Peran World Wide Fund for nature (WWF) dalam program Heart Of Borneo (HOB) di Indonesia periode 2012-2013

(1)

PERAN

WORLD WIDE FUND FOR NATURE

(WWF) DALAM

PROGRAM

HEART OF BORNEO

(HOB) DI INDONESIA

PERIODE 2012-2013

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

oleh

Siti Lutfi Jamilatul Wardah

NIM. 1110114000035

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014/ 1436


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

Tujuan dari skripsi ini adalah untuk menjelaskan peran World Wide Fund for Nature (WWF) dalam program Heart of Borneo (HoB) di Indonesia periode 2012-2013. Perspektif yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori people centered development, konsep international non-governemntal organization dan konsep sustainable development. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif analitis yakni menggunakan sumber data sekunder dengan studi pustaka dan data primer melalui wawancara.

Inisiatif HoB adalah satu-satunya kerjasama konservasi lintas batas diantara pemerintah Indonesia, Brunei dan Malaysia, yang bertujuan untuk mengelola kawasan lintas batas, mengelola kawasan lindung, mengelola sumber daya alam berkelanjutan, mengembangkan ekowisata, dan meningkatkan kapasitas manusia berdasarkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Pada pengelolaan inisiatif tersebut di wilayah Indonesia, WWF-Indonesia adalah aktor non-negara yang satu-satunya dilibatkan dalam struktur organisasi Kelompok Kerja (Pokja) HoB yang dibentuk oleh Pemerintah Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 382/Menhut-II/2011 tentang Kelompok Kerja Nasional Program HoB. Dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan dari Inisiatif HoB, penelitian ini menemukan bahwa terdapat beberapa peran WWF dalam program HoB di Indonesia periode 2012-2013. Peran tersebut diantaranya pendanaan yang berkelanjutan, membantu pemerintah daerah dalam mengembangkan kabupaten konservasi, membangun jaringan bisnis hijau, dan meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia melalui kerjasama dengan inisiatif lokal.

Kata kunci: UNCB, World Wide Fund for Nature (WWF), deforestasi, Heart of Borneo (HoB), Kalimantan, pembangunan berkelanjutan, organisasi internasional.


(6)

KATA PENGANTAR

Allhamdulillahi Robill‟Aalamiin, segala puji dan syukur penulis penjatkan

atas kehadirat Allah SWT serta junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan rahmat, hidayat serta kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Peran World Wide Fund for Nature (WWF) dalam program

Heart of Borneo (HoB) di Indonesia Periode 2012-2013”. Dalam menyusun skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini dapat terselesaikan atas bantuan dari banyak pihak, sehingga penulis dapat menyelesaikan skiripsi ini. Degan kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besanya kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan dorongan moril maupun materil, kepada:

1. Pembimbing Akademik, Ibu Debby Affianty, MA sekaligus selaku Ketua Jurusan Hubungan Internasional terimakasih atas segala saran dan bimbingan yang diberikan dalam penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Febri Dirgantara H, MM selaku dosen pembimbing atas segenap waktu, arahan, motivasi, dan kesabarannya dalam membimbing penulis hingga akhir penulisan skripsi ini.

3. Rasa hormat dan terima kasih tak terhingga kepada Ayahanda dan Ibunda, dan beserta keluarga besar penulis, terimakasih atas segala daya upaya, kucuran keringat, sujud panjang serta doa yang tak pernah henti.

4. Terimakasih kepada Ibu Mutiara Pertiwi, MA dan Ibu Rahmi Fitriyanti, M.Si selaku penguji skripsi atas saran yang telah diberikan.

5. Terimakasih atas bantuan, informasi dan waktu kepada narasumber dari pihak WWF-Indonesia, yaitu Ibu Elisabeth Wetik selaku HoB Stakeholder Engagement and Program Facilitation Officer, Bapak Stepham Wulffraat selaku HoB Monitoring and Evaluation, Bapak Donny Prasmono selaku

Fundraiser Program Officer, Ibu Cristina Eghenter selaku Deputy Director for Social Development, and Civil Society Thematic Lead, WWF Borneo Programme, Ibu Mamik H. Hoesni, Kak Iqbal F. Hanif dan Pak Yudi


(7)

6. Ibu Teis Nuraini selaku Bidang Kerjasama Teknik- Pusat Kerjasama Luar Negeri, Kementrian Kehutanan R.I, terimakasih atas informasi dan waktunya. 7. Terimakasih atas informasi dan waktu luangnya kepda Bapak Lasung Kaleb,

Bapak Alex Balang, dan Bapak Robertson David selaku pengurus FORMADAT Kalimantan dan juga sekaligus perwakilan masyarakat adat. 8. Sahabat seperjuangan dari awal kuliah, Dhimas, Bisti, Yusuf Fahmi, dan Ririn. 9. Teman-teman di “detik-detik terakhir,” Mutiara Ramadhini, Mahyar diani,

Deti, Elhumaira, Kak Andini, Sabrina, Maula.

10. Seluruh teman-teman FISIP, khususnya untuk teman-teman HI Internasional 2010, Fikri, M Takdir, Rachmayanti, Gandis dll terimakasih atas semangat, doa, kritik, serta sarannya selama ini.

11. Seluruh teman-teman KKN Berdikari 2013, Panda Mobile, ASEAN Youth Expo 2014, terimakasih banyak atas dukungan semangat dan doanya.

12. Serta semua pihak dan teman-teman lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang telah berperan serta mewujudkan skripsi ini.


(8)

DAFTAR ISI

JUDUL ... LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ... LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... LEMBAR PENGESAHAN PANITIAN UJIAN SKRIPSI ... ABSTRAK ... KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI ... DAFTAR SINGKATAN ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ...

BAB I PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah ... B. Pertanyaan Penelitian ... C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... D. Tinjauan Pustaka ... E. Kerangka Pemikiran ... 1. Teori People Centered Development ... 2. Konsep International Non-Governmental Organization

3. Konsep Sustainable Development ... F. Metode Penelitian ... G. Sistematika Penulisan ...

BAB II AWAL TERBENTUK DAN PERKEMBANGAN

PROGRAM INISIATIF HEART OF BORNEO (HOB)

A. Sejarah Pulau Borneo ... B. Awal Terbentuknya dan Perkembangan Program Inisiatif Heart of Borneo ...

i ii iii iv v vi viii x xii xiii xiv 1 7 7 8 11 11 13 18 20 22 24 26


(9)

C. Rencana Strategis Aksi Tiga Negara Dalam Program Inisiatif Heart of Borneo ... D. Rencana Strategis Nasional Indonesia Dalam Program

Inisiatif Heart of Borneo (HoB) ...

BAB III AWAL TERBENTUK DAN PERKEMBANGAN

WORLD WIDE FUND FOR NATURE (WWF) DI

INDONESIA

A. World Wide Fund for Nature (WWF) Global

1. Sejarah Berdirinya WWF Global ... 2. Ruang Lingkup WWF Global ... B. World Wide Fund for Nature (WWF) di Indonesia

1. Perkembangan WWF di Indonesia ... 2. Ruang Lingkup WWF di Indonesia ...

BAB IV PERAN WORLD WIDE FUND FOR NATURE (WWF) DALAM PROGRAM HEART OF BORNEO (HOB) DI INDONESIA PERIODE 2012-2013

A. Peran WWF Dalam Pendanaan Berkelanjutan ... B. Peran WWF Dalam Membantu Pemerintah Daerah

Mengembangkan Kabupaten Konservasi ... C. Peran WWF Dalam Membangun Jaringan Bisnis Hijau ...

D. Peran WWF Dalam Peningkatan Kapasitas Sumberdaya Manusia Melalui Kerjasama Dengan Inisiatif Lokal ...

BAB V KESIMPULAN ...

DATAR PUSTAKA ...

LAMPIRAN ...

30

36

42 44

47 50

53

57 67

81

92

xv


(10)

DAFTAR SINGKATAN

APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

APL Area Penggunaan Lain

BPK Badan Pengawas Keuangan

BIMPEAGA Brunei-Indonesia-Malaysia-Filipina East Asia Growth Area

BUMN Badan Usaha Milik Negara

COP Conference of the Parties CSR Corporate Social Responsibility

DAS Daerah Aliran Sungai

ESD Education for Sustainable Development FAO Food Agricultural Organizations

FORCLIME Forest and Climate Change Programme

FORMADAT Forum Masyarakat Adat Dataran Tinggi Borneo

FSC Forest Stewardship Council

GEF Global Environment Facility

GFTN Global Forest and Trade Network

GIZ Deutsche Gesellschaftfür Internationale Zusammenarbeit

HOB Heart of Borneo

HPH Hak Pengusaha Hutan

IGO International Governmental Organization

IO Organisasi Internasional

IUPHHK-HA Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Alam IUCN International Union for Conservation of Nature

KBKT Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi KSN Kawasan Strategis Nasional

LEI Lembaga Ekolabel Indonesia

NGO Non-governmental Organizations

PES Pembayaran Jasa Lingkungan atau Payment for Environment Services


(11)

Pokjakab Provinsi dan Kabupaten Pokjanas Kelompok Kerja Nasional Pokjaprov Kelompok Kerja Provinsi

REDD Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation RSPO Roundtable on Sustainable Palm Oil

TFCA Tropical Forest Conservation Act

TNKM Taman Nasional Kayan Mentarang

TNBK Taman Nasional Betung Kerihun

UNCBD United Nations Convention on Biological Diversity

UNFCCC United Nations Framework Convention on Climate Change

UNEP United Nations Environment Programme

UNCHE Unated Nations Conference on the Human Environment

WCS World Conservation Strategy

WCED World Commission on Environment and Development


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel II.B.1. Tabel III.A.1. Tabel IV.A.1. Tabel IV.A.2. Tabel IV.D.1. Tabel IV.D.2.

Total Area Heart of Borneo ... Spesies Prioritas WWF Global ... Total Dana Proyek WWF Program Heart of Borneo 2012-2013 .. Total Donasi Sticker LINE ... Jumlah Pengunjung Taman Nasional 2012-2013 ... Total Produksi Padi Sawah 2012-2013 ...

30 46 54 56 84 87


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar I.1. Gambar I.2. Gambar I.3. Gambar II.1. Gambar IV.1.

Gambar IV.2.

Total Ekspor Semua Komoditas Indonesia ... Penyusutan Hutan Kalimantan Tahun 1950-2010 ... Total Emisi Indonesia dan Dunia Berdasarkan Sektor Kehutanan ... Strukutur Organisasi Kelompok Kerja Nasional Heart of Borneo ... Manfaat Dari Praktik Lingkungan Dan Sosial Yang Baik Yang Dilaporkan Oleh Perusahaan Pertambangan Di Borneo ... Angka Melek Huruf Penduduk 15 tahun ke atas di Kabupaten Nunukan 2012-2013 ...

