Pergeseran Makna Robu Mamahpah Dalam Masyarakat (Studi Deskriptif Pada Masyarakat Nagori Siboras Kecamatan Pematang Silimahuta, Kabupaten Simalungun)

(1)

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PERGESERAN MAKNA ROBU MAMAHPAH DALAM MASYARAKAT

(Studi Deskriptif Pada Masyarakat Nagori Siboras Kecamatan Pematang Silimahuta, kabupaten Simalungun)

SKRIPSI

DIAJUKAN OLEH :

NALON GINTING

060901063

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN SOSIOLOGI

LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi Ini Disetujui Untuk Dipertahankan Oleh :

NAMA : NALON GINTING

NIM : 060901063

DEPARTEMEN : SOSIOLOGI

JUDUL :PERGESERAN MAKNA ROBU MAMAHPAH

DALAM MASYARAKAT

(Studi Deskriptif Pada Masyarakat Nagori Siboras Kecamatan Pamatang Silimahuta Kabupaten Simalungun)

DOSEN PEMBIMBING KETUA DEPARTEMEN

Dra. RIA MANURUNG, M.Si Dra. LINA SUDARWATI, M.Si

Nip. 196212031989032001 Nip. 196603181989032001

DEKAN


(3)

ABSTRAK

Etnis Simalungun merupakan salah satu etnis yang ada di Sumatera Utara. Sama seperti etnis lain bahwa etnis simalungun juga memiliki keberagaman kebudayaan yang masing-masing budaya tersebut mengandung makna yang dipercayai oleh masyarakat simalungun. Dalam hal ini termasuk juga masyarakat Nagori Siboras dengan salah satu kebudayaannya yang bernama Robu Mamahpah. Kebudayaan tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mempererat hubungan kekeluargaan dengan keluarga dan masyarakat serta untuk melampiaskan rasa sukacita yang dirasakan atas berhasilnya masyarakat memperoleh panen padi dan juga ucapan terimakasih kepada Yang Maha Pencipta karena padi yang mereka tanam telah memperoleh hasil. Dari kegiatan tersebut masing-masing anggota keluarga di pertemukan, dan saling berinteraksi satu sama lain, sehingga terbentuk suatu ikatan kekeluargaan yang kuat diantara mayarakat nagori Siboras dan keluarga mereka masing-masing. Namun karena perkembangan zaman, maka kebudayaan diatas telah mengalami pergeseran baik dari segi ritual maupun makna yang terkandung didalamnya. Hal ini tentunya akan membawa akibat bagi hubungan kekeluargaan masyarakat Nagori Siboras dan juga dengan keluarga mereka masing-masing.

Untuk mengkaji pergeseran makna robu mamahpah dalam masyarakat Nagori Siboras, maka peneliti menggunakan jenis penelitian studi deskriptif, dengan pendekatan kualitatif. Untuk melakukan pengumpulan data di lapangan, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam, observasi dan studi kepustakaan. Wawancara dalam penelitian ini dilakukan kepad 3 orang informan kunci dengan perincian 1 orang tokoh adat dan 2 orang keturunan pertama pembuka kampung dan 3 orang informan biasa yang merupakan masyarakat biasa. Data-data yang diperoleh melalui hasil wawancara selanjutnya akan diurutkan dan di klasifikasikan menurut jenisnya. Hasil wawancara tersebut selanjutnya akan di analisis dengan tambahan data lainnya, yang diperoleh melalui observasi dan studi kepustakaan.

Dari hasil penelitian yang dilakukan diketahui bahwa faktor penyebab terjadinya pergeseran makna robu mamahpah dalam masyarakat terjadi karena pengaruh teknologi modern seperti masuknya listrik dan barang elektronik yang mengakibatkan terjadinya perubahan pola pikir masyarakat, juga karena faktor ekonomi dan efisiensi waktu dan juga karena pengaruh dari budaya lain. Hal ini terjadi karena adanya perkawinan campur dengan etnis lain. Proses pergeseran tersebut terjadi secara perlahan dan bertahap sesuai dengan seberapa jauh pola pikir masyarakat tersebut mengalami perubahan. Pada tahap sekarang ini banyak masyarakat yang merasa acara robu mamahpah diadakan hanya menghambur-hamburkan uang dan menghabiskan waktu sehingga mereka kurang perduli terhadap keberadaan robu mamahpah dan apa makna yang terkandung dalam robu mamahpah tersebut.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, ibarat pepatah yang menyatakan “tiada gading yang tak retak”. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari saudara pembaca demi perbaikan skripsi ini.

Atas bimbingan dan bantuan yang diterima penulis dari berbagai pihak selama penulisan skripsi ini hingga selesai, serta selama perkuliahan di Universitas Sumatera Utara Medan, maka dengan hati yang tulus penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Syahril Pasaribu, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara Medan. 2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara Medan.

3. Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.si, selaku Ketua Jurusan Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan.

4. Ibu Dra. Ria Manurung, M.si selaku Dosen Pembimbing

5. Bapak/ibu dosen serta staf dan Pegawai Universitas Sumatera Utara Medan

6. Segenap perangkat pemerintahan Kecamatan Pamatang Silimahuta kabupaten Simalungun yang memberikan informasi yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini.

7. Segenap masyarakat Nagori Siboras kecamatan Pamatang Silimahuta kabupaten Simalungun terima kasih atas kesediaannya memberikan informasi bagi penelti dalam


(5)

8. Ayahanda A. Ginting dan Ibunda B. Tarigan yang sangat saya cintai yang telah banyak berkorban demi selesainya studi saya dan menjadi motivasi terbesar untuk saya dapat menyelesaikan skripsi ini.

9. Kakak-kakak saya Benaria Ginting, Rosiek Ginting, yang selalu memberi dukungan dan menjadi salah satu motivasi bagi saya dan juga abang ipar saya Malem Ukur Perangin-angin dan Anto Simaringga dan keluarga yang selama ini juga banyak membantu dalam studi saya.

10.Kawan-kawan di Departemen Sosiologi stambuk 2006. 11.Adik-adik di Departemen Sosiologi stambuk 2007-2010.

12.Kakak-kakak di Departemen sosiologi yang dukungan dan semangatnya.

13.Sahabat-sahabatku atas dukungan kalian selama ini yang selalu ada di saat suka dan duka.

Medan, Maret 2011 Penulis


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI………. . ……….. i

KATA PENGANTAR……… ………ii

DAFTAR ISI………..iv

DAFTAR LAMPIRAN………vi

BAB I PENDAHULUAN………...1

1.1 Latar Belakang Masalah……….………... 1

1.2. Perumusan Masalah………... 7

1.3. Tujuan Penelitian ………..……… 8

1.4. Manfaat Penelitian………. 8

1.5. Defenisi Konsep……… 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA……… 10

BAB III METODE PENELITIAN……… 16

3.1. Jenis Penelitian……… 16

3.2. Lokasi Penelitian……….. 16

3.3. Unit Analsis dan Informan………... 17

3.4. Teknik Pengumpulan Data………..………... 18

3.5. Teknik Analisa Data………... 18

3.6. Jadwal Kegiatan……….. 19

3.7. Keterbatasan Penelitian……….……….. 20


(7)

4.2. Profil Informan……….…………... 42

4.2.1. Informan Kunci ……… ... 43

4.2.2. Informan Biasa……….……… 48

4.3. Robu Mamahpah dan Kehidupan Masyarakat………..………….………51

4.3.1. Waktu pengadaan robu mamahpah ………... 51

4.3.2. Makna pengadaan robu mamahpah terhadap masyarakat………...……… 57

4.4. Proses Jalannya Acara Robu Mamahpah Dalam Masyarakat………. 66

4.5. Proses Pergeseran Makna Robu Mamahpah Dalam Masyarakat ………...80

4.6.Faktor Penyebab Pergeseran Makna Robu Mamahpah ………….……… 86

BAB V PENUTUP………94

5.1. Kesimpulan………...……….. 94

5.2. Saran………... 96 DAFTAR PUSTAKA


(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Panduan Wawancara L1

Surat Pengajuan Judul Proposal Skripsi L5

Surat Pengangkatan Dosen Pembimbing L7

Surat Permohonan Izin Kelapangan L8

Surat Izin Penelitian L9


(9)

ABSTRAK

Etnis Simalungun merupakan salah satu etnis yang ada di Sumatera Utara. Sama seperti etnis lain bahwa etnis simalungun juga memiliki keberagaman kebudayaan yang masing-masing budaya tersebut mengandung makna yang dipercayai oleh masyarakat simalungun. Dalam hal ini termasuk juga masyarakat Nagori Siboras dengan salah satu kebudayaannya yang bernama Robu Mamahpah. Kebudayaan tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mempererat hubungan kekeluargaan dengan keluarga dan masyarakat serta untuk melampiaskan rasa sukacita yang dirasakan atas berhasilnya masyarakat memperoleh panen padi dan juga ucapan terimakasih kepada Yang Maha Pencipta karena padi yang mereka tanam telah memperoleh hasil. Dari kegiatan tersebut masing-masing anggota keluarga di pertemukan, dan saling berinteraksi satu sama lain, sehingga terbentuk suatu ikatan kekeluargaan yang kuat diantara mayarakat nagori Siboras dan keluarga mereka masing-masing. Namun karena perkembangan zaman, maka kebudayaan diatas telah mengalami pergeseran baik dari segi ritual maupun makna yang terkandung didalamnya. Hal ini tentunya akan membawa akibat bagi hubungan kekeluargaan masyarakat Nagori Siboras dan juga dengan keluarga mereka masing-masing.

Untuk mengkaji pergeseran makna robu mamahpah dalam masyarakat Nagori Siboras, maka peneliti menggunakan jenis penelitian studi deskriptif, dengan pendekatan kualitatif. Untuk melakukan pengumpulan data di lapangan, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam, observasi dan studi kepustakaan. Wawancara dalam penelitian ini dilakukan kepad 3 orang informan kunci dengan perincian 1 orang tokoh adat dan 2 orang keturunan pertama pembuka kampung dan 3 orang informan biasa yang merupakan masyarakat biasa. Data-data yang diperoleh melalui hasil wawancara selanjutnya akan diurutkan dan di klasifikasikan menurut jenisnya. Hasil wawancara tersebut selanjutnya akan di analisis dengan tambahan data lainnya, yang diperoleh melalui observasi dan studi kepustakaan.

Dari hasil penelitian yang dilakukan diketahui bahwa faktor penyebab terjadinya pergeseran makna robu mamahpah dalam masyarakat terjadi karena pengaruh teknologi modern seperti masuknya listrik dan barang elektronik yang mengakibatkan terjadinya perubahan pola pikir masyarakat, juga karena faktor ekonomi dan efisiensi waktu dan juga karena pengaruh dari budaya lain. Hal ini terjadi karena adanya perkawinan campur dengan etnis lain. Proses pergeseran tersebut terjadi secara perlahan dan bertahap sesuai dengan seberapa jauh pola pikir masyarakat tersebut mengalami perubahan. Pada tahap sekarang ini banyak masyarakat yang merasa acara robu mamahpah diadakan hanya menghambur-hamburkan uang dan menghabiskan waktu sehingga mereka kurang perduli terhadap keberadaan robu mamahpah dan apa makna yang terkandung dalam robu mamahpah tersebut.


(10)

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

Dalam masyarakat, dimana pengaruh tradisi yang kuat, kaidah-kaidah yang berlaku secara turun temurun sama saja dari satu generasi ke generasi berikutnya, tanpa banyak mengalami perubahan. Ukuran-ukuran yang dipakai dalam komunitas itu adalah ukuran yang dipakai secara turun temurun oleh generasi sebelumnya. Kaidah-kaidah dalam masyarakat tradisional tidak banyak variasinya, cenderung monoton. Dalam masyarakat yang demikian, apalagi ditambah dengan hubungan dengan dunia luar kurang, daya kreasi masyarakat sedikit sehingga tindakan-tindakan yang bersifat anomali agak berkurang.

