Wewenang Badan Koordinasi Penanaman Modal Dalam Pengawasan Terkait Penyimpangan Yang Terjadi Pada Pelaksanaan Perizinan Perusahaan Joint Venture

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Batas nonfisik antar negara pada era globalisasi semakin sulit untuk
dibedakan dan bahkan tanpa batas (borderless state)1. Implikasi dari kehidupan
yang bersatu inilah yang sekarang disebut globalisasi. Dampak dari globalisasi
yang sangat terasa yakni arus informasi begitu cepat sampai di tangan masyarakat.
Jadi tidaklah mengherankan, jika berbagai pihak khususnya di kalangan pebisnis
berlomba memburu informasi, sebab siapa yang mampu menguasai informasi
dengan cepat, maka dialah yang terdepan. Globalisasi menyebabkan arus
transportasi dari satu negara ke negara lain dapat begitu cepat dan mudah di akses
oleh masyarakat. Hal ini semua tentu berkat dukungan teknologi yang terus
digunakan dan dikembangkan oleh para ahlinya. Semakin dekatnya batas antara
suatu negara dengan negara lain berpeluang untuk berinvestasi, terlebih lagi
hampir semua negara dewasa ini membuka diri bagi investor asing sangat2.
Begitu juga dengan negara Indonesia, penanaman modal harus menjadi
bagian dari penyelenggaraan perekonomian nasional dan ditempatkan sebagai
upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan

lapangan kerja, meningkatkan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan,
meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional, mewujudkan
kesejahteraan masyarakat dalam suatu sistem perekonomian yang berdaya asing.

1
2

Sentosa Sembiring, Hukum Investasi, (Bandung : Nuansa Aulia, 2007), hlm.1.
Ibid, hlm. 2.

Universitas Sumatera Utara

2

Tujuan penyelenggaraan penanaman modal hanya dapat tercapai apabila faktor
penunjang yang menghambat iklim penanaman modal dapat diatasi, antara lain
dengan melalui perbaikan koordinasi instansi Pemerintah Pusat dan Daerah,
penciptaan birokrasi yang efisien, kepastian hukum di bidang penanaman modal,
biaya ekonomi yang berdaya saing tinggi, serta iklim usaha yang kondusif di
bidang ketenagakerjaan dan keamanan berusaha. Perbaikan terhadap berbagai

faktor penunjang tersebut, diharapkan realisasi penanaman modal akan membaik
secara signifikan3.
Mengingat akan begitu besarnya peran penanaman modal atau investasi
bagi pembangunan nasional, maka sudah sewajarnya penanaman modal atau
investasi mendapat perhatian khusus dari pemerintah dan menjadi bagian yang
penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional. Sebab dengan adanya
kegiatan penanaman modal atau investasi, Indonesia dapat mengolah segala
potensi ekonomi yang ada menjadi kekuatan ekonomi riil.
Pembangunan instrumen hukum penanaman modal atau investasi di
Indonesia sebenarnya telah berkembang cukup lama dalam kurun waktu lebih
empat puluh tahun, di mana dalam kurun waktu tersebut kegiatan penanaman
modal di Indonesia, baik penanaman modal asing maupun penanaman modal
dalam negeri telah berkembang dan memberikan kontribusi dalam mendukung
pencapaian sasaran pembangunan nasional.
Perkembangan hukum investasi secara langsung di Indonesia dimulai
dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang
3

Udana, Arbitrase Sebagai Penyelesaian Sengketa dalam Penanaman Modal Asing,
www.scribd.com, hlm.2,( di akses tanggal 6 Agustus 2015).