2 4 5 39

78


(14)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 Lampiran 9 Lampiran 10 Lampiran 11 Lampiran 12

Deklarasi Inisiatif Heart of Borneo ... Peta Area Heart of Borneo ... Deklarasi Morges Manifesto ... Peraturan Pemerintah Kapuas Hulu No 144 Tahun 2003 ... Wawancara Dengan Elisabeth Wetik, Heart of Borneo (HoB)

Stakeholder Engagement And Program Facilitation Officer, WWF-Indonesia ... Wawancara Dengan Stephan Wulffraat, Heart of Borneo (HoB) Monitoring And Evaluation, WWF-Indonesia ... Wawancara Dengan Donny Prasmono, Fundraiser Program Officer, WWF-Indonesia ... Wawancara Dengan Cristina Eghenter, Deputy Director For Social Development, And Civil Society Thematic Lead, Borneo Programme, WWF-Indonesia ... Wawancara Dengan Lasung Kaleb, Ketua FORMADAT

Kalimantan Timur (2004-2014) ... Wawancara Dengan Robertson David, Ketua FORMADAT Wilayah Krayan (Rangkap Jabatan Komisi Pertanian Organik Formadat Krayan) ... Wawancara Dengan Alex Balang, Komisi Ekowisata

FORMADAT Kalimantan ... Wawancara Dengan Teis Nuraini, Bidang Kerjasama Teknik Pusat Kerjasama Luar Negeri Kementrian Kehutanan R.I ...

Xxvi xxvii xxviii xxxi xxxiii xxxiv xxxv xxxvi xxxix xliii xliv xlv


(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah

Indonesia terletak di bawah garis “khatulistiwa” dan garis wallace, ini menyebabkan Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang berlimpah.1 Menurut World Bank, Indonesia memiliki 17% spesies burung, 16% reptil dan amfibi, 12% mamalia, dan 10% tanaman di dunia.2 Oleh karena itu keanekaragaman hayati Indonesia menjadi salah satu dari keanekaragaman hayati dunia yang dikenal sebagai mega-biodiversity country.3

Salah satu keanekaragaman hayati Indonesia adalah hutan. Hutan Indonesia adalah hutan hujan tropis terbesar ketiga setelah Brazil dan Republik Demokratik Kongo dan menjadi hutan hujan tropis terluas di seluruh Asia.4 Menurut Data Statistik Kementerian Kehutanan R.I, pada tahun 2012, luas kawasan hutan mencapai 98.686,1 juta ha. Kawasan tersebut diklasifikasikan sebagai hutan primer, hutan sekunder, dan hutan tanaman termasuk area penggunaan lain (APL) dan difungsikan sebagai hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi.5

1 Forest Watch Indonesia (FWI) dan Global Forest Watch (GFW), Keadaan Hutan Indonesia, ( Bogor:

Forest Watch Indonesia dan Washington D.C.: Global Forest Watch, 2001) 6.

2 REDD Indonesia, “Hutan dan Perubahan Iklim”, REDD Indonesia, [artikel on-line] tersedia di

http://www.redd-indonesia.org/tentang-redd/hutan-dan-perubahan-iklim; Internet; diakses pada Juni 19, 2014.

3Kementerian Lingkungan Hidup R.I, Peringatan Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional (HCPSN),”

Kementerian Lingkungan Hidup R., 16 November 2011, [artikel on-line]; tersedia di http://www.menlh.go.id/peringatan-hari-cinta-puspa-dan-satwa-nasional-hcpsn-2011/; Internet; diakses pada Maret 8, 2014.

4 Forest Watch Indonesia (FWI) dan Global Forest Watch (GFW), Keadaan Hutan Indonesia, 1.

5 Kementerian Kehutanan R.I, Statistik Kehutanan Indonesia 2012, (Jakarta: Kementerian Kehutanan R.I,


(16)

Hutan menghasilkan oksigen dan menyerap karbon dioksida bukan hanya untuk wilayah Indonesia tetapi untuk seluruh dunia.6 Selain itu, fungsi hutan ialah sebagai penyangga air, untuk kebutuhan hidup, memperlambat pemanasan global, dan mengurangi dampak perubahan iklim. Keanekaragaman flora dan fauna di hutan bermanfaat bagi industri farmasi, kerajinan, pariwisata, dan ilmu pengetahuan.7

Sekitar 50% dari area hutan difungsikan sebagai hutan produksi.8 Hal tersebut dapat dibuktikan dengan banyaknya jumlah ekspor komoditas Indonesia dalam sektor kehutanan seperti ekspor kelapa sawit, karet, batu bara, gas alam, dan sebagainya. Jumlah ekspor komoditas Indonesia digambarkan sebagaimana gambar dibawah ini:

Gambar I.1. Total Ekspor Semua Komoditas Indonesia

Sumber: Global Timber (Based on UN Comtrade), tersedia di http://www.globaltimber.org.uk/indonesia.htm

Gambar I.1 diatas menunjukkan bahwa dalam dekade terakhir dari tahun 2000 sampai 2010, nilai ekspor hasil hutan non-kayu di Indonesia, seperti kepala sawit sangat meningkat dibandingkan nilai ekspor produk yang lain, seperti pertambangan, gas alam, batu bara, karet, minyak mentah, dan produksi barang

6 WWF Global, “Heart of Borneo,” WWF Indonesia, [database on-line]; tersedia di

http://wwf.panda.org/what_we_do/where_we_work/borneo_forests/; Internet diakses pada Juli 21, 2014.

7 Government of Indonesia, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Tata

Cara Perubahan Peruntukan Dan Fungsi Kawasan Hutan, (Jakarta: Pemerintah Indonesia, 2010), 3.


(17)

lainya.9 Menurut Food Agricultural Organizations (FAO), pada tahun 2011 Indonesia adalah negara nomer satu pengekspor minyak kelapa sawit di dunia dengan jumlah 16.336.750 ton.10 Akan tetapi pada implementasinya, jumlah permintaan terhadap produk sawit merupakan pendorong utama banyaknya konversi lahan hutan ke area lain di Indonesia.11

Konversi lahan hutan ke area perkebunan sawit banyak terjadi di area hutan rawa gambut yang menjadi perkebunan sawit setiap tahun dan mencapai 50 sampai 100.000 ha.12 Apabila lahan gambut tersebut dikonversi maka akan menghasilkan emisi yang tinggi akibat dari pembakaran lahan gambut sebelum dijadikan lahan perkebunan.13 Pada akhirnya situasi ini memerlukan perhatian khusus dan kebijakan yang tepat bahkan jika tidak terkendalikan serta tidak dikelola dengan lestari akan menyebabkan deforestasi dan kerusakan hutan. Pada tahun 2010 hingga 2012 menurut Data Statistik Kementerian Kehutanan RI, terdapat sekitar 1,3 juta ha hutan telah gundul dan yang paling banyak terjadi ialah di area hutan produksi yang menyumbang 66% dari total deforestasi dan kerusakan hutan.14

Salah satu wilayah sektor kehutanan Indonesia yang luas ialah Kalimantan, selain itu wilayah Kalimantan juga menyumbangkan angka terbesar

9 Ibid.

10 FAOSTAT, EXPORTS: Countries by commodity Top Export Palm Oil 2011- , FAOSTAT[database

on-line]; tersedia di http://faostat.fao.org/site/342/default.aspx; Internet; diakses pada Agustus 22, 2014.

11Stephan Wulffraat, Environmental Status of Heart of Borneo 2012, (Jakarta: WWF‟s HoB Initiative, 2012),

4.

12Ari Wibowo, “Konversi Hutan Menjadi Tanaman Kelapa Sawit Pada Lahan Gambut: Implikasi Perubahan

Iklim dan Kebijakan, “ Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan VII/4 Edisi Khusus, 252, [jurnal

on-line]; tersedia di

http://forda-mof.org/files/2.KONVERSI%20HUTAN%20MENJADI%20TANAMAN%20KELAPA%20SAWIT%20PA DA%20LAHAN%20GAMBUT%20IMPLIKASI%20PERUBAHAN%20IKLIM%20DAN%20KEBIJAKAN .pdf: Internet; diakses pada Desember 30, 2014.

13 Ibid.


(18)

dari deforestasi dan kerusakan hutan Indonesia yaitu sekitar 41% dari total deforestasi dan kerusakan hutan.15 Menurut Data Statistik Kementerian Kehutanan RI pada tahun 2010 sampai 2012, kebakaran hutan yang paling luas ialah terjadi di wilayah Kalimantan.16 Selain itu, deforestasi hutan di Kalimantan mengancam kehidupan flora dan fauna di hutan terutama spesies yang terancam punah, seperti badak, orangutan dan gajah. Pada tahun 2012, status badak Borneo Indonesia adalah “poor” kurang dari 25 individu yang tersisa, dan status orangutan dan gajah Borneo “fair” sekitar 50% sampai 70% yang tersisa.17 Gambar I.2. di bawah menunjukkan bahwa dari tahun 1950 hingga tahun 2010, tidak lebih dari 60% hutan Kalimantan yang tersisa.18

Gambar I.2. Penyusutan Hutan Kalimantan Tahun 1950-2010

Sumber: World Wide Fund for Nature (WWF) tersedia di www.wwf.or.id

Di sisi lain, menurut Stephan Wulffraat, Heart of Borneo Monitoring and Evaluation Program – WWF-Indonesia, mengatakan bahwa, “... Penyebab deforestasi dan degradasi hutan di Indonesia khususnya di wilayah Kalimantan

15 Ibid, 11. 16 Ibid, 114.

17 Stephan Wulffraat, Report: Environmental Status of Heart of Borneo 2014, (Jakarta: WWF‟s HoB

Initiative, 2014), 18.


(19)

tidak jauh berbeda di provinsi lain di Indonesia.”19 Selain konversi lahan hutan ke area lain, ada banyak faktor penyebab dari deforestasi, seperti pembalakan liar (illegal logging), penambangan liar, kebakaran hutan, dan pemanfaatan tanaman dan satwa liar (TSL) secara liar.20

Sehingga dapat dikatakan bahwa dari banyaknya kasus deforestasi yang dihasilkan tersebut, hal ini dapat menyebabkan Indonesia menjadi negara penyumbang emisi di dunia berdasarkan penggunaan di sektor lahan hutan, lahan pertanian dan padang rumput, serta emisi non-CO2 dari kebakaran biomassa dan tanah organik. Menurut FAO, gambar 1.3. di bawah menunjukan bahwa pada tahun 2009, Indonesia menyumbang sekitar 57% dari total emisi dunia dan pada tahun 2010 meningkat menjadi 58% dari total emisi dunia.

Gambar I.3. Total Emisi Indonesia dan Dunia Berdasarkan Sektor Kehutanan

Sumber: FAO STAT, tersedia di http://faostat3.fao.org

Oleh sebab itu untuk mengurangi efek emisi, program dari Pemerintah Indonesia adalah program konservasi lingkungan yang berkerjasama dengan banyak pihak yaitu negara dan aktor non negara. Salah satu bentuk kebijakan tersebut ialah inisiatif Heart of Borneo (HoB). HoB adalah program konservasi

19 Wawancara dengan Stephan Wulffraat.


(20)

lintas batas antara pemerintah Brunei, Indonesia dan Malaysia yang didukung oleh aktor non negara seperti World Wide Fund for Nature (WWF). Inisiatif HoB dideklarasikan pada 12 Februari 2007, yang bertujuan untuk mengelola kawasan lintas batas, mengelola kawasan lindung, mengelola sumber daya alam berkelanjutan, mengembangkan ekowisata, dan meningkatkan kapasitas manusia berdasarkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.21 Cakupan wilayah HoB seluas 23.250.289,11 ha (100%) meliputi: wilayah Brunei Darussalam 424.076,66 ha (1,82%); wilayah Indonesia 16.794.300,78 ha (72,23%), yang dibagi menjadi tiga administratif yaitu Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur; dan wilayah Malaysia 6.031.911,67 ha (25,94 %) yang dibagi menjadi dua administratif yaitu Sabah dan Serawak.22

Pada pengelolaan insiatif HoB tersebut, masing-masing negara memiliki kebijakan yang berbeda. Indonesia memiliki pengelolaan program HoB yang dilakukan secara kolaboratif dari pihak pemerintah dengan mitra lainnya dan salah satu mitra HoB pemerintah Indonesia adalah WWF. Selain menjadi mitra, WWF juga sebagai satu-satunya aktor non negara yang dilibatkan dalam struktur ogranisasi kelompok kerja nasional HoB pemerintah Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 382/Menhut-II/2011 tentang Kelompok Kerja Nasional Program HoB.23

Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian dengan judul “Peran World Wide Fund for Nature (WWF) dalam program Heart of Borneo (HoB) di

21 WWF Global, “Heart of Borneo,” WWF Global, [database on-line] tersedia di

http://wwf.panda.org/what_we_do/where_we_work/borneo_forests/; Internet; diakses pada Maret 10, 2014.

