FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BUANG AIR BESAR SEMBARANGAN PADA MASYARAKAT DI DESA PANTON BAYAM KECAMATAN BEUTONG KABUPATEN NAGAN RAYA SKRIPSI SABDAN HUSAINI 09C10104007

  FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BUANG AIR

BESAR SEMBARANGAN PADA MASYARAKAT DI DESA

PANTON BAYAM KECAMATAN BEUTONG

KABUPATEN NAGAN RAYA

SKRIPSI

SABDAN HUSAINI

  

09C10104007

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS TEUKU UMAR

MEULABOH

  FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BUANG AIR

BESAR SEMBARANGAN PADA MASYARAKAT DI DESA

PANTON BAYAM KECAMATAN BEUTONG

KABUPATEN NAGAN RAYA

SKRIPSI

SABDAN HUSAINI

  

09C10104007

  Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

  Pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

  

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS TEUKU UMAR

MEULABOH

  

ABSTRAK

Sabdan Husaini. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Buang Air Besar

  Sembarangan Pada Masyarakat Di Desa Panton Bayam Kecamatan Beutong Kabupaten Nagan Raya Tahun 2014. Di bawah bimbingan Marniati, SKM, M.Kes dan Maiza Duana, SKM.

  Menurut World Health Organization (WHO) bahwa salah satu negara yang masih banyak melakukan buang air besar sembarangan (BABs) yaitu Indonesia. Indonesia menduduki peringkat tiga di dunia, sekitar 78 juta penduduk Indonesia masih melakukan praktek/ BABs. Desa Panton Bayam merupakan salah satu perkampungan yang terletak di Kecamatan Beutong Berdasarkan data yang di peroleh dari desa semua masyarakat desa Panton Bayam melakukan buang air besar yaitu di sungai, parit, semak-samak maupun di tempat lainnya.

  Tujuan penelitian in untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi BABs pada masyarakat di Desa Panton Bayam Kecamatan Beutong. Jenis penelitian ini kuantitatif yang bersifat analitik dengan desain penelitian cross

  

sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang

  bertempat tinggal di Desa Panton Bayam Kecamatan Beutong yang berjumlah 359 responden, pengambilan sampel adalah dengan mengunakan teknik cluster

  

sample yang berjumlah 78 responden, dapat dianalisis dengan univariat dan

bivariat dengan uji chi square dan melihat nilai Odds Rasio (OR).

  Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan buang air besar sembarangan (P.

  V alue

  0,022 < α=0,05) dengan OR = 4,235. Sedangkan sikap didapat bahwa ada hubungan yang bermakna antara sikap dengan buang air besar sembarangan

  V

  dengan nilai (P. alue 0,030 < α=0,05) dengan OR = 6,714. tindakan yaitu terdapat hubungan antara tindakan dengan buang air besar sembarangan dengan nilai (P.

  V alue 0,025 <

  α=0,05). dengan OR = 16,36 Sedangkan sarana yaitu terdapat tidak hubungan yang bermakna antara sarana dengan buang air besar

  V

  sembarangan (P. alue 0,078 > α=0,05) dengan OR = 0,750.

  Disarankan bagi masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan tentang cara buang air besar, sikap dan tindakan untuk tidak BABs.

  

Kata Kunci : Pengetahuan, Sikap, Tindakan, Buang Air Besar Sembarangan

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Menurut World Health Organization (WHO) bahwan salah satu negara yang masih banyak melakukan Buang air besar sembarangan (BABs) yaitu Indonesia. Indonesia menduduki peringkat tiga di dunia untuk penduduk yang melakukan buang air besar sembarangan (BABs) setelah Cina dan India. Bahkan menurut data WHO, sekitar 78 juta penduduk Indonesia masih melakukan praktek Buang air besar (BAB) di sembarang (WHO, 2013).

  Pembangunan kesehatan adalah bagian integral dari pembangunan Nasional. Pembangunan kesehatan di selenggarakan dengan memberikan prioritas kepada upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit di samping penyembuhan dan pemulihan kesehatan. Pembangunan kesehatan bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Derajat kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu lingkungan, perilaku dan keturunan. Lingkungan merupakan faktor yang besar pengaruhnya terhadap kesehatan individu dan masyarakat. Keadaan lingkungan yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan dan perilaku masyarakat dapat merugikan kesehatan baik masyarakat di pedesaan maupun perkotaan yang di sebabkan karena kurangnya pengetahuan dan kemampuan masyarakat di bidang kesehatan, ekonomi, maupun adalah penyediaan air bersih, penyediaan jamban keluarga, kondisi rumah dan kondisi lingkungan pemukiman (Depkes RI, 2005).

  Buang air besar (BAB) sembarangan merupakan suatu tindakan yang kurang baik bagi setiap orang, dimana hal tersebut bisa merugikan diri sendiri, baik dari segi kesehatan maupun situasi lingkungan tempat tinggal sekitarnya (Zulfandi, 2009).

  Buang air besar sembarangan (BABs) adalah salah satu penyebab utama lingkungan kesehatan tidak sehat, salah satu akan terjangkit penyakit diare, gatal- gatal, typhus muntah berak, disentri, cacingan dan berbagai jenis penyakit lainnya. Hal ini di karenakan oleh perilaku masyarakat seperti yaitu setelah buang air besar biasanya tidak cuci tangan, atau dihinggapi lalat yang akhirnya ke makanan (Asnawi, 2010).

