Analisis Hubungan Gaya Kepemimpinan, Budaya Organisasi Dan Kepuasan Kerja Terhadap Tingkat Turnover Karyawan Studi Empiris: PT AXA Mandiri Financial Service (Regional 1 Kota Medan)

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Teori Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan di setiap perusahaan tidak selamanya sama. Seorang
pemimpin terkadang memiliki masalah yang kompleks terhadap karyawan
didalam perusahaan karna gaya kepemimpinannya yang cenderung tidak
mendapat respon positif dari karyawannya. Tidak bisa dipungkiri setiap individu
manusia memiliki kelebihan dan kekurangan dalam memimpin. Menurut Sujak
(2000) kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi, menggerakkan, dan
mengarahkan suatu tindakan pada diri seseorang atau sekelompok orang, untuk
mencapai tujuan tertentu pada situasi tertentu.
Gibson, James L (2000) menerangkan bahwa kepemimpinan adalah
konsep yang lebih sempit daripada manajemen. Manajer dalam organisasi formal
bertanggung jawab dan dipercaya dalam melaksanakan fungsi manajemen.
Pemimpin kadang terdapat pada kelompok informal, sehingga tidak selalu
bertanggung jawab atas fungsi-fungsi manajemen. Seorang manajer yang ingin
berhasil maka dituntut untuk memiliki kepemimpinan yang efektif.
Bagaimana usaha seorang pemimpin untuk mempengaruhi orang lain atau
agar bawahan mengikuti apa yang diperintahkan akan sangat tergantung dari
gaya kepemimpinan yang digunakan. Namun demikian, tidak


ada

gaya

kepemimpinan yang efektif berlaku umum untuk segala situasi (Gibson, James L,
2000). Kepemimpinan dapat dikelompokkan menjadi tiga macam pendekatan
(Handoko, 2001), yaitu:
8
Universitas Sumatera Utara

1.

Pendekatan sifat-sifat (traits) yang berdasar pada kualitas yang diperlukan
untuk menjadi pimpinan.

2.

Pendekatan mempelajari perilaku (behaviors) yang diperlukan untuk mejadi
seorang pemimpin yang efektif.


3.

Pendekatan situasional (contigency) yang berdasar pada faktor-faktor
situasional, untuk menentukan seberapa besar efektifitas situasi gaya
kepemimpinan tertentu.
Pendekatan dasar terhadap kepemimpinan dapat dikelompokkan menjadi

dua, yaitu :
1.

Pendekatan sifat (Trait Approach).
Stodgill menyampaikan lima macam pendekatan sifat kepemimpinan
seseorang, yaitu :
• Sifat fisik : tinggi, besar, kesehatan, penampilan fisik, dan lain-lain.
• Sifat intelegensia dan kemampuan : kemampuan untuk mempersatukan,
berpikir konseptual, pembuatan rencana, dan lain-lain.
• Kepribadian : toleransi untuk berbuat baik terhadap orang lain.
• Hubungan dengan tugasnya : hasil kegiatan, inisiatif, dorongan dan lainlain.
• Sifat


sosial:

kerjasama,

kemampuan

administrasi,

keterampilan

interpersonal, dan lain-lain.
2. Pendekatan penggunaan wewenang.
Berdasarkan pendekatan ini, terdapat 3 macam kategori pemimpin, yaitu :
a.

Pemimpin yang Otokratis. Pemimpin ini bersifat memerintah secara
mutlak, menekan bawahan dan tidak memberikan kesempatan kepada

9

Universitas Sumatera Utara

bawahan untuk mengemukakan pendapat dan saran.
b.

Pemimpin yang tidak perduli. Pemimpin ini bersifat tidak perduli
terhadap tanggung jawab dan kewajibannya sebagai atasan dan
cenderung tidak memperhatikan bawahan dan kinerja karyawan.

c.