Dalam masyarakat yang homogen dan tradisional, konformitas masyarakat cenderung tinggi. Perubahan nilai maupun pergeseran nilai dianggap sebagai sesuatu yang tabu, sehingga kepatuhan dalam menjaga nilai menjadi sesuatu keharusan bagi semua anggota masyarakat itu. Setiap masyarakat selama dalam perkembangannya pasti mengalami perubahan. Hal yang membedakannya adalah kadar perubahan itu sendiri, baik itu perubahan yang sifatnya evolutif maupun perubahan yang sifatnya revolusioner.

Dalam perkembangannya, masyarakat Indonesia yang secara umum dapat dilihat dalam perubahan dari agraris ke industri. Hal tersebut dapat dilihat dari mekanisasi pertanian, banyaknya konversi lahan tani ke lahan industri dan banyaknya urbanisasi yang mengakibatkan masalah baru di perkotaan. Termasuk dalam hal ini, masyarakat Simalungun yang menjadi lokasi penelitian adalah merupakan masyarakat agraris.


(11)

Etnis simalungun merupakan salah satu etnis asli dari propinsi Sumatera Utara, Indonesia, yang menetap di Kabupaten Simalungun dan sekitarnya. Etnis Simalungun pada awalnya merupakan salah satu suku terbesar dan tertua diantara etnis Batak lainnya, namun belakangan ini etnis ini terancam punah akibat orang-orangnya banyak yang tepengaruh dan beralih menganut bahkan justru mengaku sebagai suku lain di sekitarnya. Jadi ada yang lebih senang dikategorikan sebagai penduduk pendatang di Simalungun. Penduduk yang dekat dengan suku lain disekitarnya banyak yang mengalami asimilasi. Namun eksistensi Simalungun ditengah-tengah masyarakat sampai saat ini masih tetap dapat dipertahankan keberadaannya sebagai bagian dari salah satu suku di Indonesia (Purba,2008).

Secara umum sistem mata pencaharian tradisional orang Simalungun sehari-hari adalah

marjuma atau berladang dengan cara menebas hutan belukar (mangimas) yang mengolahnya

untuk tanaman palawija seperti padi, jagung, dan ubi. Banyak proses yang harus dilalui ketika mereka membuka ladang baru dan keseluruhannya itu harus diketahui oleh Gamot yang merupakan wakil raja di daerah. Biasanya, diantara perladangannya didirikan bangunan rumah tempat tinggal (sopou juma) sebagai tempat mereka sementara dan untuk melindungi mereka dari serangan binatang buas maupun menghalau binatang-binatang yang dapat merusak tanaman mereka. Selain itu ada juga yang menggolah persawahan (sabah) dengan luas yang relatif sedikit dengan cara-cara tradisional. Untuk memenuhi kebutuhan sandang pangan, mereka menenun pakaian (hiou) yang biasanya dilakukan oleh kaum ibu dan gadis-gadis. Mereka juga menumbuk padi bersama-sama dengan para pemuda di Losung Huta. Disini biasanya, pada zaman dahulu

para pemuda itu akan memilih pasangannya


(12)

Sesuai dengan sistem mata pencahariannya, masyarakat simalungun banyak menciptakan kebudayaan yang dianggap berguna bagi mereka untuk menjalin interaksi sosial yang lebih baik didalam kehidupan mereka. Kebudayaan tersebut berbeda antara satu daerah dengan daerah lain sesuai dengan letak geografis daerahnya. Kebudayaan yang diciptakan oleh masyarakat berupa selamatan seperti Robu Mamahpah, Pesta Rondang Bittang, dan dapat juga berupa sesaji atau ritus peralihan yang menyangkut selingkaran hidup seperti upacara kehamilan, kelahiran,

perkawinan dan kematian. Sebagian besar kebudayaan tersebut masih tetap dilaksanakan oleh

masyarakat simalungun sesuai dengan waktu dan kebutuhannya. Sama halnya dengan masyarakat Nagori Siboras yang menjadi pokok utama dalam penelitian ini, masih tetap setia melaksanakan kebudayaan Robu Mamahpah setiap tahunnya.

Nagori Siboras merupakan salah satu nagori yang terletak di Kecamatan Pamatang Silimahuta, kabupaten Simalungun yang berbatasan langsung dengan kabupaten Karo. Oleh karena letaknya yang berbatasaan dengan Kabupaten Karo, Nagori Siboras memiliki komposisi penduduk yang bermacam-macam. Komposisi penduduknya adalah suku Simalungun, Karo, Toba, dan Jawa. Bahasa yang digunakan juga bermacam-macam, ada yang menggunakan bahasa Simalungun yang menjadi bahasa asli daerah ini dan ada juga yang menggunakan bahasa Karo dan Toba. Akibat dari perbauran tersebut, masyarakat Nagori Siboras dapat mengguasai minimal 3 bahasa daerah, yaitu : bahasa Simalungun, Karo dan Toba.

Sistem mata pencaharian masyarakat Nagori Siboras adalah bertani. Jenis tanaman yang dibudidayakan mengalami perubahan dari generasi ke generasi sesuai dengan perkembangan zaman. Pada awalnya jenis tanaman yang di budidayakan adalah Padi seperti tanaman utama masyarakat simalungun secara umum, kemudian beralih menjadi Jahe, kemudian diganti lagi


(13)

bertahan sampai sekarang. Meskipun masyarakat telah menjadikan jeruk sebagai tanaman utamanya, namun masih ada masyarakat yang masih tetap menanam padi sebagai tanaman sampingan. Hal itu dilakukan karena padi masih menjadi kebutuhan pokok masyarakat.

Seperti yang telah dijelaskan pada pernyataan sebelumnya, Nagori Siboras merupakan salah satu desa di Simalungun yang tetap setia melaksanakan kebudayaan yang diciptakan oleh masyarakat Simalungun sendiri. Salah satu kebudayaan khas dari Nagori Siboras adalah Robu

Mamahpah. Kebudayaan Robu Mamahpah ada sejak masyarakat Nagori Siboras masih

menjadikan padi sebagai tanaman utama mereka. Robu mamahpah ini merupakan suatu acara pesta yang paling besar dan yang paling megah yang dilaksanakaan secara turun-temurun oleh warga sekampung setiap tahunnya, karena acara ini merupakan sarana untuk menyampaikan rasa terimakasih kepada Yang Maha Pencipta atas hasil panen padi yang telah diperoleh. kebudayaan ini juga merupakan sarana untuk mempertemukan keluarga dari berbagai tempat yang berbeda untuk menjalin hubungan persaudaraan yang lebih erat, dan bagi pemuda-pemudi desa, kebudayaan ini merupakan sarana bagi mereka untuk menjalin hubungan kebersamaan dengan teman–teman mereka sekampung dan tidak tertutup kemugkinan dengan pemuda - pemudi dari daerah lain.

Sebelumnya, robu mamahpah ini merupakan salah satu dari tiga bagian kebudayaan yang langsung berhubungan dengan penanaman, perawatan dan panennya padi. Ketiga kebudayaan tersebut adalah :


(14)

1. Robu

Robu diadakan pada bulan November yang biasanya dilalaksanakkan antara tanggal satu

sampai dengan tanggal 15 yang diadakan dirumah masing – masing keluarga yang ada di desa tersebut. Pesta ini merupakan persiapan masyarakat untuk melakukan penanaman padi pada bulan Desember, dimana manfaat pesta ini bagi mayarakat adalah supaya padi yang akan mereka tanam dapat memberikan hasil yang maksimal dan memuaskan bagi mereka. Didalam pesta tersebut, masyarakat memohon kepada Yang Maha Pencipta supaya diberikan hasil yang melimpah dan memuaskan bagi masyarakat agar usaha yang mereka lakukan tidak merugikan mereka. Kegiatan yang dilakukan dalam Robu ini adalah Berbagi dengan keluarga yang berasal dari daerah lain dan juga membicarakan masalah–masalah yang ada didalam keluarga supaya dapat menghasilkan keputusan yang terbaik bagi semua pihak. Makanan khas Robu adalah Nitak.

2. Robu Mangalumi

Robu mangalumi diadakan masyarakat pada bulan Mei yang diadakan di lahan pertanian

mereka masing-masing atau di tempat mereka menanam padi. Robu mangalumi diadakan karena padi yang sudah mereka tanam pada bulan desember sedang dalam keadaan bunting, Sehingga mereka memohon kepada Sang Pencipta agar padi tersebut tetap terawat dan tidak ada gagal. Selain itu, makna lain yang dipercayai oleh masyarakat dari acara ini adalah supaya mereka yang ada dalam keluarga tersebut semuanya dalam keadaan baik dan tidak ada masalah antara satu dengan yang lain.


(15)

Kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dalam acara Robu Mangalumi adalah hanya memantau dan melihat keadaan padi yang dalam keadaan bunting tersebut. Selama dua hari berturut–turut tidak ada diantara masyarakat yang bekerja ataupu melakukan hal lain, melainkan mereka semua hanya melakukan apa yang menjadi kesenangan mereka yang sesuai dengan keinginannya dan juga menikmati makanan yang sudah mereka persiapkan sebelumnya. Makanan khas pada acara tersebut adalah Lemang.

3. Robu Mamahpah

Robu mamahpah merupakan satu – satunya dari ketiga budaya tersebut yang bertahan

sampai sekarang. Pesta ini diadakan setiap bulan Agustus yang biasanya diadakan pada hari sabtu pada minggu kedua. Acara ini diadakan setelah semua masyarakat Nagori Siboras telah selesai memanen padi yang sudah mereka tanam pada bulan Desember dan sudah mereka rawat sampai akhirnya panen pada bulan Juli. Dalam acara tersebut setiap keluarga memestakan hasil karya yang telah mereka kerjakan selama 7 bulan lamanya. Acara ini juga menjadi sarana bagi masyarakat dalam menyampaikan rasa syukur dan terimakasih mereka terhadap sang pencipta karena sudah memberkati padi yang mereka tanam sehingga dapat menghasilkan hasil yang memuaskan bagi mereka. Acara robu

mamahpah juga menjadi acara yang paling besar dan yang paling megah diantara acara

kebudayaan sebelumnya.

Adapun yang menjadi makanan khas dari robu mamahpah adalah Pahpah yang dilengkapi dengan bebagai jenis makanan mewah lainnya seperti lemang, daging, dan jenis makanan lainnya.


(16)

Budaya Robu mamahpah sudah terbentuk lama di Nagori Siboras. Tetapi tidak ada masyarakat yang mengetahui secara pasti kapan pertama kalinya budaya tersebut lahir karena budaya tersebut telah menjadi tradisi dan sudah dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat. Namun meskipun masyarakat tidak mengetahui awal kelahiran budaya Robu mamahpah, masyarakat Nagori Siboras tetap setia melaksanakan kegiatan tersebut. Karena pada dasarnya adat dan budaya didalam implementasinya berfungsi menciptakan dan memelihara keteraturan, ketentuan-ketentuan adat dan budaya dalam jaringan sosial diadakan untuk menciptakan keteraturan, sehingga tercapai harmonisasi hubungan secara horizontal sesama warga dan hubungan vertical kepada Tuhan (Simanjuntak,2001).

Melalui observasi awal yang telah dilakukan, Masyarakat sekarang lebih cenderung mengadakan robu mamahpah tersebut hanya sebagai rutinitas dan bahkan banyak masyarakat yang tidak mengetahui apa sebenarnya makna dari RobuMamahpah tersebut. Sehingga banyak dari masyarakat tidak mengetahui bahwa pengadaan robu mamahpah tersebut telah mengalami pergeseran makna bagi masyarakat.

Pergeseran makna budaya yang telah terjadi tersebut menjadi landasan awal bagi peneliti untuk mencoba melakukan penelitian lebih jauh guna menggali aspek – aspek yang melingkupi pergeseran makna Robu Mamahpah dalam masyarakat. Selain itu alasan lain dari sipeneliti untuk mengkaji masalah robu mamahpah adalah karena peneliti sendiri berasal dari daerah tersebut dan selalu terlibat dalam kegiatan robu mamahpah.

1.2.Perumusan Masalah


(17)

1. Bagaimana proses pergeseran Makna Robu Mamahpah dalam masyarakat Nagori Siboras Keecamatan Pamatang Silima Huta, Kabupaten Simalungun?

