7.1. Sektor Pengembangan Kawasan Permukiman - DOCRPIJM 6c265826cb BAB VIIBab VII DK

7.1. Sektor Pengembangan Kawasan Permukiman

  Bagian ini menjabarkan rencana pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya di Kabupaten Bener Meriah yang mencakup empat sektor yaitu :

  1. Pengembangan permukiman (Bangkim),

  2. Penataan bangunan dan lingkungan (PBL)

  3. Penyediaan air minum, (AM)

  4. Penyehatan lingkungan permukiman (PLP) yang terdiri dari :  Pengelolaan air limbah,  Pengelolaan persampahan, dan  Pengelolaan drainase.

  Penjabaran perencanaan teknis untuk tiap-tiap sektor dimulai dari pemetaan isu-isu strategis yang mempengaruhi, penjabaran kondisi eksisting sebagai baseline awal perencanaan, serta permasalahan dan tantangan yang harus diantisipasi. Tahapan berikutnya adalah analisis kebutuhan dan pengkajian terhadap program- program sektoral, dengan mempertimbangkan kriteria kesiapan pelaksanaan kegiatan. Kemudian dilanjutkan dengan merumuskan usulan program dan kegiatan yang dibutuhkan Kabupaten Bener Meriah.

7.1.1 Kondisi Eksisting

A. Data Kondisi Eksisting Kawasan Kumuh

  Berbagai isu strategis nasional yang berpengaruh terhadap pengembangan permukiman saat ini adalah :  Mengimplementasikan konsepsi pembangunan berkelanjutan serta mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.  Percepatan pencapaian target MDG ’s 2020 yaitu penurunan proporsi rumahtangga kumuh perkotaan.

   Perlunya dukungan terhadap pelaksanaan Program-Program Direktif Presiden yang tertuang dalam MP3EI dan MP3KI.  Percepatan pembangunan di wilayah timur Indonesia (Provinsi NTT,

  Provinsi Papua, dan Provinsi Papua Barat) untuk mengatasi kesenjangan.  Meminimalisir penyebab dan dampak bencana sekecil mungkin.  Meningkatnya urbanisasi yang berimplikasi terhadap proporsi penduduk perkotaan yang bertambah, tingginya kemiskinan penduduk perkotaan, dan bertambahnya kawasan kumuh.

   Belum optimalnya pemanfaatan Infrastruktur permukiman yang sudah dibangun.  Perlunya kerjasama lintas sektor untuk mendukung sinergitas dalam pengembangan kawasan permukiman.  Belum optimalnya peran pemerintah daerah dalam mendukung pembangunan permukiman. Ditopang oleh belum optimalnya kapasitas kelembagaan dan kualitas sumber daya manusia serta perangkat organisasi penyelenggara dalam memenuhi standar pelayanan minimal di bidang pembangunan perumahan dan permukiman.

  Isu-isu strategis di atas merupakan isu terkait pengembangan permukiman yang terangkum secara nasional. Isu strategis Kabupaten Bener Meriah bersifat lokal dan spesifik. Penjabaran isu-isu strategis pengembangan permukiman yang bersifat lokal dijabarkan sebagai informasi awal dalam perencanaan.

B. Isu-Isu Strategis Kabupaten Bener Meriah

  Secara umum, isu-isu strategis di Kabupaten Bener Meriah adalah sebagai berkut :

  1. Kabupaten Bener Meriah merupakan wilayah tengah Provinsi Aceh yang memiliki kontur berbukit, dengan potensi utama wilayah berada pada sektor pertanian, perkebunan dan pariwisata;

  2. Kabupaten Bener Meriah memiliki tiga potensi bencana yang tingkat kebencanaanya tinggi, yaitu Gunung api, angin puting beliung dan gerakan tanah;

  3. Sebagian Kawasan Perkotaan Simpang Tiga Redelong sebagai Ibukota Kabupaten berada pada kawasan Rawan Bencana II Gunung Api Burni Telong dengan radius 5 Km yang berpotensi terlanda aliran awan panas, lava dan lahar hujan serta Kawasan Rawan Bencana I dengan radius 8 Km yang berpotensi terhadap hujan abu dan kemungkinan dapat terkena lontaran batu pijar;

  4. Kabupaten Bener Meriah tidak dilalui oleh jalan arteri primer, sehingga aksessibiltas regional rendah;

  5. Sektor Perekonomian di Kabupaten Bener Meriah sebagian besar ada di sektor pertanian;

  6. Aksessibilitas yang tidak memadai menghambat percepatan proses pemasaran hasil produksi pertanian sebagai sektor unggulan di Kabupaten;

  7. Kota – kota kecamatan menyebar mengikuti sepanjang jalan di wilayah Kabupaten Bener Meriah;

  8. Pola jaringan jalan di Pusat-pusat Permukiman perkotaan belum terencana dengan baik;

  9. Rendahnya kesempatan kerja pada sektor non pertanian;

  10. Peran dan fungsi pusat pelayanan pusat-pusat kota kecamatan belum berjalan optimal diakibatkan oleh kurangnya sarana dan prasarana wilayah

  11. Belum Tersedianya fasilitas jasa hotel/ penginapan yang representatif;

  12. Belum adanya keunggulan wilayah yang bernilai jual untuk menarik pergerakan orang/ barang menuju pusat perkotaan secara khusus dan wilayah kabupaten secara umum.

  13. Banyak terjadi alih fungsi lahan di Kawasan Hutan Lindung, sehingga daerah tangkapan dan debit air sebagai sumber air bersih berkurang.

  Sebagai bahan pertimbangan dalam pekajian penyusunan Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten Bener Meriah Tahun 2012-2032, isu-isu strategis kabupaten dikaji dari beberapa aspek,yaitu kajian fisik dan lingkungan hidup, pusat-pusat pelayanan, infrastruktur, ekonomi dan sektor andalan.