Pemimpin yang Demokratis. Pemimpin ini memiliki sifat perduli
terhadap karyawan, menerima aspirasi karyawan baik individu maupun
kelompok sebagai sarana penunjang untuk membangun sikap positif
kepemimpinan (Syamsi, 2006)
Rivai (2004) mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah proses

mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas-aktivitas yang ada hubungannya
dengan pekerjaan para anggota kelompok. Rivai juga mengemukakan bahwa
kepemimpinan mempengaruhi interpretasi mengenai peristiwa-peristiwa para

pengikutnya, pengorganisasian dan aktivitas-aktivitas untuk mencapai sasaran,
memelihara hubungan kerja sama dan kerja kelompok, perolehan dukungan dan
kerja sama dari orang-orang diluar kelompok atau organisasi. Ada tiga implikasi
penting yang terkandung dalam hal ini diantaranya adalah :
1.

Kepemimpinan itu melibatkan orang lain baik itu bawahan maupun
pengikut.

2.

Kepeminpinan melibatkan pendistribusian kekuasaan antara pemimpin
dan anggota kelompok secara seimbang, karena anggota kelompok bukanlah
tanpa daya.

3.

Adanya

kemampuan


untuk

menggunakan

bentuk kekuasaan

yang

berbeda untuk mempengaruhi tingkah laku pengikutnya melalui berbagai
cara.

10
Universitas Sumatera Utara

Menurut Thoha (2001), pemimpin yang efektif dalam menerapkan gaya
tertentu dalam kepemimpinannya terlebih dahulu harus memahami siapa bawahan
yang dipimpinnya,mengerti kekuatan dan kelemahan bawahannya, dan mengerti
bagaimana cara memanfaatkan kekuatan bawahan untuk mengimbangi kelemahan
yang mereka miliki. Istilah gaya adalah cara yang dipergunakan pimpinan

dalam mempengaruhi para pengikutnya.
Siagian (2007) berpendapat bahwa peranan para pemimpin dalam
organisasi sangat sentral dalam pencapaian tujuan dari berbagai sasaran yang
ditetapkan sebelumnya. Siagian juga mengatakan bahwa perilaku kepemimpinan
memiliki kecenderungan kepada dua hal yaitu konsiderasi (hubungan dengan
bawahan)

dan

struktur

inisiasi

(hasil

yang

dicapai).

Kecenderungan


kepemimpinan menggambarkan hubungan yang akrab dengan bawahan misalnya
bersikap ramah, membantu dan membela kepentingan bawahan, bersedia
menerima konsultasi bawahan dan memberikan kesejahteraan.
Kepemimpinan merupakan kemampuan untuk mempengaruhi

suatu

kelompok ke arah tercapainya suatu tujuan. Definisi kepemimpinan secara luas
meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi
perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki
kelompok dan budayanya (Robbins, 2006).

2.2 Teori Budaya Organisasi
Dalam

kehidupan

sehari-hari


seseorang

tidak

akan

terlepas

dari

lingkungannya. Kepribadian seseorang akan dibentuk pula oleh lingkungannya. Agar
kepribadian tersebut mengarah kepada sikap dan perilaku yang positif tentunya harus

11
Universitas Sumatera Utara

didukung oleh suatu norma yang diakui kebenarannya dan dipatuhi sebagai pedoman
dalam bertindak. Ada begitu banyak definisi mengenai budaya yang pada
hakekatnya tidak jauh berbeda antara satu ahli dengan ahli lainnya.
Pada dasarnya manusia atau seseorang yang berada dalam kehidupan

organisasi berusaha untuk menentukan dan membentuk sesuatu yang dapat
mengakomodasi kepentingan semua pihak, agar dalam menjalankan aktivitasnya tidak
berbenturan dengan berbagai sikap dan perilaku dari masing- masing individu. Hal
yang dimaksud adalah budaya dimana individu berada, seperti nilai, keyakinan,
anggapan, harapan dan sebagainya.
Setiap organisasi baik itu swasta maupun pemerintah akan berupaya dan
berorientasi pada tujuan jangka panjang yaitu berkembangnya organisasi yang
diindikasikan

dengan

meningkatnya

pendapatan,

sejalan

pula

dengan


meningkatnya kesejahteraan para pegawainya. Namun prakteknya untuk
mencapai tujuan organisasi sering menghadapi kendala, yang salah satu
faktornya adalah ketidakpuasan kerja dari para pegawainya. Sebagai akibatnya
dapat berpengaruh kepada kinerja pegawai maupun kinerja organisasi secara
keseluruhan.
Robbins (2003) menyatakan bahwa terdapat tiga kekuatan yang
merupakan bagian yang sangat penting dalam mempertahankan suatu budaya,
yaitu :
1.

