Marjinalisasi Etnis Asli Studi Etnografi: Tersingkirnya Etnis Simalungun Sebagai Etnis Asli Secara Fisik dan Kebudayaan di Sei Mangkei Kabupaten Simalungun

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Kabupaten Simalungun merupakan salah satu daerah otonom tingkat II

yang berada di wilayah Provonsi Sumatera Utara.Kabupaten Simalungun secara
demografi berada di tepi Danau Toba yang tidak terkenal hanya di Indonesia saja
melainkan sampai mancanegara.Kondisi tanah di Kabupaten Simalungun terkenal
sangat subur untuk pertanian, sehingga pertanian sangat baik di Simalungun dan
keadaan ini mengundang banyak pendatang sejak dulunya.Sejak

awal

terbentuknya, ibukota Simalungun adalah Pematangsiantar. Tetapi sejak tahun
2008 ibukota Simalungun dipindahkan ke Pematang Raya dan Pematangsiantar
tetap menjadi daerah otonom dengan status sebagai kota, dengan nama Kota
Pematangsiantar.
Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk

Kabupaten Simalungun adalah sebanyak 818.104 orang.Angka tersebut terdiri
atas 407.771 laki-laki dan 410.333 perempuan 1. Dari survei tersebut tercatat juga
bahwa yang paling padat penduduknya adalah Kecamatan Bandar sebanyak
63.561 jiwa atau setara dengan 7,77 persen dari total penduduk Kabupaten
Simalungun. Kabupaten Simalungun dengan luas wilayah 4.386,6 kilometer
persegi yang didiami oleh 818.104 orang, berarti rata-rata tingkat kepadatan
penduduk Kabupaten Simalungun adalah sebanyak 186 orang perkilometer

1

Diperoleh dari: Saodoran, Tim Lima. 2013. Mengenal Nusantara Kabupaten Simalungun.
Medan: Cv. Mitra

1

Universitas Sumatera Utara

persegi. Penduduk Simalungun sebagian besar bekerja pada sektor pertanian dan
perkebunan.Kemudian ada yang berprofesi sebagai wiraswasta, karyawan dan
sebagian lagi adalah pegawai negeri sipil.

Dalam

mendefinisikan

kelompok

masyarakat

Simalungun,

Etnis

Simalungun merupakan salah satuEtnis dengan identitas dan budayanya yang
terbentuk dalam proses sejarah perkembangannya sendiri.Secara identitas, Etnis
Simalungun dapat dibedakan dari etnis-etnis lainnya.Baik dalam hal adat, budaya,
kebiasaan, sejarah dan segala aspek kehidupannya. Demikianlah sehingga orang
dapat mengenal Etnis Simalungun dari yang lain maupun keberadaannya dari
etnis-etnis lain 2.
Dari segi bahasa, Simalungun mempunyai bahasa asli yang merupakan
satu sub bahasa daerah yang terdapat di Sumatera Utara dan bahasa ibu yang

dituturkan oleh etnis yang mendiami daerah Kabupaten Simalungun juga sebagian
daerah Kabupaten Deli Serdang.Menurut fakta dan historis, pengaruh dan
penyebaran bahasa Simalungun pada hakekatnya hampir ke seluruh daerah di
Sumatera Utara terutama di wilayah bagian timur bahkan sampai ke Riau.
Pernyataan ini didasari oleh banyaknya bukti-bukti yang mengindikasikan hal
tersebut, antara lain banyaknya nama-nama atau tempat daerah yang berbahasakan
Simalungun, seperti Parbaungan, Pamatang Ganjang, Parhutaan Silou, dan
sebagainya.
Berdasarkan pernyataan diatas dapat diketahui bahwa Etnis Simalungun
pada beberapa puluh tahun lalu masih merupakan salah satu etnis yang memiliki
indentitas dan pengaruh yang besar bagi daerah sekitar batas wilayah
2

Diperoleh dari: Saodoran, Tim Lima. 2013. Mengenal Nusantara Kabupaten Simalungun.
Medan: Cv. Mitra (hal.37-39)

2

Universitas Sumatera Utara


adatnya.Namun keadaan ini tidak bertahan lama dikarenakan migrasi yang terjadi
di daerah Simalungun itu sendiri. Pembauran dengan etnis-etnis lain
menyebabkan keberadaan dan identitas Etnis Simalungun menjadi semakin
memudar, terkhusus dengan suku-suku tetangga dari pulau Samosir, Silalahi,
Karo dan Pakpak yang menyababkan timbulnya kelompok-kelompok (marga)
baru di Simalungun.
Kemudian peran penyebaran agama juga sangat mempengaruhi pergeseran
budaya dan identitas Etnis Simalungun, ditambah lagi dengan masuknya berbagai
pendatang dari luar Simalungun dengan misi Agama dan juga mencari
peruntungan kehidupan untuk bekerja di Simalungun.Hal ini tentunya
menyebabkan Etnis Simalungun menjadi sangat toleran dan bahkan nyaris
“hilang” karena terlalu terbukanya dengan para pendatang.
Belum lagi dengan beberapa Etnis Simalungun yang masuk islam sejak
abad ke XV di daerah perbatasan Asahan seperti daerah Sei Mangkei, tempat
penelitian ini dan Deli Serdang yang mengaku dirinya adalah “melayu dan
menghilangkan

“Ahap”

Simalungun,


identitas

aslinya

sebagai

Suku

Simalungun” 3.

