Peran Gender Mempengaruhi Kesehatan Repr

Peran Gender Mempengaruhi Kesehatan Reproduksi Perempuan

Disusun Oleh
Rinda Tirta Pratiwi ( IC )

AKADEMI KEBIDANAN YOGYAKARTA
2012

Kata Pengantar
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, atas Rahmat-Nya maka
saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Peran Gender Mempengaruhi
Kesehatan Reproduksi Perempuan”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu
ketentuan dalam mengikuti lomba penyuluhan classmeeting yang diadakan oleh
senat mahasiswa Akademi Kebidanan Yogyakarta. Makalah ini bertujuan
memberikan penyuluhan tentang peran gender mempengaruhi kesehatan
reproduksi perempuan dalam mencapai tujuan dari Millenium Development Goals
mengenai promosi kesetaraan gender.
Dalam penulisan makalah ini saya menyampaikan ucapan terima kasih
kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan penelitian ini,
khususnya kepada :
1. Bapak Drs. Henri Soekirdi,M.Kes sebagai direktur Akademi Kebidanan

Yogyakarta.
2. Para dosen Akademi Kebidanan Yogyakarta sebagai juri dalam
perlombaan ini.
3. Teman-teman

kelas

IC

sebagai

mahasiswa Akademi

Kebidanan

Yogyakarta.
Semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi
pihak yang membutuhkan, sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai.
Dalam penulisan makalah ini saya merasa masih banyak kekurangankekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang dimiliki.

Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan pembuatan laporan ini.

Yogyakarta, Februari 2012
Penulis

1

DAFTAR ISI
Kata Pengantar........................................................................................ i
DAFTAR ISI.............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
I.

Latar Belakang.............................................................................. 1

II.

Tujuan Umum................................................................................ 2


III.

Tujuan Khusus............................................................................2

BAB II PEMBAHASAN............................................................................. 3
I.

Gender.......................................................................................... 3
a)

Pengertian Gender.....................................................................3

b) Pengertian Kesehatan Reproduksi.............................................3
c)

Perbedaan Seks dengan Gender................................................4

II.

Konsep Gender Secara Umum......................................................4


III.

Kesetaraan Gender....................................................................6

IV.

Bentuk-Bentuk Ketidakadilan Gender........................................6

V.

Seks dan Peran-Peran Gender......................................................7

VI.

Peran Gender Mempengaruhi Kesehatan Reproduksi................8

VII.

Mengubah Peran-Peran Gender yang Merugikan Perempuan. .10


VIII.

Kesimpulan.............................................................................. 11

BAB III SAP (SATUAN ACARA PENYULUHAN)........................................12
I.

Pendahuluan............................................................................... 12

II.

Tujuan Instruksional Umum.........................................................13

III.

Tujuan Instruksional Khusus.....................................................13

DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 15


BAB I
PENDAHULUAN
I.

Latar Belakang
Sasaran Pembangunan Milenium /Millennium Development Goals (MDGS)
adalah Deklarasi Milenium hasil kesepakatan kepala negara dan perwakilan dari
189 negara Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang mulai dijalankan pada
September 2000, berupa delapan butir tujuan untuk dicapai pada tahun 2015
( wikipedia,2011) . Targetnya adalah tercapai kesejahteraan rakyat dan
pembangunan masyarakat pada 2015. Target ini merupakan tantangan utama
dalam pembangunan di seluruh dunia yang terurai dalam Deklarasi Milenium dan
diadopsi oleh 189 negara serta ditandatangani oleh 147 kepala pemerintahan dan
kepala negara pada saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium di New York
pada bulan September 2000 tersebut.
Pemerintah Indonesia turut menghadiri Pertemuan Puncak Milenium di New
York tersebut dan menandatangani Deklarasi Milenium itu. Deklarasi berisi
komitmen negara masing-masing dan komunitas internasional untuk mencapai 8
buah sasaran pembangunan dalam Milenium ini (MDGs) yaitu:
1. Memberantas kemiskinan dan kelaparan

2. Mencapai pendidikan untuk semua
3. Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan
4. Menurunkan angka kematian anak
5. Meningkatkan kesehatan ibu
6. Memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya
7. Memastikan kelestarian lingkungan hidup
8. Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan
Berdasarkan delapan tujuan MDGs, penulis tertarik untuk membahas
mengenai kesetaraan gender. Kesetaraan gender merupakan tuntutan setiap
perempuan di seluruh dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Kesetaraan dalam
segala hal seperti pendidikan, sosial, ekonomi, politik dan sebagainya.