Praktik Seleksi
Tujuan

utama

mempekerjakan

dari

proses

seleksi

individu-individu

adalah

yang

mengidentifikasi

mempunyai

dan

pengetahuan,

keterampilan dan kemampuan untuk melakukan pekerjaan dengan sukses

12
Universitas Sumatera Utara

di dalam suatu organisasi. Proses seleksi memberikan informasi kepada
para pelamar mengenai organisasi itu. Para calon belajar mengenai
organisasi yang akan dimasuki, dan jika mereka merasakan suatu konflik
antara nilai mereka dengan nilai organisasi maka mereka dapat menyeleksi
diri keluar dari kumpulan pelamar. Oleh karena itu, seleksi menjadi jalan
dua arah dengan memungkinkan pemberi kerja atau pelamar untuk
memutuskan kehendak hati mereka jika terdapat kecocokan. Dengan cara
ini proses seleksi mendukung suatu budaya organisasi dengan menyeleksi
keluar individu-individu yang mungkin menyerang atau menghancurkan
nilai-nilai intinya.
2.

Manajemen Puncak
Tindakan manajemen puncak juga mempunyai dampak besar pada budaya
organisasi. Lewat apa yang mereka katakan dan bagaimana mereka
berperilaku, eksekutif senior menegakkan norma-norma yang mengalir
kebawah sepanjang organisasi, misalnya apakah pengambilan resiko yang
diinginkan, berapa banyak kebebasan seharusnya diberikan oleh para
manajer kepada bawahan mereka, pakaian apakah yang pantas dan
tindakan apakah yang akan dihargai dalam kenaikan upah, promosi dan
ganjaran lain.

3.

Sosialisasi
Tidak peduli betapa baik yang telah dilakukan suatu organisasi dalam
perekrutan dan seleksi, karyawan baru tidak sepenuhnya diindoktrinasi
dalam budaya organisasi itu. Yang paling penting apakah para karyawan
baru tersebut mengenal baik budaya organisasi tersebut atau tidak.

13
Universitas Sumatera Utara

Brahmasari (2004) mengemukakan bahwa budaya perusahaan (corporate
culture) merupakan aplikasi dari budaya organisasi (organizational culture) terhadap
badan usaha atau perusahaan. Kedua istilah ini sering dipergunakan untuk maksud
yang sama secara bergantian. Budaya organisasi sebagai suatu konsep dapat menjadi
suatu sarana untuk mengukur kesesuaian dari tujuan organisasi, strategi dan organisasi
tugas, serta dampak yang dihasilkan. Tanpa ukuran yang valid dan reliabel dari aspek
kritis budaya organisasi, maka pernyataan tentang dampak budaya pada kinerja
akan terus berdasarkan pada spekulasi, observasi personal dan studi kasus.
Menurut Koesmono (2005), bahwa budaya dapat didefinisikan sebagai
berbagai interaksi dari ciri-ciri kebiasaan yang mempengaruhi kelompok- kelompok
orang dalam lingkungannya. Sedangkan Tika (2006) berpendapat bahwa dalam
pembentukan budaya organisasi ada dua hal penting yang harus diperhatikan yaitu
unsur-unsur pembentuk budaya organisasi dan proses pembentukan budaya organisasi
itu sendiri.
Schein dalam Darma (2004) menyatakan bahwa budaya organisasi dapat
diartikan sebagai pola asumsi dasar yang ditemukan, diteliti atau dikembangkan
oleh berbagai kelompok yang ada dalam organisasi. Definisi Schein ini
mengilutrasikan bahwa budaya mencakup asumsi dasar yang dipelajari oleh
anggota organiasi yang kemudian dikembangkan di dalam organisasi tersebut.
Robbins (2003) menyatakan bahwa budaya merupakan suatu sistem makna
bersama yang dianut oleh anggota–anggota organisasi yang membedakan
organisasi itu dari organisasi–organisasi lain. Ada beberapa

manfaat

budaya

organisasi dikemukakan oleh Robbins, sebagai berikut:

14
Universitas Sumatera Utara

1.

Budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas. Artinya budaya
menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain.

2.

Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota–anggota organisasi.
Dengan budaya organisasi yang kuat, anggota organisasi akan memiliki
identitas yang merupakan ciri khas organisasi.

3.

Mementingkan tujuan bersama daripada mengutamakan kepentingan
individu. Nilai–nilai yang sudah disepakati bersama, akan dijadikan tolak
ukur tindakan dari setiap individu, dan akan mengesampingkan kepentingan
sendiri.

4.

Menjaga stabilitas organisasi. Kesatuan komponen–komponen organisasi
yang direkatkan oleh pemahaman budaya yang sama akan membuat
kondisi organisasi relatif stabil.
Keempat fungsi tersebut menunjukkan bahwa budaya organisasi dapat

membentuk perilaku dan tindakan karyawan dalam menjalankan aktivitasnya
di dalam organisasi, sehingga nilai–nilai yang ada dalam budaya organisasi
perlu ditanamkan sejak dini pada setiap individu. Menurut Robbins (2008) ada
sepuluh karakteristik utama yang menjadi ciri budaya organisasi, antara lain:
1.

Inisiatif individu, merupakan tingkat tanggung jawab, kebebasan dan
indipendensi yang dipunyai oleh individu.

2.

Toleransi terhadap tindakan berisiko, yaitu sejauh mana para anggota
organisasi dianjurkan untuk bertindak agresif dan inovatif dalam mengambil
risiko.

3.

Arah, yaitu sejauh mana organisasi tersebut menciptakan dengan jelas
sasaran dan harapan mengenai prestasi.

15
Universitas Sumatera Utara

4.

Integrasi, yaitu sejauh mana unit-unit dalam organisasi didorong untuk
bekerja dengan cara yang terkoordinasi.

5.

Dukungan dari manajemen, yaitu sejauh mana tingkat para pemimpin
memberikan komunikasi yang jelas, bantuan serta dukungan terhadap
bawahannya.

6.

Kontrol, merupakan jumlah pengaturan dan pengawasan langsung yang
dipakai untuk mengevaluasi dan mengendalikan perilaku anggota organisasi.

7.

Identitas, yaitu sejauh mana tingkatan para anggota mengidentifikasikan
dirinya secara keseluruhan dengan organisasinya dari pada dengan
kelompok kerja tertentu/dengan keahlian profesinya.

8.

Sistem imbalan, yaitu sejauh mana tingkat alokasi imbalan (kenaikan
gaji atau promosi jabatan) didasarkan atas kriteria prestasi sebagai
kebutuhan senioritas.

9.

Toleransi terhadap konflik, yaitu sejauh mana tingkat para anggota
organisasi didorong untuk mengemukakan konflik dan kritik secara terbuka.

10. Pola komunikasi, yaitu sejauh mana komunikasi organisasi dibatasi oleh
hirarki kewenangan yang formal.

2.3. Teori Kepuasan Kerja
Robbins (2003) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai sikap umum
individu pada pekerjaannya, selisih antara banyaknya ganjaran yang diterima
seorang pekerja dengan banyaknya yang pekerja yakini seharusnya diterima.
Sementara Luthans (2006), berpendapat bahwa kepuasan kerja adalah
ungkapan kepuasan karyawan tentang bagaimana pekerjaan mereka dapat