C. Kondisi Eksisting

a. Fisik dan Lingkungan Hidup

  Isu berdasarkan aspek fisik dan lingkungan hidup adalah : 1.

  Kabupaten Bener Meriah termasuk sebagai kawasan rawan bencana dengan jenis bencana angin besar/ puting beliung, gerakan tanah tinggi dan gunung berapi.

2. Adanya alih fungsi lahan di kawasan lindung (hutan lindung dan hutan

  produksi) menjadi kawasan budidaya yang sulit untuk direlokasi, sehingga kawasan tersebut diusulkan untuk dikeluarkan dari kawasan lindung.

b. Pusat-Pusat Pelayanan

  Secara khusus isu strategis dan permasalahan yang teridentifikasi dalam pembangunan di wilayah Kabupaten Bener Meriah terutama yang berkenaan dengan pengembangan wilayah antara lain :

   Sebaran kota yang tidak terstruktur dengan baik serta perkembangannya yang kurang seimbang serta letaknya yang berjauhan, kurang kuat merangsang dan membiaskan penjalaran perkembangan ke daerah belakang (hinterland).

   Sistem penyebaran kota-kota yang besifat linier, sementara wilayah pedesaan/ hinterland relatif luas. Keadaan seperti ini kurang memungkinkan untuk berkembangnya wilayah belakang secara lebih cepat.

   Sebagian penduduk Kabupaten Bener Meriah berorientasi terhadap kota-kota yang berada di luar Kabupaten Bener Meriah dalam upaya pemenuhan kebutuhan fasilitas perdagangan dan jasa. Kebocoran tersebut mengindikasikan peran dan fungsi pusat-pusat pelayanan belum berfungsi secara optimal.

   Berdasarkan arahan RTRW Propinsi Aceh, ditetapkan Simpang Tiga Redelong Kecamatan Bukit sebagai PKL. Diharapkan pusat-pusat pertumbuhan tersebut dapat memberikan pelayanan sosial, ekonomi dan infrastruktur terhadap seluruh penduduk Kabupaten Bener Meriah,  Luasnya wilayah pelayanan Kabupaten Bener Meriah diperlukan pusat-pusat kegiatan yang mampu melayani beberapa kecamatan untuk membantu PKL Simpang Tiga Redelong Kecamatan Bukit. Kawasan yang memili potensi untuk melayani beberap kecamatan terdapat di Kawasan Perkotaan Pondok Baru, Kawasan Perkotaan Pante Raya, dan Kawasan Perkotaan Lampahan.

  c. Infrastruktur

   Teridentifikasi adanya kawasan yang memiliki aksesibilitas relatif rendah karena kondisi jaringan jalan yang relatif buruk, yang berada hampir di semua Kecamatan dalam Kabupaten Bener Meriah.

   Prasarana telekomunikasi telah menjangkau Kabupaten Bener Meriah melalui sistem kabel dan sistem celuller.  Prasarana Jaringan jalan provinsi pada wilayah Kabupaten meliputi peningkatan dan pemeliharaan jalan kolektor primer yaitu ruas jalan Bireun – Takengon, ruas jalan Batas Aceh Utara – Batas Kota Takengon, ruas jalan Aceh Utara – Takengon dan ruas jalan Simpang Teritit – Pondok Baru – Samar Kilang – Batas Aceh Timur. Serta Peningkatan dan pemeliharaan jalan lokal primer meliputi ruas jalan Simpang Teritit – Samar Kilang dan ruas jalan Samar Kilang – Cot Girek.

  d. Ekonomi dan Sektor Andalan

   Sebagai wilayah yang berbasis pertanian, kegiatan perekonomian di Kabupatan Bener Meriah didominasi oleh lapangan usaha sektor pertanian. Namun dari tahun ke tahun, proporsi usaha pertanian terhadap jenis usaha lainnya justru mengalami penurunan.

   Tahun 2009 pertumbuhan ekonomi Bener Meriah sebesar 4,54 % dimana pertumbuhan ini terus mengalami peningkatan dan didukung oleh hampir semua sektor mengalami peningkatan pertumbuhannya. Ini merupakan keadaan yang baik bagi kelangsungan pembangunan perekonomian Kabupaten Bener Meriah di tahun-tahun berikutnya.

   Rendahnya kesempatan kerja pada sektor non pertanian, khususnya sektor industri. Dengan sendirinya, kelebihan tenaga kerja pada sektor pertanian tidak bisa diserap secara lebih memadai.

   Pengembangan ekonomi secara lebih progresif pada seluruh bagian wilayah kurang dapat dilakukan dalam waktu relatif singkat, karena ketersediaan sejumlah prasarana/ sarana wilayah yang belum tersebar secara merata dan sebagian wilayah yang masih terisolasi.

   Bentang alam wilayah yang berbukit sampai bergunung pada sebagian besar dapat menjadi penghambat hubungan antar bagian- bagian wilayah, sehingga arus pertukaran barang dan informasi kurang dapat berjalan dengan baik.

   Masih kurangnya tersedia industri pengolahan kopi, telah mengakibatkan rendahnya harga harga kopi akibat masyarakat menjual dalam bentuk bahan baku bukan bahan jadi.

   Belum tersedianya hotel atau penginapan yang representatif di Kabupaten ini menyebabkan tidak mampu memberikan akomodasi bagi para pelaku ekonomi dan wisatawan yang datang atau beraktifitas di wilayah ini.  Kabupaten Bener Meriah sangat strategis untuk pengembangan kawasan agropolitan. Pembangunan ekonomi berbasis pertanian dalam kawasan agribisnis yang akan dirancang harus mampu untuk mendorong berkembangnya sistem dan usaha tani yang berdaya saing, berbasis kerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi yang digerakkan oleh masyarakat serta difasilitasi oleh pemerintah.