  Berdasarkan data dari Bappenas RI mengatakan, sampai tahun 2013 kurang lebih ada 42 juta masyarakat Indonesia yang masih buang air besar sembarangan (BABs). Jumlah tersebut tersebesar di seluruh Indonesia. Berbagai hal menjadi penyebab kebiasaan ini masih dilakukan, mulai dari tidak punya toilet hingga tidak terbiasa menggunakan kamar kecil. Hal ini bisa berakibat terhadap dampat lingkungan dan sanitasi lingkungan tidak baik (Bappenas RI, 2013).

  Salah satu masalah sanitasi dan air bersih adalah, masih banyaknya orang- orang yang buang air besar sembarangan (BABs) di sungai. Padahal, perilaku tidak sehat ini, bisa menyebabkan beberapa masalah kesehatan dan risiko penyakit. Direktur Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan,

  (Riskesdas) tahun 2012, sebanyak 39-40 juta orang yang buang air besar sembarangan, itu termasuk orang yang mempunyai jamban seperti WC, namun masih membuang kotorannya ke sungai. Padahal menurutnya, seharusnya masyarakat membuat septiktank, jadi tidak membuang kotorannya ke sungai.

  Dampak penyakit yang paling sering terjadi akibat buang air besar sembarangan ke sungai adalah Escherichia col. Itu merupakan penyakit yang membuat orang terkena diare. Setelah itu bisa menjadi dehidrasi, lalu karena kondisi tubuh turun maka masuklah penyakit-penyakit lain ( Depkes RI, 2012 )

  Berdasarkan penetapan untuk pencapaian terwujudnya sanitasi dasar (jamban) dalam Millennium Development Goals (MDGs) yaitu mencapai 100% pada tahun 2015, sanitasi merupakan peringkat ke 7 dalam Millennium Development Goals (MDGs). Penetapan ini untuk mendorong masyarakat, demi terwujudnya program dan peningkatan kepedulian masyarakat untuk memiliki jamban dan penggunaan jamban (Depkes, RI, 2013).

  Sementara menurut penelitian yang dilakukan oleh (Mutmainna, 2009) Pembuangan tinja perlu mendapat perhatian khusus karena merupakan satu bahan buangan yang banyak mendatangkan masalah dalam bidang kesehatan dan sebagai media bibit penyakit, seperti: diare, typhus muntaber, disentri, cacingan dan gatal-gatal. Selain itu dapat menimbulkan pencemaran lingkungan pada sumber air dan bau busuk serta estetika. Menurut data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) (2013), sebagian masyarakat yang tidak memiliki fasilitas pembuangan tinja melakukan buang air besar (BAB) di kolam/sawah (0,15%),

  (0,34%). Data-data tersebut di atas menunjukkan bahwa kondisi sanitasi khususnya terkait perilaku masyarakat Kecamatan Tabongo Kabupaten Gorongtalo dalam buang air besar sembarangan (BABs) masih rendah, sehingga perlu di tingkatkan untuk mencapai target pemerintah pusat terkait sanitasi dalam RPJMN (Rencana Pembanguanan Jangka Menengah Nasional)

  Sanitasi lingkungan di Indonesia pada umumnya dan Propinsi Aceh pada khususnya masih belum mencapai kondisi sanitasi yang memadai. Kebutuhan sanitasi dasar belum tercapai seperti pembangunan tempat pembuangan kotoran manusia. Fasilitas pembuangan tinja/pembuangan kotoran manusia yang memenuhi syarat kesehatan berpengaruh besar terhadap kesehatan lingkungan. Berdasarkan data yang di peroleh dari Dinas Kesehatan Propinsi Aceh bahwa tahun 2013 menunjukkan 36,83% masyarakat aceh yang BAB di rumah sendiri, dan sebanyak 12,90% untuk bersama dan sebanyak 6,98% yang umum. Jadi masih ada 43,29% tidak memiliki fasilitas buang air besar, sehingga dapat di katakan bahwa cakupan jamban untuk Propinsi Aceh tahun 2013 baru mencapai 56,71%. Padahal cakupan jamban harus mencapai 100% atau semua masyarakat harus memiliki jamban keluarga yang memenuhi syarat kesehatan dirumah ( Dinkes Propinsi Aceh, 2013).

  Sementara berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Nagan Raya tahun 2013, terdapat 62,2% yang memiliki jamban, 53,3% yang memiliki pengolahan air limbah dan rumah tangga yang berperilku hidup bersih dan sehat (PHBS) terdapat 87,1%. Panton Bayam merupakan salah dengan jumlah penduduk sebanyak 142.861 jiwa dan Desa Panton Bayam Memiliki 92 KK dengan jumlah dusun 3 dusun yang terdiri dari dusun Petuasyam

  28 KK, dusun T.Rajamanee 30 KK, dusun Agoi 33 KK. Desa Panton Bayam yang tinggal di pinggir sungai memiliki kebiasaan Buang Air Besar Sembaranagn (BABs) di sungai. Berdasarkan data yang di peroleh dari desa semua masyarakat desa Panton Bayam melakukan buang air besar yaitu di sungai, parit, dan semak- samak maupun di tempat lainnya. Hal ini dapat berdampak pada perilaku masyarakat yang buang air besar di sembarang tempat seperti di pesisir pantai, pinggiran sungai serta di semak-semak bukan hal yang baru lagi karena luasnya lahan yang dapat dijadikan sebagai tempat untuk membuang tinja atau faces (Puskesmas Beutong dan Profil Gampong Panton Bayam, 2013)