1

Di negara-negara berkembang, masalah kesetaraan gender juga merupakan
masalah pelik yang dihadapi. Misalnya saja Korea Selatan yang memiliki reputasi
sangat bagus di mata dunia internasional, akan tetapi negara ini masih tertinggal
jauh dalam kesetaraan gender, terutama dalam bidang pekerjaan dan pendapatan.
Sebenarnya masih banyak negara lain di dunia ini yang tengah menghadapi
masalah yang serius seperti ini.

Apalagi di setiap negara penyetaraan gender tersebut berbeda-beda, ada yang
dalam bidang ekonomi, hukum, politik, sosial dan sebagainya. Demikian juga
halnya di Indonesia, pembawaan perempuan yang ramah, lemah lembut, penurut
dan kebiasaan mereka mengurusi pekerjaan rumahan mengakibatkan perempuan
dianggap sebagai orang rumah yang keberadaan mereka di nomor duakan. Tidak
jarang dalam sebuah keluarga, pengambilan suatu keputusan selalu di dominasi
suami.
Bahkan pendapat perempuan jarang dimintai dan terkesan tidak dibutuhkan.
Sehingga marginalisasi atau peminggiran menjadi buah dari perlakuan buruk
tersebut.
II.

Tujuan Umum
Mengetahui bagaimana peran gender mempengaruhi kesehatan reproduksi
perempuan dan peran gender yang pantas disandang demi keharmonisan
kehidupan manusia.

III.

Tujuan Khusus

Setelah memberikan penyuluhan dengan materi peran gender mempengaruhi
kesehatan reproduksi perempuan diharapkan mahasiswa mampu:
-

Menyusun satuan acara penyuluhan dengan materi peran gender
mempengaruhi kesehatan reproduksi perempuan,
Memberikan penyuluhan mengenai peran gender mempengaruhi kesehatan
reproduksi perempuan.

BAB II
PEMBAHASAN
I.

Gender
a) Pengertian Gender
Kata gender berasal dari bahasa Inggris berarti “jenis kelamin”. Berdasarkan
definis dari WHO 2001, gender mengacu pada kesempatan dan atribut ekonomi,
sosial dan kultural yang diasosiasikan dengan peran laki-laki dan perempuan
dalam situasi sosial pada masa tertentu. Gender sering pula disebut sebagai jenis
kelamin sosial.

Dalam Webster’s New World Dictionary, gender diartikan sebagai
perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan
tingkah laku. Di dalam Women’s Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender
adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan (distinction)
dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki
dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat. Hilary M. Lips dalam
bukunya yang terkenal Sex & Gender: an Introduction mengartikan gender
sebagai harapan-harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan (cultural
expectations for women and men).
Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa gender adalah suatu
konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan
perempuan dilihat dari segi pengaruh sosial budaya. Gender dalam arti ini adalah
suatu bentuk rekayasa masyarakat (social constructions), bukannya sesuatu yang
bersifat kodrati.
b) Pengertian Kesehatan Reproduksi
Secara sederhana reproduksi berasal dari kata re = kembali dan produksi =
membuat atau menghasilkan, jadi reproduksi mempunyai arti suatu proses
kehidupan manusia dalam menghasilkan keturunan demi kelestarian hidup.
Menurut International Conference on Population and Development (ICPD) Kairo
1994, kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sehat secara fisik, mental, dan


sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam
semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, serta fungsi dan prosesnya.
c) Perbedaan Seks dengan Gender
Kalau gender secara umum digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan
laki-laki dan perempuan dari segi sosial budaya, maka seks secara umum
digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi
anatomi biologi. Istilah seks (dalam kamus bahasa Indonesia juga berarti “jenis
kelamin”) lebih banyak berkonsentrasi kepada aspek biologi seseorang, meliputi
perbedaan komposisi kimia dan hormon dalam tubuh, anatomi fisik, reproduksi,
dan karakteristik biologis lainnya. Sedangkan gender lebih banyak berkonsentrasi
kepada aspek sosial, budaya, psikologis, dan aspek-aspek non biologis lainnya.
Studi gender lebih menekankan pada aspek maskulinitas (masculinity) atau
feminitas (femininity) seseorang. Berbeda dengan studi seks yang lebih
menekankan kepada aspek anatomi biologi dan komposisi kimia dalam tubuh
laki-laki (maleness) dan perempuan (femaleness). Proses pertumbuhan anak
(child) menjadi seorang laki-laki (being a man) atau menjadi seorang perempuan
(being a woman), lebih banyak digunakan istilah gender dari pada istilah seks.
Istilah seks umumnya digunakan untuk merujuk kepada persoalan reproduksi
dan aktivitas seksual (love-making activities), selebihnya digunakan istilah gender.
IV.

Konsep Gender Secara Umum
Studi gender dimulai tahun 1960-an sejalan dengan munculnya perhatian
terhadap kebutuhan dalam mengembangkan paradigma feminis. Pendekatan
feminis ini timbul dari mulai dengan hadirnya nuansa feminis dalam beberapa
tulisan etnografi, yang kemudian membangkitkan perhatian para ilmuwan wanita
untuk mengukuhkan pandangan mereka terhadap dunia yang selama ini dianggap
tidak cukup mewakili. Akan tetapi sampai sekarang arti gender sendiri masih
banyak ambigu dengan pemaknaan seks.
Seperti halnya tertera dalam beberapa kamus bahasa internasional. Gender
merupakan klasifikasi jenis kelamin, yakni jenis kelamin pria dan wanita. Gender

adalah jenis kelamin, yang mana jenis kelamin pria dimiliki oleh pria dan jenis
kelamin wanita dimiliki oleh wanita.
Sebelum memahami konsep gender harus kita pahami terlebih dahulu
perbedaan antara konsep seks (jenis kelamin) dan konsep gender. Pengertian
tentang jenis kelamin merupakan penafsiran atau pembagian dua jenis kelamin
manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin
tertentu. Misalnya, bahwa manusia jenis pria adalah manusia yang memiliki penis
dan memproduksi sperma.
Sedangkan manusia jenis wanita adalah manusia yang memiliki vagina, rahim
dan alat untuk menyusui serta memproduksi telur. Sementara itu, secara
substansial pengertian gender merujuk pada sifat-sifat yang melekat pada laki-laki
maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial ataupun kultural. Misalnya,
perempuan dikenal lemah lembut, cantik, emosional, atau keibuan.
Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, perkasa. Dengan
demikian, pengertian tentang gender hendaknya dipahami sebagai suatu
pembedaan jenis kelamin beserta ciri-ciri dan sifat yang melekat pada ke dua jenis
kelamin tersebut. Perempuan adalah ibu rumah tangga yang mempunyai fungsi
pengasuhan anak dan pengurusan rumah tangga.
Ciri-ciri itu sendiri merupakan ciri-ciri yang dapat dipertukarkan. Dalam arti
ada pria yang emosional, lemah lembut dan keibuan. Begitu juga sebaliknya ada
wanita yang kuat, rasional, jantan dan perkasa.
Perubahan ciri-ciri tersebut dapat terjadi dari tempat ke tempat, dari waktu ke
waktu dan dari kelas ke kelas tertentu. Semua hal yang dapat dipertukarkan antara
ciri-ciri pria dan wanita, yang dapat berubah dari waktu ke waktu dan berbeda dari
tempat ke tempat lainnya serta dari suatu kelas ke kelas yang lain, itulah yang
dikenal dengan konsep gender.

V.

