Analisa residu pestisida profenofos pada tanaman kakao dan lada dengan menggunakan kromatografi gas Flame Photometric Detector (FPD)

xvii

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PESTISIDA
2.1.1 Pengertian Pestisida
Peraturan Pemerintah (PP) No.7 tahun 1973 pertama kali memberikan pengertian
tentang pestisida menurut undang-undang. Pestisida merupakan semua zat kimia dan
bahan lain jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk:
a. Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit yang merusak
tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian.
b. Memberantas rerumputan.
c. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan.
d. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian
tanaman tidak termasuk pupuk.
e. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan ternak.
f. Memberantas atau mencegah hama-hama air.
g. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam
rumah tangga, bangunan dan alat-alat pengangkutan.
h. Memberantas dan mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan

penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan
penggunaan pada tanaman, air atau tanah.

Universitas Sumatera Utara

xviii

Dari pengertian Peraturan Pemerintah (PP) No.7 tahun 1973 tentang pestisida
tersebut diatas jelas bahwa yang diatur, dikendalikan, diawasi dan dikelola tidak
hanya pestisida untuk pengendalian hama dan penyakit tanaman, tetapi juga untuk
pengendalian organisme pengganggu ikan, ternak, dan terutama manusia. Di samping
itu, pestisida yang diatur juga meliputi pestisida di rumah tangga, bangunan, serta
untuk penyimpanan dan pengangkutan.
2.1.2 Penggolongan Berdasarkan Cara Kerja Pestisida
1. Insektisida
Menurut “cara kerja”atau gerakannya pada tanaman setelah diaplikasikan,
insektisida secara umum dibedakan menjadi tiga macam sebagai berikut.
a) Insektisida sistemik
Insektisida sistemik diserap oleh organ-organ tanaman, baik lewat
akar, batang atau daun. Selanjutnya, insektisida sistemik tersebut mengi

kuti gerakan cairan tanaman dan ditransportasikan ke bagian-bagian
tanaman lainnya, baik ke atas (akropetal) atau ke bawah (basipetal),
termasuk ke tunas yang baru tumbuh. Contoh insektisida sistemik adalah
furatiokarb, fosfamidon, isolan, karbofuran, dan monokrotofos.

b) Insektisida Nonsistemik
Insektisida nonsistemik setelah diaplikasikan (misalnya disemprotkan)
pada tanaman sasaran tidak diserap oleh jaringan tanaman, tetapi hanya
menempel di bagian luar tanaman. Insektisida nonsistemik sering disebut
insektisida kontak. Namun, istilah itu sebenarnya kurang begitu tepat.

Universitas Sumatera Utara

xix

Istilah kontak lebih tepat digunakan bagi cara kerja insektisida yang
berhubungan dengan cara masuknya kedalam tubuh serangga.Bagian
terbesar insektisida yang dijual di pasar Indonesia dewasa ini adalah
insektisida nonsistemik. Contoh dioksikarb, diazinon, diklorvos, profeno
fos, dan quinalfos.


c) Insektisida Sistemik Lokal
Insektisida sistemik local adalah kelompok insektisida yang dapat
diserap oleh jaringan tanaman (umumnya daun), tetapi tidak ditranslokasi
kan ke bagian tanaman lainnya. Termasuk kategori ini adalah insektisida
yang berdaya kerja translaminar atau insektisida yang mempunyai daya
penetrasi ke dalam jaringan

tanaman. Beberapa contoh di antaranya

adalah dimetan, furatiokarb, pyrolan, dan profenofos.

2. Fungisida
Pestisida untuk mengendalikan cendawan (fungi) menurut efeknya
terhadap cendawan sasaran terdiri atas dua macam. Pertama, senyawasenyawa yang mempunyai efek fungistatik, yakni senyawa yang hanya
mampu menghentikan perkembangan cendawan. Cendawan akan berkembang
lagi bila senyawa fungistatik tersebut hilang. Kedua, senyawa-senyawa yang
mempunyai efek fungitoksik atau efek fungisida (fungicidal effect), yakni
senyawa yang dapat membunuh cendawan. Cendawan tidak berkembang lagi
meskipun senyawa fungitoksik itu sudah hilang, kecuali ada infeksi baru.


Universitas Sumatera Utara

xx

3. Herbisida
Herbisida adalah pestisida yang digunakan untuk mengendalikan
gulma atau tumbuhan pengganggu yang tidak dikehendaki. Karena herbisida
aktif terhadap tumbuhan, maka herbisida bersifat fitotoksik.