  Dari hasil observasi awal kondisi di lapangan diperoleh gambaran bahwa sebagian besar masyarakat memiliki perilaku yang berbeda-beda dalam menggunakan jamban. Dimana sesuai hasil pengamatan awal yang telah di lakukan memperlihatkan bahwa perilaku buang air besar pada masyarakat yang tidak mempunyai jamban, sebagian besar masyarakat Panton Bayam melakukan buang air besar semabarangan di sungai dan kolam, persawahan atau kebun. Hal yang mendasari masyarakat yang tidak mempunyai jamban adalah sosial ekonomi yang rendah dan lahan terbatas yang berada di dalam rumah. Terdapat sebagian kecil masyarakat yang memiliki kesadaran dalam membuang kotoran di jamban. Intinya adanya perbedaan perilaku masyarakat tersebut timbul karena kurangnya kesadaran yang baik dalam membuang kotoran atau tinja dengan

  1.2 Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan berikut adalah bagaimana "Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Buang Air Besar Sembarangan Pada Masyarakat di Desa Panton Bayam Kecamatan Beutong Kabupaten Nagan Raya Tahun 2014".

  1.3 Tujuan Penelitian

  1.3.1 Tujuan Umum

  Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi buang air besar sembarangan (BABs) pada masyarakat di Desa Panton Bayam Kecamatan Beutong Kabupaten Nagan Raya Tahun 2014.

  1.3.2 Tujuan Khusus 1.

  Untuk mengetahui hubungan antara faktor pengetahuan yang mempengaruhi buang air besar sembarangan (BABs) pada masyarakat di Desa Panton Bayam Kecamatan Beutong Kabupaten Nagan Raya Tahun 2014.

  2. Untuk Untuk mengetahui hubungan antara faktor sikap yang mempengaruhi buang air besar sembarangan (BABs) pada masyarakat di Desa Panton Bayam Kecamatan Beutong Kabupaten Nagan Raya Tahun 2014.

  3. Untuk mengetahui hubungan antara faktor tindakan yang mempengaruhi buang air besar sembarangan (BABs) pada masyarakat di Desa Panton

  4. Untuk mengetahui hubungan antara faktor sarana jamban yang mempengaruhi buang air besar sembarangan (BABs) pada masyarakat di Desa Panton Bayam Kecamatan Beutong Kabupaten Nagan Raya Tahun 2014.

1.4 Hipotesa Penelitian 1.

  Ha : Ada hubungan antara faktor pengetahuan yang mempengaruhi buang air besar sembarangan (BABs) pada masyarakat di Desa Panton Bayam Kecamatan Beutong Kabupaten Nagan Raya Tahun 2014. Ho : Tidak ada hubungan antara faktor pengetahuan yang mempengaruhi buang air besar sembarangan (BABs) pada masyarakat di Desa

  Panton Bayam Kecamatan Beutong Kabupaten Nagan Raya Tahun 2014.

  2. Ha : Ada hubungan antara faktor sikap yang mempengaruhi buang air besar sembarangan (BABs) pada masyarakat di Desa Panton Bayam Kecamatan Beutong Kabupaten Nagan Raya Tahun 2014. Ho : Tidak ada hubungan antara faktor sikap yang mempengaruhi buang air besar sembarangan (BABs) pada masyarakat di Desa Panton

  Bayam Kecamatan Beutong Kabupaten Nagan Raya Tahun 2014.

  3. Ha : Ada hubungan antara faktor tindakan yang mempengaruhi buang air besar sembarangan (BABs) pada masyarakat di Desa Panton Bayam Kecamatan Beutong Kabupaten Nagan Raya Tahun 2014. Ho : Tidak ada hubungan antara faktor tindakan yang mempengaruhi

  Panton Bayam Kecamatan Beutong Kabupaten Nagan Raya Tahun 2014.

  4. Ha : Ada hubungan antara faktor sarana jamban yang mempengaruhi buang air besar sembarangan (BABs) pada masyarakat di Desa Panton Bayam Kecamatan Beutong Kabupaten Nagan Raya Tahun 2014.

  Ho : Tidak ada hubungan antara faktor sarana jamban yang mempengaruhi buang air besar sembarangan (BABs) pada masyarakat di Desa Panton Bayam Kecamatan Beutong Kabupaten Nagan Raya Tahun 2014.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Praktis 1.

  Bagi masyarakat dapat dijadikan sebagai salah satu sumber informasi pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi buang air besar sembarangan pada masyarakat, masyarakat juga bisa memahami bahaya buang air besar sembarangan.

  2. Bagi instansi kesehatan sebagai bahan masukkan untuk memperoleh informasi tentang buang air besar pada masyarakat, demi meningkatkan derajat kesehatan, dan juga untuk merencanakan program tentang buang air besar pada masyarakat dan juga untuk menambah wawasan bagi petugas kesehatan agar lebih memperhatikan tentang pentingnya memperhatikan dan berperilaku baik dalam buang air besar seperti di jamban keluarga maupun jamban umum yang sudah tersedia.

1.5.2 Manfaat Teoritis 1.

  Bagi Institusi Pendidikan Sebagai dokumen dan bahan perbandingan untuk penelitian selanjutnya dan bahan bacaan bagi orang banyak tentang faktor-faktor yang mempengaruhi buang air besar sembarangan pada masyarakat.

