Perilaku Ibu dalam Mengatasi Kesulitan Makan pada Anak Prasekolah di Desa Sei Musam Kendit Kecamatan Bahorok

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Perilaku
2.1.1. Defenisi Perilaku
Perilaku dari aspek biologis diartikan sebagai suatu kegiatan atau aktivitas
organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan. Aktivitas tersebut ada yang
dapat diamati secara langsung dan tidak langsung (Kholid, 2010). Oleh sebab itu
menurut Notoatmodjo (2005), dari segi biologis semua makhluk hidup mulai dari
binatang sampai dengan manusia, mempunyai aktivitas masing - masing. Manusia
sebagai salah satu makhluk hidup mempunyai bentangan kegiatan yang sangat
luas, sepanjang kegiatan yang dilakukannya, yaiu antara lain: berjalan, berbicara,
bekerja, menulis, membaca, berpikir dan seterusnya. Dan menurut Setiawati
(2008), perilaku adalah seluruh aktivitas atau kegiatan yang bisa dilihat ataupun
tidak pada diri seseorang sebagai hasil dari proses pembelajaran.
Skinner (1938 dalam Notoatmodjo, 2005) mendefenisikan bahwa perilaku
merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari
luar). Dengan demikian, perilaku manusia terjadi melalui proses: Stimulus
Organisme Respons, sehingga teori Skinner disebut teori “SOR”.
Selanjutnya, teori Skinner menjelaskan ada dua jenis respons, yaitu: Respondent
respons atau refleksif merupakan respon yang ditimbulkan oleh rangsangan rangsangan (stimulus) tertentu yang disebut elicting stimuli, karena menimbulkan
respon - respon yang relatif tetap. Misalnya: makanan lezat akan menimbulkan

nafsu makan. Respondent respons juga mencakup perilaku emosional, misalnya

Universitas Sumatera Utara

mendengar berita musibah akan menimbulkan rasa sedih, mendengar berita suka
akan menimbulkan rasa sukacita. Kemudian Operant respons atau instrumental
respons, yakni respons yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh
stimuli atau rangsangan yang lain. Perangsang yang terakhir ini disebut
reinforcing stimuli atau reinforcer, karena berfungsi untuk memperkuat respons.
Berdasarkan

teori

“SOR”

tersebut,

maka

perilaku


manusia

dapat

dikelompokkan menjadi dua, yaitu: Perilaku tertutup (Covert behavior), perilaku
ini terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati
orang lain (dari luar) secara jelas. Respons seseorang masih terbatas dalam bentuk
perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang
bersangkutan. Sedangkan perilaku terbuka (Overt behavior), perilaku ini terjadi
bila respons terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan, atau praktik ini
dapat diamati orang lain dari luar (Notoatmodjo, 2005).
2.1.2. Domain Perilaku
2.1.2.1. Pengetahuan (Knoewledge)
Menurut Setiawati (2008), pengetahuan adalah hasil dari proses pembelajaran
dengan melibatkan indra penglihatan, pendengaran, penciuman dan pengecap.
Pengetahuan akan memberikan penguatan terhadap individu dalam setiap
mengambil keputusan dan dalam berprilaku.
Pengetahuan merupakan hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu
seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga,

dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai
menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian

Universitas Sumatera Utara

dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang dipengaruhi
melalui indera pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata). Pengetahuan
seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda - beda.
Secara garis besarnya dibagi dalam enam tingkat pengetahuan, yaitu:
1). Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya
setelah mengamati sesuatu.
2). Memahami (comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak
sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan
secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.
3). Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud
dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada
situasi yang lain.

4). Analisis (analysis)
Analisi adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan/atau memisahkan,
kemudian mencari hubungan antara komponen - komonen yang terdapat dalam
suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang
itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat

Universitas Sumatera Utara

membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram (bagan)
terhadap pengetahuan atas objek tersebut.
5). Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau
meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari komponen - komponen
pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain, sintesis adalah kemampuan untuk
menyusun formulasi baru dari formulasi - formulasi yang telah ada.
6). Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya
didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma - norma yang
berlaku di masyarakat.

