Hubungan Pola Asuh Keluarga Dengan Tipe Kepribadian Remaja Di Smp Negeri 7 Medan

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

1. Pola Asuh Keluarga
1.1. Defenisi Pola Asuh Keluarga
Pola asuh orang tua merupakan cara-cara yang diterapkan oleh orang tua
dalam mengendalikan dan berespons terhadap kebutuhan anak (Santrock, 2007).
Menurut Shanti (dalam Hilmansyah) pola asuh merupakan pola interaksi antara
orang tua dan anak. Lebih jelasnya, yaitu bagaimana sikap atau perilaku orang tua
saat

berinteraksi

dengan

anak. Termasuk

caranya

menerapkan


aturan,

mengajarkan nilai/norma, memberikan perhatian dan kasih sayang serta
menunjukkan sikap dan perilaku yang baik sehingga dijadikan contoh/panutan
bagi anaknya.
Jadi pola asuh orang tua adalah keseluruhan interaksi antara orang tua
dengan anak yang tampak dari cara-cara yang digunakan oleh orang tua dalam
mengendalikan dan berespons terhadap kebutuhan anak serta caranya menerapkan
aturan.
1.2. Tipe Pola Asuh
Pengetahuan orangtua mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
pembentukan

perilaku

anak

tentunya

akan


sangat

membantu

dalam

mengupayakan lingkungan pengasuhan yang kompeten bagi pembentukan
perilaku anak sesuai dengan yang diharapkan. Pengetahuan tersebut tentunya
tidak akan berarti jika orangtua sendiri tidak mengenal pola atau gaya pengasuhan
yang dijalankannya. Penting bagi orangtua untuk mengenal gaya pengasuhannya

Universitas Sumatera Utara

dan memahami dampak dari gaya pengasuhan tersebut terhadap kompetensi anak
(Sunarti, 2004).
Menurut Baumrind (dalam Parke & Locke, 1999) ada 3 tipe pola asuh
yang diterapkan orangtua terhadap anaknya, yaitu :
1. Demokrasi
Pola asuh demokrasi merupakan gaya pengasuhan orang tua pada anak yang

memberikan kebebasan pada anak untuk berkreasi, berpendapat, dan
mengeksplorasi berbagai hal sesuai kemampuannya, namun masih dalam
bimbingan dan arahan dengan penuh pengertian dari orang tua. Kasih sayang
yang diberikan dan aturan-aturan yang ditetapkan orang tua memberikan
perilaku yang matang pada anak-anaknya. Dengan pola asuh seperti ini, anak
akan mampu mengembangkan kreativitasnya, mau berinisiatif, mampu
mengembangkan

kontrol

terhadap

perilakunya,

menurunkan

perilaku

antisosial, meningkatkan harga dirinya, dan mengembangkan kemampuan
adaptasinya. Pola asuh demokrasi dihubungkan dengan tingkah laku yang

memperlihatkan perkembangan emosional, sosial, dan kognitif yang positif.
2. Otoriter
Pola asuh otoriter adalah pola pengasuhan anak yang bersifat keras dan kaku di
mana orang tua akan membuat berbagai aturan yang harus dipatuhi oleh anakanaknya tanpa mau tahu perasaan sang anak. Dalam hal ini, anak-anak tidak
memiliki kebebasan karena orang tua cenderung mengekang keinginan anak.
Orang tua akan emosi dan marah jika anak melakukan hal yang tidak sesuai

Universitas Sumatera Utara

dengan yang diinginkan oleh orang tuanya. Pola asuh otoriter cenderung
menggunakan hukuman fisik.
Anak-anak sering merasa terjebak dan marah tetapi juga takut untuk
menyatakan pendapatnya dalam lingkungan yang tidak bersahabat seperti itu.
Akibatnya anak-anak akan terganggu dalam perkembangan mental maupun
psikisnya. Anak yang diasuh dengan pola otoriter membuat anak menjadi
penakut, tertutup, tidak bahagia, tidak berinisiatif, selalu tegang, tidak percaya
diri, tidak mampu menyelesaikan masalah, mudah marah, dan rentan terhadap
stres.
3. Permisif
Pola asuh permisif merupakan gaya pengasuhan orang tua terhadap anak