  2. Bagi Penulis Sebagai penerapan dalam mata kuliah metode penelitian dan menambah pengetahuan serta pengalaman dalam penelitian, seperti tentang pangetahuan, sikap, dan tentang faktor-faktor lain.

  3. Bagi Peneliti Selanjutnya Sebagai bahan awal dalam melakukan penelitian selanjutnya yang berhubungan faktor-faktor yang mempengaruhi buang air besar sembarangan pada masyarakat di Desa Panton Bayam Kecamatan Beutong Kabupaten Nagan Raya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Buang Air Besar

  2.1

  2.1.1 Pengertian Menurut (Becker 1987 dalam Notoatmodjo 2007) buang air besar adalah

pembuangan tinja atau feses dilakukan setiap orang. Sedangkan buang air besar

sembarangan (BABs) adalah kegiatan seseorang dalam pembuangan fases atau tinja

di sembarang tempat seperti di pesisir pantai, pinggiran sungai serta di semak-

  semak bukan hal yang baru lagi karena luasnya lahan yang dapat dijadikan sebagai tempat untuk membuang tinja atau fases yang bisa berdapat terhadap derajat kesehatan.

  2.1.2 Mekanisme Buang Air Besar Semua makanan yang masuk ke dalam tubuh, akan di cerna oleh organ

pencernaan. Selama proses pencernaan makanan di hancurkan menjadi zat-zat

sederhaa yang dapat diserap dan di gunakan oleh sel dan jaringan tubuh kemudian

sisa-sisa pembuangan akan dikeluarkan oleh tubuh berupa tinja , urine atau gas

karbondioksida. Akhir dari proses pencernaan yang di keluarkan berupa tinja di sebut

buang air besar (Notoatmodjo, 2003).

  Seseorang yang mempunyai kebiasaan teratur, akan merasa kebutuhan

membuang air besar pada kira-kira waktu yang sama setiap hari. Hal ini di sebabka

oleh reflek gastro kolika yang biasanya bekerja sesudah sarapan pagi. Makanan yang

sudah sampai lambung akan merangsang peristaltic di dalam usus, merambat ke

  

mulai bergerak isi kolon dan terjadi persaan di daerah perineum. Tekanan intra

abdominal bertambah dengan penutupan glottis, kontraksi diafragma dan otot

abdominal, spinter anus mengendor, dan kerjanya berakhir. Kerja defekasi

dipengaruhi oleh faktor kebisaan (Notoatmodjo, 2003).

  Seseorang hendaknya berlatih untuk buang air besar tiap pagi, sebelum

kesibukan hari tertunda menyebabkan konstipasi (sembelit). Beberapa orang buang

air besar sebelum sarapan pagi, atau ada juga yang sesudahnya. Ada yang harus

keluar rumah pagi-pagi buang air besar setelah pulang kerja, ada pula yang pada

malam hari karena mmebutuhkan waktu yang tenang untuk memenuhi kebutuhannya.

Ada yang satu kali sehari, ada yang lebih sering, yang lain lagi dua hari sekali atau

dengan jangka waktu lebih panjang. Jadi frekuen buang air besar tiap orang berbeda-

beda. Seorang yang normal diperkirakan menghasilkan tinja rata-rata 330 gram

sehari. Tinja ini berisi bakteri, lepasan epithelium usus, nitrogen, gram, zat besi,

selulosa dan sisa zat makanan lain yang tidak larut dalam air (Notoatmodjo, 2007).

2.1.3 Permasalahan Buang Air Besar dan Akibat yang ditimbulkan

  Sejak dahulu sampai kapan pun, masalah pembuangan ktoran manusia selalu

menjadi perhatian kesehatan lingkungan. Dengan pertambahan penduduk yang tidak

sebanding dengan area pemukiman. Masalah pembuangan tinja semkin meningkat

tinja merupakan sumber penyebaran penyakit yang multi kompleks yang harus sedini

mungkin diatasi pembuangan tinja yang tidak sanitasi dapat menyebabkan berbagai

penyakit, karenanya perilaku buang air besar sembarangan, sebaiknya segera

dihentikan. Keluarga masih banyak yang berperilaku tidak sehat dengan buang air

besar di sungai. Pekarangan rumah atau tempat-tempat yang tidak selayaknya. Selain

  

tempat berkembangnya vektor penyebab penyakit akibat kebiasaan perilaku manusia

sendiri (Notoatmodjo, 2003).

  Kurangnya perhatian terhadap pengelolaan pembuangan tinja dengan disertai

cepatnya pertambahan penduduk, jelas akan mempercepat penyebaran penyakit-

penyakit yang di tularkan melalui tinja. Untuk mencegah sekurangkurangya

mengurangi kontaminasi tinja terhadap lingkungan, maka pembuangan kotoran

manusia harus disuatu tempat tertentu atau jamban yang sehat (Notoatmodjo, 2003)

2.2 Jamban, dan Kotoran Manusia

2.2.1 Pengertian

  Pembuangan tinja merupakan salah satu upaya kesehatan lingkungan yang harus memenuhi sanitasi dasar bagi setiap kelu arga. Pembuangan kotoran yang baik harus dibuang kedalam tempat penampungan kotoran yang disebut jamban. Jamban adalah suatu bangunan yang digunakan untuk membuang dan mengumpulkan kotoran sehingga kotoran itu tersimpan dalam satu tempat tertentu dan tidak menjadi sarang penyakit (Notoatmodjo, 2007)

