6.1 Pengembangan Permukiman - DOCRPIJM 15013497937. B 6 Aspek Persektor Mukomuko

VI-1

LAPORAN AKHIR

RPJMN 2015 - 2019 Bidang Cipta Karya mempunyai Tageline 100 0 100, yaitu target
pencapaian 100% akses pelayanan air minum, 0% permukiman kumuh dan 100% akses
sanitasi yang layak pada tahun 2019. Dalam rangka pencapaian target tersebut, sudah
barang tentu design program diorientasikan pada tageline tersebut. Dalam persfektif
Otonomi Daerah, design program sepenuhnya menjadi tanggung jawab daerah. Karena itu,
perlu diselaraskan antara kebijakan pemerintah pusat dengan design program yang
dikembangkan oleh masing-masing kabupaten/kota. Dalam konteks menselaraskan anara
kebijakan pemerintah pusat dengan design program daerah itulah, dokumen RPI2-JM ini
disusun.
6.1

Pengembangan Permukiman

Kawasan permukiman adalah kawasan yang secara teknis dapat digunakan untuk permukiman yang
aman dari bahaya bencana alam, sehat dan mempunyai akses untuk kesempatan berusaha, yang apabila
digunakan dapat memberikan manfaat antara lain :
 Meningkatkan ketersediaan permukiman dan mendayagunakan fasilitas yang ada disekitarnya dan

meningkatkan perkembangan kegiatan sektor dan ekonomi yang ada disekitarnya.
 Tidak menganggu fungsi lindung dan tidak menganggu upaya pelestarian sumberdaya alam.
 Meningkatkan pendapatan masyarakat, pemerintah daerah dan pendapatan nasional
 Menyediakan kesempatan kerja dan mendorong perkembangan masyarakat.
Untuk mewujudkan pengembangan permukiman yang sesuai dengan kriteria tersebut,
terdapat ketentuan yang harus dijadikan rujukan dalam pengembangan perumahan dan
permukiman yang akan dijelaskan berikut ini.
6.1.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
6.1.1.1 Arahan Kebijakan
Kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan permukiman dibedakan atas 3
(tiga) aspek yaitu; kelembagaan, pemenuhan kebutuhan perumahan, dan pencapaian
kualitas permukiman. Sedangkan strategi pelaksanaan kebijakan dalam penyelenggaraan
perumahan dan permukiman adalah:
1.

Kebijakan dan strategi (1)
Kebijakan (1) : Melembagakan sistem penyelenggaraan perumahan dan permukiman
dengan pelibatan masyarakat sebagai pelaku utama.
Strategi (1) :


Pengembangan peraturan perundang-undangan dan pemantapan
kelembagaan dibidang perumahan dan permukiman serta fasilitasi

Penyusunan Dokumen
Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah
(RPI2-JM)

LAPORAN AKHIR

VI-2
pelaksanaan penataan ruang kawasan permukiman yang transparan
dan partisipatif, melalui strategi operasional sebagai berikut :
1). Penyusunan, pengembangan dan sosialisasi berbagai produk
peraturan perundang-undangan dalam penyelenggaraan perumahan dan permukiman, yang meliputi :
 Undang-undang dan peraturan pemerintah, serta
 Pedoman, standar dan petunjuk teknis di bidang perumahan
dan permukiman, serta bangunan gedung dan lingkungan.
2). Pemantapan kelembagaan perumahan dan permukiman yang
handal dan responsif di lingkungan kelembagaan meliputi :
 Pemerintah (Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota),

 Badan Usaha (BUMN, BUMD, Swasta),
 Masyarakat (orang dan kelompok atau perkumpulan).

2.

Kebijakan dan strategi (2)
Kebijakan (2) : Mewujudkan pemenuhan kebutuhan perumahan (papan) bagi seluruh
lapisan masyarakat, sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia.
Strategi (2) : Pemenuhan kebutuhan rumah yang layak dan terjangkau dengan
menitikberatkan kepada masyarakat miskin dan berpendapatan
rendah, melalui strategi operasional sebagai berikut :
1). Pengembangan sistem pembiayaan dan pemberdayaan pasar
perumahan (pasar primer dan pasar sekunder), yang meliputi :
 Peningkatan kualitas pasar primer, seperti melalui penyederhanaan perijinan pembangunan perumahan, sertifikasi hak
atas tanah, standarisasi penilaian kredit, dokumentasi kredit,
dan pengkajian ulang peraturan perundang-undangan terkait,
seperti tentang hak tanggungan dan pertanahan.
 Pelembagaan pasar sekunder, seperti melalui upaya-upaya
pelembagaan SMF (Secondary Mortgage Facilities), biro
kedit, asuransi kredit, kustodian, lembaga pelayanan