2.1.2.2 Sikap (Attitude)
Menurut Setiawati (2008), sikap merupakan respon yang masih tertutup dari
seseorang terhadap stimulus. Sikap belum berupa tindakan, tetapi baru bisa
ditafsirkan. Sikap menurut Notoatmodjo (2005) adalah juga respons tertutup
seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor
pendapat dan emosi yang bersangkutan (sanang - tidak senang, setuju - tidak
setuju, baik - tidak baik, dan sebagainya).

Universitas Sumatera Utara

Menurut Allport (1945) sikap itu terdiri dari 3 komponen pokok, yaitu:
1). Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek, artinya
bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek.
2). Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya bagaimana
penilaian (terkandung di dalamnya faktor emosi) orang tersebut terhadap objek.
3). Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap adalah
komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka.
Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkatan berdasarkan
intensitasnya, sebagai berikut:
1). Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima stimulus yang
diberikan (objek).
2). Menanggapi (responding)
Menanggapi diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap
pertanyaan atau objek yang dihadapi.
3). Menghargai (valuing)
Menghargai diartikan subjek, atau seseorang memberikan nilai yang positif
terhadap objek atau stimulus, dalam arti, membahasnya dengan orang lain dan
bahkan mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespons.

Universitas Sumatera Utara

4). Bertanggung jawab (responsible)
Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab terhadap apa
yang telah diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu
berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil risiko bila ada orang lain
yang mencemoohkan atau adanya risiko lain.
2.1.2.3. Tindakan atau Praktik (Practice)
Menurut Notoatmodjo (2005), bahwa sikap adalah kecendrungan untuk
bertindak, sebab untuk terwujudnya tindakan perlu faktor lain, yaitu antara lain

adanya fasilitas atau sarana dan prasarana. Praktik atau tindakan ini dapat
dibedakan menjadi tiga tingkatan menurut kualitasnya, yaitu:
1). Praktik terpimpin (guided response)
Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung
pada tuntutan atau menggunakan panduan.
2). Praktik secara mekanisme (mechanism)
Apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal
secara otomatis maka disebut praktik atau tindakan mekanis.
3). Adopsi (adoption)
Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang. Artinya,
apa yang dilakukan tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah
dilakukan modifikasi, atau tindakan atau perilaku yang berkualitas.

Universitas Sumatera Utara

2.2. Kesulitan Makan
2.2.1. Defenisi kesulitan makan
Makan merupakan kegiatan rutin sehari - hari yang jika dilihat sepintas
tampaknya sederhana, namun sebenarnya makan merupakan salah satu kegiatan
biologis yang kompleks, melibatkan berbagai faktor fisik, psikologis dan

lingkungan. Selain sebagai upaya pemenuhan kebutuhan terhadap nutrien, makan
juga memiliki fungsi psikologis dan sosial/edukasi yang dapat memberikan
kepuasan bagi anak itu sendiri maupun bagi pemberinya (Soedibyo, 2009).
Menurut Santoso (2004) tujuan memberi makan pada anak pada umumnya
adalah untuk memenuhi kebutuhan zat gizi yang cukup dalam kelangsungan
hidupnya, pemulihan kesehatan sesudah sakit, untuk aktivitas, pertumbuhan dan
perkembangan. Dengan memberikan makanan, maka anak juga dididik agar dapat
menerima, menyukai, memilih makanan yang baik serta menentukan jumlah
makanan yang cukup dan bermutu.
Kesulitan makan merupakan ketidakmampuan anak untuk mengkonsumsi
sejumlah makanan yang diperlukannya, secara alamiah dan wajar, yaitu dengan
menggunakan mulutnya secara sukarela. Masalah kesulitan makan sering dihadapi
baik oleh orangtua, dokter maupun petugas kesehatan lain (Soedibyo, 2009).
Masalah makan pada anak pada umunya adalah masalah kesulitan makan. Hal
ini penting diperhatikan karna dapat menghambat tumbuh kembang optimal pada
anak. Kesulitan makan adalah ketidakmampuan untuk makan dan menolak
makanan tertentu (Santoso, 2004).

