Asuhan Keperawatan Pada Tn.K Dengan Prioritas Masalah Kebutuhan Dasar Rasa Nyaman Nyeri Pada Pasien Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) Di RSUD. Dr. Pirngadi Medan

BAB II
PENGELOLAAN KASUS

A. Konsep

Dasar

Asuhan

Keperawatan

dengan

Prioritas

Masalah

Kebutuhan Dasar Rasa Nyaman Nyeri.

1. Konsep Dasar Nyeri


a. Defenisi Nyeri
Nyeri merupakan respons subjektif terhadap stresor fisik dan psikologis.
Semua individu mengalami nyeri pada beberapa tempat selama kehidupan
mereka. Diperkirakan terdapat 50 juta penduduk Amerika yang hidup dengan
nyeri kronis; nyeri pinggang bawah (low back pain, LBP) adalah salah satu dari
jenis nyeri kronis yang paling sering terjadi, disertai dengan migrain atau sakit
kepala berat dan nyeri sendi. Sebanyak 25 juta penduduk lainnya mengalami nyeri
akut yang berhubungan dengan pembedahan atau trauma (American Academy of
Pain Management, 2009; Center for Disease Control and Prevention [CDC] ,
2006). Meskipun nyeri terjadi akibat penurunan kondisi kesehatan dalam pola

kesehatan fungsional, baik nyeri akut, kronis, berat, maupun ringan hingga
sedang. Meskipun nyeri biasanya dialami sebagai ketidaknyamanan dan
ketidakinginan, nyeri juga memberikan peran perlindungan, memberi peringatan
terhadap ketidakmungkinan kondisi yang mengancam kesehatan. Untuk alasan
ini, nyeri semakin dirujuk sebagai tanda-tanda vital kelima , dengan rekomendasi
untuk mengkaji nyeri dengan setiap pengkajian tanda-tanda vital. The Joint
Commission (2001) menetapkan standar nyeri yang mengidentifikasi pemulihan

nyeri sebagai hak pasien. Standar Joint Commission mewajibkan fasilitas layanan

kesehatan untuk mengimplementasikan prosedur khusus, dan pendidikan bagi
penyedia layanan kesehatan, pengkajian dan manajemen nyeri.
Nyeri pengalaman pribadi dan nyata yang dipengaruhi oleh faktor
fisiologis, psikologis, kognitif, sosiokultural, dan spiritual. Nyeri merupakan
gejala yang paling dikaitkan dengan penjelasan seseorang terhadap penyakit, dan
alasan paling umum untuk mencari layanan kesehatan. International Association

4
Universitas Sumatera Utara

for the Study of Pain (IASP) mendefenisikan nyeri sebagai suatu sensori yang

tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan aktual atau potensial, atau dijelaskan dalam istilah seperti kerusakan.
Meskipun terdapat banyak defenisi dan orang yang menjelaskan tentang nyeri,
satu yang paling relevan bagi perawat adalah bahwa nyeri adalah “apapun yang
dialami individu sebagai nyeri adalah nyeri dan benar terjadi, dan kapan pun
individu mengatakan nyeri dan benar terjadi, dan kapan pun individu mengatakan
nyeri artinya benar adanya” (McCaferry, 1979). Defenisi ini menunjukkan bahwa
pasien adalah satu-satunya individu yang dapat mendefenisikan dan menjelaskan

nyeri secara akurat yang mereka alami dan berfungsi sebagai dasar untuk
pengkajian keperawatan dan asuhan keperawatan pasien terkait nyeri. Defenisi ini
juga mendukung nilai dan kepercayaan tentang nyeri yang memerlukan asuhan
keperawatan holistik, termasuk :
a. Hanya individu sakit yang dapat merasakan nyeri; yaitu, nyeri memiliki arti
yang personal.
b. Jika pasien mengatakan bahwa ia mengalami nyeri, artinya pasien memang
mengalami nyeri. Seluruh rasa nyeri itu nyata.
c. Nyeri memiliki dimensi fisik, emosional, kognitif, sosiokultural, dan spiritual.
d. Nyeri memengaruhi seluruh tubuh, biasanya secara negatif.
e. Nyeri dapat berfungsi sebagai respons dan peringatan terhadap trauma aktual
atau potensial.

b. Fisiologi Nyeri
Reseptor saraf untuk nyeri disebut dengan nosiseptor. Ujung saraf bebas
ini bergelombang melalui seluruh jaringan tubuh kecuali otak. Nosiseptor
merupakan beberapa bagian yang utama pada kulit dan otot. Nyeri terjadi ketika
jaringan yang mengandung nosiseptor dicederai. Intensitas dan durasi stimulus
menentukan sensasi. Stimulus yang intens dan berlangsung lama menghasilkan
nyeri yang lebih hebat dibandingkan stimulasi yang singkat dan ringan.