Daerah Sei Mangkei merupakan salah satu daerah perbatasan wilayah
Simalungun. Pada zaman kerajaan dahulu hingga saat ini, Sei Mangkei termasuk
dalam daerah kekuasaan Raja Sinaga (Tuan Sinaga) yang oleh Raja pada saat itu
diberikan kepada Koloni Belanda untuk dijadikan daerah perkebunan. Perjanjian

3

Sumber: http://www.davidpurba.com/ahap-simalungun/


3

Universitas Sumatera Utara

dengan Koloni tersebut mengakibatkan banyaknya pendatang dari luar Etnis
Simalungun untuk mengisi posisi pekerja di perkebunan.
Saat ini terjadi pembangunan besar-besaran di daerah Sei Mangkei, yang
dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Simalungun.Daerah Sei Mangkei saat ini
dalam tahap menuju Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang pastinya
mengundang minat migrasi dari berbagai daerah untuk bekerja di KEK tersebut.
Jadi alasan saya mengambil topik ini adalah untuk melihat bagaimana
Etnis Simalungun mengatur strategi adaptasi, komunikasi dan sosialisasi
kelompok masyarakat Etnis Simalungun dengan pendatang. Ditambah lagi dalam
proses pembauran dan persaingan di era globalisasi 4 saat ini. Dalam hal ini saya
ingin melihat dan mengamati Boundeed System 5 yang terjadi di Desa Sei
Mangkei serta melihat peran politik masyarakat Etnis Simalungun di salah satu
daerah perbatasan di Simalungun.
Dari kedekatan peneliti dengan lingkungan lokasi penelitian tersebut
membuat peneliti semakin tertarik untuk melakukan penelitian.Mencari tahu
sedikit lebih dalam tentang penyebab kekalahan atau tersingkirnyaEtnis

Simalungun dari daerah tersebut sekaligus melihat eksistensi Etnis Simalugun
saat ini. Apakah hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor acuan yang
sebelumnya sudah didapatkan peneliti dari beberapa pendapat kelompok
masyarakat atau ada hal lain yang menjadi penyebabnya. Melalui penelitian ini,
peneliti berusaha mencari titik terang akan keadaan yang berlangsung sudah
cukup lama ini.
4

Globalisasi adalah Suatu proses dimana batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit karena
kemudahan interaksi antara negara baik berupa pertukaran informasi, perdagangan, teknologi,
gaya hidup dan berbagai bentuk interaksi yang lain.
5
Boundeed System “yaitu pengaburan batas-batas wilayah suatu tatanan/ kelompok masyarakat.

4

Universitas Sumatera Utara

1.2.


Tinjauan Pustaka
Dalam bahasa Etnis Simalungun “budaya” dapat juga diartikan dalam

kata “Ahap” atau “Ahap” berada dalam “budaya”. Bagi masyarakat Simalungun,
“Ahap” merupakan suatu dasar penjiwaan terhadap kedirian dan kesukuan
seseorang dalam kehidupannya 6.
Budaya bukan keadaan yang statis, budaya tidak pasif tetapi budaya itu
dinamis dan aktif.Baik karena pengaruh dari dalam masyarakatnya, maupun dari
luar masyarakat pendukung budaya tersebut. Hal yang membedakan satu budaya
dengan budaya yang lainnya adalah: ada budaya yang cepat merespon
lingkungan danada budaya yang lambat dalam merespon lingkungan (Sudarma,
2014: 108). Bagi peneliti hal ini merupakan fenomena menarik dan penting
untuk

dipahami

dalam

melihat


dinamika

budaya

dalam

suatu

masyarakat.Khususnya untuk menetapkan keputusan, pola tindakan yang perlu
dilakukan dalam berinteraksi dengan masyarakat satu budaya dan berbeda
budaya.
Kebudayaan oleh (Marvin Harris 1968: 16) 7 ditampakan dalam berbagai
pola tingkah laku yang dikaitkan dengan kelompok-kelompok tertentu seperti
adat (custom), atau cara hidup masyarakat.Kebudayaan digunakan untuk
membentuk pola hidup menyikapi perubahan-perubahan sosial yang terjadi.
Perubahan sosial adalah perubahan dalam struktur sosial dan dalam polapola hubungan sosial yang antara lain mencakup sistem status, hubungan-

6

Diperoleh dari: Saodoran, Tim Lima. 2013. Mengenal Nusantara Kabupaten Simalungun.

Medan: Cv. Mitra
7

Diperoleh dari: Spradley, James P. 2007. Metode Etnografi. Yogyakarta: Tiara Kencana. (hal: 5)

5

Universitas Sumatera Utara

hubungan dalam keluarga, sistem-sistem politik dan kekuatan serta persebaran
penduduk.
Perubahan kebudayaan adalah perubahan yang terjadi dalam sistem ide
yang

dimiliki

bersama

oleh


sejumlah

warga

masyarakat

yang

bersangkutan.Kemudian, perubahan kebudayaan mencakup aturan-aturan yang
digunakan sebagai pegangan dalam kehidupan warga masyarakat, nilai-nilai,
teknologi, selera dan rasa keindahan atau kesenian dan bahasa 8.
Perubahan sosial dan perubahan kebudayaan ini tidak dapat dipisahkan
karena permasalahan-permasalahan mengenai perubahan sosial tidak akan dapat
mencapai pengertian yang benar tanpa mengaitkannya dengan perubahan
kebudayaan yang terwujud dalam masyarakat yang bersangkutan.
Untuk menjelaskan proses perubahan, diskriminasi hingga pada tahap
marginalisasi yang terjadi dalam masyarakat etnis Simalungun ini, peneliti akan
menggunakan pendekatan prosesual 9.
Dahrendolf (dalam Haryanto, 2012:49), melihat bahwa “masyarakat
terdiri dari karakteristik yang saling berdampingan, yakni unit yang statis dan
unit dinamis selain integrasi dan konflik.Elemen-eleiemen variabel dinamik
yang mempengaruhi konstruksi struktur sosial bukan berasal dari luar sistem,
melainkan berasal dari dalam sistem itu sendiri.
Koentjaranigrat (2010: 34), mengaitkan berbagai aktivitas manusia yang
dilakukan dimuka bumi, atau yang berkaitan dengan kehidupan di bumi
semuanya disebut sebagai bagian dari kebudayaan.Artinya budaya merupakan
keseluruhan yang kompleks dalam kehidupan manusia.Kebudayaan didalamnya
8

Diperoleh dari: catatan penulis semasa kuliah dalam bidang studi Teori Perubahan Sosial Budaya
Prosesual merupakan pendekatan dimana aspek yang perlu diperhatikan dalam proses ini adalah
aspek historisnya.