22 Kementerian Kehutanan R.I, Heart of Borneo Indonesia, 6.

23 Kementerian Kehutanan R.I, Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 382/Menhut-II/2011 tentang

Pembentukan Kelompok Kerja Nasional Program Heart of Borneo, (Jakarta: Kementerian Kehutanan R.I, 18 Juli 2011), 3.


(21)

Indonesia Periode 2012-2013” menarik untuk dianalisa karena Indonesia memiliki hutan terluas ketiga di dunia juga hutan terbesar di Asia dan di area HoB yaitu di Kalimantan. Akan tetapi pada kenyataannya deforestasi dan kerusakan hutan terbesar di Indonesia terjadi di wilayah Kalimantan, sehingga situasi ini harus dilindungi untuk kelestarian hutan Kalimantan bagi keberlangsungan flora dan fauna, kesejahteraan generasi saat ini dan masa depan juga roda perekonomian negara. Di sisi lain, penelitian ini dimulai pada tahun 2012, karena, pada tahun tersebut merupakan tahun pertama bagi WWF mengemban tugas sebagai pelaksana program HoB Pemerintah Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 382/Menhut-II/2011 tentang Kelompok Kerja Nasional Program HoB. Selain itu WWF juga sebagai satu-satunya aktor non-negara di Indonesia yang terlibat dalam struktur organisasi tersebut, sehingga keterlibatan WWF menjadi analisa khusus dalam penelitian ini.

B. Pertanyaan Penelitian

Bagaimana peran WWF dalam program HoB di Indonesia periode 2012-2013?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan Peran WWF dalam program HoB periode 2012-2013. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang Hubungan Internasional tentang implementasi dari teori people centered development, konsep international non-governmental organization, dan konsep


(22)

D. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka digunakan sebagai referensi untuk melihat sejauh mana topik ini telah dibahas serta untuk menghindari konten yang sama atau plagiarisme dalam bidang akademis. Terdapat tiga tnjauan pustaka yaitu skripsi sebagai perbandingan perbedaan terhadap konten penelitian ini.

Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Aditya Nurdina Saputra pada tahun 2011, sarjana dari Universitas Komputer Indonesia dengan penelitian tentang: “Pengaruh Kerjasama Trilateral Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam melalui Program Heart of Borneo Terhadap Penanganan Masalah Kerusakan Hutan di Wilayah Perbatasan Kalimantan Timur.”24 Penelitian tersebut menjelaskan permasalahan yang ada di hutan wilayah perbatasan Kalimantan Timur yakni adanya pengelolaan lingkungan hutan yang kurang bijaksana, pengambilan kayu secara illegal dan pengalihan fungsi hutan, dan banyak terjadi kebakaran hutan. Perbedaan dari skripsi tersebut dengan penelitian ini dapat dilihat dari beberapa alasan. Pertama, skripsi tersebut menekankan peran negara sebagai aktor, tetapi pada penelitian ini menekankan peran aktor non-negara dalam hubungan internasional. Kedua, berdasarkan kerangka teori, penelitian tersebut menggunakan konsep kerjasama untuk menganalisa kerjasama diantara tiga negara tetapi dalam penelitian ini teori people centered development, konsep

international non-governmental organizations digunakan untuk menganalisa peran non-negara di dunia internasional.

24 Aditya Nurdina Saputra. Pengaruh Kerjasama Trilateral Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam melalui

Program HoB (Heart of Borneo) terhadap Penanganan Masalah Kerusakan Hutan di wilayah Perbatasan Kalimanan Timur. (Bandung: Indonesia Computer University, 2011).


(23)

Penelitian tersebut menunjukkan bahwa kerjasama trilateral Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam melalui program Heart of Borneo (HoB) telah memberikan pengaruh dalam menangani masalah kerusakan hutan di wilayah perbatasan Kalimantan Timur yang ditandai dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah yaitu Green Kaltim dan dijadikannya wilayah perbatasan Kalimantan Timur sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN).

Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Natasya Muliandari pada tahun 2011, sarjana Hubungan Internasional Universitas Parahyangan, dengan penelitian yang berjudul “Implementasi WWF Coral Triangle Program dalam Melestarikan Ekosistem Kawasan Segitiga Terumbu Karang pada 2008-2010.”25 Penelitian tersebut menjelaskan pentingnya peran WWF dalam program konservasi kelautan dan implementasinya. Isi perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah penelitian tersebut menjelaskan peran WWF pada program coral triangle sebagai program kelautan, sementara penelitian ini menjelaskan tentang peran WWF dalam program HoB di Kalimantan, Indonesia. Penelitian tersebut dianalisa menggunakan pandangan pluralis, konsep organisasi internasional dan pembangunan berkelanjutan, sedangkan penelitian ini dianalisa menggunakan teori people centered development, konsep international non-governmental organizations, dan konsep sustainable development.

Penelitian tersebut telah menjelaskan bagaimana implementasi program WWF dalam melestarikan ekosistem kawasan segitiga terumbu karang. Adapun implementasi yang telah dianalisa dalam skripsi tersebut adalah WWF melakukan

25 Natasya Muliandari, Implementasi WWF Coral Triangle Program dalam Melestarikan Ekosistem Kawasan


(24)

program konservasi kelautan seperti kampanye tuna berkelanjutan, perikanan berkelanjutan, dan program marine protected area.

Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Isti Chomah Sari pada tahun 2013 sarjana dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, dengan penelitian yang berjudul “Peran WWF dalam upaya melindungi satwa langka orangutan di Indonesia melalui Program Sahabat Orangutan Tahun 2011-2013.”26 Dalam penelitian tersebut membahas peran WWF dalam upaya melindungi orangutan yang terancam punah di Indonesia, dan menganalisa tentang hambatan yang dihadapi oleh WWF. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah dalam program WWF. Dalam penelitian tersebut fokus pada program konservasi hewan terancam punah sedangkan penelitian ini fokus dalam progam pembangunan berkelanjutan di HoB. Di sisi lain, berdasarkan kerangka teoriti, penelitian tersebut dianalisa dengan konsep keamanan lingkungan, konsep peran dan konsep non-governmental organizations sementara penelitian ini dianalisa menggunakan teori people centered development, konsep international non-governmental organizations, dan konsep sustainable development.

Penelitian tersebut telah menganalisa peran WWF dalam upaya melindungi satwa langka orangutan di Indonesia, diantaranya adalah kampanye, rehabilitasi, monitoring, konservasi, penangkaran, kerjasama dengan multipihak mengenai perlindungan orangutan, dan penyediaan informasi dilapangan. Kemudian, penelitian tersebut juga telah menganalisa hambatan yang dihadapi oleh WWF dalam menjalankan programnya melindungi satwa langka orangutan,

26 Isti Chomah Sari. Peran WWF Dalam Upaya Melindungi Satwa Langka Orangutan di Indonesia melalui


(25)

diantaranya hambatan internal dan hambatan eksternal. Adapun hambatan internal yang dihadapi oleh WWF adalah keterbatasan dalam hal finansial, dan lemahnya integrasi program antar pemangku kepentingan. Kemudian, hambatan eksternal yang dihadapi oleh WWF adalah rendahnya kepedulian masyarakat ulayat, lemahnya koordinasi antara pemerintah Indonesia tingkat pusat dan tingkat daerah, orangutan belum dijadikan sebagai bagian pembangunan, ancaman perburuan terhadap orangutan, minimnya akses transportasi, dan hambatan dalam upaya rehabilitasi.

E. Kerangka Pemikiran

1. Teori People Centered Development

Menurut David C. Korten, mengatakan bahwa, “... Teori praktik konvensional menunjukkan bahwa tanggungjawab untuk mengelola dan mendistribusikan sumber daya pembangunan di tangan pemerintah akan menghasilkan kebijakan yang „optimal‟, namun kenyataannya, pemerintah memiliki keterbatasan kebijakan dan kemampuan dalam mengatasi isu yang terjadi di masyarakat.” Kemudian, David C. Korten, menambahkan bahwasanya saat ini kehidupan di masyarakat sedang berada dalam krisis. Oleh karena itu, masyarakat harus berani melakukan perubahan. Perubahan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan konsep pembangunan alternatif yang menempatkan pembangunan berbasis rakyat atau people centered development


(26)

dan pelakunya adalah organisasi non-pemerintah (Ornop) yang terbentuk berdasarkan inisiasi masyarakat atau individu itu sendiri.27

Menurut David C. Korten yang dikutip dari Guy Gran yang mengatakan

bahwa, “... Peran individu bukan hanya sebagai „subyek‟ melainkan sebagai „aktor‟ yang merumuskan tujuannya sendiri, mengendalikan sumber daya sendiri, dan mengarahkan proses dengan tujuan mempengaruhi kehidupanya.”28

Substansi dari people centered development menempatkan posisi pada inisiatif lokal, dengan demikian individu mempunyai kemampuan dalam pengelolaan dan penyelesaian isu yang terjadi. People centered development menggunakan kerangka ekologi dan masyarakat dalam analisa kinerjanya, dan tidak hanya menginternalisasi masyarakat dan lingkungan, tetapi menjadikan keduanya sebagai dasar dari proses analisa.29

WWF adalah organisasi non pemerintah yang terbentuk berdasarkan kesepakatan individu yaitu Julian Huxley, Peter Scott, Max Nicholson dan lainnya yang bertujuan untuk melestarikan lingkungan dan membangun masa depan dimana manusia hidup selaras dengan alam. Dalam perkembanganya, WWF membentuk perwakilan di berbagai negara di dunia, demi terwujudnya fleksibilitas dalam menjalankan programnya.30 Hal ini yang mendasari

27 David C. Korten, “Thrid Generation NGO Strategies: A Key to People-Centered Development,”

World Development, Vol. 15, Supplement (Printed in Great Britan: Pergamon Journals Ltd), 145-146, [Jurnal

On-line]; tersedia di

http://livingeconomiesforum.org/sites/files/pdfs/Korten%20Third%20Generation%20NGO%20Strategies.pdf ; Internet; diakses pada Desember 31, 2014.

28David C. Korten, “People-Centered Development: Toward a Framework,“ di dalam buku David C. Korten

dan Rudi Klauss, ed., People- Centered Development Contributions Toward Theory And Planning Frameworks, (United States of Amesica: Kumarian Press, 1984), 300.

29 Ibid.

30 J. Baird Callicott and Robert Frodeman, ed., Encyclopedia of Environmental Ethics and Philosophy, (USA:


(27)

bahwasanya WWF adalah organisasi internasional non pemerintahan, yang mempunyai perwakilan di berbagai negara, termasuk di Indonesia.

