (SMA), Pendidikan Tinggi (PT) Nominal Riwayat Keluarga

Penilaian adanya anggota keluarga (kakek,ayah,ibu,sa Rekam medis Observasi rekam medis

Ada riwayat keluarga

menderita BSK,


(42)

udara, dll) yang menderita BSK dan memiliki hubungan garis keturunan secara langsung dan tercatat dalam rekam medik pasien.

Tidak ada

riwayat keluarga

menderita BSK,

Tidak ada

keterangan pada rekam medik

Status Ekonomi

Kedudukan

seorang warga negara dalam pelapisan sosial yang disebabkan oleh pemilikan kekayaan Rekam medis Observasi rekam medis

Menengah ke bawah

Menengah Menengah ke atas

Nominal

Diabetes Melitus

Riwayat DM

memenuhi kriteria kadar gula darah GDP > 126 mg/dl atau GDPP > 200 mg/dl atau HbA1c >7 % Rekam medis Observasi rekam medis

Ada riwayat DM,

Tidak ada

riwayat DM

Tidak ada

keterangan pada rekam medik

Nominal

Hiper-urikosuria

Keadaan kadar asam urat urin lebih dari 600 mg/hari Rekam medis Observasi rekam medis Hiper-urikosuria

Tidak Hiper-urikosuria

Tidak Diketahui

Nominal

pH urin

Ukuran tingkat keasaman atau kebasaan urin yang dihitung menurut kadar konsentrasi ion hidrogen Rekam medis Observasi rekam medis Distribusi berdasarkan kelompok pH (5,0-5,9, 6,0-6,9, 7,0-7,9, >8, Tidak

Diketahui)


(43)

Infeksi Saluran Kemih

Pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri dalam saluran kemih, meliputi parenkim ginjal sampai kandung

kemih dengan jumlah bakteriuria yang bermakna

Rekam medis

Observasi rekam medis

Ada riwayat ISK,

Tidak ada

riwayat ISK


(44)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif, dengan desain penelitian cross sectional (potong lintang), yaitu dengan melakukan pengamatan dan pengukuran sesaat terhadap data rekam medis penderita batu saluran kemih yang tercatat di RSUP Haji Adam Malik pada bulan Januari 2011 hingga Juli 2014

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian 4.2.1. Waktu Penelitian

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan selama dua bulan, yaitu dari bulan Agustus hingga September 2014

4.2.2. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan. Tempat ini dipilih karena RSUP Haji Adam Malik Medan adalah Rumah Sakit tipe A, yaitu rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis luas. Menurut SK MENKES No. 335/MENKES/SK/VII/1990,RSUP Haji Adam Malik adalah tempat rujukan dari berbagai sarana pelayanan kesehatan sehingga cukup representatif untuk dijadikan acuan sumber data epidemiologi khususnya di provinsi Sumatera Utara. Selain itu, RSUP H Adam Malik Medan adalah Rumah Sakit Pendidikan sesuai SK MENKES No. 502/MENKES/SK/IX/1991, sehingga memudahkan peneliti dalam proses pengumpulan data penelitian.


(45)

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita dengan BSK berdasarkan diagnosis di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik Medan pada data rekam medik yang masuk pada Januari 2011 hingga Juli 2014 yang berjumlah 1049 orang (data survei awal dari 1 Januari 2011-30 April 2014 berdasarkan kriteria ICD N20 dan N21).