dengan memberikan kebebasan penuh terhadap anak dan sedikit kontrol dari
orang tuanya. Orang tua tidak pernah memberikan aturan dan pengarahan dan
memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa
pengawasan yang cukup darinya. Semua keputusan diserahkan kepada anak
tanpa ada pertimbangan dari orang tua. Akibatnya, anak berbuat sesuai dengan
keinginannya sendiri tanpa mengetahui sesuai atau tidak dengan norma
masyarakat. Pola asuh permisif dikatakan pola asuh tanpa disiplin sama sekali.
Tipe pola asuh permisif memuat hubungan kasih sayang yang berlebihan antara
anak dengan orang tua, sehingga anak-anaknya cenderung bersikap agresif,
tidak patuh, manja, kurang mandiri, kurang matang secara sosial dan berbuat
menurut kata hatinya.

Universitas Sumatera Utara

Kemudian tiga pengasuhan tersebut dikembangkan oleh Maccoby dan
Martin (1993) dengan menambah tipe pola asuh yang keempat, yaitu involved
(penelantar) parenting (dalam Parke & Locke, 1999). Involved (Penelantar)
merupakan tipe pola asuh yang ditandai dengan sikap acuh tak acuh dari orang tua
atau aktif melupakan anak mereka dan termotivasi untuk melakukan apapun yang
diperlukan untuk meminimalkan biaya dan usaha untuk berinteraksi dengan anak.

Orang tua tidak mau terlibat dalam kehidupan anaknya dan lebih terfokus pada
kebutuhan mereka sendiri. Anak yang memiliki orang tua yang mengabaikan
merasa bahwa aspek lain dalam kehidupan orang tua lebih penting dari pada diri
mereka. Pola asuh involved (penelantar) akan menimbulkan dampak buruk pada
anak, diantaranya anak tumbuh menjadi seseorang yang kurang bertanggung
jawab, agresif, harga diri yang rendah, kemampuan sosial yang buruk, dan anak
akan merasa bahwa dia bukan bagian terpenting dari keluarganya. Pola asuh
seperti ini ditemukan pada ibu-ibu yang mengalami depresi. Ibu yang depresi pada
umumnya cenderung untuk fokus pada diri mereka sendiri dan merasa sulit untuk
merespon orang lain, bahkan anak-anak mereka sendiri.
1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh
Hurlock (1993 dalam Maryam, 2007) ada beberapa faktor yang
mempengaruhi pola asuh, yaitu:
a. Pendidikan orang tua
Orang tua yang mendapat pendidikan yang baik, cenderung menetapkan
pola asuh yang lebih demokratis ataupun permisif dibandingkan dengan orang tua

Universitas Sumatera Utara

yang pendidikannya terbatas. Pendidikan membantu orang tua untuk lebih

memahami kebutuhan anak.
b. Kelas sosial
Orang tua dari kelas sosial menengah cenderung lebih permisif dibanding
dengan dari kelas sosial bawah.
c. Konsep tentang peran orang tua
Tiap orang tua memiliki konsep yang berbeda-beda tentang bagaimana
orang tua seharusnya berperan. Orang tua dengan konsep tradisional cenderung
memilih pola asuh yang ketat dibanding orang tua dengan konsep nontradisional.
d. Kepribadian orang tua
Pemilihan pola asuh dipengaruhi oleh kepribadian orang tua. Orang tua
yang berkepribadian tertutup dan konservativ cenderung akan memperlakukan
anak dengan ketat dan otoriter.

2. Kepribadian
2.1. Defenisi Kepribadian
Kepribadian adalah keseluruhan pola (bentuk) tingkah laku, sifat-sifat,
kebiasaan, kecakapan bentuk tubuh, serta unsur-unsur psiko-fisik lainnya yang
selalu menampakkan diri dalam kehidupan seseorang (Ahmadi, 2005).
Menurut Sugyanto (dalam Pieter & Lubis, 2010) kepribadian merupakan
suatu totalitas ciri-ciri seseorang yang tergambar dalam perilaku dan tak terbatas

pada reaksi orang tersebut. Sifat-sifat atau ciri-ciri tersebut merupakan aspekaspek yang menempel pada diri seseorang dan merupakan referensi yang
membedakan dirinya dengan orang lain.