9

6

Universitas Sumatera Utara

meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, kesusilaan atau moral, hukum
adat istiadat, pola hidup dan interaksi hingga pada kesanggupan atau kebiasaan
lainnya yang dapat dipelajari manusia.
Kemudian Manusia adalah makhluk hidup yang tidak bisa dilepaskan
dengan alam dan lingkungannya. Kedua variabel ini saling terkait satu sama
lainnya. Manusia tidak bisa hidup tanpa alam di sekelilingnya.Lingkungan alam
fisik adalah salah satu fakor utama bagi manusia untu dapat memepertahankan
hidupnya.Manusia adalah makhluk yang memiliki akal, dengan akal yang
dimiliknya inilah manusia mampu mengolah alam di sekitarnya untuk
mempertahankan hidupnya.
Dalam

hal

ini

Antropologi

ekologi 10digunakan

untuk

mengkaji

permasalahan manusia dan lingkungan dengan menggunakan konsep-konsep
antropologi, dikarenakan permasalahan lingkungan selalu saling mempengaruhi
dengan kebudayaan yang dimiliki oleh suatu masyarakat.Dalam Antopologi
ekologi, keadaan masa kini kemungkinan mempengaruhi kehidupan yang akan
datang, beitu pula keadaan masa kini yang dipengaruhi kehidupan masa lalu 11.
Jadi, hal-hal yang menjadi pokok kajiannya adalah manusia, lingkungan
dan kebudayaan yang dimiliki masyarakat yang menghasilkan pola pikir dan pola
perilaku adaptasi untuk mempertahankan hidup di lingkungannya 12.
Secara etimoloogi “marginalisasi” berasal dari kata “marginal” yang
berarti berhubungan dengan tepi, pinggir, dan batas. Menurut Fakih
10

Antropologi ekologi adalah suatu kajian di dalam ilmu antropologi yang mengkaji khusus
tentang ekologi manusia, yaitu manusia, lingkungan dan kebudayaan yang dimiliki oleh
masyarakat
11
Diperoleh dari: catatan peneliti selama mengikuti perkuliahan antopologi ekologi
12
Sumber: http://thacozant.blogspot.com/2013/01/v-behaviorurldefaultvmlo.html

7

Universitas Sumatera Utara

“Marginalisasi berarti proses menjadikan kelompok tertentu berada pada posisi
tepi, terpinggirkan, atau tidak berdaya berekspresi.
Proses

marginalisasi

hampir

sama

dengan

proses

pemiskinan

ataupundiskriminasi. Hal ini terjadi karena pihak yang termarjinalkan tidak
diberikan kesempatan mengembangkan dirinya 13.
Artinya, peminggiran oleh sekelompok orang dan merupakan sebuah
proses sosial yang membuat masyarakat menjadi marjinal, baik terjadi secara
alamiah maupun dikreasikan sehingga masyarakat memiliki kedudukan sosial
yang terpinggirkan atau tidak dapat berkembang.
Marginalisasi adalah suatu posisi korban dalam hubungan oposisi biner
(binary oposision) dari paham modernisme.Dalam kenyataan “ia” atau “mereka”
yang terpinggirkan atau tidak dapat mengembangkan diri adalah orang yang
dianggap kalah.Dalam dunia kehidupan masa kini yang penuh ketidakadilan
terdapat banyak korban dan posisi marjinal.Dalam paradigma keilmuan lainnya
marjinalisasi dianggap sebagai penyakit atau penyimpangan (patologi).
Marjinalisasi disebut dengan berbagai penamaan, dalam studi Kajian
Budaya sering disebut dengan “the other” (sang liyan atau yang lain). Ia yang
mengalami proses marjinalisasi, ia juga disebut subaltern 14(Anthonio Gramsci
dan Gayatri Chakravotry Spivak) 15. Kata sub melekat dalam keterpinggiran
karena kenyataan “ia” tersubordinasi. Marjinalisasi dalam hal ini merujuk pada
posisi dan keberadaan masyarakat Etnis Simalungun yang di daerah tersebut

13

dalam hal ini saya melihat pada lokasi yang akan dilakukan penelitian prosesnya lebih dari itu,
karena orang-orang Simalungun tidak dapat berkembang di wilayah kekuasaannya sendiri.
14
Subaltern dalam kamus bahasa Indonesia artinya bawahan
15
Nezar Patria dan Andi Anif, 2003.Anthonio Gramsci Negara dan Hegemoni Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

8

Universitas Sumatera Utara

tertepikan, termarjinal, tidak berdaya, kalah, dan tidak dapat berkembang
maupun

bersaing

dengan

kelompok-kelompok

masyarakat

etnis

lain

(pendatang).
Dalam menganalisis penelitian ini, digunakan beberapa teori yang
relevan dengan permasalahan yang dikaji.Teori yang digunakan adalah teori
yang erat kaitannya dengan perspektif sosial budaya, seperti teori Hegemoni
Gramsci.
Teori hegemoni pertama kali diperkenalkan oleh Anthonio Gramsci
(1891-1937) seorang filsuf Marxis dari Italia. Kata hegemoni berasal dari bahasa
Yunani “hegeistai” yang berarti pemimpin, kepemimpinan, kekuasaan yang
melebihi kekuasaan lain. Jadi titik awal tentang hegemonial adalah bahwa suatu
kelas dan anggotanya menjalankan keberadaannya berkuasa terhadap kelas-kelas
dibawahnya dengan berbagai cara 16.
Menurut Gramsci, agar pihak yang dikuasai mematuhi penguasa, maka
yang dikuasai tidak hanya harus merasa mempunyai dan menginternalisasi nilainilai serta norma-norma penguasa, tetapi juga harus memberikan persetujuan
atas subordinasi mereka 17. Terkait dengan hal ini hegemoni bukanlah hubungan
dominasi dengan menggunakan kekuasaan melainkan hubungan persetujuan
dengan menggunakan eksistensi, kepemimpinan, politik dan ideologis.Teori ini
dapat diaplikasikan untuk membedah masalah terjadinya marjinalisasi etnis asli
di Simalungun terlebih dengan adanya KEK Sei Mangkei yang sedang dalam
tahap pembangunan dan pengembangan. Dalam proses marginalisasi, hubungan

16

Nezar Patria dan Andi Anif, 2003.Anthonio Gramsci Negara dan Hegemoni.Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
17
Nezar Patria dan Andi Anif.2003.Anthonio Gramsci Negara dan Hegemoni.Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.(Hlm: 117)

