MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM Fleksibil

MAKALAH
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
“Fleksibilitas Islam Dalam Kehidupan Beragama”

Dosen Pembimbing

: Muhammad Zaini, M.Pd.i
Di Susun Oleh:
Kelompok 8

1. Wendy Ardi Ansyah
2. Adim Ardi Jana
3. Kongko Rizal Asruri
4. Abdau Zidni
5. Yuli Setianingrum
6. Febi Romana Devi
7. Roisatul Laily

B421 30148
B421 30639
B421 31094

B421 31100
B421 30507
B421 30594
B421 30447

PROGRAM STUDI TEKNIK ENERGI TERBARUKAN
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
MARET 2014

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Islam adalah agama samawi (Ilahi) yang diturunkan oleh Allah kepada umat
Muhammad sebagai pelengkap dari agama samawi yang telah ada sebelumnya.
Artinya Islam bukanlah agama yang muncul berdiri sendiri (mustaqil) di atas sendi
ajaran yang tidak berkorelasi dengan agama sebelumnya yang diemban oleh rasul
terdahulu, tetapi Islam berfungsi sebagai penyempurna ajaran agama sebelumnya.
Disisi lain, Islam adalah agama yang mengandung syariat (tata hukum) yang
fleksibel atau transparan dan luwes. Aturan hukumnya mampu disesuaikan dengan
kondisi kapan dan dimana hukum itu akan diterapkan.

Artinya keluwesan dari hukum Islam itu yang menjadikan Islam arif dan
mudah didakwahkan kepada umat manusia. Tetapi justru Islam mampu menjawab
tantangan dan permasalahan umat masa kini atau yang lebih kita kenal dengan
masalah kontemporer.
Mengenai fleksibilitas Islam itu sendiri nampaknya mengandung banyak
hikmah bagi umat Islam. Apabila Islam itu kaku maka akan banyak ditemui kesulitan
untuk menerapkan hukum terhadap semua umat. Padahal umat ini berbeda, baik latar
belakang, kondisi tempat, waktu dan juga pemikirannya.
Segala hal yang berkenaan dengan islam telah dikupas tuntas dalam al-Qur’an
dan al-Hadits, nabi Muhammad saw.-lah yang membawakan itu semua serta
menjelaskannya kepada semua umat agar tidak ada lagi yang menghujat nantinya.
Nabi Muhammad saw. adalah seorang rasul pilihan Allah swt. yang dikirim khusus
pada akhir zaman ini, yang mana tidak ada lagi nabi dan rasul setelahnya.
Sudah semestinya sebagai umat yang mencintai Allah dan rasulNya taat dan
tunduk terhadap segala yang telah ditetapkan dalam agama Islam, selalu menjadikan
segala perbuatan bernilai ibadah. Banyak sekali ibadah-ibadah dalam Islam yang telah
kita ketahui bersama, namun, sholat lah yang utama. Dan sholat adalah merupakan
tiang agama, “barang siapa menegakkan sholat, maka dia telah menegakkan agama
ini, dan barang siapa meninggalkannya, maka dia telah menghancurkan agama ini”
(al-Hadits).

Sholat merupakan deretan dan kumpulan dari beberapa perkataan dan
perbuatan yang dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam. Sholat
dalam rukun islam menempati tingkat kedua setelah syahadah. Sholat dalam islam ada
yang wajib dan ada yang sunnah, sholat wajib ini merupakan ibadah yang sangat
sakral dan harus selalu dijaga bagi yang telah baligh, dan bagi yang meninggalkannya
akan mendapatkan dosa.

