Analisis Hukum Kedudukan Joint Venture Agreement Dalam Perusahaan Penanaman Modal

(1)

PENANAMAN MODAL

TESIS

Oleh

KARINA UTARI NASUTION

097011121/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENANAMAN MODAL

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

KARINA UTARI NASUTION

097011121/M.Kn

FAKULTAS HUKUM


(3)

Nama Mahasiswa : Karina Utari Nasution

Nomor Pokok : 097011121

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum)

Pembimbing Pembimbing

(Dr. Mahmul Siregar, SH, MHum) (Notaris Syafnil Gani, SH, MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum Anggota : 1. Dr. Mahmul Siregar, SH, MHum


(5)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : KARINA UTARI NASUTION

NIM : 097011121

Program Studi : Magister Kenotariatan

Judul Tesis : ANALISIS HUKUM KEDUDUKAN JOINT VENTURE

AGREEMENT DALAM PERUSAHAAN PENANAMAN

MODAL

Dengan ini menyatakan bahwa tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan plagiat, apabila dikemudian hari diketahui tesis saya tersebut plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat

Medan,

Yang Membuat Pernyataan

Nama : KARINA UTARI NASUTION NIM :097011121


(6)

Penanaman modal di era globalisasi tidak dapat dipisahkan dari rangkaian perjanjian-perjanjian internasional, dimana Indonesia telah ikut serta melibatkan diri di dalamnya. Joint venture agreement dalam rangka penanaman modal asing di Indonesia adalah langkah awal untuk membentuk sebuah perusahaan patungan (joint venture company) yang diharuskan bagi investor asing yang merencanakan berinvestasi di Indonesia. Suatu perusahaan penanaman modal asing selain tunduk pada Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, juga harus tunduk kepada Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas beserta seluruh peraturan pelaksananya. Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai kedudukan para pihak dalamjoint venture agreement,klausula-klausula yang penting dalamjoint venture agreement, dan penyelesaian sengketa apabila terjadi perselisihan para pihak dalamjoint venture agreement.

Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif yang bersifat preskriptif. Penelitian hukum normatif dalam penelitian ini menggunakan data sekunder berupa bahan hukum yang diperoleh melalui studi kepustakaan dan menekankan pada langkah-langkah spekulatif-teoritis dan analisis normatif-kualitatif.

Dalam joint venture agreement ditentukan hak dan kewajiban dari masing-masing pihak yang harus dilaksanakan, dimana antara hak dan kewajiban tersebut terdapat suatu kedudukan yang seimbang antara pihak yang satu dengan yang lainnya.

Joint venture agreement telah diikat dengan suatu ketentuan yang didasarkan oleh kata sepakat dan dituangkan dalam kesepakatan tertulis dengan tujuan saling menguntungkan. Hal ini berarti bahwa joint venture agreement menyebabkan para pihak mempunyai kewajiban untuk memberikan kemanfaatan pada pihak lainnya dan sebaliknya, lawannya untuk menerima manfaat yang menguntungkan atau berguna bagi dirinya dari hubungan perjanjian tersebut. Klausula joint venture agreement harus mencerminkan hubungan yang jelas di antara para pihak dan dapat menggambarkan pengembangan hubungan tersebut di masa yang akan datang. Di antara klausula-klausula penting dalam joint venture agreementantara lain : klausula mengenai defenisi, tujuan perjanjian, pendirian, permodalan dan kedudukanjoint venture company,pasal kontribusi para pihak terhadap

joint venture company (contributions), berakhirnya joint venture (termination), penyelesaian sengketa (resolution of disputes), dan lain-lain. Bentuk-bentuk penyelesaian sengketa antara pemerintah dengan penanaman modal, yakni antara lain musyawarah dan mufakat, arbitrase, pengadilan, ADR, dan arbitrase internasional. Dalam penyelesaian sengketa berkenaan dengan penanaman modal asing di Indonesia yang disepakati dan dipilih adalah arbitrase, hal ini dapat dilihat dari berbagai joint venture agreement dan alasan memilih arbitrase adalah kebebasan, kepercayaan, dan keamanan, keahlian

arbiter, cepat dan hemat biaya, bersifat confidential, bersifat non preseden,


(7)

Capital investment in the era of globalization is inseparable from the series of international agreements in which Indonesia is involved. Joint venture agreement in the framework of foreign investment in Indonesia is the first step to establish a joint venture company which is a must for foreign investors planning to invest their capital in Indonesia. A foreign investment company is not only subject to Law No.25/2007 on Capital Investment but also to law No.40/2007 on Limited Liability Company as well as all of their implementing regulations. The problems solved in this study were the position of the parties involved in joint venture agreement, important clauses in joint venture agreement, and kind of settlement taken in case a dispute occurs in the parties involved in joint venture agreement.

This prescriptive normative juridical study used the secondary data in the forms of legal materials obtained through library study and emphasized the theoretical-speculative steps and qualitative-normative analysis.

In a joint venture agreement, the rights and responsibilities to be done by each party is determined and there is a balanced position between the right and responsibility belong to respective parties. Joint venture agreement has been tied up by a stipulation based on the deal and stated in a mutual-beneficial written agreement. This means that joint venture agreement causes the parties have responsibility to benefit the other parties and vice versa. The clause of joint venture agreement must reflect a clear relationship between the parties involved and can describe the future development of the relationship. The important clauses included in joint venture agreement, among other things, are: definition, purpose of agreement, establishment, capital, domicile of the joint venture company, the articles on the contributions of the parties involved in the joint venture company, termination of joint venture, resolution of disputes, et cetera. The forms of dispute resolution between the government and the capital investor, among other things, are deliberation and consensus, arbitration, court, ADR, and international arbitration. In settling the dispute related to the foreign investment in Indonesia, arbitration is chosen because of its freedom, trust, security, the expertise of arbitrator, quick and cost-effective, confidential, non-precedent, independence, final and binding, and sensitivity of the arbitrator.


(8)

Puji syukur dipanjatkan atas kehadirat Allah SWT karena hanya dengan berkat dan karunia-Nya Penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul

“Analisis Hukum Kedudukan Joint Venture Agreement Dalam Perusahaan

Penanaman Modal”. Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan dorongan moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan tesis dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih yang mendalam penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormat dan amat terpelajar Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum selaku ketua pembimbing, Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum dan Bapak Notaris Syafnil Gani, SH, M.Hum selaku anggota pembimbing, juga Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN dan Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum selaku para anggota penguji yang telah dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini.

Juga semua pihak yang telah berkenan memberi masukan dan arahan yang konstruktif dalam penulisan tesis ini sejak tahap kolokium, seminar hasil sampai pada


(9)

Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas Hukum, Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada Penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan dorongan kepada Penulis untuk segera menyelesaikan penulisan tesis ini.

4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum, selaku Sekretaris Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan dorongan kepada Penulis untuk segera menyelesaikan penulisan tesis ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta ilmu yang sangat bermanfaat selama Penulis mengikuti proses kegiatan belajar mengajar di bangku kuliah.


(10)

selama menjalani pendidikan.

7. Rekan-rekan Mahasiswa dan Mahasiswi di Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, khususnya angkatan tahun 2009 dan Kelas C yang telah banyak memberikan motivasi kepada Penulis dalam penyelesaian tesis ini.

Sembah sujud saya kepada Ayahanda Husni Nasution,SH, M.Kn dan Ibunda Sinta Uli Pulungan, SH, M.Hum serta suami tercinta Wahana Grahawan Manurung, SH dan buah hati tersayang Lathifah Namira Manurung yang selalu memberikan cinta, kasih sayang, dukungan dan doa yang tidak putus-putusnya serta memberikan semangat dan doa kepada Penulis.

Penulis menyadari sepenuhnya tulisan ini masih jauh dari sempurna, namun besar harapan Penulis kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, terutama para pemerhati hukum perdata pada umumnya dan ilmu kenotariatan pada khususnya. Demikian pula atas bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada Penulis mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT, Amin Ya Rabbal ‘Alamin.

Medan, Desember 2011


(11)

I. DATA PRIBADI

Nama : Karina Utari Nasution, SH.

Tempat / Tanggal Lahir : Medan, 18 Oktober 1986

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status : Menikah

Alamat : Jalan Karya Wisata Komplek Citra Wisata

Blok V No. 17 Medan

Telepon/HP : 0617864324 / 081397678916

II. PENDIDIKAN FORMAL

1. SD St. Yoseph Medan Lulus tahun 1997

2. SLTP St.Maria Medan Lulus tahun 2000

3. SLTA St.Maria Medan Lulus tahun 2003

4. S-1 Fakultas Hukum Universitas Dharmawangsa Medan Lulus tahun 2007

5. S-2 Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara Lulus tahun 2011

III. Pendidikan Informal


(12)

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI... vii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitian ... 11

E. Keaslian Penulisan ... 12

F. Kerangka Teori dan Kerangka Konsepsi ... 14

1. Kerangka teori... 14

2. Kerangka Konsepsi ... 22

G. Metode Penelitian... 24

BAB II KEDUDUKAN PARA PARA PIHAK DALAM JOINT VENTURE AGREEMENT ... 28

A. Ketentuan Umum Penanaman Modal di Indonesia... 28

B. Kerjasama Antara Modal Asing dan Nasional ... 47

C. Joint Venture Agreementsebagai Bentuk Kerjasama Modal... 57

D. Kedudukan Para Pihak dalamJoint Venture Agreement... 73

BAB III KLAUSULA-KLAUSULA DALAMJOINT VENTURE AGREEMENT... 80


(13)

C. Peranan BKPM dan Notaris dalam Pembentukkan

Joint Venture Agreement ... 102

BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA PARA PIHAK DALAM JOINT VENTURE AGREEMENT... 107

A. Penyelesaian Sengketa melalui Pengadilan... 108

B. Penyelesaian Sengketa melalui Arbitrase ... 112

C. Penyelesaian Sengketa melalui Cara-cara Penyelesaian Sengketa Alternatif(Alternative Dispute Resolution) ... 117

D. Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase Internasional .... 121

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 139

A. Kesimpulan ... 139

B. Saran ... 141


(14)

Penanaman modal di era globalisasi tidak dapat dipisahkan dari rangkaian perjanjian-perjanjian internasional, dimana Indonesia telah ikut serta melibatkan diri di dalamnya. Joint venture agreement dalam rangka penanaman modal asing di Indonesia adalah langkah awal untuk membentuk sebuah perusahaan patungan (joint venture company) yang diharuskan bagi investor asing yang merencanakan berinvestasi di Indonesia. Suatu perusahaan penanaman modal asing selain tunduk pada Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, juga harus tunduk kepada Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas beserta seluruh peraturan pelaksananya. Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai kedudukan para pihak dalamjoint venture agreement,klausula-klausula yang penting dalamjoint venture agreement, dan penyelesaian sengketa apabila terjadi perselisihan para pihak dalamjoint venture agreement.

Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif yang bersifat preskriptif. Penelitian hukum normatif dalam penelitian ini menggunakan data sekunder berupa bahan hukum yang diperoleh melalui studi kepustakaan dan menekankan pada langkah-langkah spekulatif-teoritis dan analisis normatif-kualitatif.

Dalam joint venture agreement ditentukan hak dan kewajiban dari masing-masing pihak yang harus dilaksanakan, dimana antara hak dan kewajiban tersebut terdapat suatu kedudukan yang seimbang antara pihak yang satu dengan yang lainnya.

Joint venture agreement telah diikat dengan suatu ketentuan yang didasarkan oleh kata sepakat dan dituangkan dalam kesepakatan tertulis dengan tujuan saling menguntungkan. Hal ini berarti bahwa joint venture agreement menyebabkan para pihak mempunyai kewajiban untuk memberikan kemanfaatan pada pihak lainnya dan sebaliknya, lawannya untuk menerima manfaat yang menguntungkan atau berguna bagi dirinya dari hubungan perjanjian tersebut. Klausula joint venture agreement harus mencerminkan hubungan yang jelas di antara para pihak dan dapat menggambarkan pengembangan hubungan tersebut di masa yang akan datang. Di antara klausula-klausula penting dalam joint venture agreementantara lain : klausula mengenai defenisi, tujuan perjanjian, pendirian, permodalan dan kedudukanjoint venture company,pasal kontribusi para pihak terhadap

joint venture company (contributions), berakhirnya joint venture (termination), penyelesaian sengketa (resolution of disputes), dan lain-lain. Bentuk-bentuk penyelesaian sengketa antara pemerintah dengan penanaman modal, yakni antara lain musyawarah dan mufakat, arbitrase, pengadilan, ADR, dan arbitrase internasional. Dalam penyelesaian sengketa berkenaan dengan penanaman modal asing di Indonesia yang disepakati dan dipilih adalah arbitrase, hal ini dapat dilihat dari berbagai joint venture agreement dan alasan memilih arbitrase adalah kebebasan, kepercayaan, dan keamanan, keahlian

arbiter, cepat dan hemat biaya, bersifat confidential, bersifat non preseden,


(15)

Capital investment in the era of globalization is inseparable from the series of international agreements in which Indonesia is involved. Joint venture agreement in the framework of foreign investment in Indonesia is the first step to establish a joint venture company which is a must for foreign investors planning to invest their capital in Indonesia. A foreign investment company is not only subject to Law No.25/2007 on Capital Investment but also to law No.40/2007 on Limited Liability Company as well as all of their implementing regulations. The problems solved in this study were the position of the parties involved in joint venture agreement, important clauses in joint venture agreement, and kind of settlement taken in case a dispute occurs in the parties involved in joint venture agreement.

This prescriptive normative juridical study used the secondary data in the forms of legal materials obtained through library study and emphasized the theoretical-speculative steps and qualitative-normative analysis.

In a joint venture agreement, the rights and responsibilities to be done by each party is determined and there is a balanced position between the right and responsibility belong to respective parties. Joint venture agreement has been tied up by a stipulation based on the deal and stated in a mutual-beneficial written agreement. This means that joint venture agreement causes the parties have responsibility to benefit the other parties and vice versa. The clause of joint venture agreement must reflect a clear relationship between the parties involved and can describe the future development of the relationship. The important clauses included in joint venture agreement, among other things, are: definition, purpose of agreement, establishment, capital, domicile of the joint venture company, the articles on the contributions of the parties involved in the joint venture company, termination of joint venture, resolution of disputes, et cetera. The forms of dispute resolution between the government and the capital investor, among other things, are deliberation and consensus, arbitration, court, ADR, and international arbitration. In settling the dispute related to the foreign investment in Indonesia, arbitration is chosen because of its freedom, trust, security, the expertise of arbitrator, quick and cost-effective, confidential, non-precedent, independence, final and binding, and sensitivity of the arbitrator.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap negara selalu berusaha meningkatkan pembangunan, kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Usaha tersebut dilakukan dengan berbagai cara yang berbeda antara satu negara dengan negara lainnya. Salah satu usaha yang selalu dilakukan oleh negara adalah menarik sebanyak mungkin investasi asing masuk ke negaranya.1

Bagi Indonesia, masuknya modal asing merupakan tuntutan keadaan baik ekonomi maupun politik Indonesia. Alternatif penghimpunan dana pembangunan perekonomian Indonesia melalui investasi modal secara langsung jauh lebih baik dibandingkan dengan penarikan dana internasional lainnya seperti pinjaman luar negeri.2Hal ini dikarenakan selain menghasilkan devisa secara langsung bagi negara, kegiatan penanaman modal secara langsung menghasilkan manfaat yang sangat signifikan bagi negara tujuan penanaman modal (host country)karena sifatnya yang

permanen/jangka panjang.3 Manfaat tersebut antara lain: untuk mempercepat

pembangunan ekonomi nasional, untuk mengolah potensi ekonomi menjadi kekuatan

1 Ahmad Yulianto, “Peranan Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA) dalam Kegiatan Investasi”, Jurnal Hukum Bisnis, Vol 22, No. 5, Tahun 2003, hal. 39.

2

Yulianto Syahyu,”Pertumbuhan Investasi Asing Di Kepulauan Batam: Antara Dualisme Kepemimpinan dan Ketidakpastian Hukum”, Jurnal Hukum Bisnis, Vol 22, No. 5, Tahun 2003, hal. 46.


(17)

ekonomi riil dengan menggunakan modal asing, untuk menciptakan lapangan kerja, dan lain sebagainya. Kebutuhan akan modal asing ini dipelukan karena sumber pembiayaan negara dalam negeri (pajak, migas/ non migas, bea masuk ekspor/ impor, tabungan masyarakat) dan luar negeri (seperti pinjaman dan hibah), seringkali tidak cukup untuk pertumbuhan ekonomi, maka diperlukan modal asing.

Landasan hukum penanaman modal di Indonesia diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan antara lain adalah Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 jo Undang-Undang No. 11 Tahun 1970 Tentang Penanaman Modal Asing (UUPMA), Undang-Undang No. 6 Tahun 1968 jo Undang-Undang No. 12 Tahun 1970 Tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (UUPMDN), kemudian diubah dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal. Dalam pelaksanaannya, terdapat berbagai peraturan pelaksanaan penanaman modal, di antaranya: Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2008 Tentang Pedoman Pemberian Insentif Dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal Di Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal Di Bidang-Bidang Usaha Tertentu Dan/Atau Daerah-Daerah Tertentu, Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 Tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal, Peraturan Presiden Nomor 90 Tahun 2007 Tentang Badan


(18)

Koordinasi Penanaman Modal, Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal, dan lain sebagainya.

Dasar dilakukannnya perubahan terhadap UUPMDN dan UUPMA adalah kebutuhan akan percepatan perkembangan ekonomi nasional yang dalam hal ini melalui cara investasi aset asing maupun dalam negeri dalam artian pembuat undang-undang berpendapat bahwa percepatan perekonomian nasional dapat dicapai dengan cara pengakumulasian modal dari pihak asing maupun modal sendiri. Alasan lainnya adalah untuk menyesuaikan dengan komitmen Indonesia dalam kesepakatan internasional.

Untuk mencapai tujuan penyelenggaraan akumulasi modal, pemerintah mengambil sikap dan kebijakan untuk mengatasi faktor-faktor penghambat iklim investasi, antara lain melalui perbaikan koordinasi antar instansi pemerintah pusat dan daerah, penciptaan birokrasi yang efisien, kepastian hukum di bidang penanaman modal, biaya ekonomi yang berdaya saing tinggi, serta iklim usaha yang kondusif di bidang ketenagakerjaan dan keamanan berusaha. Pembentukan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal digambarkan setidaknya sebagai bentuk komitmen bagi keamanan dan kenyamanan pemilik modal.

Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal,

mendefenisikan penanaman modal hanya mencakup penanaman modal secara

langsung (direct investment). Penanaman modal langsung dilakukan oleh para

pemilik modal dengan cara membentuk perusahaan sendiri, menyediakan dana, dan menjalankan usaha tersebut. Pengertian ini berbeda dengan investasi portofolio


(19)

(portofolio investment) yang merupakan bagian dari Hukum Pasar Modal, dimana

investortidak perlu hadir secara fisik.

Penanaman modal harus menjadi bagian dari penyelengaraan perekonomian nasional dan ditempatkan sebagai upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pembangunan ekonomi yang

berkelanjutan, meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional,

mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam suatu sistem perekonomian yang berdaya saing.4

Modal asing yang dibawa oleh investor merupakan hal yang sangat penting

sebagai alat untuk mengintegrasikan ekonomi global. Selain itu, kegiatan investasi akan memberikan dampak positif bagi negara penerima modal, seperti mendorong pertumbuhan bisnis, adanyasupplyteknologi dariinvestorbaik dalam bentuk proses

produksi maupun teknologi permesinan, dan menciptakan lapangan kerja.

Penanaman modal asing merupakan salah satu bentuk utama transaksi bisnis internasional. Ada beberapa bentuk kerjasama antara penanam modal asing dengan

penanam modal dalam negeri yang dapat dilakukan seperti joint venture, joint

enterprise, production sharing contract, maupun bentuk kerjasama lainnya. Di

banyak negara, peraturan pemerintah tentang penanaman modal asing berbentuk persyaratan joint venture, yaitu persyaratan bahwa penanaman modal asing harus

membentuk joint venture dengan perusahaan lokal untuk melaksanakan kegiatan

4 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, Penjelasan umum Alinea ke 2, Lembar Negara Nomor 67, Tahun 2007.