  Menurut Soemardji (2003) arti pembuangan tinja adalah pengumpulan kotoran manusia di suatu tempat sehingga tidak menyebabkan bibit penyakit yang ada pada kotoran manusia mengganggu estetika. Berarti jamban keluarga sangat berguna bagi kehidupan manusia, karena jamban dapat mencegah berkembangnya bermacam penyakit yang di sebabkan oleh kotoran yang tidak dikelola baik Jamban atau sarana pembuangan kotoran yang memenuhi syarat adalah upaya penyehatan lingkungan pemukiman. Sarana jamban yang tidak saniter berperan benda atau zat yang dihasilkan oleh tubuh dan dipandang tidak berguna lagi sehingga perlu dibuang (Notoatmodjo, 2010)

2.2.2 Pengaruh Tinja bagi Kesehatan Manusia

  Kualitas tinja seseorang dipengaruhi oleh keadaan setempat, selain fakor fisiologis, juga budaya dan kepercayaan. Ada perbedaan dari isi tinja yang dihasilkan oleh berbagai kalangan masyarakat. Isi dan komposisi tinja tergantung dari beberapa faktor yaitu diet, iklim, dan status kesehatan (Sukarni, 2000).

  Tinja manusia ialah buangan padat yang kotor dan bau juga media penularan penyakit bagi masyarakat. Kotoran manusia mengandung organisme pathogen yang dibawa air, makanan, lalat menjadi penyakit seperti: salmonella, vibriokolera, amuba, virus, cacing, disentri, poliomyelitis, ascariasis, dll. Kotoran mengandung agen penyebab infeksi masuk saluran pencernaan (Warsito,2001). Penyakit yang ditimbulkan oleh kotoran manusia bisa di golongkan yaitu : Penyakit Enteric atau saluran pencernaan dan kontaminasi zat racun. Penyakit infeksi oleh virus seperti Hepatitis infektiosa Infeksi cacing seperti schitosomiasis, ascariasis, ankilostosomiasis Hubungan antara pembuangan tinja dengan status kesehatan penduduk bisa langsung dan tak langsung. Efek langsung bisa mengurangi incidence penyakit yang ditularkan karena kontaminasi dengan tinja seperti kolera, disentri, typus,dsb Efek tidak langsung dari pembuangan tinja berkaitan dengan komponen sanitasi lingkungan seperti menurunnya kondisi higiene lingkungan. Hal ini akan mempengaruhi perkembangan sosial masyarakat dengan mengurangi pencemaran tinja manusia pada sumber air minum penduduk ( Kusnoputranto,2006).

  2.2.3 Mata Rantai Penularan Penyakit oleh Tinja

  Manusia merupakan sumber penting dari penyakit, penyakit infeksi yang ditularkan oleh tinja merupakan salah satu penyebab kematian.

  Tangan Air

  Tinja Makanan dan Mati

  Pejamu Lalat minuman ( Host ) Tanah

  Sakit

Gambar 2.1 Mata rantai Penularan (Sumber : Azwar, 2000 )

  Skema rantai penularan penyakit diatas menunjukkan banyak jalan penyakit mencari sumber baru. Penyakit yang ditularkan tinja manusia bisa menyebabkan kelemahan karena manusia sebagai reservoir dari penyakit yang bisa menurunkan produktifitas kerja. Akibat mata rantai penyakit oleh tinja perlu di lakukan tindakan pencegahan agar penyakit tidak menular. Pencegahan itu memutuskan mata rantai penyakit menggunakan rintangan sanitasi dan mengisolasi tinja dengan jamban yang saniter. Rintangan sanitasi ini mencegah kontaminasi tinja sebagai sumber infeksi pada air, tangan dan serangga. (Azwar, 2000).

  2.2.4 Penyakit Yang Di Sebabkan Oleh Tinja

  Sebagian di antaranya merupakan mikroba patogen seperti :

  1. adalah bakteri

  Bakteri Salmonela Typhi (penyebab demam tifus), penyebab penyakit infeksi sistemik yaitu demam tifoid, menyerang manusia dengan masuk ke saluran pencernaan dan melalui aliran peredaran darah masuk kehati dan limpa.

  2. Bakteri Vibrio Cholerae (penyebab kolera, hepatitis A, dan polio) adalah penyakit menular di saluran pencernaan yang disebabkan oleh bakterium Vibrio cholerae. Bakteri ini biasanya masuk ke dalam tubuh melalui air minum yang terkontaminasi oleh sanitasi yang tidak benar atau dengan memakan ikan yang tidak dimasak benar, terutama kerang. Gejalanya termasuk diare, perut keram, mual, muntah, dan dehidrasi. Kematian biasanya disebabkan oleh dehidrasi. Tinja manusia mengandung puluhan miliar mikroba, termasuk bakteri koil-tinja. Tifus mencapai 800 kasus/100.000 penduduk, tertinggi di seluruh Asia. Diare mencapai 300 kasus/1000 penduduk. Polio masih dijumpai di Indonesia walau di negara lain sudah sangat jarang.

2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Buang Air Besar Sembarangan

2.3.1 Pengetahuan

  Pengetahuan merupakan hasil dari tahu. Disini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek terhadap suatu objek tertentu.

  Penginderaan terjadi melalui pasca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaraan, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan diperoleh sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior) (Green, 2004 dalam Notoatmojo, 2007).