Kesetaraan Gender
Jelas bagi kita bahwa jenis pekerjaan seseorang ataupun tempat bekerja yang

dipilih oleh seseorang bukanlah ukuran yang dapat menunjukkan adanya
kesetaraan gender. Kesetaraan gender ditunjukkan dengan adanya kedudukan
yang setara antara laki-laki dan perempuan di dalam pengambilan keputusan dan
di dalam memperoleh manfaat dari peluang-peluang yang ada di sekitarnya.
Kesetaraan gender memberikan penghargaan dan kesempatan yang sama pada
perempuan dan laki-laki dalam menentukan keinginannya dan menggunakan
kemampuannya secara maksimal di berbagai bidang.
Tidak peduli apakah dia seorang ibu rumah tangga, presiden, buruh pabrik,
supir, pengacara, guru ataupun profesi lainnya. Jika kondisi-kondisi tersebut tidak
terjadi pada dirinya maka dia tidak dapat dikatakan telah menikmati adanya
kesetaraan gender. Inti dari kesetaraan gender adalah menganggap semua orang
pada kedudukan yang sama dan sejajar (equality), baik itu laki-laki maupun
perempuan.
Dengan mempunyai kedudukan yang sama, maka setiap individu mempunyai
hak-hak yang sama, menghargai fungsi dan tugas masing-masing, sehingga tidak
ada salah satu pihak yang merasa berkuasa, merasa lebih baik atau lebih tinggi
kedudukannya dari pihak lainnya. Kesetaraan gender adalah kebebasan memilih
peluang-peluang yang diinginkan tanpa ada tekanan dari pihak lain, kedudukan
dan kesempatan yang sama di dalam pengambilan keputusan dan di dalam
memperoleh manfaat dari lingkungan.
VI.

Bentuk-Bentuk Ketidakadilan Gender
Ketidakadilan atau diskriminasi gender sering terjadi dalam keluarga dan
masyarakat serta di tempat kerja dalam berbagai bentuk, yaitu:
a. Stereotip/Citra Baku, yaitu pelabelan terhadap salah satu jenis kelamin
yang seringkali bersifat negatif dan pada umumnya menyebabkan

terjadinya ketidakadilan. Misalnya, karena perempuan dianggap ramah,
lembut, rapi, maka lebih pantas bekerja sebagai sekretaris, guru Taman
Kanak-kanak, kaum perempuan ramah dianggap genit; kaum laki-laki
ramah dianggap perayu. Sedangkan laki-laki dianggap tegas, perempuan
dinggap emosional dan tak bisa menahan diri.
b. Subordinasi/Penomorduaan, yaitu adanya anggapan bahwa salah satu jenis
kelamin

dianggap

lebih

rendah

atau

dinomorduakan

posisinya

dibandingkan dengan jenis kelamin lainnya. Contoh: Sejak dulu,
perempuan mengurus pekerjaan domestik sehingga perempuan dianggap
sebagai “orang rumah” atau “teman yang ada di belakang”. Selain itu juga
pekerja perempuan sedikit diposisi pengambil keputusan dan penentu
kebijaksanaan.
c. Marginalisasi adalah proses peminggiran akibat perbedaan jenis kelamin
yang mengakibatkan kemiskinan. Contohnya perempuan sebagai pencari
tambahan disektor produksi/publik sering dibedakan pendapatannya (upah
perempuan lebih kecil dari laki-laki).
d. Beban Ganda/Double Burden, adalah adanya perlakuan terhadap salah satu
jenis kelamin dimana yang bersangkutan bekerja jauh lebih banyak
dibandingkan dengan jenis kelamin lainnya. Walapun perempuan telah
masuk dalam peran publik/meniti karier, peran dalam rumah tangga masih
besar.
e. Kekerasan/Violence, yaitu suatu serangan terhadap fisik maupun
psikologis

seseorang,

sehingga

kekerasan

tersebut

tidak

hanya

menyangkut fisik (perkosaan, pemukulan), tetapi juga nonfisik (pelecehan
seksual, ancaman, paksaan, yang bisa terjadi di rumah tangga, tempat
kerja, tempat-tempat umum.
VII.

Seks dan Peran-Peran Gender
Setiap manusia lahir dengan tubuh laki-laki atau perempuan. Perbedaan antara
keduanya semata-mata bersifat ragawi, dan ini dinamakan jenis kelamin. Jenis
kelamin bisa dianggap tidak akan berubah seumur hidup.