9

Universitas Sumatera Utara

antar agama, etnisitas, serta konflik-konflik politik juga menjadi salah satu
perhatian penyebab utama.
Menurut teori Identitas sosial (Coser 1956: 4) 18, diskriminasi dan konflik
dipicu oleh persaingan antar kelompok didalam masyarakat untuk merebut
sumberdaya yang terbatas.Pada pandangan lain (Tajfel dan Turner 1986: 7) yang
mengatakan bahwa “proses psikologis antar individu maupun antarkelompok
mendorong terciptanya konflik dan permusuhan melalui prasangkadan perilaku
diskriminatif hingga memarjinalkan kelompok lain”.
Dengan demikian, kontestasi 19, kompetisi dan konflik kepentingan bukan
kondisi yang diperlukan untuk membuat seseorang atau sekelompok
bertentangan dengan kelompok atau orang lain, tetapi terutama oleh kategorisasi
sosial, yakni perpektif yang menganggap bahwa ssetiap orang adalah anggota
kelompok.
Identitas(Stella Ting Toomey) merupakan refleksi diri atau cerminan diri
yang berasal dari keluarga, gender, budaya, etnis dan proses sosialisasi 20.
Identitas pada dasarnya merujuk pada refleksi dari diri kita sendiri dan persepsi
orang lain terhadap diri kita.
Sementara itu, (Gardiner W. Harry dan Kosmitzki Corinne) melihat
identitas sebagai pendefinisian diri seseorang sebagai individu yang berbeda
dalam perilaku, keyakinan dan sikap.
Dalam topik penelitian ini, Teori Identitas Sosial dalam Ilmu Antropologi
digunakan untuk menjawab hal-hal terkait mengapa orang lebih memiliki

18

Teori Identitas Sosial, dikutip dari buku Masyarakat Indonesia, Vol 40 (I) 2014
Kontestasi dalam kamus besar bahasa indonesia artinya persaingan atau pertarungan atau sistem
memperebutkan dukungan
20
https://id.wikipedia.org/wiki/Identitas
19

10

Universitas Sumatera Utara

preferensi 21 terhadap kelompoknya sendiri, dan tidak terhadap kelompok yang
lain. Identitas sosial ditempatkan sebagai bagian dari individu (citra) yang
berasal dari proses kategorisasi dan perbandingan sosial. Kemudian individu
akan berupaya untuk memperjuangkan positive in group distinctiveness 22,
dimana konsep diri yang positif kemudian menggunakan sikap-sikap positif dari
kelompoknya dan mengemukakan sikap-sikap negative dari kelompok lain.
Dalam teori struktural-fungsional seperti (Durkheim 1933), (Parsons
1951), dan (Merton 1957) mengemukakan pandangan bahwa setiap orang adalah
bagian atau representasi dari suatu kelompok, baik disadari ataupun tidak
disadari.Menurut teori (Gijsberts dkk. 2004: 8), sikap dan perilaku bermusuhan
antar kelompok sosial berawal dari proses psikologis yang menekankan
pembentukan identitas kelompok, dan merupakan dampak dari identifikasi
terhadap perilaku kelompok.

Sementara (Tajfel dan Turner1986: 8) mengatakan bahwa keanggotaan
dalam suatu kelompok adalah syarat yang mencukupi untuk menciptakan
identifikasi dengan kelompok, dan untuk menyalurkan perilaku yang disukai
terhadap kelompoknya (In-group favotirism) dan diskriminasi terhadap
kelompok lain.
Dalam hal ini terdapat pula pandangan terhadap kebebasan manusia
dalam mengembangkan identitas yang juga merupakan pesoalan yang cukup
actual dalam topik ini.Dimana ketika kelompok Etnis dalam hal ini Simalungun

21

Preferensi dalam kamus besar bahasa Indonesia artinya selera, pilihan realitas dan kepuasan
Positive group distinctiveness, adalah dimana setiap individu akan mewujudkan identitas sosial
positif, dan menentukan status dan nilai kelompoknya melalui perbandingan sosial dengan
kelompok lain.
22

11

Universitas Sumatera Utara

mulai menyadari dan merasakan perkembangan teknologi, migrasi, dan
persaingan membuat eksistensinya 23menjadi terancam.
Dalam mempertahankan eksistensi identitas bangsa, suatu bangsa siap
bertempur mempertarukan nyawanya 24.Termasuk bagaimana Etnis Simalungun
dalam mempertahankan identitasnya.Pada topik ini teori Eksistensialisme25
digunakan untuk mecari pengetahuan lebih mendalam tentang pertahanan
identitas Etnis Simlaungun.

1.3.

Rumusan Masalah
Persaingan,

kontestasi,

diskriminasi,

hingga

pada

marjinalisasi

merupakan hal yang tidak dapat terlepas dari kehidupan sosial.Bagi Etnis
Simalungun hal ini juga lebih terasa lagi, dikarenakan adanya faktor-faktor antar
budaya yang saling mempengaruhi satu sama lainnya dalam proses interaksi
sosial.
Terkhusus dalam hal mempertahankan dan mengembangkan identitas
budaya antar individu masyarakat. Kemudian kehadiran pendatang dalam sebuah
tatanan daerah kekuasaan kelompok tertentu akan lebih menampakan peranperan budaya pendatang dan tuan rumah dalam persaingan yang jika ada
kesalahan maintense dapat berujung pada diskriminasi, marjinalisasi dan konflik
seperti yang disebutkan diatas.

23

Eksistensi dalam kamus besar bahasa Indonesia artinya adalah Keberadaan
Dikutip dari: Drs. Muzairi H, MA, 2002. Eksistensialisme. Pustaka Pelajar, Yogyakarta (hal:2)
25
Eksistensialisme adalah Suatu pandangan Antropologi yang menekankan pada eksistensi
manusia yang bebas dan bertanggung jawab.
24

12

Universitas Sumatera Utara

Arah dari penelitian ini adalah bagaimana masyarakat Etnis Simalungun
yang merupakan host cultural 26 di daerahnya mengalami bounded system27
secara perlahan hingga saat ini. Artinya, melihat mengapa masyarakat Etnis
Simalungun yang seharusnya menjadi penguasa atas wilayah secara adat
mengalami marjinalisasi atau tidak dapat berkembang di wilayah kekuasaannya
sendiri.
Secara fisik daerah penelitian ini sebelumnya adalah areal perkebunan
kelapa sawit milik PTPN dan kini di daerah tersebut sedang dalam tahap
pembangunan menuju Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).Pada dasarnya tujuan
pembangunan KEK bermagsud untuk meningkatkan mutu perekonomian
masyarakat yang ada di daerah Kabupaten Simalungun, akan tetapi terjadi
kesalahpahaman baik antara masyarakat dengan sesama masyarakat juga antara
masyarakat dengan pemerintah.
Secara kebudayaan (ahap), dari bahasa hingga pengetahuan adat asli
Etnis Simalungun yang juga oleh masyarakatEtnis asli Simalungun disanasudah
semakin memudar.Hal ini juga berkaitan dengan semakin banyaknya pendatang
dari

luar

Simalungun

yang

bekerja

di

perkebunan

dan

KEK

Sei

Mangkei.Kemudian kemudian hal lain yang diteliti adalah mengapa masyarakat
Simalungun sebagai masyarakat penerima dapat mengalami asimilasi tarhadap
pendatang.