Nosiseptor berespons terhadap beberapa jenis stimulus berbahaya yang
berbeda : mekanik, kimia, atau termal. Beberapa nosiseptor hanya berespons
terhadap satu jenis stimulus tunggal, sedangkan nosiseptor lain berespons

5
Universitas Sumatera Utara

terhadap ketiga jenis stimulus. Persepsi nyeri pada bagian tubuh yang berbeda
dipengaruhi oleh variasi sensitivitas ini terhadap jenis stimulus dan distribusi
nosiseptor pada berbagai jaringan.
Trauma jaringan, inflamasi, dan iskemia cenderung mengeluarkan
sejumlah biokimia. Biokimia ini memiliki beberapa efek. Zat kimia ini seperti
bradikinin, histamin, serotonin, dan ion kalium merangsang nosiseptor secara
langsung, dan menghasilkan nyeri. Zat kimia ini dan zat lainnya (seperti ATP dan
prostaglandin) juga merangsang nosiseptor, meningkatkan respons nyeri dan
menyebabkan stimulus yang normalnya tidak berbahaya (seperti sentuhan)
diterima sebagai nyeri. Mediator kimia juga bekerja untuk memicu inflamasi,
yang akhirnya menyebabkan pengeluaran zat kimia tambahan yang menstimulasi
reseptor nyeri. Selanjutnya, yang disebut dengan nosiseptor silent (misalnya :
reseptor sensori pada usus yang normalnya tidak merespons stimulus mekanik

atau termal) dapat menjadi sensitif terhadap stimulus mekanik karena adanya
mediator inflamasi sehingga menyebabkan nyeri yang parah dan melemahkan
serta nyeri tekan (Fauci, et al, 2008).

c. Klasifikasi Nyeri
Penting bagi seorang perawat untuk mengetahui tentang macam-macam
tipe nyeri. Dengan mengetahui macam-macam tipe nyeri diharapkan dapat
menambah pengetahuan dan membantu perawat ketika memberikan asuhan
keperawatan pada klien dengan nyeri. Ada banyak jalan untuk memulai
mendiskusikan tentang tipe-tipe nyeri, antara lain melihat nyeri dari segi durasi
nyeri, tingkat keparahan dan intensitas, model transmisi, lokasi nyeri, dan kausatif
dari penyebab nyeri itu sendiri (Prasetyo, 2010).
Nyeri dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa golongan berdasarkan
pada tempat, sifat, berat ringannya nyeri, dan waktu lamanya serangan.
a. Nyeri berdasarkan tempatnya :
1) Pheriperal pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh misalnya
pada kulit, mukosa.
2) Deep pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih
dalam atau pada organ-organ tubuh visceral.


6
Universitas Sumatera Utara

3) Refered pain, yaitu nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit
organ/struktur dalam tubuh yang ditransmisikan ke bagian tubuh di daerah
yang berbeda, bukan daerah asal nyeri.
4) Central pain, yaitu nyeri yang terjadi karena perangsangan pada system
saraf pusat, spinal cord, batang otak, thalamus, dan lain-lain.

b. Nyeri berdasarkan sifatnya :
1) Incidental pain, yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu menghilang.
2) Steady pain, yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan dalam
waktu yang lama.
3) Paroxysmal pain, yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat
sekali. Nyeri tersebut biasanya menetap ±10-15 menit, lalu menghilang,
kemudian timbul lagi.

c. Nyeri berdasarkan berat ringannya :
1) Nyeri ringan, yaitu nyeri dengan intensitas rendah.
2) Nyeri sedang, yaitu yang menimbulkan reaksi.

3) Nyeri berat, yaitu nyeri dengan intensitas yang tinggi.

d. Nyeri berdasarkan waktu lamanya serangan :
1) Nyeri akut dapat dideskripsikan sebagai suatu pengalaman sensori,
persepsi dan emosional yang tidak nyaman yang berlangsung dari
beberapa detik hingga enam bulan, yang disebabkan oleh kerusakan
jaringan dari suatu penyakit seperti pada luka yang diakibatkan oleh
kecelakaan, operasi, atau oleh karena prosedur terapeutik (Lewis, 1983).
Nyeri akut umumnya terjadi kurang dari enam bulan dan biasanya kurang
dari satu bulan. Cedera atau penyakit yang menyebabkan nyeri akut dapat
sembuh secara spontan atau memerlukan pengobatan (Brunner dan
Suddarth, 2002).
2) Nyeri kronik merupakan nyeri berulang yang menetap dan terus menerus
yang berlangsung selama enam bulan atau lebih. Nyeri kronis dapat tidak