16
Universitas Sumatera Utara

memberikan manfaat bagi organisasi, yang berarti apa yang diperoleh dalam
bekerja sudah memenuhi apa yang dianggap penting.
Ada 3 dimensi tentang kepuasan kerja menurut Luthans (2006) adalah
sebagai berikut :
a. Kepuasan kerja adalah merupakan suatu emosi yang merupakan respon
terhadap situasi kerja sehingga kepuasan kerja tidak dapat dilihat namun bisa
dirasakan dan akan tercermin dalam sikap.
b. Kepuasaan kerja dalam hasil yang sesuai atau bahkan melebihi yang
diharapkan, seperti seseorang yang bekerja sebaik yang mampu dilakukan dan
bersikap mendapat imbalan yang sepadan.
c. Kepuasan kerja biasanya dinyatakan dalam sikap, seperti semakin loyal dalam
perusahaan, bekerja dengan baik, berdedikasi tinggi pada perusahaan, tertib
dan mematuhi peraturan dan sikap lain yang bersifat positif.
Menurut Rivai (2006) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan
kerja karyawan pada dasarnya secara praktis dapat dibedakan menjadi dua
kelompok yaitu:


Faktor Intrinsik.
Faktor intrinsik merupakan faktor yang berasal dari diri karyawan dan
dibawa oleh setiap karyawan sejak mulai bekerja ditempat pekerjaannya.



Faktor Ekstrinsik.
Faktor ekstrinsik ini menyangkut hal-hal yang berasal dari luar diri
karyawan, antara lain kondisi fisik, lingkungan kerja, interkasi dengan
karyawan lain, sistem penggajian, dan lain sebagainya.

17
Universitas Sumatera Utara

Hasibuan (2003) mengemukakan bahwa kepuasan kerja dipengaruhi oleh
beberapa faktor sebagai berikut :
1. Balas jasa yang adil dan layak.
2. Penempatan yang tepat dan sesuai dengan keahlian.
3. Suasana dan lingkungan pekerjaan.
4. Berat ringannya pekerjaan.
5. Peralatan yang menunjang.
6. Sikap pemimpin dalam kepemimpinannya.

2.4. Teori Turnover Karyawan
Cascio (2003) mendefinisikan turnover sebagai berhentinya hubungan
kerja secara permanen antara perusahaan dengan karyawannya. turnover sebagai
perpisahan antara perusahaan dan pekerja.
Mobley (2011) memberikan batasan turnover sebagai berhentinya individu
dari anggota suatu organisasi dengan disertai pemberian imbalan keuangan oleh
organisasi yang bersangkutan.
Handoko (2001) menyatakan, ”Perputaran (turnover) merupakan tantangan
khusus bagi pengembangan sumber daya manusia. Karena kejadian-kejadian
tersebut tidak dapat diperkirakan, kegiatan-kegiatan pengembangan harus
mempersiapkan setiap saat pengganti karyawan yang keluar. Dilain pihak, dalam
kasus nyata, program pengembangan perusahaan yang sangat baik justru
meningkatkan intensi turnover.
Pemberhentian menurut Robbins (2006) dibedakan menjadi dua tipe yaitu
turnover yang sukarela atau yang diprakarsai karyawan (voluntary turnover), dan