Universitas Sumatera Utara

Jadi dapat disimpulkan bahwa kepribadian merupakan suatu totalitas ciriciri seseorang yang meliputi sifat-sifat, tingkah laku, kecakapan bentuk tubuh
serta unsur-unsur psiko-fisik lainnya yang melekat pada diri seseorang dan
membedakan dirinya dengan orang lain.
2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepribadian
Kepribadian manusia selalu berkembang dan mengalami perubahanperubahan menurut usianya. Namun, di dalam perkembangan itu akan semakin
terbentuk pola-polanya yang tetap dan khas yang merupakan ciri-ciri yang unik
bagi setiap individu.
Menurut Purwanto (2004) ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan dan kepribadian, yaitu :
a. Faktor biologis
Faktor yang berhubungan dengan keadaan jasmani, atau seringkali pula disebut
faktor fisiologis. Kita mengetahui bahwa keadaan jasmani setiap orang sejak
dilahirkan telah menunjukkan adanya perbedaan-perbedaan. Hal ini dapat dilihat
pada setiap bayi yang baru lahir. Ini menunjukkan bahwa sifat-sifat jasmani yang
ada pada setiap orang ada yang diperoleh dari keturunan, dan ada pula yang

merupakan pembawaan anak itu masing-masing. Keadaan fisik/konstitusi tubuh
yang berlainan itu menyebabkan sikap dan sifat-sifat yang berbeda-beda pula.
Keadaan fisik, baik yang berasal dari keturunan maupun yang merupakan
pembawaan yang dibawa sejak lahir itu memainkan peranan yang penting pada
kepribadian seseorang, tidak ada yang mengingkarinya. Namun demekian, itu
hanya merupakan salah satu faktor saja. Kita mengetahui bahwa dalam

Universitas Sumatera Utara

perkembangan dan pembentukan kepribadian selanjutnya faktor-faktor lain
terutama faktor lingkungan dan pendidikan tidak dapat diabaikan.
b. Faktor sosial
Faktor sosial yang dimaksud adalah masyarakat; yakni manusia–manusia lain di
sekitar individu yang mempengaruhi individu yang bersangkutan. Termasuk ke
dalam faktor sosial ini juga tradisi-tradisi, adat-istiadat, peraturan-peraturan,
bahasa, dan sebagainya yang berlaku dalam masyarakat.
Sejak dilahirkan, anak telah mulai bergaul dengan orang-orang di sekitarnya.
Pertama-tama dengan keluarganya (terutama ibu dan ayahnya) kemudian dengan
anggota keluarga lainnya, seperti: kakak, adik, dan pembantu rumah tangga.
Dalam perkembangan anak pada masa bayi dan kanak-kanak, peranan keluarga,

terutama ibu dan ayah sangat penting karena menentukan bagi pembentukan
kepribadian anak selanjutnya. Demikian pula tradisi, adat-istiadat dan kebiasaankebiasaan yang berlaku dalam keluarga itu.
Keadaan dan suasana keluarga yang berlain-lainan, memberikan pengaruh yang
bermacam-macam pula terhadap perkembangan pribadi anak. Keluarga yang
besar (banyak anggota keluarganya) berbeda pengaruhnya daripada keluarga yang
kecil. Keluarga yang berpendidikan lain pula pengaruhnya dengan keluarga yang
kurang berpendidikan. Demikian pula halnya dengan keluarga yang kaya dan
keluarga yang miskin.
Suasana keluarga yang dimaksud adalah bagaimana interrelasi antara anggotaanggota keluarga. Ada keluarga yang selalu diliputi ketenteraman dan kemesraan,
ada pula keluarga yang selalu diliputi suasana permusuhan, perselisihan-