2.1.3. Penggolongan Berdasarkan kelas kimia
Pestisida dikelompokkan pula menurut kelompok, golongan atau kelas
kimianya, yakni sekelompok pestisida yang mempunyai persamaan dalam rumus
dasar struktur molekulnya.
Tabel 2.1: Kelompok kimia insektisida
Contoh

Kelompok
1) Organofosfat(OP):
a) Derivat alifatik


Asefat,

forat,

dimetoat,

dikrotovos,

malation, metamidofos
b) Heterosiklik

Asinfosmetil, fention, klorfirifos, metidation

c) Derivat fenil

Etil paration, fention, isofenfos, metal
paration, profenofos

2) Karbamat:

a) Metil karbamat

Karbaril

b) Fenil karbamat

Metiokarb, propoksur

c) Karbamat pyrazol

Dimetilan, isolan, pyrolan

d) Metil heterosiklik

Bendiokarb, karbofuran

Universitas Sumatera Utara

xxi


e) Oksim

Aldikarb, metomil

3) Piretroid:
a) Light sensitive

Alletrin, tetrametrin,dan resmetrin

b) Photostable

Sipermetrin, deltametrin, sihalotrin,
bifentrin, fenvalerat

2.1.4 Nama Kimia, Nama Umum, dan Nama Dagang
Setiap pestisida atau produk perlindungan tanaman yang di perdagangkan
terdiri atas tiga bagian utama, yakni bahan aktif, bahan-bahan pembantu dan bahanbahan pembawa. Bahan aktif adalah senyawa kimia atau bahan bioaktif lainnya(mikr
oorganisme)

yang


mempunyai efek

pestisida,

yakni

meracuni Organisme

Perusak Tanaman (OPT) atau efek biologi lainnya, misalnya mengusir serangga, men
arik serangga, dan sebagainya.Bahan aktif tersebut diberi nama kimia, yakni nama
yang didasarkan atas struktur atau rumus kimia senyawa tersebut. Misalnya,
Insektisida yang dijual dengan nama dagang Curacron 500 EC mempunyai nama
kimia 0-4-bromo-2-chlorophenyl.
Insektisida Curacron 500 EC mempunyai bahan aktif bernama Profenofos.Na
ma umum atau nama generic pestisida yang bersangkutan sebagai salah satu syarat
pendaftaran pada komisi pestisida.

Universitas Sumatera Utara


xxii

2.1.5 Batas Maksimum Residu Pestisida
Batas maksimum residu pestisida (BMRP) adalah batas maksimum kandungan
residu pestisida di dalam produk pertanian tertentu yang diizinkan oleh
pemerintah. Kandungan residu pestisida diatas BMRP dianggap berbahaya bagi
kesehatan manusia yang mengkonsumsi atau terpapar oleh produk pertanian
tersebut. dengan alasan melindungi kesehatan manusia, setiap Negara menerapkan
dan menentukan nilai BMRP yang ketat sehingga dapat digunakan sebagai alasan
untuk memeriksa dan membatasi produk-produk pertanian yang memasuki
negaranya.
Pemerintah pada tahun 1996 memutuskan BMRP melalui keputusan bersama
antara menteri kesehatan dan menteri pertanian no.881/Menkes/SKB/VIII/1996
tentang batas maksimim residu pestisida pada hasil pertanian. Melalui Surat
Keputusan Bebas (SKB) tersebut telah ditetapkan nilai Batas Maksimum Residu
(BMR) (mg/kg), sekitar 2000 kombinasi antara bahan aktif pestisida dan
komoditas. SKB tersebut antara lain menyatakan bahwa hasil pertanian yang beredar
di Indonesia, baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri tidak boleh
mengandung residu pestisida melebihi BMRP. hasil pertanian yang dimasukkan dari
luar negeri yang mengandung residu pestisida melebihi BMRP harus ditolak.