18
Universitas Sumatera Utara

tipe turnover

yang terpaksa atau yang diprakarsai oleh organisasi, ditambah

dengan kematian dan pengunduran diri atas desakan.
Turnover cukup merugikan perusahaan karena banyak biaya yang telah
dikeluarkan seperti uang pisah, ketidak manfaatan fasilitas sampai mendapatkan
karyawan yang keluar, biaya kepegawaian (seperti rekruitmen, interview, test,
pencatatan komputer, kepindahan, administrasi pencatatan, dan perubahan
payroll). Kerugian nyata adalah kehilangan produktifitas sampai karyawan baru
mencapai tingkat produktfitas sama dengan karyawan lama yang berhenti tersebut.
Menurut Harnoto (2002) turnover ditandai oleh berbagai hal yang
menyangkut perilaku karyawan, antara lain absensi yang meningkat, mulai malas
kerja, naiknya keberanian untuk melanggar tata tertib kerja, keberanian untuk
menentang atau protes kepada atasan, maupun keseriusan untuk menyelesaikan
semua tanggung jawab karyawan yang sangat berbeda dari biasanya. Indikasiindikasi tersebut bisa digunakan sebagai acuan untuk memprediksikan terjadinya
turnover karyawan dalam sebuah perusahaan.
a. Absensi yang meningkat
Karyawan yang berkinginan untuk melakukan pindah kerja, biasanya ditandai
dengan absensi yang semakin meningkat. Tingkat tanggung jawab karyawan
dalam fase ini sangat kurang dibandingkan dengan sebelumnya.
b. Mulai malas bekerja
Karyawan yang berkeinginan untuk melakukan pindah kerja, akan lebih malas
bekerja karena orientasi karyawan ini adalah bekerja di tempat lainnya yang
dipandang lebih mampu memenuhi semua keinginan karyawan bersangkutan.

19
Universitas Sumatera Utara

c. Peningkatan terhadap pelanggaran tata tertib kerja
Berbagai pelanggaran terhadap tata tertib dalam lingkungan pekerjaan sering
dilakukan karyawan yang akan melakukan turnover. Karyawan lebih sering
meninggalkan tempat kerja ketika jam-jam kerja berlangsung, maupun
berbagai bentuk pelanggaran lainnya.
d. Peningkatan protes terhadap atasan
Karyawan yang berkeinginan untuk melakukan pindah kerja, lebih sering
melakukan protes terhadap kebijakan-kebijakan perusahaan kepada atasan.
Materi protes yang ditekankan biasanya berhubungan dengan balas jasa atau
aturan lain yang tidak sependapat dengan keinginan karyawan.
e. Perilaku positif yang sangat berbeda dari biasanya
Biasanya hal ini berlaku untuk karyawan yang karakteristik positif. Karyawan
ini mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas yang dibebankan,
dan jika perilaku positif karyawan ini meningkat jauh dan berbeda dari
biasanya justru menunjukkan karyawan ini akan melakukan turnover.

2.5. Hasil Penelitian Terdahulu
Novliadi (2007), melakukan penelitian yang berjudul Intensi Turnover
Karyawan ditinjau dari Budaya Perusahaan dan Kepuasan Kerja. Penelitian ini
bertujuan untuk memberikan penjelasan mengenai hubungan budaya perusahaan
dan kepuasan kerja dengan intensi turnover pada karyawan. Hasil yang diperoleh
yaitu hubungan antara budaya perusahaan dan kepuasan kerja dengan intensi
turnover karyawan bersifat negatif, dimana semakin tinggi tingkat kepuasan kerja
karyawan dan semakin kuat budaya perusahaan maka semakin rendah tingkat

20
Universitas Sumatera Utara

intensi turnover karyawan.
Kadiman dan Andriana (2012), melakukan penelitian yang berjudul
Pengaruh Budaya Organisasi dan komitmen Organisasi dan Kepuasan kerja
terhadap Turnover Intention Karyawan (studi kasus pada PT. Nyonya Meneer
Semarang). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh budaya
organisasi, komitmen organisasi (komitmen efektif, komitmen kontinyu dan
komitmen normatif) kepuasan terhadap intensitas turnover. Sampel ditetapkan
sebanyak 115 orang karyawan. Dari penelitian yang telah dilakukan yang
menunjukkan tabel summary menunjukkan angka koefisien determinasi berganda
(R2) sebesar 0,614. Hal ini berarti sebesar 61,4% dapat dijelaskan oleh variabel
budaya organisasi, komitmen organisasi (komitmen efektif, komitmen kontinyu
dan komitmen normatif) dan kepuasan kerja, dan sisanya sebesar 38,6 dijelaskan
oleh sebab lain diluar variabel yang diteliti.
Malik, (2014) melakukan penelitian yang berjudul pengaruh budaya
organisasi dan loyalitas kerja dengan intensi turnover pada karyawan PT.
Cipaganti heavy equipment samarinda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh loyalitas budaya dan omset niat organisasi yang bekerja dengan
karyawan

PT.