Universitas Sumatera Utara

3

Penanaman Modal Asing (UU PMA) dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968
tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (UU PMDN). Pada saat ini pengaturan
mengenai penanaman modal atau investasi telah diatur dalam sebuah undangundang, yakni Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
(selanjutnya disebut UUPM) yang disahkan pada tanggal 26 April 2007.
Pengaturan penanaman modal yang ada dalam UUPM merupakan hasil
evaluasi terhadap ketentuan penanaman modal yang ada sebelumnya dengan
memperhatikan sikap dan keinginan serta harapan para investor yang ingin
menanamkan modalnya di Indonesia. Pengaturan tersebut tentunya dengan tetap
memperhatikan kepentingan nasional di atas kepentingan para penanam
modal/investor yang bersangkutan.4
Indonesia masih memerlukan adanya transfer of technology dan transfer
of skill yang hanya dapat dicapai melalui masuknya modal asing ke Indonesia.
Keadaan ini diakui sepenuhnya oleh pemerintah, sehingga dalam Ketetapan MPR
Nomor II/MPR/1998 tentang Garis Besar Haluan Negara (GBHN) memberikan
arahan bahwa pembangunan nasional harus dilaksanakan berdasarkan asas

kemandirian yaitu diusahakan dari kemampuan sendiri. Sumber dana dari luar
negeri yang masih diperlukan merupakan pelengkap dengan prinsip peningkatan
kemandirian dalam pelaksanaan pembangunan dan mencegah keterikatan serta
campur tangan asing.5
Penanaman modal dibagi menjadi dua bagian yaitu Penanaman Modal
Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA). Pengertian
4

Asmin Nasution, Transparansi dalam Penanaman Modal (Medan: Pustaka Bangsa Press,
2008), hlm. 1.
5
Jusri Djamal, Aspek-aspek Hukum Penanaman Modal (Jakarta: BKPM, 1981), hlm. 2.

Universitas Sumatera Utara

4

Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sendiri dijabarkan dalam Pasal 1 butir
(2) UUPM yang mengemukakan, penanaman modal dalam negeri adalah suatu
kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik

Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan
menggunakan modal dalam negeri. Modal dalam negeri adalah modal yang
dimiliki oleh negara Republik Indonesia, perseorangan warga negara Indonesia,
atau badan usaha yang berbentuk badan hukum atau tidak berbadan hukum6.
Penanaman modal asing (PMA) dijabarkan dalam Pasal 1 butir (3) UUPM
adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara
Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang
menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan
penanam modal dalam negeri. Pengertian modal asing dalam Pasal 1 butir (8)
UUPM adalah modal yang dimiliki oleh negara asing, perseorangan warga negara
asing, badan usaha asing, badan hukum asing, dan/ badan hukum Indonesia yang
sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing.
Modal asing yang dibawa oleh investor merupakan hal yang sangat
penting sebagai alat untuk mengintegrasikan ekonomi global. Selain itu, kegiatan
investasi akan memberikan dampak positif bagi negara penerima modal, seperti
mendorong pertumbuhan bisnis, adanya bantuan teknologi dari investor baik
dalam bentuk proses produksi maupun teknologi permesinan, dan menciptakan
lapangan kerja.7

6


Sentosa Sembiring, Op.Cit, hlm.134
Muharyanto http://.blogspot.com/2009/04/blog_post.html, hlm. 1, (diakses tanggal 6
Agustus 2015.)
7

Universitas Sumatera Utara

5

Secara teoritis dapat dikemukakan, bahwa kehadiran investor asing di
suatu negara mempunyai manfaat yang cukup luas (multiple effect). Manfaat yang
dimaksud yakni;
a. Kehadiran investor asing dapat menyerap tenaga kerja di negara penerima
modal;
b. Dapat menciptakan demand bagi produk dalam negeri sebagai bahan baku;
c. Menambah devisa apalagi investor asing yang berorientasi ekspor;
d. Dapat menambah penghasilan negara dari sektor pajak;
e. Adanya alih teknologi (transfer og techology) maupun alih pengetahuan
(transfer of know how).