7
Universitas Sumatera Utara

mempunyai awitan yang ditetapkan dengan tepat dan sering sulit untuk
diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respons terhadap

pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya (Brunner dan Suddarth,
2002).

d. Penilaian Nyeri
Penilaian nyeri merupakan elemen yang penting untuk menentukan terapi
nyeri yang efektif. Skala penilaian nyeri dan keterangan pasien digunakan untuk
menilai derajat nyeri. Intensitas nyeri harus dinilai sedini mungkin selama pasien
dapat berkomunikasi dan menunjukkan ekspresi nyeri yang dirasakan (Prasetyo,
2010).
Hayward (1975), mengembangkan sebuah alat ukur nyeri (painometer )
dengan skala longitudinal yang pada salah satu ujungnya tercantum nilai 0 (untuk
keadaan tanpa nyeri) dan ujung lainnya nilai 10 (untuk kondisi nyeri paling
hebat). Untuk mengukurnya, penderita memilih salah satu bilangan yang
menurutnya paling menggambarkan pengalaman nyeri yang terakhir kali ia
rasakan, dan nilai ini dapat dicatat pada sebuah grafik yang dibuat menurut waktu.
Intensitas nyeri ini sifatnya subjektif dan dipengaruhi oleh banyak hal, seperti
tingkat kesadaran, konsentrasi, jumlah distraksi, tingkat aktivitas, dan harapan
keluarga. Intensitas nyeri dapat dijabarkan dalam sebuah skala nyeri dengan
beberapa kategori, salah satunya adalah (Prasetyo, 2010).


8
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1 Skala Intensitas Nyeri Numerik

Skala

Keterangan

0

Tidak nyeri

1-3

Nyeri ringan

4-6

Nyeri sedang


7-9

Sangat nyeri, tetapi masih dapat dikontrol dengan
aktivitas yang biasa dilakukan

10

Sangat nyeri dan tidak bisa dikontrol

2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian nyeri yang faktual (terkini), lengkap dan akurat akan
memudahkan perawat didalam menetapkan data dasar, dalam menegakkan
diagnosa keperawatan yang tepat, merencanakan terapi pengobatan yang cocok,
dan memudahkan perawat dalam mengevaluasi respon klien terhadap terapi yang
diberikan. Tindakan perawat yang perlu dilakukan dalam mengkaji pasien selama
nyeri akut adalah mengkaji perasaan klien (respon psikologis yang muncul),
menetapkan respon fisiologis klien terhadap nyeri dan lokasi nyeri, dan mengkaji
tingkat keparahan dan kualitas nyeri (Prasetyo, 2010).

Terdapat beberapa komponen yang harus diperhatikan seorang perawat
dalam memulai mengkaji respon nyeri yang dialami oleh klien. Donovan &
Girton 1984 (dalam Prasetyo, 2010) mengidentifikasi komponen-komponen yaitu
penentuan ada tidaknya nyeri, karakteristik nyeri, respon fisiologis, respon
perilaku, respon afektif, pengaruh nyeri terhadap kehidupan kita, persepsi klien
tentang nyeri, dan mekanisme adaptasi klien terhadap nyeri.
9
Universitas Sumatera Utara

a. Penentuan Ada Tidaknya Nyeri
Dalam melakukan pengkajian terhadap nyeri, perawat harus mempercayai
ketika pasien melaporkan adanya nyeri, walaupun dalam observasi perawat tidak
menemukan adanya cedera atau luka. Setiap nyeri yang dilaporkan oleh klien
adalah nyata. Sebaliknya, ada beberapa pasien yang terkadang justru
menyembunyikan rasa nyerinya untuk menghindari pengobatan.

b. Karakteristik Nyeri (Metode PQRST)
a) Faktor pencetus (P : Provocate)
Perawat mengkaji tentang penyebab atau stimulus-stimulus nyeri pada klien,
dalam hal ini perawat juga dapat melakukan observasi bagian-bagian tubuh
yang mengalami cedera. Apabila perawat mencurigai adanya nyeri psikogenik
maka perawat harus dapat mengeksplore perasaan klien dan menanyakan
perasaan-perasaan apa yang dapat mencetus nyeri.
b) Kualitas (Q : Quality)
Kualitas nyeri merupakan sesuatu yang subjektif yang diungkapkan oleh klien,
seringkali klien mendeskripsikan nyeri dengan kalimat-kalimat tajam, tumpul,
berdenyut, berpindah-pindah, seperti tertindih, perih, tertusuk, dan lain-lain,
dimana tiap klien mungkin berbeda-beda dalam melaporkan kualitas nyeri
yang dirasakan.
c) Lokasi (R : Region)
Untuk mengkaji lokasi nyeri maka perawat meminta klien untuk menunjukkan
semua bagian/daerah yang dirasakan tidak nyaman oleh klien. Untuk
melokalisasikan nyeri lebih spesifik, maka perawat dapat meminta klien untuk
melacak daerah nyeri dari titik yang paling nyeri, kemungkinan hal ini akan
sulit apabila nyeri yang dirasakan bersifat difus (menyebar).
d) Keparahan (S : Severity)
Tingkat keparahan pasien tentang nyeri merupakan karakteristik yang paling
subjektif. Pada pengkajian ini klien diminta untuk menggambarkan nyeri yang
dirasakan sebagai nyeri ringan, nyeri sedang atau berat.