2. Faktor apa yang mempengaruhi pergeseran makna Robu Mamahpah dalam masyarakat Nagori Siboras, Kecamatan Pamatang Silima Huta, Kabupaten Simalungun?

1.3.Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian in adalah :

1. Untuk mengetahu bagaimana proses pergeseran Makna Robu Mamahpah dalam masyarakat Nagori Siboras Kecamatan Pamatang Silima Huta, Kabupaten Simalungun? 2. Untuk mengetahui apa faktor yang mempengaruhi pergeseran makna Robu Mamahpah

dalam masyarakat Nagori Siboras, Kecamatan Pamatang Silima Huta, Kabupaten Simalungun?

1.4.Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan keilmuan khususnya yang berkaitan dengan pergeseran makna robu mamahpah dalam masyarakat. 1.4.2. Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan literatur kajian terhadap perkembangan ilmu sosiologi. Sekaligus menjadi acuan bagi penelitian berikut ini khususnya kajian yang berhubungan dengan pergeseran makna robu mamahpah dalam masyarakat


(18)

1.5.Defenisi Konsep

Berdasarkan uraian diatas dan topik permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini, maka dapat diambil batasan dalam konseptual, yakni sebagai berikut :

a. Pergeseran. Menurut kamus besar bahasa Indonesia (Umi Chulsum dan Windy Novia, 2006), pergeseran adalah pergesekan, perpindahan tempat atau kedudukan, pergantian. Dalam hal ini pergeseran yang dimaksud adalah pergeseran kedudukan dan fungsi atau makna dalam masyarakat.

b. Robu adalah suatu acara atau kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dalam

menyambut hari penanaman padi, dimana dalam acra ini merupakan hari permohonan kepada Tuhan supaya padi yang akan di tanam dapat tumbuh dengan baik dan menghasilkan hasil yang banyak dan baik.

c. Robu mangalumi adalah suatu acara atau kegiatan yang dilakukan oleh setiap rumah

tangga yang ada di nagori siboras di ladang masing – masing yang merupakan tempat dimana mereka menanam padi, dimana setiap rumah tangga tersebut mengucapkan terimakasih kepada Tuhan karena padi yang telah mereka tanam pada bulan desember sebelumnya sudah tumbuh besar dan sedang mengalami bunting(hamil) dan memohon kepada Tuhan agar padi yang sedang bunting tersebut dapat lahir dengan baik dan tidak ada yang gagal atau gugur.

d. Robu mamahpah adalah suatu acara atau pesta yang dilakukan oleh masyarakat

sekampung, dimana acara ini merupakan acara ucapan terimaksih kepada Tuhan karena sudah memberikan hasil dari padi yang telah ditanam dan dirawat sampai panen dan telah dapat menikmati hasilnya. Acara ini merupakan acara untuk memestakan hasil karya


(19)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat. 12.25).

Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.

12.25).

Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat


(20)

sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

12.25).

Teori interaksionisme simbolik yang dikembangkan oleh G.H Mead dan Herbert Blumer merupakan aliran sosiologi Amerika yang lahir dari tradisi psikologi. Teori ini berkembang pertama kali di Universitas Chicago dan dikenal sebagai Aliran Chicago (Poloma, 2004 : 257).

Istilah “interaksi simbolik” menunjuk pada sifat khusus dan khas dari interaksi yang berlangsung antar manusia. Kekhususan itu terutama dalam fakta bahwa manusia menginterpretasikan atau “mendefinisikan” tindakan satu sama lain. Jadi, interaksi manusia dimediasi oleh penggunaan symbol-simbol oleh interpretasi atau oleh penerapan makna dari tindakan orang lain. Simbol merupakan sesuatu yang nilai dan maknanya diberikan kepadanya oleh mereka yang mempergunakannya. Makna atau simbol hanya dapat ditangkap melalui cara sensoris. pkl 12.25).

Psikologi sosial Mead didominir oleh pandangan yang melihat realitas sosial sebagai proses daripada sebagai sesuatu yang statis. Manusia maupun aturan sosial berada dalam proses akan jadi, bukan sebagai fakta yang lengkap. Mead berkecimpung dengan masalah yang rumit yaitu bagaimana proses individu menjadi anggota organisasi yang kita sebut masyarakat (Poloma, 2004 : 259)


(21)

Selanjutnya Mead mengemukakan bahwa pikiran merupakan suatu proses, dengan proses itu individu menyesuaikan dirinya dengan lingkungannya. Pikiran atau kesadaran muncul dalam proses tindakan. Namun demikian individu-individu tidak bertindak sebagai organisme yang terasing. Sebaliknya tindakan-tindakan mereka saling berhubungan dan saling tergantung. Proses komunikasi dan interaksi dimana individu-individu saling mempengaruhi dan saling menyesuaikan diri atau dimana tindakan-tindakan individu saling cocok, tidak berbeda secara kualitatif dan proses berfikir internal (Johnson, 2005 : 11).

Menurut Mead orang tak hanya menyadari orang lain tetapi juga mampu menyadari dirinya sendiri. Dengan demikian orang tidak hanya berinteraksi dengan orang lain, tetapi secara simbolis dia juga berinteraksi dengan dirinya sendiri. Dengan kata lain manusia dapat menyadari dirinya secara sadar dalam perilakunya dari sudut pandang orang lain. Sebagai akibatnya, mereka dapat mengkonstruksikan perilakunya dengan sengaja untuk membangkitkan tipe respons pada orang yang sedang melakukannya seperti terjadi pada orang kemana isyarat itu diarahkan merupakan sebuah isyarat yang berarti. Respon yang sama ini merupakan arti isyarat, dan munculnya arti-arti bersama ini memungkinkan komunikasi simbol (symbolic communication). Simbol bukan merupakan fakta-fakta yang sudah jadi, simbol berada pada proses yang kontiniu. Proses penyampaian makna inilah yang merupakan subjek matter dari sejumlah analisa kaum interaksionis. Dalam interaksi orang belajar memahami simbol-simbol konvensional dan dalam suatu pertandingan mereka belajar menggunakannya sehingga mampu memahami peranan aktor-aktor lainnya (Poloma, 2004 :260-261)


(22)

Menurut Blumer istilah interaksionisme simbolik menunjuk kepada sifat khas dari interaksi antar manusia. Kekhasannya adalah bahwa manusia saling menerjemahkan dan saling mendefenisikan tindakannya. Bukan hanya sebagai reaksi belaka dari tindakan seseorang terhadap orang lain. Tanggapan seseorang tidak dibuat secara langsung terhadap tindakan-tindakan orang lain, tetapi didasarkan atas makna yang diberikan terhadap tindakan-tindakan orang lain itu. Interaksi antar individu diantarai oleh penggunaan simbol-simbol, interpretasi atau dengan saling berusaha untuk saling memahami maksud dari tindakan masing-masing (Ritzer,2004 ; 63).

Interaksionisme simbolik yang di ketengahkan Blumer mengandung sejumlah root

images atau ide-ide dasar yang dapat diringkas sebagai berikut :

1. Masyarakat terdiri dari manusia yang berinteraksi. Kegiatan tersebut saling bersesuaian melalui tindakan bersama, membentuk apa yang dikenal sebagai organisasi atau struktur sosial.

2. Interaksi terdiri dari berbagai kegiatan manusia yang berhubungan dengan kegiatan manusia lain. Interaksi non simbolis mencakup stimulus-respon yang sederhana. Sedang interaksi simbolis mencakup penafsiran tindakan.

3. Objek-objek tidak mempunyai makna yang intrinsik, makna lebih merupakan produksi interaksionisme simbolik.

4. Manusia tidak hanya mengenal objek eksternal tetapi mereka dapat melihat dirinya sebagai objek.

5. Tindakan manusia adalah tindakan interpretatif yang dibuat oleh manusia itu sendiri 6. Tindakan tersebut saling dikaitkan dan disesuaikan oleh anggota-anggota kelompok;


(23)

Kehidupan bermasyarakat terbentuk melalui proses interaksi dan komunikasi antar individual dan antar kelompok dengan menggunakan simbol-simbol yang dipahami maknanya melalui proses belajar. Tindakan seseorang dalam proses interaksi itu bukan semata-mata suatu tanggapan yang bersifat langsung terhadap stimulus yang datang dari lingkungannya, atau dari luar dirinya, tetapi tindakan itu merupakan hasil daripada proses interpretasi terhadap stimulus. Jadi merupakan hasil proses belajar, dalam arti memahami simbol-simbol, dan saling menyesuaikan makna dari simbol-simbol itu. Meskipun norma-norma nilai-nilai sosial dan makna dari simbol-simbol itu memberikan pembatasan terhadap tindakannya namun dengan kemampuan berpikir yang dimilikinya manusia mempunyai kebebasan untuk menentukan tindakan dan tujuan-tujuan yang hendak dicapainya (Rittzer, 2003 : 70).


(24)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian studi deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah pendekatan yang menghasilkan data, tulisan, dan tingkah laku yang didapati dari apa yang diamati. Pendekatan kualitatif dimaksudkan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami subjek penelitin secara holistic (utuh), misalnya tentang perilaku, motivasi, tindakan, dan sebagainya(Moleong, 2005:4).

Studi deskriptif adalah penelitian yang berusaha untuk menggambarkan atau melukiskan sejumlah fenomena dan masalah yang diteliti didalam masyarakat. Penelitian deskriptif ini dipilih karena penelitian ini hanya terbatas pada usaha untuk mengungkapkan suatu fenomena, permasalahan, keadaan atau peristiwa sebagaimana adanya sehingga bersifat sekedar mengungkapkan fakta yang terjadi dalam proses sosialisasi.

3.2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yaitu Nagori Siboras, Kecamatan Pamatang Silimahuta, Kabupaten Simalungun. Pemilihan lokasi tersebut adalah karena Nagori Siboras merupakan desa yang selalu rutin mengadakan pesta Robu Mamahpah dan memiliki penduduk yang terpadat diantara desa sekitarnya. Dan mayoritas penduduknya adalah suku Simalungun. Selain itu, alasan lain dari pemilihan lokasi ini adalah karena lokasi tersebut merupakan daerah tempat peneliti berasal.


(25)

3.3. Unit Analisis dan Informan

Unit analisis adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek penelitian. Unit analisis dalam penelitian ini adalah:

a. Ritual Robu Mamahpah

b. Simbol adat dalam acara Robu Mamahpah

Sedangkan yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah : 1. Informan Kunci yang terdiri dari dua pihak.

Adapun yang menjadi informan kunci adalah : a. Satu orang penatua adat

b. Satu orang tokoh Agama c. Satu orang tokoh marga d. Satu orang aparatur desa

e. Dua orang informan yang memahami dengan baik tentang robu mamahpah seperti keturunan dari generasi pertama pembuka kampung.

2. Informan Biasa

Adapun yang menjadi informan biasa adalah :

a. Dua orang masyarakat umum yang aktif ikut melaksanakan acara robu mamahpah b. Dua orang masyarakat umum yang sudah tinggal di Nagori Siboras lebih dari 10


(26)

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang telah digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Data primer dengan cara observasi partisipatif dan wawancara mendalam.

Dalam hal ini peneliti ikut dalam proses pengambilan data, dan peneliti mengadakan pengamatan secara langsung. Hal tersebut dilakukan dengan cara ikut terlibat dalam kegiatan tersebut dan mengamati setiap ritual yang telah dilakukan. Peneliti juga merasakan apa yang dirasakan oleh masyarakat setempat dalam mengikuti kegiatan tersebut.

Wawancara mendalam dilakukan oleh peneliti kepada inofrman dengan menggunakan pedoman wawancara ( interview guide ).

b. Data sekunder

Data sekunder diperlukan untuk melengkapi dan menyempurnakan hasil penelitian yang telah dilakukan. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh melalui studi kepustakaan. Studi kepustakaan merupakan suatu sumber yang diambil beupa buku referensi yang memperkuat teori dan pembahasan yang ada. Referensi bahan yang diperoleh tidak hanya berpatokan kepada buku, melainkan juga dapat bersumber dari internet, suarat kabar yang berkaitan langsung dan dianggap relevan dengan penelitian.