(20)

ekonomi yang mereka inginkan,5 juga antara dua perusahaan asing atau lebih yang

sering terjadi di Indonesia. Dengan adanya pengaturan tentang joint venture

diharapkan penanaman modal dapat lebih bergairah untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

Joint venture secara umum dapat diartikan sebagai suatu persetujuan antara

dua pihak atau lebih, untuk melakukan kerjasama dalam suatu kegiatan. Persetujuan yang dimaksud adalah kesepakatan yang didasari atas suatu perjanjian yang harus tetap berpedoman kepada syarat sahnya suatu perjanjian yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

Joint venture agreement merupakan bentuk perjanjian patungan yang tidak

terlepas dari Buku III Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1319, yang menyebutkan: “Semua perjanjian, baik yang mempunyai suatu nama khusus, maupun yang tidak terkenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan-peraturan umum, yang termuat di dalam bab ini dan bab yang lalu.”

Penanaman modal di era globalisasi tidak dapat dipisahkan dari rangkaian perjanjian-perjanjian internasional, dimana Indonesia telah ikut serta melibatkan diri

di dalamnya.6 Joint venture agreement dalam rangka penanaman modal asing di

Indonesia adalah langkah awal untuk membentuk sebuah perusahaan patungan(joint

venture company) yang diharuskan bagi investor asing yang merencanakan

berinvestasi di Indonesia. Ketentuan tersebut merupakan syarat yang ditegaskan

5 John W. Head,Pengantar Umum Hukum Ekonomi, (Jakarta: Proyek Elips, 1997), hal. 91. 6


(21)

dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.7

Investorasing dan pihak lokal menjadi pemegang saham dalam perusahaan patungan

yang besarnya sesuai dengan kesepakatan bersama. Undang-Undang Penanaman Modal juga telah memberikan wewenang kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal untuk melakukan koordinasi di dalam pelaksanaan penanaman modal, wewenang tersebut tercantum dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang No. 25 Tahun 2007.

Kegiatan penanaman modal asing langsung di Indonesia harus dijalankan melalui perusahaan berbadan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, yakni dalam bentuk perseroan terbatas. Berkaitan dengan hal ini, badan usaha yang berbentuk perseroan terbatas yang akan menanamkan modalnya di Indonesia harus mengikuti ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas dinyatakan bahwa perseroan terbatas adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian. Dengan demikian, terdapat dua perjanjian yang menjadi landasan pembentukan perusahaan patungan (joint venture company), yakni joint

venture agreementdan anggaran dasar (article of association).

Joint venture agreement yang dibuat oleh investor asing dan investor

nasional akhirnya bermuara pada pendirian joint venture company, sehingga joint


(22)

venture company dapat dikatakan berdiri atau lahir atas dasar perjanjian. Asas

kebebasan berkontrak (freedom of contract) dalam hukum perjanjian,

memungkinkan hal itu terjadi, sepanjang tidak melanggar ketentuan hukum,

kepatutan dan kesusilaan yang baik. Asas kebebasan berkontrak (freedom of

contract)sebagai asas yang berlaku universal dalam hukum perjanjian, memberikan

keleluasaan kepada para pihak yang terlibat dalam perjanjian, untuk menentukan isi perjanjiannya. Tidak hanya itu, sebuah perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya (Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata) serta memiliki kekuatan mengikat(pacta sun servanda)terhadap para pihak

yang membuatnya.

Joint venture agreement yang dijadikan salah satu syarat dalam penanaman

modal asing oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) digunakan sebagai dasar dibentuknya joint venture company. Artinya joint venture company tunduk

kepada hukum perjanjian. Namun dalam Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang No. 25

Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, joint venture company harus berbentuk

perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia. Sehingga dapat dikatakan bahwa

joint venture company tunduk kepada hukum perusahaan dalam hal ini

Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal dalam Pasal 5 ayat (2) menentukan bahwa penanam modal asing di Indonesia harus dalam bentuk


(23)

vennootschap) adalah bentuk yang paling populer dari semua bentuk usaha bisnis.

Perseroan terbatas menurut hukum Indonesia adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, yang melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksananya.8 Perseroan terbatas merupakan bentuk usaha kegiatan ekonomi yang paling disukai saat ini, di samping karena pertanggungjawabannya yang bersifat terbatas, perseroan terbatas juga memberikan kemudahan bagi pemilik (pemegang saham) untuk mengalihkan perusahaannya kepada setiap orang dengan menjual seluruh saham yang dimilikinya pada perusahaan tersebut. Kata “perseroan” menunjuk kepada modal yang terdiri atas sero (saham), sedangkan kata “terbatas” menunjuk kepada tanggung jawab pemegang saham yang tidak melebihi nilai nominal saham yang diambil bagian dan dimiliki.9 Dikarenakan oleh hal-hal tersebut, maka tepat apabila undang-undang mengatur bahwa perseroan terbatas merupakan wadah bagi penanaman modal asing di Indonesia.

Berdasarkan hal tersebut, maka suatu perusahaan penanaman modal asing selain tunduk pada Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, juga harus tunduk kepada Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas beserta seluruh peraturan pelaksananya. Di dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, menjelaskan bahwa:

8Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. 9Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja,Perseroan Terbatas, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 1.


(24)

“Perseroan didirikan oleh 2 orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia”.10

Biasanya isi dari joint venture agreement ini sangat lengkap, bahkan lebih

lengkap dari anggaran dasar (articles of association) dari perusahaan yang dibentuk.

Sehingga tidak semua ketentuan-ketentuan yang disepakati dalam joint venture

agreement dapat dimasukkan ke dalam akta pendirian perusahaan, karena akta

pendirian perusahaan yang dibuat oleh Notaris biasanya memiliki standar format yang sudah ditetapkan. Penetapan standar tersebut bertujuan untuk mempermudah proses klarifikasi kelengkapan dokumen yang akan diajukan kepada Departemen

Hukum dan HAM.11

Para pihak tidak secara bebas dapat menentukan anggaran dasar, biasanya pada saat pembuatanjoint venture agreement para pihak juga membuat draft untuk

anggaran dasar12perseroan, sehingga ketentuan yang ada dalam anggaran dasar tidak berbeda jauh denganjoint venture agreement.

Joint venture company yang lahir karena adanya joint venture agreement

yang dibuat oleh para pihak dalam rangka penanaman modal asing di Indonesia, harus memiliki badan hukum yang berbentuk perseroan terbatas. Pembentukan badan

10Munir Fuady,Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2007), hal. 137.

11 Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001), hal. 167.

12 Anggaran dasar perseroan adalah seperangkat aturan-aturan mengenai pelaksanaan kegiatan perseroan terbatas sebagai sebuah badan hukum. Aturan-aturan yang dimuat didalam


(25)

hukum perseroan terbatas tersebut mengikuti persyaratan dan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

Pengaturan joint venture agreement secara sistematis juga membahas

mengenai ketentuan hukum jika ada masalah hukum yang timbul dari pelaksanaan

joint venture agreement tersebut. Beberapa modal dasar bagi pemerintah adalah

bahwa pengaturan hukum yang bagaimanapun bersifat mengikat. Dalam masalah penanaman modal asing ini bahkan bagian terbesar adalah masalah hukum, dan hukum nasional jugalah yang menguasai bagian terbesar dari kegiatan penanaman modal asing tersebut.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka perlu dilakukan analisis

hukum kedudukan joint venture agreement dalam perusahaan penanaman modal

yang notabene telah diamanahkan oleh Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal harus dalam bentuk perseroan terbatas.

B. Permasalahan

Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian tesis ini adalah: 1. Bagaimana kedudukan para pihak dalam perjanjian pembentukan perusahaan

patungan (joint venture agreement)?

2. Klausula-klausula apa saja yang penting dimuat dalam joint venture


(26)

3. Bagaimana penyelesaian sengketa apabila terjadi perselisihan para pihak dalamjoint venture agreement?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk menganalisis kedudukan para pihak dalam perjanjian pembentukan perusahaan patungan (joint venture agreement).

2. Untuk mengetahui dan menganalisis klausula-klausula yang penting dimuat dalamjoint venture agreementagar tidak terjadi masalah bagi para pihak.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis penyelesaian sengketa apabila terjadi perselisihan para pihak dalamjoint venture agreement.

D. Manfaat Penulisan

1. Secara Teoritis

Diharapkan akan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan

pengetahuan ilmu hukum, khususnya pengetahuan ilmu hukum penanaman modal.

2. Secara Praktis

Dapat diajukan sebagai pedoman dan bahan rujukan bagi rekan-rekan mahasiswa, masyarakat, praktisi hukum dan pemerintah agar dapat lebih

mengetahui dan memahami tentang kedudukan joint venture agreement


(27)

yang berlaku dan peraturan lainnya yang terkait di Indonesia. Penelitian ini juga sedapat mungkin dilakukan agar dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Suatu peraturan yang baik adalah peraturan yang tidak saja memenuhi persyaratan-persyaratan formal sebagai suatu peraturan, tetapi menimbulkan rasa keadilan dan kepatutan yang dilaksanakan/ditegakkan dalam kenyataannya.

E. Keaslian Penulisan

Berdasarkan pemeriksaan dan hasil-hasil penelitian yang ada, penelitian

mengenai “Analisis Hukum KedudukanJoint Venture Agreement Dalam Perusahaan

Penanaman Modal” belum pernah dibahas oleh mahasiswa lain di lingkungan Universitas Sumatera Utara dan tesis ini asli disusun oleh penulis sendiri dan bukan plagiat atau diambil dari tesis orang lain. Semua ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggung-jawabkan kebenarannya secara ilmiah. Apabila ternyata ada tesis yang sama, maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya.