4.3.2. Sampel Penelitian

Sampel adalah semua penderita BSK berdasarkan diagnosis di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik Medan dan karakteristik yang dimiliki populasi tersebut. Penentuan besarnya sampel yang diambil dalam penelitian ditentukan berdasarkan jenis penelitian dan variabel yang digunakan. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dan variabel yang digunakan adalah kategorik sehingga digunakan rumus sebagai berikut:

� =Zαd22PQ Keterangan:

α = Tingkat Kemaknaan = 0,05 Zα = Nilai baku normal = 1,96

P = Persentase penderita batu saluran kemih pada populasi target yaitu 39,1%

(Hardjoeno et al., 2006)

d = Tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki yakni 10%

� = ,962 x . 9 x ,6 9 , 2 � = 9 ,


(46)

Jadi, jumlah sampel minimal adalah + 92 sampel. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode proportional sampling, yakni melakukan pengambilan wakil-wakil dari setiap kelompok yang ada dalam populasi dan menyesuaikan dengan jumlah anggota subjek yang ada di dalam masing-masing anggota kelompok tersebut (Arikunto, 2006). Setelah itu, dari jumlah yang telah ditetapkan dilakukan teknik accidental sampling untuk menentukan sampel yang digunakan dalam penelitian.

4.3.3. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah kriteria atau standar yang ditetapkan sebelum penelitian atau penelaahan dilakukan. Kriteria inklusi digunakan untuk menentukan apakah seseorang dapat berpartisipasi dalam studi penelitian atau apakah penelitian individu dapat dimasukkan dalam penelaahan sistematis (Notoadmodjo, 2010). Kriteria inklusi adalah sebagai berikut:

1. Pria dan wanita yang terdiagnosis sebagai pasien batu saluran kemih yang dibuktikan dengan pemeriksaan CT scan abdomen, atau BNO/IVP, atau USG abdomen.

2. Memiliki catatan data rekam medis penderita batu saluran kemih yang lengkap (memiliki data usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, riwayat keluarga, status ekonomi, lokasi batu, dam jenis batu) dan terawat di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2011-2014.

4.4. Metode Pengumpulan Data 4.4.1. Jenis Data

Jenis data yang dipakai pada penelitian ini adalah data sekunder. Data yang digunakan sebagai sumber informasi diperoleh dari rekam medis hasil pemeriksaan batu saluran kemih penderita di RSUP Haji Adam Malik Medan pada bulan Januari 2011 hingga Juli 2014.


(47)

4.4.2. Cara Pengumpulan Data

Data yang digunakan merupakan data rekam medis hasil pemeriksaan batu saluran kemih penderita di RSUP Haji Adam Malik Medan pada bulan Januari 2011 hingga Juli 2014 yang telah dipilih menjadi sampel. Data yang telah didapat kemudian dicatat serta dikelompokkan sesuai dengan variabel yang digunakan.

4.5. Pengolahan dan Analisis Data 4.5.1. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu yang pertama melakukan pengumpulan data sekunder melalui berkas rekam medik. Kedua, dilakukan editing untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan data. Ketiga, melakukan coding, yakni data yang telah terkumpul kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual sebelum diolah dengan komputer. Keempat, melakukan

entry, yakni data kemudian dimasukkan ke dalam program komputer. Setelah itu dilakukan cleaning data dengan cara memeriksa semua data yang telah dimasukkan untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam memasukkan data. Terakhir, melakukan saving, yakni data kemudian disimpan dan siap dianalisa. Semua data yang telah dikumpulkan, dicatat dan dikelompokkan kemudian diolah menggunakan program Statistic Package for Social Science (SPSS) sesuai dengan tujuan penelitian.

4.5.2. Analisis Data

1) Analisis univariat yaitu analisis yang menggambarkan secara tunggal variabel-variabel penelitian baik independent maupun dependent dalam bentuk distribusi frekuensi.


(48)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Pelaksanaan Penelitian 5.1.1.Deskripsi Lokasi Penelitian

Pengumpulan data dilakukan di Instalasi Rekam Medik Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H. Adam Malik Medan. Rumah sakit ini berlokasi di Jalan Bunga Lau No. 17, Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan, Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara. RSUP H. Adam Malik merupakan Rumah Sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VIII/1990. Di samping itu, RSUP H. Adam Malik adalah Rumah Sakit Rujukan untuk wilayah pembangunan bagian barat yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, dan Riau.