dokumentasi kredit; dan pemantapan lembaga sita jaminan.
2). Pengembangan pembangunan perumahan yang bertumpu kepada
keswadayaan masyarakat, yang meliputi :
 Pelembagaan pembangunan perumahan yang bertumpu pada
kelompok masyarakat (P2BPK).
 Pengembangan dan pendayagunaan potensi keswadayaan
masyarakat.
 Pemberdayaan para pelaku kunci perumahan swadaya.
 Pengembangan akses pembiayaan perumahan swadaya.

Penyusunan Dokumen
Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah
(RPI2-JM)

LAPORAN AKHIR

VI-3
3). Pengembangan berbagai jenis dan mekanisme subsidi perumahan,
yang meliputi :
 Pengembangan pengaturan subsidi perumahan.

 Pengembangan subsidi pembiayaan perumahan.
 Pengembangan subsidi prasarana dan sarana dasar
perumahan.
4). Pemberdayaan usaha ekonomi masyarakat miskin, yang meliputi :
 Pemberdayaan masyarakat untuk mengembangkan kemampuan usaha dan hidup produktif.
 Penyediaan kemudahan akses kepada sumber daya.
 Penyediaan prasarana dan sarana usaha bagi keluarga miskin.
 Pelatihan yang berkaitan dengan teknologi tepat guna dan
pengembangan kewirausahaan, serta keterampilan pendukung
lainnya.
5). Pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman akibat
dampak bencana alam dan kerusuhan sosial, yang meliputi :
 Penanganan tanggap darurat.
 Rekonstruksi dan rehabilitasi bangunan, prasarana dan sarana
dasar perumahan dan permukiman.
 Pemukiman kembali pengungsi.
6). Pengelolaan bangunan gedung dan rumah negara, yang meliputi :
 Pembinaan teknis penyelenggaraan bangunan gedung dan
rumah negara.
 Pengelolaan asset bangunan gedung dan rumah negara.


3.

Kebijakan dan strategi (3)
Kebijakan (3) : Mewujudkan permukiman yang sehat, aman, harmonis dan
berkelanjutan guna mendukung pengembangan jatidiri, kemandirian,
dan produktivitasmasyarakat.
Strategi (3) : Perwujudan kondisi lingkungan permukiman yang sehat, aman,
harmonis dan berkelanjutan, melalui strategi operasional yaitu :
1). Peningkatan kualitas lingkungan permukiman, dengan prioritas
kawasan permukiman kumuh di perkotaan dan daerah
pesisir/nelayan, yang meliputi :
 Penataan dan rehabilitasi kawasan permukiman kumuh.
 Perbaikan prasarana dan sarana dasar permukiman.
 Pengembangan rumah sewa, termasuk rumah susun
sederhana sewa (rusunawa) di perkotaan.
2). Pengembangan penyediaan prasarana dan sarana dasar
permukiman, yang meliputi:

Penyusunan Dokumen

Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah
(RPI2-JM)

VI-4

LAPORAN AKHIR


Pengembangan kawasan siap bangun (Kasiba) dan
lingkungan siap bangun (Lisiba).
 Pengembangan lingkungan siap bangun yang berdiri sendiri.
3). Penerapan tata lingkungan permukiman, yang meliputi :
 Pelembagaan rencana pembangunan dan pengembangan
perumahan dan permukiman di daerah,
 Pelestarian bangunan yang dilindungi dan lingkungan
permukiman tradisional,
 Revitalisasi lingkungan permukiman strategis,
 Pengembangan penataan lingkungan permukiman dan
pemantapan standar pelayanan minimal lingkungan
permukiman

Dalam perfektif penyelenggaraan permukiman perkotaan, pemerintah secara nasional
merumuskan suatu kebijakan seperti yang diperlihatkan pada Tabel 6.1.
Tabel 6.1
Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Perkotaan (KSNP – Kota)
Kebijakan

Pemantapan peran dan
fungsi kota dalam
pembangunan nasional

Strategi
1)
2)
3)
4)

Penyiapan prasarana dan sarana perkotaan nasional.
Kota sebagai simpul pelayanan dalam wilayah.
Pengembangan kota-kota berfungsi nasional/internasional.
Pengembangan kota-kota khusus – berkembang cepat dan kawasan

tertinggal.
5) Panduan bagi daerah untuk pembangunan perkotaan yang
berkelanjutan.

