Perlindungan Hukum Terhadap Hak Merek Pada Bidang Jasa Usaha Menengah Dalam Rangka Menghadapi Pasar Tunggal Asean

BAB II
PENGATURAN HAK MEREK PADA BIDANG JASA USAHA
MENENGAH DALAM RANGKA MENGHADAPI PASAR TUNGGAL

E.

Pengertian dan Dasar Hukum Pengaturan Bidang Jasa Usaha
Menengah
Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,

yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi
bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha
Besar yang memenuhi kriteria. 35
Jasa Usaha Menengah adalah unit usaha produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perorangan atau Badan Usaha disemua sektor
ekonomi. Pada prinsipnya, pembedaan antara Usaha Mikro (UMi), Usaha Kecil
(UK), Usaha Menengah (UM) dan Usaha Besar (UB) umumnya didasarkan pada
nilai asset awal (tidak termasuk tanah dan bangunan), omset rata-rata pertahun
atau njumlah pekerja tetap. Namun definisi Jasa Usaha Menengah berdasarkan
ketiga alat ukur ini berbeda disetiap Negara. Karena itu, memang sulit

membandingkan pentingnya atau peran Jasa Usaha Menengah antar Negara.
Tidak terdapat kesepakatan umum dalam membedakan sebuah Mikro Ekonomi
(MiE) dari sebuah UK atau UK dari sebuah UM, dan yang terakhir dari sebuah
UB. Namun demikian, secara umum, sebuah UMi mengerjakan lima atau kurang
pekerja tetap, walaupun banyak usaha dari kategori ini tidak mengerjakan pekerja

35

http://pengadaan-barang-jasa.blogspot.co.id/2014/08/usaha-menengah.html, (diakses
tanggal 6 Mei 2016)

25

Universitas Sumatera Utara

yang digaji, yang didalam literature sering disebut self employment. Sedangkan
sebuah Jasa Usaha Menengah dapat berkisar antara kurang dari 100 pekerja (di
Indonesia), dan 300 pekerja (di China). Selain menggunakan jumlah pekerja,
banyak Negara yang juga menggunakan nilai asset tetap (tidak termasuk gedung
dan tanah) dan omset dalam mendefinisikan Jasa Usaha Menengah. Bahkan

dibanyak Negara, definisi Jasa Usaha Menengah berbeda antar sector, misalnya di
Thailand, India, dan China, atau bahkan berbeda antar lembaga atau departemen
pemerintah, misalnya Indonesia dan Pakistan. 36
Usaha mikro kecil dan menengah sering kali dipandang sebagai sebuah
problem. Terdapat berbagai alasan mengapa muncul pandangan seperti itu.
Tinjauan prespektif kemampuan usaha mikro kecil dan menengah dianggap
kurang berdaya. Sehingga pemerintah merasa perlu memberikan perhatian khusus,
perlindungan dan bantuan usaha nampaknya menjadi suatu keharusan, mengingat
jumlah tenaga kerja yang terserap dalam sektor ini cukup besar. Upaya dalam
mengatasi masalah tersebut harus menjadi agenda pembangunan yang pokok,
harus dilandasi oleh strategi penguatan dan pemberdayaan yang tujuannya adalah
memampukan juga memandirikan lapisan pengusaha kecil. 37
Pandangan dari perspektif lain, usaha mikro kecil dan menengah justru
memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan usaha besar. Hal tersebut dapat
diketahui dari kemampuannya dalam melunasi kewajiban pembayaran hutang. 38

36

Tulus Tambunan, Op.Cit, hal 3
Nety Herawati, Op.Cit, hal 2

38
http://muthiyagabrielamalawat.blogspot.co.id/2011/04/usaha-kecil-menengahukm.html
37

Universitas Sumatera Utara

Dasar hukum yang pengaturan bidang jasa usaha menengah ialah:
1. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah
Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi
bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha
Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. 39 Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah bertujuan menumbuhkan dan mengembangkan usahanya dalam
rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi
yang berkeadilan. 40
Tujuan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yaitu mewujudkan
struktur perekonomian nasional yang seimbang, berkembang, dan berkeadilan,

menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah menjadi usaha yang tangguh dan mandiri dan meningkatkan peran
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam pembangunan daerah, penciptaan
lapangan

kerja,

pemerataan

pendapatan,

pertumbuhan

ekonomi

dan

pengentasan rakyat dari kemiskinan. 41
Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pemberdayaan Usaha
Menengah dalam bidang pembiayaan dan penjaminan dengan memfasilitasi

dan mendorong peningkatan pembiayaan modal kerja dan investasi melalui
39

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah,
Pasal 1 angka 3
40
Ibid, Pasal 3
41
Ibid, Pasal 5

Universitas Sumatera Utara

perluasan sumber dan pola pembiayaan, akses terhadap pasar modal, dan
lembaga pembiayaan lainnya; dan mengembangkan lembaga penjamin kredit
dan meningkatkan fungsi lembaga penjamin ekspor. 42 Dalam pelaksanaan
kemitraan dengan pola distribusi dan keagenan Usaha Besar dan/atau Usaha
Menengah memberikan hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa kepada
Usaha Mikro dan/atau Usaha Kecil. 43Usaha Menengah dilarang memiliki
dan/atau menguasai Usaha Mikro dan/atau Usaha Kecil mitra usahanya. 44
2. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan UndangUndang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah

Pengembangan usaha dilakukan terhadap Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan
Usaha Menengah. 45 Pengembangan Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha
Menengah

dilakukan melalui pendataan, identifikasi potensi, dan masalah

yang dihadapi, penyusunan program pembinaan dan pengembangan sesuai
potensi dan masalah yang dihadapi, pelaksanaan program pembinaan dan
pengembangan dan pemantauan dan pengendalian pelaksanaan program. 46
Pemerintah dan Pemerintah Daerah memprioritaskan pengembangan Usaha
Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah melalui pemberian kesempatan
untuk ikut serta dalam pengadaan barang dan jasa Pemerintah dan Pemerintah
Daerah, pencadangan usaha bagi Usaha Mikro, Usaha Kecil dan Usaha
Menengah melalui pembatasan bagi Usaha Besar, kemudahan perizinan,

42

Ibid, Pasal 24
Ibid, Pasal 31
44

Ibid, Pasal 35 ayat (2)
45
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah, Pasal 3 ayat (1)
46
Ibid, Pasal 5 ayat (1)
43

Universitas Sumatera Utara

penyediaan Pembiayaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan atau fasilitasi teknologi dan informasi.
3. Peraturan menteri

koperasi dan usaha kecil dan menengah

nomor

18/PER/M.KUKM/IX/2015 tentang Pedoman Pendidikan dan Pelatihan bagi
Sumber daya manusia Koperasi, Pengusaha mikro, Kecil, dan Menengah
Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang

dilakukan oleh orang-perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi
bagian baik langsung ataupun tidak langsung dari usaha kecil atau usaha besar
dari hasil penjualan tahunan yang memenuhi kriteria Usaha Menengah
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. 47

F.