RSUP H. Adam Malik juga ditetapkan sebagai Rumah Sakit Pendidikan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.502/Menkes/IX/1991 tanggal 6 September 1991 dan secara resmi pusat pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dipindahkan ke RSUP H. Adam Malik pada tanggal 11 Januari 1993. Dengan ditetapkannya RSUP H. Adam Malik sebagai Rumah Sakit Pendidikan, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dapat menggunakannya sebagai Pusat Pendidikan Klinik calon dokter dan Pendidikan Keahlian.

5.1.2.Deskripsi Data Penelitian

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang berasal dari rekam medis hasil pemeriksaan batu saluran kemih penderita di RSUP Haji Adam Malik Medan pada bulan Januari 2011 sampai Juni 2014. Dari total populasi sebesar 1049 sampel telah diambil secara proporsional sebanyak 182 sampel. Dari 182 sampel tersebut, diambil sampel secara acak sejumlah 164


(49)

sampel. Dari 164 sampel tersebut, terdapat 35 sampel yang tidak memenuhi kriteria inklusi dikarenakan data rekam medik tidak tersedia. Jumlah seluruh data yang masuk dalam analisis adalah 129 data rekam medis.

5.1.3.Distribusi Frekuensi Penderita BSK Menurut Usia

Distribusi data penelitian yang menunjukkan usia penderita batu saluran kemih dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.1 Distribusi Penderita Batu Saluran Kemih Berdasarkan Usia Tahun 2011-2014

No Kelompok usia N %

1 <15 5 3,9

1 16-25 12 9.3

2 26-35 8 6,2

3 36-45 27 20,9

4 46-55 43 33,4

5 56-65 22 17,0

6 66-75 10 7,7

7 >75 2 1,6

Jumlah 129 100,00

Berdasarkan tabel 5.1 di atas dapat dilihat bahwa penderita BSK berdasarkan kelompok umur yang tertinggi adalah pada kelompok umur 46-55 tahun dengan proporsi 33.4% (43 orang) dan kelompok umur yang terendah menderita BSK adalah kelompok umur >75 tahun dengan proporsi 1,6% (2 orang).

5.1.4.Distribusi Frekuensi Penderita BSK Menurut Jenis Kelamin

Distribusi data penelitian yang menunjukkan jenis kelamin penderita batu saluran kemih dapat dilihat pada tabel berikut.


(50)

Tabel 5.2 Distribusi Penderita Batu Saluran Kemih Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2011-2014

No Jenis kelamin n %

1 Laki-laki 81 62,8

2 Perempuan 48 37,2

Jumlah 129 100,00

Berdasarkan Tabel 5.2., dapat diketahui bahwa jumlah pasien laki-laki 68,8% (81 orang) yang menderita BSK lebih banyak dibandingkan dengan perempuan 37,2% (48 orang).

5.1.5.Distribusi Frekuensi Penderita BSK Menurut Suku

Distribusi data penelitian yang menunjukkan suku penderita batu saluran kemih dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.3 Distribusi Penderita Batu Saluran Kemih Berdasarkan Suku Tahun 2011-2014

No Suku n %

1 Aceh 9 6,9

2 Batak 40 31,0

3 Jawa 7 5,5

4 Karo 20 15,5

5 Tidak Diketahui 53 41,0

Jumlah 129 100,00

Berdasarkan tabel 5.3 di atas dapat dilihat bahwa penderita BSK berdasarkan suku yang tertinggi adalah pada suku Batak proporsi 31% (40 orang) dan suku yang terendah menderita BSK adalah suku Jawa dengan proporsi 5,5%


(51)

(7 orang). Pasien yang tidak diketahui sukunya disebabkan oleh tidak tersedianya data pada laporan status rekam medis pasien batu saluran kemih.