Pengembangan
permukiman yang layak
huni sejahtera, berbudaya,
dan berkeadilan sosial

1) Prasarana dan sarana serta pelayanan dasar yang memadai dan
berkeadilan.
2) Perumahan dan permukiman yang layak huni dan terjangkau.
3) Pengembangan pendanaan dan penyediaan tanah bagi pembangunan
permukiman secara partisipatif.
4) Pengembangan ekonomi yang berdaya saing global.
5) Penciptaan iklim kehidupan sosial budaya yang saling menghargai,
mendukung, serta mengapresiasi budaya dan warisannya.

Peningkatan kapasitas
manajemen pembangunan

perkotaan

1) Peningkatan kapasitas SDM & kelembagaan pusat/daerah dalam
pengelolaan pembangunan perkotaan.
2) Peningkatan kapasitas pembiayaan pemerintah daerah.
3) Peningkatan pola dan mekanisme pelibatan stakeholders dalam
pembangunan perkotaan. Sistem informasi perkotaan secara nasional
dan daerah.

Penyusunan Dokumen
Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah
(RPI2-JM)

LAPORAN AKHIR

VI-5

Selain dari kebijakan pengembangan permukiman perkotaan tersebut, terdapat berbagai
persoalan perkotaan yang juga perlu mendapat perhatian, yaitu : Persoalan Kawasan
Permukiman Kumuh yang juga menjadi agenda RPJMN 2015 – 2019 yang mentargetkan

0% kawasan kumuh pada tahun 2019. Dalam upaya mengatasi persoalan kumuh tersebut,
Executive Director UN-Habitat, Dr. Joan Cloas yang disampaikan pada Forum Perkotaan
Dunia (World Urban Forum/WUF) ke-7 di Medellin, di Colombia, yang diselenggarakan
pada 5-11 April 2014, yang mengangkat tema Urban Equity in Development, Cities for
Life, mengingatkan bahwa pembangunan kota harus bersifat inklusif, dengan memberikan
kesempatan dan pelayanan yang sama pada setiap warga kota. Dengan demikian,
diharapkan disparitas masyarakat perkotaan dapat berkurang, antara lain disparitas
kesempatan, pendapatan, konsumsi, informasi dan teknologi, serta infrastruktur. Senada
dengan hal itu, Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon, dalam sambutannya menyampaikan
bahwa pembangunan perkotaan perlu memperhatikan pembangunan berkelanjutan,
pertumbuhan ekonomi yang inklusif, serta penanganan lingkungan yang baik.
Forum Perkotaan Dunia (World Urban Forum/WUF) ke-7 tersebut tidak menghasilkan
dokumen yang mengikat, namun terdapat Key Messages sebagai komitmen pembangunan
perkotaan dunia, yang dikenal dengan Deklarasi Medellin sebagai berikut:
Pertama : prinsip kesetaraan (equity) harus terintegrasi ke dalam agenda
pambangunan, dan pembangunan perkotaan harus dipastikan berjalan secara
inklusif, aman, sejahtera, dan harmonis untuk semua pihak,
Kedua
: mendorong agenda pembangunan perkotaan baru (new urban agenda) yang
dapat mengatasi berbagai permasalahan di wilayah perkotaan.
Ketiga
: mendorong pengembangan kebijakan nasional pembangunan perkotaan
melalui prinsip dasar kesetaraan, keadilan, dan hak asasi manusia,
Keempat : mendorong kesetaraan sosial, antara lain melalui pemberdayaan semua
lapisan masyarakat, termasuk perempuan, pemuda, dan masyarakat adat,
Kelima
: mendorong keterlibatan Pemerintah Daerah dan masyarakat, serta
koordinasi antar berbagai pemangku kepentingan.
Keenam : mempromosikan pembangunan perkotaan berkelanjutan yang mendukung
partisipasi pemuda, kesetaraan gender, pengembangan wilayah, ketahanan
(resilience) terhadap perubahan iklim dan bencana alam, penanganan
kawasan kumuh, penyediaan perumahan yang terjangkau beserta pelayanan
dasarnya, akses terhadap transportasi umum yang aman dan terjangkau,
serta akses terhadap RTH, dan
Ketujuh : mendorong partisipasi dan kerjasama aktif antara pemerintah dengan
swasta, masyarakat madani, serta pemangku kepentingan lainnya dalam
upaya meningkatkan pembangunan ekonomi.