Tabel 7.1. Data Kawasan Kumuh di Kabupaten Bener Meriah Tahun 2014

   Sumber : Keputusan Bupati Bener Meriah No. 653.2/541/2014 Tahun 2014

  4 TOTAL 337,25

  10 Gajah Putih Desa Ronga-ronga 37,23

  3

  9 Timang Gajah Desa Lampahan Barat 37,71

  3

  8 Timang Gajah Desa Lampahan Timur 18,77

  2

  7 Bandar Desa Purwosari 60,66

  2

  6 Wih Pesam Desa Pante Raya 66,92

  2

  6 Wih Pesam Desa Simpang Balek 60,52

  1

  4 Bukit Desa Tingkem Bersatu 6,07

  1

  3 Bukit Desa Blang Sentang 23,8

  1

  2 Bukit Desa Reje Guru 19,87

  1

  1 Bukit Desa Tingkem Asli 5,7

  No. Kecamatan Lokasi/Desa Luas (Ha) Prioritas

  Lokasi Rusunawa Tahun Pemban gunan Pengelola Jumlah Penghuni Kondisi Prasaran CK Yang Ada

Tabel 7.3. Data Kondisi Rusunawa di Kabupaten Bener Meriah No.

  Di Kabupaten Bener Meriah belum pernah ada program Penyediaan Rumah Siap Huni (RSH) sehingga tabel 6.2. status data adalah NA. Demikian pula untuk penyediaan rumah susun sewa (RUSUNAWA) belum pernah ada program dari pemerintah sehingga tabel 6.3. status data adalah NA.

  No. Lokasi RSH Tahun Pembangunan Pengelola Jumlah Penghuni Kondisi Prasaran CK Yang Ada

Tabel 7.2 Data Kondisi RSH di Kabupaten Bener Meriah

1. NA NA NA NA NA

NA NA NA NA NA NA

B. Kondisi Eksisting Permukiman Perdesaan

  Permukiman perdesaan diarahkan di desa-desa yang tidak termasuk ke dalam kawasan ibukota kecamatan. Pengembangan infrastruktur dasar permukiman di perdesaan di arahkan pada desa tertinggal, desa terpencil, desa di kawasan rawan bencana serta di desa perbatasan. Penataan kawasan permukiman perdesaan dilakukan dengan prinsip konservasi dan pengelolaan bencana. Sumber energi bagi perdesaan diarahkan pada pengembangan Desa Mandiri Energi terutama untuk perdesaan yang tidak memiki sumber energi, hal ini dilakukan dengan pemberdayaan masyarakat desa. Di wilayah perdesaan direncanakan untuk dapat membangun sarana olah raga dan pusat/ gugus kegiatan belajar.

  Pengembangan infrastruktur dasar pedesaan ini adalah untuk mendorong desa tertinggal untuk lebih maju dan menghubungkannya dengan desa pusat pertumbuhan yang ada di sekitarnya. Pengembangan infrastruktur perdesaan dilakukan antara lain melalui pengembangan jalan poros penghubung antar perdesaan yang menjadi sentra produksi, sanitasi dasar dan peningkatan kualitas permukiman. Peningkatan produktifitas dan konektifitas antar wilayah akan meningkatkan hubungan keterkaitan dalam pengembangan antar wilayah. Keterkaitan perkembangan antar wilayah diharapkan dapat mendorong wilayah untuk tumbuh bersama dalam skala yang lebih luas.

  Pemukiman perdesaan memiliki keterkaitan yang erat dengan lahan pertanian, harus mempertahankan areal pertanian yang berpengairan teknis. Pengembangan kawasan permukiman perdesaaan pada kawasan pertanian lahan basah diarahkan di wilayah penunjang dengan mengembangkan sistem permukiman pedesaan sebagai pusat produksi pertanian lahan basah, yaitu pada areal yang tidak/belum mempunyai prasarana irigasi teknis. Pengembangan permukiman perdesaan diarahkan sebagai berikut :  Memiliki kelengkapan prasarana, sarana dan utilitas pendukung.

   Menyediakan fasilitas pelayanan yang memadai sesuai kriteria yang ditentukan, termasuk ruang terbuka hijau, taman, lapangan olah raga dan TPU.

   Menyediakan lahan untuk TPU sebesar 2 % dari luas lahan pemukiman yang lokasi diperbolehkan di luar kawasan perumahan.  Menjamin ketersediaan sumber air bersih, listrik, telekomunikasi.  Mengantisipasi terjadinya banjir baik secara internal perumahan maupun dampak terhadap ekternal, diantaranya melalui penyediaan drainase yang memadai, pembuatan sumur resapan yang memadai, pembuatan tandon- tandon air hujan.

   Menerapkan sistem pengelolaan air limbah sesuai ketentuan yang ada, diantaranya tidak mengalirkan air limbah jenis black water ke saluran drainase. Sedangkan jenis limbah grey water dapat bersatu dengan drainase air hujan.

   Pengembangan secara horizontal.  Mengintensifkan lahan permukiman yang ada dan dihindari terbentuknya perkembangan yang menyebar dengan membentuk spot- spot kecil karena berdampak besarnya biaya pembangunan infstruktur.