5.1.6.Distribusi Frekuensi Penderita BSK Menurut Pekerjaan

Distribusi data penelitian yang menunjukkan pekerjaan penderita batu saluran kemih dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.4 Distribusi Penderita Batu Saluran Kemih Berdasarkan Pekerjaan Tahun 2011-2014

No Pekerjaan n %

1 Guru 2 1,6

2 Ibu Rumah Tangga 25 19,4

3 Pegawai Swasta 5 3,9

4 Pegawai Negeri Sipil 24 18,6

5 Pelajar 10 7,7

6 Pensiunan 12 9,3

7 Petani 10 7,7

8 Wiraswasta 40 31,0

9 Tidak Bekerja 1 0,8

Jumlah 129 100,00

Berdasarkan tabel 5.4 di atas dapat dilihat bahwa penderita BSK berdasarkan pekerjaan yang tertinggi adalah pada kelompok wiraswasta dengan proporsi 31,8% (41 orang) dan kelompok pekerjaan yang terendah menderita BSK adalah kelompok tidak bekerja dengan proporsi 0,8% (1 orang).

5.1.7.Distribusi Frekuensi Penderita BSK Menurut Pendidikan

Distribusi data penelitian yang menunjukkan pendidikan penderita batu saluran kemih dapat dilihat pada tabel berikut.


(52)

Tabel 5.5 Distribusi Penderita Batu Saluran Kemih Berdasarkan Pendidikan Tahun 2011-2014

No Pendidikan n %

1 Tidak Tamat SD 2 1,6

2 Tamat SD 24 18,6

3 Tamat SMP 25 19,3

4 Tamat SMA 64 49,6

5 Tamat PT 14 10,9

Jumlah 129 100,00

Berdasarkan tabel 5.5 di atas dapat dilihat bahwa penderita BSK berdasarkan pendidikan yang tertinggi adalah pada kelompok tamat SMA dengan proporsi 49,6% (64 orang) dan kelompok pekerjaan yang terendah menderita BSK adalah kelompok tidak tamat SD dengan proporsi 1,6% (2 orang).

5.1.8.Distribusi Frekuensi Penderita BSK Menurut Riwayat Keluarga

Distribusi data penelitian yang menunjukkan usia penderita batu saluran kemih dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.6 Distribusi Penderita Batu Saluran Kemih Berdasarkan Riwayat Keluarga Tahun 2011-2014

No Riwayat Keluarga n %

1 Batu Saluran kemih 3 2,34

2 Tidak Ada Riwayat Penyakit 126 97,66

Jumlah 129 100,00

Berdasarkan tabel 5.6 di atas dapat dilihat bahwa penderita BSK berdasarkan riwayat keluarga yang tertinggi adalah pada kelompok tidak memiliki riwayat penyakit batu saluran kemih dalam keluarga dengan proporsi 97.66%


(53)

(126 orang) dan kelompok riwayat keluarga yang terendah menderita BSK adalah kelompok dengan riwayat keluarga penderita batu saluran kemih dengan proporsi 2,34% (3 orang).

5.1.9.Distribusi Frekuensi Penderita BSK Menurut Status Ekonomi

Distribusi data penelitian yang menunjukkan status ekonomi penderita batu saluran kemih dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.7 Distribusi Penderita Batu Saluran Kemih Berdasarkan Status Ekonomi Tahun 2011-2014

No Status Ekonomi n %

1 Menengah ke Atas 22 17,0

2 Menengah 81 62,8

3 Menengah ke Bawah 26 20,2

Jumlah 129 100,00

Berdasarkan tabel 5.7 di atas dapat dilihat bahwa penderita BSK berdasarkan status ekonomi yang tertinggi adalah pada kelompok ekonomi menengah dengan proporsi 62,8% (81 orang) sedangkan kelompok ekonomi yang terendah menderita BSK adalah kelompok ekonomi menengah ke atas dengan proporsi 17,0% (22 orang).

5.1.10. Distribusi Frekuensi Penderita BSK dengan Diabetes Melitus

Distribusi data penelitian yang menunjukkan riwayat diabetes melitus pada penderita batu saluran kemih dapat dilihat pada tabel berikut.