Bidang Jasa Usaha Menengah Menghadapi Pasar Tunggal ASEAN
Pasar tunggal ASEAN mulai berlaku, Masyarakat Ekonomi ASEAN

(MEA) dimaksudkan untuk mengintegrasikan perekonomian ASEAN dengan
empat pilar yakni menciptakan pasar tunggal dan basis produksi, meningkatkan
daya saing, meningkatkan pembangunan ekonomi yang adil, dan lebih
mengintegrasikan ASEAN ke dalam ekonomi global. Pemberlakuan MEA pada
satu sisi akan memberikan peluang karena terjadinya arus bebas barang, jasa,
investasi, modal, dan tenaga kerja terampil. Dengan adanya MEA akan
mendorong kawasan ASEAN menjadi lebih terintegrasi, dinamis dan kompetitif


47

Peraturan menteri
koperasi dan usaha kecil dan menengah
nomor
18/PER/M.KUKM/IX/2015 tentang Pedoman Pendidikan dan Pelatihan bagi Sumber daya
manusia Koperasi, Pengusaha mikro, Kecil, dan Menengah, Pasal 1angka 5

Universitas Sumatera Utara

dalam menghadapi persaingan dagang kawasan dan global. 48Ini membuat
pergerakan bebas barang dan jasa yang diperkirakan dapat menurunkan harga
bahan baku dan biaya produksi di ASEAN hingga 10-20 persen. Sayangnya
penurunan tarif ini yang justru belum banyak dimanfaatkan oleh UKM. Menurut
perkiraan hanya sekitar 20-25 persen perusahaan Indonesia yang memanfaatkan
penurunan tarif preferensial (common effective preferential tariff/CEPT) yang
berlaku di AFTA atau MEA. 49
Bidang Jasa usaha menengah sendiri selama ini masih gagap menghadapi
persaingan domestik dengan usaha menengah dan besar, namun sekarang tiba-tiba
harus menghadapi sesama Jasa Usaha Menengah dari semua negara ASEAN.

Masalah kesiapan dalam menghadapi MEA bukan monopoli Jasa Usaha
Menengah di Indonesia. Jasa Usaha Menengah negara lain juga menghadapi
kondisi hal yang sama. Sebuah survei yang dilakukan oleh Bank Pembangunan
Asia dan Institut Studi Asia Tenggara (2015) menemukan bahwa kurang dari
seperlima bisnis kawasan ASEAN yang siap menghadapi masyarakat ekonomi
ASEAN. 50
Pada pertengahan tahun ini, Kementerian Perdagangan Malaysia
melakukan survei terhadap sekitar seribu industri skala kecil dan menengah. Lebih
dari setengah dari mereka yang tidak tahu tentang Masyarakat Ekonomi ASEAN,
terutama apa yang bisa dilakukan untuk bisnis mereka. Ada sekitar 60% Jasa
Usaha Menengah tidak menyadari peluang di negara-negara ASEAN lainnya, baik
48

Lubis, A. Lima Tahap Menuju Pasar Tunggal ASEAN. Waspada. Medan.
http://www.waspada.co.id (10 Mei 2016).
49

http://economy.okezone.com/read/2016/01/14/320/1288073/strategi-ukm-hadapimea.html (15 Juni 2016).
50
http://www.koran-sindo.com.html, (16 Juni 2016).


Universitas Sumatera Utara

mereka tidak menyadari apa itu MEA atau tidak menyadari peluang yang tersedia
di negara-negara ASEAN. Kondisi serupa juga dialami oleh beberapa negara
ASEAN lainnya. Myanmar, misalnya juga menghadapi kendala yang tidak jauh
berbeda. Bahkan para pengusaha Myanmar sendiri mengaku belum siap untuk
bergabung dalam pasar MEA. Artinya Indonesia bukan satu satunya negara
ASEAN yang masih memerlukan persiapan lebih banyak. Diperlukan sebuah
strategi bisnis yang tepat bagi Jasa Usaha Menengah dalam memosisikan diri
menghadapi MEA. Pada dasarnya setiap negara memiliki keunggulan bersaing
yang berbeda sesuai dengan resources negara yang bersangkutan. Setiap negara
memiliki awarnessyang hendak di bangun dalam menghadapi persaingan. 51
Kesulitan yang dihadapi oleh Jasa Usaha Menengah di Indonesia dalam
bersaing adalah lemahnya kegiatan branding dan promosi serta penetrasi pasar
diluar negeri. Kesulitan ini jangan sampai membuat Jasa Usaha Menengah
Indonesia terdesak untuk masuk pasar luar negeri. Tantangan tersebut, bukan
hanya menjadi tanggung jawab Jasa Usaha Menengah saja, tetapi juga
pemerintah. Selain itu ada banyak tantangan dalam meningkatkan daya saing
perekonomian nasional. Hingga kini Indonesia masih menghadapi persaingan
dengan negara lain terkait dengan daya saing infrastruktur, kesiapan sumber daya
manusia, pembiayaan lembaga keuangan dan perbankan dalam mendukung
perkembangan Jasa Usaha Menengah, dan iklim bisnis yang mampu mendorong
persaingan dan efisiensi bisnis.

51

Unisosdem. ASEAN Berencana Menjadi Pasar Tunggal. www.unisosdem.org (11 Mei

2016).

Universitas Sumatera Utara

Selain itu, Jasa Usaha Menengah harus mampu beradaptasi dengan
lingkungan bisnis secara keseluruhan, kemudahan akses terhadap pembiayaan,
akses ke pasar, dan produktivitas dan efisiensi. Akses ke lembaga keuangan
merupakan sebuah rintangan utama, karena pembiayaan untuk Jasa Usaha
Menengah masih menggunakan skema kredit komersial, bahkan suku bunga
pembiayaan Indonesia jauh dari kompetitif di banding negara ASEAN lainnya.
Belum lagi perusahaan khusus mikro yang memiliki potensi untuk berkembang
dari usaha kecil atau menengah masih mengalami hambatan berkoneksi dengan
lembaga keuangan karena mereka tidak memiliki dokumentasi keuangan dan
catatan, tidak ada hubungan perbankan, dan kurang melek finansial. Asimetri
informasi kredit Jasa Usaha Menengah, ketersediaan atau kurangnya kredit yang
dijamin, ketidakcocokan program pembiayaan Jasa Usaha Menengah, semakin
menambah masalah. Sementara itu, kalangan perbankan juga harus mampu
menjembatani akses yang lebih baik dalam membiayai Jasa Usaha Menengah. Hal
itu dapat dicapai melalui peningkatan keterampilan manajemen risiko lembaga
keuangan dan memahami lebih jauh kebutuhan sektor tersebut, sehingga
meningkatkan kemampuan mereka dalam mengelola program pembiayaan Jasa
Usaha Menengah.
Kalangan perbankan harus membantu para Jasa Usaha Menengah
menyadari pentingnya perilaku pembayaran yang baik bagi mereka sendiri karena
hal itu akan dapat mendukung permintaan kredit untuk Jasa Usaha Menengah
mereka. Jasa Usaha Menengah juga harus memahami dan mengendalikan risiko
keuangan dan likuiditas, agar tidak menimbulkan utang lebih tinggi dari