Dilihat dari sudut pandang ini kehadiran investor cukup berperan dalam
pembangunan ekonomi suatu negara8.
Bagi negara-negara berkembang, untuk bisa mendatangkan investor asing
setidak-tidaknya dibutuhkan tiga syarat, yaitu pertama, ada economic opportunity
(investasi mampu memberikan keuntungan secara ekonomis bagi investor);
kedua, political stability (investasi akan sangat dipengaruhi stabilitas politik);
ketiga, legal certainty atau kepastian hukum.9
Faktor kepastian hukum (legal certainty) merupakan faktor yang paling
sering dijadikan dasar pertimbangan utama bagi para investor dalam mengambil
keputusan untuk melakukan kegiatan penanaman modal atau investasi di suatu
negara. Hal ini dikarenakan investor mempunyai kepentingan serta tujuan dalam

8
9

Sentosa Sembiring, Op.Cit, hlm.134.
Hendrik Budi Untung, Hukum Investasi, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm. 48.

Universitas Sumatera Utara


6

menanamkan modalnya dan dalam usaha mempertahankan kepentingan serta
tujuan tersebut instumen hukum adalah alatnya.
Ada dua perangkat penting yang mengatur mengenai modal asing. Pertama
adalah hukum perjanjian, di Indonesia norma hukum perjanjian yang berlaku
adalah ketentuan mengenai perjanjian yang ada dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata. Kedua, norma hukum penanaman modal dan norma hukum
perusahaan, di Indonesia ketentuan tersebut diatur oleh UUPM dan UndangUndang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Adapun bentuk dan model investasi ada beberapa versi, sebagaimana yang
dikemukakan oleh Michael J. Trebilcock dan Robert Howse, investasi langsung
asing biasanya menggunakan satu dari tiga bentuk berikut ini pemberian dana
modal misalnya dalam joint venture atau pabrik baru; investasi baru untuk
pendapatan perusahaan; dan peminjaman jaringan melalui perusahaan induk atau
partnernya10
Kegiatan penanaman modal asing dengan bentuk usaha patungan (joint
venture) antara penanam modal asing dengan penanam modal dalam negeri
diawali dengan melakukan perjanjian joint venture (joint venture agreement).
Ketentuan mengenai joint venture atau usaha patungan ini terdapat pada UUPM
yaitu pada Pasal 1 ayat (3).

Didalam Pasal 5 UUPM dan pada Pasal 11 ayat (1) Peraturan Kepala
BKPM Nomor 12 Tahun 2009 dijabarkan bahwa penanaman modal asing wajib
dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan

10

Sentosa Sembiring, Op.Cit, hlm. 37.

Universitas Sumatera Utara

7

di dalam wilayah negara Republik Indonesia, kecuali ditentukan oleh undang
undang yang lain.
Salah satu syarat dari badan hukum asing untuk menjadi perseroan terbatas
adalah badan hukum asing itu harus melakukan kerja sama dengan badan hukum
domestik. Kerja sama antara badan hukum asing dengan badan hukum domestik
dituangkan dalam joint venture agreement.11 Joint venture agreement merupakan
langkah awal dalam membentuk perusahaan joint venture di mana dalam joint
venture agreement berisikan kesepakatan para pihak tentang kepemilikan modal,

saham, peningkatan kepemilikan saham penyertaan, keuangan, kepengurusan,
teknologi, dan tenaga ahli, penyelesaian sengketa yang mungkin akan terjadi, dan
berakhirnya perjanjian joint venture. Pengusaha asing dan pengusaha lokal
membentuk suatu perusahaan baru yang disebut perusahaan joint venture (joint
venture company) dimana mereka menjadi pemegang saham yang besarnya sesuai
dengan kesepakatan bersama.12
Landasan pembentukan perusahaan joint venture tersebut adalah joint
venture agreement dan ketentuan umum perjanjian yang diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPerdata). Joint venture
agreement juga dibentuk berdasarkan asas-asas perjanjian yang berlaku universal,
seperti freedom of contract, consesnsus, pacta sunservanda dan good faith. Joint
venture agreement di Indonesia tunduk pada ketentuan hukum perjanjian yang
diatur dalam KUHPerdata, yang berarti joint venture agreement haruslah

11

Salim HS dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia: Pokok Bahasan, (Jakarta :
Rajawali Pers, 2008), hlm. 175
12
Erman Radjagukguk, Modul Hukum Investasi di Indonesia: Pokok Bahasan, (Jakarta :

FHUI, 2005), hlm. 117

Universitas Sumatera Utara

8

memenuhi ketentuan mengenai syarat sahnya sebuah perjanjian sesuai dengan
yang diatur di dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu:
1.

Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
Merupakan suatu keadaan di mana telah terjadi suatu kesesuaian kehendak

di antara para pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian dan kesepakatan
tersebut harus diberikan secara bebas, arti dari bebas itu sendiri adalah bebas dari
segal paksaan, kekhilafan, dan penipuan sebagaimana tercantum dalam Pasal
1321 KUHPerdata.
2.

Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
Merupakan suatu keadaan di mana seseorang memiliki kewenangan dalam

bertindak secara hukum baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk
kepentingan orang lain yang diwakilinya, dalam Pasal 1330 KUHPerdata
ditentukan bahwa pihak-pihak yang tidak cakap, yaitu orang-orang yang belum
dewasa, mereka yang di bawah pengampuan, orang orang perempuan atau orangorang yang dilarang untuk membuat perjanjian. Akan tetapi ketentuan yang
menyebutkan tentang perempuan sebagai pihak yang tidak cakap telah dicabut
dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,
yang menyatakan bahwa seorang istri adalah cakap membuat perjanjian.
3.

Suatu hal tertentu
Merupakan objek dalam perjanjian atau dapat disebut sebagai prestasi

yang diperjanjikan harus jelas, dapat dihitung dan dapat diketahui jenisnya.

Universitas Sumatera Utara

9

4.

Suatu sebab yang halal
Merupakan isi dari suatu perjanjian yang tidak boleh bertentangan dengan

Undang-Undang, ketertiban umum dan kesusilaan.
Berdasarkan Pasal 27 UUPM, maka pemerintah mengkoordinasikan
kebijakan penanaman modal, baik koordinasi antar instansi Pemerintah dengan
Bank Indonesia, antar instansi pemerintah dengan pemerintah daerah. Koordinasi
pelaksanaan kebijakan penanaman modal ini dilakukan oleh Badan Koordinasi
Penanaman Modal Republik Indonesia (BKPM RI) yang merupakan lembaga
independen non departemen yang bertanggung jawab langsung kepada presiden,
sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 28 UUPM dan dalam Pasal 2
Peraturan Presiden Nomor 90 Tahun 2007 Tentang Badan Koordinasi Penanaman
Modal (BKPM)13. BKPM merupakan suatu lembaga independen non-departemen
yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden, yaitu di dalam melaksanakan
tugas, menjalankan fungsinya, BKPM langsung menyampaikan tanggung
jawabnya kepada Presiden14.
Pembentukan suatu PT.PMA yang merupakan syarat pendirian suatu
perusahaan joint venture, sebelumnya haruslah melalui proses pengurusan
perizinan yang pengurusannya melalui BKPM. Joint venture agreement dijadikan
sebagai salah satu syarat dalam penanaman modal asing oleh BKPM, digunakan
sebagai dasar dibentuknya perusahaan joint venture.
Pelaksanakan joint venture di Indonesia, maka setiap PT PMA yang telah
mendapat Pendaftaran Penanaman Modal dan/atau izin Prinsip penanaman modal
13

http://choiceoflaw.blogspot.co.id/2015/02/pengawasan-joint-venture-di-indonesia.html
(diakses tanggal 18 agustus 2015)
14
Peraturan Presiden Nomor 90 Tahun 2007 tentang Badan Koordinasi Penanaman Modal