(54)

Tabel 5.8 Distribusi Penderita Batu Saluran Kemih Berdasarkan Diabetes Melitus Tahun 2011-2014

No Riwayat Diabetes Melitus n %

1 Diabetes Melitus 57 44,1

2 Tidak Diabetes Melitus 29 22,5

3 Tidak Diketahui 43 33,4

Jumlah 129 100,00

Berdasarkan tabel 5.8 di atas dapat dilihat bahwa penderita BSK berdasarkan riwayat diabetes melitus yang tertinggi adalah pada kelompok memiliki riwayat diabetes melitus dengan proporsi 44,1% (57 orang) dan kelompok riwayat diabetes melitus yang terendah menderita BSK adalah kelompok dengan tidak memiliki riwayat diabetes melitus dengan proporsi 22,5% (29 orang). Data tidak diketahui disebabkan karena catatan rekam medis tidak memiliki data yang lengkap mengenai status riwayat penyakit diabetes melitus pada pasien dengan batu saluran kemih.

5.1.11. Distribusi Frekuensi Penderita BSK dengan Hiperurikosuria

Distribusi data penelitian yang menunjukkan riwayat hiperurikosuria pada penderita batu saluran kemih dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.9 Distribusi Penderita Batu Saluran Kemih Berdasarkan Hiperurikosuria Tahun 2011-2014

No Riwayat Hiperurikosuria n %

1 Hiperurikosuria 34 26,3

2 Tidak Ada Hiperurikosuria 30 23,3

3 Tidak Diketahui 65 50,4


(55)

Berdasarkan tabel 5.9 di atas dapat dilihat bahwa penderita BSK berdasarkan riwayat hiperurikosuria yang tertinggi adalah pada kelompok yang memiliki riwayat hiperurikosuria dengan proporsi 26,3% (34 orang) dan kelompok yang terendah menderita BSK adalah kelompok yang tidak memiliki riwayat hiperurikosuria dengan proporsi 23,3% (30 orang). Sedangkan data riwayat hiperurikosuria tidak diketahui memiliki proporsi 50,4% (65 orang). Data tidak diketahui disebabkan karena catatan rekam medis tidak memiliki data yang lengkap mengenai status riwayat penyakit hiperurikosuria pada pasien dengan batu saluran kemih.

5.1.12. Distribusi Frekuensi Penderita BSK Menurut pH Urin

Distribusi data penelitian yang menunjukkan pH urin penderita batu saluran kemih dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.10 Distribusi Penderita Batu Saluran Kemih Berdasarkan pH Urin Tahun 2011-2014

No pH Urin n %

1 5,0-5,9 19 14,7

2 6,0-6,9 23 17,9

3 7,0-7,9 7 5,4

4 >8 4 3,1

5 Tidak Diketahui 76 58,9

Jumlah 129 100,00

Berdasarkan tabel 5.10 di atas dapat dilihat bahwa penderita BSK berdasarkan pH Urin yang tertinggi adalah pada kelompok yang memiliki pH 6,0-6,9 dengan proporsi 17,9% (23 orang) dan kelompok yang terendah menderita BSK adalah kelompok dengan pH >8 dengan proporsi 3,1% (4 orang). Sedangkan data pH urin tidak diketahui memiliki proporsi 58,9% (76 orang). Data tidak diketahui


(56)

disebabkan karena catatan rekam medis tidak memiliki data yang lengkap mengenai status pH urin pada pasien dengan batu saluran kemih.