Universitas Sumatera Utara

pendapatan mereka, menghindari penipuan identitas (informasi pribadi mereka
digunakan oleh orang lain untuk mendapatkan kredit) dan lain sebagainya.
Jasa Usaha Menengah didorong untuk memiliki pola pikir yang
kompetitif; terhubung ke target pasar; sesuai dengan standar internasional dan
proses terbaik di kelasnya atau benchmarking; bersaing secara berkelanjutan; dan
beradaptasi dengan praktik bisnis terbaik. Dalam menghadapi MEA, Jasa Usaha
Menengah juga didesak untuk mampu berintegrasi dengan pasar bebas ASEAN
(MEA) menjadi sebuah kesempatan untuk tumbuh.
Masyarakat ekonomi ASEAN memberikan kesempatan bagi Jasa Usaha
Menengah untuk menjadi pemain utama di pasar ASEAN dan memungkinkan
untuk terintegrasi dalam jaringan produksi regional dan rantai nilai global.
Dengan kemampuan bersaing ini, Jasa Usaha Menengah Indonesia akan mampu
menjadi pemain regional dan global yang kompetitif dan meningkatkan
produktivitasnya menghadapi pasar bebas ASEAN. 52
Usaha kecil dan menengah (UKM) merupakan pelaku bisnis yang
bergerak pada berbagai bidang usaha, yang menyentuh kepentingan masyarakat.
Berdasarkan data BPS (2003), populasi usaha kecil dan menengah (UKM)
jumlahnya mencapai 42,5 juta unit atau 99,9 persen dari keseluruhan pelaku bisnis
di tanah air. Jasa Usaha Menengah memberikan kontribusi yang signifikan
terhadap penyerapan tenaga kerja, yaitu sebesar 99,6 persen. Semenrtara itu,
kontribusi UKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 56,7 persen. 53

52

http://economy.okezone.com/read/2016/01/14/320/1288073/strategi-ukm-hadapimea.html, (diakses tanggal 7 Mei 2016)
53
http://abdulilahhasan.blogspot.co.id/2016/05/peran-ukm-terhadap-perekonomian.html
(diakses tanggal 16 Juni 2016)

Universitas Sumatera Utara

Usaha kecil dan menengah merupakan tulang punggung perekonomian
ASEAN. Kerja sama regional untuk mengembangkan Jasa Usaha Menengah
berpedoman pada kebijakan cetak biru ASEAN untuk perkembangan UKM 20042014. Dibangun dengan proses berkelanjutan, rencana strategis perkembangan
UKM ASEAN 2010-2015 meliputi komitmen regional pengembangan Jasa Usaha
Menengah yang diadopsi dari Small Medium Enterprises Working Group
(SMEWG) tahun 2009 dan didukung oleh Pertemuan Pejabat Senior Perdagangan
Senior Economic Officials Meeting (SEOM) 2010 untuk Meningkatkan daya
saing dan fleksibilitas kemajuan Jasa Usaha Menengah sebagai pasar utama dan
basis produksi di ASEAN. Untuk saat ini Koperasi lebih menikberatkan kepada
UKM dan telah ada Kementrian Koperasi dan Jasa Usaha Menengah dengan
tugas nya membantu Presiden dalam merumuskan kebijakan dan koordinasi di
bidang Jasa Usaha Menengah masyarakat dalam menghadapi Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA).
Sejauh ini persiapan Jasa Usaha Menengah untuk menghadapi era MEA
2015 ini cukup bagus. Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 2015
membawa suatu peluang sekaligus tantangan bagi ekonomi Indonesia. Dengan
diberlakukannya MEA, negara anggota ASEAN akan mengalami aliran bebas
barang, jasa, investasi, dan tenaga kerja terdidik dari dan ke masing-masing
negara. Untuk menghadapi era pasar bebas se-Asia Tenggara itu, dunia usaha di
Tanah Air tentu harus mengambil langkah-langkah strategis agar dapat
menghadapi persaingan dengan negara ASEAN lainnya, tak terkecuali sektor Jasa
Usaha Menengah.

Universitas Sumatera Utara

Persiapan Jasa Usaha Menengah untuk menghadapi era MEA ini cukup
bagus, Persiapan sampai saat ini untuk menghadapi MEA itu kurang lebih 60
sampai 70 persen. Sebagai persiapan, menurut dia, pemerintah telah
melaksanakan beberapa upaya strategis, salah satunya pembentukan Komite
Nasional Persiapan MEA 2015, yang berfungsi merumuskan langkah antisipasi
serta melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan Jasa Usaha Menengah
mengenai pemberlakuan MEA pada akhir 2015. Adapun langkah-langkah
antisipasi yang telah disusun Kementerian Koperasi dan Jasa Usaha Menengah
untuk membantu pelaku Jasa Usaha Menengah menyongsong era pasar bebas
ASEAN itu, antara lain peningkatan wawasan pelaku Jasa Usaha Menengah
terhadap MEA, peningkatan efisiensi produksi dan manajemen usaha,
peningkatan daya serap pasar produk Jasa Usaha Menengah lokal, penciptaan
iklim usaha yang kondusif. Untuk meningkatkan kualitas pelaku Jasa Usaha
Menengah, berbagai pembinaan dan pelatihan, baik yang bersifat teknis maupun
manajerial selalu di gaungkan. Namun, banyaknya tenaga kerja yang tidak
terampil tentu berdampak pada kualitas produk yang dihasilkan. Oleh karena itu,
kementrian Koperasi melakukan pembinaan dan pemberdayaan Jasa Usaha
Menengah yang diarahkan pada peningkatan kualitas dan standar produk, agar
mampu meningkatkan kinerja Jasa Usaha Menengah untuk menghasilkan produkproduk yang berdaya saing tinggi. 54
Sektor Jasa Usaha Menengah yang paling penting untuk dikembangkan
dalam menghadapi MEA itu yang terkait dengan industri kreatif dan inovatif,
handicraft, home industry, dan teknologi informasi. Kementrian Koperasi juga
54

http://www.antaranews.com/berita/436319/kesiapan-koperasi-ukm-indonesia-menatapera-mea-2015 (17 Juni 2016)

Universitas Sumatera Utara

berupaya meningkatkan akses dan transfer teknologi untuk mengembangkan
pelaku Jasa Usaha Menengah inovatif sehingga nantinya mampu bersaing dengan
pelaku Jasa Usaha Menengah asing. Peningkatan daya saing dengan pemanfaatan
teknologi informasi dan komunikasi (TIK), diperlukan para pelaku Jasa Usaha
Menengah di Indonesia untuk menghadapi persaingan usaha yang makin ketat,
khususnya dalam menghadapi MEA.
Jasa