Namun, disamping itu semua, islam juga sangat memperhatikan kondisi
umatnya, karena Allah sendiri tidak pernah membebani hamba-hambaNya dengan
beban di luar kemampuan mereka. Itu terbukti dari beberapa hal yang bisa kita jumpai
dalam islam, dalam sholat, misalnya, jika seseorang tidak kuasa melaksanakan sholat
dengan berdiri, maka islam datang dengan solusi yang sangat toleran, yaitu
diperbolehkan sholat dengan duduk, jika tidak bisa dengan duduk, dengan terlentang
pun juga boleh, jika dengan terlentang juga tidak bisa, maka denan isyarat saja juga
diperbolehkan.
Contoh lain bisa kita temukan dalam diperbolehkannya menggabungkan dua
sholat dalam satu waktu, atau yang biasa kita kenal dengan “jama’”, tentunya
diperbolehkannya ini semua harus benar-benar memenuhi syarat-syaratnya, misalnya
jika seseorang melakukan perjalanan panjang, maka diperbolehkan bagi dia untuk
men-jama’ sholatnya, bisa sholat dzuhur dan ashar, bisa juga sholat maghrib dan isya.

Bahkan, islam mempersilahkan seseorang tersebut untuk memperpendek sholat yang
memiliki empat raka’at menjadi dua rakaat saja, semua fleksibilitas sholat dan ibadah
yang lainnya adalah bukti bahwa islam adalah agama yang penuh kasih sayang dan
penuh kemudahan. Wallahu a’lam.

1.2 Tujuan
1.
2.
3.
4.

Untuk mengetahui pengertian fleksibilitas Islam sendiri
Sebagai Pengkoreksi Solat pada diri sendiri
Untuk memahami penyesuaian kondisi umat Islam di jaman modern
Untuk memahami ketentuan-ketentuan Shalat

1.2 Manfaat

Untuk menambah ilmu tentang fleksibilitas agama, khususnya agama Islam. Sehingga kita
lebih paham dan tidak disalah artikan.


BAB II DASAR TEORI
A. SHALAT KHAUF (keadaan bahaya)
1. Ketentuan hukumnya
Shalat Khalif di syariatkan berdasarkan firman Allah:
“Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak
mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka
berdiri (shalat) bersamamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang
shalat bersamamu) sujud (telah menyempurnakan satu raka’at), maka hendaklah
mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah dating

golongan yang kedua yang belum shalat, lalu shalatlah mereka denganmu, dan
hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandag senjata.” (QS. An-Nissa: 102).
2. Tata shalat Khauf
Tata cara shalat khauf yang paling mahsyur ialah saat peperangan berlangsung
di perjalanan (di daerah musuh). Pasukan tentara di bagi menjadi dua kelompok: satu
kelompok berdiri menghadap kea rah musuh dan satu kelompoknlagi membuat shaff
di belakang imam dan mereka shalat bersamanya satu raka’at, lalu imam tetap dalam
keadaan berdiri, sementara kelompok tersebut menyelesaikan shalat mereka satu
raka’at lagi, lalu salam. Kemudian kelompok tersebut menggantikan posisi kelompok

yang satunya lagi (yang menghadap ke arah musuh), lalu kelompok yang digantikan
membuat shaff dan shalat bersama imam satu raka’at, dan imam tetap dalam keadaan
duduk (setelah raka’at ini), sedang kelompok tersebut menyelesaikan shalat mereka
satu raka’at lagi, lalu imam salam bersama mereka.
Hal ini didasarkan pada hadist Sahal bin Abi Khatsmah yang pernah
melaksanakannya bersama Rasulullah, seraya berkata, “Satu kelompok membuat
berisan bersama Rasulullah dan satu kelompok lagi berdiri menghadap musuh.
Kemudian kelompok yang membuat barisan bersama Rasulullah bersama beliau satu
raka’at, dan beliau tetap berdiri, sementara kelompok tersebut menyempurnakan shlat
mereka, lalu mereka berpaling dan menghadap ke arah musuh. Selanjutnya datang
kelompok satunya lagi, lalu beliau shalat bersama mereka satu raka’at yang masih
tersisa dari shalatnya, dan beliau tetap duduk, sedang kelompok tersebut
menyempurnakan shalat mereka, kemudian beliau salam bersama mereka.” (HR.
Muslim).
jika kondisi peperangan berkecampuk dengan situasinya pun sangat genting,
sehingga tidak memungkinkan membagi pasukan tentara, maka hendaklah mereka
shalat sendiri-sendiri dalam kondisi apapun baik sambil berjalan atau berkendaraan,
baik menghadap kiblat atau arah lainnya, dan mereka melakukannya cukup dengan
isyarat, berdasarkan firman Allah: “Jika kalian dalam keadaan takut (bahaya), maka
shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan.”(QS. Al Baqarah: 239).