5.1.13. Distribusi Frekuensi Penderita BSK dengan Infeksi Saluran Kemih

Distribusi data penelitian yang menunjukkan riwayat infeksi saluran kemih pada penderita batu saluran kemih dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.11 Distribusi Penderita Batu Saluran Kemih dengan Infeksi Saluran Kemih Tahun 2011-2014

No Infeksi Saluran Kemih n %

1 Ada Infeksi Saluran Kemih 47 36,4

2 Tidak Infeksi Saluran Kemih 82 63,6

Jumlah 129 100,00

Berdasarkan tabel 5.11 di atas dapat dilihat bahwa penderita BSK yang tertinggi adalah pada kelompok tidak infeksi saluran kemih dengan proporsi 63,6% (82 orang) dan kelompok yang terendah menderita BSK adalah kelompok Infeksi Saluran Kemih dengan proporsi 36,4% (47 orang).

5.1.14. Distribusi Frekuensi Penderita BSK Menurut Lokasi Batu

Distribusi data penelitian yang menunjukkan lokasi batu penderita batu saluran kemih dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.12 Distribusi Penderita Batu Saluran Kemih Berdasarkan Lokasi Batu Tahun 2011-2014

No Lokasi Batu n %

1 Ginjal 54 36,0

2 Ureter 42 28,0

3 Kandung Kemih 39 26,0

4 Uretra 15 10,0


(57)

Berdasarkan tabel 5.12 di atas dapat dilihat bahwa letak batu pada penderita BSK yang paling sering adalah pada ginjal dengan proporsi 36% (54 orang) dan lokasi yang paling jarang terjadinya BSK adalah di uretra dengan proporsi 10% (15 orang). Jumlah data pada distribusi menurut lokasi batu seolah-olah lebih banyak daripada data sampel dikarenakan terdapat pasien yang mengalami batu saluran kemih lebih dari satu lokasi pada waktu yang bersamaan ataupun rekurensi tetapi di lokasi yang berbeda.

5.1.15. Distribusi Frekuensi Penderita BSK Menurut Jenis Batu

Distribusi data penelitian yang menunjukkan jenis batu penderita batu saluran kemih dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.13 Distribusi Penderita Batu Saluran Kemih Berdasarkan Jenis Batu Tahun 2011-2014

No Jenis Batu n %

1 Batu Radioopak 53 41,0

2 Batu Radiolusen 33 25,6

3 Tidak Diketahui 43 33,4

Jumlah 129 100,00

Berdasarkan tabel 5.3 di atas proporsi jenis batu tersering adalah jenis batu radioopak dengan proporsi 41% (53 orang). Sedangkan pasien dengan jenis batu yang tidak diketahui pada status rekam medis memiliki proporsi 33,4% (43 orang). Pada pasien penderita dengan jenis batu radiolusen mempunyai proporsi 25,6% (33 orang).


(58)

5.2. Pembahasan

5.2.1.Analisis Distribusi Frekuensi Penderita BSK Menurut Usia

Dalam penelitian ini diketahui bahwa jumlah penderita batu saluran kemih terbanyak terdapat pada kelompok usia 46-55 tahun sebanyak 43 orang (33,4%), diikuti oleh kelompok usia 36-45 tahun sebanyak 27 orang (20,9%) dan kelompok usia 56-65 tahun sebanyak 22 orang (17%), dengan umur termuda 7 tahun dan umur tertua 78 tahun. Kelompok usia dengan jumlah pasien batu saluran kemih paling sedikit adalah kelompok usia >75 tahun dengan jumlah pasien sebanyak 2 orang (1.6%).

Hasil ini sesuai dengan penelitian Muslumanoglu et al. (2010) yang melakukan penelitian di Turki dengan jumlah sampel 2,468 menemukan peningkatan prevalensi batu saluran kemih seiring dengan bertambahnya usia baik pada pria maupun wanita. Penderita terbanyak dijumpai pada kelompok usia 45-55 tahun dengan proporsi 26.6% dan terdapat peningkatan prevalensi secara signifikan ketika usia pasien > 40 dibandingkan dengan usia <40 tahun (19.4 vs. 7.6%, OR: 2.53, CI: 1.9–3.2, p=0.000). Adapun kelompok usia yang paling sedikit menderita penyakit ini adalah kelompok usia <25 tahun dengan proporsi 8%.