Sayangnya SKB tersebut sampai saat ini (2005), belum efektif dan
operasional sehingga dapat dimanfaatkan sebagai hambatan non-tarif dalam
perdaganagan global produk-produk pertanian. mekanisme dan prosedur penerapan
dan pengawasan ketetapan BMR pestisida pada tingkat lapangan belum diputuskan
dan disepakati pada tingkat lapangan belum diputuskan dan disepakati pada tingkat

Universitas Sumatera Utara

xxiii

antarsektor. Kelemahan dalam koordinasi kelembagaan, kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM), kelemahan dukungan penelitian dan keterbatasan sarana
laboratorium uji residu pestisida yang memenuhi syarat merupakan beberapa masalah
yang menyebabkan SKB tersebut masih belum berjalan (Untung,2007).

2.2.ORGANOFOSFAT
Organofosfat ditemukan pada tahun 1945. Struktur kimia dan cara kerjanya
berhubungan erat dengan gas syaraf. Organofosfat adalah pestisida yang mengandung
fosfor dan sulfur yang bersifat toksik dan beracun yang dapat menimbulkan efek pada
serangga, mamalia dan manusia melebihi inhibisi asetilkolinesterase pada saraf.

Organofosfat dapat menurunkan populasi serangga dengan cepat, persistensinya di
lingkungan sedang sehingga organofosfat secara bertahap dapat menggantikan
organoklorin. Sampai saat ini organofosfat masih merupakan insektisida yang paling
banyak digunakan diseluruh dunia. Contoh: malathion, monokrotofos, paration, fosf
amidon, bromofos, diazinon, dimetoat, fention, profenofos dan puluhan lainnya
(Sastroutomo,1992).

2.2.1 Profenofos (C11H10BrClO3PS)

Universitas Sumatera Utara

xxiv

Profenofos adalah insektisida golongan organofosfat yang terdi dari gugus
(thiophosphate).
Sifat kimia :
a. Berat Molekul 373,65 g/mole
b. Titik didih 110 oc
c. Densitas 1,46 g/cm
d. Waktu paruh degradasi pada tanah 9 hari
e. Stabil pada kondisi sedikit asam dan tidak stabil pada kondisi basa.
Dalam penggunaannya profenofos secara biokimia dapat menghambat kerja
enzim cholisterase isomernya mampu menghambat kerja enzim acetylcholinesterase.
Dimana insektisida dan akasarida non sistemik yang bekerja ketika terjadi kontak
dengan kulit, termakan (masuk ke lambung), dan inhalasi (kesistem pernafasan). Dan
kegunaan profenofos adalah untuk mengontrol serangga (terutama lepidopetera) dan
tungau pada tanaman kapasa, tebu, kacang hijau, kentang, tembakau, sayur-mayur
dan tanaman lainnya.
Profenofos merupakan insektisida yang bersifat mudah terdegradasi,
profenofos dalam tanah akan hilang pada kondisi netral sampai basa dengan waktu
yang paruh beberapa hari.(http://profenofos, klorpirifos.html.co.id)

2.3 Kakao
2.3.1 Sejarah singkat Kakao
Produk coklat dihasilkan melalui tahapan dan proses yang relatif panjang.
Tanaman kakao, tanaman, buah, dan biji akan menghasilkan buah kakao yang di

Universitas Sumatera Utara

xxv

dalamnya terdapat biji-biji kakao. Kakao berasal dari hutan-hutan tropis di Amerika
Tengah dan di Amerika Selatan bagian utara. Penduduk yang pertama kali
mengusahakan tanaman kakao serta menggunakan kakao sebagai bahan makanan
ndan minuman adalah suku Indian Maya dan suku Astek (Aztec).
Pada waktu itu, pengolahan biji kakao oleh orang-orang Indian dilakukan
dengan cara menyimpan biji kakao dan Mengeringkannya dengan cara menyimpan
biji kakao dan mengeringkannya dibawah sinar matahari.

2.3.2

Jenis Hama dan Pengendaliannya
a) Kepik Penghisap Buah
1. Gejala Serangan dan kerusakan
Serangga muda dapat menimbulkan kerusakan terhadap tanaman kakao
dengan cara menussukkan alat mulutnya ke dalam jaringan tanaman
untuk menghisap cairan sel-sel didalamnya.serangan hama ini dapat
menurunkan produksi sebesar 50-60%.
2. Pengendalian secara kimiawi berdasarkan sistem Dini
Beberapa

insektisida

anjuran

yang

telah

mendapat

izin

dari

komisi Pestisida, karena secara ekonomi penggunaan insektisida dinilai
relatif

mahal

tenaga pelaksana

dan

mempunyai
maupun

resiko

terhadap

tinggi,

baik

agroekosistem,

terhadap
maka

penggunaannya harus bijaksana.