Juga Sabda Nabi:
“Jika mereka lebih banyak dari itu, hendaklah mereka shalat sambil berdiri atau
berkendaraan.”(HR. Bukhari)
Bagi tentara Muslim yang sedang mengintai musuhdan ia merasa takut akan
kehilangan jejaknya atau ia di kejar musuh dan merasa takut akan tertangkap,
hendaklah ia shalat dalam kondisi apapun baik sambil berjalan atau berkendaraan,
baik menghadap kiblat atau kea rah lainnya. Begitu juga dengan orang yang
mengkhawatirkan keselamatan dirinya, binatangnya dan lain-lain, hendaklah mereka
shalat sebagaimana mestinya shalat yang dilakukan saat dalam kondisi bahaya dan
genting sesuai dengan keadaannya pada saat itu.
B. SHALAT SAFAR
Orang yang bepergian (musafir) tetap diwajibkan untuk melaksanakan shalat.
Shalat sfar dapat dilakukan diatas kendaraan. Ketika dilaksanakan di atas kendaraan,
arah kiblatnya boleh mengikuti arah kendaraan berjalan.
Bagi musafir juga di beri keringanan (rukshah) dalam menjalankan shalat
dengan cara men-jama’ dan meng-qashar. Sebagai rukshah, tentu boleh dipakai dan
juga boleh tidak di pakai. Musafir juga di perbolehkan untuk meng-qashar

shalatnyadari semenjak ia keluar meninggalkan pemukiman penduduk di daerahnya
dan selama perjalanannya hingga ia kembali lagi ke daerahnya.

1. Shalat jama’
Shalat Jama’ adalah mengumpulkan dua waktu shalat menjadi satu. Shalat
yang boleh dijama’ adalah Dhuhur dengan Ashar, serta Magrib dengan Isya’. Ada
dua cara dalam men-jama’, yaitu jama’ taqdim dan jama’ ta’khir.
Bagi seorang Musafir, jika melakukan jama’ taqdim, maka ia menunaikannya
pada awal waktu shalat Dhuhur, sedangkan jika jama’ ta’khir, maka ia
menunaikannya pada awal waktu shalat Ashar. Demikian halnya ketika halnya
men-jama’ shalat Magrib dan shalat Isya’. Sebagaimana mestinya disebutkan dalam
hadist riwayat Muslim. Bahwa suatu hari saat berada di daerah Tabuk, Rasulullah
“mengakhiri shalatnya, lalu beliau pergi menunaikan shalat Dhuhur dan shalat
Ashar dengan jama’, lalu beliau pergi lagi menunaikan shalat Magrib dan shalat
Isya’ dengan jama’.
Shalat jama’ juga diperbolehkan bagi orang muqim, atau tidak sedang dalam
perjalanan. Antara lain karena hujan deras, cuaca dingin sekali atau angina
berhembus kencang, yang akan menyuitkan kembali lagi ke Masjid saat waktu
shalat Isya’ tiba. Rasulullah juga pernah men-jama’ antara shalat Magrib dan shalat
Isya’ pada malam hujan turun. (HR. Bukhari).
Juga di perbolehkan bagi orang yang sakit jika merasa kesulitan menunaikan
tiap-tiap shalat pada waktunya. Karena alasan diisyariatkannya shalat jam’ itu
karena adanya kesulitan. Jadi kapan saja kesulitan itu ada, pada saat itu shalat jama’