  Kawasan permukiman perdesaan Kampung-Kampung yang tidak termasuk ke dalam wilayah permukiman di ibukota kecamatan seluas 1.485,240 Ha terdiri atas :

  

a. Kecamatan Bukit seluas 72,720 Ha, meliputi Kampung Blang Tampu,

  Uning Bersah, Delung Tue, Blang Panas, Mutiara Baru, Bukit Bersatu, Gunung Teritit, Karang Rejo, Rembele, Delung Tue, Kenawat Redelong, Waq Pondok Sayur, Blang Ara, Panji Mulia II, Pilar Jaya, Panji Mulia I, Isaq Busur, Sedie Jadi, Mupakat Jadi dan Meluem;

  

b. Kecamatan Bandar seluas 203,250 Ha, meliputi Kampung Muyang Kute

  Mangku, Sinar Jaya Paya Ringkel, Petukel Blang Jorong, Sidodadi, Jadi Sepakat, Keramat Jaya, Beranun Teleden, Paya Baning, Blang Pulo, Pakat Jeroh, Pondok Ujung, Selamat Rejo, Selisih Mara, Kela Nempan,

  Hakim Wih Ilang, Lewa Jadi, Tanjung Pura, Wonosari, Tansaran Bidin, Gunung Antara, Remang Ketike Jaya, Suku Wih Ilang, Batin Baru, Pondok Gajah, Gele Semayang, Makmur Sentosa dan Bukit Wih Ilang;

  

c. Kecamatan Pintu Rime Gayo seluas 182,140 Ha, meliputi kampung

  Negeri Antara, Alur Cincin, Pantan Sinaku, Bintang Berangun, Taman Firdaus, Uning Mas, Perdamaian, Ulu Naron, Pantan Lah, Pancar Jelobok, Alur Gading, Rime Raya, Singah Mulo, Simpang Lancang, Weh Porak, Bener Meriah, Musara-58, Musara Pakat, Rata Ara, Gemasih, Pulo Intan dan Blang Ara;

  

d. Kecamatan Gajah Putih seluas 59,780 Ha, meliputi Kampung Meriah

  Jaya, Pantan Lues, Timang Gajah, Umah Besi, Simpang Rahmat, Gayo Setie, Pante Karya dan Alam Jaya;

  

e. Kecamatan Timang Gajah seluas 348,460 Ha, meliputi Kampung

  Lampahan, Suka Damai, Timang Rasa, Sumber Jaya, Bukit Mulie, Cekal Baru, Gegur Sepakat, Simpang Layang, Tunyang, Kulem Para Kanis, Gunung Tunyang, Linung Bale, Datu Beru Tunyang, Pantan Kemuning, Blang Rongka, Setie, Bandar Lampahan, Karang Jadi, Kenine, Rembune, Damaran Baru, Fajar Harapan, Mude Benara, Kampung Baru 76, Pantan Pediangan dan Bumi Ayu;

  

f. Kecamatan Wih Pesam seluas 286,290 Ha, meliputi Kampung Pante

  Raya, Suka Jadi, Wih Pesam, Cinta Damai, Mekar Jadi Ayu, Wonosobo, Lut Kucak, Blang Paku, Burni Telong, Jamur Ujung, Suka Makmur Barat, Blang Menara, Blang Kucak, Simpang Antara, Suka Makmur Timur, Bener Ayu, Simpang Teritit, Suka Rame Atas, Suka Rame Bawah, Syura Jadi, Jamur Uluh, Gegerung, Merie Satu dan Bukit Pepanyi;

  

g. Kecamatan Bener Kelipah seluas 33,130 Ha, meliputi Kampung Nosar

  Tawar Jaya, Bener Kelipah Selatan, Nosar Baru, Gunung Musara, Kala Tenang, Jongok Meluem, Bintang Musara, Bandar Jaya, Bener Lukup II dan Suku Bener;

  

h. Kecamatan Permata seluas 270,970 Ha, meliputi Kampung Bener

  Pepanyi, Bintang Bener, Bintang Permata, Ceding Ayu, Bale Purnama, Darul Aman, Pantan Tengah Jaya, Penosan Jaya, Ramung Jaya, Jungke, Pemango, Jelobok, Temas Mumanang, Weh Tenang Toa, Ayu

  Ara, Uning Sejuk, Suku Sara Tangke, Timur Jaya, Tawar Bengi, Bakongan Baru, Buntul Peteri, Gelumpang Wih Tenang Uken, Seni Antara, Rikit Musara, Burni Pase, Bale Musara dan Kepies; dan

  Kecamatan Mesidah seluas 24,880 Ha, meliputi Kampung Cemparam Jaya, Jamur Atu, Pantan Kuli, Simpang Renggali, Cemparam Lama, Cemparam Pakat Jeroh, Gunung Sayang, Hakim Peteri Pintu, Simpur, Wer Tingkem, Perumpakan Benjadi, Amor, Buntul Gayo dan Peteri Pintu Wih Resap.

C. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Kawasan Permukiman

  Permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman pada tingkat nasional antara lain:

  Permasalahan pengembangan permukiman antara lain:

  1. Masih terbatasnya Sarana dan Prasarana dasar; 2. Belum berkembangnya Kawasan Perdesaan Potensial.

  Tantangan pengembangan permukiman diantaranya:

  1. Percepatan peningkatan pelayanan kepada masyarakat;

  2. Pencapaian target/sasaran pembangunan dalam Rencana Strategis Ditjen Cipta Karya sektor Pengembangan Permukiman;

  3. Pencapaian target MDG ’s 2015, termasuk didalamnya pencapaian Program-Program Pro Rakyat (Direktif Presiden);

  4. Perhatian pemerintah daerah terhadap pembangunan bidang Cipta Karya khususnya kegiatan Pengembangan Permukiman yang masih rendah;

  5. Memberikan pemahaman kepada pemerintah daerah bahwa pembangunan infrastruktur permukiman yang saat ini sudah menjadi tugas pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota;

  6. Penguatan Sinergi RP2KP/RTBL KSK dalam Penyusunan RPI2JM bidang Cipta Karya pada Kabupaten/Kota.

  Sebagaimana isu strategis, di Kabupaten Bener Meriah terdapat permasalahan dan tantangan pengembangan yang bersifat lokal dan spesifik. Penjabaran permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman yang bersifat lokal dijabarkan sebagai informasi awal dalam perencanaan. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman di Kabupaten Bener Meriah yang bersangkutan serta merumuskan alternatif pemecahan dan rekomendasi dari permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman yang ada di wilayah Kabupaten Bener Meriah seperti terlihat di Tabel 6.4 berikut.