Universitas Sumatera Utara


Kebiasaan mengabaikan makanan atau malas makan pada anak merupakan
persoalan yang banyak dialami oleh orang tua. Padahal, di masa pertumbuhannya,
anak sangat membutuhkan banyak nutrisi penting. Jika tidak, tumbuh
kembangnya akan terhambat dan anak mengalami banyak masalah seiring dengan
pertambahan usianya. Oleh karena itu, orang tua perlu segera mengambil tindakan
yang tepat untuk mengatasi persoalan ini (Novi, 2015).
Menurut Supartini (2004) hal - hal yang perlu diperhatikan terkait dengan
pemenuhan nutrisi pada anak prasekolah adalah sebagai berikut: nafsu makan
berkurang, anak lebih tertarik pada aktivitas bermain dengan teman atau
lingkungannya dari pada makan, anak mulai senang mencoba jenis makanan baru,
dan waktu makan merupakan kesempatan yang baik bagi anak untuk belajar dan
bersosialisasi dengan keluarga.
2.2.2. Faktor penyebab kesulitan makan
Menurut Sulistijani (2001) susah makan anak yang menurun disebabkan
karena nafsu makan anak yang menurun, jika dibiarkan berlarut - larut status gizi
anak akan terganggu atau menurun bahkan dapat berdampak buruk bagi
pertumbuhan dan perkembangan anak. Berikut ini beberapa penyebab kesulitan
makan pada anak.
2.2.2.1. Faktor penyakit organis
Seorang anak menjadi kurang nafsu makan dapat disebabkan menderita

penyakit organis, yaitu adanya ketidakberesan pada organ tubuh, misalnya
gangguan pada saluran pencernaan, sakit gigi, sakit tenggorokan atau bisa jadi

Universitas Sumatera Utara

perutnya sedang kembung. Apabila penyakit anak sudah sembuh tentu selera
makan/nafsu makan akan berangsur pulih.
2.2.2.2. Faktor gangguan psikologis
Anak akan kehilangan nafsu makan karena hal - hal sebagai berikut. Anak
terlalu dipaksa untuk menghabiskan makanan dalam jumlah/takar tertentu
sehinggaa anak menjadi tertekan, makanan yang disajikan tidak sesuai dengan
yang diinginkan/membosankan, suasana makan tidak menyenangkan/anak tidak
pernah makan bersama kedua orang tuanya, terkadang orang tua terbiasa
menyuapi anak sembari membiarkannya sibuk dengan aktivitasnya yang lain,
akibatnya anak lebih asik dengan aktivitasnya itu ketimbang makan. Jika
dibiarkan, anak akan mulai malas untuk makan dan sering mengabaikan
makanannya.
2.2.2.3. Faktor pengaturan makanan yang kurang baik
Jika yang diberikan pada anak tidak diatur sesuai dengan kebutuhannya,
dapat menyebabkan nafsu makan menurun. Beberapa kasus sering terjadi sebagai

berikut. Pemilihan jenis dan bentuk makanan yang tidak/kurang sesuai dengan
umur dan perkembangan anak, waktu makan yang tidak sesuai dengan keadaan
lapar/haus pada anak, menu tidak variatif. Tidak hanya orang dewasa, anak - anak
juga memiliki rasa bosan terhadap makanan yang monoton atau itu – itu saja
setiap harinya.

