6.1. Pengembangan Permukiman - DOCRPIJM 15081320646.BAB VI DOK

Bagian ini menjabarkan rencana pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya di
Kabupaten Aceh Barat yang mencakup empat sektor yaitu :
1. Pengembangan permukiman (Bangkim),
2. Penataan bangunan dan lingkungan (PBL)
3. Penyediaan air minum, (AM)
4. Penyehatan lingkungan permukiman (PLP) yang terdiri dari :


Pengelolaan air limbah,



Pengelolaan persampahan, dan



Pengelolaan drainase.

Penjabaran perencanaan teknis untuk tiap-tiap sektor dimulai dari pemetaan isuisu strategis

yang


mempengaruhi, penjabaran kondisi

eksisting

sebagai

baseline awal perencanaan, serta permasalahan dan tantangan yang harus
diantisipasi. Tahapan berikutnya adalah analisis kebutuhan dan pengkajian
terhadap program-program sektoral, dengan mempertimbangkan kriteria kesiapan
pelaksanaan kegiatan. Kemudian dilanjutkan dengan merumuskan usulan
program dan kegiatan yang dibutuhkan Kabupaten Aceh Barat.
6.1. Pengembangan Permukiman
Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman, permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hunian
yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana,
sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di
kawasan perkotaan atau perdesaan.
BAB VI - 1


Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman
kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman
kawasan perkotaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman baru dan
peningkatan kualitas permukiman kumuh, sedangkan

untuk

pengembangan

kawasan perdesaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman perdesaan,
kawasan pusat pertumbuhan, serta desa tertinggal.

6.1.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat peraturan
perundangan, antara lain:
1.

Undang-Undang No.

17


Tahun 2007

tentang

Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Nasional.
Arahan

RPJMN

Tahap

3

(2015-2019)

menyatakan


bahwa

pemenuhan kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan
sarana pendukung bagi seluruh masyarakat terus meningkat,
sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya kota tanpa
permukiman kumuh pada awal tahapan RPJMN berikutnya.

2.

Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan
Kawasan Permukiman.
Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan
perumahan

dan

kawasan

permukiman


juga

mencakup

penyelenggaraan perumahan (butir c), penyelenggaraan kawasan
permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan (butir e), serta
pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh
dan permukiman kumuh (butir f).

3.

Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.
Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum,
rumah susun khusus, dan rumah susun negara merupakan tanggung
jawab pemerintah.

BAB VI - 2

4.


Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan.
Peraturan

ini

menetapkan

salah

kemiskinan

yang

penanggulangan

satunya

terkait


dengan

diimplementasikan

dengan

penanggulangan kawasan kumuh.

5.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.

14/PRT/M/2010

tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan
Tata Ruang.
Peraturan ini menetapkan target berkurangnya luas permukiman
kumuh di kawasan perkotaan sebesar 10% pada tahun 2014.

Mengacu pada Permen PU No. 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata

Kerja

Kementerian

Pekerjaan

Umum

maka

Direktorat

Pengembangan

Permukiman mempunyai tugas di bidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan,
pembinaan teknik dan pengawasan teknik, serta standardisasi teknis di bidang
pengembangan

permukiman.


Adapun

fungsi

Direktorat

Pengembangan

Permukiman adalah:
a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan permukiman di
perkotaan dan perdesaan;
b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan kawasan
permukiman baru di perkotaan dan pengembangan kawasan perdesaan
potensial;
c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas
permukiman kumuh termasuk peremajaan kawasan dan pembangunan
rumah susun sederhana;
d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas
permukiman di kawasan tertinggal, terpencil, daerah perbatasan dan pulaupulau kecil termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;
e. Penyusunan

pembinaan

norma,

standar,

kelembagaan

dan

prosedur
peran

serta

dan

kriteria,

masyarakat


di

serta
bidang

pengembangan permukiman;
f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.

BAB VI - 3

6.1.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan

A. Isu Strategis Pengembangan Permukiman
Berbagai isu strategis nasional yang berpengaruh terhadap pengembangan
permukiman saat ini adalah:


Mengimplementasikan

konsepsi

pembangunan

berkelanjutan

serta

mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.


Percepatan pencapaian target MDG’s 2020 yaitu penurunan proporsi
rumahtangga kumuh perkotaan.



Perlunya dukungan terhadap pelaksanaan Program-Program Direktif
Presiden yang tertuang dalam MP3EI dan MP3KI.



Percepatan pembangunan di wilayah timur Indonesia (Provinsi NTT,
Provinsi Papua, dan Provinsi Papua Barat) untuk mengatasi kesenjangan.



Meminimalisir penyebab dan dampak bencana sekecil mungkin.



Meningkatnya urbanisasi yang berimplikasi terhadap proporsi penduduk
perkotaan yang bertambah, tingginya kemiskinan penduduk perkotaan, dan
bertambahnya kawasan kumuh.



Belum optimalnya pemanfaatan Infrastruktur permukiman yang sudah
dibangun.



Perlunya kerjasama lintas sektor untuk mendukung sinergitas dalam
pengembangan kawasan permukiman.



Belum

optimalnya

peran

pemerintah

daerah

dalam

mendukung

pembangunan permukiman. Ditopang oleh belum optimalnya kapasitas
kelembagaan dan kualitas sumber daya manusia serta perangkat
organisasi penyelenggara dalam memenuhi standar pelayanan minimal di
bidang pembangunan perumahan dan permukiman.
Isu-isu strategis di atas merupakan isu terkait pengembangan permukiman yang
terangkum secara nasional. Isu strategis Kabupaten Aceh Barat bersifat lokal
dan spesifik. Penjabaran isu-isu strategis pengembangan permukiman yang
bersifat lokal dijabarkan sebagai informasi awal dalam perencanaan.

BAB VI - 4

Tabel 6.1. Isu-Isu Strategis Sektor Pengembangan Permukiman Skala
Kabupaten Aceh Barat
No.
1

Isu Strategis

Keterangan

a. Mengendalikan kawasan cepat tumbuh :
koridor jalan nasional

Strategi

b. Mengendalikan kegiatan budidaya secara
ketat di kawasan lindung;
c.

membatasi
sesuai

untuk

pengendalian

kebijakan
perkembangan

kawasan dengan memperhatikan

perkembangan

permukiman

daya dukung dan daya tampung;

mengembangkan

Arahan RTRW Kab. Aceh Barat

kegiatan

daya dukung, daya tampung, dan
Mitigasi bencana

budidaya

terbatas kawasan rawan bencana;
d. mengembangkan sistem mitigasi bencana
pada kawasan rawan bencana.
2

a. Kawasan kumuh banyak dan tersebar baik di
b. Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana

kawasan

kumuh perkotaan dengan target
0% pada 2019

dan prasarana publik
Afordabilitas

penurunan

kumuh dengan prioritas kawasan

perdesaan dan perkotaan

c.