Universitas Sumatera Utara

perselisihan dan kericuhan, sehingga tidak ada keharmonisan. Suasana keluarga
seperti itu dipengaruhi oleh utuh atau tidaknya keluarga itu.
Pengaruh lingkungan keluarga terhadap perkembangan anak sejak kecil adalah
sangat mendalam dan menentukan perkembangan pribadi anak selanjutnya. Hal
ini disebabkan karena pengaruh itu merupakan pengalaman yang pertama-tama,
pengaruh yang diterima anak masih terbatas jumlah dan luasnya, intensitas
pengaruh tinggi karena berlangsung terus-menerus siang dan malam, umumnya

pengaruh itu diterima dalam suasana aman serta bersifat intim dan bernada
emosional.
Semakin besar/banyak anggota keluarga, makin kompleks pula sifat interaksi
personal yang diterima anak sebagai anggota keluarga. Semakin besar anak itu,
pengaruh yang diterima anak dari lingkungan sosialnya semakin besar dan
meluas. Dari lingkungan keluarga meluas kepada anggota-anggota keluarga yang
lain, tamu-tamu yang datang ke rumah, teman-teman sepermainan, tetanggatetangga, lingkungan kampung/desa, kota, dan seterusnya. Setelah anak
bersekolah juga akan memperoleh yang khusus dari lingkungan sekolahnya,
seperti: guru-guru, teman-teman, peraturan-peraturan yang berlaku di sekolah.
Maka dapat disimpulkan bahwa faktor sosial memiliki pengaruh yang besar
terhadap pergaulan dan kehidupan serta perkembangan dan pembentukan
kepribadian anak.
c. Faktor kebudayaan
Suatu kebudayaan tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat. Kebudayaan
yang

dimiliki

setiap

daerah/negara

berbeda-beda.

Perkembangan

dan

Universitas Sumatera Utara

pembentukan kepribadian pada diri masing-masing individu tidak dapat
dipisahakan dari kebudayaan masyarakat tempat individu yang bersangkutan
dibesarkan.
Beberapa aspek kebudayaan yang sangat mempengaruhi perkembangan dan
pembentukan kepribadian, antara lain :
Nilai – nilai ( Values )
Di dalam setiap kebudayaan terdapat nilai-nilai hidup yang dijunjung tinggi oleh
manusia-manusia yang hidup dalam kebudayaan itu. Mentaati dan mematuhi
nilai-nilai yang hidup di dalam kebudayaan menjadi kewajiban bagi setiap
anggota masyarakat kebudayaan itu. Agar diterima sebagai anggota suatu
masyarakat, harus memiliki kepribadian yang selaras dengan kebudayaan yang
berlaku dalam masyarakat. Nilai-nilai hidup yang berlaku di masyarakat sangat
erat hubungannya dengan kepercayaan agama, adat istiadat, kebiasaan dan tradisi
yang dianut oleh masyarakat tersebut.
Adat dan Tradisi
Di setiap daerah terdapat adat dan tradisi yang berlainan. Masing-masing memiliki
ciri-ciri yang khas. Adat dan tradisi yang berlaku di suatu daerah menentukan
nilai-nilai yang harus ditati oleh anggota-anggotanya dan cara-cara bertindak serta
bertingkah laku individunya.
Pengetahuan dan Keterampilan
Pengetahuan yang dimiliki seseorang sangat mempengaruhi sikap dan
tindakannya. Setiap orang memiliki pengetahuan dan jenis pengetahuan yang
berbeda-beda. Demikian pula kecakapan dan keterampilan seseorang membuat

Universitas Sumatera Utara

atau mengerjakan sesuatu adalah merupakan bagian dari kebudayaannya. Tinggi
rendahnya pengetahuan dan keterampilan seseorang atau suatu masyarakat
mencerminkan pula tinggi rendahnya kebudayaan dari masyarakat tersebut.
Semakin tinggi kebudayaan suatu masyarakat maka semakin berkembang pula
sikap hidup dan cara-cara kehidupan individunya.
Bahasa
Disamping faktor-faktor kebudayaan yang telah diuraikan di atas, bahasa juga
merupakan salah satu faktor yang turut menentukan ciri-ciri khas dari suatu
kebudayaan. Sangat erat hubungannya antara bahasa dengan kepribadian manusia
yang memiliki bahasa itu. Hal tersebut dikarenakan bahasa merupakan alat
komunikasi antara individu yang sangat penting dan alat berpikir bagi manusia.
Dengan demikian jelas bahwa cara-cara hidup bermasyarakat, sebagian besar
dipengaruhi oleh bahasa yang dimiliki dan bahasa yang berlaku dalam masyarakat
tersebut.
Di setiap belahan dunia manapun, bahasa berkembang sejajar dengan
perkembangan kebudayaan masyarakatnya. Jelaslah bahwa bahasa merupakan
faktor kebudayaan yang sangat penting, dan turut mempengaruhi dan bahkan
menentukan kepribadian seseorang.
Milik Kebendaan
Milik yang berupa benda-benda yang dipunyai serta dipergunakan oleh manusia,
termasuk juga ke dalam kebudayaan. Alat-alat transportasi, alat-alat komunikasi,
dan macam-macam produksi semua termasuk ke dalam pengertian kebudayaan.