Usaha

Menengah

memiliki

kontribusi

yang

besar

dalam

perekonomian Indonesia namun para jasa usaha menengah belum menyadari itu.
Jasa Usaha Menengah memiliki peran yang penting dalam pembangunan
perekonomian di Indonesia terlebih untuk menghadapi MEA. Namun jasa usaha
menengah di Indonesia memiliki berbagai kendala untuk berkembang yaitu
kualitas tenaga kerja yang rendah,kekurangan modal dll. Namun sekarang
pemerintah sedang berusaha melakukan perbaikan kualitas tenaga kerja dengan
melakukan pendidikan dan juga pelatihan kemudian mengenai kekurangan modal,
pemerintah Indonesia sedang berusaha untuk mempermudah akses jasa usaha
menengah dalam mendapatkan modal di bank. Misalnya dengan adanya KUR
(Kredit Usaha Rakyat). Dengan berbagai upaya tersebut diharapkan Indonesia
siap untuk menghadapi MEA. 55 Perjalanan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)
menuju pasar tunggal ASEAN. Masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) bertujuan
untuk mengintegrasikan perekonomian ASEAN dengan empat pilar: Menciptakan
pasar tunggal dan basis produksi, meningkatkan daya saing, meningkatkan
pembangunan ekonomi yang adil, dan lebih mengintegrasikan ASEAN ke dalam
ekonomi global. Harus diakui banyak kalangan yang belum paham dengan MEA,
55

Anna Allaily Lutfi Rizka Putri, Masyarakat Ekonomi Asean (Mea) Mengenai Usaha
Kecil Menengah (UKM), Makalah MEA Mengenai UKM, Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Maritim Raja Ali Haji Batam, 2016

Universitas Sumatera Utara

terutama di kalangan jasa usaha menengah. Jasa usaha menengah kita selama ini
banyak bergerak disektor informal di pedesaan dan cenderung belum well inform.
Peran pemerintah dalam mensosialisasi potensi dan peluang MEA masih perlu
terus di dorong, terutama di kalangan jasa usaha menengah agar mampu bersaing
dengan pelaku jasa usaha menengah negara lain.
Masalah kesiapan dalam menghadapi MEA merupakan hal yang tidak bisa
ditawar tawar lagi. Negara lain juga menghadapi kondisi hal yang sama. Sebuah
survei yang dilakukan oleh Bank Pembangunan Asia dan Institut Studi Asia
Tenggara (2015) menemukan bahwa kurang dari seperlima bisnis kawasan Asean
yang siap menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN.
Pada pertengahan tahun ini, Kementerian Perdagangan Malaysia
melakukan survei terhadap sekitar seribu industri skala kecil dan menengah. Lebih
dari setengah dari mereka yang tidak tahu tentang Masyarakat Ekonomi ASEAN,
terutama apa yang bisa dilakukan untuk bisnis mereka. Ada sekitar 60 persen jasa
usaha menengah tidak menyadari peluang di negara-negara Asean lainnya, baik
mereka tidak menyadari apa itu Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) atau tidak
menyadari peluang yang tersedia di negara-negara ASEAN. Dalam menghadapi
MEA, jasa usaha menengah didesak untuk mampu berintegrasi dengan pasar
bebas Asean (MEA) menjadi sebuah kesempatan untuk tumbuh. Masyarakat
ekonomi Asean memberikan kesempatan bagi bagi jasa usaha menengah untuk
menjadi pemain utama di pasar ASEAN dan memungkinkan untuk terintegrasi
dalam jaringan produksi regional dan rantai nilai global. Tantangan tersebut,
bukan hanya menjadi tangungjawab jasa usaha menengah saja, tetapi juga
pemerintah. Daya saing perekonomian secara makro juga harus mampu bersaing

Universitas Sumatera Utara

dengan negara lain. Daya saing ini di harapkan mampu mendorong manajemen
jasa usaha menengah membuat struktur bisnis yang diperlukan yang dapat
mendukung operasi lebih efisien dan mengembangkan kemampuan yang lebih
fleksibel dalam bersaing di kawasan intra ASEAN. Dengan kemampuan bersaing
ini, jasa usaha menengah Indonesia akan mampu menjadi pemain regional dan
global yang kompetitif dan meningkatkan produktivitasnya menghadapi pasar
bebas ASEAN. Selain itu ada banyak tantangan dalam meningkatkan daya saing
perekonomian nasional. Hingga kini kita masih menghadapi persaingan dengan
negara lain terkait dengan daya saing infrastruktur, kesiapan sumber daya
manusia, pembiayaan lembaga keuangan dan perbankan dalam mendukung
perkembangan jasa usaha menengah, dan iklim bisnis yang mampu mendorong
persaingan dan efisiensi bisnis.
Persoalan lain yang harus di hadapi adalah internal jasa usaha menengah
sendiri dalam menghadapi MEA. Untuk melakukannya, jasa usaha menengah
didorong untuk memiliki pola pikir yang kompetitif;terhubung ke target pasar;
sesuai dengan standar internasional dan proses terbaik di kelasnya atau
benchmarking; bersaing secara berkelanjutan; dan beradaptasi dengan praktik
bisnis terbaik. 56
Jasa usaha menengah harus mampu beradaptasi dengan lingkungan bisnis
secara keseluruhan, kemudahan akses terhadap pembiayaan, akses ke pasar, dan
produktivitas dan efisiensi. Akses ke lembaga keuangan merupakan sebuah
rintangan utama, karena pembiayaan untuk jasa usaha menengah masih

56

Yusron, U. Masyarakat Ekonomi Tunggal ASEAN. Berita Satu. Jakarta. 9 April 2015.
www.beritasatu.com (12 Mei 2016)

Universitas Sumatera Utara

menggunakan skema kredit komersial, bahkan suku bunga pembiayaan Indonesia
jauh dari kompetitif di banding negara Asean lainnya. Belum lagi perusahaan
khusus mikro yang memiliki potensi untuk berkembang dari usaha kecil atau
menengah masih mengalami hambatan berkoneksi dengan lembaga keuangan
karena mereka tidak memiliki dokumentasi keuangan dan catatan, tidak ada
hubungan perbankan, dan kurang melek finansial. Asimetri informasi kredit jasa
usaha

menengah,

ketersediaan

atau

kurangnya

kredit

yang

dijamin,

ketidakcocokan program pembiayaan jasa usaha menengah, semakin menambah
masalah.
Kalangan perbankan juga harus mampu menjembatani akses yang lebih
baik dalam membiayai jasa usaha menengah. Hal itu dapat dicapai melalui
peningkatan keterampilan manajemen risiko lembaga keuangan dan memahami
lebih jauh kebutuhan sektor tersebut, sehingga meningkatkan kemampuan mereka
dalam mengelola program pembiayaan jasa usaha menengah. Selain itu, kalangan
perbankan harus membantu para jasa usaha menengah menyadari pentingnya
perilaku pembayaran yang baik bagi mereka sendiri karena hal itu akan dapat
mendukung permintaan kredit untuk jasa usaha menengah mereka. Bidang jasa
usaha menengah juga harus memahami dan mengendalikan risiko keuangan dan
likuiditas, agar tidak menimbulkan utang lebih tinggi dari pendapatan mereka,
menghindari penipuan identitas (informasi pribadi mereka digunakan oleh orang
lain untuk mendapatkan kredit) dan lain sebagainya. 57