2. Konsep International Non-Governmental Organization

Menurut Clive Arsher, Organisasi Internasional (IO) adalah sebuah lembaga dengan sistem formal, mempunyai tujuan, instrumen, staf, administrative, dan sebagainya. Selain itu istilah “internasional” diklaim dari istilah “antar” atau ketika menggambarkan suatu kegiatan seperti perang, diplomasi, atau jenis hubungan apapun yang dilakukan diantara dua negara dan lebih atau diantara perwakilan pemerintah mereka.31

Menurut Harold K. Jacobson, Organisasi Internasional (OI) dibagi menjadi dua macam, OI yang didirikan sesuai dengan kesepakatan diantara pemerintah disebut International Governmental Organizations (IGOs) dan OI yang didirikan tanpa kesepakatan diantara pemerintah disebut sebagai International Non-governmental Organizations (INGOs).32 Anggota dari NGO adalah individu atau asosiasi swasta atau kombinasi keduanya yang terdiri dari dua individu atau lebih, dan NGO didirikan sesuai dengan beberapa tujuan.33

Menurut Bob Sugeg Hadiwinata, berdasarkan asalmula pembentukan NGO dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. “Poverty Alleviation NGO.” NGO ini mucul sebagai aksi terhadap ketidakpuasan program pemerintah dalam menuntaskan kemiskinan. Tujuan

31 Clive Arsher, International Organizations, (London: George Allen & Unwin Ltd, 1983), 1-2.

32 Harold K. Jacobson, Netwoks of Interdependence International Organizations and the Global Political

System Second Edition, (New York: Alfred A. Knopf, Inc., 1979), 4-5.


(28)

utamanya adalah memberantas kemiskinan dengan membuat program-program pembangunan berdimensi swadaya dan melakukan aktivitas charity.

b. “Emancipatory NGO.” NGO ini muncul untuk membangkitkan kesadaran dalam menyelesaikan struktur yang menempatkan lingkungan, perempuan, anak sebagai korban eksploitasi. NGO ini berdiri dengan tujuan meningkatkan posisi tawar isu tertentu dalam masyarakat agar tidak menjadi sumber eksploitasi, serta melakukan aktivitas melalui advokasi dan kampaye untuk memperkenalkan isu-isu global yang menjadi fokus mereka.

c. “Anti Authoritarian NGO.” NGO ini muncul sebagai aksi terhadap ketimpangan politik yang dianggap kurang kondusif bagi terciptanya demokrasi, kepastian hukum, dan pelindungan hak asasi manusia. Tujuanya adalah untuk mengupayakan tumbuhnya demokrasi di suatu negara melalui berbagai strategi yang meliputi advokasi, pelatihan, pembentukan kader, diskusi, dll.34

Kemudian, menurut Clive Arsher, terdapat tiga peran utama Organisasi Internasional dalam sistem internasional, sebagai berikut:

a. Organisasi Internasional sebagai “instrument” yang digunakan oleh negara-negara anggotanya untuk mencapai tujuan tertentu seperti kepentingan nasional dantujuan politik luar negerinya.

b. Organisasi Internasional sebagai “arena” yang digunakan sebagai tempat atau forum untuk membahas, berdebat, bekerjasama dalam isu tertentu.

34 Bob S Hadiwinata, “Dilema Pemberdayaan: LSM, Pemerintah dan Masyarakat Sipil” Jurnal Potensia


(29)

c. Organisasi Internasional sebagai “aktor independen.” Organisasi internasional dapat bertindak di panggung dunia, merumuskan, dan membuat keputusan tanpa dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan dari luar.35

Di sisi lain, Salamon dan Anheier mendefinisikan karakteristik “nonprofit

sector” atau aktor independen, sebagai:

a. “Terorganisir.” OI memiliki beberapa realitas kelembagaan dan struktur organisasi internal.

b.“Swasta.” OI mempunyai kelembagaan terpisah dari instansi pemerintah. Hal ini bukan berarti bahwa mereka tidak dapat menerima dukungan pemerintah yang signifikan atau bahkan pemerintah tidak bisa memimpin mereka.

c. “Tidak mencari keuntungan.” Keuntungan bukan tujuan utama sebuah OI, baik secara langsung maupun tidak langsung.

d. “Self-governing.” OI mengontrol kegiatan mereka sendiri melalui prosedur tata kelola internal, tanpa intervensi dari luar.

e. “Sukarela.” Karakter ini melibatkan partisipasi yang sukarela. f. “Nonreligius.” OI tidak terlibat dalam promosi suatu ajaran Agama. g. “Nonpolitical.” OI tidak terlibat dalam promosi calon pejabat terpilih ataupun dalam kegiatan politik lainya.36

Selain itu, menurut Harold K. Jacobson, ada beberapa fungsi dari Organisasi Internasional, yaitu:

35 Clive Arsher, International Organizations, (London: George Allen & Unwin Ltd, 1983), 130-142.

36 Salamon, Lester M. and Helmut K. Anheier, “Social Origins of Civil Society: Explaining the Nonprofit

Sector Cross-Nationally,” Working Papers of the Johns Hopkins Comparative Nonprofit Sector Project, no. 22, (Baltimore: The Johns Hopkins Institute for Policy Studies, 1996), 3-4 [database on-line]; tersedia di http://web.iaincirebon.ac.id/ebook/moon/CivilSociety/Social%20Origins%20of%20CSOs.pdf; Internet diakses pada Agustus 11, 2014.


(30)

a. “Fungsi Informasi.” OI menyediakan informasi, mengumpulkan, menganalisa dan mempublikasikan data. OI juga membantu menyebarkan informasi dengan menyelenggarakan berbagai forum di mana setiap individu bisa saling bertukar pikiran.

b. “Fungsi Normatif.” OI mengadopsi prinsip-prinsip dari sebuah deklarasi dan pernyataan tujuan. Fungsi ini tidak melibatkan instrumen yang mengikat secara hukum, melainkan pernyataan yang dirancang untuk mempengaruhi kebijakan dalam negeri dan luar negeri suatu negara.

c. “Fungsi operasional.” Fungsi ini melibatkan penggunaan sumber daya, contohnya OI membuat sebuah bantuan keuangan dan teknis bagi masyarakat.37

Tidak hanya itu, menurut Michael Edwards dan David Hulme, NGO menggunakan berbagai strategi untuk „scaleup‟ atau meningkatkan dampak kerja mereka.38 Ada 4 strategi untuk meningkatkan dampak mereka, diantaranya:

a. “Scaling up via cooperation with governments.”39 NGO bekerjasama dengan struktur pemerintah untuk mempengaruhi kebijakan dan sistem. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa pemerintah menerapkan kebijakan yang efektif yang akan bermanfaat bagi semua masyarakat khususnya masyarakat yang kurang mampu dalam mencapai kehidupan mereka di bidang kesehatan, pendidikan, produksi dll.40

37 Harold K. Jacobson, Netwoks of Interdependence International Organizations and the Global Political

System Second Edition, (New York: Alfred A. Knopf, Inc., 1979), 82-83.

38Michael Edwards and David Hulme, “Scaling up NGO impact on development: learning from experience,”

di dalam buku Deborah Eade and Jenny Pearce, ed., Development, NGos, and Civil Society, (Oxford: Oxfam GB, 2000), 57-59.

39 Ibid, 57.

40 Michael Edwards and David Hulme, Making a Difference: NGOs and Development in a Changing World,


(31)

b. “Scaling up via operational expansion.”41 Strategi yang jelas untuk meningkatkan dampaknya terhadap pembangunan adalah dengan memperluas program. Ekspansi dapat dibagi menjadi 4 model diantaranya: 1) “ekspansi geografis” yaitu dengan pindah ke wilayah atau negara baru, 2) “ekspansi horizontal” yaitu dengan menambahkan kegiatan sektoral tambahan untuk program yang ada, 3) “ekspansi vertikal” yaitu dengan menambahkan kegiatan hulu atau hilir untuk program yang ada, dan 4) ekspansi dengan kombinasi dari ketiganya.42

c. “Scaling up via lobbying and advocacy.” NGO aktif dalam kegiatan nasional dan internasional. Dalam kegiatan tersebut, NGO melakukan advokasi dengan cara merekomendasikan ide, berbicara untuk menarik perhatian masyarakat atau piihak lain tantang isu penting, dan mengarahkan para pengambil keputusan untuk mendapatkan solusi.43

d. “Scaling up via supporting local initiatives.” NGO membuat suatu jaringan atau networking untuk bekerjasama dengan inisiatif lokal. “Networking”

adalah alat komunikasi dan mekanisme yang menghubungkan berbagai individu atau organisasi dengan tujuan yang sama.44

Konsep INGO adalah konsep untuk menganalisa peran WWF. WWF digolongkan sebagai INGO karena WWF adalah organiasai internasional non pemerintahan yang berpusat di Swiss dan mempunyai perwakilan di Indonesia.

41Michael Edwards and David Hulme, “Scaling up NGO impact on development: learning from experience,”

58.

42 Michael Edwards and David Hulme, Making a Difference: NGOs and Development in a Changing World,

19-20.

43Michael Edwards and David Hulme, “Scaling up NGO impact on development: learning from experience,”

59.


(32)

Berdasarkan klasifikasi NGO, WWF tergolong kedalam “emancipatory NGO”

yang fokus dalam isu lingkungan serta bertujuan untuk mengatasi ketidakseimbangan ekologi global diantara kehidupan manusia dan alam. WWF sebagai “independent actor” memiliki banyak fungsi dalam pelestarian lingkungan. Fungsi ini dimaksudkan untuk menciptakan pemahaman diantara pihak-pihak yang terlibat, seperti pemerintah, sektor bisnis, dan masyarakat lokal dan lain-lain yang terlibat serta menganggap penting pada konservasi keanekaragaman hayati.

3. Konsep Sustainable Development

Untuk pertama kalinya, kontribusi OI dalam isu lingkungan yaitu pada tahun 1972, dalam Konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup Manusia atau

United Nations Conference on the Human Environment (UNCHE), atau yang dikenal dengan Stockhlom Conference yang diselenggarakan di Stockholm.45 Pada saat itu, UNCHE mengusulkan pembentukan badan global yang bertindak sebagai divisi lingkungan dari sistem PBB, yang dikenal sebagai United Nations Environment Programme (UNEP).46

Setelah itu, pada tahun 1980, UNEP dan International Union for Conservation of Nature (IUCN) mendirikan Strategi Konservasi Dunia atau the World Conservation Strategy (WCS) yang bertujuan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan melalui konservasi sumber daya alam hayati dan pada saat itu juga

45 Monique Perrot-Lanaud, et al., UNESCO and Sustainable Development, (Paris: UNESCO, 2005), 2,

[database on-line]; tersedia di http://unesdoc.unesco.org/images/0013/001393/139369e.pdf; Internet; diakses pada Agustus 29, 2014.


(33)

merupakan lahirnya terminologi “pembangunan berkelanjutan” atau yang dikenal dengan “sustainable development.”47

Kemudian, pada tahun 1987, PBB membentuk World Commission on Environment and Development (WCED) dipelopori oleh Gro Harlem Brundtland, dan pertama kalinya menggunakan istilah “sustainable development” dalam laporannya berjudul "Our Common Future" atau yang dikenal sebagai

"Brundtland Report .” Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Sebuah visi pembangunan yang meliputi populasi, spesies hewan dan tumbuhan, ekosistem, sumber daya alam, air, udara, energy, dan yang mengintegrasikan kekhawatiran seperti memerangi kemiskinan, kesetaraan gender, hak asasi manusia, pendidikan, kesehatan, keamanan manusia, dll.48

Dalam laporan Brundtland, secara khusus menguraikan ““sustainable

development”sebagai berikut:

a. Kerusakan lingkungan berkaitan dengan faktor-faktor ekonomi, sosial, dan politik.

b. Pembangunan berkelanjutan adalah integrasi dari tiga pilar, yaitu pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan sosial ,dan perlindungan lingkungan.