10
Universitas Sumatera Utara

e) Durasi (T : Time)
Perawat menanyakan pada pasien untuk menentukan awitan, durasi, dan
rangkaian nyeri. Perawat dapat menanyakan: “Kapan nyeri mulai dirasakan?”,
“Sudah berapa lama nyeri dirasakan?”, “Apakah nyeri yang dirasakan terjadi
pada waktu yang sama setiap hari?”, “Seberapa sering nyeri kambuh?” atau
dengan kata lain yang semakna.

c. Respon Fisiologis
Pada saat implus nyeri naik ke medulla spinalis menuju ke batang otak dan
thalamus, system saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai bagian dari respon
stress. Stimulus pada cabang simpatis pada system saraf otonom menghasilkan
respon fisiologis.

d. Respon Perilaku
Perawat perlu belajar dan mengenal berbagai respon perilaku tersebut
untuk memudahkan dan membantu dalam mengidentifikasi masalah nyeri yang di
rasakan klien. Respon perilaku yang biasa di tunjukkan adalahmerubah posisi
tubuh, mengusap bagian yang sakit, menggeretakkan gigi, menunjukkan ekspresi
wajah meringis, mengerang, mengaduh, menjerit, meraung.

e. Respon Afektif
Respon afektif juga perlu di perhatikan oleh seorang perawat di dalam
melakukan pengkajian terhadap klien dengan gangguan rasa nyeri. Ansietas
(kecemasan) perlu di gali dengan menanyakan pada klien seperti: “Apakah anda
saat ini merasakan cemas?”. Selain itu juga ada depresi, ketidak tertarikan
terhadap aktivitas fisik dan perilaku menarik diri dari lingkungan perlu di
perhatikan.

f. Pengaruh Nyeri terhadap Kehidupan Kita
Klien yang merasakan nyeri setiap hari pasti akan mengalami gangguan
dalam kegitan sehari-harinya. Pengkajian pada perubahan aktivitas ini bertujuan
untuk mengetahui sejauh mana kemampuan klien dalam berpartisipasi terhadap

11
Universitas Sumatera Utara

kegiatan sehari-hari, sehingga perawat juga mengetahui sejauh mana dia dapat
membantu dalam program aktivitas pasien.

g. Persepsi Klien tentang Nyeri
Dalam hal ini perawat perlu mengkaji persepsi klien terhadap nyeri,
bagaimana klien menghubungkan antara nyeri yang di alami dengan proses
penyakit atau hal lain dalam diri dan lingkungan di sekitarnya.

h. Mekanisme Adaptasi Klien terhadap Nyeri
Terkadang individu memiliki cara masing-masing dalam beradaptasi
terhadap nyeri. Perawat dalam hal ini perlu mengkaji cara-cara apa saja yang biasa
klien gunakan untuk menurunkan nyeri yang ia alami, mengkaji keefektifan cara
tersebut dan apakah bisa di gunakan saat klien menjalani perawatan di rumah
sakit. Apabila cara tersebut dapat di gunakan, perawat dapat memasukkannya
dalam rencana tindakan.

2. Analisa Data
Data dasar adalah kumpulan data yang berisikan mengenai status
kesehatan klien, kemampuan klian mengelola kesehatan terhadap dirinya sendiri,
dan hasil konsultasi dari medis atau profesi kesehatan lainnya (Prasetyo, 2010).
Data fokus adalah data tentang perubahan-perubahan atau respon klien
terhadap kesehatan dan masalah kesehatannya serta hal-hal yang mencakup
tindakan yang dilaksanakan terhadap klien (Prasetyo, 2010).
Pengumpulan data adalah pengumpulan informasi tentang klien yang di
lakukan secara sistematis untuk menentukan masalah-masalah, serta kebutuhan
keperawatan dan kesehatan lainnya. Pengumpulan informasi merupakan tahap
awal dalam proses keperawatan. Dari informasi yang terkumpul, di dapat data
dasar tentang masalah-masalah yang di hadapi klien. Selanjutnya data dasar itu di
gunakan untuk menentukan diagnosis kerawatan, merencanakan asuhan
keperawatan, serta tindakan kerawatan untuk mengatasi masalah-masalah klien.
Pengumpulan data di mulai sejak klien masuk rumah sakit, selama klien di rawat

12
Universitas Sumatera Utara

secara terus menerus, serta pengkajian ulang untuk menambah/melengkapi data
(Prasetyo, 2010).