Universitas Sumatera Utara

xxvi

b) Ulat Api
1. Gejala serangan dan kerusakan
Serangan larva instar awal menimbulkan bintik tembus cahaya pada da
un, kemudian timbul bercak-bercak coklat yang sekelilingnya berwarna
kuning yang dapat meluas keseluruh permukaan daun. kerugian yang
terjadi karena menurunnya proses fotosintesis sehingga pembentukan
karbohidrat berkurang dan secara tidak langsung dapat menurunkan
produksi buah.
2. Pengendalian
Secara alami terdapat musuh-musuh bagi tanaman kakao, baik yang
parasit maupun predator. Namun, tampaknya musuh alami tersebut
belum dapat menekan ulat api sampai pada tingkat populasi yang tidak
merugi. Masih perlu dilakukan pengendalian secara kimiawi dengan
penggunaan insektisida.(Lukito,2004)

2.4 Lada
2.4.1 Sejarah singkat Lada
Lada merupakan salah satu jenis tanaman yang batangnya berbentuk akarakaran. Tanaman penghasil rempah-rempah yang bernama laktin piper nigrum L. Ini
masuk ke Indonesia sejak abad XVI (sekitar tahun 1547) Lada sudah dikenal
masyarakat luas. Buktinya, buah lada setiap hari dimanfaatkan sebagai bumbu masak.

Universitas Sumatera Utara

xxvii

2.4.3 Jenis hama dan Pengendaliannya
a. Hama
Secara umum hama yang sering menyerang tanaman lada dibedakan atas
tiga jenis, yaitu hama yang menyerang buah dan bunga, dan menyerang
daun. Sementara hama yang menyerang akar tanaman lada jarang terjadi.
Kerusakan pada akar banyak disebabkan oleh serangan penyakit.
1. Hama yang menyerang bunga dan buah
Ada beberapa jenis hama yang menyebabkan keberadaan bunga dan
buah lada menjadi tidak normal, diantaranya ialah lalat.
2. Hama yang menyerang batang dan ranting atau cabang
Selain menyerang bunga dan buah, ada juga jenis hama yang
menyerang batang tanaman lada, baik batang muda, batang dewasa,
maupun batang tua.
3. Hama yang menyerang daun
Selain bunga, buah, dan cabang, ada juga hama yang menyerang
daun. Daun yang diserang dapat berupa daun muda maupun daun tua.
b. Pengendaliannya
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan agar tanaman lada terhindar dari
serangan hama dan penyakit. Bila tanaman sudah terlanjur diserang oleh
hama dan penyakit, sebaiknya keberadaannya diberantas dengan penggunaan
pestisida.

Universitas Sumatera Utara

xxviii

Tabel 2.2 Beberapa jenis pestisida untuk pengendalian hama dan penyakit
pada

tanaman lada

Merek Dagang

Jenis Pestisida

Dosis

Kegunaan

Curacron

Insektisida

2 cc/l air

Mengatasi Perusak daun dan
penghisap bunga/buah

Lannate

Insektisida

2 cc/l air

Mengatasi serangga
penghisap, lalat, ulat

Supracide 40 EC Insektisida

2 cc/l air

Mengatasi kutu daun dan
lalat buah

(Sarpian,T.2004)

2.5

Kromatografi Gas
Kromatografi merupakan suatu proses pemisahan yang mana analit-analit

dalam sampel terdistribusi antara dua fase, yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam
berupa bahan padat atau porus dalam bentuk molekul kecil, atau dalam bentuk cairan
yang dilapiskan pada pendukung padat atau dilapiskan pada dinding kolom. Fase
gerak dapat berupa gas atau cairan. Jika gas digunakan sebagai fase gerak, maka
prosesnya dikenal sebagai kromatografi gas.
Prinsip dasar kromatografi gas melibatkan volatilisasi atau penguapan sampel
dalam inlet injektor, pemisahan komponen-komponen dalam campuran, dan deteksi
tiap komponen dengan detektor.