47 Susan Baker, Routledge Introductions to Environment Series: Sustainable Development, (New York:

Routledge 270 Madison Ave, 2006), 18.

48 Monique Perrot-Lanaud, et al., UNESCO and Sustainable Development, (Paris: UNESCO, 2005), 2,

[database on-line]; tersedia di http://unesdoc.unesco.org/images/0013/001393/139369e.pdf; Internet; diakses pada Agustus 29, 2014.


(34)

c. Dalam pembangunan berkelanjutan dibutuhkan sikap positif terhadap pengembangan, perlindungan lingkungan, dan pembangunan ekonomi dengan satu tujuan dan dapat saling mendukung.

d. Pembangunan berkelanjutan berpendapat bahwa teknologi dan organisasi sosial dapat membuka kemungkinan dalam pengembangan lingkungan.

e. Pembangunan berkelanjutan mengakui bahwa tanggung jawab generasi sekarang untuk generasi mendatang.

f. Pembangunan berkelanjutan adalah sebuah panggilan untuk model baru dalam pemerintahan yang berasas lingkungan, di semua tingkatan, dari lokal ke global.

g. Pembangunan berkelanjutan telah mencapai status otoritatif dalam wacana lingkungan dalam pembangunan internasional dan kerangka hukum.49

Isu lingkungan tidak dapat lagi ditangani secara sektoral melainkan telah menjadi bagian dari pembangunan ekonomi dan sosial, oleh karena itu peran WWF sebagai global governance tidak hanya fokus dalam konservasi lingkungan, tetapi juga fokus bagaimana lingkungan berperan terhadap sektor lain, ekonomi, dan sosial. Konsep pembangunan berkelanjutan adalah kunci untuk menjelaskan implikasi dari peran WWF dalam inisiatif HoB.

F. Metode Penelitian

Dalam rangka menjawab pertanyaan penelitian, penelitian ini dianalisa menggunakan metode kualitatif deskriptif analitis. Menurut Denzin dan Lincoln, penelitian kualitatif adalah metode penelitian multi-fokus, yang melibatkan

49 Susan Baker, Routledge Introductions to Environment Series: Sustainable Development, (New York:


(35)

interpretif, pendekatan naturalistik dengan materi pelajaran tersebut.50 Hal ini melibatkan koleksi berbagai studi empiris, kasus, pengalaman pribadi, introspektif, kisah hidup, wawancara, pengamatan, sejarah, interaksional, dan teks visual yang menggambarkan momen. Di sisi lain, metode kualitatif bertujuan menggambarkan suatu fenomena tertentu atau untuk menentukan ada tidaknya keterkaitan diantara suatu gejala dengan gejala lainnya yang relevan dengan masalah penelitian.51

Penelitian ini menjelaskan dan menganalisis berbagai jenis data dan informasi untuk menjawab pertanyaan penelitian. Sumber data dalam penelitian ini dibagi menjadi dua jenis, data primer dan sekunder. Data sekunder diperoleh dari literatur, seperti buku, jurnal, tesis, artikel, publikasi pemerintah, media elektronik, surat kabar, dan publikasi lainnya secara on-line atau off-line. Sumber litelatur utama data sekunder berasal dari data dokumentasi dari Kementerian Kehutanan, WWF . Adapun sumber buku utama adalah David C. Korten dan Rudi Klauss, ed., yang berjudul People- Centered Development Contributions Toward Theory And Planning Frameworks, Clive Arsher yang berjudul International Organizations, Harold K. Jacobson yang berjudul Netwoks of Interdependence International Organizations and the Global Political System Second Edition, Michael Edwards and David Hulme yang berjudul Making a Difference: NGOs and Development in a Changing World, dan Susan Baker yang berjudul Routledge Introductions to Environment Series: Sustainable Development.

50 Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data, (Jakarta:Rajawali Pers, 2011), 1-2.


(36)

Teknik kolektif dari data sekunder menggunakan studi kepustakaan seperti Perpustakaan Kementerian Kehutanan (Manggala Wanabhakti Building), Perpustakaan Universitas Indonesia, Perpustakaan Universitas Parahyangan, Perpustakaan Universitas Komputer Indonesia, Perpustakaan mini di kantor WWF. Selain itu, data primer diperoleh melalui wawancara dengan para ahli di lapangan atau yang langsung terlibat di lapangan, seperti WWF, Kementerian Kehutanan, dan inisiatif lokal di daerah yang diteliti.

G. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah B. Pertanyaan Penelitian

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian D. Tinjauan Pustaka

E. Kerangka Pemikiran

1. Teori People Centered Development

2. Konsep International Non-Governmental Organization

3. Konsep Sustainable Development

F. Metode Penelitian G. Sistematika Penulisan

BAB II AWAL TERBENTUK DAN PERKEMBANGAN

PROGRAM INISIATIF HEART OF BORNEO (HOB)

A. Sejarah Pulau Borneo

B. Awal Terbentuknya dan Perkembangan Program Inisiatif Heart of Borneo(HoB)

C. Rencana Strategis Aksi Tiga Negara Dalam Program Inisiatif Heart of Borneo(HoB)

D. Rencana Strategis Nasional Indonesia Dalam Program Inisiatif Heart of Borneo (HoB)

BAB III AWAL TERBENTUK DAN PERKEMBANGAN

WORLD WIDE FUND FOR NATURE (WWF) DI

INDONESIA


(37)

1. Sejarah Berdirinya WWF Global 2. Ruang Lingkup WWF Global

B. World Wide Fund for Nature (WWF) di Indonesia 1. Perkembangan WWF di Indonesia

2. Ruang Lingkup WWF di Indonesia

BAB IV PERAN WORLD WIDE FUND FOR NATURE (WWF) DALAM PROGRAM HEART OF BORNEO (HOB) DI INDONESIA PERIODE 2012-2013

E. Peran WWF Dalam Pendanaan Berkelanjutan

F. Peran WWF Dalam Membantu Pemerintah Daerah

Mengembangkan Kabupaten Konservasi

G. Peran WWF Dalam Membangun Jaringan Bisnis Hijau H. Peran WWF Dalam Peningkatan Kapasitas Sumberdaya

Manusia Melalui Kerjasama Dengan Inisiatif Lokal


(38)

BAB II

AWAL TERBENTUK DAN PERKEMBANGAN PROGRAM INISIATIF

HEART OF BORNEO (HOB)

A. Sejarah Pulau Borneo

Borneo adalah pulau terbesar ketiga di dunia setelah Greenland dan Papua New Guinea. Borneo terletak di Asia Tenggara, tepatnya terlihat di sekitar perbatasan selatan dan timur Laut Cina Selatan. Borneo berada di bagian barat Pulau Sumatera, Jawa di bagian selatan, Sulawesi di bagian timur, dan Filipina di sebelah timur laut. Luas daratan Borneo meliputi hampir 740.000 km2.52

Nama Borneo berasal dari Barat dari kata lokal “Burni”, pada abad ke 16 yang merujuk kepada kerajaan Muslim yang kuat. Di sisi lain, terdapat berbagai nama muncul seperti, Burni, Burney, Burny, Borny, Borney, Burneo, Bornei, Bruneo, Porne, dan Borneu. Ada nama lain yaitu “Kalimantan” yang dimiliki oleh Indonesia. Nama “Kalimantan” berasal dari kata “Kalamantan” yang berarti

“tanah lamanta (sagu mentah).” Tapi orang Jawa merubah nama tersebut menjadi

“Kalimanten” yang berarti bagi mereka "sungai dari batu mulia.”53

Di bagian selatan Borneo sekitar 540.000 km2 dimiliki oleh Republik Indonesia yaitu wilayah Kalimantan yang secara resmi menerima kemerdekaan dari Belanda pada Desember 1949. Wilayah ini dibagi menjadi empat unit administratif atau propinsi: Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur. Di sebelah utara Borneo sekitar 200.000 km2 adalah wilayah Federasi Malaysia, yang dibagi menjadi dua, yaitu Sarawak dan

52 Gerard A. Persoon and Manon Osseweijer, ed., Reflections on the Heart of Borneo. (Netherlands :

Tropenbos International, 2008), 9.


(39)

Sabah. Dan di sebelah baratlaut Borneo dimiliki oleh kerajaan Muslim yang kaya akan hasil minyak bumi, yaitu Brunei Darussalam. Brunei menerima status daerah perlindungan dari Inggris pada tahun 1888, dan mendapatkan status merdeka sepenuhnya dari Inggris pada 1 Januari 1984.54

Di wilayah Borneo terdapat sungai-sungai besar dan panjang yang dijadikan sebagai rute utama untuk komunikasi dan transportasi. Tiga sungai terpanjang di Indonesia yang terletak di Kalimantan adalah sungai Kapuas (1.143 km), sungai Barito (900 km), dan sungai Mahakam (775 km).55 Di sisi lain, Borneo merupakan salah satu pusat paling penting dari keanekaragaman hayati di dunia. Borneo sebagai rumah bagi 13 spesies primata, lebih dari 350 jenis burung, 150 reptil dan amfibi, dan 15.000 spesies tanaman. Kalimantan dan Sumatera merupakan satu-satunya tempat di dunia, di mana spesies yang terancam punah seperti orangutan, gajah, dan badak hidup berdampingan. Satwa liar terancam lainnya yang hidup di pulau Borneo adalah macan tutul, beruang madu, dan owa Kalimantan.56

Dalam sejarah otoritatif Borneo, masyarakat Malaysia dan Indonesia telah menetap di sejumlah kawasan lindung di Borneo. Terdapat 10 taman nasional di wilayah Kalimantan dengan luas total 4.609.000 ha, di wilayah Sabah memiliki 6 taman nasional dengan luas total 243.000 ha, Sarawak memiliki 15 taman nasional dengan luas total 201.000 ha, sedangkan Brunei hanya memiliki 1 taman nasional dengan seluas 46,000 ha.57

54 Victor T. King, The People of Borneo, (Cambridge: Blackwell Publishers, 1993), 3-4. 55 Gerard A. Persoon and Manon Osseweijer, ed., Reflections on the Heart of Borneo, 9. 56 WWF Indonesia, The Human of Heart Borneo, (Jakarta: WWF Indonesia, 2013), 3. 57 Gerard A. Persoon and Manon Osseweijer, ed., Reflections on the Heart of Borneo, 18.