Program

masyarakat

rendah

dalam

kepemilikan rumah
d. Prasarana perumahan permukiman masih
kurang
Berkembangnya

kawasan

permukiman

baru

Dukungan

infrastruktur

perdesaan sebagai sentral produksi pertanian dan

permukiman

perikanan di Kab. Aceh Barat

pengembangan agropolitan dan
minapolitan

perdesaan

dan

untuk

permukiman

rawan bencana

B. Kondisi Eksisting Pengembangan Permukiman
Kondisi eksisting pengembangan permukiman terkait dengan capaian Kabupaten
Aceh Barat dalam menyediakan kawasan permukiman yang layak huni dibahas
berikut.
Sampai saat dokumen RPI2JM ini disusun peraturan perundangan di tingkat
Kabupaten (meliputi peraturan daerah, peraturan bupati, maupun peraturan
lainya) yang mendukung seluruh tahapan proses perencanaan, pembangunan,
dan pemanfaatan pembangunan permukiman belum ada. Sehingga status data
not available ( NA.) pada Tabel 6.2

BAB VI - 5

Tabel 6.2. Peraturan Daerah /Peraturan Gubernur/Peraturan Bupati/
peraturan lainnya terkait Pengembangan Permukiman
No.

Qanun/Pergub/Perbup/Peraturan lain
Jenis Produk Peraturan
NA

No. Tahun
NA

Perihal
NA

Amanat
Kebijakan
Daerah
NA

Data kawasan kumuh kabupaten Aceh Barat sesuai dengan Keputusan Bupati
Aceh Barat No. 531 Tahun 2014, berupa data nama lokasi dan luas desa dimana
kawasan kumuh itu berada, untuk data jumlah penduduk, jumlah rumah dan
kondisi struktur rumah tidak tersedia seperti dapat dilihat pada Tabel 6.3.

BAB VI - 6

Tabel 6.3 Data Kawasan Kumuh di Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013
No.

Lokasi Kawasan Kumuh

Luas
Kawasan

Jumlah
Rumah
Permanen

Jumlah
Rumah
Semi
Permanen

Jumlah
Penduduk

NA

NA

NA

(Ha)
1

Blang Sieulong

2.77

2

Pasi Masjid

5.11

3

Deuah

7.61

4

Drien Rampak

5

Keub

5.29

6

Kuala Bubon

4.27

7

Lueng Baro(Woyla Barat)

8.65

8

Marek

9

Panggong

7.14

10

Pante Ceuremen

4.08

11

Pasi Panyang

50.38

12

Paya Peunaga

19.08

13

Suak Awe

14

Teupin Peuraho

15

Ulee Blang

4.22

16

Lueng Baro(Sungai Mas)

8.43

17

Pasi Janeng

9.24

18

Seuneubok Teungoh
Total

19.75

14.32

8.82
14

12.59
205.75

Sumber : Keputusan Bupati Aceh Barat No. 531 Tahun 2014

BAB VI - 7

Gambar 6-1 : Peta Sebaran Lokasi Perumahan Kumuh dan
Permukiman Kumuh Di Kabupaten Aceh Barat
BAB VI - 8

Tabel 6.4 Data Kondisi RSH di Kabupaten Aceh Barat
No.

Lokasi RSH

Tahun
Pembangunan

Pengelola

Jumlah
Penghuni

Kondisi Prasaran CK
Yang Ada

NA

NA

NA

NA

NA

1

Di Kabupaten Aceh Barat belum pernah ada program Penyediaan Rumah Siap
Huni (RSH) sehingga tabel 6.4. status data adalah NA.
Demikian pula untuk penyediaan rumah susun sewa (RUSUNAWA) belum pernah
ada program dari pemerintah sehingga tabel 6.5. status data adalah NA.

Tabel 6.5. Data Kondisi Rusunawa di Kabupaten Aceh Barat
No.

Lokasi
Rusunawa

NA

Tahun
Pemban
gunan

Pengelola

Jumlah
Penghuni

Kondisi

Prasaran CK
Yang Ada

NA

NA

NA

NA

NA

Tabel 6.6. Data Program Perdesaan Di Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014
No.

Program/Ke
giatan

Lokasi

Volume
/Satuan

Status

Kondisi Infrastruktur

1

PPIP

2 Kecamatan

6 paket

Baik

Bagus dapat dipergunakan

2

PNPM
Perdesaan

10 Kecamatan

8 paket

Baik

Bagus dapat dipergunakan

C. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman
Permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman pada tingkat nasional
antara lain:
Permasalahan pengembangan permukiman antara lain:
1. Masih luasnya kawasan kumuh sebagai permukiman tidak layak huni
sehingga dapat menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan, dan
pelayanan infrastruktur yang masih terbatas;
2. Masih terbatasnya prasarana sarana dasar pada daerah tertinggal, pulau
BAB VI - 9

kecil, daerah terpencil, dan kawasan perbatasan;
3. Belum berkembangnya Kawasan Perdesaan Potensia.
Tantangan pengembangan permukiman diantaranya:
1. Percepatan peningkatan pelayanan kepada masyarakat;
2. Pencapaian target/sasaran pembangunan dalam Rencana Strategis Ditjen
Cipta Karya sektor Pengembangan Permukiman;
3. Pencapaian target MDG’s 2015, termasuk didalamnya pencapaian
Program-Program Pro Rakyat (Direktif Presiden);
4. Perhatian pemerintah daerah terhadap pembangunan bidang Cipta Karya
khususnya kegiatan Pengembangan Permukiman yang masih rendah;
5. Memberikan

pemahaman

kepada

pemerintah

daerah

bahwa

pembangunan infrastruktur permukiman yang saat ini sudah menjadi tugas
pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota;
6. Penguatan Sinergi RP2KP/RTBL KSK dalam Penyusunan RPI2JM bidang
Cipta Karya pada Kabupaten/Kota.
Sebagaimana isu strategis, di Kabupaten Aceh Barat terdapat permasalahan dan
tantangan

pengembangan

yang

bersifat

lokal

dan

spesifik.

Penjabaran

permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman yang bersifat lokal
dijabarkan sebagai informasi awal dalam perencanaan. Tujuannya adalah untuk
mengidentifikasi permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman di
Kabupaten Aceh Barat

yang

bersangkutan serta

merumuskan alternatif

pemecahan dan rekomendasi dari permasalahan dan tantangan pengembangan
permukiman yang ada di wilayah Kabupaten Aceh Barat seperti terlihat di Tabel
6.7 berikut.

BAB VI - 10

Tabel 6.7. Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Pengembangan
Permukiman Kabupaten Aceh Barat
No.