Tabel 7.4. Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Pengembangan

  1. Sumber dana

  5 Aspek Lingkungan Permukiman: Permukiman yang sehat dan mempertimbangkan

  2.Partisipasi masyarakat Meningkatkan peran swasta dan masyarakat dalam penyediaan

perumahan

Kampanye dan subsidi

  1.Peran REI

  4 Aspek Peran serta Masyarakat/ Swasta :

  Sistem kredit yang berpihak

  2. Keterjangkauan Afordabilitas penyediaan perumahan RSH Swadaya masyarakat

  3 Aspek Pembiayaan :

  Permukiman Kabupaten Bener Meriah No. Permasalahan Pengembangan Permukiman Tantangan Pengembangan Alternatif Solusi

  2.Koordinasi antar lembaga Semakin kompleksnya permasalahan permukiman terutama di perkotaan seiring dengan perkem- bangan kota Simpang Tiga Redelong, Pondok Baru, Pante Raya, Simpang Balik, Timang Gajah, Reronga, Samar Kilang, Sosial, Bener Kelipah, Wih Tenang Uken dan Blang Rakal Lembaga khusus penangan perumahan permukiman di bawah dinas Cipta Karya

  1. Tidak ada lembaga khusus yang menangani permukiman

  2 Aspek Kelembagaan :

  2. Pengembangan permukiman perdesan Penyediaan Kasiba/Lisiba Pengembangan permukian

perdesaan

Penyediaan secara swadaya oleh swasta dan atau masyarakat Penyediaan permukiman perdesaan melalui penyediaan kawasan transmigrasi

  1. Ketersediaan lahan (Kawasan siap bangun/ Lingkungan siap bangun)

  1 Aspek Teknis :

  Perencanaan kawasan perumahan permukiman

  1.Lingkungan sehat mitigasi bencana yang memperhatikan daya dukung lingkungan 2..Mitigasi bencana dan mitigasi bencana

  

D. Pemetaan dan Evaluasi Program-Program yang telah dilaksanakan di

Kabupaten Bener Meriah

  Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari:

  1) Pengembangan kawasan permukiman baru dalam bentuk pembangunan Rusunawa serta; 2) Peningkatan kualitas permukiman kumuh dan RSH. Sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari:

  1) pengembangan kawasan permukiman perdesaan untuk kawasan potensial (Agrowisata), rawan bencana; 2) pengembangan kawasan pusat pertumbuhan dengan program PISEW

  (RISE); 3) desa tertinggal dengan program PPIP dan RIS PNPM.

  Selain kegiatan fisik di atas program/kegiatan pengembangan permukiman dapat berupa kegiatan non-fisik seperti penyusunan RP2KP dan RTBL KSK ataupun review bilamana diperlukan.

  a. Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan

   Infrastruktur kawasan permukiman kumuh;  Infrastruktur permukiman RSH;  Rusunawa beserta infrastruktur pendukungnya.

  b. Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan

   Infrastruktur kawasan permukiman perdesaan potensial (Agrowisata);  Infrastruktur kawasan permukiman rawan bencana;  Infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi dan sosial (PISEW);  Infrastruktur perdesaan PPIP;

   Infrastruktur perdesaan RIS PNPM. Adapun alur fungsi dan program pengembangan permukiman tergambar dalam Gambar 6.1 berikut ini :

  Sumber: Dit. Pengembangan Permukiman, 2012

Gambar 7.1 : Alur Program Pengembangan Permukiman

c. Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria)

  Dalam pengembangan permukiman terdapat kriteria yang menentukan, yang terdiri dari kriteria umum dan khusus, sebagai berikut :

1. Umum

   Ada rencana kegiatan rinci yang diuraikan secara jelas;  Indikator kinerja sesuai dengan yang ditetapkan dalam Renstra;  Kesiapan lahan (sudah tersedia);  Sudah tersedia DED;

   Tersedia Dokumen Perencanaan Berbasis Kawasan (RP2KP, RTBL KSK, Masterplan. Agropolitan & Minapolitan, dan KSK);

   Tersedia Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) dan dana daerah untuk pembiayaan komponen kegiatan sehingga sistem bisa berfungsi;  Ada unit pelaksana kegiatan;  Ada lembaga pengelola pasca konstruksi.

  2. Khusus

  Rusunawa  Kesediaan Pemda untuk penandatanganan MoA;  Dalam rangka penanganan Kawasan. Kumuh;  Kesanggupan Pemda menyediakan sambungan listrik, air minum, dan PSD lainnya;  Ada calon penghuni.

  3. RIS PNPM

   Sudah ada kesepakatan dengan Menkokesra.;  Desa di kecamatan yang tidak ditangani PNPM Inti lainnya;  Tingkat kemiskinan desa >25%;  Bupati menyanggupi mengikuti pedoman dan menyediakan;  BOP minimal 5% dari BLM.