26

“host cultural” ialah sebuah kebudayaan yang dimiliki oleh kelompok masyarakat di daerahnya
sendiri atau dengan kata lain adalah kebudayaan dari penduduk asli, dikutip dari buku “Urbanisasi
dan Adaptasi” oleh Prof. Usman Pelly
27
”Bounded System” merupakan pengaburan batas-batas wilayah. “Konstruksi dan Reproduksi
Kebudayaan” oleh Prof. Dr. Irwan Abdulah

13

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan pendapat dari beberapa anggota gerakan masyarakat dari
etnis lain

menyatakan bahwa hal ini dikarenakan Etnis Simalungun adalah

“etnis yang memiliki sifat tertutup”. Menyikapi pernyataan tersebut dalam
penelitian ini saya ingin menjawab kebenarannya.
Permasalahan yang telah saya jabarkan pada penelitian ini saya fokuskan
dalam beberapa pertanyaan inti, yaitu:


Bagaimana proses interaksi antara Etnis Simalungun terhadap
pendatang di Sei Mangkei?



1.4.

Bagaimana proses marjinalisasi Etnis Simalungun di Sei Mangkei?

Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di daerah Sei Mangkei, Kecamatan Bosar

Maligas, Kabupaten Simalungun. Alasan pemilihan lokasiini adalah karena dari
sejarahnya wilayah, lokasi ini termasuk dalam kekuasaan Raja Sinaga.Itu berarti
secara adat lokasi ini berada pada kekuasaan Etnis Simalungun dengan
penguasanya Raja Sinaga.
Saat ini wilayah Sei Mangkei sedang melakukan pembangunan Kawasan
Ekonomi Khusus yang semakin mengundang pendatang dari berbagai daerah
diluar Simalungun dan lokasi inipenulis melihat maysarakat Etnis Simalungun
termarjinalkan

dari

jumlah

dan

posisi

penting

di

daerah

tersebut.

Kemudianmenurut penulis disana terjadi proses pembentukan dan perubahan
yang cepat dalam bentuk visual maupun budaya.

14

Universitas Sumatera Utara

Lokasi penelitian berada berdekatan dengan daerah perdagangan, tidak
jauh dari kota Medan dan kota Pematangsiantar. Lokasi tersebut dapat dijangkau
dengan mudah baik dari Pematangsiantar maupun tempat studi penulis di
Medan.Lokasi tersebut dapat di tempuh menggunakan transportasi pribadi dan
juga transportasi umum.

1.5.

Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan ini adalah untuk menggali

bagaimana proses peran budayaEtnis Simalungun dalam berinteraksi dan
mempertahankan identitas. Kemudian keadaan dan suasana yang baru dirasakan
oleh masyarakat, terutama masyarakat lokal yaitu Etnis Simalungun.Baik dari
visualisasi keadaan daerah, kualitas interaksi sosial, kualitas lingkungan, hingga
pada taraf kehidupan masyarakat semuanya mengalami perubahan.
Penelitian

ini nantinya melihat

bagaimana

proses

marjinalisasi

dankebudayaan Etnis Simalungun dalam mempengaruhi pola hidup, tingkah
laku dan kebiasaan dalam kehidupannya sehari-hari.
Kemudian, manfaat dari penelitian ini tidak lain adalah sebagai tambahan
bahan referensi bagi masyarakat dikalangan akademis, mahasiswa, aktivis, LSM,
instansi pengembangan masyarakat, bahkan setiap kecil lembaga-lembaga
kekeluargaan dan lain sebagainya. Terkhusus pula pada ilmu yang menjadi latar
belakang dari penelitian ini, yaitu ilmu Antropologi.
Dan bagi peneliti sendiri, penelitian ini diharapkan dapat menjadi
tambahan referensi dalam pengetahuan yang menunjang skill individual peneliti

15

Universitas Sumatera Utara

terkait objek penelitian dan ilmu yang berkaitan.Juga diharapkan dapat menjadi
bekal keprofesionalan sewaktu mengabdikan diri pada masyarakat secara luas
dan profesionalitas dalam bidang pekerjaan yang sesuai.
Selain itu juga diharapkan dapat menjadi sebuah sarana diri untuk lebih
paham akan ruang lingkup Ilmu Antropologi dan tentunya dapat menjadi acuan
dalam penelitian Ujian Skripsi Sarjana Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

1.6.

Metode Penelitian
Metode penelitian dalam (koentjananingrat, 1981: 30)merupakan cara-

cara dan prosedur yang dilakukan untuk mengumpulkan data secara
bertanggungjawab sesuai dengan masalah yang diteliti dan disiplin ilmu
pengetahuan yang bersangkutan. Sehingga dalam melihat bagaimana proses
marjinalisasi yang terjadi terhadap Etnis Simalungun di Sei Mangkei ini
diarahkan menjadi penelitian kualitatif bersifat deskriptif.Yaitu data akan
menjelaskan dan menggambarkan makna serta proses-proses suatu fenomena
atau gejala sosial masyarakat yang diteliti dengan tujuan akhir dari pada
penelitian ini adalah etnografi.