  Menurut pendekatan kontruktivistis, pengetahuan bukanlah fakta dari suatu kenyataan yang sedang dipelajari, melainkan sebagai konstruksi kognitif seseorang terhadap obyek, pengalaman, maupun lingkungannya. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ada dan tersedia dan sementara orang lain tinggal menerimanya. Pengetahuan adalah sebagai suatu pembentukan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahaman baru (Erfand, 2009).

1. Tingkat Pengetahuan

  Menurut Green (2004) dalam Notoatmodjo (2007) pengetahuan didalam domain kognitif terdiri dari 6 tingkatan yaitu a.

  Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk didalam pengetahuan. Tingkatan ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari yaitu dengan menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan. Pada keluarga yang mempunyai penderita hipertensi diharapkan dapat mengetahui gejala- gejala dan penyebab lain dari penyakit hipertensi kepada orang lain serta b.

  Memahami (comprehension) Merupakan suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar objek yang diketahui. Orang telah paham akan objek atau materi harus mampu menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. Hal ini diharapkan keluarga dapat

  menjelaskan alasan dari mengapa perlu adanya tindakan perawatan pada penderita hipertensi.

  c.

  Aplikasi (application)

  Aplikasi diartikan sebaga i kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Pada keluarga yang mempunyai penderita hipertensi diharapkan dapat melakukan tindakan pencegahan apabila terjadi komplikasi.

  d.

  Analisis (analysis)

  Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja : dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya. Dimana keluarga dapat mengetahui tentang perawatan pada penderita hipertensi sesuai dengan kondisi agar taraf kesehatannya dapat terjaga dengan baik.

  e.

  Sinthesis (synthesis)

  Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

  Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Dimana keluarga dapat menyusun suatu program pengobatan yang merupakan bagian dari tindakan perawatan dengan menyusun rencana menu, jadwal pemeriksaan, agar tekanan darah dapat terkontrol f.

  Evaluasi (evaluation)

  Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaianpenilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

  Green (2004) dalam Notoatmodjo (2007), pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai tingkat yang berbeda-beda termasuk dalam hal ini kemampuan penghuni asrama dalam menjaga kesehatan individu dalam pencegahan terjadi keluhan penyakit maupun dalam pengobatan. Pengetahuan tentang usaha-usaha kesehatan perseorangan untuk memelihara kesehatan diri sendiri, memperbaiki nilai kesehatan, serta mencegah timbulnya penyakit. Pengetahuan dalam penelitian ini adalah menyangkut pengetahuan tentang personal hygiene ,penyakit kulit, sanitasi dasar, dan bagaimana syarat kesehatan asrama.

2. Indikator Pengetahuan

  Ada beberapa indikator untuk mengetahui tingkat pengetahuan seseorang, yaitu sebagai berikut : a.

  Pengetahuan tentang sakit dan penyakit yang meliputi penyebab penyakit, gejala dan tanda penyakit, cara pengobatan dan kemana mencari pengobatan, cara penularan dan cara pencegahan penyakit.

  b.

  Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat meliputi jenis makanan-makanan bergizi, manfaat makanan bergizi bagi kesehatan, pentingnya olah-raga bagi kesehatan, bahaya merokok, minuman keras, narkoba, pentingnya istirahat yang cukup, relaksasi dsb.

  c.

  Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan meliputi manfaat air bersih, cara pembuangan limbah yang sehat, manfaat pencahayaan, penerangan rumah yang sehat, dan akibat yang ditimbulkan polusi bagi kesehatan.

2.3.2 Sikap

  Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap sesuatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak langsung dapat dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang ditutup. dengan kata lain sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Menurut Green (2004) dalam Notoatmodjo (2007), bahwa sikap itu merupakan sikap atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu. Ada beberapa tingkatan dalam sikap, yaitu : a.

  Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan subjek.

  Memberikan apabila ditanya, mengajarkan dan menyelesaikan tugas diberika adalah suatu indikasi dari sikap, karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengajarkan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, berarti orang tersebut menerima ide tersebut.

  c.

  Menghargai (Valuing) Menghargai orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

  d.

  Bertanggung jawab (Responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko.

  Oleh sebab itu indikator untuk sikap kesehatan juga sejalan dengan pengetahuan kesehatan.

1. Faktor yang Mempengaruhi Sikap

  Menurut Erfand (2009) ada 4 hal penting yang menjadi determinan (faktor penentu) sikap individu yaitu : a.

  Faktor fisiologis Faktor fisiologis seseorang akan ikut menentukan bagaimana sikap seseorang. Berkaitan dengan ini adalah faktor umur dan kesehatan. Pada umumnya orang muda sikapnya lebih mengikuti kemauannya (egonya) daripada sikap orang yang lebih tua, sedangkan orang dewasa sikapnya lebih moderat. Dengan demikian masalah umur akan berpengaruh pada sikap seseorang. Orang yang sering sakit lebih bersikap tergantung daripada orang yang tidak sakit.

  b.

  Faktor pengalaman langsung terhadap objek sikap Sikap seseorang terhadap objek sikap akan dipengaruhi oleh pengalaman langsung orang yang bersangkutan dengan objek sikap tersebut.

  c.

  Faktor kerangka acuan Kerangka acuan merupakan faktor yang penting dalam sikap seseorang, karena kerangka acuan ini akan berperan terhadap objek sikap. Bila kerangka acuan tidak sesuai dengan objek sikap, maka orang mempunyai sikap yang negatif terhadap objek sikap tersebut.

  d.