3.5. Teknik Analisa Data

Analisa data merupakan proses pengorganisasian dan pengurutan data kedalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat ditemukan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.


(27)

Setelah data direkam maka dilakukan pencatatan dengan jelas, baik itu catatan lapangan, wawancara maupun data penunjang lainnya dan dikumpulkan. Setelah semua data terkumpul, maka dilakukan analisis data dan diinterpretasikan dengan mengacu pada tinjauan pustaka. Dan hasil observasi diuraikan di narasikan untuk memperkaya hasil wawancara sekaligus melengkapi data. Setiap data yang diperoleh diinterpretasikan untuk menggambarkan secara jelas keadaan melalui kata berdasarkan dukungan teori dan tanjauan pustaka.

3.6. Jadwal Kegiatan

Tabel 1.1

Jadwal Kegiatan Penelitian

No Kegiatan Bulan ke

1 2 3 4 5 6

1 2 3 4 5 6 7

Pengurusan izin penelitian Persiapan instrument penelitian Pengumpulan data

Pengorganisasian data Interpretasi data Pengetikan Penyuntingan

x x

x x

x x

x x


(28)

3.7. Keterbatasan Peneliti

Selama dalam proses penelitian ini, peneliti menghadapi beberapa kendala. Adapun kendala tersebut yaitu :

1. Kendala dalam bahasa simalungun, dimana para informan terutama informan kunci dan masyarakat biasa semuanya menggunakan bahasa simalungun dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam proses wawancara. Namun untuk mengatasi hal tersebut, peneliti biasanya menanyakan ulang istilah-istilah dalam bahasa simalungun yang kurang dipahami maknanya kepada orang yang diwawancarai, atau minta bantuan kepada orang di tempat penelitian tersebut untuk menterjemahkan hasil wawancara tersebut kedalam bahasa Indonesia dan juga mencari artinya dalam kamus atau referensi lainnya.


(29)

BAB IV

INTERPRETASI DATA

4.1. Setting Lokasi

Nagori Siboras dahulu merupakan lahan kosong yang tidak dimanfaatkan oleh masyarakat manapun, tidak berpenghuni dan juga merupakan wilayah yang berbukit-bukit dan dipenuhi oleh hutan bambu. Dibawah tahun 1922, oppung masyarakat Nagori Siboras yang bernama Djabottar Girsang beserta dengan istrinya datang ke tempat tersebut untuk bersembunyi dari kejaran bangsa belanda yang paada saat itu masih menjajah Indonesia. Wilayah yang mereka tempati dahulu adalah wilayah rumah juluan yang artinya suatu wilayah yang ada di Nagori Siboras. (BPS : Kecamatan Pamatang Silimahuta Kabupaten Simalungun, 2010).

Diwilayah tersebut mereka berdua memulai aktivitas mereka yang baru dengan cara membuka lahan baru untuk bertani yang sekaligus juga untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Didalam keseharian mereka, sekali seminggu mereka juga datang berkunjung ke tempat asal mereka semula untuk menjual hasil pertanian mereka, membeli apa yang menjadi kebutuhan mereka, melakukan barter dengan masyarakat lain dan juga tidak jarang mereka mengajak masyarakat lain untuk bergabung dengan mereka tinggal di tempat tinggal mereka yang baru dengan alasan wilayah tersebut lebih aman dan banyak tempat bersembunyi jika bangsa belanda datang mencari mereka. Ajakan mereka tersebut pada awalnya tidak berhasil dan tidak ada yang bersedia tinggal di wilayah tersebut. (BPS : Kecamatan Pamatang Silimahuta Kabupaten Simalungun, 2010).


(30)

Seiring dengan berjalannya waktu, mereka dikarunia dua orang anak yang bernama Djauri Girsang dan Djabona Girsang. Mereka semua merasakan hidup yang aman dan tenang hidup di wilayah tersebut. Sementara masyarakat yang tinggal di wilayah mereka sebelumnya, tetap tidak bisa tenang oleh karena bangsa belanda yang ingin menjadikan mereka untuk kerja paksa. Dengan rasa aman yang dirasakan oleh Djabottar Girsang dengan keluarganya, mereka tidak ingin teman-teman mereka tetap tertindas di tempat tinggal awal mereka. Suatu ketika mereka satu keluarga pergi ke tempat asal mereka untuk menjual hasil pertanian mereka sekaligus mengajak saudara dan keluarga mereka yang lain untuk bergabung dengan mereka tinggal di tempat mereka yang baru. Setelah saudara dan keluarga mereka melihat fakta bahwa Djabottar Girsang dan keluarganya aman ditempat mereka yang baru, maka mereka pun bersedia tinggal di tempat tersebut. Setelah beberapa puluh tahun, mereka pun merasa nyaman ditempat tersebut dan sudah merasa bahwa itulah kampung mereka yang akan mereka tempati selama hidup mereka. (BPS : Kecamatan Pamatang Silimahuta Kabupaten Simalungun, 2010).

Pada tanggal 26 Desember 1922, Raja Van Silimakuta memanggil Djauri Girsang dan Djabona Girsang untuk menghadap, untuk membicarakan nama dari wilayah yang mereka tempati. Kemudian Djauri Girsang dan Djabona Girsang mengusulkan nama Nagori Siboras dengan alasan bahwa wilayah yang mereka tempati selalu berhasil dalam pertanian dan aman dari luar. Kemudian Raja Van Silimakuta menyetujui nama desa tersebut dan meresmikannya, dan juga sekaligus mengangkat Djauri Girsang dan Djabona Girsang sebagai raja pertama Nagori Siboras. (BPS : Kecamatan Pamatang Silimahuta Kabupaten Simalungun, 2010).


(31)

Setelah Djauri Girsang dan Djabona Girsang diangkat menjadi raja, maka mereka berdua juga melantik beberapa tokoh masyarakat yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat umum. Adapun tokoh masyarakat yang telah dilantik yaitu :

a. Guru sahuta. Guru sahuta bertugas untuk menentukan hari apa untuk memulai

memanggil hujan pada saat musim kemarau agar hujan segera turun. Posisi ini dipegang oleh marga Girsang.

b. Sipotong Hambing. Orang yang memegang jabatan ini bertugas untuk menentukan hari

untuk memulai menanam padi. Jabatan ini dipegang oleh marga Tambun.

c.Persaudaraan dipegang oleh marga Girsang parkarah

d. Mohpoh Jawak yaitu menantu dari Raja Nagori Siboras. Mohpoh jawak ini mendirikan

rumah di alaman jawak yang juga sekaligus menjadi pelebaran Nagori Siboras sampai sekarang.

Masing-masing dari setiap tokoh tersebut bertanggung jawab kepada Raja Nagori Siboras, dan raja Nagori Siboras bertanggung jawab kepada Raja Van Silimahuta. (BPS : Kecamatan Pamatang Silimahuta Kabupaten Simalungun, 2010).

Sejarah Nagori Siboras tersebut juga dibenarkan oleh informan kunci S.F. Girsang (lk, 72 Tahun):

“Memang wilayah ini dulunya adalah lahan kosong nya ini. Waktu itu kan belanda masih menyerang wilayah ini. Jadi ada dulu opung kami, itu opungku kandung ya… namanya Djabottar Girsang pergi ke tempat ini untuk bersembunyi. Opung kami itu dulu pergi kesini Sama istrinya lah ya… jadi disini itu dulu hutan bambunya ini. Nah… disinilah dulu mereka bersembunyi. Dan mereka memang aman disini. Setelah itu mereka panggil lah keluarga mereka yang lain juga tinggal sama mereka disini. Awalnya memang susah, tapi akhirnya mereka juga mau. Setelah


(32)

Djabottar Girsang. Jadi mereka jugalah yang mengusulkan nama desa ini sama raja van silimahuta waktu itu. Itulah sejarahnya dulu desa ini…”

(Wawancara Nopember 2010)

Berdasarkan hasil observasi dan data yang diperoleh dari sekretaris desa dan kantor Camat Pamatang Silimahuta, secara administrasi Nagori Siboras berada dibawah naungan Kecamatan Pamatang Silima Huta dan Kabupaten Simalungun. Desa ini merupakan salah satu desa yang padat penduduknya jika dibandingkan dengan desa yang berada disekitarnya. Topografi wilayah ini terletak didataran tinggi yang merupakan daerah yang sejuk. Atmosfir pedesaan masih terlihat dengan jelas dari hasil observasi peneliti, dimana pemukiman yang dikelilingi oleh hutan dan perladangan mayarakat.`

Luas wilayah desa ini adalah 4km2 atau 1202 Ha dimana luas wilayah tersebut didominasi oleh lokasi-lokasi perladangan yang tersebar diluar perkampungan, hingga sampai kedaerah perbatasan desa sekitarnya. Berdasarkan hasil observasi peneliti, hanya sediikit ruang yang kosong di desa ini, dimana tanah-tanah telah diusahakan secara intensif untuk kegiatan pertanian. Sebagian besar penduduk desa ini hidup bergerak disektor pertanian, dimana komoditas yang dihasilkan yaitu buah dan sayur-mayur dan hanya sebagian kecil mayarakat yang bergerak disektor lain seperti wiraswasta, pedagang, dan lainnya.

Wilayah Nagori Siboras ini berbatasan dengan :

• Desa Saribujandi di sebelah utara,

• Desa Mardinding di sebelah selatan


(33)

Dari hasil observasi, desa ini tidak terlalu sulit untuk dijangkau karena tidak terlalu jauh dari Kelurahan Saribudolok. Jarak desa ini ke Kelurahan Saribudolok adalah sejauh 7 kilometer. Jarak ini dapat ditempuh dengan menggunakan angkutan umum dengan lama tempuh 30 menit, dan dapat juga ditempuh melalui jalan baru yang telah dipersiapkan pemerintah untuk mencapai ke kecamatan dengan jarak 3 kilometer melewati perladangan masyarakat tetapi dengan menggunakan kendaraan pribadi dengan lama tempuh 15 menit.

Kondisi jalan yang dulunya beraspal semakin rusak diakibatkan oleh banyaknya mobil angkutan barang yang mengangkut hasil pertanian penduduk. Sarana jalan tersebut semakin rusak karena semakin banyaknya mobil berat yang mengangkut kayu yang telah dijual oleh masyarakat desa dan tidak adanya usaha-usaha yang dilakukan untuk memperbaikinya, baik dari aparat pemerintah maupun masyarakat itu sendiri. Kondisi diatas digambarkan oleh D. Sipayung (lk, 49 Tahun) :

“dulu jalan disini udah beraspal nya ini semua.. tapi akibat dari mobil berat yang sering masuk kesini untuk mengangkut hasil pertanian, jadi berusakanlah jalan ini. Inilah akibatnya. Apalagi ditambah lagi dengan mobil yang lebih berat lagi yang mau mengangkat kayu, oh… makin rusak lah. Banyak kali pulanya yang menjual kayu disini.”

(wawancara Nopember 2010)

Hal yang sama juga diutarakan oleh J. Jawak (lk, 50 Tahun) :

“sebenarnya jalan ini rusak karena mobil berat nya ini. Untuk mengangkut hasil pertanian orang sini kan banyak itu mobil berat yang masuk kekampung. Belum lagi mobil kayu itu. Itu yang paling besar yang buat jalan ini rusak. Tapi walaupun jalan ini udah rusak mereka buat, gak ada itu yang mau memperbaiki.”


(34)

Administrasi desa terdiri atas dua lokasi yang terpisah. Nagori Siboras memiliki 4 gamot yang artinya dusun dimana satu lokasi terpisah menjadi dusun tersendiri yaitu Gamot

Sigarantung. Sementara gamot lain yg tempatnya berada dalam satu lokasi yaitu Gamot Rumah Uruk, Gamot Alaman Jawak, dan gamot Rumah Juluan. (Kantor Kepala Desa Nagori Siboras,

2010).