57

http://www.ikreatifonline.com/read/24/kesiapan-ukm-menghadapi-pasar-bebasasean.html, (diakses tanggal 7 Mei 2016)

Universitas Sumatera Utara

G. Hak Merek Berdasarkan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001
Pada umumnya, suatu produk dan jasa yang dibuat oleh seseorang atau
badan hukum diberi suatu tanda tertentu, yang berfungsi sebagai pembeda dengan
produk barang dan jasa lainnya yang sejenis. Tanda tertentu di sini merupakan
tanda pengenal bagi produk barang dan jasa yang bersangkutan, yang lazimnya
disebut dengan merek. Wujudnya dapat berupa suatu gambar, nama, kata, hurufhuruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut. 58
Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angkaangka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki
daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau
jasa. 59Merek merupakan tanda pengenal asal barang atau jasa bersangkutan
dengan produsennya. 60 Merek dapat dianggap sebagai roh bagi suatu produk
barang atau jasa. 61 Merek sebagai tanda pengenal dan tanda akan dapat
menggambarkan jaminan kepribadian (individuality) dan reputasi barang dan hasil
usahanya sewaktu diperdagangkan. 62 Merek sebagai salah satu bidang kajian
dalam HKI yang cukup berperan dalam kegiatan bisnis. Permasalahan merek erat
kaitannya dengan produk yang ditawarkan oleh produsen baik beupa barang atau

58

Rachmad Usman, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual : Perlindungan dan Dimensi
Hukumnya di Indonesia, (Bandung : PT. Alumni, 2003), hal 320
59
Much Nurachmad, Segala tentang HaKI Indonesia, (Yogyakarta : Penerbit Buku Biru,
2012), hal 54
60
Ridwan Khairandy, Pengantar Hukum Dagang, Cetakan Pertama, (Yogyakarta :
Penerbit FH UII Press, 2006), hal 244
61
Ihsan Budi Maulana, Sukses Bisnis Melalui Merek dan Hak Cipta, (Bandung : Penerbit
Citra Aditya Bakti, 1997), hal 60
62
Wiratno Dianggoro, Pembaharuan UU Merek dan Dampaknya bagi Usaha Bisnis,
Jurnal Hukum Bisnis Volume 2, 1997, hal 34

Universitas Sumatera Utara

jasa, sedangkan konsumen akan timbul suatu pratise tersendiri jika dia
menggunakan merek tertentu. 63
Merek adalah suatu tanda (sign) untuk membedakan berang-barang atau jasa
sejenis yang dihasilkan atau diperdagangkan seseorang atau kelompok orang atau
badan hukum dengan barang-barang atau jasa yang sejenis yang dihasilkan oleh
orang lain, yang memiliki daya pembeda maupun sebagai jaminan atas mutunya
dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. 64
Pada mulanya merek hanya diakui untuk barang, pengakuan merek jasa
barulah diakui Konvensi Paris pada perubahan di Lisabon 1958. Penekanan unsurunsur dari definisi merek yang diatur dalam Undang-undang Merek menjadikan
semakin dapat membedakan antara merek dengan kombinasi-kombinasi lain dari
dari satu produk. Merek merupakan identitas dari sebuah produk. Terkadang
konsumen mengenal sebuah barang dari merek yang diketahuinya. Merek juga
merupakan pencitraan dari sebuah kualitas produksi, untuk itulah setiap
pengusaha menginginkan mereknya tidak disalagunakan oleh pihak lain. 65
Hak atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada
pemilik Merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu
tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan izin
kepada pihak lain untuk menggunakannya. 66 Hak eksklusif untuk memakai merek
tersebut berfungsi seperti suatu monopoli hanya berlaku untuk barang atau jasa

63

Aulia Muthiah, Aspek Hukum Dagang dan Pelaksanaannya di Indonesia, (Yogyakarta
: PT Pustaka Baru Press, 2016), hal 158
64
Ok. Saidin, Op.Cit, hal 345
65
Zainal Asikin, Hukum Dagang, (Jakarta : Penerbit Rajawali Pers, 2013), hal 140
66
Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang merek, Pasal 3

Universitas Sumatera Utara

tertentu. Oleh karena suatu merek memberi hak khusus atau hak mutlak pada yang
bersangkutan, maka hal itu dapat dipertahankan terhadap siapapun. 67
Merek tidak dapat didaftar atas dasar Permohonan yang diajukan oleh
Pemohon yang beritikad tidak baik. 68 Merek tidak dapat didaftar apabila Merek
tersebut mengandung salah satu unsur bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan atau ketertiban umum, tidak
memiliki daya pembeda, telah menjadi milik umum atau merupakan keterangan
atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya. 69
Hak atas Merek terdaftar dapat beralih atau dialihkn karena pewarisan,
wasiat, hiba, perjanjian atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan
perundang-undangan. 70 Pengalihan hak atas Merek sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib dimohonkan pencatatannya kepada Direktorat Jenderal untuk
dicatat dalam Daftar Umum Merek. 71 Permohonan pengalihan hak atas Merek
disertai dengan dokumen yang mendukung. 72 Pengalihan hak Merek terdaftar
yang telah dicatat dimumkan dalam Berita Resmi Merek. 73 Pengalihan hak atas
Merek terdaftar yang tidak dicatatkan dalam Daftar Umum Merek tidak berakibat
hukum pada pihak ketiga. 74Pencatatan pengalihan hak atas Merek dikenai biaya
sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini. 75 Pengalihan hak atas Merek
terdaftar dapat disertai dengan pengalihan nama baik, reputasi atau lain-lainnya
67

Sudargo Gautama dan Rizawanto Winanta, Hukum Merek Indonesia, (Bandung :
Penerbit Citra Aditya Bakti, 1993), hal 68
68
Undang-Undang No 15 Tahun 2001 tentang Merek, Pasal 4
69
Ibid, Pasal 5
70
Ibid, Pasal 40 ayat (1)
71
Ibid, Pasal 40 ayat (2)
72
Ibid, Pasal 40 ayat (3)
73
Ibid, Pasal 40 ayat (4)
74
Ibid, Pasal 40 ayat (5)
75
Ibid, Pasal 40 ayat (6)

Universitas Sumatera Utara

yang terkait dengan Merek tersebut. 76 Hak atas Merek Jasa terdaftar yang tidak
dapat dipisahkan dari kemampuan, kualitas, atau keterampilan pribadi pemberi
jasa yang bersangkutan dapat dialihkan dengan ketentuan harus ada jaminan
terhadap kualitas pemberian jasa. 77 Berarti pengalihan hak atas merek jasa hanya
dapat dilakukan apabila ada jaminan, baik dari pemilik merek maupun pemegang
merek

atau

penerima

lisensi,

untuk

menjaga

kualitas

jasa

yang

diperdagangkannya. Untuk itu, harus disusun suatu pedoman khusus oleh pemiik
merek (pembeli lisensi atau pihak yang mengalihkan merek) mengenai metode
atau cara pemberian jasa yang dilekati merek terebut. 78
Merek sebagai salah satu bagian dari hak atas kekayaan intelektual manusia
yang sangat penting terutama dalam menjaga persaingan usaha yanga sehat, oleh
karenanya masalah merek perlu diatur dalam suatu undang-undang yang khusus
mengatur mengenai merek yaitu Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang
merek yang menggantikan Undang-undang sebelumnya yaitu Undang-undang
Nomor 19 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor
14 Tahun 1997. 79
Pekembangan terakhir, Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 tenga
merek, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997,
telah diganti dengan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.
Pertimbangan penggantian dan penyempurnaan undang-undang tersebut, yaitu
dalam rangka menghadapi era perdagangan global serta untuk mempertahankan
76