  Faktor komunikasi sosial Faktor komunikasi sosial yang berwujud informasi dari seseorang kepada orang lain dapat menyebabkan perubahan sikap yang ada pada diri orang yang bersangkutan.

2.3.3 Tindakan (Practice)

  Tindakan merupakan suatu kegiatan atau aktifitas manusia, baik dapat diamati secara langsung maupun tidak dapat diamati oleh pihak luar. Dimana tindakan terdiri dari Persepsi (perception), Respon terpimpin (Guided Respons), Mekanisme (mekanisme), Adaptasi (adaptation) (Notoatmodjo, 2007).

  Faktor penentu atau determinan tindakan manusia sulit untuk dibatasi karena tindakan merupakan hasil dari perubahan berbagai faktor, baik internal terlihat dari 3 aspek yaitu aspek fisik, psikis, dan sosial. Akan tetapi dari aspek tersebut sulit untuk ditarik garis yang tegas dalam mempengaruhi tindakan manusia (Notoatmodjo, 2007).

  Tindakan ini mempunyai beberapa tingakatan yang di jelaskan di atas yaitu:

  1. Persepsi (perception) : Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.

  2. Respon terpimpin (guided response) : Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar.

  3. Mekanisme (mecanism) : Apabila seseorag telah dapat melakukan sesuatu dengan benar dan otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan.

  4. Adopsi (adoption) : Adaptasi adalah sesuatu praktis atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.

2.3.4 Pendidikan

  Penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap kondisi psikologis seseorang. Semakin tinggi pendidikan maka semakin tinggi realita dan koping yang digunakan untuk mengatasi masalah (Oakley, 2008). Sementara menurut Notoatmodjo (2010) mengatakan bahwa melalui pendidikan seseorang dapat meningkatkan kematangan intelektual sehingga dapat membuat keputusan yang lebih baik dalam bertindak. Tingkat pendidikan dipercaya mempengaruhi permintaan akan pelayanan kesehatan. Pendidikan yang tinggi memungkinkan seseorang mengetahui atau mengenal gejala awal dari

  Pendidikan adalah suatu proses penerapan konsep-konsep sesuai dengan bidang. Konsep dasar pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti.

  Dibidang pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, atau perubahan kearah yang lebih dewasa, lebih baik, lebih matang pada diri individu, kelompok atau masyarakat (Notoatmodjo, 2010).

  Menurut Badan Pusat Statistik (2009) pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang sangat diperlukan untuk pengembangan diri.

  Semakin tinggi pendidikan semakin mudah menerima dan mengembangkan pengetahuan dan teknologi. Pendidikan tinggi mempunyai kecenderungan lebih teratur berobat dibandingkan denga yang pendidikan rendah.

  Menurut Survei Ekonomi Nasional (SUSENAS) Badan Pusat Statistik (2009), bahwa tinggkat pendidikan terdiri dari : 1.

  Pendidikan dasar : SD, SLB, MI, dan SLTP umum/kejuruan.

  2. Pendidikan menengah : SMU, SMA, SMK, dan yang setara termasuk SMK yang dikelola oleh Depertemen selain Depdiknas.

  3. Pendidikan tinggi : a.

  Program gelar : tekanan pada pembentukan keahlian akademik seperti Sarjana muda, S1, S2 dan S3.

  b.

  Program non gelar : Diploma I, Diploma II, Diploma III, Diploma IV dan pendidikan Spesialis I serta pendidikan Spesialis II.

2.3.5 Sarana

  Sarana adalah segala jenis peralatan, perlengkapan kerja dan fasilitas yang

  

rangka kepentingan yang sedang berhubungan dengan organisasi kerja. Jamban

keluarga atau tempat pembuangan kotoran adalah suatu bangunan yang dipergunakan

untuk membuang tinja atau kotoran manusia yang lazim disebut kakus/WC dan

memenuhi syarat jamban sehat atau baik. Manfaat jamban keluarga adalah untuk

mencegah terjadinya penularan penyakit dan kotoran manusia ( Salimmadjid, 2009 ).

  1. Menentukan letak pembuangan kotoran Untuk menentukan letak pembuangan kotoran, terlebih dahulu kita harus memperhatikan ada atau tidaknya sumber-sumber air. Kita perlu mempertimbangkan jarak dari tempat pembuangan kotoran ke sumber-sumber air terdekat. Pertimbangan jarak yang harus diambil antara tempat pembuangan kotoran dan sumber air, kita harus memperhatikan bagaimana keadaan tanah, kemiringannya, permukaan air tanah, pengaruh banjir pada musim hujan, dan sebagainya ( Mubarak, 2009 )

  2. Beberapa macam tempat pembuangan kotoran Menurut konstruksi dan cara mempergunakannya, dikenal bermacam- macam tempat pembuangan kotoran:

  a. Jamban cemplung Bentuk kakus ini adalah yang paling sederhana yang dapat dianjurkan kepada masyarakat. Nama ini digunakan karena bila orang mempergunakan kakus macam ini, maka kotorannya langsung masuk jatuh kedalam tempat penampungan (Mubarak, 2009 ).