Dari hasil observasi yang telah dilakukan, ada beberapa tesis yang memiliki topik yang sama, namun dalam hal permasalahan dan pembahasannya jelas berbeda dengan isi tesis ini, yakni:


(28)

1. Dedi Harianto/992105108, Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Forum Arbitrase Asing Dalam Kegiatan Penanaman Modal Asing Di Kota Medan;

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah:

Forum lembaga arbitrase asing apakah yang selalu dipergunakan oleh para

investor (baik investor asing maupun mitra nasionalnya) dalam setiap

klausula arbitrase mengenai PMA di Kota Medan, Faktor-faktor apakah yang

menjadi pendorong para investor untuk lebih mempergunakan forum

arbitrase asing dalam menyelesaikan sengketa PMA, bila dibandingkan dengan mempergunakan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), dan Hal-hal apakah yang merupakan penghambat berkaitan dengan pemilihan forum arbitrase asing tersebut didalam praktek.

2. Lanni Ervina/067011046, Fungsi Notaris Dalam Perjanjian Alih Teknologi Melalui Penanaman Modal Asing;

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah:

Bagaimanakah mekanisme perjanjian alih teknologi melalui penanaman modal asing, bagaimanakah akibat-akibat hukum yang timbul dari perjanjian alih teknologi melalui penanaman modal asing, dan bagaimanakah fungsi Notaris dalam perjanjian alih teknologi melalui penanaman modal asing.


(29)

F. Kerangka Teori dan Kerangka Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori dipergunakan untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi.13Sedangkan kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis. Kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat teori, tesis sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui.14

Fungsi teori dalam penelitian tesis ini adalah untuk memberikan

arahan/petunjuk serta menjelaskan gejala yang diamati.15Dikarenakan penelitian ini

merupakan penelitian hukum dalam lapangan hukum perjanjian (joint venture

agreement), maka teori hukum yang dipergunakan adalah teori hukum dalam

lapangan hukum perjanjian.

Dasar pokok pengaturan joint venture antara modal asing dengan modal

nasional adalah hukum kontrak/perjanjian. Perjanjian kerjasama ini disebut dengan perjanjian patungan atau joint venture agreement. Dalam joint venture agreement,

bentuk perjanjian kerjasamanya merupakan suatu permufakatan atau persepakatan antara pihak-pihak yang mengadakannya, dimana masing-masing pihak diikat oleh janji-janji yang telah diadakan antara masing-masing, kemudian berkembang

13

JJ. M. Wuisman,Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Asas-Asas,Penyunting M. Hisyam, (Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1996), hal. 203.

14M. Solly Lubis,Filsafat Ilmu dan Penelitian,(Bandung: Mandar Madju, 1994), hal. 80. 15Snelbecker dalam Lexy J. Moleong,Metodologi Penelitian Kualitatif,(Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993), hal. 35.


(30)

menjadi satu kerjasama antara masing-masing pihak untuk secara bersama-sama mencapai suatu tujuan tertentu yang telah disepakati.

Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Dari peristiwa ini timbul suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan

perikatan. Perjanjian menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang

membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.16

Memperjelas mengenai definisi perjanjian, M Yahya Harahap menyatakan bahwa perjanjian adalah suatu hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberikan kekuatan hak pada suatu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi.17

Kontrak adalah bagian dari bentuk suatu perjanjian sebagaimana yang termuat dalam Pasal 1313 KUH Perdata adalah sangat luas, maka kontrak dapat menjadi bagian dari suatu perjanjian. Akan tetapi yang membedakan kontrak dengan perjanjian adalah sifatnya dan bentuknya. Kontrak lebih besifat untuk bisnis dan bentuknya perjanjian tertulis. Kontrak memiliki suatu hubungan hukum oleh para pihak yang saling mengikat, maksudnya adalah antara para pihak yang satu dengan yang lainnya saling mengikatkan dirinya dalam kontrak tersebut, pihak yang satu


(31)

dapat menuntut sesuatu kepada pihak yang lain, dan pihak yang dituntut berkewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Kontrak yang dibuat oleh para pihak berlaku sebagai undang-undang bila terjadi pelanggaran isi kontrak.

Hukum kontrak di Indonesia menganut sistem terbuka yang berarti bahwa

setiap orang bebas membuat kontrak, sehingga mempunyai sifat yang “optional

law”.18Dalam pembuatan suatu perjanjian atau kontrak dikenal salah satu asas,yaitu

asas kebebasan berkontrak. Asas kebebasan berkontrak merupakan suatu asas yang memberikan suatu pemahaman bahwa setiap orang dapat melakukan suatu kontrak dengan siapapun dan untuk hal apapun. Namun asas kebebasan berkontrak bukan berarti bebas mutlak, ada beberapa pembatasan yang diberikan oleh Pasal-Pasal dalam KUH Perdata terhadap asas ini yang membuat asas ini merupakan asas tidak tak terbatas. Pembatasan asas kebebasan berkontrak selain harus memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian yang tertuang dalam Pasal 1320 KUH Perdata juga dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata yang menyatakan bahwa suatu perjanjian hanya dapat dilaksanakan dengan itikad baik. Dengan demikian, cara ini dikatakan system terbuka, artinya bahwa dalam membuat perjanjian ini para pihak diperkenankan untuk menentukan isi dari perjanjiannya dan sebagai undang-undang bagi mereka sendiri, dengan pembatasan bahwa perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan ketentuan undang-undang, ketertiban umum, dan norma


(32)

kesusilaan. Aspek-aspek kebebasan berkontrak dalam Pasal 1338 KUH Perdata (BW), yang menyiratkan adanya 3 (tiga asas) yang seyogyanya dalam perjanjian:

1. Mengenai terjadinya perjanjian

Asas yang disebut konsensualisme, artinya menurut BW perjanijan hanya terjadi apabila telah adanya persetujuan kehendak antara para pihak (consensus, consensualisme).

2. Tentang akibat perjanjian

Bahwa perjanjian mempunyai kekuatan yang mengikat antara pihak-pihak itu sendiri. Asas ini ditegaskan dalam Pasal 1338 ayat (1) BW yang menegaskan bahwa perjanjian dibuat secara sah diantara para pihak, berlaku sebagai Undang-Undang bagi pihak-pihak yang melakukan perjanjian tersebut. 3. Tentang isi perjanjian

Sepenuhnya diserahkan kepada para pihak (contractsvrijheid atau

partijautonomie) yang bersangkutan.

Dengan kata lain selama perjanjian itu tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku, kesusilaan, mengikat kepentingan umum dan ketertiban, maka perjanjian itu diperbolehkan. Oleh karena itu para pihak tidak dapat menentukan sekehendak hati klausul-klausul yang terdapat dalam perjanjiian tetapi harus didasarkan dan dilaksanakan dengan itikad baik. Perjanjian yang didasarkan pada itikad buruk misalnya penipuan mempunyai akibat hukum perjanjian tersebut dapat dibatalkan.


(33)

Sehingga dalam membuat joint venture agreement para pihak bebas untuk

membuat perjanjian dengan pihak manapun yang dikehendakinya dan bebas mengatur isi kontrak tersebut sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perjanjian yang dibuat dengan sengaja atas kehendak para pihak secara sukarela dan yang telah disepakati/disetujui oleh para pihak harus dilaksanakan oleh para pihak sebagaimana yang telah dikehendaki. Dalam hal salah satu pihak dalam perjanjian tidak melaksanakannya, maka pihak lain dalam perjanjian berhak untuk memaksakan pelaksanaannya melalui mekanisme dan jalur hukum yang berlaku.19

Dengan adanya kesepakatan, maka muncullah hak dan kewajiban di antara

para pihak. Dalam joint venture agreement ditentukan hak dan kewajiban dari

masing-masing pihak yang harus dilaksanakan, dimana antara hak dan kewajiban tersebut terdapat suatu keseimbangan. Joint venture agreement telah diikat dengan

suatu ketentuan yang didasarkan oleh kata sepakat dan dituangkan dalam kesepakatan tertulis dengan tujuan saling menguntungkan. Hal ini berarti bahwajoint

venture agreement menyebabkan para pihak mempunyai kewajiban untuk

memberikan kemanfaatan pada pihak lainnya dan sebaliknya, lawannya untuk menerima manfaat yang menguntungkan atau berguna bagi dirinya dari hubungan perjanjian tersebut.

19 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 59.


(34)

Selain melakukan analisis dengan menggunakan pendekatan perjanjian, dalam penelitian ini juga digunakan pendekatan teori keadilan. Teori keadilan mampu menjamin pelaksanaan hak dan sekaligus mendistribusikan kewajiban secara adil bagi para pihak yang terikat dalam perjanjian. Oleh karenanya suatu konsep keadilan yang baik haruslah bersifat kontraktual, konsekuensinya setiap konsep keadilan yang tidak berbasis kontraktual harus dikesampingkan demi kepentingan keadilan itu sendiri.20

Dalam ilmu hukum, ada empat unsur yang merupakan fondasi penting, yaitu: moral, hukum, kebenaran, dan keadilan. Akan tetapi menurut filosof besar bangsa Yunani, yaitu Plato, keadilan merupakan nilai kebajikan yang tertinggi. Menurut Plato, “Justice is the supreme virtue which harmonize all other virtues.”21

Teori Keadilan Hukum menerangkan bahwa setiap orang tidak akan merasa dirugikan kepentingannya dalam batas-batas yang layak. Jadi keadilan bukan berarti bahwa setiap orang memperoleh bagian yang sama. Tentang isi keadilan sukar untuk memberi batasannya. Aristoteles membedakan adanya dua macam keadilan, yaitu

justitia distributiva dan justitia commutativa. Justitia distributiva menuntut bahwa

setiap orang mendapat apa yang menjadi hak atau jatahnya, yang adil di sini ialah apabila setiap orang mendapat hak atau jatahnya secara proporsional mengingat akan

pendidikan, kedudukan, kemampuan dan sebagainya. Sedangkan justitia

20 Handri Raharjo, Hukum Perjanjian di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Yustisi, 2000), hal. 42.


(35)

commutativa memberi kepada setiap orang sama banyaknya, yang adil ialah apabila

setiap orang diperlakukan sama tanpa memandang kedudukan dan sebagainya.22 Menurut Mill, keadilan bersumber pada naluri manusia untuk menolak dan membalas kerusakan yang diderita, baik oleh diri sendiri, maupun oleh siapa saja yang mendapatkan simpati dari kita. Penderitaan, tidak hanya atas dasar kepentingan individual, melainkan lebih luas dari itu, sampai kepada orang-orang lain yang kita samakan dengan diri kita sendiri. Hakikat keadilan, dengan demikian mencakup semua persyaratan moral yang sangat hakiki bagi kesejahteraan umat manusia.23

John Stuart Mill setuju dengan Bentham, bahwa suatu tindakan itu hendaklah ditujukan kepada pencapaian kebahagiaan, sebaliknya suatu tindakan adalah salah apabila ia menghasilkan sesuatu yang merupakan kebalikan dari kebahagiaan. Ia menyetujui, bahwa standar keadilan hendaknya didasarkan pada kegunaannya. Akan tetapi ia berpendapat, bahwa asal usul kesadaran akan keadilan itu tidak ditemukan

pada kegunaan, melainkan pada dua sentimen, yaitu rangsangan untuk

mempertahankan diri dan perasaan simpati.24

Pada dasarnya suatu perjanjian kerjasama ini berawal dari suatu perbedaan atau ketidaksamaan kepentingan diantara para pihak yang bersangkutan. Perumusan hubungan perjanjian senantiasa diawali dengan proses negosiasi diantara para pihak. Melalui proses negosiasi para pihak berupaya menciptakan bentuk-bentuk adanya

22

Sudikno Mertokusumo,Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Liberty, 2003), hal. 77.