16

Universitas Sumatera Utara

Metode penelitian ini akan mengaambarkan:












Tipe penelitian yang akan dilakukan
Dimana penelitian tersebut dilakukan
Populasi dan sampel dari penelitian yang akan dilakukan
Teknik penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian
Teknik pengumpulan data yang akan dilakukan
Analisis data yang akan digunakan dalam penelitian
Dalam penelitian ini, penelitian lebih bersifat interpretifis 28 agar

informasi yang diperoleh dapat bercerita banyak tentang topik masalah ini dan
memberikan hasil yang lebih baik. Dengan pendekatan Kualitatif (Bungin
2007:5), peneliti yang memiliki tingkat kritisme yang lebih dalam semua proses
penelitian. Kekuatan kritisme peneliti adalah senjata utama menjalankan semua
proses penelitian.
Untuk mengumpulkan data akurat dan rinci yang mendeskripsikan fokus
topik penelitian maka dilakukan penelitian lapangan (field research) dalam
waktu

beberapa

bulan.Melalui

penelitian

lapangan

tersebut,

peneliti

mengharapkan dapat melakukan observasi 29secara langsung sehingga dapat
mempelajari fokus penelitian.Dalam hal ini, peneliti mencoba bukan hanya
sekedar mengamati saja tetapi juga ikut terlibat langsung dengan objek yang
diteliti.Teknik obesrvasi ini dilakukan penulis guna melihat, mendengarkan, dan

28

Interpretifis adalah paradigma penelitian yang mencari tahu sampai ke akar suatu topik
permasalahan, secara langsung, tidak hanya melihat tetapi mendalami
29
Observasi (pengamatan) adalah suatu tindakan untuk melihat gejolak (tindakan atau peristiwa
atau peninjauan langsung dilapangan atau lokasi penelitian dengan cara mengamati.

17

Universitas Sumatera Utara

mencatat kejadian serta aktivitas di lokasi penelitian.Seperti melihat bagaimana
interaksi soaial dalam kelompok masyarakat yang dilakukan secara seksama.
Selain dengan observasi, peneliti juga melakukan wawancara 30 terhadap
beberapa informan di lokasi penelitian.Wawancara dilakukan untuk mendapatkan
informasi dari para informan, dalam hal ini pewawancara dengan informan
diharapkan dapat terlibat dalam kehidupan sosial dalam beberapa waktu yang
relative sehingga dapat menjadi wawancara mendalam (indepth interview).
Wawancara dianggap lebih efisien untuk memperoleh informasi yang lebih
akurat mengenai apa yang terjadi dilapangan terkait dengan bagaimana interaksi
sosial menggunakan identitas lokal (Simalungun) dan juga tentang peran budaya
Etnis Simalungun dalam kehidupan dilokasi penelitian.
Metode wawancara memberikan keleluasaan kepada penulis untuk
bertanya tentang apa yang belum dipahami terkait penelitian yang dilakukan.
Adapun jenis-jenis wawancara sebagai berikut 31 :
• Wawancara berstruktur: hal-hal yang ditanyakan telah terstruktur, telah
ditetapkan sebelumnya secara terinci.
• Wawancara tidak berstruktur: hal-hal

yang ditanyakan belum

diretapkan secara rinci, rincian topik pertanyaan pada wawancara ini
disesuaikan dengan pelaksanaan wawancara di lapangan. Didalam
wawancara tidak berstruktur terdapat wawancara mendalam (indepth
interview), wawancara mendalam adalah wawancara yang berusaha

30

Wawancara adalah suatu proses penelitian melalui Tanya jawab sambil bertatap muka antara
pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai.
31
http://asuhankeprawatanonline.blogspot.in/2012/03/melakukan-wawancara-mendalam-in-depth
.html (Diakses pada hari Senin, tanggal 11/04/2016,pukul 09:11:12)

18

Universitas Sumatera Utara

menggali sedalam-dalamnya dan mendapat pengertian seluas-luasnya
dari jawaban yang diberikan informan
• Wawancara bebas/informal: wawancara yang dilakukan dengan topik
bebas dan bisa diakukan dimana saja dan kapan saja, serta dapat pula
secara sambil lalu.
Dalam menggali informasi yang akurat demi keperluan pengumpulan
data dalam penelitian, penulis melakukan penelitian mendalam.Peneliti berusaha
menjalin rapport 32 dengan informan agar informasi yang diperlukan peneliti
dapat menjadi maksimal. Pengembangan rapport ini dilakukan peneliti dengan
cara hidup beradaptasi sehingga ketika melakukan wawancara, data yang
diperoleh benar-benar atau setidaknya mendekati fakta sesungguhnya.
Kemudian dalam memeperoleh informasi yang akurat peneliti mencari
informan yang tepat. Dalam pemilihan informan ini, banyak cara atau teknik
yang dapat ditawarkan. Seperti teknik sampling sistematis, sampling kuota,
sampling incidental, sampling purposive, sampling jenuh (sensus), sampling
snowball (bola salju) 33.Dalam penelitian ini penulis menggunakan sampling
jenuh (sensus) atau sampling bola salju.
Kemudianpeneliti menggunakan data sekunder yang dipakai sebagai
bahan perbandingan dalam memahami sudut pandang masyarakat sekitar yang
mengalami perubahan budaya.Data sekunder merupakan bahan referensi yang
sangat berguna bagi peneliti.Oleh sebab itu peneliti mengunjungi kedinasan
Kota atau pemerintahan Kabupaten Simalungun guna memperoleh data sekunder
32

Rapport adalah hubungan antara peneliti dengan pihak subjek yang sudah melebur sehingga
seolaholah tidak ada lagi dinding pemisah diantara keduanya.
33
Dipeoleh dari: Spradley, James P. 2007. Metode Penelitian Antropologi. Jakarta: Tiara Wacana

19

Universitas Sumatera Utara

terkait dengan fokus penelitian. Dengan menggunakan data sekunder yang telah
diperoleh, peneliti akan menguji banding data tersebut dengan keadaan di
lapangan secara etnosentris 34.

1.7.

Analis Data
Data-data yang diperoleh dari lapangan ditranskripkan atau dipindahkan

dalam bentuk field note (catatan lapangan). Data-data lapangan berupa observasi,
rekaman wawancara secara mendalam. Catatan lapangan yang ditulis merupakan
catatan yang lebih rinci, luas, cermat dan pasti. Setelah itu data-data tersebut
diklasifikasikan berdasarkan tema.
Penulis juga menggunakan data kepustakaan guna melengkapi informasi
yang berkaitan dengan penelitian. Data-data kepustakaan berupa sumber-sumber
tertulis seperti buku-buku, koran, majalah dan sumber-sumber elektronik seperti
televisi dan internet.

1.8.