(40)

B. Awal Terbentuknya dan Perkembangan Program Inisiatif Heart of Borneo

Konferensi pertama yang membahas isu lingkungan adalah Konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup Manusia atau the UN Conference on the Human Environment (UNCHE), atau dikenal sebagai Stockholm Conference pada 16 Juni 1972. Konferensi ini membuktikan meningkatnya perhatian masyarakat dunia terhadap isu lingkungan.58 Dalam menguatkan kembali dari Konferensi Stockholm dan dengan tujuan membangun kemitraan global yang baru dan adil, PBB mengusulkan Konferensi tentang Lingkungan dan Pembangunan atau UN Conference on Environment and Development (UNCED) yang juga dikenal sebagai Rio Summit, Rio Conference, dan Earth Summit, Juni 1992 di Rio de Janeiro, Brasil.59

Konferensi ini menghasilkan salah satu dari dua dokumen yang mengikat secara hukum yaitu, Konvensi PBB tentang Keanekaragaman Hayati atau yang disebut the United Nations Convention on Biological Diversity (UNCBD). Konvensi ini memiliki tiga tujuan utama, yaitu: (1) Peraturan tentang konservasi keanekaragaman hayati (biodiversity). (2) Pemanfaatan secara berkelanjutan komponen keanekaragaman hayati. (3) Pembagian keuntungan yang adil dan merata dalam pemanfaatan sumber daya alam.60 Konvensi UNCB mulai berlaku

58 Monique Perrot-Lanaud, et al., UNESCO and Sustainable Development, (Paris: UNESCO, 2005), 2,

[database on-line]; tersedia di http://unesdoc.unesco.org/images/0013/001393/139369e.pdf; Internet; diakses pada Agustus 29, 2014.

59 Daniel Murdiyarso, Sepuluh Tahun Perjalanan Negosiasi Konvensi Perubahan Iklim (Jakarta: Penerbit

Buku Kompas, 2003), 3.

60 N.H.T Siahaan, Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan Edisi Kedua, (Jakarta: Erlangga, 2004),


(41)

pada 29 Desember 199361 dan sampai 2014, UNCBD memiliki 194 anggota negara dan menerima 168 tanda tangan (ratifikasi).62 Indonesia merupakan anggota dan meratifikasi UNCBD pada tanggal 23 Agustus 1994.63

Dalam UNCBD, terdapat badan pembuat keputusan tertinggi disebut Konferensi Para Pihak atau Conference of the Parties (COP). Ini adalah sebuah asosiasi para pihak yang meratifikasi konvensi tersebut.64 Dari tahun 1994 hingga tahun 1996, COP mengadakan pertemuan setiap setahun, tetapi pada tahun 2000 pertemuan COP diadakan setiap dua tahun.65 Ada beberapa kewajiban bagi Negara-negara COP dalam mewujudkan tujuan UNCB, salah satunya mengembangkan strategi nasional untuk konservasi dan pembangunan berkelanjutan mengenai keanekaragaman hayati, dan meningkatkan kerjasama diantara pihak-pihak mengenai kerjasama teknis, keuangan, bioteknologi, dan pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya bantuan negara-negara maju kepada negara-negara bekembang.66

Dalam perkembangan UNCBD, pada Maret 2006 diadakan COP 8 di Curitiba, Brasil. Indonesia sebagai anggota COP mengadakan side event untuk membahas inisiatif Heart of Borneo. Dalam side event tersebut, Indonesia mengundang berbagai pihak dalam rangka peluncuran inisiatif HoB yang akan

61 Convention on Biological Diversity (CBD), “History of CBD”, CBD, [database on-line]; tersedia di

http://www.cbd.int/history/; Internet; diakses pada November 15, 2014.

62 Convention on Biological Diversity (CBD), “List of Parties of CBD”, CBD, [database on-line]; tersedia di

http://www.cbd.int/information/parties.shtml; Internet; diakses pada November 15, 2014.

63 Convention on Biological Diversity (CBD), “Indonesia Overview”, CBD, [database on-line]; tersedia di

http://www.cbd.int/countries/?country=id; Internet; diakses pada November 16, 2014.

64 Daniel Murdiyarso, Sepuluh Tahun Perjalanan Negosiasi Konvensi Perubahan Iklim (Jakarta: Penerbit

Buku Kompas, 2003), 29.

65 Convention on Biological Diversity (CBD), The Conference of the Parties of CBD”, CBD, [database

on-line]; tersedia di http://www.cbd.int/cop/; Internet; diakses pada November 17, 2014.

66Departemen Pertanian, “Konvensi Keanekaragaman Hayati”, BB Biogen Litbang Departemen Pertanian,

Rabu, Juni 25, 2008, [database on-line]; tersedia di http://biogen.litbang.deptan.go.id/index.php/2008/06/konvensi-keanekaragaman-hayati/; Internet; diakses pada November 18, 2014.


(42)

diadakan di Bali, yang dihadiri oleh sekitar 150 peserta dari perwakilan pemerintah Indonesia, Pemerintah Malaysia, Brunei Darussalam, Bank Dunia, UNEP, IUCN, UNESCO, Sekretariat UNCBD, perwakilan dari Pemerintah Inggris, Belanda, Jerman, Swedia, Amerika Serikat, Brazil, Lembaga multi-lateral dan Bilateral. Para pihak sepenuhnya mendukung inisiatif ini, dengan harapan bahwa inisiatif HoB dapat mendukung pelestarian ekosistem di Borneo yang berhubungan dengan upaya untuk mengendalikan illegal logging dan kegiatan lain yang tidak mendukung pemanfaatan sumber daya alam berkelanjutan di wilayah tersebut.67

Pada awalnya, inisitif Heart of Borneo (HoB) diusulkan oleh WWF

Sundaland Bioregion Indonesia yaitu program WWF di Sumatera, Kalimantan, dan Jawa pada tahun 2001 dengan proyek dengan tema Borneo Mountain Forest. Proyek ini mendirikan beberapa taman nasional sebagai model konservasi di daerah lintas batas, yaitu Kayan Mentarang dan Betung Kerihun di Indonesia, dan Lanjak Entimau dan Pulung Tao di Malaysia. Usulan di atas telah disetujui oleh Pemerintah Indonesia dan beberapa donor, dan kemudian mengadakan pertemuan pada tahun 2003 sebagai kerjasama diantara Kementerian Kehutanan Indonesia dan WWF Indonesia.68 Setelah itu, pada April 2005, dilaksanakan

pertemuan para pihak di Brunei Darussalam, dengan tema “Three Countries – One Conservation Vision.” Dalam pertemuan ini disepakati agar ketiga Negara

67 Kementerian Kehutanan R.I, “Laporan Hasil Pertemuan ke 8 Konvensi Keanekaragaman Hayati

(Conference of the Parties 8-Convention on Biological Diversity) Tanggal 20- 31 maret 2006 di Curitiba,

Brasil”, 16-01-2007, [on-line databse]; tersedia di http://www.dephut.go.id/index.php/news/details/2591; Internet; diakses pada November 18, 2014.

68Heart of Borneo Initiative, “History of Heart of Borneo”, Heart of Borneo Initiative [database on-line];

tersedia di http://heartofborneo.or.id/en/about/heart-of-borneo-on-track; Internet; diakses pada Agustus 28, 2014.


(43)

membentuk deklarasi Heart of Borneo.69 Sebagai tindak lanjut, pada Agustus hingga September 2005, di Indonesia dilakukan lokakarya tingkat provinsi (Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur) yang menghasilkan beberapa kesepakatan seperti konsep area HoB, formalisasi inisiatif HoB melalui deklarasi, lokakarya tingkat nasional, regional dan international, serta sosialisasi HoB ke seluruh stakeholder terkait.70

Kemudian, setelah side event HoB dalam COP 8 UNCB, pada tanggal 24 November 2006 dilaksanakan pertemuan Kelompok Kerja (Pokja) Heart of Borneo antar Negara di Filipina dalam rangka pertemuan Senior Official Meeting of the Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-Philippines East Asia Growth Area (BIMP-EAGA). Dalam pertemuan ini menghasilkan kesepakatan deklarasi

Heart of Borneo dan penyempurnaan naskah deklarasi pada pertemuan tiga negara pada 4 Desember 2006 di Jakarta.71

Setelah itu, pemerintah Brunei Darussalam, Indonesia dan Malaysia menandatangani Deklarasi Heart of Borneo pada 12 Februari 2007 di Bali. Inisiatif HoB didasarkan pada peraturan yang ada di masing-masing negara HoB, yang artinya konsekuensi hukum dari inisiatif HoB sifatnya tidak mengikat atau

non-binding. Deklarasi tersebut mendeklarasikan komitmen tiga negara untuk mengelola secara berkelanjutan dan melindungi kawasan HoB (lihat deklarasi

Heart of Borneo Initiative di Lampiran 1).72 Dalam Tabel II.B.1. di bawah, kawasan HoB meliputi sekitar 23 juta ha hutan yang terhubung di tiga negara.

69 Ibid. 70 Ibid.

71 Herat of Borneo-National Working Group, National Strategic Plan of Action, (Jakarta: Heart of

Borneo-National Working Group, 2009), 8.


(44)

Sebagian besar wilayah ini sekitar 72% didominasi oleh hutan hujan tropis yang terletak di Indonesia.73 (Lihat Peta Area Heart of Borneo pada Lampiran 2)

Tabel II.B.1. Total Area Heart of Borneo

Negara Lokasi Luas

(Ha) (%)

Brunei Darussalam Total Brunei Darussalam 424.076,66 1,82%

Indonesia

West Kalimantan 4.892.136,18 21,04% Central Kalimantan 3.027.214,72 13,02% East Kalimantan 8.874.949,88 38,17% Total Indonesia 16.794.300,78 72,23% Malaysia

Sarawak 2.139.471,04 9,20%

Sabah 3.892.440,63 16,74%

Total Malaysia 6.031.911,67 25,94%

TOTAL HoB 23.250.289,11 100,00%

Sumber: Kementerian Kehutanan R.I, Heart of Borneo Initiative, 6.

Pertemuan Trilateral Inisiatif HOB diadakan setiap tahun. Terbukti dari HoB Deklarasi awal tahun 2007 sampai 2013, diadakan pertemuan 7 pertemuan dengan diskusi yang berbeda dan tuan rumah secara bergantian diantara tiga negara.74

C. Rencana Strategis Aksi Tiga Negara dalam Program Inisiatif Heart of Borneo(HoB)

Pada April 2008, dalam pertemuan trilateral kedua HoB di Pontianak, Indonesia, tiga pemerintah menyepakati lima program di HoB, seperti: 1) Pengelolaan Lintas Batas, 2) Pengelolaan Kawasan Lindung, 3) Pengelolaan Sumber Daya Alam Berkelanjutan, 4) Pengembangan Ekowisata, 5) Peningkatan Kapasitas Manusia.75 Dalam lima program tersebut meliputi, keamanan, ekonomi, sosial dan lingkungan. Dalam hal keamanan perbatasan, kerjasama ini didasarkan pada pemahaman masing-masing negara dan mengikuti aturan negara perbatasan.

73 Ibid,6.

74 Heart of Borneo Initiative, “Trilateral Meeting”, Heart of Borneo Initiative, [database on-line]; tersedia di

http://heartofborneo.or.id/en/about/trilateral-meeting; Internet; diakses pada November 19, 2014.


(45)

Dari sisi ekonomi, pengamanan perbatasan sosial dan budaya, hal ini berarti menguatan peran masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup di daerah perbatasan tersebut.76

Secara rinci, program yang telah disepakati oleh tiga negara tersebut, diantaranya:

1. Pengelolaan Lintas Batas

Peogram pengelolaan lintas batas di wilayah HoB bertujuan untuk mengatasi masalah pengelolaan sumber daya alam dan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat setempat di daerah perbatasan. Adapun tindakan yang telah disepakati oleh tiga negara, meliputi:

a.Mengembangkan dan mempertimbangkan inisiatif HoB menjadi sejalan dengan konstitusi dan undang-undang di masing-masing negara.

b.Memberikan rekomendasi kebijakan pada upaya konservasi dan pembangunan berkelanjutan di kawasan HoB.

c.Menetapkan mekanisme untuk berbagi informasi yang koheren dan efektif. d.Melakukan penelitian dan studi kolektif, terutama pada bidang

keanekaragaman hayati dan sosial-ekonomi termasuk demografis. e.Melakukan perencanaan tata ruang bersama wilayah HoB.77

Untuk menjalankan program konservasi lintas batas negara di wilayah HoB, harus didukung dengan regulasi dan ketentuan masing-masing negara karena program HoB merupakan inisiatif pemerintah sehingga program dan

76 Ibid, 21.

77 Government of Indonesia, Malaysia and Brunei Darussalam, Strategic Plan of Actions The Heart of Borneo


(46)

kegiatan HoB diputuskan oleh pemerintah tiga negara secara kolaboratif dengan melibatkan nilai lingkunga, ekonomi dan sosial masyarakat perbatasan.