23 Edgar Bodenheimer, Jurisprudence, the philosophy and the Methos of the Law, (Cambridge Mass: Harvard University Press, 1974), hal. 86.


(36)

kesepakatan untuk saling mempertemukan sesuatu yang diinginkan (kepentingan) melalui proses tawar menawar tersebut.25

Pada umumnya berawal terjadinya perbedaan kepentingan para pihak akan dicoba dipertemukan melalui adanya kesepakatan para pihak. Oleh karena itu melalui hubungan perjanjian, perbedaan tersebut dapat diakomodir dan selanjutnya dapat dibingkai dengan sebuah perangkat hukum sehingga dapat mengikat para pihak. Mengenai sisi kepastian hukum dan keadilan, justru akan tercapai apabila perbedaan yang ada diantara para pihak dapat terakomodir melalui sebuah mekanisme hubungan perikatan yang bekerja secara seimbang dan terarah.26

Dengan tujuan pembentukan joint venture agreement, diharapkan akan

memunculkan perjanjian secara adil dan seimbang bagi para pihak dalam hubungan kerjasama, tetapi jika para pihak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana mestinya karena adanya perbuatan atas wanprestasi berarti prestasinya tidak dilakukan pihak, dengan sendirinya hak dari pihak lain menjadi tidak terwujud, dan menimbulkan adanya kerugian. Pihak yang dirugikan diberi kesempatan untuk mengajukan gugatan atau tuntutan ke pengadilan untuk meminta kerugian sebagai upaya pihak yang bersangkutan agar mendapatkan pemulihan atas haknya tersebut.27

Asas kebebasan berkontrak merupakan inti daripada perjanjian kerjasama ini yang mengandung pengertian bahwa para pihak bebas memperjanjikan apa saja

25 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Azas Proporsionalitas Dalam Kontrak

Komersial, (Yogyakarta: Laksbang Mediatama, 2008), hal.1 26


(37)

asalkan tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Lebih jauh lagi para pihak yang membuat perjanjian harus mempunyai posisi yang setara dalam memperjuangkan hak dan kewajibannya, sehingga kedudukan hak dan kewajiban para pihak menjadi seimbang.

2. Kerangka Konsepsi

Guna menghindari kesalahpahaman atas berbagai istilah yang dipergunakan dalam penelitian ini, maka berikut akan dijelaskan maksud dari istilah-istilah sebagai berikut:

1. Joint venture (kerjasama patungan) adalah suatu usaha kerjasama yang

dilakukan antara penanaman modal asing dengan modal nasional semata-mata berdasarkan suatu perjanjian atau kontrak belaka (kontraktuil), dimana tidak membentuk suatu badan hukum baru.28

2. Joint venture company (perusahaan patungan) adalah perusahaan berbentuk

perseroan terbatas yang didirikan berdasarkan patungan modal asing dengan modal dalam negeri (nasional).

3. Joint venture agreement (perjanjian kerjasama patungan) adalah perjanjian

antara penanaman modal asing dengan penanaman modal dalam negeri untuk mendirikan dan menjalankan perusahaan berbentuk perseroan terbatas.

28 Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2007), hal. 61.


(38)

4. Modal asing adalah adalah modal yang dimiliki oleh negara asing, perseorangan Warga Negara Asing, badan usaha asing, badan hukum asing, dan/atau badan hukum Indonesia yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing.29

5. Modal dalam negeri (nasional) adalah modal yang dimiliki oleh negara Republik Indonesia, perseorangan Warga Negara Indonesia, atau badan usaha yang berbentuk badan hukum atau tidak berbadan hukum.30

6. Anggaran dasar adalah manifestasi dari pemberian kewenangan dan hak untuk bertindak sebagai perseroan terbatas oleh negara. Lebih dari itu, anggaran dasar adalah dokumen hukum dasar (basic constitutional document)

bagi setiap perusahaan.31 Dalam penelitian tesis ini yang dimaksud dengan anggaran dasar adalah anggaran dasar perusahaan patungan (joint venture

company).

7. Badan Koordinasi Penanaman Modal adalah lembaga pemerintah non departemen yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada

Presiden32, yang melaksanakan tugas dan memiliki wewenang di bidang

penanaman modal.

29Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Pasal 1 angka 8. 30

Ibid, Pasal 1 angka 9.

31 Emmet Scully, “Shareholders’ Agreement: A Practical Analysis”, http//www.dundee.ac. ukl/cepmlp/journal/html/Vol1/article-5.html. Diakses tanggal 5 Mei 2011.


(39)

8. Perusahaan penanaman modal adalah sebuah kesatuan yang dibentuk antara 2 (dua) pihak atau lebih untuk menjalankan aktivitas ekonomi bersama. Pihak-pihak itu setuju untuk berkelompok dengan menyumbang keadilan, kepemilikan, dan kemudian saham dalam penerimaan, biaya, dan kontrol perusahaan.33

9. Sengketa penanaman modal adalah perselisihan dalam pelaksanaan

penanaman modal yang timbul karena ketidakpatuhan para pihak terhadap

joint venture agreement.

10. Penanaman modal adalah penanaman modal yang dilakukan oleh investor

baik penanam modal asing maupun domestik secara langsung membentuk suatu badan usaha atau perusahaan di Indonesia.

G. Metode Penelitian

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Berdasarkan dengan rumusan permasalahan dan tujuan dari penelitian, maka sifat penelitian yang sesuai adalahpreskriptif. Ilmu hukum mempunyai karakteristik

sebagai ilmu yang bersifat preskriptif dan terapan. Sebagai ilmu yang bersifat

preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas

aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum.34Untuk membahas

pokok permasalahan dalam tesis ini akan digunakan spesifikasi penelitianpreskriptif

33 http://id.wikipedia.org/wiki/Perusahaan_patungan. Diakses tanggal 16 Mei 2011.

34 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta, Kencana Prenada Media: 2008), hal. 22.


(40)

yaitu suatu penelitian yang dimaksudkan untuk mendapatkan saran-saran mengenai apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah tertentu.35

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yang disebut juga sebagai penelitian doktrinal (doctrinal research) yaitu suatu

penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis di dalam buku (law as it is

written in the book), maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses

pengadilan (law it is decided by the judge through judicial process)36. Penelitian

hukum normatif dalam penelitian ini didasarkan data sekunder dan menekankan pada langkah-langkah spekulatif-teoritis dan analisis normatif-kualitatif.37

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian normatif yang merupakan prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya.38 Logika keilmuan yang juga dalam penelitian hukum normatif dibangun berdasarkan disiplin ilmiah dan cara-cara kerja ilmu hukum normatif, yaitu ilmu hukum yang objeknya hukum itu sendiri. Dengan demikian penelitian ini meliputi penelitian terhadap sumber-sumber hukum, peraturan perundang-undangan, dan beberapa buku mengenai kedudukan

joint venture agreementdalam perusahaan penanaman modal.

35Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 2007), hal. 10. 36Amiruddin dan Zainal Asikin,Pengantar Metode Penelitian Hukum,(Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006), hal. 118.

37J. Supranto,Metode Penelitian Hukum dan Statistik,(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003), hal. 3.


(41)

2. Sumber Data

Data yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder yang terdiri dari:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat yang terdiri dari peraturan perundang-undangan dan peraturan

lainnya yang berkaitan.39 Data dari pemerintah yang berupa

dokumen-dokumen tertulis yang bersumber pada perundang-undangan, di antaranya: 1) KUH Perdata;

2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal dan peraturan pelaksananya;

3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas; b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang berupa buku, penelusuran

internet, junal, surat kabar, makalah, skripsi, tesis maupun disertasi.40

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan atas bahan hukum primer dan sekunder, berupa kamus dan ensiklopedia. Selain itu juga buku mengenai metode penelitian dan penulisan hukum untuk memberikan penjelasan mengenai teknik penulisan tesis.41

3. Alat Pengumpulan Data

Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan tesis, maka penulis menggunakan metode pengumpulan data dengan cara studi dokumen yaitu

39Soerjono Soekanto,Pengantar Metode Penelitian Hukum,(Jakarta: UI Press, 1984), hal. 6. 40Sri Mamuji,Teknik Menyusun Karya Tulis Ilmiah, (Jakarta: UI Press, 2006), hal. 12. 41Soerjono Soekanto,Op. cit, hal. 7.


(42)

penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti dokumen-dokumen dari bahan pustaka atau yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penulisan tesis ini antara lain berasal dari peraturan perundang-undangan, buku-buku baik koleksi pribadi maupun dari perpustakaan, artikel-artikel baik yang diambil dari media cetak maupun media elektronik, makalah ilmiah,

dokumen-dokumen joint venture agreement, dan bahan-bahan lain yang

berhubungan dengan meteri yang dibahas dalam tesis ini.