Penyusunan Dokumen
Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah
(RPI2-JM)

LAPORAN AKHIR

VI-6

Selaras dengan kebijakan dan strategi nasional pengembangan perkotaan tersebut di atas,
pengembangan program permukiman, baik di kawasan perkotaan maupun diperdesaan
ditujukan untuk :
a. Memenuhi kebutuhan dasar manusia sebagai tempat hunian dalam rangka peningkatan
dan pemerataan kesejahteraan masyarakat.
b. memberi arah pada pertumbuhan wilayah dan persebaran penduduk yang proporsional
c. menunjang pembangunan dibidang ekonomi, sosial, budaya dan bidang-bidang
lainnya.
d. menciptakan kawasan permukiman yang tersusun atas satuan-satuan lingkungan
permukiman;
e. mengintegrasikan secara terpadu dan meningkatkan kualitas lingkungan perumahan
yang telah ada di dalam atau di sekitarnya.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, strategi program pengembangan kawasan
permukiman, diarahkan dalam rangka mewujudkan tujuan sebagai berikut:
1. Pengembangan dan implementasi produk pengaturan tentang pengembangan
permukiman perkotaan.
2. Pemantapan dan peningkatan pemahaman dan kemampuan aparat pemerintah daerah
dalam pelaksanaan pengembangan permukiman perkotaan (pembangunan baru dan
peningkatan kualitas permukiman kumuh)
3. Pengembangan kawasan permukiman perkotaan (permukiman baru dan esksiting)
yang berwawasan lingkungan dan mengutamakan keberpihakan bagi masyarakat yang
berpenghasilan rendah dalam mendapatkan pelayanan infrastruktur
4. Pengembangan kawasan permukiman perdesaan yang dapat meningkatkan
kesejahteraan kehidupan social dan ekonomi masyarakat perdesaan.
6.1.1.2 Lingkup Kegiatan
Sesuai dengan arah kebijakan, lingkup kegiatan pengembangan perumahan dan
permukiman adalah :
A. Pengembangan Permukiman Kawasan Perkotaan:
1) Penyediaan prasarana dan sarana dasar (PSD) kawasan permukiman baru yang
memberikan pelayanan kepada masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dengan
kriteria sebagai berikut :
 Penanganan sesuai dengan RTRW dan Renstra Pemerintah Daerah
 Diprioritaskan pada kawasan skala besar dan yang dapat segera mendorong
perkembangan wilayah.
 Diutamakan bagi kawasan yang terdiri atas satu atau lebih lingkungan
perumahan yang diperuntukan bagi masyarakat berpenghasilan rendah,
khususnya PNS/TNI/Polri.

Penyusunan Dokumen
Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah
(RPI2-JM)

LAPORAN AKHIR

VI-7

 Bentuk bantuan berupa jalan akses dan jalan poros yang lebih bertujuan untuk
membuka/mempermudah akses.
2) Peningkatan Kualitas Kawasan Permukiman Kumuh
Permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi dan kulitas
bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Berdasarkan
terminologi tersebut, permukiman kumuh dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a) Permukiman kumuh ringan dan sedang di perkotaan, dengan kriteria sebagai
berikut :
 Penanganan dilakukan pada kawasan dan atau lingkungan permukiman
kumuh yang kondisi fisiknya masih dapat diatasi dengan peningkatan
kualitas setempat
 Dilakukan dengan perbaikan dan atau pemenuhan prasarana dan sarana
sesuai standar pelayanan minimal
 Dilakukan pada lokasi-lokasi yang bukan squatter settlement
b) Permukiman kumuh berat (slums area dan squatters settlement) ditangani
dengan pembangunan RUSUNAWA, yang kriterianya adalah :
 Dikembangkan sebagai salah satu upaya penataan kembali kawasan
permukiman kumuh perkotaan.
 Dibangun, terutama dikota-kota metropolitan dan kota besar yang sarat
permasalahan (lahan terbatas, kepadatan tinggi, menyalahi peruntukan
lahan.
 Menyediakan permukiman layak bagi masyarakat ex penghuni kawasan
kumuh.
B. Pengembangan Permukiman Kawasan Perdesaan :
1) Pengembangan Kawasan Perdesaan Potensial :
a) Pengembangan kawasan perdesaan potensial termasuk perdesaan skala
kawasan (KTP2D/Desa Pusat Pertumbuhan) dan agropolitan/minapolitan.
Kawasan Agropolitan/Minapolitan adalah kawasan yang terdiri dari satu atau
lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi
pertanian dan pengelolaan sumberdaya alam tertentu yang ditunjukkan oleh
adanya keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agribisnis. Kawasan
tersebut mempunyai kriteria sebagai berikut:
 Kawasan-kawasan di perdesaan yang potensial berkembang dan
mempunyai nilai lebih dari kawasan lainnya
 Mempunyai Desa Pusat dan Desa Hinterland/sekitar yang berkaitan erat,
terutama di bidang ekonomi (Desa Pusat sebagai pengumpul atau pusat
pelayanan, Desa Hinterland/sekitar sebagai pemasok)
 Dapat berupa kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan (atau bagian
dari kawasan) agropolitan/minapolitan
Penyusunan Dokumen
Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah
(RPI2-JM)