1

Permasalahan
Pengembangan Permukiman

Tantangan
Pengembangan

Aspek Teknis :
1.
Ketersediaan
lahan
(Kawasan
siap
bangun/
Lingkungan siap bangun)

Penyediaan Kasiba/Lisiba
Pengembangan permukian
perdesaan

2. Pengembangan permukiman
perdesan

2

Aspek Kelembagaan :
1. Tidak ada lembaga khusus
yang menangani permukiman
2.Koordinasi antar lembaga

3

Aspek Pembiayaan :

Semakin kompleksnya
permasalahan permukiman
terutama di perkotaan
seiring dengan perkembangan kota Meulaboh : J
Pahlawan, Mereb3o dan
Samatiga Arongan
Lambalek Kaway XVI
Afordabilitas
penyediaan
perumahan RSH

1. Sumber dana

Alternatif Solusi

Penyediaan
secara
swadaya oleh swasta
dan atau masyarakat
Penyediaan permukiman
perdesaan
melalui
penyediaan kawasana
transmigrasi swakarsa
mandir KTSM

Lembaga
khusus
penangan
perumahan
permukiman di bawah
dinas Cipta Karya

Swadaya masyarakat
Skim
kredit
berpihak

yang

2. Keterjangkauan
4

Aspek Peran serta Masyarakat/
Swasta :
1.Peran REI

Meningkatkan
swasta dan
dalam
perumahan

peran
masyarakat
penyediaan

Kampanye dan subsidi

2.Partisipasi masyarakat
5

Aspek Lingkungan Permukiman
:

Permukiman yang sehat
dan
mempertimbangkan
mitigasi bencana

1.Lingkungan sehat
2..Mitigasi bencana

Perencanaan kawasan
perumahan permukiman
yang
memperhatikan
daya dukung lingkungan
dan mitigasi bencana

6.1.3 Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman
Analisis kebutuhan merupakan tahapan selanjutnya dari identifikasi kondisi
eksisting. Analisis kebutuhan mengaitkan kondisi eksisting dengan target
kebutuhan yang harus dicapai.
Arahan kebijakan di tingkat Pusat acuan kebijakan meliputi RPJMN 2010-2014,
MDGs 2015 (pengurangan proporsi rumah tangga kumuh tahun 2020), Standar

BAB VI - 11

Pelayanan Minimal (SPM) untuk pengurangan luasan kawasan kumuh tahun 2014
sebesar 10%, arahan MP3EI dan MP3KI, percepatan pembangunan Papua dan
Papua Barat, arahan Direktif Presiden untuk program pro-rakyat, serta Renstra
Ditjen Cipta Karya 2010-2014.
Sedangkan di Kabupaten Aceh Barat

meliputi

target

RPJMD,

RTRW

Kabupaten Aceh Barat, maupun Renstra SKPD. Acuan kebijakan tersebut
menjadi dasar pada tahapan analisis kebutuhan pengembangan permukiman.
Arahan RTRW Kabupaten Aceh Barat untuk kawasan peruntukan permukiman
dibagi dalam permukiman perkotaan dan permukiman perdesaan. Untuk
permukiman perkotaan terletak di Kota Meulaboh yang secara administrasi berada
di Kecamatan Johan Pahlawan dan Meurebo. Selain itu kawasan perkotaan juga
berada di perkotaan Drien Rampak Kecamatan Arongan Lambalek dan Keude
Arongan Kecamatan Kaway XVI. Kawasan ini ditetapkan arahan fungsinya sebagai
permukiman perkotaan seluas 3.429,3 Ha (1,24 %).
Kawasan permukiman perdesaan terletak menyebar

dominan di Kecamatan

Woyla, Woyla Barat, Woyla Timur, Bubon, Sungai Mas, Panton Reu dan Pate
Ceureumen, seluas 2.509,62 Ha (0.91 %).
Arahan RPJMD Kabupaten Aceh Barat untuk permukiman adalah untuk mencapai
suatu lingkungan perumahan yang baik adalah bahwasanya suatu rumah tersebut
hendaknya memiliki jaringan air bersih, listrik, dan sanitasi. Selain itu dapat dilihat
juga berapa besar proporsi lingkungan kumuh di perkotaan (ibukota kabupaten)
dan juga seberapa besar penanganan pemerintah daerah maupun pihak lainnya
dalam menangani rumah tidak layak huni.

BAB VI - 12

Tabel 6.8. Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman di Perkotaan Untuk 5 Tahun
No.

Uraian

Unit

2015

2016

2017

2018

2019

Keterangan

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

1

Jumlah Penduduk

Jiwa

Pertumbuhan penduduk 4,8 %
135,925.34 142,450.94 149,289.82 156,457.03 163,968.33 /tahun
Pada kec. Johan Pahlawan,
Meureubo, Kaway XVI, Arongan
Lambalek

2

Kepadatan Penduduk

Jiwa/km2 170.33

3

Proyeksi Persebaran
Penduduk

Jiwa/km2

4

Proyeksi Persebaran
Penduduk Miskin

5

178.51

187.08

196.06

205.47

Luas =798 km2 (hasil analisis)
Hasil analisis

170.33

178.51

187.08

196.06

205.47

jiwa/km2

32.13

25

20

10

0

Kel. Pra Sejahtera data BPS Kab.
Aceh Barat

Sasaran Penurunan
Kawasan Kumuh

Ha

84.69

60

35

10

0

Total luas kawasan kumuh
perkotaan th. 2012 : 84,69 Ha

6

Kebutuhan Rusunawa

TB

0

0

1

0

1

asumsi

7

Kebutuhan RSH

Unit

8

KebutuhanPengembangan
Permukiman Baru

Kws

190.47
0

81.57
0

85.49
1

89.59
0

BAB VI - 13

93.89
1

Hasil Analisis
3,5 ha/kawasan

Tabel 6.9. Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman di
Perdesaan yang Membutuhkan Penanganan Untuk 5 Tahun
No.
(1)

Uraian
(2)

Unit
(3)

2015
2016
(4)
(5)
66,029.59 66,624.69

2017
(6)
67,225.15

2018
(7)
67,831.03

2019
(8)
68,442.36

34.10

34.41

1

Jumlah Penduduk

Jiwa

2
3
4

Kepadatan Penduduk
Proyeksi Persebaran Penduduk
Proyeksi Persebaran Penduduk Miskin
Desa Potensial untuk Agropolitan
Desa Potensial untuk Minapolitan
Kawasan Rawan Bencana

Jiwa/km2
Jiwa/km2
Jiwa/km2
Desa
Desa
Kws

33
9
2
2
4

33
7
1
1
4

34
5
1
1
4

34
2
1
1
4

34
0
1
1
4

Kawasan Perbatasan
Kawasan Permukiman Pulau-Pulau
Kecil
Desa Kategori Miskin
Kawasan dengan Komoditas Unggulan

Kws

0

0

0

0

0

Kws
Desa
Kws

0
10
1

0
7
0

0
5
1

0
3
0

0
0
1

33.20

5
6
7
8

33.50

33.80

Keterangan
(9)
Rata-rata pertumbuhan
penduduk 0.9 %/tahun
Luas 1989,24 Km2

BAB VI - 14

Tidak ada wilayah perbatasan
dgn Negara lain
Tidak ada wilayah kepulauan
Agropolitan

6.1.4 Program-Program Sektor Pengembangan Permukiman
Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman
kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman
kawasan perkotaan terdiri dari:
1)

pengembangan

kawasan

permukiman

baru

dalam

bentuk

pembangunan Rusunawa serta;
2)

peningkatan kualitas permukiman kumuh dan RSH.

Sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari:
1)

pengembangan kawasan permukiman perdesaan untuk kawasan
potensial

(Agropolitan

dan

Minapolitan),

rawan

bencana,

serta

perbatasan dan pulau kecil;
2)

pengembangan

kawasan

pusat

pertumbuhan

dengan

program

PISEW (RISE);
3)

desa tertinggal dengan program PPIP dan RIS PNPM.

Selain kegiatan fisik di atas program/kegiatan pengembangan permukiman dapat
berupa kegiatan non-fisik seperti penyusunan RP2KP dan RTBL KSK ataupun
review bilamana diperlukan.

Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan


Infrastruktur kawasan permukiman kumuh;



Infrastruktur permukiman RSH;



Rusunawa beserta infrastruktur pendukungnya.

Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan


Infrastruktur kawasan permukiman perdesaan potensial (Agropolitan/
Minapolitan);



Infrastruktur kawasan permukiman rawan bencana;



Infrastruktur kawasan permukiman perbatasan dan pulau kecil;



Infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi dan sosial (PISEW);



Infrastruktur perdesaan PPIP;



Infrastruktur perdesaan RIS PNPM.

BAB VI - 15

Adapun alur fungsi dan program pengembangan permukiman tergambar dalam
Gambar 6-2.

Sumber: Dit. Pengembangan Permukiman, 2012

Gambar 6-2 : Alur Program Pengembangan Permukiman
Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria)
Dalam pengembangan permukiman terdapat kriteria yang menentukan, yang
terdiri dari kriteria umum dan khusus, sebagai berikut :

1.

Umum


Ada rencana kegiatan rinci yang diuraikan secara jelas;



Indikator kinerja sesuai dengan yang ditetapkan dalam Renstra;



Kesiapan lahan (sudah tersedia);



Sudah tersedia DED;



Tersedia Dokumen Perencanaan Berbasis Kawasan (RP2KP, RTBL KSK,
Masterplan. Agropolitan & Minapolitan, dan KSK);



Tersedia Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) dan dana daerah
BAB VI - 16

untuk pembiayaan komponen kegiatan sehingga sistem bisa berfungsi;


Ada unit pelaksana kegiatan;



Ada lembaga pengelola pasca konstruksi.

2. Khusus
Rusunawa


Kesediaan Pemda untuk penandatanganan MoA;



Dalam rangka penanganan Kawasan. Kumuh;



Kesanggupan Pemda menyediakan sambungan listrik, air minum, dan
PSD lainnya;



Ada calon penghuni.

3. RIS PNPM


Sudah ada kesepakatan dengan Menkokesra.;



Desa di kecamatan yang tidak ditangani PNPM Inti lainnya;



Tingkat kemiskinan desa >25%;



Bupati menyanggupi mengikuti pedoman dan menyediakan;



BOP minimal 5% dari BLM.

4. PPIP


Hasil pembahasan dengan Komisi V - DPR RI;



Usulan bupati, terutama kabupaten tertinggal yang belum ditangani
program Cipta Karya lainnya;



Kabupaten reguler/sebelumnya dengan kinerja baik;



Tingkat kemiskinan desa >25% PISEW;



Berbasis pengembangan wilayah;



Pembangunan

infrastruktur

dasar

perdesaan

yang mendukung (i)

transportasi, (ii) produksi pertanian, (iii) pemasaran pertanian, (iv) air bersih
dan sanitasi, (v) pendidikan, serta (vi) kesehatan;


Mendukung komoditas unggulan kawasan.

Selain kriteria kesiapan seperti di atas terdapat beberapa kriteria yang harus
diperhatikan dalam pengusulan kegiatan pengembangan permukiman seperti
untuk penanganan kawasan kumuh di perkotaan. Mengacu pada UU No. 1/2011
BAB VI - 17

tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman kumuh memiliki ciri
(1) ketidakteraturan kepadatan bangunan yang tinggi, (2) ketidaklengkapan
prasarana, sarana, dan utilitas umum, (3) penurunan kualitas rumah, perumahan,
dan permukiman, serta prasarana, sarana dan utilitas umum, serta (4)
pembangunan rumah, perumahan, dan permukiman yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang wilayah. Lebih lanjut kriteria tersebut diturunkan ke dalam
kriteria yang selama ini diacu oleh Ditjen. Cipta Karya meliputi sebagai berikut:

1. Vitalitas Non Ekonomi
a. Kesesuaian pemanfaatan ruang kawasan dalam Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota atau RDTK, dipandang perlu sebagai legalitas
kawasan dalam ruang kota.
b. Fisik bangunan perumahan permukiman dalam kawasan kumuh
memiliki indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman
kumuh dalam hal kelayakan suatu hunian berdasarkan intensitas
bangunan yang terdapat didalamnya.
c. Kondisi Kependudukan dalam kawasan permukiman kumuh yang
dinilai,

mempunyai

permukiman

indikasi

kumuh

terhadap

berdasarkan

penanganan

kerapatan

dan

kawasan
kepadatan

penduduk.
2. Vitalitas Ekonomi Kawasan;
a. Tingkat kepentingan kawasan dalam letak kedudukannya pada
wilayah kota, apakah apakah kawasan itu strategis atau kurang
strategis.
b. Fungsi

kawasan

dalam

peruntukan

ruang

kota,

dimana

keterkaitan dengan faktor ekonomi memberikan ketertarikan pada
investor untuk dapat menangani kawasan kumuh yang ada.
Kawasan yang termasuk dalam kelompok ini adalah pusat-pusat
aktivitas bisnis dan perdagangan seperti pasar, terminal/stasiun,
pertokoan, atau fungsi lainnya.
c. Jarak

jangkau kawasan terhadap tempat mata

pencaharian

penduduk kawasan permukiman kumuh.

BAB VI - 18

3. Status Kepemilikan Tanah;
a. Status pemilikan lahan kawasan perumahan permukiman ;
b. Status sertifikat tanah yang ada.

5. Keadaan Prasarana dan Sarana: Kondisi Jalan, Drainase, Air bersih, dan Air
limbah;
6. Komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota;
a. Keinginan pemerintah

untuk

penyelenggaraan

penanganan

kawasan kumuh dengan indikasi penyediaan dana dan mekanisme
kelembagaan penanganannya.
b. Ketersediaan

perangkat

dalam

penanganan,

seperti

halnya

rencana penanganan (grand scenario) kawasan, rencana induk
(master plan) kawasan dan lainnya.

6.1.5 Usulan Program dan Kegiatan
a. Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman
Setelah melalui tahapan analisis kebutuhan untuk mengisi kesenjangan antara
kondisi eksisting dengan kebutuhan maka disusun usulan program dan kegiatan.
Namun usulan program dan kegiatan terbatasi oleh waktu dan kemampuan
pendanaan Pemerintah Kabupaten Aceh Barat. Sehingga untuk jangka waktu
perencanaan lima tahun dalam RPI2JM dibutuhkan

suatu

kriteria

untuk

menentukan prioritasi dari tahun pertama hingga kelima.
Kriteria penentuan prioritas Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan
permukiman :
- Masuk dalam kawasan kumuh perkotaan yang tercantum dalam SK
Bupati;
- Tingkat kepadatan penduduk tinggi;
- Ketersediaan infrastruktur perkim kurang;
- Rawan bencana;
- Rawan wabah penyakit.

BAB VI - 19

b. Usulan Pembiayaan Pengembangan Permukiman
Untuk kondisi Kabupaten Aceh Barat pembiayaan pengembangan permukiman
khususnya pengembangan infrastruktur perumahan permukiman, peran swadaya
masyarakat masih sangat terbatas, disamping itu peran swasta ataupun dana
CSR dari perusahaan swasta nasional belum pernah ada di Kabupaten Aceh
Barat. Ke depan dapat dijajaki kerjasama dari perusahaan tambang batubara yang
beroperasi di sekitar Kabupaten Aceh Barat untuk bisa menyisihkan sebagian
keuntungan dalam bentuk Corporate Social Responsibility (CSR).