Universitas Sumatera Utara

10

dan/atau persetujuan penanaman modal dan/atau izin usaha wajib menyampaikan
Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) secara berkala dengan kepala
BKPM melalui Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal15.
Pelaksanaan perusahaan joint venture di Indonesia tidak selalu berjalan dengan
mulus. Banyak terdapat permasalahan-permasalahan yang muncul. Salah satunya
yaitu masalah pelaksanaan perizinan yang dilakukan didalam praktek joint
venture tersebut.
Berdasarkan latar belakang di atas merasa tertarik memilih judul
Wewenang Badan Koordinasi Penanaman Modal Dalam Pengawasan Terkait
Penyimpangan Yang Terjadi Pada Pelaksanaan Perizinan Perusahaan Joint
Venture.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut :
1. Bagaimana eksistensi Badan Koordinasi Penanaman Modal di Indonesia?
2. Bagaimana pengawasan terhadap pelaksanaan perusahaan joint venture di
Indonesia?
3. Bagaimana wewenang Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dalam
melaksanakan

pengawasan

terkait

penyimpangan

yang

terjadi

pada

pelaksanaan perizinan perusahaan joint venture?

15

www.hukumonline.com, Pengaturan dan Pengawasan Pelaksanaan Joint Venture, (di
akses tanggal 12 Agustus 2015)

Universitas Sumatera Utara

11

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1.

Tujuan penulisan
Adapun yang menjadi tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui eksistensi Badan Koordinasi Penanaman Modal
(BKPM) di dalam kegiatan penanaman modal di Indonesia.
b. Untuk mengetahui ketentuan peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang pelaksanaan perusahaan joint venture di Indonesia.
c. Untuk memperoleh penjelasan mengenai wewenang pengawasan dari
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dalam menghadapi
penyimpangan dalam pelaksanaan perizinan perusahaan joint venture.

2.

Manfaat penulisan :
Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat, sebagai

berikut:
a. Secara teoritis :
Secara teoritis pembahasan terhadap masalah-masalah yang akan dibahas
menimbulkan pemahaman dan pengertian baru bagi pembaca tentang
badan koordinasi penanaman modal dan kegiatan penanaman modal
asing khususnya perusahaan joint venture.

Universitas Sumatera Utara

12

b. Secara praktis :
Secara praktis penulis berharap agar penulisam skripsi ini dapat memberi
pengetahuan tentang lembaga penanaman modal yaitu Badan Koordinasi
Penanaman Modal dalam menjalankan wewenang pengawasannya
terhadap penyimpangan yang terjadi pada pelaksanaan perizinan
perusahaan joint venure.

D. Keaslian Penulisan
Skripsi ini mengangkat judul ”Wewenang Badan Koordinasi Penanaman
Modal dalam Pengawasan Terkait Penyimpangan yang terjadi pada Pelaksanaan
Perizinan Perusahaan Joint Venture” sepanjang yang ditelusuri dan diketahui
belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dilihat dari
permasalahan serta tujuan penulisan yang ingin dicapai, maka dapat dikatakan
bahwa skripsi ini merupakan hasil pemikiran penulis sendiri tanpa adanya
penjiplakan dari hasil karya orang lain dengan bantuan dari berbagai referensi
buku-buku, makalah-makalah, media elektronik, serta bantuan dari berbagai
pihak.
Berdasarkan hasil penelusuran penulis, terdapat beberapa karya ilmiah di
lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang juga berkaitan
dengan penanaman modal asing, namun dari segi pembahasannya jelas berbeda
dengan isi skripsi ini, yakni:
1.

Andry (2010), dengan judul penelitian Joint Venture Agreement dalam
Tinjauan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang Nomor
25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal. Adapun yang menjadi

Universitas Sumatera Utara

13

permasalahan dalam penelitian ini adalah Penanaman Modal Asing di
Indonesia dan Pengaturannya. Kedudukan Joint Venture Agreement dan
Anggaran Dasar Perseroan Terbatas (PT) Joint Venture Company. Joint
Venture Agreement dalam Perspektif Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
dan Undang-Undang Penanaman Modal.
2.

Karina Utari Nasution (2011), dengan judul penelitian analisis hukum
kedudukan Joint Venture Agreement dalam perusahaan Penanaman modal.
Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah kedudukan
para para pihak dalam joint venture agreement. Klausula-klausula dalam joint
venture agreement. Penyelesaian sengketa para pihak dalam joint venture
agreement. Bagaimana Pengaturan joint venture agreement menurut Undangundang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal dan menurut Hukum
Perjanjian di Indonesia (KUHPerdata). Permasalahan apa yang mungkin
timbul dari suatu joint venture agreement. Bagaimana penyelesaian sengketa
dalam joint venture agreement?
Berdasarkan

hal

tersebut,

keaslian

penulisan

skripsi

ini

dapat

dipertanggungjawabkan oleh penulis, terutama secara ilmiah atau akademik.