Pengalaman Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Sei Mangkei Kecamatan Bosar Maligas

Kabupaten Simalungun. Sebelum judul penelitian peneliti disetujui untuk diteliti
dan tulis menjadi skripsi, penulis sudah melihat lokasi penelitian dan pernah
melakukan research tentang hal yang berbeda.Namun bukan berarti hal itu
mempermudah penelitian skripsi ini.Peneliti berulang kali mencoba mencari
tempat-tempat

34

ramai

yang

sering

dikunjungi

oleh

masyarakat

Sei

Etnosentris ialah mengangkat realita keadaan suatu masyarakat dengan apa adanya

20

Universitas Sumatera Utara

Mangkei.Setelah itu peneliti berusaha membangun hubungan dan komunikasi
yang baik kepada beberapa masyarakat yang menurut peneliti cocok untuk
dijadikan sebagai informan.
Awalnya peneliti merasa sedikit kesulitan dalam mencari informan, karena
tidak banyak masyarakat asli Etnis Simalungun dan yang mengetahui tentang
hasimalungunon 35, tetapi peneliti berusaha menjelaskan maksud dari penelitan ini
kepada setiap sasaran informan secara mendalam. Dalam hal ini peneliti tidak
memaksakan seorang masyarakat yang ditemui tersebut untuk menjadi informan
karena peneliti menginginkan ada seseorang yang tertarik dan bersedia menjadi
informan peneliti dengan senang hati dan tidak merasa adanya keterpaksaan
dalam memberikan informasi.
Setelah peneliti berusaha beberapa waktu menjelaskan dan mencari
informan yang tepat, akhirnya ada beberapa orang yang bersedia menjadi
informan peneliti. Informan peneliti terbagi menjadi dua yaitui informan kunci
yaitu masyarakat yang beretnis Simalungun asli dan mengerti tentang Simalungun
dan informan biasa peneliti yaitu masyarakat yang bukan rtnis Simalungun tetapi
sudah tinggal selama tiga (3) generasi di sekitaran lokasi penelitian.
Pertama-tama peneliti fokus dengan informan yang beretnis asli
Simalungun. Informan kunciyang merupakaninforman tetap peneliti berjumlah
enam orang. Informan kunci peneliti terdiri dari beberapa profesi seperti karyawan
PTPN III, guru SD, ibu rumah tangga, penatua adat Simalungun, dan pengamat
budaya Simalungun.

35

“Hasimalungunon” mengarah pada pengetahuan tentang kebudayaan Etnis Simalungun

21

Universitas Sumatera Utara

Menyenangkan ketika informan tersebut bersedia menjadi informan kunci
atau informan tetap peneliti. Informan kunci yang sebagian adalah orang yang
peneliti kenal kini menjadi semakin dekat karena adanya hubungan komunikasi
yang timbul dikarenakan penelitian ini. Selama melakukan proses penelitian di
lapanganpeneliti tidak menemukan kesulitan hanya saja butuh kesabaran untuk
menunggu waktu yang tepat dari setiap informan didalam penyampaian informasi
karena sebagian informan adalah seorang pekerja.
Wawancara yang peneliti hadapi kali ini berbeda sekali dibandingkan
penelitian-penelitian yang pernah dihadapi sebelumnya. Berbeda dikarenakan
pada penelitian yang dilakukan peneliti beberapa waktu lalu di berbagai tepat
bersama tim survey dilakukan secara terstruktur dan formal. Untuk penelitian kali
ini lebih kepada berbincang, diskusi, bercerita dan tertawa apa adanya sambil juga
melakukan pengamatan. Sebelum melakukan wawancara peneliti membuat
interview guide atau pedoman wawancara. Namun ketika berada dilapangan
interview guide itu hanya sebagian ditanyakan karena kebanyakan pertanyaan
yangakandiajukan muncul dengan sendirinya dari jawaban-jawaban informan.
Dalam membangun hubungan atau komunikasi yang baik peneliti meminta
nomor hp dari informan. Di zaman yang maju seperti saat ini sudah banyak
aplikasi sosial yang ditawarkan agar kita tetap terhubung dengan orang
lain.Namun dikarenakan informan peneliti semuanya adalah orang tua sehingga
tidak semua yang memiliki akun media sosial selain nomor hp saja.
Ketika melakukan wawancara peneliti juga pernah diajak untuk ikut dalam
aktivitas nya sehari seperti pergi memanen di kebun sawit PTPN III, pergi ke

22

Universitas Sumatera Utara

kandang lembu, ke sekolah, bersantai di tanah lapang desa dan lain-lain. Sungguh
pengalaman yang luar biasa bagi peneliti yang dimana sebelumnya tidak pernah
kenal tetapi informan mau membawa dalam aktivitasnya sehari-hari. Kemudian
tidak jarang peneliti diajak untuk makan bersama, sambil makan peneliti dan
informan membahas tentang topik penelitian dan tidak jarang juga membahas soal
pembangunan, pemerintahan, kritik-kritik terhadap perkembangan zaman dan
bahkan sampai kepada hal yang lebih privasi.
Wawancara yang pertama sekali dilakukan adalah kepada ibu Sariah
Damanik yang juga adalah istri dari kepala desa Sei Mangkei. Ibu Sariah berusia
50 Tahun dan bekerja sebagai guru. Wawancara dilakukan dirumah ibu Sariah.
Sebelum memulai wawancara satu hari sebelumnya peneliti dan ibu Sariah
Damanik membuat janji jam berapa dan dimana dilakukan wawancara dan
hasilnya wawancara dilakukann di rumahnya pada jam 15.00 WIB setelah selesai
bekerja. Wawancara ini dilakukan ketika ibu Sariah atau yang saat penelitian
peneliti panggil nanturang 36sedang melakukan beberapa pekerjaan rumah tangga.
Saya menanyakan beberapa hal kepadananturang Sariah terkait sepengetahuan
beliau terhadap hasimalungunan 37 dan hal-hal yang berkaitan dengan Etnis
Simalungun.
Selama saya menanyakan hal yang berkaitan tentang pengetahuan Etnis
Simalungun terhadap nanturang Sariah,beliau sama sekali tidak merasa keberatan
dalam hal memberikan jawaban berdasarkan pengetahuan dan kepribadiannya
sebagai Etnis Simalungun di Sei Mangkei. Wawancara yang kami lakukan tidak
36