LAPORAN AKHIR

VI-8

 Kondisi fisik lingkungan yang tidak rawan bencana, dan cukup strategis
untuk dikembangkan
 Kondisi sosial dan budaya masyarakat yang kondusif
 Sesuai dengan RTRW dan Renstra Kabupaten
b) Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PNPM PISEW/RISE)
yang bertujuan mempercepat pembangunan sosial ekonomi masyarakat yang
berbasis sumberdaya lokal, mengurangi kesenjangan antar wilayah,
pengentasan kemiskinan daerah perdesaan, memperbaiki pengelolaan
pemerintahan (local governance) dan penguatan institusi di perdesaan,
dengan kriteria sebagai berikut:
 Meningkatkan pelayanan dasar dalam bidang infrastruktur sosial dan
ekonomi di wilayah perdesaan.
 Meningkatkan kapasitas aparat pemerintah daerah dan masyarakat dalam
melaksanakan pengembangan sosial ekonomi di wilayahnya.
c) Pengembangan kawasan eks transmigrasi atau Kota Terpadu Mandiri (KTM),
dengan kriteria sebagai berikut :
 Sasaran lokasi adalah kawasan perumahan dan permukiman yang berada
di Kota Terpadu Mandiri (KTM) yang telah ditetapkan oleh
Depnakertrans dan telah memiliki Master Plan;
 Bantuan teknis penyusunan identifikasi lokasi, DED, RPJM, dan
stimulan fisik pembangunan PSD permukiman;
 Pendekatan Community Based Development : melibatkan masyarakat
mulai tahap persiapan sampai dengan tahap pengelolaan (Participatory
Planning);
 Koordinasi dan sinkronisasi program: melibatkan instansi terkait, pusat
dan daerah.
2) Peningkatan Kualitas Kawasan Perdesaan Tertinggal
a). Pengembangan Infrastruktur Perdesaan (PNPM-PPIP), dengan kriteria
penanganan sebagai berikut:
 Tersedianya infrastruktur perdesaan yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat, berkualitas, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan;
 Meningkatnya kemampuan masyarakat perdesaan dalam penyelenggaraan
infrastruktur perdesaan;
 Meningkatnya lapangan kerja bagi masyarakat perdesaan;
 Meningkatnya kemampuan aparatur pemerintah daerah dalam memfasilitasi masyarakat untuk melaksanakan pembangunan di perdesaan;
 Mendorong terlaksananya penyelenggaraan pembangunan prasrana
perdesaan yang partisipatif, transparan, akuntabel, dan berkelanjutan.
b). Penyediaan prasarana dan sarana di pulau kecil dan daerah terpencil, dengan
kriteria sebagai berikut :
Penyusunan Dokumen
Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah
(RPI2-JM)