4. Analisis Data

Analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan menguraikan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesa kerja seperti yang disarankan data.42

Data yang telah dikumpulkan selanjutnya akan dianalisis dengan pendekatan kualitatif. Analisis kualitatif yaitu metode analisis data yang mengelompokkan dan menyeleksi data yang diperoleh menurut kualitas dan kebenarannya. Kemudian analisis itu akan dihubungkan dengan teori-teori yang diperoleh dari studi kepustakaan.

Data sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian dianalisa dengan menggunakan metode deduktif. Metode deduktif dilakukan dengan membaca, menafsirkan dan membandingkan, sehingga diperoleh kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan.


(43)

BAB II

KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAMJOINT VENTURE AGREEMENT

A. Ketentuan Umum Penanaman Modal di Indonesia

1. Prinsip-Prinsip dalam Penyelenggaraan Penanaman Modal

Untuk mempercepat pembangunan ekonomi nasional dan mewujudkan kedaulatan politik dan ekonomi Indonesia diperlukan peningkatan penanaman modal

untuk mengolah potensi ekonomi menjadi kekuatan ekonomi riil dengan

menggunakan modal yang berasal baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Untuk itu, penanaman modal harus menjadi bagian dari penyelenggaraan perekonomian nasional. Penyelenggaraan penanaman modal hanya dapat tercapai apabila sejalan dengan tujuan pembaharuan dan pembentukan Undang-Undang Penanaman Modal.

Agar memenuhi prinsip demokrasi ekonomi diperlukan adanya pembatasan kegiatan usaha yang dapat dimasuki modal asing, juga memerintahkan untuk mengatur melalui perundang-undangan mengenai persyaratan bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka, termasuk bidang usaha yang harus dimitrakan atau dicadangkan bagi usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi. Oleh karena itu, dapat ditarik prinsip-prinsip demokrasi ekonomi dalam UUPM, antar lain:


(44)

a. Pasal 3 UUPM asas penyelenggaraan penanaman modal;

Dasar atau prinsip maupun asas yang terkandung dalam Pasal 3

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 adalah:43

1) Kepastian Hukum

Asas dalam negara hukum yang meletakkan hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai dasar dalam setiap kebijakan dan tindakan dalam bidang penanaman modal.

2) Keterbukaan

Asas yang terbuka terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang kegiatan penanaman modal.

3) Akuntabilitas

Asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari penyelenggaraan penanaman modal harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

4) Perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara

Asas perlakuan pelayanan non diskriminasi berdasarkan ketentuan

peraturan perundang-undangan, baik antara penanam modal dalam negeri dalam daerah maupun yang berasal dari luar daerah dan penanam modal


(45)

asing maupun antara penanam modal dari satu negara asing dan penanam modal dari negara asing lainnya.

5) Kebersamaan

Asas yang mendorong peran seluruh penanam modal secara bersama-sama dalam kegiatan usahanya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. 6) Efisiensi Berkeadilan

Asas yang mendasari pelaksanaan penanaman modal dengan

mengedepankan efisiensi berkeadilan dalam usaha untuk mewujudkan iklim usaha yang adil, kondusif, dan berdaya saing.

7) Berkelanjutan

Asas yang secara terencana mengupayakan berjalannya proses

pembangunan melalui penanaman modal untuk menjamin kesejahteraan dan kemajuan dalam segala aspek kehidupan, baik untuk masa kini maupun yang akan datang.

8) Berwawasan lingkungan

Asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap memperhatikan dan mengutamakan perlindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup.

9) Kemandirian

Asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap mengedepankan potensi bangsa dan negara dengan tidak menutup diri pada masuknya modal asing demi terwujudnya pertumbuhan ekonomi.


(46)

10) Keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional

Asas yang berupaya menjaga keseimbangan kemajuan ekonomi antar wilayah di daerah dalam kesatuan ekonomi nasional.

b. Pembatasan bidang usaha

Undang-Undang Penanaman Modal Asing mengatur beberapa hal yang

menjadi landasan dalam membuat joint venture agreement seperti yang

berkaitan dengan bentuk badan usaha, kedudukan, bidang usaha, perizinan perusahaan, dan penyelesaian sengketa. Dalam UUPM terdapat ketentuan mengenai pembatasan bidang usaha bagi penanaman modal asing maka agar penanam modal asing dapat menanamkan modal di bidang usaha yang tertutup bagi penanam modal asing diperlukan adanya kerja sama dengan penanam modal nasional.

c. Perlakuan dan fasilitas

Fasilitas penanaman modal merupakan hal yang biasa dilakukan untuk menarik penanam modal. UU Penanaman Modal mengatur tentang fasilitas penanaman modal dalam Pasal 18 sampai dengan Pasal 24. Fasilitas penanaman modal menjadi suatu permasalahan dalam hal fasilitas tersebut dilakukan dikaitkan dengan pemenuhan Performance Requirement yang dilarang di dalam TRIMs. Salah satu hal yang menjadi perhatian di dalam UU Penanaman Modal adalah Pasal 18 ayat (3) huruf j, yang menyebutkan persyaratan pemberian fasilitas penanaman modal salah satunya adalah


(47)

penggunaan komponen lokal. Bilamana ditelaah maka pengaturan Pasal 18 ayat (3) huruf j, UU Penanaman Modal merupakan suatu perlakuan yang tidak sama antara barang dalam negeri dan barang import.44

d. Pengembangan partisipasi Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dan koperasi Pemerintah perlu menciptakan kondisi yang kondusif untuk mendorong perkembangan yang bergairah dan dinamis. Untuk ini, yang merupakan kepentingan utama adalah apabila pertumbuhan ekonomi yang ekspansif. Merupakan kunci utama bagaimana seharusnya pemerintah menciptakan lingkungan penanaman modal yang sehat.

Salah satu aspek dari lingkungan usaha yang sehat adalah mudahnya perijinan usaha. Pada umumnya, untuk memperoleh perijinan usaha, seorang pengusaha harus mengeluarkan biaya sekitar 3 atau 4 kali dari biaya perijinan yang ditentukan. Surat ijin harus diperbaharui setiap tahun dan memerlukan beberapa klarifikasi dari beberapa pejabat yang berwenang, yang biasanya menyebabkan perlunya biaya tambahan. Hal ini terjadi karena perijinan tidak transparan, mahal, berbelit-belit, diskriminatif, lama dan tidak pasti, serta tumpang tindih vertical (antara pusat -daerah) dan horizontal (antara instansi di daerah). Akibatnya, minat pengusaha terhambat untuk mengembangkan usahanya.

44 http://www.jambilawclub.com/2011/09/analisis-kebijakan-penanaman-modal.html. Diakses tanggal 5 November 2011.


(48)

e. Penyelenggaraan administrasi kegiatan investasi

Ada beragam pilihan yang dimiliki pemerintah untuk memperbaiki iklim penanaman modal di daerah, dimana salah satu kebijakan yang terkait dengan kepentingan tersebut, adalah penerapan sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang didasarkan pada UU No. 25/2007 tentang Penanaman Modal. Kebijakan ini sangat menarik untuk dicermati, karena jika ditilik pada substansinya, memiliki kemiripan dengan Keppres No. 29 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Penanaman Modal dalam rangka PMA dan PMDN melalui Sistem Pelayanan Satu Atap. Keppres ini pernah dianggap pemerintah daerah sebagai upaya pemerintah pusat untuk menarik kembali kewenangan penanaman modal yang pernah didesentralisasikan. Di sisi lain, secara teoritik, PTSP dapat meningkatkan kualitas pelayanan perizinan dalam bidang investasi, melalui penyederhanaan perizinan dan percepatan waktu penyelesaian.45

2. Fasilitas Penanaman Modal

Pemerintah memberikan fasilitas kepada penanam modal yang melakukan penanaman modal berupa:46

a. melakukan peluasan usaha; atau b. melakukan penanaman modal baru.


(49)

Adapun penanaman modal yang dilakukan tersebut harus memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut:47

a. menyerap banyak tenaga kerja; b. termasuk skala prioritas tinggi; c. termasuk pembangunan infrastruktur; d. melakukan alih teknologi;

e. melakukan industri pionir;

f. berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan, atau daerah lain yang dianggap perlu;

g. menjaga kelestarian lingkungan hidup;

h. melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi;

i. bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah atau koperasi, atau industri yang menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan yang diproduksi di dalam negeri.

Apabila salah satu kriteria itu telah di penuhi, maka dianggap cukup bagi

pemerintah untuk memberikan fasilitas atau kemudahan kepada investor. Ada

sepuluh bentuk fasilitas atau kemudahan yang diberikan kepada investor, baik itu

investor domestik maupun investor asing. Kesepuluh fasilitas itu, disajikan berikut

ini:48

47Ibid, Pasal 18 ayat (3). 48Ibid, Pasal 18 ayat (4).


(50)

a. fasilitas PPh melalui pengurangan penghasilan neto;

b. pembebasan atau keringanan bea masuk impor barang modal yang belum bisa diproduksi di dalam negeri;

c. pembebasan bea masuk bahan baku atau penolong untuk keperluan produksi tertentu;

d. pembebasan atau penangguhan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas impor barang modal;

e. penyusutan atau amortisasi yang dipercepat;

f. keringanan PBB.

Selain fasilitas tesrsebut di atas, Pemerintah juga memberikan kemudahan

pelayanan dan/atau perizinan kepada perusahaan penanaman modal untuk

memperoleh:49 a. hak atas tanah

b. fasilitas pelayanan keimigrasian, dan c. fasilitas perizinan impor

Fasilitas-fasilitas yang dimaksud di atas hanya diberikan terhadap penanaman modal asing yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT).

3. Bidang Usaha Penanaman Modal

Sebelum penanaman modal khususnya penanaman modal asing


(51)

cara penanaman modal khususnya penanaman modal asing. Calon penanaman modal yang akan mengadakan usaha dalam rangka penanaman modal asing harus mempelajari daftar bidang-bidang usaha yang tertutup. Selanjutnya penanam modal khususnya penanaman modal asing dapat mengajukan permohonan penanaman modal kepada Kepala BKPM dengan mengisi formulir yang telah ditetapkan oleh BKPM.