Universitas Sumatera Utara

Milik kebendaan lain yang termasuk juga ke dalam kebudayaan adalah milik yang
berupa/berbentuk kekayaan dan kemakmuran.
Semakin maju kebudayaan suatu masyarakat/bangsa, semakin maju dan modern
pula alat-alat yang dipergunakan bagi keperluan hidupnya. Hal itu semua sangat
mempengaruhi kepribadian manusia yang memiliki kebudayaan itu.
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa betapa erat hubungannya antara kebudayaan
dan kepribadian. Kepribadian seseorang tidak dapat diukur atau dinilai, tanpa
menyelidiki latar belakang kebudayaannya.

2.3. Tipe Kepribadian
Ada 4 tipe kepribadian yang diperkenalkan oleh Hippocrates (460-370
Sebelum Masehi). Hippocrates membahas kepribadian manusia berdasarkan titik
tolak konstitusional. Terpengaruh oleh kosmologi Empedokles, yang menganggap
bahwa alam semesta beserta isinya ini tersusun dari empat unsur dasar, yaitu:
tanah, air, udara, dan api. Dengan sifat-sifat yang didukungnya yaitu: kering,
basah, dingin, dan panas, maka Hippocrates berpendapat bahwa dalam diri
seseorang terdapat empat macam sifat tersebut yang didukung oleh keadaan
konstitusional yang berupa cairan-cairan yang ada dalam tubuh orang tersebut,
yaitu:
a. Sifat kering terdapat dalam chole (empedu kuning),
b. Sifat basah terdapat dalam melanchole (empedu hitam),
c. Sifat dingin terdapat dalam phlegma (lendar), dan
d. Sifat panas terdapat dalam sanguis (darah).

Universitas Sumatera Utara

Kemudian Galenus menyempurnakan ajaran Hippocrates tersebut, dan
membeda-bedakan kepribadian manusia atas dasar keadaan proporsi campuran
cairan-cairan tersebut. Galenus mengemukakan bahwa cairan-cairan tersebut ada
dalam tubuh manusia secara teoritis dalam proporsi tertentu. Kalau suatu cairan
yang ada dalam tubuh itu melebihi proporsi yang seharusnya (dominan), maka
akan mengakibatkan adanya sifat-sifat kejiwaan yang khas (Suryabrata, 1995).
Ajaran Hippocrates-Galenus tentang tipe kepribadian manusia kemudian
dikembangkan oleh Florence Littauer dalam bukunya yang berjudul Personality
Plus. Florence Littauer menjelaskan lebih rinci masing-masing tipe kepribadian
tersebut. Seorang sanguinis memiliki sifat ekstrovert, membicara, dan optimis.
Dari segi emosi, seorang sanguinis memiliki kepribadian yang menarik, suka
berbicara, pandai menghidupkan pesta, berhati tulus, memiliki rasa humor yang
hebat, ingatan kuat untuk warna, secara fisik memukau pendengar, emosional dan
demonstratif, antusias dan ekspresif, periang dan penuh semangat, penuh rasa
ingin tahu, baik di panggung, lugu dan polos, hidup di masa sekarang, mudah
diubah, dan selalu kekanak-kanakan. Dalam hal pekerjaan, seorang sangunis
memiliki sifat yang sukarelawan untuk tugas, memikirkan kegiatan baru, tampak
hebat di permukaan, kreatif dan inovatif, mempunyai energi dan antusiasme,
memulai dengan cara cemerlang, mengilhami orang lain untuk ikut, dan
mempesona orang lain untuk bekerja. Sosok sanguinis sebagai teman memiliki
sifat mudah berteman, mencintai orang lain, suka dipuji, tampak menyenangkan,
dicemburui orang lain, bukan pendendam, cepat minta maaf, mencegah saat
membosankan, dan suka kegiatan spontan.