“Nanturang” adalah panggilan kepada seseorang yang bermarga sama dengan orang tua
perempuan dari bapak.
37
“Hasimalungunan” mengarah pada pengetahuan seseorang terhadap kebudayaan Simalungun

23

Universitas Sumatera Utara

selalu dalam kondisi yang serius kita juga mau sambil tertawa karena nanturang
Sariah yang adalah guru lebih sering melakukan canda gurau saat berkomunikasi
baik di sekolah, kepada tetangga dan kepada saya sebagai peneliti.
Wawancara yang kedua adalah kepada Bapak Tuan Saragih seorang
pensiunan dari PTPN III yang berusia 56 Tahun. Bapak Tuan Saragih yang dalam
partuturan Etnis Simalungun peneliti panggil dengan sebutan “pak tua” adalah
salah satu informan peneliti yang sangat tertarik dengan topic penelitian ini. Dari
hasil wawancara dengan pak tua 38 ini peneliti juga banyak mendapatkan bantuan
dan tambahan data. Pak tua Saragih juga tidak merasa keberatan dalam hal
memberikan data atau jawaban kepada peneliti tentang hal yang ditanyakan
kepadanya.
Wawancara ini dilakukan di warung tempat berkumpulnya masyarkat Sei
Mangkei dan pada jam 14.00 WIB kemudian dilanjutkan dirumah Pak Tua
Saragih pada jam 16.20 WIB.
Peneliti dan pak tua Saragih sudah kenal sebelum penelitian ini
ada.Sewaktu peneliti melakukan research sebelumnya di Sei Mangkei kemudian
bertemu dan saling mengenal sehingga kita tidak ada pengenalan kembali pada
saat melakukan wawancara untuk penelitian skripsi.
Wawancara berikutnya peneliti mewawancarai sepasang keluarga yang
berasal dari Etnsi Simalungun.Yaitu bapak Candra marga Damanik dan ibu Anita
boru Girsang.Bapak Candra dan ibu Anita ini adalah pasangan suami-istri yang

38

“Pak tua” adalah panggilan dalam Etnis Simalungun kepada seseorang yang bermarga sama
dengan peneliti dan usianya lebih tua dari usia orang tua peneliti

24

Universitas Sumatera Utara

baru pindah ke Sei Mangkei dari Kerasaan karena Bapak Candra bekerja sebagai
karyawan PTPN III.
Peneliti mewawancarai mereka diwaktu yang sama kerena menurut Bapak
Candra pengetahuan mereka sama.Peneliti menanyakan tentang pendapat mereka
terhadap eksistensi Etnis Simalungun di Sei Mangkei dan mereka menyambut
baik dengan menjawab berdasarkan pengetahuan dan pendapat mereka. Saya
mewawancarai mereka dirumahnya pada jam 17.00WIB setelah pulang bekerja.
Dari hasil wawancara ini peneliti mendapatkan informasi yaitu adanya
pendapat positif dan pendapat negatif tentang kebudayaan Simalungun. Selama
peneliti melakukan wawancara,informan tidak merasa keberatan dalam hal
memberikan jawaban dan lebih terbuka memberikan jawaban kepada peneliti.
Dalam skripsi saya ini peneliti juga mempunyai beberapa informan
lainnya yaitu masyarakat Desa Sei Mangkei dan dari luar Desa Sei Mangkei yang
mengeluarkan pendapat dan jawaban terkait topik penelitian ini. Informan peneliti
tersebut antara lain:
1. Bapak Drs. Djoman Purba (ketua yayasan museum Simalungun
sekaligus penatua adat Simalungun)
2. Bapak Drs. Sony Purba (antropolog UI angkatan 81 yang juga
mengamati Kebudayaan Simalungun)
3. Bapak Drs. Mardan Saragih (antropolog USU angkatan 82 yang
juga orang tua peneliti dan banyak membantu peneliti dalam
memberikan pendapat)

25

Universitas Sumatera Utara

4. Ibu Sofia Saragih (yang tinggal di huta III daerah perumahan
PTPN III)
5. Ibu Imawati Damanik (yang tinggal di huta I daerah perumahan
PTPN III)
6. Bapak Sardi Siregar (yang tinggal di huta V daerah perumahan
PTPN III)
7. Bapak Romel Sihombing (yang tinggal di huta II daerah
perumahan PTPN III)
8. Bapak Oni Suriono (yang tinggal di huta I daerah perumahan
PTPN III)
9. Bapak Hairul Sani Damanik (yang tinggal di huta IV daerah
pemukiman sipil)
10. Jon Purba (penjaga sekaligus guide di museum istana Raja
Pematang Purba)
11. Endi Ginting (anggota LPM SULUH Pematangsiantar dan
Simalungun)
12. Bapak Bonar Simanjuntak (Dewan Daerah WALHI Sumatera
Utara yang berasal dari Tapanuli Utara)
Selama melakukan proses penelitian, peneliti mendapatkan pengalaman
yang baik dan buruk. Mulai dari tempat penelitian yang tergolong sepi
masyarakat, karena daerah yang aktif dengan pekerja.Kemudian adanya beberapa
masyarakat yang kurang respect terhadap penelitian ini, ditambah peneliti sempat
tidak diterima di PT. Unilever selaku perusahaan pertama yang berdiri di KEK Sei

26

Universitas Sumatera Utara

Mangkei.tetapi pada akhirnya peneliti berusaha melakukan pendekatan dan
kembali setelah menyempatkan mengurus surat penelitian resmi dari kampus.
Dalam melakukan wawancara begitu banyak pandangan atau pendapat
yang peneliti dengar. Baik dari Etnis Simalungun maupun yang bukan Etnis
Simalungun. Dari proses wawancara dan diskusi-diskusi dengan informan ada
beberapa pendapat atau pandangan yang positif terhadap kebudayaan Simalungun,
sifat-sifat orang Simalungun, keberadaan, serta eksistensinya.
Tetapi ada juga beberapa informan yang memberi pendapat negatif
terhadap beberapa hal yang dipertanyakan, dikarenakanmenurut mereka beberapa
sifat Etnis Simalungun adalah penyebab keadaan seperti topik penelitian ini dan
bukan akibat dari orang luar (pendatang).

27

Universitas Sumatera Utara