Ibid, Pasal 41 ayat (1)
Ibid, Pasal 41 ayat (2)
78
Rachmad Usman, Op.Cit, hal 348
79
Richard Burton Simatupang, Aspek Hukum dalam Bisnis, Edisi Revisi, (Jakarta :
Penerbit Rineka Cipta, 2007), hal 89
77

Universitas Sumatera Utara

iklim persaingan usaha yang sehat, juga sebagai tindak lanjut penerapan konvensikonvensi internasional tentang merek yang telah diratifikasi oleh Indonesia. 80
Merek sebagai salah satu wujud karya intelektual memiliki peranan penting
bagi kelancaran dan peningkatan perdagangan barang atau jasa dalam kegiatan
perdagangan dan investasi. Merek (dengan “brand image”-nya) dapat memenuhi
kebutuhan konsumen akan tanda pengenal atau daya pembeda yang teramat
penting dan merupakan jaminan kualitas produk atau jasa dalam suasana
persaingan bebas. Oleh karena itu merek dapat merupakan aset individu maupun
perusahaan

yang dapat

menghasilkan

keuntungan

besar,

tentunya bila

didayagunakan dengan memperhatikan aspek bisnis dan manajemen yang baik.
Demikian pentingnya peranan merek ini, maka terhadapnya dilekatkan
perlindungan hukum, yakni sebagai objek yang terhadapnya terkait hak-hak
perseorangan atau badan hukum. 81
Hak atas merek dapat diberikan kepada pihak lain oleh pemilik merek
terdaftar kepada pihak lain melalui suatu perjanjian yang di dalamnya memuat
pemberian hak untuk menggunakan merek tersebut, baik untuk seluruh atau
sebagian jenis barang dan/atau jasa yang didaftarkan dalam jangka waktu dan
syarat tertentu. Perjanjian yang demikian dinamakan dengan perjanjian lisensi.
Pada dasarnya, jangka waktu pemberian lisensi tidak lebih lama dari jangka waktu
perlindungan terdaftar yang bersangkutan. 82

80

Muhamad Djumhana & R. Djubaedilla, Op.Cit, hal 213
Syprianus Aristeus, Perlindungan merek terkenal sebagai aset perusahaan, (Jakarta :
Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, 2010),
hal 8
82
Rachmad Usman, Op.Cit, hal 348
81

Universitas Sumatera Utara

Undang-Undang No 15 Tahun 2001 tentang Merek menguraikan bahwa
merek adalah tanda, yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka,
susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya
pembeda dan digunakan dalam perdagangan barang atau jasa, selanjutnya
merumuskan definisi Merek adalah sebuah tanda dengan mana dipribadikan
asalnya barang dalam perbandingan dengan barang-barang sejenis yang dibuat
atau diperdagangkan oleh orang-orang atau badan-badan perusahaan lain,83
sedangkan menurut Volmar suatu merek pabrik atau merek perusahaan adalah
suatu tanda yang dibubuhkan di atas barang atau di atas bungkusannya, guna
membedakan barang itu dengan barang-barang yang sejenis lainnya. 84
Berdasarkan definisi-definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa Merek
adalah suatu tanda yang bertujuan untuk membedakan suatu produk baik barang
maupun jasa dengan produk barang atau jasa lain yang sejenis, sehingga dengan
demikian tanda tersebut haruslah memiliki daya pembeda dalam perwujudannya.
Merek dapat dikatakan sebagai tanda pengenal barang dan jasa, atau barang dan
jasa tersebut berasal (origin). Merek juga memiliki fungsi sebagai penghubung
antara barang dan jasa dengan produsennya, sehingga merek dapat digunakan
sebagai jaminan kualitas, reputasi barang dan jasa yang diproduksi atau dimiliki
oleh produsen atau pemilik merek tersebut pada saat barang dan jasa tersebut
diperdagangkan. 85

83

R. Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, Jilid I (bagian pertama), (Jakarta : Penerbit
Dian Rakyat, 2003), hal 149
84
H.F.A Vollmar. Pengantar Studi Hukum Perdata, Jilid I. Terjemahan I.S Adiwinata.
(Jakarta: Rajawali Pers. 2002), hal 95
85
Sri Sayekti, Tinjauan yuridis perlindungan merek yang belum Terdaftar di Indonesia,
Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, IKIP Veteran Semarang Majalah Ilmiah Pawiyatan
Edisi Khusus, Vol : XXII, No : 2, JULI 2015, hal 44

Universitas Sumatera Utara

Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek mengatur merek
dalam satu naskah (single text) sehingga lebih memudahkan masyarakat untuk
menggunakannya. Namun, ketentuan-ketentuan dalam peraturan yang lama yang
substansinya tidak diubah, dituangkan kembali dalam Undang-undang Nomor 15
Tahun 2001 tentang Merek.
Beberapa perbedaan yang menonjol dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun
2001 tentang Merek ini dibandingkan dengan peraturan perundang-undangan yang
terdahulu, antara lain, menyangkut proses penyelesaian permohonan pendaftaran
Merek. Dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek,
pemeriksaan

subtantif dilakukan setelah permohonan pendaftaran dinyatakan

diterima secara administratif. Sebelumnya, pemeriksaan subtantif dilakukan
seteleh selesainya masa pengumuman tentang adanya permohonan. Dalam
Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek ini jangka waktu
pengumuman dilaksanakan selama 3 bulan, lebih singkat dari jangka waktu
pengumuman berdasarkan peraturan terdahulu. Selanjutnya, dalam Undangundang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek diatur bahwa penyelesaian sengketa
Merek dapat dilakukan melalui Badan Peradilan khusus, yaitu pengadilan niaga.
Hal ini diharapkan agar sengketa merek dapat diselesaikan dalam waktu yang
relatif cepat. Ketentuan lainnya pula yang dianggap baru, yaitu ketentuan
penetapan sementara pengadilan yang bertujuan untuk mencegah dan melindungi
pemilik merek dari kerugian yang lebih besar. Dalam rangka memberikan
kesempatan yang lebih luas dalam penyelesaian sengketa, juga dikenalkan
penyelesaian melalui Arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa.