Hasil yang serupa juga didapati dalam Riskesdas (2013) di Indonesia dengan jumlah sampel sebanyak 722.329 yang menemukan usia terbanyak penderita batu ginjal adalah kelompok usia 55-64 tahun sebanyak 9.391 orang (1,3%), menurun sedikit pada kelompok umur 65-74 tahun (1,2%) dan umur ≥75 tahun (1,1%), sedangkan kelompok usia 15-24 tahun dengan jumlah sampel sebanyak 723 orang (0,1%) merupakan kelompok usia terendah yang mengalami batu ginjal.

Namun, hasil di atas berbeda dengan penelitian Sun et al. (2011) dalam penelitiannya di negara Cina yang melibatkan 3.678 sampel mendapati kelompok usia 31-40 adalah yang terbanyak yang menderita batu saluran kemih. Hal serupa juga didapati pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Knoll et al. (2010) di Jerman secara prospektif dari tahun 1977 hingga 2006 dengan jumlah sampel lebih dari 200.000 sampel. Penelitian tersebut menemukan terjadi pergeseran penderita


(59)

kelompok usia terbanyak dari kelompok 60-69 tahun menjadi kelompok usia 40-49 tahun sejak 1997.

Hasil yang berbeda juga didapati oleh Safarinejad (2007) dalam penelitiannya di Iran yang menemukan adanya tingkat kekambuhan penderita batu saluran kemih sebesar 32%. Kelompok usia dengan tingkat kekambuhan yang paling tinggi, yakni 36%, adalah kelompok usia 30-39 tahun. Kekambuhan terjadi dengan rentang waktu 11-162 bulan (median 21) setelah pertama kali didiagnosis batu saluran kemih. Rerata kekambuhan secara kumulatif adalah 16% setelah 1 tahun, 32% setelah 5 tahun, dan 53% setelah 10 tahun.

Kelompok usia 40 tahun ke atas merupakan kelompok usia dengan angka kejadian batu saluran kemih terbanyak dan angkanya mengalami perubahan prevalensi ke kelompok usia yang lebih muda (Knoll et al., 2010; Safarinejad, 2007). Perubahan angka kejadian pada kelompok usia ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti gaya hidup, asupan nutrisi, asupan cairan, dan pekerjaan (Lopez dan Hoppe, 2008; Muslumanoglu et al., 2010).

5.2.2.Analisis Distribusi Frekuensi Penderita BSK Menurut Jenis Kelamin

Dalam penelitian ini diketahui bahwa jumlah pasien pria 68,8% (81 orang) yang menderita batu saluran kemih lebih banyak dibandingkan dengan wanita 37,2% (48 orang). Rasio perbandingan pria:wanita adalah 1,68:1.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Riskesdas (2013) di Indonesia dengan jumlah sampel sebanyak 722.329 menemukan prevalensi lebih tinggi pada laki-laki sebanyak 5.779 orang (0,8%) dibanding perempuan sebanyak 2.890 orang (0,4%). Rasio perbandingan pria:wanita adalah 2:1

Hal yang serupa juga ditemukan dalam penelitian Sun et al. (2011) di Cina yang mendapati perbandingan pria:wanita adalah 2.34:1 dengan rincian 3.678 pria dan 1.570 wanita. Knoll et al. (2010) dalam hasil penelitiannya di Jerman menemukan perbandingan pria:wanita adalah 2.7:1 dengan mayoritas penderita batu kalsium. Safarinejad (2007) di Iran mendapati perbandingan pria:wanita adalah 1.15:1 dan insidensi setiap tahun meningkat secara signifikan pada pria dibanding dengan wanita. Sedangkan, temuan Knoll et al. (2010) pada penelitian


(1)