Sejak lahir sebagai berjenis kelamin perempuan atau laki-laki masyarakat
mengajarkan peran gender yang dianggap sesuai untuk anda lakukan mengingat
jenis kelamin. Jenis kelamin adalah sifat-sifat bawaan sejak lahir, sedangkan peran
gender baru ditanamkan setelah kita bergaul dalam masyarakat sejak kanakkanak. Jenis kelamin adalah pemberian dari Tuhan, sedangkan peran gender
adalah pemberian masyarakat.
Satu contoh yang sering kita jumpai adalah pembagian tugas sehari-hari dalam
suatu keluarga. Sebagian masyarakat mengajari anggota-anggota keluarga yang
berjenis kelamin perempuan untuk melayani keluarga dan mengurus rumah
tangga, memasak, menghidangkan makanan, mencuci, dan lain-lain. Sedangkan
kaum laki-laki diajarkan bekerja mencari nafkah biasanya diluar rumah untuk
mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Karena peran-peran gender buakn bawaan sejak lahir hanya ciptaan
masyarakat maka peran-peran gender di satu daerah berbeda dengan di daerah
lain. Bahkan dalam suatu masyarakat pun peran-peran gender bisa beraneka
ragam. Ini tergantung pada tingkat pendidikan, ras/suku, atau perempuan yang
bersangkutan.
VIII.

Peran Gender Mempengaruhi Kesehatan Reproduksi
Kepercayaan-kepercayaan yang merugikan tentang seksualitas perempuan.
Apa makna “menjadi perempuan” atau “menjadi laki-laki dalam suatu
masyarakat, mencakup pula kepercayaan-kepercayaan tentang seksualitas masingmasing yakni perilaku seksual dan bagaimana perasaan masing-masing jenis
kelamin tentang tubuhnya sendiri. Inilah yang berpengaruh terhadap kurangnya
kendali perempuan atas kesehatan reproduksinya sendiri.
Selain kurangnya kesempatan dan pilihan serta kurangnya penghargaan atas
diri sendiri. Kepercayaan-kepercayaan itu juga menjadikan perempuan rentan
terhadap problema kesehatan reproduksi. Berikut adalah beberapa keyakinan yang
merugikan tentang seksualitas perempuan.



Tubuh Perempuan itu Memalukan

Segera setelah kita lahir ayah dan ibu mulai mengajari kita mengenai tubuh
kita. Biasanya orangtua secara tidak langsung mengajarkan ini. Anak perempuan
yang sedang tumbuh punya rasa ingin tahu tentang seluk-beluk tubuhnya dan
ingin tahu mengapa genital (alat kelamin)nya berbeda dengan anak laki-laki.
Namun tidak seperti anak laki-laki, ia akan dimarahi bila bertanya-tanya
seperti itu. Ia akan diberitahu bahwa anak perempuan yang baik tidak akan
bertanya-tanya begitu. Kalau ia menyentuh genitalnya sendiri dan ketahuan, ia
akan dimarahi.
Ayah,ibu atau anggota keluarga lain mengajarkan padanya bahwa alat kelamin
perempuan kotor atau memalukan dan harus selalu disembunyikan jangan pula
disentuh. Tanggapan orangtua terhadap keingintahuannya menyebabkan ia merasa
bahwa tubuhnya memalukan. Akibatnya ia akan sulit menanyakan perubahanperubahan tubuhnya memasuki masa puber, tentang haid, tentang seks. Hasil
kepercayaan yang keliru ini sangat merugikan.
Sebenarnya tubuh perempuan bukan sumber kekotoran atau memalukan.
Tubuh perempuan merupakan sesuatu untuk dikenali, dicintai, dan dihargai.


Tubuh perempuan itu adalah milik laki-laki

Banyak masyarakat memperlakukan perempuan seolah-olah hanya barnag
milik ayah dan suaminya. Sewaktu masih kanak-kanak atau remaja, perempuan
dianggap sebagai milik ayahnya, dan si ayah boleh mengawinkannya dengan siapa
saja sesuai kehendaknya tanpa mempedulikan keinginan si anak. Setelah kawin
suami memperlakukan istri semaunya karena perempuan itu miliknya.
Sebagian perempuan dikawinkan di usia dini untuk memastikan bahwa
mereka masih perawan. Ini bisa menyebabkan banyak problema kesehatan baik
dia maupun bayinya kelak. Tetapi yang perlu diketahui bahwa tubuh perempuan
bukan milik laki-laki manapun.
Tubuh itu kita seorang. Jadi kita lah yang berhak memutuskan
kapan,bagaimana, dengan siapa akan berhubungan seks.