E. Tinjauan Kepustakaan
1. Penanaman modal
Pasal 1 butir (1) UUPM menyebutkan bahwa : “Penanaman modal adalah
segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri
maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara
Republik Indonesia”.

Universitas Sumatera Utara

14

Pada dasarnya kegiatan penanaman modal diklasifikasikan atas dua
kategori besar, yaitu:16
a. Investasi langsung (direct investment) atau penanaman modal jangka
panjang.
Di dalam Undang-Undang Penanaman Modal, pengertian penanaman
modal hanya mencakup penanaman modal secara langsung dalam
kaitan dengan pengelolaan modal. Investasi langsung ini dilakukan
dengan mendirikan perusahaan patungan (joint venture company)
dengan mitra lokal, melakukan kerja sama operasi (joint operation
scheme)

tanpa

membentuk

perusahaan

baru,

mengkonversikan

pinjaman menjadi penyertaan mayoritas dalam perusahaan lokal,
memberikan bantuan teknis dan manajerial maupun memberikan lisensi
dan lain-lain.
b. Investasi tidak langsung (indirect investment) atau penanamn modal
tidak langsung (potofolio investment).
Pada umumnya dicapai kesepakatan mengenai perbedaan antara
investasi langsung dan tidak langsung, yaitu:
1) Pada investasi tidak langsung, pemegang saham tidak memiliki
kontrol pada pengelolaan perseroan sehari-hari.
2) Pada investasi tidak langsung, risiko ditanggung sendiri oleh
pemegang saham sehingga pada dasarnya tidak dapat menggugat
perusahaan yang menjalankan kegiatannya.
16

Lusiana, Usaha Penanaman Modal di Indonesia, Ed. Pertama, Cet. Pertama, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2002), hlm. 39-41.

Universitas Sumatera Utara

15

Salah satu bentuk investasi langsung (direct investment) yaitu dengan
membentuk perusahaan patungan (joint venture company). Joint venture company
didasari dengan dibuatnya joint venture agreement berdasarkan hukum perjanjian.
Istilah joint venture menurut Dhaniswara adalah kerjasama antara pemilik modal
asing dengan pemilik modal nasional semata-mata berdasarkan suatu perjanjian
berkala. Dalam arti ini pengertian joint venture mengarah kepada pembentukan
suatu badan hukum, sedangkan dalam pengertian lain yang lebih luas, pengertian
joint venture tidak saja mencakup suatu kerja sama di mana masing-masing pihak
melakukan penyetoran yang lebih longgar, yang kurang permanen sifatnya, serta
tidak harus melibatkan partisipasi modal seperti technical assistance agreement,
license agreement, dan lain-lain.17
2.

Perusahaan Penanaman Modal Patungan (Joint Venture Company)
Joint venture merupakan suatu kontrak antara dua perusahaan untuk

membentuk satu perusahaan baru, perusahaan baru inilah yang disebut dengan
perusahaan joint venture.18 Pembentukan joint venture company dikoordinasikan
dengan lembaga berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
ada. Berdasarkan Pasal 2 PerPres Nomor 90 Tahun 2007 dan Pasal 28 UUPM,
lembaga yang ditunjuk memiliki kewenangan dalam kegiatan penanamn modal di
Indonesia adalah BKPM.
Badan Koordinasi Penanaman Modal adalah sebuah badan layanan
penanaman modal Pemerintah Indonesia yang dibentuk dengan maksud untuk

17

Dhaniswara K. Harjono, Hukum Penanaman Modal, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada), 2007, hlm. 161.
18
Akbarmalawat pengetahuan.blogspot.co.id/2012/10/joint-venture.html (diakses tanggal
11 Februari 2016)