Tujuan Pengumpulan Data
a. Memperoleh informasi tentang keadaan kesehatan klien.
b. Untuk menentukan masalah keperawatan dan kesehatan klien.
c. Untuk menilai keadaan kesehatan klien.
d. Untuk membuat keputusan yang tepat dalam menentukan langkah-langkah
berikutnya.

Tipe Data :
1. Data Subjektif
Data yang didapatkan dari klien sebagai suatu pendapat terhadap suatu
situasi dan kejadian. Informasi tersebut tidak bisa di tentukan oleh perawat,
mencakup persepsi, perasaan, misalnya tentang nyeri, perasaan lemah, ketakutan,
kecemasan, mual, perasaan malu.
2. Data Objektif
Adalah data yang dapat di observasi dan di ukur, dapat di peroleh
menggunakan panca indera (lihat, dengar, cium, sentuh/raba) selama pemeriksaan
fisik. Misalnya frequensi nadi, pernafasan, tekanan darah, berat badan, tingkat
kesadaran.

Karakteristik Data
a. Lengkap
Data yang terkumpul harus lengkap guna membantu mengatasi masalah
klien yang adekuat. Misalnya klien tidak mau makan selama 3 hari. Perawat harus
mengkaji lebih dalam mengenai masalah klien tersebut dengan menanyakan halhal sebagai berikut: apakah tidak mau makan karena tidak ada nafsu makan atau
disengaja?, apakah karena adanya perubahan pola makan atau hal-hal yang
patologis?, bagaimana respon klien mengapa tidak mau makan (Sigit, 2010).

13
Universitas Sumatera Utara

b. Akurat dan Nyata
Untuk menghindari kesalahan, maka perawat harus berfikir akurat dan
nyata untuk membuktikan benar tidaknya apa yang di dengar, di lihat, di amati
dan di ukur melalui pemeriksaan. Apabila perawat masih kurang jelas atau kurang
mengerti terhadap data yang telah di kumpulkan, maka perawat harus
berkonsultasi dengan perawat yang lebih mengerti.

c. Relevan
Pencatatan data yang komprehensif biasanya menyebabkan banyak sekali
data yang di kumpulkan, sehingga menyita waktu dalam mengidentifikasi.
Kondisi seperti ini bisa di antisipasi dengan membuat data komprehensif tapi
singkat dan jelas. Dengan mencatat data relevan sesuai dengan masalah klien,
yang merupakan data fokus terhadap masalah klien dan sesuai dengan situasi
khusus (Prasetyo, 2010).

3. Rumusan Masalah
Selain bisa ditetapkan sebagai label diagnosis, masalah gangguan rasa
nyaman nyeri bisa pula dijadikan etiologi untuk diagnosis keperawatan yang lain.
Menurut NANDA, label diagnosis untuk masalah gangguan rasa nyaman
nyeri meliputi defisit perawatan diri : makan & minum. Sedangkan label diagnosis
dengan masalah gangguan rasa nyaman nyeri sebagai etiologi bergantung pada
area fungsi atau sistem yang dipengaruhi (Prasetyo, 2010).
Contoh diagnosa keperawatan NANDA untuk klien dengan gangguan nyeri :
1. Ansietas berhubungan dengan nyeri kronis.
2. Nyeri berhubungan dengan :
-

Cedera fisik/trauma

-

Penurunan suplai darah ke jaringan

-

Proses melahirkan

3. Nyeri kronik berhubungan dengan :
-

Control nyeri yang tidak adekuat

-

Jaringan parut

14
Universitas Sumatera Utara

-

Kanker maligna

4. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan :
-

Nyeri muskuloskeletal

-

Nyeri insisi

5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri yang dirasakan

4. Perencanaan
Perencanaan keperawatan yang dibuat untuk klien nyeri diharapkan
berorientasi untuk memenuhi hal-hal berikut (Prasetyo, 2010) :
1) Klien melaporkan adanya penurunan rasa nyeri.
2) Klien melaporkan adanya peningkatan rasa nyaman.
3) Klien mampu mempertahankan fungsi fisik dan psikologis yang dimiliki.
4) Klien mampu menjelaskan faktor-faktor penyebab nyeri.
5) Klien mampu menggunakan terapi yang diberikan untuk mengurangi rasa
nyeri.