Sebagaimana telah ditetapkan dalam Pasal 12 UU No. 25 Tahun 2007 yang pada pokoknya menyatakan bahwa pemerintah telah menetapkan perincian bidang-bidang usaha baik bidang-bidang usaha yang terbuka, bidang-bidang usaha yang tertutup, maupun bidang usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan. Adapun Daftar Negatif Investasi (DNI) yang harus diperhatikan bagi penanam modal khususnya penanaman modal asing diatur dalam Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010 jo Peraturan Presiden No. 111 Tahun 2007 jo Peraturan Presiden No. 77 Tahun 2007 Tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.

Bidang usaha yang terbuka merupakan bidang usaha yang diperkenankan untuk ditanamkan investasi, baik oleh investor asing maupun investor domestik.50

Bidang usaha yang tertutup merupakan bidang usaha tertentu yang dilarang

50Salim H. S. dan Budi Sutrisno,Hukum Investasi di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), hal. 54.


(52)

diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal.51 Di dalam Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah ditentukan daftar bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal, baik untuk investasi domestik maupun investasi asing, yang meliputi:52

a. Produksi senjata; b. Mesiu;

c. Alat peledak; d. Peralatan perang;

e. Bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan undangundang.

Penjabaran lebih lanjut dari perintah Pasal 12 ayat (2) UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Daftar Bidang Usaha Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. Dalam Lampiran I Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 telah diatur rinci tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup.

51Pasal 1 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Daftar Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman


(53)

Ada dua puluh daftar bidang usaha yang tertutup, baik untuk investasi domestik maupun investasi asing. Kedua puluh daftar bidang usaha yang tertutup untuk investasi yaitu:53

a. Budidaya Ganja

b. Penangkapan spesies ikan yang tercantum dalam Appendix I Convention on

International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora(CITES)

c. Pemanfaatan (pengambilan) koral/karang dari alam untuk bahan

bangunan/kapur/kalsium dan souvenir/perhiasan, serta koral hidup atau koral mati (recent death coral) dari alam.

d. Industri minuman mengandung alkohol (minuman keras, anggur, dan minuman mengandung malt)

e. Industri pembuatchlor alkalidengan prosesmerkuri

f. Industri bahan kimia yang dapat merusak lingkungan seperti: 1) halondan lainnya

2) penta chlorophenol, dichloro diphenyl trichloro elhane (DDT), dieldrin,

chlordane, carbon tetra, chloride, methyl chloroform, methyl bromide,

chloro fluoro carbon (CFC) 7) Industri bahan kimia schedule I konvensi

senjata kimia (sarin,soman,tabun mustard,levisite,ricine,saxitoxin,VX,

dll.)

g. Penyediaan dan penyelenggaraan terminal darat

53Lampiran I Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010, tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.


(54)

h. Penyelenggaraan dan pengoperasian jembatan timbang i. Penyelenggaraan pengujian tipe kendaraan bermotor j. Penyelenggaraan pengujian berkala kendaraan bermotor k. Telekomunikasi/sarana bantu navigasi pelayaran

l. Vassel Traffic Information System(VTIS)

m. Jasa pemanduan lalu lintas udara

n. Manejemen dan Penyelenggaraan Stasiun Monitoring Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit

o. Museum pemerintah

p. Peninggalan sejarah dan purbakala (candi, keratin, prasasti, bangunan kuno, dsb)

q. Pemukiman/lingkungan adat

r. Monumen

s. Perjudian/Kasino.

Daftar bidang usaha yang tertutup dalam Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 ini jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan daftar bidang usaha yang dinyatakan tertutup dalam Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2007, dimana pada Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2007 terdapat 23 bidang usaha yang dinyatakan terutup. Hal ini dikarenakan terdapat tiga bidang usaha yang dikeluarkan dari daftar bidang usaha yang tertutup, yakni:


(55)

b. Lembaga penyiaran publik radio dan televisi; c. Industri siklamat dan sakarin.

Bidang usaha yang tertutup dapat dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan non komersial seperti, penelitian dan pengembangan dan mendapat persetujuan dari sektor yang bertanggung jawab atas pembinaan bidang usaha tersebut.54

Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan adalah bidang usaha tertentu yang dapat diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal dengan syarat tertentu, yaitu bidang usaha yang dicadangkan untuk Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan kemitraan, bidang usaha yang dipersyaratkan kepemilikan modalnya, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan lokasi tertentu,dan bidang usaha yang dipersyaratkan dengan perizinan khusus.55

Daftar bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan ini telah ditentukan dalam Lampiran II Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup Dan Bidang Usaha yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.

Adanya pengaturan dan penetapan bidang usaha bagi penanaman modal oleh pemerintah, tentunya harapan dari pemerintah untuk mengarahkan penanaman modal sesuai dengan rencana pembangunan nasional maupun dengan kebutuhan dan perkembangan keadaan bangsa Indonesia. Untuk itu penentuan bidang usaha bagi

54Salim H.S. dan Budi Sutrisno,op.cit., hal. 56.

55Pasal 2 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Daftar Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.


(56)

penanaman modal khususnya penanaman modal asing sangat wajar dan sesuai dengan landasan dan dasar untuk mengundang penanaman modal khususnya penanaman modal asing masuk ke Indonesia.

4. Hak dan Kewajiban Penanaman Modal

Hak dan kewajiban penanam modal, khususnya penanaman modal asing telah ditentukan dalam Pasal 8, Pasal 10, Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 18 Undang-Undang

Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal. Hak investor asing, disajikan

berikut ini:

a. Mengalihkan aset yang dimilikinya kepada pihak yang diinginkannya; b. Melakukan transfer dan repatriasi dalam valuta asing.

Hak transfer merupakan suatu perangsang untuk menarik penanam modal asing. Repatriasi (pengiriman) dengan bebas dalam bentuk valuta asing, tanpa ada penundaaan yang didasarkan pada perlakuan non diskriminasi, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak-hak transfer dan repatrisiasi ini, meliputi:

1) Modal;

2) Keuntungan, bunga bank, deviden, dan pendapatan lainnya; 3) Dana-dana yang diperlukan, untuk :

a) Pembelian bahan baku dan penolong, barang setengah jadi atau barang jadi; atau


(57)

b) Penggantian barang modal dalam rangka untuk melindungi kelangsungan hidup penanaman modal.

4) Tambahan dana yang diperlukan bagi pembiayaan penanaman modal; 5) Dana-dana untuk pembayaran kembali pinjaman;

6) Royalti atau biaya yang harus dibayar;

7) Pendapatan dari perseorangan Warga Negara Asing yang bekerja dalam perusahaan penanaman modal;

8) Hasil penjualan atau likuidasi penanaman modal; 9) Kompensasi atas kerugian;

10) Kompensasi atas pengambilalihan;

11) Pembayaran yang dilakukan dalam rangka: a) Bantuan teknis;

b) Biaya yang harus dibayar untuk jasa teknik dan manajemen; c) Pembayaran yang dilakukan di bawah kontrak proyek; dan d) Pembayaran hak atas kekayaan intelektual.

12) Hasil penjualan aset.

Hak ini, tidak mengurangi kewenangan pemerintah untuk:

a) Memberlakukan ketentuan peraturan perunadang-undangan yang mewajibkan pelaporan pelaksanaan transfer dana; dan

b) Hak pemerintah untuk mendapatkan pajak dan/atau royalti dan/atau pendapatan pemerintah lainnya dari penanaman modal.


(58)

c. Menggunakan tenaga ahli Warga Negara Asing untuk jabatan dan keahlian tertentu.

d. Mendapat kepastian hak, hukum, dan perlindungan.

e. Informasi yang terbuka mengenai bidang usaha yang dijalankannya.

f. Hak pelayanan.

g. Berbagai bentuk fasilitas kemudahan.

Kewajiban penanaman modal, khususnya investor asing telah ditentukan

dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal. Kewajiban itu, meliputi:

a. Menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik;

Sistem tatakelola organisasi perusahaan yang baik ini menuntut dibangunnya dan dijalankannya prinsip-prinsip tata kelola perusahaan (GCG) dalam proses manajerial perusahaan. Dengan mengenal prinsip-prinsip yang berlaku secara universal ini diharapkan perusahaan dapat hidup secara berkelanjutan dan memberikan manfaat bagi parastakeholder-nya.

b. Melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan;

Tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility

(untuk selanjutnya disebut CSR) mungkin masih kurang popular dikalangan pelaku usaha nasional. Namun, tidak berlaku bagi pelaku usaha asing. Kegiatan sosial kemasyarakatan yang dilakukan secara sukarela itu, sudah biasa dilakukan oleh perusahaan-perusahaan multinasional ratusan tahun lalu.


(59)

Penjelasan Pasal 15 huruf b UU Penanaman Modal menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan “tanggung jawab sosial perusahaan” adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat.

Pelaksanaan CSR yang baik dan benar sesuai dengan aturan hukum yang berlaku akan berimplikasi pada iklim penanaman modal yang kondusif.

Untuk bisa mewujudkan CSR setiap pelaku usaha (investor) baik dalam

maupun asing yang melakukan kegiatan di wilayah RI wajib melaksanakan aturan dan tunduk kepada hukum yang berlaku di Indonesia, sebaliknya pemerintah sebagai regulator wajib dan secara konsisten menerapkan aturan dan sanksi apabila ada pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan yang tidak melaksanakan CSR sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku.

c. Membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal;

Dalam penerapan prinsip akuntabilitas menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, setiap penanam modal berkewajiban menerapkan prinsip akuntabilitas sebagai salah satu prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dengan membuat laporan kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal.


(60)

Pelaksanaan prinsip akuntabilitas kaitannya dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, direksi dan komisaris mempunyai tanggung jawab hukum yang sama dengan direksi atas laporan keuangan yang menyesatkan yang menyebabkan kerugian bagi pihak lainnya.

d. Menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal; dan

Hal ini berarti bahwa sebelum perusahaan patungan didirikan harus didahului dengan sosialisasi kepada masyarakat untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari. Dengan demikian perencanaan penanaman modal ke depan merupakan perencanaan yang harus melibatkan semua

stakeholderbaik unsur Pemerintah, unsur Swasta maupun Masyarakat.

e. Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan.