2. Pengelolaan Kawasan Lindung

Dalam mencapai tujuan dari kawasan lindung tersebut, pemerintah tiga negara telah menyepakati untuk meningkatkan dan mempromosikan manajemen yang efektif di kawasan lindung di HoB. Adapun tindakan yang diusulkan, mengenai:

b. Mengidentifikasi, menilai dan menetapkan kawasan konservasi lintas batas untuk memperkuat pengelolaan kawasan lindung berdasarkan nilai-nilai warisan budaya dan alam, kapasitas air dan kekayaan keanekaragaman hayati. c. Mengembangkan dan meningkatkan prosedur operasi standar dan sistem untuk

pemantauan dan evaluasi pengelolaan kawasan konservasi lintas batas, dan jika diperlukan melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi bersama.

d. Mengembangkan dan meningkatkan sistem dan implementasi untuk kawasan lindung dengan manajemen kolaboratif dan melibatkan masyarakat lokal dan pemangku kepentingan lainnya.

e. Mengembangkan dan meningkatkan pendekatan untuk pengelolaan lahan dan vegetasi di daerah yang dibudidayakan oleh masyarakat lokal atau dalam kawasan lindung yang berdekatan diantara ketiga negara.78

f. Menetapkan daftar kawasan lindung di dalam kawasan HoB dengan informasi mengenai tujuan pengelolaan, ciri khusus dan melibatkan personil khusus dari masing-masing negara.

78 Government of Indonesia, Malaysia and Brunei Darussalam, Strategic Plan of Actions The Heart of Borneo


(47)

g. Meningkatkan hubungan kelembagaan antara kawasan lindung di dalam HoB.79

Kawasan lindung adalah kawasan hutan yang difungsikan sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah.80 Di wilayah HoB, usaha pengelolaan kawasan lindung tidak hanya bermanfaat bagi pengamanan batas negara, melainkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekaligus menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk menjaga dan meningkatkan fungsi lindung, sebagai nilai kehidupan untuk mewujudkan keberlanjutan sumber daya alam dan lingkungan bagi generasi sekarang dan generasi yang akan datang.

3. Pengelolaan Sumber Daya Alam Berkelanjutan

Program pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan bertujuan untuk mengelola sumber daya alam di luar kawasan lindung. Pemerintah tiga negara telah menyepakati tindakan untuk program tersebut, diantaranya:

a. Meningkatkan dan memperkuat mekanisme pedoman yang ada untuk memastikan pelaksanaan praktek terbaik dalam pengelolaan sumber daya alam, prinsip pemanfaatan berkelanjutan dan pendekatan ekosistem dalam semua sumber daya alam, termasuk kehutanan, perkebunan dan pertambangan di wilayah HoB.

b. Mengembangkan skema untuk program rehabilitasi dan restorasi pada kawasan hutan yang terdegradasi di HoB.

79 Ibid.

80 Kementerian Kehutanan R.I, Statistik Kehutanan Indonesia 2010, (Jakarta: Kementerian Kehutanan R.I,


(48)

c. Mempromosikan daerah HoB sebagai lokasi proyek REDD.81 REDD akronim dari Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation yaitu sebuah proyek mengenai pengurangan emisi berdasarkan sektor kehutanan. REDD menjadi sebuah konsep dalam negosiasi kebijakan perubahan iklim di tingkat internasional dan nasional yang diinisiasi oleh PBB dalam konvensi perubahan iklam atau yang disebut United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).82

Program pengelolaan sumber daya alam diharapkan dapat meningkatkan perlindungan terhadap keanekaragaman hayati di wilayah HoB, tepatnya yang berada di luar kawasan lindung. Kemudian, program REDD diharapkan akan berdampak bagi pengelolaan sumber daya alam di luar kawasan lindung, khususnya di area yang dijadikan sebagai proyek pengurangan emisi, yang berdampak positif bagi pengurangan laju deforestasi hutan di wilayah HoB.

4. Pengembangan Ekowisata

Program pengembangan ekowisata bertujuan untuk mengakui dan melindungi nilai tempat alam atau budaya khusus HoB, oleh karena itu pengembangan ekowisata merupakan fokus utama pembangunan sosial-ekonomi di wilayah HoB. Pengembangan ekowisata di kawasan HoB dikembangkan sesuai dengan rencana pariwisata masing-masing negara. Dalam mencapai tujuan program ekowisata, tiga negara telah menyepakati beberapa tindakan dalam pencapaian program tersebut, yaitu: mengidentifikasi, mengembangkan, dan mempromosikan program ekowisata lintas batas; mengembangkan jaringan

81 Ibid, 12.

82 Rane Cortez dan Peter Stephen, ed., Introductory Course on Reducing Emissions from Deforestation and


(49)

pengelolaan ekowisata dengan pengelolaan sistem kawasan lindung; dan mempromosikan kegiatan ekowisata berbasis masyarakat di wilayah HoB.83

Dalam skema ekowisata berbasis masyarakat, pemerintah tiga negara berharap bahwa program ekowisata akan membantu dalam membangun pertumbuhan sosial dan ekonomi masyarakat setempat, serta dengan program ekowisata masyarakat bisa turun andil dalam pengelolaan kawasan hutan yang dijadikan sebagai wilayah tempat tinggal mereka.

5. Peningkatan Kapasitas Manusia

Program peningkatan kapasitas manusia bertujuan untuk memastikan pelaksanaan yang efektif dari inisiatif HoB di semua tingkatan, baik sektor publik dan swasta serta masyarakat setempat, oleh karena itu, penting untuk membangun kapasitas pemangku kepentingan terkait manajemen, teknis dan operasi. Pemerintah tiga negara telah menyepakati beberapa aksi untuk mencapai program peningkatan kapasitas manusia, diantaranya: melaksanakan pembangunan nasional mengenai kapasitas konservasi keanekaragaman hayati, pengelolaan air tawar, perencanaan penggunaan lahan, sistem informasi geografis, pengelolaan kawasan lindung, manajemen ekowisata dan penegakan hukum untuk memberantas perdagangan gelap secara internasional dari hasil hutan termasuk kayu, satwa liar, dan sumber daya biologis lainnya; menetapkan hubungan antara lembaga penelitian dan pengembangan dalam mendorong kolaborasi kawasan konservasi dan pembangunan berkelanjutan di HoB; mempromosikan program kesadaran masyarakat tentang pencegahan lebih lanjut terhadap keanekaragaman

83 Government of Indonesia, Malaysia and Brunei Darussalam, Strategic Plan of Actions The Heart of Borneo


(1)

membangun ekonomi berkelanjutan, pelestarian lingkungan berkelanjutan, pelestarian budaya adat, dll.

4. Apa saja peran WWF-Indonesia dalam kerjasama dengan FORMADAT? WWF-Indonesia berperan sebagai pendonor (finansial) yang mendanai kegiatan dan teknik bekerjasama dengan FORMADAT untuk mengembangkan masyarakat, dimana dana tersebut digunakan oleh masyarakat untuk kegiatan pertanian organik, meningkatkan kerajinan tangan, pelestarian alam, pengembangan ekowisata dan pengembangan teknologi dan komunikasi.

5. Bagaimana mekanisme pemberian dana dari WWF-Indonesia kepada masyarakat melalui FORMADAT?

Sejak terbentuknya, FORMADAT selalu melaksanakan rapat tahunan. Di dalam rapat tahunan tersebut kami dan berbagai pihak lain yang kami undang merumuskan suatu program untuk satu tahun kedepan. Dari program tersebut kami usulkan kepada pihak pendonor, seperti WWF-Indonesia dan Pemerintah daerah (Pemda) untuk mendukung secara finansial dalam program kami. Rata-rata WWF-Indonesia memberikan bantuan sebesar 80% dari total anggaran program yang kami ajukan kepada WWF-Indonesia. Sisanya kami memakai uang kas, sumbangan dari masyarakat serta dari Pemda setempat. Terkadang masyarakat setempat membantu dalam hal akomodasi dan konsumsi.

6. Bagaimana dampak dari peran WWF-Indonesia terhadap pegembangan pertanian organik masyarakat?

Beras organik adan adalah hasil bumi masyarakat Krayan dan Krayan Selatan yang sudah terkenal dengan kualitasnya. Padi sawah yang dihasilkan di dua kecamatan ini memiliki kualitas yang bagus dan karakteristik yang berbeda dengan padi pada umumnya. Padi sawah di Krayan dipanen setiap 6 bulan sekali menggunakan sistem perairan alamiah dan metode ICS, sedangkan padi biasanya dipanen setiap 3-4 bulan sekali. FORMADAT didampingi WWF-Indonesia berperan memonitoring kegiatan pertanian organik dan juga melakukan beberapa pelatihan bagaimana bercocok tanam dengan lestari dengan metode ICS.

Hasil panen dari padi adan, di dua kecamatan berbeda, karena beda luas lahan padi sawah di kecamatan tersebut, dan hasil panen juga ditentukan dengan cuaca atau musim di wilayah tersebut. Disisi lain, produksi beras organik adan di Kecamatan Krayan Selatan, tidak sebanyak yang ada di wilayah Krayan. Kendalanya adalah di wilayah tersebut ladang pertaniannya sedikit.


(2)

7. Bagaimana dampak dari peran WWF-Indonesia terhadap pengembangan kerajinan tangan?

Dalam mengembangkan kerajinan tangan masyarakat, WWF-Indonesia bekerjasama dengan FORMADAT memfasilitasi pelatihan kerajinan masyarakat berdasarkan dengan tata kelola ramah lingkungan. Sampai saa ini, hasil kerajinan tersebut diekspor ke Malaysia dan Brunei. Kerajinan tangan yang berasal dari masyarakat Kryan berupa sendal, baju dari kulit kayu, peralatan rumah tangga seperti anyaman tikar, saung, nyiru dll. Untuk sendal yang berasal dari masyarakat kami, di Malaysia dihargai dengan nilai tinggi karena kualitasnya dan digunakan untuk stok sendal hotel di daerah Malaysia. Sendal tersebut dihargai RM. 30 ringgit/pasang atau senilai Rp. 105.000/pasang, dibandingkan dengan harga jual di daerah Indonesia, khususnya di Kalimantan sendiri sekitar Rp. 30.000/pasang. Disisi lain untuk penjualan alat rumah tangga yang berasal dari masyarakat kami, dari tahun ke tahun penjualannya terus meningkat. Di tahun 2008, penjualan alat rumah tangga sekitar 500 buah, dan naik kurang lebih 60% hingga Oktober 2014 ini, meningkat sekitar 2000-3000 buah pertahun.