15
Universitas Sumatera Utara

B. Asuhan Keperawatan Kasus

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN USU

FORMAT PENGKAJIAN PASIEN DI RUMAH SAKIT

1. PENGKAJIAN
I. BIODATA
IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn.K

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Umur

: 64 tahun

Status Perkawinan

: Menikah

Agama

: Islam

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: Wiraswasta

Alamat

: Dusun VIII Kec.Lima Puluh, Batubara

Tanggal Masuk RS

: 20 Mei 2016

No. Register

: 00.99.82.99

Ruangan / Kamar

: Ruangan VIII, Melati III

Golongan Darah

:O

Tanggal Pengkajian

: 30 Mei 2016

Tanggal Operasi

:-

Diagnosa Medis

: pre op Benigna Prostat Hiperplasia

II. KELUHAN UTAMA :
Pasien mengatakan nyeri pada bagian abdomen bawah tengah (suprapubik)
dan kesulitan BAK.

16
Universitas Sumatera Utara

III. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG
A. Provocative / palliative
1. Apa penyebabnya :
Nyeri disebabkan oleh pembesaran prostat yang menghambat
pengeluaran urin.
2. Hal-hal yang memperbaiki keadaan :
Pasien mengatakan nyeri akan hilang jika pasien beristirahat.

B. Quantity/quality
1. Bagaimana dirasakan :
Pasien mengatakan merasakan sakit saat BAK, nyeri tajam dan
menusuk.
2. Bagaimana dilihat :
Pasien tampak meringis ketika timbul nyeri saat BAK.

C. Region
1. Dimana lokasinya :

Lokasi nyeri pada abdomen bawah tengah.
2. Apakah menyebar :
Pasien mengatakan jika timbul nyeri menyebar hingga ke punggung
bawah.

D. Saverity
Pasien mengatakan sakit yang dirasakannya menganggu aktivitas. Skala
nyeri : 6.

E. Time
Klien mengatakan nyeri mulai timbul sejak 1 bulan yang lalu. Durasi
nyeri hilang timbul dan frekuensi nyeri hanya pada saat BAK.

17
Universitas Sumatera Utara

IV. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU
A. Penyakit yang pernah dialami
Pasien mengatakan pernah mengalami penyakit asam lambung.
B. Pengobatan/tindakan yang dilakukan
Pasien mengatakan jika penyakit asam lambung kambuh hanya membeli
obat di apotek.
C. Pernah dirawat/operasi
Pasien mengatakan tidak pernah dirawat maupun operasi sebelumnya.
D. Lama dirawat
Pasien tidak mendapatkan perawatan sebelumnya, sebab pasien belum
pernah di rawat di rumah sakit.
E. Alergi
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan,
cuaca dan obat-obatan.
V.

RIWAYAT KEADAAN PSIKOSOSIAL
A. Persepsi Pasien tentang Penyakitnya
Pasien mengatakan nyeri yang dirasakan saat ini sangat mengganggu
aktivitasnya.
B. Konsep Diri
-

Gambaran diri

:

Pasien menyukai seluruh bagian tubuhnya
karena itu adalah pemeberian dari Tuhan

-

Ideal diri

:

Pasien mengatakan sangat ingin cepat
sembuh agar dapat berkumpul dengan
keluarganya.

-

Harga diri

:

Pasien merasa bahwa dirinya tidak maksimal
menjalani aktivitasnya sebagai kepala
keluarga.

18
Universitas Sumatera Utara

-

Peran diri

:

Setelah sakit pasien mengatakan ia merasa
terganggu dengan perannya sebagai kepala
keluarga.

-

Identitas

:

Pasien berperan sebagai seorang suami dan
seorang ayah.

C. Keadan Emosi
Pasien tampak gelisah dan sering meringis kesakitan.

D. Hubungan Sosial
-

Orang yang berarti : Pasien mengatakan orang yang

berarti adalah

istri dan anak-anaknya.
-

Hubungan dengan keluarga : Pasien menjalin hubungan yang baik
dengan keluarga terbukti istri dan anak pasien selalu bergantian datang
untuk menjaga pasien dirumah sakit.

-

Hubungan dengan orang lain : Pasien berhubungan baik dengan orang
lain terbukti dengan pasien terlihat berkomunikasi dengan pasien lain, di
sekitar ruangan.

-

Hambatan dalam hubungan dengan orang lain : Pasien mengatakan tidak
memiliki hambatan dengan orang lain.

E. Spiritual
-

Nilai dan kenyakinan : Pasien beragama islam dan dalam kehidupan
sehari-hari klien melakukan aktivitas sesuai dengan ajaran dari
kenyakinannya.