Universitas Sumatera Utara

Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek juga mewajibkan
pemilik merek terdaftar yang sudah menggunakannya dalam perdagangan untuk
tidak menghentikan produksi dan pemasaran barang atau jasa dengan merek yang
sudah terdaftar tersebut lebih dari 3 tahun. Dengan demikian, pendaftaran merek
pada

dasarnya

dimaksudkan

agar

merek

tersebut

dipergunakan

dalam

perdagangan sebab merek hanya akan memiliki nilai ekonomis jika dipergunakan
dalam perdagangan. Merek yang dipergunakan dalam perdagangan inilah yang
pada akhirnya dapat memajukan perekonomian nasional.
Perkembangan terakhir Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang
Merek telah diajukan untuk diubah drafnya telah diajukan ke BPHN untuk dibahas
kembali. Rencana perubahan yang dilakaukan cukup signifikan, misalnya,
perubahannya untuk memangkas prosedur dan birokrasi permohonan merek.
Pemangkasan prosedur itu didasarkan atas praktik selana ini bahwa pendaftaran
merek dagang atau merek jasa cukup berbelit dan lama. Khusus permohonan
perpanjangan pendaftaran merek, juga akan disederhanakan. Pemilik merek diberi
waktu 6 bulan sebelum merek itu habis masa berlakunya untuk mengajukan
permohonan perpanjangan pendaftaran. 86

H. Pengaturan Hak Merek pada Bidang Jasa Usaha Menengah dalam
rangka Menghadapi Pasar Tunggal ASEAN
Memperluas ruang lingkup kerjasama hak kekayaan intelektual ASEAN,
selain merek dagang, termasuk kerjasama pertukaran informasi dan penegakan
hak cipta. Masing-masing anggota ASEAN masih tertinggal dalam pengembangan
86

Muhamad Djumhana & R. Djubaedilla, Op.Cit, hal 213-214

Universitas Sumatera Utara

intellectual property dibandingkan dengan kawasan lainnya, hanya Singapura
yang Intellectual propertynya paling menonjol. Sedangkan untuk pengembangan
sendiri-sendiri membutuhkan biaya riset yang tinggi dan teknologi khusus.
ASEAN akan bekerjasama dalam bidang ini dengan melindunginya melalui
HAKI. Dengan adanya kerjasama dalam pengembangan hak atas kekayaan
intelektual diharapkan biaya lebih murah sehingga mampu bersaing dengan
negara-negara di belahan dunia lain. Paling besar MEA terkait hak cipta akan
dialami oleh pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) dan industri kreatif kecil.
Sebab, industri kecil masih mengalami masa terlena dan masih awam dengan
pentingnya pendaftaran HAKI atas produk dan mereknya. Biasanya, mereka sudah
puas dengan capaian produk dan merek yang dibangunnya diterima oleh
konsumen. Tanpa memedulikan apakah produk mereka mudah ditiru atau dibajak.
pelaku usaha yang belum mendaftarkan HAKI produk dan merek mereka adalah
pelaku usaha kecil menengah. Padahal, industri kreatif di Indonesia sangat
dinamis dan terus berkembang. Kalau pelaku usaha masih belum mendaftarkan
produk dan merek mereka, mereka akan kewalahan dengan banjir produk dari luar
negeri tahun depan saat MEA diberlakukan. Pelaku usaha kecil menengah sudah
harus bersiap untuk menghadapi serangan produk asing saat MEA diberlakukan.
Sebab, untuk industri besar, persoalan HAKI tidak terlalu menjadi masalah.
Justru yang akan terancam pada masa MEA adalah produk dan merek dari pelaku
jasa usaha menengah.
Beranggotakan perwakilan dari Badan jasa usaha menengah ASEAN
atau ASEAN SME Agencies, kelompok kerja jasa usaha menengah ASEAN telah
menetapkan untuk mempertahankan suatu gambaran holistik dari kerja sama dan

Universitas Sumatera Utara

pengembangan jasa usaha menengah di wilayah ASEAN. Kelompok kerja jasa
usaha menengah memformulasikan beberapa kebijakan, program, dan kegiatan
serta pelayanan sebagai suatu forum konsultasi dan koordinasi bagi kerja sama
UKM termasuk Negara Anggota ASEAN untuk meningkatkan status dari jasa
usaha menengah di seluruh Negara anggota melalui pendekatan yang beragam
meliputi peningkatan kapasitas, fasilitasi perdagangan, dan perdagangan lintas
batas demi memastikan pengembangan jasa usaha menengah sesuai dengan proses
yang telah berlangsung dari integrasi ASEAN melalui pendirian Masyarakat
Ekonomi ASEAN. Jasa usaha menengah tetap menjadi sumber utama lapangan
kerja dan pendapatan di banyak Negara ASEAN. Program terbaru yang
diimplementasikan di AMSs ada kaitannya dengan (a) pembentukan kurikulum
bersama bagi para pelaku usaha di ASEAN; (b) identifikasi praktik-praktik terbaik
dalam pembentukan fasilitas keuangan SME; dan (c) system nasional ecommerce dan penggunaannya untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing. 87
Dalam rangka menjaga stabilitas politik dan keamanan regional ASEAN,
meningkatkan daya saing kawasan secara keseluruhan di pasar dunia, dan
mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan serta meningkatkan
standar hidup penduduk Negara ASEAN, sepakat untuk segera mewujudkan
integrasi ekonomi yang lebih nyata dan meaningful yaitu ASEAN Economic
Community (AEC). ASEAN akan menjadi pasar tunggal dan berbasis produksi
tunggal dimana terjadi arus barang, jasa, investasi, dan tenaga terampil bebas,
serta arus modal yang lebih bebas diantara Negara ASEAN. Dengan ini maka
akan terbuka pula peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan pangsa pasarnya di
87

http://aeccenter.kemendag.go.id/faq-page/.html, (diakses tanggal 8 Mei 2016)

Universitas Sumatera Utara

kawasan ASEAN. 88 Menyadari kondisi tersebut Indonesia sadar akan adanya
peluang dan tantangan yang akan dihadapi dalam persaingan pasar bebas ASEAN.
Pemerintah perlu menyusun perencanaan/ strategi bisnis, mengidentifikasi
hambatan dalam komunikasi bisnis lintas budaya, meningkatkan keterampilan
komunikasi bisnis masyarakat/ pelaku bisnis di Indonesia untuk tetap bisa
bertahan dalam dunia bisnis dan menjadi pemenang dalam persaingan pasar
tunggal.
Undang-Undang Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan mencakup
bukan hanya barang tetapi juga jasa yang bias diperdagangkan (trade on services).
Sektor jasa ini sengaja dimasukan kedalam UU Perdagangan guna meghadapi
Masyarakat Ekonomi ASEAN mendatang, setidaknya ada tiga pasal yang,
mengatur tentang bidang jasa dalam UU Perdagangan dan menjadi bagian penting
dalam pelaksanaan MEA, yakni pasal 4 ayat (2), pasal 20 dan pasal 21. Lingkup
pengaturan bidang jasa, sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat(2) meliputi 12
sektor ini, jasa bisnis, jasa distribusi, jasa komunikasi, jasa pendidikan, jasa
lingkungan hidup, jasa keuangan, jasa konstruksi dan teknik terkait, jasa
kesehatan social, jasa rekreasi, kebudayaan dan olahraga, jasa pariwisata, jasa
transpotasi dan jasa lainnya.
Pasal 20 UU Perdagangan menyebutkan Penyedia Jasa yang bergerak di
bidang Perdagangan Jasa wajib didukung tenaga teknis yang kompoten sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penyedia Jasa yang tidak
memiliki tenaga teknis yang kompoten dikenai sanksi administratif berupa