BAB VI - 20

Tabel 6.10. Usulan dan Prioritas Program Infrastruktur Permukiman
Kabupaten Aceh Barat

BAB VI - 21

Tabel 9.11. Usulan Biaya Program Pengembangan Permukiman Kabupaten
Aceh Barat

BAB VI - 22

Tabel 6.12. Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman Kabupaten Aceh Barat

BAB VI - 23

6.2. Penataan Bangunan dan Lingkungan
6.2.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan PBL
Penataan bangunan dan

lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang

diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang,
terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di
perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya.
Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada Undang- undang
dan peraturan antara lain:

1) UU

No.1

tahun

2011

tentang

Perumahan

dan

Kawasan

Permukiman
UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
memberikan amanat bahwa penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan
pengendalian, termasuk
pendanaan

dan

sistem

di

dalamnya pengembangan

pembiayaan,

serta

peran

kelembagaan,

masyarakat

yang

terkoordinasi dan terpadu.
Pada UU No. 1 tahun 2011 juga diamanatkan pembangunan kaveling tanah
yang

telah

dipersiapkan

harus

sesuai

dengan

persyaratan

dalam

penggunaan, penguasaan, pemilikan yang tercantum pada rencana rinci
tata ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).

2) UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
UU No. 28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harus
diselenggarakan secara tertib hukum dan diwujudkan sesuai dengan
fungsinya, serta dipenuhinya persyaratan administratif dan teknis bangunan
gedung.
Persyaratan administratif yang harus dipenuhi adalah:
a.

Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang
hak atas tanah;

b.

Status kepemilikan bangunan gedung; dan

c.

Izin mendirikan bangunan gedung.

Persyaratan teknis bangunan gedung melingkupi persyaratan tata bangunan
dan persyaratan keandalan bangunan. Persyaratan tata bangunan ditentukan
BAB VI - 24

pada RTBL yang ditetapkan oleh Pemda, mencakup peruntukan dan
intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung, dan pengendalian
dampak lingkungan. Sedangkan, persyaratan keandalan bangunan gedung
mencakup keselamatan, kesehatan, keamanan, dan kemudahan. UU No. 28
tahun 2002 juga mengamatkan bahwa dalam penyelenggaraan bangunan
gedung yang meliputi kegiatan pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan
pembongkaran, juga diperlukan peran masyarakat dan pembinaan oleh
pemerintah.

3)

PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002
tentang Bangunan Gedung
Secara lebih rinci UU No. 28 tahun 2002 dijelaskan dalam PP No. 36 Tahun
2005 tentang peraturan pelaksana dari UU No. 28/2002. PP ini membahas
ketentuan

fungsi

bangunan

gedung,

persyaratan

bangunan

gedung,

penyelenggaraan bangunan gedung, peran masyarakat, dan pembinaan
dalam penyelenggaraan bangunan gedung. Dalam peraturan ini ditekankan
pentingnya bagi pemerintah daerah untuk menyusun Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai acuan rancang bangun serta alat
pengendalian pengembangan bangunan gedung dan lingkungan.
4)

Permen

PU

No.

06/ PRT/ M/ 2007

tentang

Pedoman

Umum

Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
Sebagai panduan bagi semua pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan
dokumen RTBL, maka telah ditetapkan Permen PU No. 06/PRT/M/2007
tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Dalam
peraturan tersebut, dijelaskan bahwa RTBL disusun pada skala kawasan baik
di perkotaan maupun perdesaan yang meliputi kawasan baru berkembang
cepat, kawasan terbangun, kawasan dilestarikan, kawasan rawan bencana,
serta kawasan gabungan dari jenis-jenis kawasan tersebut. Dokumen RTBL
yang disusun kemudian ditetapkan melalui peraturan walikota/bupati.

5) Permen PU No.14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal
bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
Permen PU No: 14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang
BAB VI - 25

Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mengamanatkan jenis dan mutu
pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum

dan Penataan Ruang yang

merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara
minimal. Pada Permen tersebut dilampirkan indikator pencapaian SPM pada
setiap Direktorat Jenderal di lingkungan Kementerian PU beserta sektorsektornya.

Lingkup Tugas dan Fungsi Direktorat PBL
Sebagaimana dinyatakan pada Permen PU No.8 tahun 2010 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian PU, pada Pasal 608 dinyatakan bahwa Direktorat
Penataan Bangunan dan Lingkungan mempunyai tugas melaksanakan sebagian
tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang perumusan dan
pelaksanakan kebijakan, penyusunan produk pengaturan, pembinaan dan
pengawasan serta fasilitasi di bidang penataan bangunan dan lingkungan
termasuk pembinaan pengelolaan gedung dan rumah negara.

Kemudian selanjutnya pada Pasal 609 disebutkan bahwa Direktorat Penataan
Bangunan dan Lingkungan menyelenggarakan fungsi:
a. Penyusunan

kebijakan

teknis

dan

strategi

penyelenggaraan

penataan bangunan dan lingkungan termasuk gedung dan rumah
negara;
b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik, fasilitasi serta pembinaan
pengelolaan bangunan gedung dan rumah negara termasuk
fasilitasi bangunan gedung istana kepresidenan;
c. Pembinaan

teknik,

penyelenggaraan
pengembangan

pengawasan

penataan

teknik

bangunan

keswadayaan

dan

dan

masyarakat

fasilitasi

lingkungan
dalam

dan

penataan

lingkungan;
d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi revitalisasi
kawasan dan bangunan bersejarah/tradisional, ruang terbuka hijau,
serta penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;
e. Penyusunan

norma,

standar,

prosedur

dan

kriteria,

serta

pembinaan kelembagaan penyelenggaraan penataan bangunan
dan lingkungan; dan
BAB VI - 26

f. Pelaksanaa
aan tata usaha Direktorat.

gan kegiatan pada
Lingkup tugas dan fung
ngsi tersebut dilaksanakan sesuai dengan
sektor

PBL,

yaitu

penyelenggaraan

ke
kegiatan

bang
ngunan

penataan
gedung

lingkungan

dan

rumah

ukiman,
permuk

kegiatan

ra
negara

kegiatan

dan

seperti ditunjukkan
pemberdayaan komunita
itas dalam penanggulangan kemiskinan se
pada Gambar 6-3.

DJCK, 2012
Sumber : Dit. PBL,, D

Gambar 6-3: Lingkup Tugas PBL
G

yang baik sehingga
dapat mewujudkan lingkungan binaan yan
Lingkup kegiatan untukk d
uti:
alitas permukiman dan lingkungan meliputi:
terjadi peningkatan kualit
enataan lingkungan permukiman
a. Kegiatan pen
ungan (RTBL);
nan Rencana Tata Bangunan dan Lingkun
• Penyusuna
u ((RTH);
Teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau
• Bantuan Te
gkatan lingkungan
gunan Prasarana dan Sarana peningk
• Pembangu
an kumuh dan nelayan;
pemukiman
gunan
• Pembangu

prasarana

dan

sarana

ataan
penat

lingkungan

an tradisional.
pemukiman
embinaan teknis bangunan dan gedung
b. Kegiatan pem

BAB VI - 27



Diseminasi

peraturan

dan

perundangan

tentang

penataan

bangunan dan lingkungan;


Peningkatan

dan

pemantapan

kelembagaan

bangunan

dan

gedung

dan

gedung;


Pengembangan

sistem

informasi

bangunan

arsitektur;


Pelatihan teknis.

c. Kegiatan pemberdayaan masyarakat di perkotaan.