Universitas Sumatera Utara

Kelemahan seorang sangunis, yaitu suka pamer, terlalu banyak bicara,
tidak disiplin, pelupa, senang menceritakan kejadian berulang kali, suka
memotong pembicaraan orang, tidak konsisten, kurang bijaksana, terlalu bersuara,
tidak dewasa (Littauer, 1996)
Seorang melankolis adalah sosok yang memiliki sifat introvert, pemikir,
dan pesimis. Kekuatan seorang melankolis dari segi emosi, yaitu penuh pikiran,
analitis, serius dan tekun, cenderung jenius, berbakat dan kreatif, artistik atau
musikal, filosofis dan puitis, menghargai keindahan, perasa terhadap orang lain,
suka berkorban, penuh kesadaran, dan idealis. Dari segi pekerjaan, seorang
sanguinis memiliki sifat perfeksionis, standar tinggi, berorientasi pada jadwal,
sadar perincian, gigih dan cermat, tertib dan terorganisasi, teratur dan rapi,
ekonomis, melihat masalah, mendapat pemecahan kreatif, perlu menyelesaikan
apa yang dimulai, suka diagram, grfik, bagan, dan daftar. Dalam hal sosialisasi
seorang melankolis mempunyai sifat berhati-hati dalam berteman, puas tinggal di
latar belakang, menghindari perhatian, setia dan berbakti, mau mendengarkan
keluhan, bisa memecahkan masalah orang lain, sangat memperhatikan orang lain,
terharu oleh air mata penuh belas kasihan, dan mencari teman hidup yang ideal
(Littauer, 1996).
Kelemahan sosok melankolis adalah suka menghindari perhatian karena
rasa malu, sulit memaafkan, pendendam, mudah tersinggung, terlalu introspektif,
mudah tertekan, sering merasa sedih atau kurang kepercayaan, dan punya citra diri
rendah (Littauer, 1996).

Universitas Sumatera Utara

Sifat dasar yang dimiliki oleh seorang koleris, yaitu ekstrovert, dan
optimis. Dalam hal emosi sosok koleris memiliki sifat yang tidak emosional
dalam bertindak, berbakat pemimpin, dinamis dan aktif, sangat memerlukan
perubahan, harus memperbaiki kesalahan, berkemauan kuat dan tegas, tidak
mudah patah semangat, bebas dan mandiri, memancarkan keyakinan, dan bisa
menjalankan apa saja. Dari segi pekerjaan, koleris bersifat berorientasi pada
target, melihat seluruh gambaran, terorganisasi dengan baik, mencari pemecahan
praktis, bergerak cepat untuk bertindak, mendelegasikan pekerjaan, menekankan
pada hasil, membuat target, merangsang kegiatan, dan berkembang karena
saingan. Sifat yang dimiliki seorang koleris dalam hal pertemanan, yaitu tidak
terlalu perlu teman, mau bekerja untuk kegiatan, mau memimpin dan
mengorganisasi, biasanya selalu benar, dan unggul dalam keadaan darurat.
Kelemahan

seseorang

koleris,

yaitu

bersifat

suka

memerintah,

mendominasi, sulit memahami perasaan orang lain, sulit memperlihatkan kasih
sayang secara terbuka, menganggap dirinya paling benar, keras kepala, dan tidak
bisa menerima pandangan orang lain (Littauer, 1996)
Phlegmatis mempunyai sifat dasar yang introvert, pengamat, dan pesimis.
Dari segi emosi, sosok phlegmatis pandai menyembunyikan emosinya, memiliki
kepribadian rendah hati, mudah bergaul dan santai, diam, tenang, dan mampu,
sabar, baik keseimbangannya, hidup konsisten, tenang tetapi cerdas, simpatik dan
baik hati, bahagia menerima kehidupan, dan serba guna. Dalam hal pekerjaan,
seorang phlegmatis adalah sosok yang cakap dan mantap, damai dan mudah
sepakat,