Hasrat seksual perempuan lebih kecil daripada laki-laki

Kebanyakan perempuan diajari untuk patuh dan melayani kebutuhan seksual
suami karena itulah tugasnya sebagai istri. Kalau dia adalah “perempuan baikbaik” tutur keluarga ia akan selalu bersedia menjalani hubungan seks bila suami
meminta. Tapi jangan sampai ia menginginkan hubungan seks karena hanya
perempuan “nakal” yang menginginkan hubungan seks.
Kepercayaan ini merugikan kesehatan reproduksi perempuan. Padahal hasrat
atau nafsu seksual merupakan bagian alamiah dari kehidupan manusia manapun.
Perempuan memiliki hasrat serupa dengan laki-laki, dan juga menginginkan
kenikmatan yang sama. Ini alamiah bukan sesuatu yang melenceng dan bukan
pelanggaran atas kodrat.
IX.

Mengubah Peran-Peran Gender yang Merugikan Perempuan
Menghabiskan waktu cukup lama untuk mengubah segenap peran gender yang
merugikan perempuan karena gagasan atau kepercayaan tentang itu sudah
tertanam di masyarakat. Namun bukan berarti peran-peran itu kebal terhadap
perubahan. Bila semua orang telah menyadarai bahwa peran-peran gender yang
baruakan memperbaiki kondisi kesehatan perempuan sehingga ia akan lebih
banyak menyumbang kesejahteraan masyarakat, peran-peran gender yang
merugikan akan ditinggalkan. Untuk mengawali perubahan ini ada beberapa cara
yang dapat kita lakukan:


Kembangkan kesadaran tentang apa arti peran-peran gender, bagaimana
peran-peran itu diajarkan turun-temurun oleh orangtua, masyarakat, dan
media massa (radio, televisi, koran, majalah)



Teliti tiap gender dan tentukan peran-peran mana saja yang merugikan dan
harus dirubah.



Buatlah rencana-rencana perubahan.



Pendidikan mengenai seksualitas.

X.

Kesimpulan
Gender merujuk pada sifat-sifat yang melekat pada laki-laki maupun

perempuan yang dikonstruksi secara sosial ataupun kultural. Dengan mengetahui
dan memahami pengertian gender dan seks, seseorang diharapkan tidak lagi
mencampuradukkan pengertian kodrat (ciptaan Tuhan) dan non-kodrati (buatan
masyarakat yang bisa berubah sepanjang jaman). Konstruksi sosial dapat terjadi
karena pada dasarnya sikap dan perilaku ia dipengaruhi oleh faktor internal dan
eksternal, yaitu konstruksi biologis, konstruksi sosial, dan konstruksi agama.

BAB III
SAP (SATUAN ACARA PENYULUHAN)
Pokok Bahasan

: Tujuan MDGs Promosi Kesetaraan Gender

Sub Pokok Bahasan

: Peran Gender Mempengaruhi Kesehatan
Reproduksi Perempuan

Tujuan

: Memberikan penyuluhan kepada mahasiswa
Akademi Kebidanan Yogyakarta

Tempat

: Kelas Pergiwo, Akademi Kebidanan Yogyakarta

Waktu

: 15 menit

Sasaran

: Mahasiswa Akademi Kebidanan Yogyakarta

Metode

: Ceramah

Penyampaian materi : Deduktif
Media

I.

: Microsoft Powerpoint

Pendahuluan
Kata gender berasal dari bahasa Inggris berarti “jenis kelamin”. Berdasarkan

definis dari WHO 2001, gender mengacu pada kesempatan dan atribut ekonomi,
sosial dan kultural yang diasosiasikan dengan peran laki-laki dan perempuan
dalam situasi sosial pada masa tertentu. Gender sering pula disebut sebagai jenis
kelamin sosial. Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa gender
adalah suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki
dan perempuan dilihat dari segi pengaruh sosial budaya. Gender dalam arti ini
adalah suatu bentuk rekayasa masyarakat (social constructions), bukannya sesuatu
yang bersifat kodrati.