di perbolehkan. Terkadang seorang menghadapi kesulitan yang luar biasa disaat ia
berada di tempat, misalnya mengkhawatirkan akan keselamatan diriya,
kehormatannya atau hartanya, pada saat itu di bolehkan baginya menjama’
shalatnya, berdasarkan keterangan dalam sebuah hadist sahih, bahwa Rasulullah
pernah sekali menjama’ shalat saat berada di tempat, bukan karena alas an hujan.
Ibnu Abbas menuturkan, bahwa nabi saat berada di Madinah, beliau mengerjakan
shalat sebanyak 7 dan 8 raka’at, yaitu men-jama’shalat Dhuhur dengan shalat
Ashar, serta menjama’ shalat Magrib dengan shalat Isya’. (HR. Bukhari dan
Muslim).
2. Shalat Qashar
Shalat Qashar adalah Shalat yang diringkas, dari empat raka’at menjadi dua
raka’at. Shalat Magrib dan shalat Subuh tidak dapat di qashar, karena shalat Magrib
tiga raka’at dan shalat Subuh dua raka’at.
Shalat qashar di syariatkan berdasarkan firman Allah: “ dan apabila kalian
berpergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kalian mengqashar shalat.” (AnNisa’:101).
Juga sabda Rasulullah, yang Artinya:
“(Shalat qashar) adalah sedekah yang disedekahkan Allah kepadamu, maka
terimalah sedekah-Nya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Kebiasaan rasulullah mengqashar shalat (ketika bepergian) telah menjadikannya
sebagai sunnah Muakkad. Karena tidaklah Rasulullah bepergian, kecuali beliau

akan mengqashar shalat mereka bersama beliau.
Nabi tidak membatasi jarak perjalanan yang didalamnya dibolehkan
mengqashar shalat. Tetapi setelah memperhatikan jarak sejumlah perjalanan yang
dilakukan oleh Rasulullah yang beliau mengqashar shalat, lalu para ulama

memberikan batas minimal perjalanan yang di perbolehkan mengqashar shalat,
misalnya dalam buku Minhajul Muslim disebutkan 88 Kilometer. Tetapi berapapun
jaraknya, yang harus di ingat bahwa pemberian rukhshah itu untuk meringankan
menjalankan kewajiban agama dalam perjalanan yang berat.
Jadi, mengenai batasan jarak minimal sangat relative, yang pasti tujuannya
perjalanannya bukan untuk melakukan sesuatu kemaksiatan kepada Allah, maka
disunnahkan baginya mengqashar shalatnya.

BAB III PEMBAHASAN
2.1 Pembahasan Masalah
a. Pengertian Fleksibilitas
Fleksibilitas atau Flexibility adalah kemampuan untuk beradaptasi dan bekerja
dengan efektif dalam situasi yang berbeda, dan dengan berbagai individu atau
kelompok. Fleksibilitas membutuhkan kemampuan memahami dan menghargai
pandangan yang berbeda dan bertentangan mengenai suatu isu, menyesuaikan

pendekatannya karena suatu perubahan situasi, dan dapat menerima dengan mudah
perubahan dalam organisasinya.
b. Fleksibilitas beragama dalam islam
Agama Islam merupakan agama yang memiliki pengaruh kuat di Indonesia.
Bahkan, kekuatan Islam di Indonesia bisa dikata mayoritas penduduknya
menganut agama Islam. Hal yang sangat perlu dibanggakan dan perlu
dipertahankan. Kesadaran memeluk agama Islam bukan persoalan yang mudah
dan gampang. Para penyebar syari’at Islam di Indonesia bisa diacungi jempol.