Universitas Sumatera Utara

2.2.3. Dampak kesulitan makan
Masalah kesulitan makan pada anak dapat berakibat buruk bagi tumbuh
kembang anak. Anak dapat mempunyai peluang besar untuk menderita kurang
gizi (underweight) karena makanan yang dikonsumsi dalam jumlah sedikit
sehingga tidak memenuhi kebutuhan jumlah nutrisinya (Fitriani, 2009).
Menurut Novi (2015) ada beberapa dampak dari kebiasaan malas makan bagi
kesehatan anak yaitu:
2.2.3.1. Anak akan tampak sangat kurus dan mengalami kemunduran
pertumbuhan otot yang tampak sangat jelas. Hal ini bisa diketahui ketika anak
dipegang dan ketika diangkat. Berat badan menjadi berkurang 60% dari berat
badan normal anak seusianya.
2.2.3.2. Wajah anak tampak seperti orang tua. Muka akan juga akan tampak
keriput dan cekung sebagaimana layaknya wajah orang yang telah tua. Selain itu,
kepala anak seolah - olah terlalu besar jika dibandingkan dengan bentuk
badannya.
2.2.3.3. Otot tubuh terlihat lemah dan tidak berkembang dengan baik meskipun
masih tampak adanya lapisan lemak di daerah kulit.
2.2.4. Upaya mengatasi kesulitan makan
Menurut Marimbi (2010) upaya untuk mengatasi anak sulit makan yaitu
sebagai berikut. Ketahui penyebabnya jika penyebabnya faktor organis yang harus
dilakukan adalah dengan menyembuhkan penyakitnya melalui dokter. Mungkin

Universitas Sumatera Utara

anak sedang mengalami gangguan fisik, seperti sariawan, sakit gigi, atau
gangguan kesehatan lainnya. Jika itu penyebabnya maka obati dulu penyakitnya.
Beri vitamin, jika anak susah makan sesekali berikan vitamin untuk merangsang
nafsu makannya. Saat ini banyak sekali jenis vitamin untuk menambah nafsu
makan anak, akan tetapi sebaiknya berkonsultasi dengan dokter anak.
Jika penyebabnya faktor psikologis, berikut beberapa hal yang dapat
dilakukan jangan memaksa anak untuk menghabiskan makanan, orang tua harus
sabar saat memberi makan anak, upayakan suasana makan menyenangkan,
sebaiknya waktu makan disesuaikan dengan waktu makan keluarga karena anak
punya semangat untuk menghabiskan makanannya dengan makan bersama
keluarga (orang tua), pembicaraan yang kurang menyenangkan terhadap suatu
jenis makanan sebaiknya dihindari dan ditanamkan pada anak memilih
bahan/jenis makanan yang baik, suapi anak sambil bercerita, jika anak makan
masih disuapi oleh ibu atau pengasuhnya maka orang tua atau pengasuh bisa
sambil bercerita atau mendongeng. Cara ini biasanya akan membuat anak merasa
senang sehingga aktivitas makannya menjadi lebih cepat.
Berikan pujian, pujilah anak jika ia mampu menghabiskan makanannya
sendiri. Dengan demikian, ia akan merasa dihargai atas usahanya tersebut dan
termotivasi untuk menghabiskan makanan yang telah disiapkan. Sebaliknya, jika
anak enggan menghabiskan makanannya, maka jangan mengancam atau
menakutinya. Sebab, anak akan menganggap bahwa acara makan tidak lagi
menyenangkan, akan lebih baik jika anak dibujuk secara perlahan agar mau
menghabiskan makanannya.