Universitas Sumatera Utara

16

menerapkan secara efektif penegakan hukum terhadap penanaman modal asing
maupun dalam negeri.19 Saat ini, BKPM adalah sebuah badan pemerintah nondepartemen yang bekerja di bawah dan langsung bertanggung jawab kepada
Presiden Republik Indonesia. BKPM juga bertugas untuk merumuskan kebijakan
pemerintah di bidang penanaman modal, baik dari dalam negeri maupun luar
negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Badan ini didirikan sejak tahun 1973, menggantikan fungsi yang dijalankan oleh
Panitia Teknis Penanaman Modal yang dibentuk sebelumnya pada tahun 1968.
Setelah diundangkannya Undang-Undang tentang Penanaman Modal pada
tahun 2007, BKPM menjadi sebuah lembaga Pemerintah yang menjadi
koordinator kebijakan penanaman modal, baik koordinasi antar instansi
pemerintah, pemerintah dengan Bank Indonesia, serta pemerintah dengan
pemerintah daerah maupun pemerintah daerah dengan pemerintah daerah. BKPM
juga diamanatkan sebagai badan advokasi bagi para investor, misalnya menjamin
tidak adanya ekonomi biaya tinggi.
3. Pengawasan penanaman modal
Pengawasan pelaksanaan penanaman modal diatur dalam Pasal 6 huruf (c)
Perka BKPM No. 13/2009 dilakukan melalui:
a. Penelitian dan evaluasi atas informasi pelaksanaan ketentuan
penanaman modal dan fasilitas yang telah diberikan;
b. Pemeriksaan ke lokasi proyek penanaman modal; dan

19

http://www.indonesia.go.id/in/lpnk/badan-koordinasi-penanaman-modal/2472profile/365-badan-koordinasi-penanaman-modal (diakses tanggal 1 Desember 2015)

Universitas Sumatera Utara

17

c. Tindak lanjut terhadap penyimpangan atas ketentuan penanaman
modal.
Badan yang berwenang melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan penanaman
modal tersebut adalah:
a. Perangkat
(PDKPM)

Daerah
terhadap

Kabupaten/Kota
seluruh

bidang

kegiatan

Penanaman

penanaman

Modal

modal

di

kabupaten/kota;
b. Perangkat Daerah Provinsi bidang Penanaman Modal (PDPPM)
terhadap penanaman modal yang kegiatannya bersifat lintas
kabupaten/kota dan berdasarkan peraturan perundang-undangan
menjadi kewenangan pemerintahan provinsi;
c.

BKPM terhadap penggunaan fasilitas fiskal penanaman modal yang
menjadi kewenangan pemerintah;

d. Instansi teknis terhadap pelaksanaan penanaman modal sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur kegiatan
usaha.
Dalam melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana disebut di atas,
PDKPM melakukan koordinasi dengan instansi daerah terkait. Sedangkan
PDPPM melakukan koordinasi dengan PDKPM dan instansi daerah terkait, di
mana BKPM melakukan koordinasi dengan PDKPM, PDPPM dan instansi daerah
terkait.

Universitas Sumatera Utara

18

D. Metode Penelitian
Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah :
1. Jenis dan sifat penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis
normatif. Penelitian yuridis normatif adalah metode penelitian yang mengacu
pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan
tersebut antara lain: Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, Kitab UndangUndang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal
Asing, PerPres Nomor 90 Tahun 2007 Tentang BKPM.20
Sifat penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitis. Penelitian ini
melakukan analisis hanya sampai pada taraf deskripsi, yaitu menganalisis dan
menyajikan fakta secara sistematis sehingga dapat lebih mudah untuk dipahami
dan disimpulkan. Deskriptif dalam arti bahwa dalam penelitian ini, bermaksud
untuk menggambarkan dan melaporkan secara rinci, sistematis dan menyeluruh,
mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan wewenang BKPM dalam
pegawasan terkait penyimpangan yang terjadi pada pelaksanaan perizinan
perusahaan joint venture.