  4. PPIP

   Hasil pembahasan dengan Komisi V - DPR RI;  Usulan bupati, terutama kabupaten tertinggal yang belum ditangani program Cipta Karya lainnya;  Kabupaten reguler/sebelumnya dengan kinerja baik;  Tingkat kemiskinan desa >25% PISEW;  Berbasis pengembangan wilayah;  Pembangunan infrastruktur dasar perdesaan yang mendukung (i) transportasi, (ii) produksi pertanian, (iii) pemasaran pertanian, (iv) air bersih dan sanitasi, (v) pendidikan, serta (vi) kesehatan;  Mendukung komoditas unggulan kawasan. Selain kriteria kesiapan seperti di atas terdapat beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam pengusulan kegiatan pengembangan permukiman seperti untuk penanganan kawasan kumuh di perkotaan. Mengacu pada UU No. 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman kumuh memiliki ciri (1) ketidakteraturan kepadatan bangunan yang tinggi, (2) ketidaklengkapan prasarana, sarana, dan utilitas umum, (3) penurunan kualitas rumah, perumahan, dan permukiman, serta prasarana, sarana dan utilitas umum, serta (4) pembangunan rumah, perumahan, dan permukiman yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah. Lebih lanjut kriteria tersebut diturunkan ke dalam kriteria yang selama ini diacu oleh Ditjen. Cipta Karya meliputi sebagai berikut :

  1. Vitalitas Non Ekonomi

  a. Kesesuaian pemanfaatan ruang kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota atau RDTK, dipandang perlu sebagai legalitas kawasan dalam ruang kota.

  b. Fisik bangunan perumahan permukiman dalam kawasan kumuh memiliki indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh dalam hal kelayakan suatu hunian berdasarkan intensitas bangunan yang terdapat didalamnya.

  c. Kondisi Kependudukan dalam kawasan permukiman kumuh yang dinilai, mempunyai indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh berdasarkan kerapatan dan kepadatan penduduk.

  2. Vitalitas Ekonomi Kawasan;

  a. Tingkat kepentingan kawasan dalam letak kedudukannya pada wilayah kota, apakah apakah kawasan itu strategis atau kurang strategis.

  b. Fungsi kawasan dalam peruntukan ruang kota, dimana keterkaitan dengan faktor ekonomi memberikan ketertarikan pada investor untuk dapat menangani kawasan kumuh yang ada. Kawasan yang termasuk dalam kelompok ini adalah pusat-pusat aktivitas bisnis dan perdagangan seperti pasar, terminal/stasiun, pertokoan, atau fungsi lainnya.

  c. Jarak jangkau kawasan terhadap tempat mata pencaharian penduduk kawasan permukiman kumuh.

  3. Status Kepemilikan Tanah;

  a. Status pemilikan lahan kawasan perumahan permukiman ; b. Status sertifikat tanah yang ada.

  4. Keadaan Prasarana dan Sarana: Kondisi Jalan, Drainase, Air bersih, dan Air limbah;

  5. Komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota;

  a. Keinginan pemerintah untuk penyelenggaraan penanganan kawasan kumuh dengan indikasi penyediaan dana dan mekanisme kelembagaan penanganannya.

  b. Ketersediaan perangkat dalam penanganan, seperti halnya rencana penanganan (grand scenario) kawasan, rencana induk (master plan) kawasan dan lainnya.

d. Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman

  Setelah melalui tahapan analisis kebutuhan untuk mengisi kesenjangan antara kondisi eksisting dengan kebutuhan maka disusun usulan program dan kegiatan. Namun usulan program dan kegiatan terbatasi oleh waktu dan kemampuan pendanaan Pemerintah Kabupaten Bener Meriah. Sehingga untuk jangka waktu perencanaan lima tahun dalam RPI2JM dibutuhkan suatu kriteria untuk menentukan prioritasi dari tahun pertama hingga kelima. Kriteria penentuan prioritas Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan permukiman :

  • Masuk dalam kawasan kumuh perkotaan yang tercantum dalam SK

  Bupati;

  • Tingkat kepadatan penduduk sedang;
  • Ketersediaan infrastruktur permukiman kurang;
  • Rawan bencana gunung api;

e. Usulan Pembiayaan Pengembangan Permukiman

  Untuk kondisi Kabupaten Bener Meriah pembiayaan pengembangan permukiman khususnya pengembangan infrastruktur perumahan permukiman, peran swadaya masyarakat masih sangat terbatas, disamping itu peran swasta ataupun dana CSR dari perusahaan swasta nasional belum pernah ada di Kabupaten Bener Meriah.

  • Entitas Kabupaten Bener Meriah Entitas Kabupaten Bener Meriah yang melibatkan pemangku kepentingan antara lain: Dinas Bina Marga dan Cipta Karya Kab. Bener Meriah, Bappeda Kabupaten Bener Meriah, Badan Lingkungan Hidup, Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Bener Meriah, Badan Pemberdayaan Masyarakat, PDAM Tirta Bengi, Pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya entitas

  Kabupaten Bener Meriah merupakan infrastruktur yang memiliki tingkat

  pelayanan skala kabupaten, sebagai berikut :

  a. Program software/non fisik antara lain berupa: i. Rencana Induk Sistem Pengembangan Air Minum (RISPAM), sektor

  Pengembangan Air Minum; ii. Rencana Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Permukiman (RP2KP), sektor Pengembangan Permukiman; iii. Perda Bangunan Gedung dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan di Kawasan Strategis Kabupaten/Kota (RTBL KSK), sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan; iv. Strategi Sanitasi Kota (SSK), Master Plan Drainase Perkotaan,

  Master Plan Persampahan, Master Plan Pengolahan Air Limbah program dari Direktorat Pengembangan PLP Ditjen Cipta Karya, b. Program pembangunan fisik antara lain berupa: i. Penyehatan PDAM, sektor Pengembangan Air Minum; ii. Sistem Pengembangan Air Minum (SPAM) Kabupaten Bener

  Meriah, sektor Pengembangan Air Minum; iii. Infrastruktur Air Limbah Terpusat, sektor Pengembangan PLP; iv. Infrastruktur Drainase Perkotaan, sektor Pengembangan PLP; v. Infrastruktur TPA Sampah, sektor Pengembangan PLP.