Dengan metodenya yang tepat, sehingga syari’at Islam dengan mudah diterima
oleh penduduk pribumi.
Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan islam merupakan agama yang sangat
fleksibel dalam pengajaran maupun penerepannya dalam kehidupan sehari-hari.
Sehingga pemeluk agama islam tidak ada kata paksaan dalam menjalaninya.
Karena islam begitu mengerti kemampuan umat islam dalam menjalani
syari’atnya.
Islam tidak pernah memaksa umatnya dalam menjalani syari’atnya, namun
Islam menganjurkan kita untuk melaksanakan syariat sesuai dengan kemampuan
dan tuntunannya. Jadi Islam begitu fleksibel dalam aplikasiannya. Jadi islam ini
merupakan satu-satunya agama yang mampu mengikuti perkembangan zaman
dalam penerapannya.
Firman Allah ‫ ل يكلف الله نفسا ا إل وسعها‬, bahwa Allah tidak membebani seseorang
diluar kemampuannya (Al-Baqarah: 286) adalah penjelasan yang menguatkan
prinsip tersebut. Pembebanan adalah perkara yang menyulitkan. Karena itu harus
berbanding lurus dengan kemampuan. Imam Qurtuby berkata, “Allah
menggariskan bahwa Dia tidak akan membebani hambanya –sejak ayat ini
diturunkan– dengan amalan-amalan hati atau anggota badan, sesuai dengan
kemampuan orang tersebut. Dengan demikian umat Islam terangkat kesulitannya.
Artinya, Allah tidak membebani apa-apa yang terlintas dalam perasaan dan
tercetus dalam hati.”
c. Fleksibilitas Sholat didalam Agama Islam
Mengapa kita mengambil fokus bahasan sholat dari sekian banyak pilihan
kewajiban yang ada dalam Agama Islam? Hal ini dikarenakan sholat merupakan
tiang dari pada agama itu sendiri, shalat juga ibadah pokok yang wajib dilakukan
dimanapun dan bagaimanapun kondisinya, selain itu shalat juga amalan yang
dihisab pertama kali. Bahkan Allah menurunkan ayat dan banyak hadist yang
mengindahkan dan mengutamakan shalat.
 Surah Al-Baqoroh ayat : 43, yang berbunyi : "‫( "وأقيموا الصلة‬dan
dirikanlah sholat).
 Surah An-Nisaa' ayat : 103, yang berbunyi : "‫إن الصلة كانت على‬
‫( "المؤمنين كتابا موقوتا‬Sesungguhnya sholat itu adalah kewajiban yang
telah ditentukan waktunya bagi orang-orang yang beriman)
 Diriwayatkan oleh Al-Thabrani di dalam kitab Al-Ausath dari Abdullah
bin Qorth bahwa Nabi bersabda: "Amalan hamba yang pertama kali
akan dihisab pada hari kiamat adalah shalat, apabila baik maka baiklah
seluruh amalnya dan apabila rusak maka rusaklah seluruh amalnya”.
Kembali lagi kepada agama Islam yang begitu fleksibel dan mampu
menyesuaikan antara syari’at dengan kemampuan umatnya dalam menjalani
syariat tersebut. Dalam sholat pun Islam masih menunjukkan fleksibilitasnya.
Misalnya, ketika kita berada pada perjalanan Islam menganjurkan kita untuk
shalat denngan cara dijama’. Ketika kita dalam kondisi sakit, sakit parah pun
sekalian Islam membolehkkan kita untuk shalat dengan terlentang. Berikut
merupakan salah satu hadist yang menunjukkan fleksibelnya Islam,
- Dalam keadaan sakit. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:
‫ل لقائمدما أفإمون ل أوم ي أوستأمطوع أفأقا م‬
‫أص ل م‬
‫ أوإمل ل أ أفأ أوومم‬: ‫ب أوأفوي مرأواي أةة‬
‫عددا أفإمون ل أوم ي أوستأمطوع أفأعألى أجن و ة‬
‫إمي وأمادء‬
“Shalatlah dengan berdiri, jika tidak mampu berdiri maka (shalatlah)

-

-

-

dengan duduk, jika tidak mampu duduk maka (shalatlah) dengan
berbaring.” (HR. Al Bukhari, dalam riwayat Al Baihaqi ada tambahan:
“Jika tidak mampu berbaring maka cukup dengan isyarat.” )
Dalam keadaan bahaya, seperti perang dan semisalnya. Allah
subhanahu wata'ala berfirman (artinya): “Jika kalian dalam keadaan
takut, maka shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan.” (Al Baqarah:
239)
Dalam keadaan bersafar juga wajib melaksanakan shalat, bahkan
Allah ? memberikan keringanan bagi musafir (orang yang bepergian)
untuk menjama’ (menggabungkan dua shalat dalam satu waktu) seperti
menjama’ shalat zhuhur dengan shalat ‘ashar di waktu zhuhur (jama’
taqdim) atau di waktu ‘ashar (jama’ ta’khir) dan juga seperti menjama’
shalat maghrib dengan shalat isya’ dengan cara seperti semula. Dan
juga diperbolehkan baginya untuk mengqashar (meringkas shalat yang
4 rakaat menjadi 2 rakaat seperti shalat isya’, zhuhur ataupun ‘ashar).
Dalam keadaan lupa atau tertidur. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam
bersabda:
‫أذأكأرأها‬