VI-9

LAPORAN AKHIR

 Kawasan yang secara fisik terisolasi, kesulitan dalam akses menuju
kawasan lainnya
 Sebagian besar penduduknya tertinggal dalam hal sosial, budaya dan
ekonomi
 Kondisi pelayanan pada masyarakat masih sangat terbatas, belum banyak
tersentuh program pembangunan
3) Pengembangan Kws. Strategis (Perbatasan), dengan tujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat setempat dengan menggali potensi ekonomi, sosial dan
budaya serta keuntungan lokasi geografis yang sangat strategis untuk
berhubungan dengan negara tetangga
4) Penanganan permukiman daerah rawan bencana, dengan kriteria sebagai berikut :
 Penanganan yg bersifat pencegahan di kawasan permukiman rawan bencana
 Pembangunan infrastruktur permukiman dalam pemberian akses kepada
masyarakat di kawasan permukiman rawan bencana
Lingkup kegiatan pengembangan perumahan dan permukiman tersebut di atas akan
menjadi orientasi kegiatan pembangunan. Secara diagramatis, lingkup kegiatan program
kegiatan pengembangan perumahan dan permukiman dapat diperlihatkan seperti pada
Gambar VI.1.
Gambar VI.1
Lingkup Kegiatan Pengembangan Permukiman
Pengembangan
Permukiman
Kumuh

Pengembangan
Kawasan
Permukiman
Perkotaan

Peningkatan
Kualitas
Permukiman

Pembangunan
Rusunawa
PNPM
Perkotaan Plus

Pengembangan
Permukiman Baru

RSH/TNI Polri
Pengembangan
Agropolitan/
Minapolitan

Pembangunan
Permukiman

Pengembangan
Kawasan
Permukiman
Perdesaan

Pengembangan
Perdesaan

Pembangunan
Perbatasan/Pulau
Kecil
Pengembangan
KSK PISEW

Penanganan
Perdesaan
Tertinggal

Pem Infrastruktur
Perdesaan
(PPIP/RIS

Penyusunan Dokumen
Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah
(RPI2-JM)

LAPORAN AKHIR

VI-10

Dalam hal penanganan kawasan kumuh menurut UU. No 1 Tahun 2011, Pola penanganan
dapat dilakukan melalui 2 (dua) pola, yaitu Pencegahan dan Peningkatan Kualitas
Lingkungan Permukiman.
Design program dan kegiatan yang terkait dengan upaya pencegahan dan peningkatan
kualitas lingkungan permukiman tersebut adalah:
1. Pencegahan, Kegiatan pencegahan dilaksanakan melalui, 2 (dua) kegiatan yaitu:
a. Pengawasan dan Pengendalian; terutama dilakukan oleh pemerintah daerah
mencakup kesesuaian terhadap perizinan, standar teknis dan pemeriksaan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
b. Pemberdayaan masyarakat; melakukan kegiatan pemberdayaan kepada masyakat
melalui pendampingan dan pelayanan informasi.
2. Peningkatan Kualitas Lingkungan Permukiman, Dalam upaya peningkatan kualitas
terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, Pemerintah dan/atau pemerintah
daerah menetapkan kebijakan, strategi, serta pola-pola penanganan yang manusiawi,
berbudaya, berkeadilan, dan ekonomis. Pola peningkatan kualitas lingkungan
permukiman dilaksanakan melalui 3 kategori yaitu:
a. Pemugaran; yaitu Kegiatan perbaikan bangunan gedung, prasarana, sarana, dan/atau
utilitas umum yang dilakukan tanpa perombakan mendasar dan bersifat parsial,
terutama dilakukan kepada kawasan dalam kategori kumuh ringan.
b. Peremajaan; yaitu kegiatan yang dilaksanakan melalui pembongkaran dan penataan
secara menyeluruh terhadap bangunan gedung, prasarana, sarana, dan/atau utilitas
umum. Biasanya dilakukan kepada kawasan yang masuk dalam kategori Kumuh
Sedang.
c. Permukiman Kembali; yaitu dilakukan dengan memindahkan masyarakat
terdampak ke lokasi dengan klasifikasi status lahan legal, biasanya dilakukan di
kawasan yang masuk dalam kategori kumuh berat.
6.1.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan
6.1.2.1 Isu Strategis
Persoalan kumuh tidak hanya menyangkut aspek fisik semata, namun juga terkati dengan
paradigma pembangunan manusia. Dalam persfektif ini, kumuh dipandang sebagai akibat
dari persoalan pembangunan itu sendiri. Dalam artian bahwa munculnya kawasan kumuh
dipandang sebagai konsekuensi dari kebijakan yang tidak berpihak pada kaum marjinal,
tidak memberikan asas keadilan dalam menyediakan akses sarana, prasarana serta utilitas
umum yang menjadi prayarat dalam mewujudkan permukiman yang sehat dan layak huni.
Menurut City Alliance (lembaga internasional yang menangani hibah, pengetahuan dan
advokasi untuk kepentingan peningkatan permukiman kumuh di dunia), setidaknya ada 2
(dua) aspek utama yang menjadi penyebab berkembangnya kawasan kumuh, yaitu:

Penyusunan Dokumen
Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah
(RPI2-JM)

VI-11

LAPORAN AKHIR

Gambar VI.2
Pola Penanganan Kawasan Kumuh

1. Pertumbuhan penduduk (Population growth);
Faktor yang disebabkan oleh pertumbuhan penduduk perkotaan, dapat terjadi karena
laju pertumbuhan penduduk alami yang cukup tinggi serta arus urbanisasi.
2. Tata Kelola Pemerintahan (Governance);
Rendahnya kapasitas pemerintah dalam penyediaan permukiman yang layak
berdasarkan kebutuhan masyarakat, terutama masyarakat yang berpenghasilan rendah.
Akibatnya, masyarakat yang berpenghasilan rendah, berupaya mencari sendiri peluang
untuk memenuhi kebutuhan akan hunian. Misalnya dengan menempati tanah dan
membangun gubuk, atau menyewa rumah petak yang ada tanpa mempedulikan status
lahan.
Dalam mengenali persoalan kumuh ini, Asep Heryanto:2007, mengklasifikasikan faktorfaktor penyebab timbulnya kawasan kumuh menjadi 2 (dua) kelompok besar, yaitu Faktor
Penyebab Langsung dan Tidak Langsung, sebagai berikut:
1.

Faktor Penyebab Langsung: Terutama faktor fisik (kondisi perumahan dan sanitasi
lingkungan).
a. Faktor lingkungan perumahan yang menimbulkan kekumuhan meliputi kondisi
rumah, status kepemilikan lahan, kepadatan bangunan, koefisien Dasar Bangunan
(KDB), dll.
b. Faktor sanitasi lingkungan yang menimbulkan permasalahan meliputi kondisi
air bersih, MCK, pengelolaan sampah, pembuangan air limbah rumah tangga,
drainase, dan jalan
c. Faktor pembuangan limbah rumah tangga dan kondisi jaringan jalan.
Rendahnya kualitas sistem pembuangan air limbah rumah tangga dan jaringan
jalan juga menyebabkan suatu kawasan menjadi kumuh
Penyusunan Dokumen
Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah
(RPI2-JM)

LAPORAN AKHIR

2.

VI-12

Faktor Penyebab Tidak Langsung: Faktor-faktor ini tidak berhubungan langsung
dengan kekumuhan tetapi berdampak terhadap faktor lain yang terbukti menyebabkan
kekumuhan. Faktor-faktor yang dinilai berdampak tidak langsung terhadap
kekumuhan adalah faktor ekonomi masyarakat, sosial dan budaya masyarakat.
a. Faktor ekonomi yang berkaitan dengan kekumuhan yaitu taraf ekonomi
masyarakat (pendapatan masyarakat), pekerjaan masyarakat. Minimnya
pendapatan masyarakat, mengakibatkan daya beli masyarakat untuk membangun
tempat tinggal yang layak untuk dirinya menjadi berkurang.
b. Faktor kondisi sosial kependudukan yang meliputi jumlah anggota keluarga,
tingkat pendidikan, dan tingkat kesehatan. Jumlah anggota keluarga yang besar
dengan tingkat pendidikan dan kesehatan yang rendah menyebabkan rendahnya
kemampuan dan pengetahuan masyarakat terhadap permasalahan lingkungan
c. Faktor budaya (terutama perilaku) yang berhubungan dengan masalah
kebiasaan dan adat istiadat. Selain faktor sosial seperti tingkat pendidikan, faktor
kebiasaan juga menjadi pendoroong munculnya kawasan kumuh. Faktor
kebiasaan juga menyebabkan masyarakat merasa lebih enak membuang hajat di
saluran air dan kebun sekalipun tidak sehat, dibanding membuang hajat di WC
umum.