   Perda BG Kawasan Sektor AM

Tabel 7.5. Desain Program Keterpaduan Pembangunan Bidang Cipta

  Karya Berdasarkan Entitas ENTITAS BENTUK DUKUNGAN/KEGIATAN SOFTWARE/NON FISIK PEMBANGUNAN FISIK (1) (2) (3) Regional

  Masterplan

   Feasibility Study Sektor AM

   SPAM Regional Sektor PPLP

   TPA Regional Kabupaten/ Kota

  Sektor AM  RISPAM Sektor PPLP

   Infrastruktur Air Limbah terpusat

   Infrastruktur Drainase Perkotaan  Infrastruktur TPA Sampah Sektor Bangkim  RP2KP/ RTBL KSK Sektor AM

   Penyehatan PDAM

   SPAM Kab/Kota Sektor PLP  SSK

  • RIS Drainase Sektor PBL

   SPAM MBR (di, Kws Kumuh dan Kws Nelayan)  SPAM IKK  SPAM di Pel.

  Perikanan Sektor PPLP  Infrastruktur Air Limbah Komunal  Infrastruktur  TPST/3R Sektor Bangkim  Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh  PSD Kws Rawan Bencana, Kws Perbatasan, , & Kws Perdesaan Potensial (agro/minapolita n & KTM) Sektor PBL

   Revitalisasi Kawasan, Pengembangan RTH dan PSD permukiman tradisional/ bersejarah  RTBL

   Desain Kawasan DED Draianse Lingkungan

   Rencana Kerja Masyarakat/ Community Sektor AM

   SPAM Desa Sektor Bangkim  PPIP Action Plan Rawan Air/Pesisir/ Terpencil  PAMSIMAS Sektor PPLP

   Sanimas SLBM Sektor PBL

   PNPM Perkotaan (P2KP)  Perbaikan Kampung/Penat aan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLP-BK)

  7.1.2 Sasaran Program

  7.1.3 Usulan Kebutuhan Program

7.2. Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan

  Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya. Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada Undang- undang dan peraturan antara lain:

  

1) UU Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

  UU Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman memberikan amanat bahwa penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu. Pada UU No. 1 tahun 2011 juga diamanatkan pembangunan kaveling tanah yang telah dipersiapkan harus sesuai dengan persyaratan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan yang tercantum pada rencana rinci tata ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).

  2) UU Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

  UU No. 28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harus diselenggarakan secara tertib hukum dan diwujudkan sesuai dengan fungsinya, serta dipenuhinya persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung. Persyaratan administratif yang harus dipenuhi adalah :

  a. Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah; b. Status kepemilikan bangunan gedung; dan c. Izin mendirikan bangunan gedung. Persyaratan teknis bangunan gedung melingkupi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan. Persyaratan tata bangunan ditentukan pada RTBL yang ditetapkan oleh Pemda, mencakup peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung, dan pengendalian dampak lingkungan. Sedangkan, persyaratan keandalan bangunan gedung mencakup keselamatan, kesehatan, keamanan, dan kemudahan. UU No. 28 tahun 2002 juga mengamatkan bahwa dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang meliputi kegiatan pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran, juga diperlukan peran masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah.

  

3) PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 28 Tahun 2002

tentang Bangunan Gedung

  Secara lebih rinci UU No. 28 tahun 2002 dijelaskan dalam PP No. 36 Tahun 2005 tentang peraturan pelaksana dari UU No. 28/2002. PP ini membahas ketentuan fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, peran masyarakat, dan pembinaan dalam penyelenggaraan bangunan gedung. Dalam peraturan ini ditekankan pentingnya bagi pemerintah daerah untuk menyusun Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai acuan rancang bangun serta alat pengendalian pengembangan bangunan gedung dan lingkungan.

  

4) Permen PU Nomor 06/ PRT/ M/ 2007 tentang Pedoman Umum Rencana

Tata Bangunan dan Lingkungan

  Sebagai panduan bagi semua pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan dokumen RTBL, maka telah ditetapkan Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Dalam peraturan tersebut, dijelaskan bahwa RTBL disusun pada skala kawasan baik di perkotaan maupun perdesaan yang meliputi kawasan baru berkembang cepat, kawasan terbangun, kawasan dilestarikan, kawasan rawan bencana, serta kawasan gabungan dari jenis-jenis kawasan tersebut. Dokumen RTBL yang disusun kemudian ditetapkan melalui peraturan walikota/bupati.

  

5) Permen PU Nomor 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal

bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang

  Permen PU Nomor 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mengamanatkan jenis dan mutu pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Pada Permen tersebut dilampirkan indikator pencapaian SPM pada setiap Direktorat Jenderal di lingkungan Kementerian PU beserta sektor-sektornya.

  Lingkup Tugas dan Fungsi Direktorat PBL

  Sebagaimana dinyatakan pada Permen PU No.8 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian PU, pada Pasal 608 dinyatakan bahwa Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang perumusan dan pelaksanakan kebijakan, penyusunan produk pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang penataan bangunan dan lingkungan termasuk pembinaan pengelolaan gedung dan rumah negara.

  Kemudian selanjutnya pada Pasal 609 disebutkan bahwa Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan menyelenggarakan fungsi:

  a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan termasuk gedung dan rumah negara; b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik, fasilitasi serta pembinaan pengelolaan bangunan gedung dan rumah negara termasuk fasilitasi bangunan gedung istana kepresidenan;

  c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan dan pengembangan keswadayaan masyarakat dalam penataan lingkungan;

  d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi revitalisasi kawasan dan bangunan bersejarah/tradisional, ruang terbuka hijau, serta penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;

  e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan; dan f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.

  Lingkup tugas dan fungsi tersebut dilaksanakan sesuai dengan kegiatan pada sektor PBL, yaitu kegiatan penataan lingkungan permukiman, kegiatan penyelenggaraan bangunan gedung dan rumah negara dan kegiatan pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan kemiskinan seperti ditunjukkan pada Gambar 6-3.