Desa ini juga memiliki penduduk yang padat. Berdasarkan pendataan yang dilakukan oleh aparat desa yang bersangkutan, penduduk desa ini pada tahun 2010 berjumlah 2.515 jiwa. Banyaknya jumlah kepala keluarga di desa ini adalah 668 kepala keluarga. Dari segi persentase jenis kelamin, perempuan merupakan jenis kelamin yang terbanyak terdapat di desa ini dengan jumlah 1.402 jiwa atau 55,75%, dan penduduk laki-laki sendiri berjumlah 1.113 jiwa atau 44,25%. (Kantor Kepala Desa Nagori Siboras, 2010).

Komposisi penduduk berdasarkan usia produktif, penduduk di desa ini dihuni oleh masyarakat yang berusia antara 0 – 16 tahun dengan jumlah penduduk 1158 Jiwa atau 46%, kemudian disusul dengan masyarakat yang ber usia 17 – 55 Tahun dengan jumlah 1000 jiwa atau 39,8 %, dan masyarakat yang ber usia 56 tahun keatas dengan jumlah penduduk 357 Jiwa atau jika di persentasekan sama dengan 14,2 %. (Kantor Kepala Desa Nagori Siboras, 2010).

Berdasarkan suku bangsa, penduduk yang tinggal di desa ini adalah mayoritas Suku Batak Simalungun dengan jumlah penduduk 1790 jiwa atau 71,2%, dan hanya sebagian kecil dari jumlah penduduk yang bersuku lain, seperti suku Batak Karo dengan jumlah penduduk 338 jiwa atau setara dengan 13,4%, Suku batak Toba dengan jumlah penduduk 206 jiwa atau 8,2%, dan Suku Jawa, pakpak dan nias dengan jumlah 181 jiwa atau 7,2%. Dari persentase diatas dapat disimpulkan bahwa Nagori Siboras mayoritas dihuni oleh masyarakat yang ber suku bangsa


(35)

simalungun. Sementara yang paling sedikit adalah gabungan antara suku bangsa Jawa, Pakpak, dan Nias.

Dari hasil observasi, masyarakat Nagori Siboras pada umumnya bermata pencaharian sebagai petani, pedagang, dan bekerja sebagai pegawai negeri sipil. Dengan potensi utama daerah dibidang agribisnis. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan prosesnya yang berkelanjutan merupakan kondisi utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi Nagori Siboras. Gambaran diatas juga dibenarkan oleh J. Jawak (lk, 50 Tahun) yng merupakan kepala desa di lokasi penelitian :

“orang-orang disini itu kebanyakan bekerja sebagai petani nya… karena memang disnini itu kan lahannya cocok untuk petani. Selain itu ada juga orang disini sebagai pedagang dan hanya sedikit itu yang sebagai pegawai negeri. Yang pegawai negeri bisa dihitung jarilah…”

(wawancara Nopember 2010)

Ketika ditanya mengenai pertumbuhan ekonomi di Nagori Siboras J. Jawak (lk, 50 Tahun) menjawab :

“disni pertumbuhan ekonominya cepatlah menurut aku. Hasilnya bisa dilihat kan pembangunan desa yang terus jalan. Hasilnya juga bisa dilihat dengan nyata kan…”

(wawancara Nopember 2010)

Keberagaman dalam konteks pekerjaan juga terlihat di Nagori Siboras. jika di persentasekan dari total jumlah penduduk Nagori Siboras, maka masyarakat yang bekerja sebagai petani ada 1503 jiwa atau 59,8 %, balita dan pelajar ada 991 jiwa atau 39,3%, pedagang 14 jiwa atau0,6 % dan yang terakhir adalah PNS ( pegawai negeri sipil ) dengan jumlah penduduk 7 jiwa atau 0,3 %. (Kantor Kepala DesaNagori Siboras, 2010)


(36)

Sistem ekonomi penduduk desa didominasi oleh sektor pertanian. Penggunaan lahan pertanian lebih terkonsentrasi pada penggunaan lahan kering (perladangan) meskipun masih banyak lahan basah (persawahan) yang belum dimaksimalkan penggunaannya. Jika dipersentasekan luas wilayah desa dan pemanfaatannya secara keseluruhan maka pemanfaatan sebagai perladangan ada 1076 Ha atau 89,5%, persawahan 80Ha atau setara dengan 6,7 %, pemukiman 28 Ha atau 2,4 %, dan lainnya 18 Ha atau 1,5 %. Total keseluruhan wilayah Nagori Siboras adalah 1202 Ha. (Kantor Kepala DesaNagori Siboras, 2010)

Gambaran diatas juga dibenarkan oleh B. Jawak (pr, 42 Tahun) :

“kalo kami disini rata-rata berladang nya. Sawah disini memang cukup luas, tapi kami lebih suka berladang. Karena untungnya lebih banyak dapat dari ladang.”

(wawancara Nopember 2010)

Hal yang sama juga diungkapkan oleh S. Sipayung (lk, 38 Tahun) :

Kebanyakan berladang nya kami disini. Sawah memang ada tapi kebanyakan gak dipake nya kulihat. Kalo kami sendiri gak ada make sawah karena memang kami gak punya sawah yang bisa dipake… heheheheh… tapi meskipun mungkin kami punya sawah kami pasti make ladang kok. Untungnya kan lebih jelasnya dari ladang ini.”

(wawancara Nopember 2010)

Masyarakat Nagori Siboras sudah terbiasa dengan kehidupan mereka yang hidup sebagai petani. Jenis tanaman utama yang mereka tanam atau budidayakan telah empat kali mengalami pergantian yang sesuai dengan kemampuan, pergantian musim dan peluang untung yang mereka perkirakan. Awalnya semua nenek moyang mereka selalu menanam padi dengan luas lahan yang digunakan bisa mencapai tiga Ha per keluarga. Jenis tanaman utama mereka tersebut bertahan sampai sekitar tahun 1984. Gambaran diatas diperoleh melalui wawancara terhadap P.


(37)

“kalo orang-orang sini sudah terbiasa itu hidup sebagai petani. Bertani apapun kalo bisa menghasilkan pasti dicoba nya itu. Makanya orang-orang sini udah sampai empat kali itu pernah mengalami pergantian jenis tanaman utama kan... Karena kan harus disesuaikan juga itu dengan kemampuan kami dalam dana, tenaga, peluang untungnya dan juga musim yang cocok kan… karena sekarang ini gampang kali cuaca berubah. Awalnya dulu kan opung kami disini tanaman utamanya kan padi nya.. makanya lahan nya itu bisa mencapai 3 ha per keluarga. Tapi itu bertahan hanya sampai kira-kira tahun 1984..”

(wawancara Nopember 2010)

Informan B. Jawak (pr, 42 Tahun) juga menyatakan :

“kalo kami udah biasanya itu jadi petani.. karena memang dari situlah kami bisa makan kan.. jadi kalo cari makan itu, apapun bisa lah kami tanam disini. Yang penting bisa menghasilkan. Tapi bukan ganja ya… yang aku tau aja, di desa kami ini entah udah berapa kali itu mengalami pergantian jenis tanaman utama. Kalo gak salah ada empat kali itu. Yang pertama dulu kan padi nya itu yang jadi tanaman utama disini. Tapi kira-kira tahun delapanpuluhan dulu berganti lagi. Agak lupa aku tahun delapanpuluh berapa itu kemarin.”

(wawancara Nopember 2010)

Pada sekitar tahun 1985, pemikiran masyarakat mengalami kemajuan dimana mereka mulai memikirkan jenis tanaman apa yang bisa mereka budidayakan yang musim panennya tidak terlalu lama seperti padi yang hanya dapat dua kali panen setiap tahun. Tidak lama setelah itu, ada salah satu keluarga pendatang di desa tersebut yang juga merupakan salah satu alumni perguruan tinggi dimedan yang telah mendapatkan gelar sebagai Insinyur pertanian melakukan penanaman kentang. Setelah tiga bulan lamanya , kentang tersebut sudah dapat di panen dan orang tersebut mendapatkan untung yang besar. Karena belum ada orang lain yang menanam


(38)

dan juga sekaligus membeli bibit kentang kepadanya. Setelah itu, masyarakat desa tersebut mulai menguranggi lahan yang biasanya digunakan untuk menanam padi, dan menggunakan sisa lahan tersebut untuk menanam kentang. Pada saat itu kentang masih digunakan sebagai tanam utama kedua setelah padi.Gambaran diatas diperoleh melalui wawancara terhadap P. Simaringga (lk, 48 Tahun) :

“….. dan sekitar tahun 1985, kami orang sini mulai memikirkan hal yang baru lah kan. Yang kami pikirkan itu apa lah yang bisa di tanam yang waktu panennya tidak selama masa panen padi. Karna padi kan cuma dua kalinya bisa panen dalam setahun. Gak lama setelah itu, adalah kemarin orang baru datang ke kampung kami ini yang tinggal menetap disini. Mereka mau datang kesini karena memang ada saudara mereka disini. Katanya dia itu tamatan kuliah bagian pertanian. Dan memang dinamanya itu ada memang ditulisnya Ir. Waktu itu mereka datang membawa beberapa goni bibit kentang. Awalnya kami biasa aja melihat mereka gitu. Tapi tiga bulan setelah mereka menanam kentang itu, mereka sudah panen dan dapat harga yang tinggi pula itu. Mungkin karena Cuma mereka yang ada menanam kentang disini. Setelah itu mulailah kami belajar menanam dan merawat kentang sama mereka. Baru… kami juga membeli bibit dari mereka. Setelah itu mulailah kami disini menanam kentang. Tapi waktu itu padi masih tetap menjadi tanaman utama kami disini.”

(wawancara Nopember 2010)

Seiring dengan berjalannya waktu, masyarakat semakin menikmati hasil yang lebih memuaskan dari penanaman kentang, akhirnya masyarakat telah membuat kentang sebagai tanaman utama mereka dan membuat padi sebagai tanaman utama kedua setelah kentang. Disamping itu, masyarakat juga tidak fokus hanya kepada kedua jenis tanaman tersebut, melainkan mereka juga sudah menggunakan sebagian kecil lahan mereka untuk menanam cabe, ubi dan sayur-sayuran. Gambaran diatas diperoleh melalui wawancara terhadap J. Jawak (lk, 50


(39)

“setelah kami disini puas dengan hasil yang kami dapatkan dari kentang, makin lama jenis tanaman kami itu sudah jadi lebih luas kentang daripada padi. Selain itu kami juga tidak lagi hanya menanam kentang dan padi. Tapi kami juga menanam cabe, sayur, dan ubi gitu…”

(wawancara Nopember 2010)

Hal senada juga diungkapkan oleh D. Sipayung (lk, 49 Tahun) :

“begitu kami berhasil dari kentang, akhirnya fokus tanaman kami sudah kepada kentang. Bukan ke padi lagi. Pokoknya dari situ padi udah menjadi tanaman utama kedua. Karena tanaman utama itu udah menjadi kentang. Selain itu kan kami juga menggunakan sebagian lahan dari jatah menanam padi untuk menanam tanaman lain. Misalnya ubi, sayur-sayuran. Jenis sayuran itu juga banyak kan..

(wawancara Nopember 2010)

Menjadikan kentang sebagai tanaman utama mereka hanya bertahan sampai tahun 1999. Hal tersebut terjadi akibat dari krisis ekonomi yang dialami oleh bangsa Indonesia pada tahun 1998 yang membuat harga-harga barang melonjak naik dan juga harga pupuk yang mengalami kenaikan mendekati 100%. Antara tahun 1998 sampai dengan tahun 1999, sebenarnya masyarakat masih mencoba untuk bertahan untuk tetap menanam kentang. Tetapi keberadaan harga pupuk yang tinggi yang tidak seimbang dengan harga jual kentang yang murah membuat sebagian besar masyarakat Nagori Siboras mengalami kerugian yang besar. Setelah itu masyarakat mulai lagi memikirkan jenis tanaman yang cocok untuk mereka tanam sesuai dengan keadaan perekonomian mereka yang tidak bisa lagi menanam tanaman yang membutuhkan modal yang tinggi. Gambaran diatas diungkapkan oleh L. Saragih (lk, 57 Tahun) :


(40)

“waktu kentang kemarin yang jadi tanaman utama disini, terjadilah krisis moneter tahun 1998 kan…? Jadi…. Waktu itu harga-harga kebutuhan naik semua. Rata-rata 100% pula itu naiknya… termasuk juga harga pupuk dan obat semprot naik dua kali lipat kemarin itu. Tapi harga pertanian kami turun… gak seimbang dia. Dari situ, banyaklah kami yang rugi dan bangkrut disini. Tapi awalnya kemarin itu, walaupun kami rugi, tetap juga nya kami coba terus menanam kentang. Tapi tetap juga rugi. Ya… dari situ kami pun berpikirlah untuk mencari jenis tanaman lain yang bisa menguntungkan. Mulai berkuranglah kemarin orang yang menanam kentang. Karena modalnya kan besar kali itu..”