88

Departemen Perdagangan Republik Indonesia, Menuju ASEAN Economic Community
2015, 2009, hlm.9 dalam ditjenkpi.depdag.go.id, (diakses pada 20 Mei 2016)

Universitas Sumatera Utara

peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan usaha, atau Pencabutan izin
usaha. Dalam pasal 21 UU Perdagangan, dijelaskan bahwa pemerintah dapat
memberi pengakuan terhadap kompotensi tenaga teknis dari negara lain
berdasarkan perjanjian saling pengakuan secara bilateral atau regional. Pasal ini
menjadi strategis bagi Kemendag karena selama ini Kemendag belum memiliki
dasar hukum yang jelas dalam hal melakukan negoisasi dengan negara-negara lain
Salah satu yang selama ini belum tegas cantolan hukumnya dalam konteks
kewenangan Kemendag adalah pembicaraan dengan negara lain. Melalui pasal 21
UU Perdagangan Pemerintah bisa memberikan pengakuan secara teknis dari
sesuai ketentuan. 89
Pasal 21 UU Perdagangan ini, memberikan guidance kepada pemerintah
dalam hal melakukan perundingan dan negoisasi dengan negara-negara lain.
Sektor jasa merupakan sektor yang dapat mendongkrak daya saing dari ekspor.
Kedepannya, sektor jasa akan semakin menentukan daya saing Indonesia sehingga
perlu diatur dalam UU perdagangan. Tetapi mengingat cakupan yang lebih besar
dan tak sekedar kewenangan dan tupoksi Kemendag. Ada beberapa hal yang harus
diperhatikan oleh Kemendag dalam melaksanakan amanat dari UU Perdagangan
ini.
Upaya untuk ikut menyosialisasikan terkait pentingnya mendaftarkan
HAKI ini hingga ke daerah-daerah atau sentra industri kecil menengah.
Komunikasi akan dibangun Kadin dengan pemerintahan yang baru untuk
membantu pelaku usaha kecil menghadapi MEA tahun depan. MEA merupakan

89

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt52fc80c5beb6f/sektor-jasa-juga-diaturdalam-uu-perdagangan.html (18 Juni 2016)

Universitas Sumatera Utara

hasil kesepakatan para pemimpin ASEAN satu dasawarsa lalu untuk membentuk
sebuah pasar tunggal di kawasan Asia Tenggara pada akhir 2015. Ini dilakukan
agar daya saing ASEAN meningkat serta bisa menyaingi Cina dan India untuk
menarik investasi asing. Pembentukan pasar tunggal ini nantinya memungkinkan
satu negara menjual barang dan jasa dengan mudah ke negara-negara lain di
seluruh Asia Tenggara sehingga kompetisi akan semakin ketat. Para insan kreatif
Indonesia dapat berkontribusi tanpa cemas, karyanya akan dibajak di pasaran.
Apalagi, menjelang tahun 2015, Indonesia masuk ke dalam pusaran Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA). Perlindungan hukum terhadap hak ekonomi mereka
mutlak adanya demi memenangi persaingan regional maupun global. 90
Usaha Kecil dan Menengah disebutkan bahwa bidang jasa usaha menengah
adalah sebuah istilah yang mengacu ke jenis usaha kecil yang memiliki kekayaan
bersih paling banyak Rp200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha. Menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998 pengertian Usaha Kecil
adalah: “Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang
secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk
mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat. Sedangkan ”Kriteria usaha kecil
menurut UU No. 20 tahun 2008 pasal 6 adalah sebagai berikut:
1. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 500.000.000 (Lima ratus juta
Rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
2. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari dua milyar lima ratus juta Rupiah.

90

http://www.republika.co.id/berita/koran/podium/14/10/30/ne8zk42-masyarakatekonomi-asean-ancam-haki.html, (diakses tanggal 9 Mei 2016)

Universitas Sumatera Utara

Indonesia adalah sentral, namun kebijakan pemerintah maupun pengaturan
yang mendukungnya sampai sekarang dirasa belum maksimal. Hal ini dapat
dilihat bahkan dari hal yang paling mendasar seperti definisi yang berbeda untuk
antar instansi pemerintahan. Demikian juga kebijakan yang diambil yang
cenderung berlebihan namun tidak efektif, hingga kebijakan menjadi kurang
terarah, serta bersifat tambal-sulam. Padahal jasa usaha menengah masih memiliki
banyak permasalahan yang perlu mendapatkan penanganan. 91
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang tentang larangan praktik
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat merupakan salah satu perangkat
hukum untuk menunjang kegiatan bisnis yang sehat dalam upaya menghadapi
sistem ekonomi pasar tunggal dengan bergulirnya era globalisasi dunia dan
demokrasi ekonomi yang diberlakukan di tanah air. Selain itu, undang-undang ini
juga mengatur tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha yang
dapat merugikan kegiatan ekonomi orang lain bahkan bagi bangsa dan negara ini
dalam globalisasi ekonomi. Keberadaan undang-undang anti monopoli ini
menjadi tolok ukur sejauh mana pemerintah mampu mengatur kegiatan bisnis
yang sehat dan pengusaha mampu bersaing secara wajar dengan para
pesaingnya. 92
Permasalahan yang dihadapi oleh jasa usaha menengah membuat
kemampuan jasa usaha menengah berkiprah dalam perekonomian nasional tidak

91

https://samuelhasiholan.wordpress.com/2011/05/12/peran-sektor-ukm-pada-ekonomiindonesia/html, (18 Juni 2016)
92
http://singgihpranoto.blogspot.co.id/2012/05/anti-monopoli-dan-persaingan-usaha.html,
(diakses tanggal 10 Mei 2016)

Universitas Sumatera Utara

dapat maksimal. Permasalahan yang dihadapi jasa usaha menengah antara lain
tentang kesadaran pemanfaatan Hki dalam hal ini adalah merek dagang.
Merek bertujuan untuk memberikan suatu jaminan dan perlindungan
hukum serta untuk memudahkan jika ada peralian hak (lisensi). Pengaturan
tentang merek dagang telah diwujudkan dalam bentuk peraturan perundangundangan yang bertujuan untuk mencegah terjadinya suatu pelanggaran, yaitu
Undang-Indang nomor 15 tahun 2001. Di dalam perdagangan merek berperan
sangat penting, karena secara tidak langsung membantu dalam pembangunan
perekonomian. Perlindungan terhadap merek juga dimaksudkan sebagai
perlindungan kepada masyarakat terutama kepada konsumen agar mereka tidak
keliru untuk mendapatkan suatu