-

Kegiatan ibadah : Sejak mendapat perawatan di rumah sakit, pasien
melakukan kegiatan ibadah yaitu berdoa.

VI.

PEMERIKSAAN FISIK

A. Keadaan Umum
Compos Mentis dengan Gcs 15 dan pasien tampak lemah dan kesakitan.

19
Universitas Sumatera Utara

B. Tanda-tanda Vital
Suhu Tubuh

:

36,9°C

Tekanan Darah

:

130/80 mmHg

Nadi

:

78x/i

Pernafasan

:

22x/i

Skala Nyeri

:

6

TB

:

160 cm

BB

:

60 kg

C. PEMERIKSAAN HEAD TO TOE
Kepala dan Rambut
-

Bentuk

:

Bentuk kepala pasien simetris dan
bulat.

-

Ubun - ubun

:

Tepat di tengah dan tidak ada
benjolan

-

Kulit kepala

:

Kulit kepala bersih, dan tidak ada
ketombe.

Rambut
-

Penyebaran dan keadaan rambut

:

Penyebaran rambut pasien
merata, tipis dan beruban.

-

Bau

:

Tidak ada bau.

:

Normal, warna kulit sawo

Wajah
-

Warna kulit

matang
-

Struktur wajah

:

Struktur wajah simetris

:

Mata lengkap, simetris mata

Mata
-

Kelengkapan dan Kesismetrisan

kanan dan kiri.

20
Universitas Sumatera Utara

-

Palpebra

:

Tidak ada oedema

-

Konjungtiva dan sklera

:

Konjungtiva bewarna merah
muda (tidak anemis) dan
sklera bewarna putih (tidak
icterus).

-

Pupil

:

Isokor, dan refleks terhadap c
ahaya ada.

-

Kornea dan iris

:

Tidak ada katarak dan
peradangan. Refleks terhadap
cahaya (+)

Hidung
-

-

Tulang hidung dan
posisi septum nasi

:

Simetris

Lubang hidung

:

Simetris, bersih dan
terdapat rambut
hidung.

-

Cuping hidung

:

Tidak terdapat
pernafasan cuping
hidung.

Telinga
-

Bentuk telinga

:

Simetris antara telinga kanan
dan kiri

-

Ukuran telinga

:

Ukuran telinga simetris kanan
dan kiri

-

Lubang telinga

:

Lubang telinga bersih, tidak
ada sekret.

-

Ketajaman pendengaran

:

Pasien dapat mendengar
dengan baik.

Mulut dan Faring
-

Keadaan bibir

:

Keadaan bibir tampak lembab

21
Universitas Sumatera Utara

-

Keadaan gusi dan gigi

:

Gigi dan gusi terawat baik

-

Keadaan lidah

:

Medial, berwarna merah muda, tidak
ada sariawan dan pecah-pecah

-

Orofaring

:

Tidak ada peradangan

Leher
-

Posisi trachea

:

Posisi medial/normal

-

Thyroid

:

Tidak ada pembesaran kelenjar
thyroid

-

Suara

:

Suara pasien terdengar jelas dan
tidak serak

-

Kelenjar Limfa

:

Tidak ada pembengkakan kelenjar
limfa

-

Vena jugularis

:

Tidak ada distensi vena jugularis

-

Denyut nadi karotis

:

Teraba, kuat dan teratur

:

Kulit bersih, tidak ada kotoran pada

Pemeriksaan Integumen
-

Kebersihan

kulit
-

Kehangatan

:

Akral teraba hangat

-

Warna

:

Sawo matang

-

Turgor

:

Turgor kulit kurang < 2 detik

-

Kelembapan

:

Kulit pasien kering

-

Kelainan pada kulit

:

Tidak ada alergi/kelainan pada kulit

Pemeriksaan Thorak/Dada
-

Inspeksi thoraks

:

Simetris kanan dan kiri

-

Pernapasan

:

22 x/i dan berirama normal

-

Tanda kesulitan bernafas

:

Tidak ada tanda kesulitan bernafas

Pemeriksaan Paru
-

Palpasi dan getaran suara

:

Tidak dilakukan pemeriksaan

-

Perkusi

:

Tidak dilakukan pemeriksaan
22
Universitas Sumatera Utara

-

Auskultasi

:

Tidak dilakukan pemeriksaan

:

Tidak ada pembengkakan pada

Pemeriksaan Jantung
-

Inspeksi

kardiak.
-

Palpasi

:

Tidak ada pembengkakan

-

Perkusi

:

Tidak dilakukan pemeriksaan

-

Auskultasi

:

Tidak dilakukan pemeriksaan

Pemeriksaan Abdomen
-

Inspeksi

:

Tidak terdapat benjolan

-

Auskultasi

:

Terdapat peristaltik usus 5 kali, tidak
ada suara tambahan

-

Palpasi

:

Teraba massa padat pada abdomen
bawah tengah dan nyeri tekan

-

Perkusi

:

Timpani

Pemeriksaan Muskuloskeletal/Ekstremitas
Ekstrimitas tampak simetris, terpasang infuse NaCl 0,9% 20 gtt/menit
ekstrimitas atas.