(wawancara Nopember 2010)

Hal yang sama juga diungkapkan oleh D. Girsang (lk, 52 Tahun) :

“Waktu krisis tahun 1999 nya waktu itu awalnya. Udah harga pupuk dan obat naik, harga kentang malah turun drastis… hancurlah kami kan… dari situ ya… dipikirkan lagi lah apa tanaman baru yang bisa mendapatkan untung sama kami. Gak mungkin kan kami bertahan menanam kentang kalo rugi terus…”

(wawancara Nopember 2010)

Setelah itu, tanaman utama masyarakatpun mengalami perubahan dari kentang menjadi ubi. Sebagian besar masyarakat tidak lagi menanam kentang tetapi sudah fokus untuk menanam ubi, padi, jagung, cabe dan sayur-sayuran. Menjadikan kentang sebagai tanaman utama hanya bertahan sampai sekitar tahun 2000. D. Sipayung (lk, 49 Tahun) mengungkapkan :

“…….akibat dari situ… bergantilah tanaman utama orang sini dari kentang menjadi ubi. Orang-orang pun sudah fokus untuk menanam ubi, jagung, cabe, dan sayur-sayuran. Tapi lahannya itu sebagian besar digunakan untuk menanam ubi.”

(wawancara Nopember 2010) D. Girsang (lk, 52 Tahun) juga menyatakan :

“dari situ kami disini rata-rata menanam ubi lah. Bisa nanti lahan yang kami punya itu lebih dari setengah digunakan untuk menanam ubi. Itulah akibat dari krisis itu.”


(41)

Peralihan tanaman utama masyarakat dari ubi menjadi jeruk telah dapat memperbaiki keadaan perekonomian masyarakat. Jeruk yang dapat panen tiga kali dalam setahun dapat mengubahkan kehidupan masyarakat jauh lebih baik jika dibandingkan dengan pada waktu masyarakat yang menjadikan padi, kentang, dan ubi sebagai tanaman utama mereka. Menjadikan jeruk sebagai tanaman utama masih tetap bertahan sampai sekarang ini (tahun 2011). Kondisi perekonomian masyarakat yang sudah jauh lebih baik, juga berdampak terhadap pembangunan rumah masyarakat dan desa yang juga mengalami perubahan yang jauh lebih baik. Gambaran diatas diutarakan oleh D. Girsang (lk, 52 tahun) :

“setelah kami menjadikan jeruk jadi tanaman utama kami, kami jadi makin makmurlah. Karena jeruk kan bisa panen tiga kali dalam setahun. Harganya pun jarang kali itu dabawah yang diharapkan. Kalo dibandingkan dengan dulu yang waktu padi, kentang, dan ubi jadi tanaman utama kami, sekarang ini jauhlah lebih baik. Lihatlah… rumah-rumah di desa ini juga udah rata-rata baik kan…?

(wawancara Nopember 2010)

Disamping masyarakat yang sudah menjadikan jeruk sebagai tanaman utama, sebagian besar masyarakat juga menjadikan kopi sebagai tanaman utama kedua setelah jeruk. Masyarakat sepertinya sudah fokus kepada jenis tanaman tua yang menurut persepsi mereka dapat memperoleh untung yang jauh lebih besar dibandingkan dengan jenis tanaman muda. Selain itu, sampai saat ini (tahun 2011), masih ada juga masyarakat yang tetap menanam padi di lahan pertanian mereka. Namun hanya sebagian kecil dari masyarakat yang tetap bertahan membudidayakan padi tersebut meskipun statusnya tidak lagi menjadi tanaman utama yang pertama maupun yang kedua. Gambaran diatas diungkapkan oleh L. Saragih (pr, 57 tahun) :


(42)

“setelah jeruk udah menjadi tanaman utama disini, orang-orang disini sudah semakin fokus sama tanaman tua. Karena selain jeruk, sudah banyak juga orang disini yang menanam kopi. Karena memang lebih banyak kan untungnya dari tanaman tua daripada tanaman muda. Tapi walaupun kami disini kebanyakan menanam jeruk dan kopi, tapi masih ada juga yang menanam padi. Tapi tinggal sedikit.

(wawancara Nopember 2010) J. Jawak (lk, 50 tahun) juga mengatakan :

“karena kami sudah mendapatkan untung yang besar dari jeruk, jadinya kami lebih memikirkan untuk menanam tanaman tua. Makanya sekarang banyak juga kami yang menanam kopi sekarang kan.”

(wawancara Nopember 2010)

Interaksi yang terbangun diantara berbagai suku yang ada di Nagori Siboras mendorong pertumbuhan ekonomi yang kebanyakan bergerak dalam sektor informal terutama sektor pertanian dan perdagangan. Perpaduan berbagai suku bangsa yang terdapat di Nagori Siboras mampu menciptakan keadaan yang rukun, damai dan kondusif bagi iklim pertanian dan perdagangan yang dapat memberikan citra yang positif bagi Nagori Siboras, meskipun terdapat berbagai konflik yang terjadi, tetapi masing-masing masyarakat masih mampu mengendalikan atau meredam konflik tersebut, sehingga Nagori Siboras yang dikenal dengan desa yang masyarakatnya majemuk dikenal sebagai salah satu desa yang cukup aman dan rukun. Hal diatas diungkapkan oleh J. Girsang (lk, 72 tahun) :

“kami ini pun bisa semakin maju sekarang ini karena kami bisa bekerja sama dengan baiknya dengan orang-orang sini. Walaupun kami disini ada yang beda agama, ataupun suku, tapi kami tetap kompak nya. Kami gak pernah mempermasalahkan agama, suku atau apapun itu. Makanya kami selalu aman disini. Biarpun itu sesekali ada masalah disini, tapi itu bukan karena perbedaan. Tapi


(43)

Hal senada juga diungkapkan oleh S. F. Girsang :

“kami disini selalu aman itu… karena kami gak pernah melihat perbedaan suku, agama atau apapun. Kalo gak kau Tanya tadi masalah itu, sikitpun aku gak ada memikirkan perbedaan itu. Pokoknya kami selalu aman. Makanya bisa kampung kami ini makin maju kan karena kami bisa saling bekerjasama juga…”

(wawancara Nopember 2010)

Masyarakat setempat juga ada membentuk STM (serikat tolong menolong) yang kelompoknya ditentukan oleh letak rumah yang mereka bangun. Kelompok tersebut ditentukan bukan berdasarkan etnis atau status sosial, melainkan kelompok tersebut berdarkan batas wilayah satu kelompok yang sudah disepakati oleh masyarakatt setempat. A. Girsang (lk, 72 tahun) mengatakan :

“kami disini ada yang namanya STM. Udah tau kan STM…? Jadi kelompok-kelompoknya itu bukan berdasarkan suku atau kaya miskinnya. Tapi itu sudah kami sepakati dari dulu bahwa kelompoknya itu berdasarkan letak rumahnya. Jadi kami sudah membatasi dimana itu STM 1, STM 2 dan selanjutnya.. gitu…”

(wawancara Nopember 2010) J. Girsang(lk, 75 Tahun) juga mengatakan :

“disini kan ada STM… nah… kelompok STM ini dibuat sesuai dengan letak rumahnya…”

(wawancara Nopember 2010)

Berdasarkan hasil observasi dan data yang diperoleh dari aparatur desa, Guna menjalankan ketaqwaan dan keimanan masyarakat, Nagori Siboras terdapat dua jenis aliran sekte sarana peribadatan yang sesuai dengan keyakinan masyarakatnya. Didesa ini terdapat dua Gereja Kristen Protestan Simalungun ( GKPS ), dan satu Gereja pantekosta Di Indonesia ( GPDI ). Kerukunan umat beragama di desa ini sangat di junjung tinggi. Hal ini terlihat dari tidak adanya pertentangan antar umat beragama. Masyarakat Nagori Siboras sangat menghargai pebedaan


(44)

aliran sekte yang ada, serta melaksanakan kegiatan keagamaannya masing-masing dengan penuh keyakinan. Gambaran diatas diungkapkan oleh S. Sipayung (lk, 38 tahun) :

“disini kan ada dua jenis gereja… dua itu GKPS dan satu GPDI. Walaupun ada dua jenis disini gereja tapi kami gak pernah saling mengganggu. Jalani agama masing-masing ajalah… iya kan….?

(wawancara Nopember 2010)

Hal yang sama juga diungkapkan B. Jawak (pr, 42 Tahun) :

“walaupun ada dua disini jenis gereja, kami gak pernah mengganggu mereka. Dan mereka juga gak pernah mengganggu kami. Untuk apa pula saling mengganggu. Capek kan…?”

(wawancara Nopember 2010)

Berdasarkan hasil observasi dan data yang diperoleh dari aparatur desa, komposisi penduduk berdasarkan agama adalah homogen. Hampir seluruh penduduk yang bertempat tinggal di lokasi penelitian ini adalah beragama Kristen Protestan. Masyarakat yang beribadah ke Gereja Kristen Protestan Simalungun(GKPS) merupakan mayoritas dari jumlah penduduk, diperkirakan pengikut aliran ini sebanyak 80% dari total jumlah penduduk, 2% beragama Islam, dan sisanya merupakan pengikut aliran Pantekosta dengan nama lembaga Gereja Pantekosta Di Indonesia (GPDI) kira-kira 18% dari total jumlah penduduk.

Bahasa daerah juga masih sangat kuat pengaruhnya didesa ini. Hampir dalam setiap komunikasi yang dipakai adalah bahasa daerah Simalungun. Bahasa daerah merupakan bahasa yang paling berpengaruh dalam pergaulan kehidupan sehari-hari. Penduduk akan enggan berkomunikasi dengan manusia yang lain apabila tidak menggunakan bahasa daerah. Adapun bahasa daerah yang biasa dipakai masyarakat di desa ini adalah bahasa Simalungun, Karo, dan Toba. Dalam setiap interaksi yang dilakukan masyarakat baik itu dalam acara formal seperti pendidikan maupun informal, dari observasi diperoleh bahwa frekuensi pengucapan bahasa


(45)

pengaruh tradisi dan nilai-nilai budaya membuat institusi resmi sekallipun belum bisa berhasil sepenuhnya mengubah dan menggantikannya nilai-nilai baru dalam tatanan masyarakat. Gambaran diatas diungkapkan oleh L. saragih (pr, 57 Tahun) :

“disini ya yang saya lihat… kalo kita gak make bahasa daerah, kurang dihargai itu.. apalagi kalo kau misalnya pake bahasa Indonesia, agak-agak aneh itu jawaban mereka. Tapi kalo kau pake bahasa simalungun, atau karo, atau toba, kau pasti lebih dihargai. Makanya disini kan kebanyakan pake bahasa daerahnya. Jangankan untuk bahasa sehari-hari, disekolah sini aja gurunya itu masih menggunakan bahasa simalungun”

9wawancara Nopember 2010)

Berdasarkan hasil observasi dan data yang diperoleh dari aparatur desa, program pembangunan yang telah dilaksanakan pemerintah sejak Indonesia merdeka sedikit banyaknya telah dirasakan manfaatnya oleh penduduk desa ini. Pembangunan infrastruktur vital telah terpenuhi sehingga desa ini tidak termasuk desa yang tertinggal dan terisolasi. Meskipun demikian, sebenarnya masih banyak sarana dan prasarana yang masih sangat dibutuhkan yang belum dimiliki oleh desa ini. Gambaran diatas diperkuat lagi oleh D. Girsang (lk, 52 Tahun) :