Undang-Undang tentang Penanaman Modal didasarkan pada semangat untuk menciptakan iklim penanaman modal yang kondusif dan mengatur hal-hal yang dinilai penting, antara lain yang terkait dengan cakupan undang-undang, kebijakan dasar penanaman modal, bentuk badan usaha, perlakuan terhadap penanaman modal, bidang usaha, serta keterkaitan pembangunan ekonomi dengan pelaku ekonomi kerakyatan yang diwujudkan dalam pengaturan mengenai pengembangan penanaman modal bagi usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, hak, kewajiban, dan tanggung jawab penanam modal, serta fasilitas penanaman modal, pengesahan dan perizinan,


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Amiruddin dan Asikin, Zainal, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006.

Anoraga, Pandji, Perusahaan Multi Nasional: Penanaman Modal Asing, Jakarta: Pustaka Jaya, 1995.

Asyhadie, Zaeni, Hukum Bisnis: Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 2009.

Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Departemen Kehakiman Dan HAM RI., Perumusan Harmonisasi Hukum Bidang Penanaman Modal, Jakarta, Juli 2003.

Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman R.I. Laporan Akhir: Penelitian Tentang Aspek Hukum Perdagangan Dikaitkan dengan Penanaman Modal Asing,Jakarta, 1996.

Fuady, Munir,Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2007.

Fuady, Munir, Arbitrase Nasional: Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000.

Garner, Bryan A, Black’s Law Dictionary, Eight Edition, USA: Thomson Business, 2004.

Ginting, Budiman, Hukum Investasi Perlindungan Hukum Pemegang Saham Minoritas dalam Perusahaan Penanaman Modal Asing, Medan: Pustaka Bangsa, 2007.

, dan Siregar, Mahmul, Pengantar Hukum Investasi (Penanaman Modal), Modul Perkuliahan, Fakultas Hukum USU, 2009.


(2)

Harahap, M. Yahya, Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian Sengketa,Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1997.

Harahap, M. Yahya,Segi-segi HukumPerjanjian, Bandung: Alumni, 1986.

Harjono, Dhaniswara K, Hukum Penanaman Modal: Tinjauan terhadap Pemberlakuan UU No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, Jakarta: PT. Raharja Grafindo Persada, 2007.

Head, John W,Pengantar Umum Hukum Ekonomi, Jakarta: Proyek Elips, 1997. Ibrahim, Johnny,Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang: UMM

Press, 2007.

Ilmar, Aminuddin,Hukum Penanaman Modal di Indonesia, Cet. 3, Jakarta: Kencana, 2007.

Ismail, Maqdir,Pengantar Praktek Arbitrase di Indonesia, Malaysia, dan Singapura, Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia, 2007.

Khairandy, Ridwan, Pengantar Hukum Perdata Internasional, Cet. I, Yogyakarta: UII Press, 2007.

Lalive, Pierre, International Trade Center Incorporated Joint venture Model Agreement, Geneva, UNCTAD/WTO, 2005.

Lubis, M. Solly, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung: Mandar Madju, 1994.Nasution, Asmin, Transparansi dalam Penanaman Modal, Medan: Pustaka Bangsa Press, 2008.

Lubis, Todung Mulya,Hukum Ekonomi, Jakarta: Sinar Harapan, 1992. Mamuji, Sri,Teknik Menyusun Karya Tulis Ilmiah, Jakarta: UI Press, 2006.

Mertokusumo, Sudikno, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta: Liberty, 2003.

Moleong, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993.


(3)

Muljadi, Kartini dan Widjaja, Gunawan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003.

Nasution, Bismar, “Implikasi AFTA Terhadap Kegiatan Investasi Hukum Investasi Indonesia”,Jurnal Hukum Bisnis,Volume 22, edisi Januari-Februari, 2003. Pound, Roscoe,Justice According To Law,New Haven USA: Yale University Press,

1952.

Prasetya, Rudhi, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001.

Radjagukguk, Erman,Modul Hukum Investasi di Indonesia: Pokok Bahasan, FHUI, 2005.

,Modul Hukum Investasi di Indonesia: Pokok Bahasan, FHUI, 2006.

Sembiring, Sentosa,Hukum Investasi, Bandung : Nuansa Aulia, 2007.

Setiawan, Aneka Masalah Hukum dan Hukum Acara Perdata, Bandung: Alumni, 1992.

Siagian, Sondang P,Administrasi Pembangunan,Jakarta: Gunung Agung, 1985. Sihombing, Jonker,Hukum Penanaman Modal di Indonesia, Bandung: P.T. Alumni,

2009.

Siregar, Mahmul, Pedagangan Internasional dan Penanaman Modal, Medan: Universitas Sumatera Utara, 2005.

,Hukum Penanaman Modal dalam Kerangka WTO, Pustaka Bangsa Press: Medan, 2011.

Sjahdeini, Sutan Remy, Hukum Kepailitan: Memahami Undang-Undang Kepailitan No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan, Cet. III, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2009.


(4)

Sumantoro,Kerjasama Patungan dengan Modal Asing, Bandung: Alumni, 1984. Suny, Ismail, Tinjauan Dana Pembahasan Undang-undang Penanaman Modal

Asing dan Kredit Luar Negeri, Jakarta: Pradnya Paramita, 1968.

Supranto, J, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003.

Sutiyoso, Bambang,Penyelesaian Sengketa Bisnis,Yogyakarta: Citra Media, 2006. Widjaja, Gunawan dan Adrian, Michael, Arbitrase VS Pengadilan: Persoalan

Kompetensi (absolute) yang tidak pernah selesa, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008.

Widjaya. IG Rai, Penanaman Modal: Pedoman, Prosedur Mendirikan, dan Menjalankan Perusahaan Dalam Rangka PMA dan PMDN, Jakarta: Pradnya Paramita, 2005.

Wuisman, JJ. M, Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Asas-Asas, Penyunting M. Hisyam, Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1996.

Yani, Ahmad dan Widjaja, Gunawan, Perseroan Terbatas, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003.

Jurnal

Ginting, Budiman dan Mahmul Siregar, Pengantar Hukum Investasi (Penanaman Modal), Modul Perkuliahan, FH USU, 2009.

Khairandy, Ridwan, “Kompetensi Absolut Dalam Penyelesaian Sengketa Di PerusahaanJoint Venture”, Jurnal Hukum Bisnis, Vol 26, No. 4, Tahun 2007. Khairandy, Ridwan, “Peranan Perusahaan Penanaman Modal Asing Joint Venture dalam Alih Teknologi di Indonesia”, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 22, No. 5, Tahun 2003.

Svernlov, Carl, “Multinational Joint Venturing in the United States”, Journal of Business Law, 1991.


(5)

Syahyu, Yulianto, “Pertumbuhan Investasi Asing Di Kepulauan Batam: Antara Dualisme Kepemimpinan dan Ketidakpastian Hukum”, Jurnal Hukum Bisnis, Vol 22, No. 5, Tahun 2003.

Yulianto, Ahmad, “Peranan Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA) dalam Kegiatan Investasi”, Jurnal Hukum Bisnis, Vol 22, No. 5, Tahun 2003.

Peraturan Perundang-undangan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 tentang Pemilikan Saham dalam Perusahaan yang Didirikan dalam Rangka Penanaman Modal Asing

Peraturan Presiden Nomor 90 Tahun 2007 tentang Badan Koordinasi Penanaman Modal.

Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010 jo Peraturan Presiden No. 111 Tahun 2007 jo Peraturan Presiden No. 77 Tahun 2007 Tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.

Internet

http://id.wikipedia.org/wiki/Perusahaan_patungan. Diakses tanggal 16 Mei 2011. http://www.docstoc.com/docs/8385952/kedudukan-joint venture-agreement

-dan-anggaran-dasar-joint venture-company. Diakses tanggal 5 Juli 2011.

http://www.researchgate.net/publication/42354250_Perjanjian_Kerjasama_Modal_ Asing_Dan_Modal_Nasional_Berdasarkan_UndangUndang_PMA_No.1_Ta


(6)

“Penyelesaian sengketa bisnis melalui arbitrase internasional Studi kasus Pertamina vs Karaha Bodas Company”, <http://maspurba.wordpress.com/2008/05/10/ penyelesaian-sengketabisnis-melalui-arbitrase-internasional/>. Diakses tanggal 20 Juli 2011.

Scully, Emmet, “Shareholders’ Agreement: A Practical Analysis”, http//www. dundee.ac.ukl/cepmlp/journal/html/Vol1/article-5.html. Diakses tanggal 5 Mei 2011.


Dokumen yang terkait

Joint Venture Agreement Dalam Tinjauan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.

8 96 109

Tinjauan Yuridis Joint Venture Agreement Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Dan Dikaitkan Dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

2 57 158

Perlindungan Hukum Pemegang Saham Minoritas Dalam Perusahaan Joint Venture Studi Penanaman Modal Asing Di Sumatera Utara

0 21 337

Wewenang Badan Koordinasi Penanaman Modal Dalam Pengawasan Terkait Penyimpangan Yang Terjadi Pada Pelaksanaan Perizinan Perusahaan Joint Venture

4 93 120

Wewenang Badan Koordinasi Penanaman Modal Dalam Pengawasan Terkait Penyimpangan Yang Terjadi Pada Pelaksanaan Perizinan Perusahaan Joint Venture

0 0 8

Wewenang Badan Koordinasi Penanaman Modal Dalam Pengawasan Terkait Penyimpangan Yang Terjadi Pada Pelaksanaan Perizinan Perusahaan Joint Venture

0 0 1

Wewenang Badan Koordinasi Penanaman Modal Dalam Pengawasan Terkait Penyimpangan Yang Terjadi Pada Pelaksanaan Perizinan Perusahaan Joint Venture

0 1 21

SINKRONISASI PENGATURAN JOINT VENTURE AGREEMENT DAN ANGGARAN DASAR DALAM PERUSAHAAN PATUNGAN

1 1 16

BAB II PERUSAHAAN PENANAMAN MODAL PATUNGAN (JOINT VENTURE COMPANY) BERDASARKAN UU NOMOR 25 TAHUN 2007 A. Bentuk-Bentuk Penanaman Modal - Tanggung Jawah Hukum Perusahaan Patungan (Joint Venture Company) dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

0 0 31

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Joint Venture Agreement Dalam Tinjauan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.

0 1 17