Universitas Sumatera Utara

xxix

Mekanisme kerja kromatografi gas adalah sebagai berikut, gas dalam silinder
baja bertekanan tinggi dialirkan melalui kolom yang berisi fase diam. Cuplikan
berupa campuran yang akan dipisahkan, biasanya dalam bentuk larutan, disuntikkan
ke dalam aliran gas tersebut. Kemudian cuplikan dibawa oleh gas pembawa ke dalam
kolom dan di dalam kolom terjadi proses pemisahan. Komponen-komponen
campuran yang telah terpisahkan satu per satu meninggalkan kolom.
Suatu detektor diletakkan di ujung kolom untuk mendeteksi jenis maupun jumlah
komponen campuran. Hasil pendeteksian direkam dengan recorder dan dinamakan
kromatogram yang terdiri dari beberapa peak. Jumlah peak yang dihasilkan
menyatakan jumlah komponen (senyawa) yang terdapat dalam campuran.
Kromatografi gas telah digunakan untuk menganalisis bahan-bahan yang terkait
dengan bidang farmasi seperti pelarut, pengawet, dan bahan obat, mengamati
stabilitas suatu obat, dan untuk analisis senyawa obat dalam cairan biologis.

Sistem peralatan kromatografi gas
Sistem peralatan kromatografi gas ditunjukkan dengan komponen-komponen
utama yaitu:
1. Kontrol dan penyedia gas pembawa.
2. Ruang suntik sampel.
3. Kolom yang diletakkan dalam oven yang dikontrol secara termostatik.
4. Sistem deteksi dan pencatat (detektor dan recorder).
5. Komputer yang dilengkapi dengan perangkat pengolah data.

Universitas Sumatera Utara

xxx

2.5.1 Fase Gerak

Fase gerak pada kromatografi gas juga disebut dengan gas pembawa karena
tujuan awalnya adalah untuk membawa solut ke kolom, syarat gas pembawa adalah:
tidak reaktif, murni/kering karena tidak murni akan berpengaruh pada detektor, dan
dapat disimpan dalam tangki terkanan tinggi (biasanya merah untuk hidrogen, dan
abu-abu untuk nitrogen )

2.5.2 Ruang suntik sampel
Lubang injeksi di desain untuk memasukkan sampel secara cepat dan efisien.
Ada 4 jenis injektorpada kromatografi gas, yaitu :
a. Injeksi langsung, yang mana sampel yang dsi injeksikan akan diuapkan dalam
injektor yang panas dan 100% sampel masuk menuju kolom.
b. Injeksi terpecah, yang mana sampel yang diinjeksikan diuapkan dalam
injektor yang panas dan selanjutnya dilakukan pemecahan.
c. Injeksi tanpa pemecahan, yang mana hampir semua sampel diuapkan dalam
injektor yang panas dan dibawa kedalam kolom karena katup pemecah
ditutup.
d. Injeksi langsung ke kolom, yang mana ujung semprit dimasukkan langsung
kedalam kolom.
Teknik injeksi langsung kedalam kolom digunakan untuk senyawa-senyawa
yang mudah menguap; karena kalau penyuntikannya melalui lubang suntik,

Universitas Sumatera Utara

xxxi

dikhawatirkan akan terjadi peruraian senyawa tersebut karena suhu yang tinggi akan
terjadi pirolisis.

2.5.3

Kolom
Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan karena di dalamnya

terdapat fase diam. Ada 3 jenis kolom pada kromatografi gas yaitu, kolom kemas
(packing coloumn) yang terbuat dari gelas atau logam yang tahan karat atau dari
lembaga dan aluminium.panjang kolom jenis ini adalah 1-5 meter dengan siameter 14 mm. dan kolom kapiler (capillary colomn) sangat banyak dipakai karena kolom ini
memberikan efisiensi yang tinggi, serta kolom preparatif digunakan untuk
menyiapkan sampel yang murni dari adanya senyawa tertentu dalam matriks yang
kompleks.
Fase diamyang dipakai pada kolom kapiler dapat bersifat non polar, polar,
atau semi polar.

2.5.4

Detektor
Detektor merupakan perangkat yang diletakkan pada ujung kolom tempat

keluar fase gerak(gas pembawa) yang membawa komponen hasil pemisahan.
Kromatogram yang merupakan hasil pemisahan fisik komponen-komponen oleh
kromatografi gas

disajikan oleh detektor sebagai deretan luas puncak terhadap

waktu.
Jenis-jenis detektor yang digunakan pada kromatografi gas antara lain:

Universitas Sumatera Utara

xxxii

a. Flame Ionization Detector (FID) adalah detektor general untuk mengukur
komponen-komponen sampel yang memiliki gugus alkil (C-H).Komponen
sampel masuk ke FID,kemudian akan dibakar dalam nyala (campuran gas H2
dan udara), komponen akan terionisasi,ion-ion yang dihasilkan akan
dikumpulkan oleh ion collector,arus yang dihasilkan akan diperkuat,kemudian
akan dikonversi menjadi satuan tegangan.Semakin tinggi konsentrasi
komponen, makin banyak pula ion yang dihasilkan sehingga responnya juga
makin besar. Detektor ini mengukur jumlah atom karbon dan bersifat umum
untuk semua senyawa organik (Senyawa Flour tinggi dan karbondisulfida
tidak terdeteksi.
b. Thermal Conductivity Detector (TCD) adalah detektor paling general sebab
hampir semua komponen memiliki daya hantar panas. TCD bekerja dengan
prinsip mengukur daya hantar panas dari masing komponen.Mekanismenya
berdasarkan teori “Jembatan Wheatstone” di mana ada dua sel yaitu sel
referensi

dan

sel

sampel. Sel

referensi

hanya

dilalui

oleh

gas

pembawa,sementara sel sampel dilalui oleh gas pembawa dan komponen
sampel.Perbedaan suhu kedua sel akan mengakibatkan perbedaan respon
listrik antara keduanya dan ini akan dihitung sebagai respon komponen
sampel. Detektor TCD banyak digunakan untuk analisis gas.
c. Electron Capture Detector (ECD) adalah detektor khusus untuk mendeteksi
senyawaan halogen organik.Banyak diaplikasikan untuk analisis senyawaan
pestisida.Secara prinsip,komponen sampel akan ditembak dengan sumber

Universitas Sumatera Utara

xxxiii

radioaktif Nikel,dan jumlah elektron yang hilang dari proses itu dianggap
linear dengan konsentrasi senyawaan tersebut.
d. Flame Photometric Detektor (FPD) adalah detektor khususs untuk mendeteksi
senyawa sulfur, posfor, dan timah organik. Senyawa yang mengandung sulfur
atau fospor dibakar dalam nyala hydrogen/oksigen maka akan terbentuk
spesies yang tereksitasi dan menghasilkan suatu emisi yang spesifik yang
dapat diukur pada panjang gelombang tertentu. Detektor ini banyak digunakan
untuk menganalisa pestisida.
e. Flame Thermionic Detector(FTD)adalah detektor khusus untuk mendeteksi
senyawaan nitrogen dan atau posfor organik.Prinsipnya adalah pembakaran
senyawaan komponen kemudian direaksikan dengan garam Rubidium dan
respon listrik yang dihasilkan akan diperkuat dan dikonversi menjadi satuan
tegangan. Banyak digunakan untuk analisis senyawaan pestisida. Detektor ini
sangat selektif terhadap nitrogen dan fosfor karena adanya elemen aktif diatas
aliran kapiler yang terbakar oleh plasma (1600˚C). Elemen dapat berupa
logam kalium, rubidium atau sesium yang dilapiskan pada silinder kecil
alumunium, dan berfungsi sebagai sumber ion di dalam plasma yang
menekan ionisasi hidrokarbon di dalam plasma tetapi menaikkan ionisasi
sampel yang mengandung N atau P.

Universitas Sumatera Utara

xxxiv

2.5.5 Komputer
Kromatografi gas modern menggunakan komputer yang dilengkapi dengan
pereangkat lunaknya untuk digitalisasi signal detektor yang mempunyai beberapa
fungsi antara lain:
a. Memfasilitasi setting parameter-parameter instrumen seperti: aliran fase gas,
suhu oven dan pemrograman suhu, serta penyutikan sampel secara otomatis.
b. Menampilkan kromatogram dan informasi-informasi lain dengan
menggunakan grafik berwarna.
c. Merekam data kalibrasi,retensi, serta perhitunga-perhitungan dengan statistik.
d. Menyimpan data parameter analisis untuk analisis senyawa tertentu.
Recorder

berfungsi

sebagai

pengubah

sinyal

dari

detektor

yang

diperkuatmelalui elektrometer menjadi bentuk kromatogram. Hasil recorder yang
berupa kromatogram berbentuk peak-peak dengan pola yang sesuai dengan kondisi
sampel dan jenis detektor yang digunakan. Dari kromatogram yang diperoleh dapat
dilakukan analisis kualitatif dan kuantiutatif.(Rohman,a.2009)

Universitas Sumatera Utara