20

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan
Singkat (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2009), hlm. 1.

Universitas Sumatera Utara

19

2. Data penelitian
Jenis sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah berupa
data sekunder. Menurut Ronny Hanitijo Soemitro data sekunder adalah data yang
diperoleh melalui bahan kepustakaan.21 Data sekunder pada penelitian ini
bersumber dari:
a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang bersifat mengikat yang
terdiri dari: Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata),
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal,
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,
Asing, Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2007 tentang BKPM,
Peraturan Kepala BKPM No. 3 Tahun 2012 tentang Pedoman dan Tata
Cara Pengendalian Penanaman Modal.
b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer, buku-buku, karya ilmiah,
jurnal, tesis dan internet yang berhubungan dengan skripsi ini.
c. Bahan hukum tersier
Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang mendukung bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder dengan memberikan
pemahaman dan pengertian atas bahan hukum lainnya. Bahan hukum
yang dipergunakan oleh penulis adalah Kamus, Ensiklopedia, dan lain
lain.
21

Ronny Hanitijo Sumitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1998), hlm. 76.

Universitas Sumatera Utara

20

3. Teknik pengumpulan data
Data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini, dikumpulkan dengan
cara:22 studi kepustakaan, yaitu mempelajari dan menganalisis secara digunakan
sistematis buku-buku, surat kabar, makalah ilmiah, majalah, website, peraturan
perundang-undangan dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang
dibahas dalam skripsi ini.
4. Analisis data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kualitatif, yaitu dari data
yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis kemudian dianalisis secara
normatif kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang dibahas. Pengertian
analisis di sini dimaksudkan sebagai suatu penjelasan dan penginterpretasian
secara logis, sistematis. Logis sistematis menunjukkan cara berfikir deduktif dan
mengikuti tata tertib dalam penulisan laporan-laporan penelitian ilmiah.
Setelah analisis data selesai maka hasilnya akan disajikan secara
deskriptif, yaitu dengan menuturkan dan menggambarkan apa adanya sesuai
dengan permasalahan yang diteliti.23 Dari hasil tersebut kemudian ditarik suatu
kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasalahan ini.

F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai
hal yang akan penulis bahas dalam penulisan skripsi ini, yaitu menguraikan isi
penulisan dalam lima bab yang menjelaskan dan menggambarkan permasalahan
22
23

Soejano Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: UI Press, 2006), hlm. 24.
H.B. Sutopo, Metode Penelitian Kualitatif Bagian II (Surakarta: UNS Press, 1988),

hlm. 37.

Universitas Sumatera Utara

21

secara terpisah tetapi merupakan satu kesatuan. Adapun sistematika penulisan
sebagai berikut:
Bab I merupakan pendahuluan. Bab ini merupakan gambaran umum yang
berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan, dan
manfaat penelitian, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian,
dan sistematika penulisan.
Bab II menguraikan tentang pengawasan penanaman modal oleh Badan
Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), bab ini membahas tentang BKPM, tugas
dan wewenang dari BKPM dalam penanaman modal di Indonesia, dan pengaturan
hukum tentang BKPM.
Bab III membahas tentang pengawasan terhadap pelaksanaan perizinan
perusahaan joint venture, bab ini membahas tentang perusahaan joint venture,
bagaimana pelaksanaan perizinan perusahaan joint venture dan pengawasan
terhadap perizinan perusahaan joint venture.
Bab IV membahas tentang wewenang Badan Koordinasi Penanaman
Modal dalam melakukan pengawasan terkait penyimpangan yang terjadi pada
pelaksanaan perizinan perusahaan joint venture. Bab ini membahas tentang
wewenang dari BKPM dalam melakukan pengawasan terhadap penyimpangan
dalam pelaksanaan perizinan perusahaan joint venture.
Bab V berisi kesimpulan dan saran, merupakan bab penutup dari seluruh
rangkaian bab-bab sebelumnya, yang berisikan kesimpulan yang dibuat
berdasarkan uraian skripsi ini, yang dilengkapi dengan saran-saran.

Universitas Sumatera Utara