Universitas Sumatera Utara

Jika penyebabnya adalah faktor pengaturan makanan, maka yang dapat
dilakukan adalah diusahakan waktu makan teratur dan makanan diberikan pada
saat anak benar - benar lapar dan haus, makanan selingan dapat diberikan asalkan
makanan tersebut tidak membuat anak menjadi kenyang agar anak tetap mau
makan nasi, untuk membeli makanan jajanan sebagai makanan selingan,
sebaiknya didampingi oleh orang tuanya sehingga anak dapat memilih makanan
jajanan yang baik dari segi kandungan gizi maupun kebersihannya.
Kuantitas dan kualitas makanan yang diberikan harus diatur disesuaikan
dengan kebutuhan/kecukupan gizinya sehingga anak tidak menderita gizi kurang
atau gizi lebih, bentuk dan jenis makanan yang diberikan harus disesuaikan
dengan tahap pertumbuhan dan perkembangan anak,

menu makan yang

bervariasi, menu makan yang disiapkan untuk si kecil harus bervariasi untuk
menhindari rasa bosan pada anak. Buatlah makanan menjadi menarik dengan
memberikan hiasan tertentu yang bisa menggugah selera anak, siapkan menu
makanan yang anak suka, perhatikan makanan apa saja yang disukai dan yang
tidak disukai oleh anak. Jika sudah diketahui maka gantilah dengan makanan yang
disukainya. Anak memiliki selera yang berbeda, untuk itu berikanlah kebebasan
pada anak untuk memilih makanan yang disukainya. Yang penting, makanan
tersebut harus sehat dan bergizi (Novi, 2015).
2.2.5. Menu sehari - hari untuk anak yang sulit makan
Menurut Sulistijani (2001) secara umum, faktor - faktor yang perlu
diperhatikan dalam pengaturan makanan pada anak - anak yang mengalami

Universitas Sumatera Utara

kesulitan makan yaitu, makanan yang diberikan mengandung zat - zat gizi dalam
kualitas dan kuantitas yang dibutuhkan sesuai dengan umur dan berat badan anak,
kebutuhan akan energi tidak boleh kurang dari kebutuhan energi metabolisme
basal (energi yang digunakan untuk kera organ tubuh, seperti denyut jantung dan
paru - paru).
Jika anak sakit (misalnya demam), dibutuhkan energi yang lebih tinggi 10 30% dibandingkan sehat. Kebutuhan tidak selalu sejalan dengan selera makan.
Saat demam kebutuhan meningkat, sedangkan selera makan menurun, kebutuhan
protein meningkat jika anak sakit, yaitu lebih dari 1 - 2,5 g/kg/BB/hari, pemberian
lemak sebaiknya dibatasi karena jika berlebihan dapat menyebabkan rasa mual
(neg), kandungan vitamin dan mineral diberikan dalam jumlah cukup. Hal ini
sudah dapat terpenuhi dengan memperhatikan menu seimbang.
Frekuensi pemberian makan sebaiknya sering, tapi dalam porsi sedikit setiap
kali diberikan sampai terpenuhi semua kebutuhannya selama sehari, bentuk
makanan yang diberikan disesuaikan dengan nafsu makan anak. Apabila sulit
menerima makanan sebaiknya diberikan makanan cair. Jika nafsu makannya
sudah pulih dapat diberikan makanan biasa, makanan yang disajikan haruslah
mudah dibuat/praktis, menarik, hangat, dan segar sehingga dapat menggugah
selerah makan anak, jenis penyakit yang diderita anak juga mempengaruhi
jenis/bahan makanan yang diberikan. Sebagai contoh anak yang terserang flu,
pantang makan “goreng - gorengan”, minuman dingin dan bergas.