Pemeriksaan Neurologi (Nervus Cranialis)
Tidak dilakukan pemeriksaan

Fungsi Sensorik
Tidak dilakukan pemeriksaan

VII.

POLA KEBIASAAN SEHARI-HARI
I.

Pola Makan dan Minum

-

Frekuensi makan/hari : 3 x sehari, ditambah dengan makanan
selingan

23
Universitas Sumatera Utara

-

Nafsu/selera makan : Sejak masuk rumah sakit, nafsu makan mulai
berkurang karena pasien belum terbiasa mengkonsumsi makanan
yang ada di rumah sakit.

-

Nyeri ulu hati : Tidak terdapat masalah pada ulu hati.

-

Alergi : Pasien mengatakan tidak ada alergi pada makanan.

-

Mual dan muntah : Pasien mengeluh mual dan muntah.

-

Waktu pemberian makan : Disesuaikan dari rumah sakit, pagi
(09.00), siang (12.00), malam (20.00)

-

Jumlah dan jenis makan : 1 porsi bubur

-

Waktu pemberian cairan : Sesuai dengan kebutuhan pasien

-

Masalah makan dan minum : Pasien mengeluh mual dan muntah serta
porsi makan tidak habis.

II. Perawatan Diri/personal hygiene
-

Kebersihan tubuh : Pasien tampak bersih dan terawat

-

Kebersihan gigi dan mulut : Gigi dan mulut tampak bersih dan tidak
ada kotoran pada gigi dan mulut.

-

III.
-

Kebersihan kuku kaki dan tangan : Kuku sedikit panjang dan bersih.

Pola Kegiatan/Aktivitas
Uraian aktivitas pasien untuk mandi, makan, eliminasi, ganti, pakaian
dilakukan secara mandiri, sebahagian, atau total.
Selama masa perawatan, pasien tidak mampu makan secara
mandiri, dan eliminasi urine pasien membutuhkan bantuan baik dari
keluarga maupun petugas kesehatan. Pasien tidak bisa secara mandiri,
sebab pasien hanya terbaring di atas tempat tidur, sehingga pasien
membutuhkan bantuan dalam memenuhui kebutuhan dasar, begitu
juga dalam hal berpakaian.

-

Uraikan aktivitas ibadah pasien selama di rawat/sakit
Selama masa perawatan pasien tampak melaksanakan kegiatan
ibadah yaitu berdoa.

24
Universitas Sumatera Utara

VIII.

POLA ELIMINASI

1. BAB
- Pola BAB

:

2 - 3 x perhari

- Karakter feses

:

Encer

- Riwayat perdarahan :

Pasien mengatakan tidak pernah mengalami
perdarahan saat BAB

- Diare

:

- Penggunaan laktasif :

Pasien tidak pernah mengalami diare hebat
Pasien tidak menggunakan laktasif

2. BAK
-

Pola BAK : Tidak lancar (4 kali/hari) dengan volume > 100 ml

-

Karakter urine : Kuning dan berbau khas

-

Nyeri/rasa terbakar/kesulitan : Pasien mengalami kesulitan dan nyeri
saat berkemih

-

Riwayat penyakit ginjal : Pasien tidak menderita penyakit ginjal
sebelumnya

-

Penggunaan diuretik : Pasien menggunakan direutik

-

Upaya mengatasi masalah : Memberikan lingkungan yang nyaman dan
pasien dianjurkan untuk istirahat.

25
Universitas Sumatera Utara

IX.

Pemeriksaan Penunjang

Tabel 2.2 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan

Hasil

Normal

SGPT

10,00 U/L

0,00 – 40,00

Alkaline Phospatase

78,00 U/L

30,00 – 142,00

Total Bilirubin

0,37 mg/dL

0,00 – 1,20

Direct Bilirubin

0,16 mg/dL

0,05 – 0,30

Albumin

1,60 g/dL

3,60 – 5,00

Ureum

51,00 mg/ dL

10,00 – 50,00

Creatinin

2,16 mg/dL

0,60 – 1,20

Uric Acid

7,40 mg/dL

3,50 -7,00

Glukosa Adrandon

80,00 mg/dL