“kalo pembangunan yang dibantu pemerintah kesini udah cukup baik nya. Kalo kebutuhan utama udah terpenuhinya disini. Tapi walaupun kek gitu masih banyak juganya yang kami butuhkan lagi bantuan dari pemerintah ini”

(wawancara Nopember 2010)

Desa juga sudah tersedia sarana air minum yang dikelola oleh swadaya masyarakat yang telah masuk kerumah masing-masing penduduk. Hal ini masih sangat jarang di temukan di desa lain yang berada di kabupaten simalungun. Keberadaan air minum yang sudah masuk ke masing-masing rumah penduduk dapat membantu masyarakat dalam kebutuhan air minum yang juga


(46)

lain karena sudah dapat memanejemen waktu yang lebih baik lagi. Gambaran diatas diungkapkan oleh J. Jawak (lk, 50 Tahun) :

“disini kan seperti yang kau lihat, sudah masuknya PAM kerumah masing-masing rumah tangga. Nah PAM ini disediakan sama swadaya masyarakat sini. Kalo kita lihat desa lain masih sangat jarang kan yang ada PAM nya… jadi kan.. dengan masuknya PAM ini, kami juga sangat terbantu.. enaklah setelah ada PAM ini. Waktu kami jadinya lebih banyak yang bisa dipakai”

(wawancara Nopember 2010)

Berdasarkan hasil observasi dan data yang diperoleh dari aparatur desa, sarana transportasi ke desa dan keluar Nagori Siboras sudah cukup baik dan lancar. Adapun jalan yang menghubungkan Nagori Siboras dengan kecamatan, desa, ataupun kota lain yang berdekatan dengan Nagori Siboras sudah dapat dilalui oleh semua jenis kendaraan. Untuk dapat sampai ke desa tersebut terdapat delapan unit angkutan umum yang setiap saat melayani kebutuhan transportasi masyarakat. Disamping itu masyarakat Nagori Siboras juga menggunakan alat transportasi lainnya seperti sepeda motor dan kendaraan pribadi untuk keperluan alat transportasinya.

Sarana pendidikan sudah dapat dinikamti oleh masyarakat Nagori siboras karena sudah tersedianya sarana transportasi yang menghubungkan desa ini dengan wilayah lainnya. Di Nagori Siboras terdapat beberapa sarana pendidikan seperti satu Sekolah Dasar (SD) dan satu Taman Kanak-kanak (TK). Untuk melanjutkan jenjang pendidikan ke yang lebih tinggi seperti SMP dan SMA, masyarakat juga dapat memperolehnya di kota Saribudolok yang hanya berjarak enam km dari desa dan dapat ditempuh dengan menggunakan sarana transportasi yang tersedia di desa tersebut. Berbagai sarana pendidikan tersebut tentunya sudah didukung oleh prasarana yang


(47)

“disini ada satu SD dan satu TK.. kalo untuk yang mau melanjut ke SMP atau SMA bisa ke Saribudolok. Kan udah adanya disini transportasi yang lancar ke Saribudolok.. jaraknya sekitar 6 km nya itu.jalannya juga udah lumayan bagus kan..!”

(wawancara Nopember 2010)

Hal yang sama juga diungkapkan oleh L. Saragih (pr, 57 Tahun) :

“yah…orang-orang sini senang kali itu karena udah ada sekolah SD dan TK disini. Kalo yang untuk SMP dan SMA kan bisa nya ke Saribudolok. Jalannya juga bagusnya.. pokoknya bisa kok pulang balik setiap hari”

(wawancara Nopember 2010)

Dari observasi yang dilakukan peneliti, penduduk Nagori siboras juga telah memiliki sarana komunkasi. Hal ini dapat dilihat dari alat-alat elektronik yang dimiliki oleh warga seperti televisi, radio, telepon genggam, dan lain sebagainya. Untuk televisi, hampir setiap rumah tangga sudah memilikinya sehingga mereka juga tidak ketinggalan dengan informasi-informasi baru yang datang dari luar. Tidak hanya untuk televisi, telepon genggam juga telah berubah menjadi kebutuhan primer bagi sebagian besar masyarakat Nagori Siboras. Hal tersebut terlihat dari hampir setiap masyarakat telah memiliki telepon genggam termasuk juga masyarakat yang masih berusia 10 tahun. Gambaran diatas diperkuat oleh J. Jawak (lk, 50 Tahun) :

“kalo disini hampir setiap orang itu udah punya HP… termasuk juga anak-anak. Rasanya disini kalo gak ada hp seperti ada yang kurang gitu... Terasa seperti di penjara aja kalo gak punya hp. Karna gak bisa berkomunikasi keluar kan. Terus disini juga rata-rata udah punya TV lagi. Udah kau lihat kan semua disini.. hampir tidak ada yang tidak punya tv. Kalo kerja keladang biasanya orang bawa radio kecil.. enak kan.. makanya orang sini gak pernah itu ketinggalan informasi.”


(48)

Untuk menyelenggarakan berbagai acara baik itu acara adat, pernikahan, robu

mamahpah, acara sukacita, dukacita, maupun yang lainnya, di Nagori Siboras terdapat tiga buah

aula yang besar yang rata-rata ukurannya 25x30m2 yang dapat dipakai oleh setiap masyarakat yang sudah memenuhi persyaratan. Adapun yang menjadi persyaratannya adalah, masyarakat tersebut sudah masuk dalam anggota serikat tolong menolong (STM). Ketiga aula yang terdapat didesa tersebut berdiri dalam keadaan yang permanen. Gambaran diatas diproleh dari J. Girsang (lk, 75 Tahun) :

“disini itu ada tiga losd.. di losd itu lah diadakan acara sukacita, dukacita, termasuk juga robu mamahpah seperti yang kau bilang tadi. Ukuran losd itu ada itu sebesar 25x30m2 .. tapi kalo kita mau make losd itu ada syaratnya. Syaratnya itu adalah harus terdaftar dulu kita di STM. Itu aja nya syaratnya..

(wawancara Nopember 2010)

Hal yang sama juga diungkapkan oleh J. Jawak (lk, 50 Tahun) :

“kalo mau mengadakan acara tertentu seperti sukacita, dukacita gitu biasanya diadakan di losd.. disini kan ada tiga losd. Kalo mau make itu cukup hanya terdaftar aja kita sebagai anggota STM.”

(wawancara Nopember 2010)

Untuk mendukung dan meningkatkan pembangunan desa dan juga setiap hal yang dibutuhkan masyarakat secara umum, terdapat empat buah koperasi yang masih beroperasi dengan aktif. Koperasi tersebut dikelola oleh STM masing-masing dengan cara menyewakannya kepada masyarakat yang bersedia untuk mencari pendapatan melalui koperasi tersebut. Masing-masing koperasi disewakan dengan rata-rata Rp. 4.000.000/bulan (empat juta rupiah perbulan). Dengan adanya koperasi tersebut, masyarakat lain tidak diijinkan untuk membuka warung kopi dan juga tidak diijinkan menjual rokok kepada masyarakat lain. Itu merupakan suatu peraturan yang menjadi tradisi masyarakat Nagori Siboras. Untuk membeli teh manis, teh susu dan rokok


(49)

satu dari produk tersebut, maka mereka akan mendapatkan hukuman denda Rp. 5.000.000. dan jika tidak dibayar, maka mereka harus pergi meninggalkan desa tersebut. Berikut pernyataan dari S. Sipayung (lk, 38 Tahun) :

“jadi kan.. disini supaya cepat pembangunan desa ini ada itu empat koperasi yang dibangung masing-masing STM. Jadi koperasi itu disewakan sama masyarakat yang mau menyewa. Sewanya itu sekarang Rp. 4.000.000/bulan. Jadi kan kalo ada koperasi ini, orang lain tidak diijinkan untuk membuka warkop dan gak dikasi juga menjual rokok. Itu udah peraturan STM itu dari dulu. Jadi kan.. khusus untuk teh manis, teh susu dan rokok hanya bisa dijual di koperasi. Dan selain itu tadi bisa dijual sama orang lain.. gitu kalo disini."

(wawancara Nopember 2010) B. Jawak(pr, 42 Tahun) juga mengemukakan :

“karna disini itu ada koperasi, jadi orang lain gak bisa menjual rokok, teh manis sama satu lagi itu teh susu. Yang tiga itu hanya bisa dijual di koperasi. Koperasi itu dibentuk dulu sama STM. Sekarang itu kalo gak salah empat juta itu sewanya per bulan. Siapa aja yang sudah terdaftar di STM bisa itu menyewanya. Kalo ada yang melanggar peraturan itu, langsung kena hukuman itu. Hukumannya itu denda lima juta. Kalo gak dibayarnya dia harus pergi dari kampong ini. Kemarin kan pernah itu terjadi. Diusirlah dia jadinya.”

(wawancara Nopember 2010)

Bagi masyarakat yang bersedia menyewa koperasi tersebut, biasanya dapat memperoleh pendapatan rata-rata dua sampai tiga juta perbulan setelah dikurangi biasa sewa koperasi. Dana sewa koperasi yang diperoleh tersebut, sepenuhnya digunakan untuk pembangunan desa yang dapat menunjang kebutuhan masyarakat umum untuk lebih baik lagi. Gambaran diatas diunngkapkan oleh S.F Girsang (lk, 68 Tahun) :


(50)

“kalo orang yang menyewa koperasi itu bisa itu mendapat penghasilan bersih rata-rata dua atau tiga juta perbulan. Jadi dana sewa itu semuanya dibuat untuk membangun desa itu.”

(wawancara Nopember 2010) P. simaringga(lk, 48 Tahun) juga mengatakan :

“koperasi itu kan disewakan sama orang-orang sini.. jadi, orang yang menyewa koperasi itu bisa juga mendapatkan penghasilan dua sampai tiga juta per bulan. Untuk apa dana sewa itu digunakan…? Ya untuk pembangunan desalah..”

(wawancara Nopember 2010)

Berdasarkan hasil observasi, untuk penerangan, Nagori Siboras sudah dilengkapi dengan penerangan dari perusahaan listri Negara (PLN). Oleh karena itu, masyarakat sudah bisa memasukkan barang elektronik yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan mereka masing-masing.

4.2. Profil Informan

Dalam penelitian terdapat beberapa orang yang menjadi informan kunci dan informan biasa. Keberadaan informan tersebut tentunya menjadi elemen yang sangat penting dalam pengumpulan data, yang pastinya sangat menjadi kunci utama dalam penulisan laporan penelitian ini. Berbagai ketetapan atau regulasi mengenai pengambilan informan telah ditetapkan pada halaman sebelumnya. Penetapan tersebut adalah langkah yang harus dilakukan guna mendapatkan informasi yang akurat dan terjamin secara validitas. Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :


(51)

4.2.1. Informan kunci

Dalam penellitian terdapat beberapa orang yang menjadi informan kunci, yaitu Penatua Adat dan Orang yang betul – betul mengerti tentang robu mamahpah seperti keturunan dari generasi pertama pembuka kampung.

J. Girsang (lk, 75 tahun)

Informan ini adalah Penatua adat di lokasi penelitian. Pria kelahiran 27 september 1935 ini bekerja sebagai petani yang telah digelutinya setelah dia menyelesaikan pendidiaknnya pada jenjang SMP. Dalam kesehariannya informan ini dikenal sebagai orang yang mengerti dan paham tentang apa dan bagaimana kehidupan etnis dan budaya simalungun. Masyarakat didesa tersebut sering mengundang dan mengajak informan ini pada acara-acara yang berhubungan dengan etnis Simalungun. Seperti acara duka, upacara pernikahan, dan sebagainya. Biasanya masyarakat langsung mempercayakan kepada informan ini untuk mengurus segala sesuatu yang diperlukan dalam kegiatan tersebut.