Bantuan teknis penanggulangan kemiskinan di perkotaan;



Paket dan Replikasi.

6.2.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan
A. Isu Strategis
Untuk merumuskan isu strategis bidang PBL, maka dapat dilihat dari Agenda
Nasional dan Agenda Internasional yang mempengaruhi sektor PBL. Untuk
Agenda Nasional, salah satunya adalah Program PNPM Mandiri, yaitu Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, sebagai wujud kerangka kebijakan
yang menjadi dasar acuan pelaksanaan program-program penanggulangan
kemiskinan berbasis pemberdayaan

masyarakat.

Agenda

nasional

lainnya

adalah pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Pekerjaan
Umum

dan

Penataan

mengamanatkan

Ruang,

terlayaninya

khususnya

masyarakat

untuk

dalam

sektor

PBL

pengurusan

yang

IMB

di

kabupaten/kota dan tersedianya pedoman Harga Standar Bangunan Gedung
Negara (HSBGN) di kabupaten/kota.

Agenda internasional yang terkait diantaranya adalah pencapaian MDG’s
2015, khususnya tujuan 7 yaitu memastikan kelestarian lingkungan hidup. Target
MDGs yang terkait bidang Cipta Karya adalah target 7C,

yaitu menurunkan

hingga separuhnya proporsi penduduk tanpa akses terhadap air minum layak
dan sanitasi layak pada 2015, serta target 7D, yaitu mencapai peningkatan
yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh pada
tahun 2020.

BAB VI - 28

Agenda internasional lainnya adalah isu Pemanasan Global (Global Warming).
Pemanasan global yang disebabkan bertambahnya karbondioksida (CO2)
sebagai akibat konsumsi energi yang berlebihan mengakibatkan naiknya suhu
permukaan

global

hingga

6.4 °C antara tahun 1990 dan 2100, serta

meningkatnnya tinggi muka laut di seluruh dunia hingga mencapai 10-25 cm
selama abad ke-20. Kondisi ini memberikan dampak bagi kawasan-kawasan
yang berada di pesisir pantai, yaitu munculnya bencana alam seperti banjir,
kebakaran serta dampak sosial lainnya.

Agenda Habitat juga merupakan salah satu Agenda Internasional yang juga
mempengaruhi isu strategis sektor PBL. Konferensi Habitat I yang telah
diselenggarakan di Vancouver, Canada, pada 31 Mei-11 Juni 1976, sebagai
dasar terbentuknya UN Habitat pada tahun 1978, yaitu sebagai lembaga PBB
yang mengurusi permasalahan perumahan dan permukiman serta pembangunan
perkotaan. Konferensi Habitat II yang dilaksanakan di lstambul, Turki, pada 3 - 14
Juni 1996 dengan dua tema pokok, yaitu "Adequate Shelter for All" dan
"Sustainable Human Settlements Development in an Urbanizing World", sebagai
kerangka dalam penyediaan perumahan dan permukiman yang layak bagi
masyarakat.

Dari agenda-agenda tersebut maka isu strategis tingkat nasional untuk bidang
PBL dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:
1) Penataan Lingkungan Permukiman
a. Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL;
b. PBL

mengatasi

tingginya

frekuensi

kejadian

kebakaran

di

perkotaan;
c. Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka publik dan ruang terbuka
hijau (RTH) di perkotaan;
d. Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisional
dan bangunan bersejarah berpotensi wisata untuk menunjang
tumbuh kembangnya ekonomi lokal.
e. Peningkatan

kualitas

lingkungan

dalam

rangka

pemenuhan

Standar Pelayanan Minimal;
f. Pelibatan pemerintah daerah dan swasta serta masyarakat dalam
BAB VI - 29

penataan bangunan dan lingkungan.

2) Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
a. Tertib

pembangunan

dan

keandalan

bangunan

gedung

(keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);
b. Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung dengan perda
bangunan gedung di kab/kota;
c. Tantangan

untuk

mewujudkan

bangunan

gedung

yang

fungsional, tertib, andal dan mengacu pada isu lingkungan/
berkelanjutan;
d. Tertib dalam penyelenggaraan dan pengelolaan aset gedung dan
rumah negara;
e. Peningkatan

kualitas

pelayanan

publik

dalam

pengelolaan

gedung dan rumah Negara.

3) Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
a. Jumlah masyarakat miskin pada tahun 2012 sebesar 29,13 juta
orang atau sekitar 11,96% dari total penduduk Indonesia;
b. Realisasi DDUB tidak sesuai dengan komitmen awal termasuk
sharing in-cash sesuai MoU PAKET;
c. Keberlanjutan dan sinergi program bersama pemerintah daerah
dalam penanggulangan kemiskinan.

Isu strategis PBL ini terkait dengan dokumen-dokumen seperti RTR, skenario
pembangunan daerah, RTBL

yang disusun berdasar skala prioritas dan

manfaat dari rencana tindak yang meliputi a) Revitalisasi b) RTH, c) Bangunan
Tradisional/bersejarah dan d) penanggulangan kebakaran, bagi pencapaian
terwujudnya pembangunan lingkungan permukiman yang layak huni, berjati diri,
produktif dan berkelanjutan.

BAB VI - 30

Tabel 6.13. Isu Strategis Sektor PBL di Kabupaten Aceh Barat
No.

Isu Strategis sektor
PBL di Kab. Aceh Barat
(3)

Kegiatan Sektor PBL

(1)

(2)

1.

Penataan Lingkungan

2.

Bangunan Gedung

3.

Penataan bangunan

Penataan lingkungan permukiman tradisional
terpencil si Kundo
Penataan lingkungan perdesaan berbasis
masyarakat
Bangunan gedung mitigasi bencana tempat
evakuasi sementara (TES)
Penataan kawasan KSN/KSK
Penataan kawasan hijau di perkotaan
Penataan kawasan pusaka
Penataan kawasan rawan bencana

B. Kondisi Eksisting
Berdasarkan Renstra Ditjen Cipta Karya 2010-2014, di samping kegiatan
non-fisik dan pemberdayaan, Direktorat PBL hingga tahun 2013
melakukan

peningkatan

prasarana

juga

telah

l i n g k u n g a n permukiman di 1.240

kawasan serta penyelenggaraan bangunan gedung dan fasilitasnya di 377
kabupaten/kota. Dalam RPI2JM bidang Cipta Karya pencapaian di Kabupaten
Aceh Barat dijabarkan sebagai dasar dalam perencanaan. Kabupaten Aceh Barat
telah memiliki Qanun atau Peraturan Daerah yang terkait dengan penataan
bangunan yaitu Qanun Kabupaten Aceh Barat No. 12 Tahun 2006 tentang
Bangunan Gedung.