II.

Tujuan Instruksional Umum

Mengetahui mengenai peran gender memperngaruhi kesehatan reproduksi
perempuan.
III.

Tujuan Instruksional Khusus

Setelah diberikan penyuluhan mengenai peran gender mempengaruhi kesehatan
reproduksi perempuan diharapkan penonton mampu:


Memahami tentang gender



Memahami tentang perbedaan seks dan gender



Memahami bagaimana peran gender mempengaruhi kesehatan reproduksi
perempuan.

Rencana Pelaksanaan
No
1.

2.

Terapi
Waktu
Perkenalan
Persepsi
a. Menanyakan kabar
2 menit
penonton
b. Membuat suatu
strategi untuk menarik
perhatian ibu
c. Menanyakan seputar
gender
Proses :
a. Materi
Materi disampaikan
yaitu gender, peran
gender mempengaruhi
kesehatan reproduksi
perempuan.
Berdasarkan definis
dari WHO 2001,
7 menit
gender mengacu pada
kesempatan dan atribut
ekonomi, sosial dan
kultural yang

Subjek Terapi
Penonton menjawab
salam
dan
pertanyaan seputar
gender.

Penonton
memperhatikan
dalam penyampaian
materi, bertanya atau
memberikan
tanggapan,
memperhatikan
antusias penonton
dalam menerima
materi dan respon
tanggapannya.

diasosiasikan dengan
peran laki-laki dan
perempuan dalam
situasi sosial pada
masa tertentu.

3.

b. Diskusi tanya jawab
c. Evaluasi
Pertanyaan:
1. Apa perbedaan seks
dan gender?
Jawaban: seks adalah
pemebrian dari Tuhan
sedangkan gender
adalah pemberian dari 4 menit
masyarakat.
2. Apa saja kepercayaan- 1 menit
kepercayaan yang
merugikan mengenai
seksualitas
perempuan?
Jawaban: Tubuh
perempuan itu
memalukan, Tubuh
perempuan itu adalah
milik laki-laki, Hasrat
seksual perempuan
lebih kecil daripada
laki-laki.
Penutup :
1 menit
Menyimpulkan materi dan
Mengucapkan salam penutup.

Mendengarkan
kesimpulan
dan
mengucapkan salam.

DAFTAR PUSTAKA
BKKBN. 2002. Analisis Gender. Jakarta: BKKBN Pusat
BKKBN & UNFPA. 2000. Fakta Isu Gender dalam Pembangunan Indonesia
Tahun 2000. Jakarta: BKKBN & UNFPA.
Fakih, Mansour. Analisis Gender Dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2001.
http://id.wikipedia.org/wiki/Sasaran_Pembangunan_Milenium (diakses tanggal
04 Februari 2012 pukul: 16.00 WIB)
Hornby, As. Oxford Advanced Learner’s Dictionary Of Current English. Berlin:
Oxford University Press, 1994.
Murfitriati, dkk. 2006. Bahan Bacaan 2, Gender dalam Kesehatan Reproduksi:
Isu Global Gender. Jakarta: Pusat Gender dan PKP, BKKBN Pusat.
Burns, August. 2009. Kesehatan Reproduksi Perempuan dan Metode KB yang
Tepat Untuk Anda. Yogyakarta: INSISTPress.
Kuper, Adam dan Jessica Kuper. “gender”, Ensklopedi Ilmu-Ilmu Sosial Jilid 1.
Jakarta: Rajawali, 2000.
Trismiati. “Perbedaan Tingkat Kecemasan Antara Pria Dan Wanita Akseptor
Kontrasepsi Mantap Di RSUD Dr. Sadjito Yogyakarta”. Jurnal Psyche. (Juli,
2004)I: 6.
Kusujiarti, Siti. “Antara Ideologi Dan Transkrip Tersembunyi: Dinamika
Hubungan Gender Dalam Masyarakat Jawa”, dalam Sangkan Paran Gender. ed.
Irwan Abdullah.Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997.