  b. Jamban plengsengan Plengsengan juga berasal dari bahasa Jawa “Melengseng” yang berarti penampungan kotoran dihubungkan oleh suatu saluran yang miring. Jadi, tempat jongkok dari kakus ini tidak dibuat persis di atas tempat penampungan, tetapi agak jauh.

  c. Jamban bor Dinamakan demikian karena tempat penampungan kotorannya dibuat dengan mempergunakan Bor. Bor yang dipergunakan adalah bor tangan yang disebut

  “Bor Auger” dengan diameter antara 30-40 cm. Sudah barang tentu lubang yang dibuat harus jauh lebih dalam dibandingkan dengan lubang yang digali seperti pada jamban cemplung dan kakus plengsengan, karena diameter jamban bor jauh lebih kecil.

  d. Angsatrine (Water Seal Latrine) Jamban ini dibawah tempat jongkoknya ditempatkan atau dipasang

suatu alat yang berbentuk seperti leher angsa yang disebut bowl. Bowl ini

berfungsi mencegah timbulnya bau. Kotoran yang berada di tempat

penampungan tidak tercium baunya, karena terhalang oleh air yang selalu

terdapat dalam bagian yang melengkung.

  e. Jamban di atas balong (Empang) Membuat jamban di atas Balong (yang kotorannya dialirkan ke

balong) adalah cara pembuangan kotoran yang tidak dianjurkan, tetapi sulit

untuk menghilangkannya, terutama di daerah yang terdapat banyak balong.

  

Sebelum kita berhasil mengalihkan kebiasaan tersebut kepada kebiasaan yang

harapkan, dapatkah cara tersebut diteruskan dengan memberikan persyaratan tertentu ( Mubarak, 2009 ), antara lain : b. Letak jamban harus sedemikian rupa, sehingga kotoran selalu jatuh di air c. Tidak terdapat sumber air minum yang terletak di bak balong tersebut atau yang sejajar dengan jarak 15 meter

d. Aman dalam pemakaiannya

  f. Jamban septic tank Jamban Septic tank berasal dari kata septic, yang berarti pembusukan

secara anaerobic. Kita pergunakan nama septic tank karena dalam

pembuangan kotoran terjadi proses pembusukan oleh kuman-kuman

pembusuk yang sifatnya anaerobic. Septic tank bisa terjadi dari dua ba atau

lebih serta dapat pula terdiri atas satu bak saja dengan mengatur sedemikian

rupa (misalnya dengan memasang beberapa sekat atau tembok penghalang),

sehingga dapat memperlambat pengaliran air kotor di dalam bak tersebut (

Mubarak, 2009 ). Suatu jamban disebut sehat untuk daerah pedesaan apabila

memenuhi persyaratan persyaratan sebagai berikut : ( Notoatmodjo, 2007 ).

  

1. Tidak mengotori permukaan tanah di sekelilingi jamban tersebut

  2. Tidak mengotori air permukaan disekitarnya

  3. Tidak mengotori air tanah dan di sekitarnya

  4. Tidak dapat terjangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa, dan binatang

  5. Tidak menimbulkan bau

  6. Mudah digunakan dan dipelihara

  7. Sederhana desaianya

  Agar persyaratan

  • –persyaratan ini dapat dipenuhi maka perlu diperhatikan antara lain : 1.
  • – binatang lain terlindung dari pandangan orang dan sebagainya.

  Sebaiknya jamban tersebut tertutup, artinya bangunan jamban terlindung dari panas dan hujan, sehingga binatang

  2. Bangunan jamban sebaiknya mempunyai lantai yang kuat, tempat berpijak yang kuat dan sebaiknya.

  3. Bangunan jamban sedapat mungkin ditempatkan pada lokasi yang tidak menganggu pandangan, tidak menimbulkan bau dan sebagainya.

  4. Sedapat mungkin disediakan alat pembersih seperti air atau sikat WC (Notoatmodjo, 2003 ).

  2.4 Kerangka Teoritis Penelitian

Gambar 2.2 Kerangka Teoritis (Green, 2004 dalam Notoadmodjo, 2007)

  2.5 Kerangka Konsep Penelitian

  Kerangka dalam penelitian ini yang berkaitan dengan faktor-faktor yang Faktor Predisposisi 1.

  Pengetahuan 2. Sikap 3. Tindakan 4. Pendidikan

  Faktor Enabling 1.

  Sarana – sarana kesehatan

  Faktor Reinforcing 1.

  Penyuluhan tenaga kesehatan

  Buang Air Besar Sembarangan Bayam Kecamatan Beutong Kabupaten Aceh Barat tahun 2014 yaitu di pengaruhi oleh pengetahuan, sikap, tindakan dan sarana yang dikemukakan oleh Green (2004) dalam Notoadmodjo (2007) bertitik tolak pada kerangka diatas, penulis mencoba membuat kerangka secara sistematis yaitu sebagai berikut :

  Variabel Independen Variabel Dependen

  Pengetahuan Sikap

  Buang Air Besar Tindakan

  Sembarangan sarana

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian

  29

BAB III METODE PENELITIAN

  3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

  Jenis penelitian ini kuantitatif yang bersifat analitik dengan desain penelitian cross sectional bertujuan untuk menganalisis dan melihat Faktor-faktor yang mempengaruhi buang air besar sembarangan (BABs) pada masyarakat di Desa Panton Bayam Kecamatan Beutong Kabupaten Nagan Raya tahun 2014 (Notoadmodjo, 2005).

  3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

  3.2.1 Lokasi Penelitian