Tabel 6.14. Peraturan Daerah/Peraturan Bupati terkait Penataan Bangunan
dan Lingkungan

Peraturan Daerah / Qanun
No.
(1)
1

Jenis Produk
Nomor
Pengaturan
& Tahun
(2)
(3)
Qanun Kabupaten No. 12 / 2006
Aceh Barat

Amanat
Tentang
(4)
Bangunan Gedung

(5)
Regulasi daerah dalam
pengelolaan bangunan
gedung dan gedung negara

BAB VI - 31

Tabel 6.15. Penataan Lingkungan Permukiman
Kawasan Tradisional/
Bersejarah

Nama
Kawasan
(1)
Makam Teuku
Umar

Dukungan
Infrastruk tur CK
(2)
Jalan akses Lansekap sudah tertata RTBL 2014

RTH
Lokasi/
Luas
Nama
RTH
RTH
(3)
(4)
Belum ada
ketetapan RTH

Masjid Nurul Huda Jalan
Yg. Perlu : penataan lansekap, drainase, air
miunum, air limbah
Batu putih/ Tugu
Kurang dukungan jalan akses, drainase, Air limbah
Teuku Umar
MCK umum, lansekap
Masjid Lhok
Bubon (situs T
Umar Situs
tsunami)Pucot
Makam
Baren
Sungai mas
Benteng
Cut Nyak

Pagar gerbang sudah ada
Perlu dukungan Jalan, dranase, air, minum,
lansekap, PLP
Pagar sudah
Perlu dukungan Jalan, dranase, air, minum,
lansekap,
PLP
Pagar sudah

Dien

Perlu dukungan Jalan, dranase, air, minum,
lansekap, PLP
Pagar sudah
Perlu dukungan Jalan, dranase, air, minum,
lansekap, PLP
Jalan kases belum ada, drainase, lansekap,
jembatan, bangkim

Situs Al Quran
Wangi
Komunitas Adat si
Kundo

BAB VI - 32

Penanganan
Kebakaran

Pemenuhan SPM
%
Lua
s
RT
(5

Keterse
diaan
IMB
(6)
Ada

%
IMB

HS
BGN

(7)
(8)
Seluru Ada Sk :
h Aceh Bupati
Barat 2014
11 %

Instan
si
(9)
BPBD
Kab.
Aceh
Barat

Prasarana
Kebakaran
(10)
Ada 3 base
camp di Woyla,
Kaway XVI,
Johan
Pahlawan
Mobil DAMKAR
6 unit

Bangunan gedung negara dan rumah negara di Kabupaten Aceh Barat tidak ada
sehingga data pada tabel 6.16 adalah NA.

Tabel 6.16. Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
Kawasan/
No
Kecamatan

Status
Kepemilikan

Kondisi
Bangunan

Keter
sediaan
Utilitas BG

(4)

(5)

(6)

(1)

(2)

Jumlah BG
Negara
berdasarkan
fungsi
(3)

1.

NA

Fungsi Hunian :

NA

NA

NA

Fungsi Keagamaan
:
Fungsi Usaha :

NA

NA

NA

NA

NA

NA

Fungsi Sosial
Budaya :
Fungsi Khusus :

NA

NA

NA

NA

NA

NA

Tabel 6.17. Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
No.

Kecamatan

(1)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

(2)
Johan Pahlawan
Samatiga
Meureubo
Kaway XVI
Arongan
Lambalek
Woyla
Woyla Timur
Woyla Barat
Panton Reu
Bubon
Sungai Mas
Pente Cereumen

Kegiatan PNPM
Perkotaan (P2KP)
(3)
PNPM Mandiri
Perkotaan

Kegiatan Pemberdayaan
lainnya
(4)
PNPM Perdesaan dan PPIP Perdesan
PNPM Perdesaan
PNPM Perdesaan
PNPM Perdesaan dan PPIP Perdesan
PNPM Perdesaan dan PPIP Perdesan
PNPM Perdesaan dan PPIP Perdesan
PNPM Perdesaan dan PPIP Perdesan
PNPM Perdesaan dan PPIP Perdesan
PNPM Perdesaan dan PPIP Perdesan
PNPM Perdesaan dan PPIP Perdesan
PNPM Perdesaan dan PPIP Perdesan

C. Permasalahan dan Tantangan
Dalam kegiatan penataan bangunan dan

lingkungan terdapat beberapa

permasalahan dan tantangan yang dihadapi, antara lain:

Penataan Lingkungan Permukiman:


Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana sistem proteksi
BAB VI - 33

kebakaran;


Belum siapnya landasan hukum dan landasan operasional berupa
RTBL untuk lebih melibatkan pemerintah daerah dan swasta dan
penyiapan

infrastruktur

guna

pengembangan

lingkungan

permukiman;


Menurunnya

fungsi

kawasan

dan

terjadi

degradasi

kawasan

kegiatan ekonomi utama kota, kawasan tradisional bersejarah serta
heritage;


Masih rendahnya dukungan Pemda dalam pembangunan lingkungan
permukiman yang diindikasikan dengan masih kecilnya alokasi
anggaran daerah untuk peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka
pemenuhan SPM.

Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara:


Masih

adanya

kelembagaan

bangunan

gedung

yang

belum

berfungsi efektif dan efisien dalam pengelolaan Bangunan Gedung dan
Rumah Negara;


Masih kurangnya perda bangunan gedung untuk kota metropolitan,
besar, sedang, kecil di seluruh Indonesia;



Meningkatnya kebutuhan NSPM terutama yang berkaitan dengan
pengelolaan dan penyelenggaraan bangunan gedung (keselamatan,
kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);



Kurang

ditegakkannya

aturan

keselamatan,

keamanan

dan

kenyamanan Bangunan Gedung termasuk pada daerah-daerah rawan
bencana;


Prasarana

dan

sarana

hidran

kebakaran

banyak

yang

tidak

berfungsi dan kurang mendapat perhatian;


Lemahnya

pengaturan

penyelenggaraan

Bangunan

Gedung

di

daerah serta rendahnya kualitas pelayanan publik dan perijinan;


Banyaknya Bangunan Gedung Negara

yang belum memenuhi

persyaratan keselamatan, keamanan dan kenyamanan;


Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara kurang
tertib dan efisien;



Masih banyaknya aset negara yang tidak teradministrasikan dengan
BAB VI - 34

baik.

Penyelenggaraan Sistem Terpadu Ruang Terbuka Hijau:


Masih

kurang

diperhatikannya

kebutuhan

sarana

lingkungan

hijau/terbuka, sarana olah raga;

Kapasitas Kelembagaan Daerah:


Masih terbatasnya kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam
pembinaan

penyelenggaraan

bangunan

gedung

termasuk

pengawasan;


Masih adanya tuntutan reformasi peraturan perundang-undangan
dan peningkatan pelaksanaan otonomi dan desentralisasi;



Masih perlunya peningkatan dan pemantapan kelembagaan;



bangunan gedung di daerah dalam fasilitasi penyediaan perangkat
pengaturan.