Universitas Sumatera Utara

Syarat - syarat penyususnan menu makanan untuk laki - laki dan perempuan
dengan usia dan berat badan tertentu. Perencanaan menu untuk anak laki - laki
usia 4 tahun denga berat badan 20 kg yakni Kecukupan energi sebesar 90 kkal/kg
BB sehingga energi yang dibutuhkan dalam sehari adalah 1.800 kkal/hari,
kecukupan protein sebesar 1,8 g/kg BB sehingga protein yang dibutuhkan adalah
36 g/hari. Untuk anak perempuan usia 3 tahun, berat badan 15 kg dibutuhkan
kecukupan energi sebesar 100 kkal/kg BB sehingga energi yang dibutuhkan dalam
sehari adalah1.500 kkal/hari, kecukupan protein sebesar 2 g/kg BB sehingga
protein yang dibutuhkan adalah 30 g/hari.
2.2.6. Cara pengelolaan makanan prasekolah
Menurut Ircham (2012) syarat makanan yang diberikan adalah makanan yang
mudah dicerna dan tidak merangsang (tidak pedas atau terlalu asam). Anak usia
antara 3 - 5 tahun disebut konsumen aktif, karena mereka telah dapat memilih
makanan yang disukai. Pada usia ini mulai diajarkan pendidikan gizi sehat, baik di
rumah maupun di sekolah.
Pengelolaan makanan pada anak harus dikuasai benar oleh orang tua. Cara
mengelola

makanan

prsekolah

tersebut

adalah

sebagai

berikut.

Selalu

menyediakan jenis makanan bervariasi: makanan pokok, lauk pauk, sayur dan
buah, tersedia sumber protein hewani (telur, ikan, daging, susu) di dalam hidangan
sehari - hari anak (disesuaikan dengan kemampuan), bila tidak suka sayur,
sementara diganti buah - buahan yang disukai dan disesuaikan kemampuan,
minum air putih yang cukup (5 - 7 gelas), makanan dan minuman manis termasuk

Universitas Sumatera Utara

permen dihindari karena bahan tersebut termasuk zat gizi kosong artinya hanya
zat tenaga tanpa vitamin dan mineral, makanan harus dari bahan - bahan segar dan
bebas pengawet serta bahan - bahan kimia lainnya, makanan selingan secara
berlebihan dihindari, anak harus dijelaskan manfaat setiap jenis makanan yang
dikonsumsi, makanan yang tidak disukai, jangan dipaksakan untuk mengonsmsi
dan kebiasaan anak memilih - milih makanan secara bertahap harus dihindari.
2.3. Ciri - ciri anak prasekolah
Menurut konsep tumbuh kembang anak bahwa anak usia tiga sampai lima
tahun dikenal sebagai anak usia prasekolah. Dimana pada usia ini terjadinya
pertumbuhan dan perkembangan biologis, psikososial, kognitif, spiritual, dan
sosial yang begitu signifikan. Pertumbuhan dan perkembangan yang optimal pada
anak usia prasekolah dipengaruhi oleh nutrisi, tidur dan aktivitas, kesehatan gigi,
pencegahan cedera dan asuhan keluarga dalam mengasuh anak (Wong, 2009).
Pada pertumbuhan masa prasekolah pada anak pertumbuhan fisik khususnya
berat badan mengalami kenaikan rata - rata pertahunnya adalah 2 kg, kelihatan
kurus akan tetapi aktivitas motorik tinggi, dimana sistem tubuh sudah mencapai
kematangan seperti berjalan, melompat, dan lain - lain. Pada pertumbuhan
khususnya ukuran tinggi badan anak akan bertambah rata - rata 6,75 - 7,5 cm
setiap tahunnya. Pada masa prasekolah anak mengalami proses perubahan dalam
pola makan dimana anak pada umumnya mengalami kesulitan untuk makan
(Hidayat, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Pada usia prasekolah, anak menjadi konsumen aktif, yaitu mereka sudah dapat
memilih makanan yang disukainya. Pada usia ini, anak mulai bergaul dengan
lingkungannya sehingga anak mengalami beberapa perubahan dalam perilaku.
Pada masa ini, anak mencapai fase gemar memprotes sehingga mereka akan
mengatakan “tidak” terhadap setiap ajakan. Masa ini sering dikenal sebagai “masa
keras kepala”. Akibat pergaulan dengan lingkungannya terutama dengan anak anak yang lebih besar, anak mulai senang jajan. Sebenarnya, pola dan tingkat
kepadatan makan pada usia prasekolah mulai mengikuti orang dewasa (Uripi,
2006).

Universitas Sumatera Utara