8. Bagaimana dampak dari peran WWF-Indonesia terhadap pegembangan pelestarian alam?

Dari tahun 2004 sampai sekarang WWF-Indonesia bekerjasama dengan FORMADAT banyak melakukan penyuluhan kepada masyarakat setempat agar menjaga lingkungan dengan baik khususnya, di daerah aliran sungai yang sangat memberikan manfaat banyak. Contohnya membuat penyuluhan aturan dilarang membuang sampai ke sungai, dan tidak boleh menebang pohon diarea sekitar 1 km2. Dari usaha penyuluhan tersebut selama 8 tahun, masyarakat setempat medapatkan hasilnya bisa terhindar banjir dan mendapatkan ikan banyak dari sungai tersebut.

9. Bagaimana dampak dari peran WWF-Indonesia terhadap pegembangan ekowisata di Taman Nasional Kayan Mentarang (TNKM)?

Sejak dimulainya aktivitas WWF-Indonesia untuk mengembangkan ekowisata TNKM, WWF-Indonesia aktif melibatkan masyarakat setempat untuk andil dalam menjaga kawasan ekowisata TNKM. WWF-Indonesia melatih masyarakat lokal


(3)

kurangnya infastruktruk jalan dan transportasi menuju TNKM dari kota-kota Kalimantan, yang menyebabkan minimnya minat pengunjung ke TNKM.

10.Bagaimana dampak dari peran WWF-Indonesia terhadap pengembangan teknologi dan komunikasi?

WWF-Indonesia mendanai kami berupa pemanfaatan informasi dan teknologi melalui internet. Dengan bantuan sektor swasta lain selaku penyalur tenaga teknik, tahun 2010 adalah waktu pembuatan tower internet, dan sampai saat ini sudah 4 tahun berjalan. Kami, masyarakat disini mengucapkan banyak terimakasih banyak kepada WWF-Indonesia yang telah peduli terhadap kami untuk “melek”teknologi dan komunikasi. Banyak sekali manfaat yang kami rasakan, diantaranya: di bidang pendidikan, internet sangat membantu kemajuan anak-anak sekolah dalam mata pelajaran TIK, membantu memudahkan pendaftaran pendidikan secara on-line di sekolah maupun universitas yang jauh dari jangkauan kami, serta kami bisa terus update terkait kebijakan program pemerintah melalui internet.


(4)

LAMPIRAN 10: WAWANCARA DENGAN ROBERTSON DAVID Nama Responden :Robertson David, S.Hut.

Jabatan : Ketua FORMADAT Wilayah Krayan (Rangkap

Jabatan Komisi Pertanian Organik FORMADAT Krayan)

Jenis Wawancara : Wawancara melalui telephone (081347745393)

Tangal : 28 Oktober 2014, 29 Oktober 2014, dan 4 Desember

2014.

1. Apa itu pertanian organik yang dikelola oleh masyarakat Krayan dan didampingi oleh FORMADAT dan WWF-Indonesia?

Pertanian organik itu adalah hasil dari pertanian masyarakat dengan tidak memakai bahan kimia, seperti pupuk kimia, pestisida. Petani disini diajarkan memanan dengan metode ramah lingkungan artinya semua produk yang dihasilkan tidak merusak lingkungan, dan proses pengelolaan menggunakan Internal Control System- Sistem Pengawasan Internal (ICS) yaitu metode yang digunakan dalam pengawasan kualitas produk organik yang dihasilkan oleh kelompok petani kecil dengan cara memonitoring secara berkala dan juga mencatat semua proses yang dilakukan oleh petani, dari mulai proses tanam, produksi dan juga penjualan. Metode ICS dijadikan tolak ukur tahap pertama suatu produk pertanian jika ingin disertifikasi.

2. Jenis pertanian organik apa saja di daerah tersebut?

Pertanian organik unggulan adalah beras organik Adan yang sudah terkenal kualitasnya. Ada tiga macam beras, putih, hitam dan merah.

3. Bagaimana perkembangan penjualan beras organik Adan?

Untuk data statistik produksi bisa dilihat di statistik padi sawah Kec Krayan dan Kec atau di Statistik Kab Nunukan. Padi atau beras adan termasuk ke dalam padi sawah.


(5)

Lampiran 11: WAWANCARA DENGAN ALEX BALANG Nama Responden : Alex Balang, S.Pd.

Jabatan : Komisi Ekowisata FORMADAT Kalimantan

Jenis Wawancara : Wawancara melalui telephone (085247057469)

Tanggal : 28 Oktober 2014

1. Bagaimana peran WWF-Indonesia dalam kerjasama dengan FORMADATuntuk pengembangan ekowisata berbasis masyarakat?

Kerjasama WWF Indonesia dengan FORMADAT memberikan dampak positif bagi kemajuan ekowisata dengan mengajak masyarakat berpartisipasi di dalamnya. Banyak sekali yang WWF-Indonesia lakukan dalam pengembangan ekowisata, diantaranya: WWF-Indonesia membantu mendanai perkembangan tracking, melatih masyarakat setempat bagaimana menjadi pemandu wisata, mempromosikan objek wisata TN di situs resmi WWF-Indonesia dan juga mempromosikan dalam event internasional, melatih masyarakat untuk mengembangkan homestay bagi turis, menjadi fasilitator bagi turis yang akan datang ke TN dengan mekanisme pemberian informasi mengenai petunjuk wisata, lewat on-line (website-email) ataupun off-line.

2. Bagaimana perkembangan pengunjung ekowisata di Taman Nasional di derah perbatasan?

Setiap tahun, pengembangannya kurang stabil, karena kendala dalam akses transportasi. Letak lokasi wisata yang terpencil di daerah perbatasan menyebabkan aksesibilitas sangat kurang. Transportasi adalah kunci utama bagi turis. Transportasi dari kota ke TN sangat kurang. Jika ingin berkunjung ke TN, turis harus memesan (booking) tiket pesawat 1 bulan sebelumnya, dikarenakan sedikitnya jam terbang pesawat dari kota ke tujuan wisata, khususnya ke TNKM, dan dikarenakan pesawat adalah satu-satunya alat transportasi di daerah tersebut.

3. Bagaimana dampak dari Peran WWF-Indonesia terhadap perkembangan masyarakat di kawasan ekowisata?

Masyarakat menjadi terbantu dalam masalah ekonominya terutama di daerah TNKM, karena sebagian pengelolaan ekowisata diserahkan kepada masyarakat, seperti akomodasi dan konsumsi yang mencangkup homestay.


(6)

Lampiran 12: WAWANCARA DENGAN TEIS NURAINI Nama Responden : Teis Nuraini

Jabatan : Bidang Kerjasama Teknik- Pusat Kerjasama Luar

Negeri, Kementrian Kehutanan R.I

Jenis Wawancara : Wawancara langsung di Kantor Bidang Kerjasama Teknik Pusat Kerjasama Luar Negeri, Kementrian Kehutanan R.I, Blok VII Lantai 4, Gedung Manggala Wanabakti.

Tanggal : 24 Oktober 2014

1. Apa yang melatarbelakangi (alasan)Pemerintah Indonesia bekerjasama dengan WWF-Indonesia?

Alasan utama dalam kerjasama tersbut yaitu dapat mengisi gap tujuan pemerintah khususnya renstra (rencana strategis) kementrian kehutanan, dimana pemerintah belum bisa maksimal dalm mencapai tujuannya, oleh karena itu pemerintah bekerjasama dengan pihak lain, salah saunya WWF-Indonesia. Dalam mencapai tujuannya Kementrian Kehutanan bekerjasama dengan banyak mitra strategis secara bilateral, regional, dll dengan negara ataupun aktor non-negara. Dalam lingkup bilateral Kemenhut bekerjasama dengan Jerman (GIZ), Japan, dll. Sedangkan dalam regional contohnya HoB itu sendiri.

2. Bagaimana peran kerjasama WWF-Indonesia dalam kerjasama tersebut? Adakah financial assistance yang diberikan oleh Pemerintah kepada WWF-Indonesia dalam program HoB?

Mengenai bantuan finansial yang diberikan pemerintah kepada WWF-Indonesia itu tidak ada. Bentuk kerjasama ini adalah kerjasama teknis. Pemerintah Indonesia di tingkat nasional, provinsi, kabupaten dan lokal bekerjasama dengan WWF-Indonesia mengenai perencanaan dan pengelolaan tata ruang, seperti pembuatan peta dll. Dan juga WWF-Indonesia sebagai salah satu fasilitator pelaksana kerja dari program Kementrian Kehutanan di HoB.

3. Sampai saat ini, apakah dampak yang signifikan dari kerjasama tersebut? 1) Kerjasama masih berjalan baik, dibuktikan dengan masih berlanjutnya trilateral

meeting dengan pemerintah 3 negara dan didukung oleh mitra kerjasama mereka. 2) Pada 2014, Program Green Development and Green Economy masih menjadi


Dokumen yang terkait

Pengaruh Kerjasama Trilateral Indonesia Malaysia Dan Brunei Darussalam Melalui Program Heart Of Borneo (HOB) Terhadap Penanganan Masalah Kerusakan Hutan Wilayah Perbatasan Kalimantan Timur

7 58 129

Strategi Komunikasi World Wide Fund For Nature (WWF) (Studi Deskriptif Tentang Strategi Komunikasi World Wide Fund For Nature (WWF) Dalam Mensosialisasikan Pelestarian Lingkungan Kepada Peserta Sosialisasi di Bumi Panda Bandung)

7 43 79

STRATEGI IMPLEMENTASI HASIL ROUNDTABLE ON SUSTAINABLE PALM OIL (RSPO) OLEH WORLD WILDLIFE FUND FOR NATURE (WWF) DI INDONESIA

0 3 115

KOMUNIKASI PARTISIPATIF MELALUI PROSES KEGIATAN PANDACLICK KOMUNIKASI PARTISIPATIF MELALUI PROSES KEGIATAN PANDA CLICK (Studi Kasus Pada Program Komunikasi Partisipatif Panda Click Yang Dilakukan Oleh World Wildlife Fund For Nature (Wwf) Indonesia Program

0 2 16

PENDAHULUAN KOMUNIKASI PARTISIPATIF MELALUI PROSES KEGIATAN PANDA CLICK (Studi Kasus Pada Program Komunikasi Partisipatif Panda Click Yang Dilakukan Oleh World Wildlife Fund For Nature (Wwf) Indonesia Program Kalimantan Barat Di Desa Teluk Aur, Kecamatan

0 3 56

SKRIPSI IMPLEMENTASI KAMPANYE “SEBANGAU CONSERVATION PROJECT” WORLD WIDE FUND for NATURE” (WWF) INDONESIA KALIMANTAN TENGAH.

0 3 18

PENDAHULUAN IMPLEMENTASI KAMPANYE “SEBANGAU CONSERVATION PROJECT” WORLD WIDE FUND for NATURE” (WWF) INDONESIA KALIMANTAN TENGAH.

0 3 51

OBYEK PENELITIAN IMPLEMENTASI KAMPANYE “SEBANGAU CONSERVATION PROJECT” WORLD WIDE FUND for NATURE” (WWF) INDONESIA KALIMANTAN TENGAH.

0 5 25

KESIMPULAN DAN SARAN IMPLEMENTASI KAMPANYE “SEBANGAU CONSERVATION PROJECT” WORLD WIDE FUND for NATURE” (WWF) INDONESIA KALIMANTAN TENGAH.

0 2 11

AUDIT KOMUNIKASI PROGRAM KAMPANYE “EARTH HOUR” WORLD WILDLIFE FUND FOR NATURE INDONESIA - FISIP Untirta Repository

0 1 318