Tabel 6.18. Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Penataan Bangunan
dan Lingkungan
Permasalahan yang
dihadapi
(1)
(2)
(3)
I.
Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman
1
Aspek Teknis
Kawasan perkotaan yang
cepat berkembang yang
tidak didukung oleh infra CK
Muncul sentra produksi
pertanian dan perikanan
No

2
3
4
5

Aspek PBL

Tantangan
Pengembangan
(4)

Alternatif
Solusi
(5)

Pembangunan
Penataan bangunan
secara sporadis,
dan lingkungan
dan tanpa regulasi

Aspek Kelembagaan Tidak ada lembaga pengelola Kelembagaan baru UPT dibawah Dinas
kawasan
CK
Aspek Pembiayaan Belum ada anggaran studi
Alokasi anggaran Bantek APBN
Aspek Peran
Serta
Aspek
Lingkungan
Permukiman

Peran serta masyarakat
rendah
lahan gambut dan pasang
surut
Rawan bencana alam

Pemahaman
Edukasi pentingnya
masyarakat rendah penataan kawasan
Daerah rawan
Mitigasi bencana
bencana

6.2.3. Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan dan Lingkungan
Analisis kebutuhan Program dan Kegiatan untuk sektor PBL oleh Kabupaten
Aceh Barat mengacu pada Lingkup Tugas DJCK untuk sektor PBL yang
dinyatakan pada Permen PU No. 8 Tahun 2010, seperti yang telah dijelaskan
BAB VI - 35

pada Subbab 6.2.1.
Pada Permen PU No.8 tahun 2010, dijabarkan kegiatan dari Direktorat PBL
meliputi:

a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman
Dengan kegiatan yang terkait adalah penyusunan Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan (RTBL), Rencana Induk

Sistem

Proteksi Kebakaran (RISPK),

pembangunan prasarana dan sarana lingkungan permukiman tradisional dan
bersejarah, pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM), dan pemenuhan
Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan.

RTBL (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan)
RTBL berdasarkan Permen PU No. 6 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan didefinisikan sebagai panduan
rancang

bangun

suatu

lingkungan/kawasan

yang dimaksudkan untuk

mengendalikan pemanfaatan ruang, penataan bangunan dan lingkungan, serta
memuat materi pokok ketentuan program bangunan dan lingkungan, rencana
umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian
rencana,

dan

pedoman

pengendalian

pelaksanaan

pengembangan

lingkungan/kawasan. Materi pokok dalam Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan meliputi:


Program Bangunan dan Lingkungan;



Rencana Umum dan Panduan Rancangan;



Rencana Investasi;



Ketentuan Pengendalian Rencana;



Pedoman Pengendalian Pelaksanaan.

RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran
RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran seperti yang dinyatakan
dalam Permen PU No. 26 tahun 2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem
Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan,
Proteksi
sistem

Kebakaran
yang

terdiri

pada
atas

Bangunan Gedung dan

bahwa

Sistem

Lingkungan adalah

peralatan, kelengkapan dan sarana, baik yang

terpasang maupun terbangun pada bangunan

yang digunakan baik

untuk

BAB VI - 36

tujuan

sistem

proteksi

aktif, sistem proteksi pasif maupun cara-cara

pengelolaan dalam rangka melindungi bangunan dan lingkungannya terhadap
bahaya kebakaran.

Penyelenggaraan sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan
lingkungan meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi,
serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran sistem proteksi
kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungannya.

RISPK terdiri dari Rencana Sistem Pencegahan Kebakaran dan Rencana Sistem
Penanggulangan Kebakaran di Kabupaten/Kota untuk kurun waktu 10 tahun.
RISPK memuat rencana kegiatan pencegahan kebakaran yang terdiri dari
kegiatan inspeksi terhadap ancaman bahaya kebakaran pada kota, lingkungan
bangunan dan bangunan gedung, serta kegiatan edukasi pencegahan kebakaran
kepada masyarakat dan kegiatan penegakan Norma, Standar, Pedoman dan
Manual (NSPM). RISPK juga memuat rencana tentang penanggulangan
kebakaran yang terdiri dari rencana kegiatan pemadaman kebakaran serta
penyelamatan jiwa dan harta benda.

Penataan Lingkungan Permukiman Tradisional/Bersejarah Pendekatan yang
dilakukan dalam melaksanakan Penataan Lingkungan Permukiman Tradisional
adalah:
1.

Koordinasi dan sinkronisasi dengan Pemerintah Daerah;

2.

Pendekatan Tridaya sebagai upaya pemberdayaan terhadap aspek
manusia, lingkungan dan kegiatan ekonomi masyarakat setempat;

3.

Azas "berkelanjutan" sebagai salah satu pertimbangan penting untuk
menjamin kelangsungan kegiatan;

4.

Rembug warga dalam upaya menggali sebanyak mungkin aspirasi
masyarakat, selain itu juga melakukan pelatihan keterampilan teknis
dalam upaya pemberdayaan masyarakat.

Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Analisa kebutuhan Program dan Kegiatan juga mengacu pada Permen PU No.14
tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan
BAB VI - 37

Penataan Ruang. Khusus untuk sektor PBL, SPM juga terkait dengan SPM
Penataan Ruang dikarenakan kegiatan penataan lingkungan permukiman yang
salah satunya melakukan pengelolaan kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di
perkotaan. Standar SPM terkait dengan sektor PBL sebagaimana terlihat
pada tabel 6.19. yang dapat dijadikan acuan bagi Kabupaten/Kota untuk
menyusun

kebutuhan akan sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan.

Tabel 6.19. SPM Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan
No

Jenis Pelayanan Dasar

VI.

Penataan Izin Mendirikan
Banguna Bangunan (IMB)
n dan
Lingkung
an
Harga
Standar
Bangunan
Gedung Negara
(HSBGN)
VIII. Penataan Penyediaan
Ruang
Ruang Terbuka
Hijau (RTH)
Publik

Standar Pelayanan
Minimal
Indikator
Nilai
Terlayaninya
masyarakat dalam
pengurusan IMB di
kabupaten/ kota.
Tersedianya
pedoman
Harga
Standar Bangunan
Gedung Negara di
kabupaten/kota.
Tersedianya
luasan RTH publik
sebesar 20% dari
luas wilayah kota/
kawasan
perkotaan.

100
%

Waktu
Pencapaian

Keterangan

2014

Dinas yang
membidangi
Perijinan (IMB).

100
%

2014

Dinas yang
membidangi
Pekerjaan Umum.

25%

2014

Dinas/SKPD
yang membidangi
Penataan Ruang.

b. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
Kegiatan penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara meliputi:
1.

Menguraikan kondisi bangunan gedung negara yang belum
memenuhi persyaratan keandalan yang mencakup (keselamatan,
keamanan, kenyamanan dan kemudahan);

2.

Menguraikan kondisi Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan
Rumah Negara;

3. Menguraikan aset negara dari segi administrasi pemeliharaan.

Untuk dapat melakukan pendataan terhadap kondisi bangunan gedung dan
rumah negara perlu dilakukan pelatihan teknis terhadap tenaga pendata HSBGN,
sehingga perlu dilakukan pendataan kegiatan pembinaan teknis penataan
bangunan gedung.
BAB VI - 38

c. Kegiatan

Pemberdayaan

Komunitas

dalam

Penanggulangan

Kemiskinan
Program yang mencakup pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan
kemiskinan adalah PNPM Mandiri, yang dilaksanakan dalam bentuk kegiatan
P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan). P2KP merupakan
program pemerintah yang secara substansi berupaya menanggulangi kemiskinan
melalui pembe