Frequencies

Statistics lokasi batu

N Valid 129 Missing 0

lokasi batu

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid <15 5 3,9 3.9 3,9

16-25 12 9.3 9.3 13.2

26-35 8 6.2 6.2 19.4

36-45 27 20.9 20.9 40.3

46-55 43 33.4 33.4 73.7

56-65 22 17.0 17.0 90.7

66-75 10 7.7 7.7 98.4

>75 2 1.6 1.6 100

Total 129 100.0 100.0

Statistics jenis kelamin

N Valid 129 Missing 0

jenis kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid L 81 62.8 62.8 62.8

P 48 37.2 37.2 100.0


(2)

Statistics suku

N Valid 129 Missing 0

suku

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Tidak Diketahui 53 41.1 41.1 41.1

Aceh 9 6.9 6.9 48

Batak 40 31.0 31.0 79

Jawa 7 5.5 5.5 84.5

Karo 20 15.5 15.5 100

Total 129 100.0 100.0

Statistics pekerjaan

N Valid 129 Missing 0

pekerjaan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Guru 2 1.6 1.6 1.6

Ibu Rumah Tangga 25 19.4 19.4 21

Pegawai Swasta 5 3.9 3.9 24.9

Pegawai Negeri Sipil 24 18.6 18.6 43.5

Pelajar 10 7.7 7.7 51.2

Pensiunan 12 9.3 9.3 60.5

Petani 10 7.7 7.7 68.2

Wiraswasta 40 31.0 31.0 99.2

Tidak Bekerja 1 0.8 0.8 100


(3)

Statistics pendidikan

N Valid 129 Missing 0

pendidikan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Tidak Tamat SD 2 1.6 1.6 1.6

Tamat SD 24 18.6 18.6 39.5

Tamat SMP 25 19.3 19.3 89.1

Tamat SMA 64 49.6 49.6 100

Tamat PT 14 10.9 10.9 20.2

Total 129 100.0 100.0

Statistics riwayat keluarga

N Valid 129 Missing 0

riwayat keluarga

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid BSK 3 2.3 2.3 2.3

tidak 126 97.7 97.7 100.0 Total 129 100.0 100.0


(4)

Statistics status ekonomi

N Valid 129 Missing 0

status ekonomi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid ATAS 22 17.7 17.7 17.7

BAWAH 26 20.2 20.2 37.9

MENENGAH 81 62.8 62.8 100.0 Total 129 100.0 100.0

Statistics diabetes melitus

N Valid 129 Missing 0

diabetes melitus

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid DM 57 44.2 44.2 44.2

TIDAK DM 29 22.5 22.5 66.7

TIDAK DIKETAHUI 43 33.3 33.3 100.0

Total 129 100.0 100.0

Statistics hiperurikosuria

N Valid 129 Missing 0


(5)

hiperurikosuria

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid TIDAK 30 23.3 23.3 23.3

TIDAK

DIKETAHUI 65 50.4 50.4 73.6

YA 34 26.4 26.4 100.0

Total 129 100.0 100.0

Statistics pH Urin

N Valid 129 Missing 0

pH Urin

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 5,0-5,9 19 14.7 14.7 14.7

6,0-6,9 23 17.9 17.9 32.6

7,0-7,9 7 5.4 5.4 38

>8 4 3.1 3.1 41.1

Tidak Diketahui 76 58.9 58.9 100

Total 129 100.0 100.0

Statistics Infeksi saluran kemih

N Valid 129 Missing 0

Infeksi saluran kemih

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid ISK 47 36.4 36.4 36.4

TIDAK 82 63.6 63.6 100


(6)

Statistics lokasi batu

N Valid 129 Missing 0

lokasi batu

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Ginjal 54 36.0 36.0 36.0

Ureter 42 28.0 28.0 64

Kandung Kemih 39 26.0 26.0 90

Uretra 15 10.0 10.0 100

Total 129 100.0 100.0

Statistics jenis batu

N Valid 129 Missing 0

jenis batu

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Radiolusen 33 25.6 25.6 25.6

Radioopak 53 41.0 41.3 6.9

Tidak Diketahui 43 33.4 33.4 100.0