punya

kemampuan

administratif,

menjadi

penengah

masalah,

Universitas Sumatera Utara

menghindari konflik, baik di bawah tekanan, dan pandai menemukan cara yang
mudah. Dalam bersosialisasi sosok phlegmatis bersifat menyenangkan, mudah
diajak bergaul, tidak suka menyinggung, pendengar yang baik, selera humor yang
menggigit, suka mengawasi orang, mempunyai banyak teman, dan mempunyai
rasa belas kasihan serta perhatian.
Kelemahan yang ada pada diri seorang phlegmatis, yaitu jarang
memperlihatkan emosi atau ekspresinya, cenderung tidak bergairah, sering
mengalami perasaan khawatir, gelisah, sedih, memiliki sifat tidak peduli, lambat
dalam bertindak dan berfikir, serta kurang memiliki keyakinan (Littauer, 1996)
2.4. Tahap-tahap perkembangan Kepribadian
Pandangan Allport (dalam Pieter & Lubis, 2010) mengenai perkembangan
kepribadian manusia disesuaikan dengan perubahan perkembangannya, yaitu :
a. Kanak-kanak
Dimulai dari masa neonatus, di mana merupakan awal dari perkembangan
kepribadian anak, seperti gerakan-gerakan refleks yang masih belum
terdiferensiasi. Pada masa ini, anak telah mampu memberikan reaksi ekspresi
emosi yang cenderung menetap dan akan berlanjut pada masa-masa berikutnya.
b. Transformasi Kanak-kanak
Perubahan dan perkembangan kepribadian manusia akan terlihat dari
diferensiasi, integrasi, pematangan, belajar, kesadaran, harga diri, kompensasi,
mekanisme psikoanalitis, extension self, insting, humor, dan pandangan hidup.
c. Masa Dewasa

Universitas Sumatera Utara

Pada orang dewasa faktor yang terpenting dalam menentukan tingkah laku dan
kepribadian adalah sifat-sifat (traits) yang terorganisasi dan selaras. Sifat-sifat
ini timbul dalam berbagai cara dan kelengkapannya yang telah diperolehnya
sejak masa neonatus.
Menurut Allport (dalam Pieter & Lubis, 2010) orang dikatakan telah dewasa
kepribadian apabila memiliki:
a. Memiliki extension self, yaitu kehidupannya tidak sepenuhnya terikat
pada kebutuhan-kebutuhan yang langsung, namun ada proyeksi ke
masa depan (planning and hoping)
b. Self objection, yaitu kemampuan memiliki insight dan humor. Insight
adalah kecakapan seseorang untuk mengenal dirinya. Humor adalah
kecakapan dalam mendapatkan kesenangan, mempertahankan diri pada
objek-objek yang disenangi dan dapat menyadari ketidakselarasan.
c. Filsafat hidup, yaitu latar belakang yang mendasari segala sesuatu yang
dikerjakan yang dapat memberikan arti dan tujuan.
2.5. Konsistensi Kepribadian
Asumsi dasar sebagian besar teori-teori kepribadian adalah bahwa individu
menampilkan perilaku secara konsisten dari satu situasi ke situasi lain sepanjang
waktu. Teori trait berasumsi bahwa trait kepribadian dasar tertentu menentukan
karakteristik seseorang dalam berbagai situasi dari hari ke hari dan sampai tahap
tertentu selama hidup. Dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Block
tentang individu (1971) yaitu, adanya konsistensi karakteristik kepribadian yang
cukup tinggi. Meskipun beberapa individu menunjukkan karakteristik yang cukup

Universitas Sumatera Utara

stabil selama hidupnya, namun individu yang lain memperlihatkan perubahan
kepribadian yang cukup dramatis. Hal tersebut dikarenakan dalam proses
sosialisasi, individu dihadapkan pada konflik antara usaha mempertahankan
identitas dan usaha mengembangkan potensi diri (menjajaki peranan dan perilaku
baru). Pada umumnya, orang yang mengalami perubahan adalah mereka yang
masa remajanya ditandai dengan konflik dan ketegangan, baik dalam diri mereka
sendiri maupun dalam hubungannya dengan nilai masyarakat (Atkinson, 1999).
Teori psikoanalisis juga mengasumsikan konsistensi yaitu konflik pada
masa anak yang tidak terpecahkan, akan mengarah pada sejumlah karakteristik
kepribadian yang akan menjadi ciri orang itu sepanjang hidupnya. Konsistensi
dalam pikiran dan perilaku merupakan hal penting untuk kesehatan mental.
Hilangnya perasaan konsisten merupakan karakteristik kekacauan kepribadian
(Atkinson, 1999).

Universitas Sumatera Utara