‫إمأذا‬

‫ي يأصل مليأأها‬

‫أ أون‬

‫أفك أ ل أفاأرتيأها‬

‫عن وأها‬
‫أ‬

‫أناأم‬

‫أ أوو‬

‫أصل أدة‬

‫ن أمسأي‬

‫أمون‬

“Barangsiapa yang lupa atau tertidur, maka kaffarahnya (tebusannya)
adalah shalat pada waktu ia teringat (sadar).” (Muttafaqun ‘alaihi)
- Tidak mendapat air untuk bersuci (wudhu’ atau mandi junub) atau
secara medis tidak boleh menyentuh air, maka diberikan keringanan
untuk bersuci dengan tanah/debu yang dikenal dengan tayammum.
Allah
subhanahu
wata'ala
berfirman
(artinya):
“Apabila kalian sakit atau sedang dalam bepergian (safar) atau salah
seorang dari kalian kembali dari tempat buang air besar (selesai buang
hajat) atau kalian menyentuh wanita (jima’) sedangkan kalian tidak
mendapatkan air, maka bertayammumlah dengan tanah/debu yang baik
(suci), (dengan cara) usapkanlah debu itu ke wajah dan tangan kalian,
Allah tidak ingin memberatkan kalian, tetapi Allah ingin menyucikan
kalian dan menyempurnakan nikmat-Nya atas kalian. Semoga dengan
begitu kalian mau bersyukur.” (Al Maidah: 6)
Begitu banyak Al qur’an dan Hadist yang menjelaskan tentang
fleksibillitas dalam Islam terutama shalat, sehingga ini cukup membuktikan
bahwa Islam merupakan agama yang paling pengertian dan mampu
menyesuaikan antara syariat dengan umatnya. Tanpa beban maupun
paksaan.
2.2 Kesimpulan dari Permasalahan
Dari beberapa pendapat, hadist, dan ayat dalam Al Qur’an sangatlah cukup
membuktikan akan kebesaran Islam dalam mengayomi umatnyna. Islam yang sungguh
luar biasa dalam menuntun dan menaungi umatnya dalam syari’atnya. Tidak ada
paksaan sedikitpun dalam ajarannya. Semua ibadah yang dilakukan pasti disesuaikan
dengan kemampuannya. Maha besar Allah dalam memimpin umatnya.

BAB IV PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, diciptakan dalam bentuk paling
sempurna. Manusia merupakan makhluk spiritual yang akan menjalani fase-fase
peristiwa kehidupan baik sebelum lahir, sekarang maupun setelah mati. Dalam
kehidupan umat Islam modern saat ini, Islam mampu mengikuti keaadaan jaman.
Keutamaan manusia di banding dengan mahluk lain, yaitu dengan memiliki
pengetahuan, akal, nafsu dan fikiran. Manusia di ciptakan untuk menjalankan perintah
Allah SWT, terutama bagi Umat Islam yang mempunyai kewajiban untuk menjalankn
shalat dengan segala keringanan yang telah di sampaikan.

DAFTAR PUSTAKA
http://junaidikhab.wordpress.com/2013/09/24/islam-dan-fleksibilitas-hukum-dalamberagama/
http://indosdm.com/kamus-kompetensi-fleksibilitas-flexibility
http://www.dakwatuna.com/2008/07/21/829/allah-swt-tidak-membebani-seseorang-diluarkemampuannya/#axzz2vQkxyHha
http://elhijrah.blogspot.com/2012/01/penjelasan-tentang-wajibnya-shalat.html
Al Islam, Nadjib Hamid. Shalat Fardlu Pada Berbagai Hal. Jakarta: 2007.