  Sumber : Dit. PBL, DJCK, 2012 Gambar 7.2 : Lingkup Tugas PBL.

  Lingkup kegiatan untuk dapat mewujudkan lingkungan binaan yang baik sehingga terjadi peningkatan kualitas permukiman dan lingkungan meliputi: a. Kegiatan penataan lingkungan permukiman

   Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL);  Bantuan Teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH);  Pembangunan Prasarana dan Sarana peningkatan lingkungan pemukiman kumuh dan nelayan;  Pembangunan prasarana dan sarana penataan lingkungan pemukiman tradisional.

  b. Kegiatan pembinaan teknis bangunan dan gedung  Diseminasi peraturan dan perundangan tentang penataan bangunan dan lingkungan;  Peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan dan gedung;  Pengembangan sistem informasi bangunan gedung dan arsitektur;  Pelatihan teknis. c. Kegiatan pemberdayaan masyarakat di perkotaan.

   Bantuan teknis penanggulangan kemiskinan di perkotaan;  Paket dan Replikasi.

7.2.1 Kondisi Eksisting PBL

A. Isu Strategis

  Untuk merumuskan isu strategis bidang PBL, maka dapat dilihat dari Agenda Nasional dan Agenda Internasional yang mempengaruhi sektor PBL. Untuk Agenda Nasional, salah satunya adalah Program PNPM Mandiri, yaitu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, sebagai wujud kerangka kebijakan yang menjadi dasar acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. Agenda nasional lainnya adalah pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, khususnya untuk sektor PBL y a n g mengamanatkan terlayaninya masyarakat dalam pengurusan IMB di kabupaten/kota dan tersedianya pedoman Harga Standar Bangunan Gedung Negara (HSBGN) di kabupaten/kota.

  Agenda internasional yang terkait diantaranya adalah pencapaian MDG ’s 2015, khususnya tujuan 7 yaitu memastikan kelestarian lingkungan hidup. Target MDGs yang terkait bidang Cipta Karya adalah target 7C, yaitu menurunkan hingga separuhnya proporsi penduduk tanpa akses terhadap air minum layak dan sanitasi layak pada 2015, serta target 7D, yaitu mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh pada tahun 2020.

  Agenda internasional lainnya adalah isu Pemanasan Global (Global

  

Warming). Pemanasan global yang disebabkan bertambahnya karbondioksida

  (CO2) sebagai akibat konsumsi energi yang berlebihan mengakibatkan naiknya suhu permukaan global hingga 6.4 °C antara tahun 1990 dan 2100, serta meningkatnnya tinggi muka laut di seluruh dunia hingga mencapai 10-25 cm selama abad ke-20. Kondisi ini memberikan dampak bagi kawasan-kawasan yang berada di pesisir pantai, yaitu munculnya bencana alam seperti banjir, kebakaran serta dampak sosial lainnya.

  Agenda Habitat juga merupakan salah satu Agenda Internasional yang juga mempengaruhi isu strategis sektor PBL. Konferensi Habitat I yang telah diselenggarakan di Vancouver, Canada, pada 31 Mei-11 Juni 1976, sebagai dasar terbentuknya UN Habitat pada tahun 1978, yaitu sebagai lembaga PBB yang mengurusi permasalahan perumahan dan permukiman serta pembangunan perkotaan. Konferensi Habitat II yang dilaksanakan di lstambul, Turki, pada 3 - 14 Juni 1996 dengan dua tema pokok, yaitu "Adequate Shelter for All" dan

  

"Sustainable Human Settlements Development in an Urbanizing World", sebagai

  kerangka dalam penyediaan perumahan dan permukiman yang layak bagi masyarakat.

  Dari agenda-agenda tersebut maka isu strategis tingkat nasional untuk bidang PBL dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :

  1) Penataan Lingkungan Permukiman

  a. Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL;

  b. PBL mengatasi tingginya frekuensi kejadian kebakaran di perkotaan; c. Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau (RTH) di perkotaan; d. Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisional dan bangunan bersejarah berpotensi wisata untuk menunjang tumbuh kembangnya ekonomi lokal.

  e. Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan Minimal;

  f. Pelibatan pemerintah daerah dan swasta serta masyarakat dalam penataan bangunan dan lingkungan.

  2) Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

a. Tertib pembangunan dan keandalan bangunan gedung

  (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);

  b. Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung dengan perda bangunan gedung di kab/kota; c. Tantangan untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, tertib, andal dan mengacu pada isu lingkungan/ berkelanjutan; d. Tertib dalam penyelenggaraan dan pengelolaan aset gedung dan rumah negara; e. Peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan gedung dan rumah Negara.

3) Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan

  a. Jumlah masyarakat miskin pada Tahun 2012 sebesar 29,13 juta orang atau sekitar 11,96% dari total penduduk Indonesia; b. Realisasi DDUB tidak sesuai dengan komitmen awal termasuk sharing in-cash sesuai MoU PAKET; c. Keberlanjutan dan sinergi program bersama pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan.

  Isu strategis PBL ini terkait dengan dokumen-dokumen seperti RTR, skenario pembangunan daerah, RTBL yang disusun berdasar skala prioritas dan manfaat dari rencana tindak yang meliputi a) Revitalisasi b) RTH, c) Bangunan Tradisional/bersejarah dan d) penanggulangan kebakaran, bagi pencapaian terwujudnya pembangunan lingkungan permukiman yang layak huni, berjati diri, produktif dan berkelanjutan.

Tabel 7.6. Isu Strategis Sektor PBL di Kabupaten Bener Meriah

  Isu Strategis sektor No. Kegiatan Sektor PBL PBL di Kab. Bener Meriah (1) (2) (3)

  Penataan lingkungan permukiman perkotaan