Cipaganti

Heavy

Equipment

Samarinda.

Penelitian

ini

menggunakan sampel dari 71 karyawan yang bekerja di kota atau samarinda. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa (1) ada pengaruh yang signifikan antara budaya
organisasi dan bekerja loyalitas dengan niat omset (F = 80,022, R2 = 0,302, dan
p= 0,000), (2) artefak yang sangat signifikan mempengaruhi budaya organisasi
dengan omset niat (beta = 0,811, t = 12,231, dan p = 0,000), (3) ada pengaruh
yang signifikan antara loyalitas bekerja dengan niat omset (beta = 0,177, t = 2,674,

21
Universitas Sumatera Utara

dan p = 0,009).
Zulaiha (2013), melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh Budaya
Organisasi dan Komitmen Organisasi Terhadap Turnover Karyawan pada PT.
Massindo Sinar Pratama.Tbk Manado. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh budaya dan komitmen organisasi baik secara simultan maupun parsial
terhadap turnover karyawan. Sampel dalam penelitian ini yaitu karyawan
perusahaan PT. Massindo Sinar Pratama sebesar 72 responden. Analisis data yang
digunakan yaitu analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian tersebut
menyatakan bahwa: (1)

Budaya organisasi dan komitmen organisasi secara

simultan berpengaruh secara signifikan terhadap turnover karyawan PT. Massindo
Sinar Pratama Tbk Manado. (2) Budaya organisasi berpengaruh secara signifikan
terhadap turnover karyawan PT, Massindo Sinar Pratama Tbk Manado.
(3) Komitmen organisasi berpengaruh secara signifikan terhadap turnover
karyawan PT. Massindo Sinar Pratama Tbk Manado.

22
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengaruh Budaya Kerja Terhadap Komitmen Kerja Karyawan Pada PT. AXA Mandiri Financial Services Medan.

1 26 58

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN PADA PERUM PERUMNAS REGIONAL I MEDAN.

0 2 33

ANALISIS PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KEPUASAN KERJA Analisis Pengaruh Gaya Kepemimpinan Dan Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Pada Pdam Boyolali.

1 1 14

ANALISIS PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KEPUASAN KERJA Analisis Pengaruh Gaya Kepemimpinan Dan Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Pada Pdam Boyolali.

0 1 15

Analisis Hubungan Gaya Kepemimpinan, Budaya Organisasi Dan Kepuasan Kerja Terhadap Tingkat Turnover Karyawan Studi Empiris: PT AXA Mandiri Financial Service (Regional 1 Kota Medan)

0 0 12

Analisis Hubungan Gaya Kepemimpinan, Budaya Organisasi Dan Kepuasan Kerja Terhadap Tingkat Turnover Karyawan Studi Empiris: PT AXA Mandiri Financial Service (Regional 1 Kota Medan)

0 0 1

Analisis Hubungan Gaya Kepemimpinan, Budaya Organisasi Dan Kepuasan Kerja Terhadap Tingkat Turnover Karyawan Studi Empiris: PT AXA Mandiri Financial Service (Regional 1 Kota Medan)

0 0 7

Analisis Hubungan Gaya Kepemimpinan, Budaya Organisasi Dan Kepuasan Kerja Terhadap Tingkat Turnover Karyawan Studi Empiris: PT AXA Mandiri Financial Service (Regional 1 Kota Medan)

0 1 4

Analisis Hubungan Gaya Kepemimpinan, Budaya Organisasi Dan Kepuasan Kerja Terhadap Tingkat Turnover Karyawan Studi Empiris: PT AXA Mandiri Financial Service (Regional 1 Kota Medan)

0 0 1

Kata kunci: gaya kepemimpinan transformasional, gaya kepemimpinan transaksional, kepuasan kerja 1. PENDAHULUAN - PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DAN TRANSAKSIONAL TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN (STUDI PADA AGEN FINANCIAL CONSULTANT PT. AXA F

0 0 8