Jika dilihat dari tingkat pedidikannya informan ini memiliki latar belakang yang rendah, dimana ia hanya menempuh pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Namun walaupun ia hanya lulus Sekolah Menengah Pertama, ia tidak ingin anak-anaknya mengalami nasib yang sama. Dan kini terbukti bahwa anak-anak informan ini semuanya dapat menempuh pendidikan minimal SLTA bahkan dua anak pertama dan keduanya berhasil mencapai pendidikan sarjana, kemudia dua orang berhasil mencapai jenjang D3, dan hanya tiga orang anaknya yang tamat SLTA.


(52)

Informan ini tinggal bersama istrinya dirumah. Mereka menempati rumah yang sederhana tersebut semenjak mereka menikah kira-kira 53 tahun lamanya.

D. Sipayung (lk, 49 Tahun)

D. Sipayung adalah seorang laki-laki berusia 49 tahun, seorang tokoh agama yang berstatus sebagai Porhanger yang artinya pemimpin tertinggi dalam satu jemaat Gereja GKPS, dan bersuku Simalungun. Informan ini mememiliki satu orang istri yang bernama L. Sitopu, yang sudah dikaruniai tiga orang anak, dua diantaranya laki-laki dan satu perempuan. D.Sipayung asli kelahiran Nagori Siboras dimana orang tuanya dulunya memang adalah pendatang ke desa tersebut.

Informan ini adalah seorang petani yang memiliki sedikit lahan perkebunan jeruk dan kentang yang lokasinya tidak jauh dari desa. Dari kesehariannya sebagai petani, keluarganya mampu memperoleh pendapatan rata-rata sebesar Rp. 5.000.000/bulan. Untuk kalangan masyarakat di desa tersebut, itu merupakan suatu pendapatan yang jauh diatas cukup.

Menurut penuturan D. sipayung, latar belakang pendidikannya adalah lulusan salah satu perguruan tinggi swasta di medan dengan gelar Sarjana Muda (D3). Informan ini tidak mau mencari kerja di kota karena informan ini merasa lebih nyaman dan gampang untuk mencari uang di desa.

D. Girsang (lk, 52 Tahun)

D. Girsang adalah seorang laki-laki. Informan adalah salah seorang tokoh marga di Nagori Siboras dengan ide dan pemikirannya yang selalu dipertimbangkan dalam hal adat.


(53)

dari empat orang anak dimana dua anaknya adalah perempuan dan dua laki-laki. Informan berusia 52 tahun, bersuku Simalungun dan mengecap pendidikan terakhir pada tingkat Sarjana Muda (D3).

J. Jawak(lk, 50 Tahun)

Informan ini merupakan Kepala Desa yang sedang menjabat didesa tersebut. 5,5 tahun lamanya informan ini sudah menjabat sebagai kepala Desa. Informan yang kini berusia 50 Tahun ini mempunyai seorang istri yang bernama Marlina Br Girsang. Dari pernikahannya tersebut kini informan ini telah mempunyai 5 orang anak yang terdiri dari satu orang laki-laki dan empat orang perempuan. Dari kelima anaknya tersebut dua orang diantaranya sudah berumah tangga dan tiga orang lagi masih berstatus sebagai pelajar di SMA, SMP, dan SD. Informan ini memiliki latar belakang pendidikan sampai tamatan SLTA. Meskipun informan ini hanya tamatan SLTA, tapi informan ini mampu bersaing dengan calon kandidat lain yang memiliki latar belakang pendidikan yang lebih tinggi dalam perebutan Kursi Kepala Desa.

Dalam kesehariannya, informan ini memiliki penghasilan sebagai petani. Dari profesi yang dijalaninya sebagai kepala desa dan petani tersebut, informan ini dan istrinya mampu memperoleh penghasilan rata-rata sebesar Rp. 3.000.000/bulan. Bagi informan ini penghasilan yang diperoleh tersebut hanya pas-pasan untuk mencukupi kebutuhan 3 orang anaknya yang masih sekolah dan juga kebutuhan sehari-hari mereka.


(54)

S.F Girsang (lk, 68 Tahun)

Informan yang satu ini saat ini sudah berusia 68 Tahun. Orang-orang didesa tersebut sering memanggil informan ini dengan sebutan Pak Marton yang dalam bahasa Indonesia artinya Informan Marton. Hal tersebut menjadi panggilan masyarakat kepada informan ini karena anaknya yang paling besar bernama Marton. Informan ini sudah menempati desa tersebut semenjak lahir dan kini ia tinggal bersama istri yang bernama Mortina Br Munteh. Dalam perjalanan rumah tangganya informan ini telah dikaruniai lima (5) orang anak yang kesemuanya telah berumah tangga.

Sehari-harinya untuk memenuhi kebutuhan hidup seperti makan dan minum, biasanya informan ini memperoleh penghasilan sebagai petani. Didalam usianya yang sudah tua, informan ini bersama istri masih mampu memperoleh penghasilan rata-rata sebesar Rp. 2.500.000/bulan.

Informan ini menjadi salah satu informan kunci karena informan ini merupakan keturunan pertama pembuka kampung. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari masyarakat, informan ini juga tidak menghindar untuk mengakui bahwa dia memang benar-benar keturunan pertama pembuka kampung. Oleh karena statusnya sebagai keturunan pertama pembuka kampung maka dalam setiap pengadaan acara Robu mamahpah, informan ini bersama sanina dan borunya haruslah menjadi pembuka acara tersebut. Hal tersebut sudah menjadi tradisi semenjak acara Robu mamahpah diadakan di desa tersebut. Informan ini juga memiliki rasa kepedulian yang tinggi terhadap budaya dan kehidupan etnis Simalungun.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Basrowi, M. S. 2005. Pengantar Sosiologi. Bogor: Ghalia Indonesia.

Chulsum Umi dan Windy Novia. 2006. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Surabaya: Kashiko. Douglas J. Goodman. 2004. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prenada Media, Kencana. Gatut Murniatmo, dkk. 2000. Khazanah Budaya Lokal. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa. Poloma, Margaret, M, 2004, Sosiologi Kontemporer, Jakarta, PT Raja Grafindo persada Purba, D. Kenan, 1997, Adat Istiadat Simalungun, P. Siantar, Bina Budaya

Ritzer, George. 2003. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta: Raja GrafindoPersada.

Soekanto, Soerjono. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: UI-Press.

Sumbayak, St. Drs. Japiten, 2005. Refleksi Habonaron Do Bona dalam Budaya Simalungun. P.Siantar

Tarigan, henri Guntur, 1980, sahap Silumat – lumat ni Simalungun, Jakarta, Depdikbud.

Sumber internet :

diakses tanggal 23

september 2010

september 2010


(2)

4

23 september 2010

september 2010

diakses

tanggal 24 september 2010


(3)

INTERVIEW GUIDE

Nama

: Nalon Ginting

NIM

: 060901063

Judul Penelitian : Pergeseran Makna Robu Mamahpah dalam Masyarakat

__________________________________________________________________

DAFTAR PETANYAAN UNTUK INFORMAN KUNCI

I. Profile informan

1. Nama :

2. Jenis kelamin :

3. Usia :

4. Agama :

5. Suku :

6. Pendidikan terakhir : 7. Pekerjaan :

II. Pengetahuan tentang makna robu mamahpah 1. Apakah sebenarnya makna dari robu mamahpah ?

2. Coba anda jelaskan bagaimana sebenarnya ritual asli dari acara robu mamahpah? 3. Mengapa harus pahpah, lemang dan tape yang menjadi makanan khas dari robu

mamahpah?

4. Mengapa daging babi yang menjadi lauk utama dari robu mamahpah? L1


(4)

6 III. Pergeseran makna robu mamahpah

1. Apakah ada terjadi pergeseran makna dari robu mamahpah dalam masyarakat? 2. Bagaimana perbedaan ritual robu mamahpah yang asli dengan yang sekarang?

3. Dalam hal apa sajakah terdapat perbedaan robu mamahpah yang asli dengan yang sekarang?

4. Hal apa saja yang menyebabkan terjadinya pergeseran makna robu mamapah tersebut dalam masyarakat?

5. Bagaimana proses terjadinya pergeseran makna robu mamahpah tersebut?

6. Bagaimana masyarakat menanggapi pergeseran makna robu mamahpah tersebut? 7. Menurut anda, apa yang harus dilakukan dengan keberadaan budaya robu mamahpah

pada saat ini?


(5)

7

INTERVIEW GUIDE

Nama

: Nalon Ginting

NIM

: 060901063

Judul Penelitian : Pergeseran Makna Robu Mamahpah dalam Masyarakat

__________________________________________________________________

DAFTAR PERTANYAAN UNTUK INFORMAN BIASA

I. Profil informan

1. Nama :

2. Jenis kelamin :

3. Usia :

4. Agama :

5. Suku :

6. Pendidikan terakhir : 7. Pekerjaan :

II. Pengetahuan tentang makna robu mamahpah 1. Menurut anda apakah makna dari robu mamahpah?

2. Apa sajakah riutal yang dilakukan dalam acara robu mamahpah? 3. Apa sajakah makanan khas dari robu mamahpah dan apa alasannya? 4. Apakah yang menjadi lauk utama dari robu mamahpah dan apa alasannya? 5. Apakah anda setuju kegiatan robu mamahpah ini terus diadakan setiap tahunnya?


(6)

8

mamahpah?

III. Pergeseran makna robu mamahpah

1. Apakah anda senang dengan diadakannya robu mamahpah ini setiap tahunnya? 2. Apakah kegiatan robu mamahpah ini menguntungkan atau merugikan bagi anda? 3. Apakah anda merasakan adanya perubahan ritual robu mamahpah ini setiap

tahunnya?

4. Dalam hal apa saja anda merasakan perubahannya? (pertanyaan ini ditanyakan apabila pada pertanyaan nomor 3 dijawab ya)

5. Menurut anda, apakah yang menyebabkan terjadinya perubahan tersebut? 6. Apakah dampak perubahan tersebut bagi anda?

7. Bagaimana biasanya komunikasi yang anda lakukan dengan keluarga dan tetangga anda sehari-hari?

8. Bagaimana biasanya komunikasi yang anda lakukan dengan keluarga dan tetangga anda ketika robu mamahpah sedang berlangsung?

9. Coba anda jelaskan bagaimana proses perubahan budaya robu mamahpah ini setiap tahunnya!


Dokumen yang terkait

Studi Kelayakan Pengembangan Packing House Komoditi Hortikultura DiDesa Siboras Kecamatan Pematang Silimahuta Kabupaten Simalungun

2 44 90

PERSEPSI MASYARAKAT KECAMATAN RAYA TERHADAP PERPINDAHAN IBUKOTA KABUPATEN SIMALUNGUN DARI PEMATANG SIANTAR KE PEMATANG RAYA.

5 13 27

FALSAFAH DAYOK BINATUR PADA MASYARAKAT SIMALUNGUN (STUDI DI PEMATANG RAYA, KECAMATAN RAYA, KABUPATEN SIMALUNGUN).

21 66 22

Analisis Efisiensi Tataniaga Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) (Studi Kasus: Desa Siboras, Kecamatan Pematang Silimahuta, Kabupaten Simalungun)

0 0 13

Analisis Efisiensi Tataniaga Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) (Studi Kasus: Desa Siboras, Kecamatan Pematang Silimahuta, Kabupaten Simalungun)

0 0 1

Analisis Efisiensi Tataniaga Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) (Studi Kasus: Desa Siboras, Kecamatan Pematang Silimahuta, Kabupaten Simalungun)

0 0 6

Analisis Efisiensi Tataniaga Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) (Studi Kasus: Desa Siboras, Kecamatan Pematang Silimahuta, Kabupaten Simalungun)

0 1 16

Analisis Efisiensi Tataniaga Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) (Studi Kasus: Desa Siboras, Kecamatan Pematang Silimahuta, Kabupaten Simalungun) Chapter III VI

0 0 23

Analisis Efisiensi Tataniaga Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) (Studi Kasus: Desa Siboras, Kecamatan Pematang Silimahuta, Kabupaten Simalungun)

0 0 2

Analisis Efisiensi Tataniaga Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) (Studi Kasus: Desa Siboras, Kecamatan Pematang Silimahuta, Kabupaten Simalungun)

0 1 17