Faktor-faktor penyebab tersebut, menunjukan betapa kompleksnya persoalan kawasan
kumuh, sehingga tidak mungkin diselesaikan secara parsial dan tidak menyentuh akar
persoalan. Penyelesaian kawasan kumuh harus dimulai dari aras kebijakan sampai dengan
aras implementasi di tingkat masyarakat, dan harus dilakukan oleh multipihak secara
sinergis. Dalam kaitan ini, terdapat beberpa isu strategis pengembangan perumahan dan
permukiman secara umum, yaitu :
 Perlunya kerjasama lintas sektor untuk mendukung sinergitas dalam pengembangan
kawasan permukiman.
 Makin meluas dan belum tertanganinya kawasan kumuh
 Belum berkembangnya kawasan perdesaan potensial
 Masih terbatasnya prasarana dan sarana dasar pada daerah tertinggal, dan daerah
tertinggal.
 Sistem penyediaan perumahan yang kurang keberpihakan kepada warga miskin.
 Belum optimalnya kapasitas kelembagaan dan kualitas sumber daya manusia serta
perangkat organisasi penyelenggara dalam memenuhi standar pelayanan minimal di
bidang pembangunan perumahan dan permukiman
Secara lebih spesifik, isu straegis tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Perlunya kerjasama lintas sektor untuk mendukung sinergitas dalam pengembangan
kawasan permukiman.
Persoalan perumahan dan permukiman bersifat multi dimensi dan kompleks (kaitmengkait), karenanya dalam penanganan terhadap persoalan perumahan dan
Penyusunan Dokumen
Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah
(RPI2-JM)

LAPORAN AKHIR

VI-13

permukiman harus bersifat menyeluruh dan terpadu. Menyeluruh dalam artian bahwa
dalam pengembangan perumahan dan permukiman harus mempertimbangkan seluruh
aspek yang terkait. Sedangkan, Terpadu adalah bahwa rumusan program harus saling
terintegrasi dalamrangka menyelesaikan persoalan perumahan dan permukiman. Isue
strategis yang berkaitan dengan pengertian tersebut dapat diidentifikasi sebagai
berikut:
 Rumusan program masih bersifat parsial, karenanya harus direncanakan secara
terintegrasi.
 Belum sinergisnya program karena tidak didasarkan pada rujukan yang sama,
yaitu RTRW dan rencana tata ruang lainnya.
2) Makin meluas dan belum tertanganinya kawasan kumuh
Makin meluas dan belum tertanganinya kawasan kumuh, khususnya di kawasan
perkotaan disebabkan karena faktor-faktor sebagai berikut:
 Lemahnya pengendalian pembangunan perumahan, terlihat dari adanya bangunanbangunan yang tidak teratur, bahkan terdapat bangunan-bangunan yang
seharusnya tidak diperkenankan, seperti; berada pada sempadan pantai dan sungai
dan tau tidak sesuai dengan rencana tata ruang. Dalam perfektif ini, yang menjadi
persoalan mendasar adalah pegendalian tata ruang, yang terlihat dari belum
konsistennya penegakan hukum.
 Luas kavling bangunan yang kurang terkonsolidasi, sehingga orientasi bangunan
menjadi tidak jelas. Konsekuensinya, terdapat bangunan yang kurang mempunyai
akses masuk dan keluar yang lebih baik.
 Pada kawasan perumahan yang demikian, seringkali tidak tersedia sanitasi yang
baik, karena sulitnya pelaksanaan pembangunan, sehingga memperburuk keadaan.
 Kondisi permukiman tersebut makin destruktif karena umumnya didiami oleh
masyarakat yang berpenghasilan dan berpendidikan rendah sehingga, kesadaran
dan kemampuan untuk membangun masih terbatas.
3) Belum berkembangnya kawasan perdesaan potensial
Pada kawasan perdesaan potensial, seharusnya dapat berperan sebagai simpul pelayanan bagi
daerah belakang (hinterland). Namun karena keterbatasan infrastruktur, peran tersebut belum
efektif memberikan kontribusi yang signifikan. Pengembangan kawasan perdesaan potensial
ini, disamping dapat mendorong perkembangan di wilayah perdesaan, juga dapat mengurangi
arus urbanisasi, yang pada akhirnya juga dapat mengurangi beban kota-kota utama yang
menjadi tujuan kaum urban.

4) Masih terbatas prasarana dan sarana dasar
Keberadaan kawasan perumahan dan permukiman yang ada saat ini, baik diperdesaan
maupun di perkotaan dirasa masih belum memadai, terutama pada kawasan-kawasan
tertentu (kawasan kumuh, daerah tertinggal, dan Kawasan Pusat Kota). Kondisi ini
Penyusunan Dokumen
Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah
(RPI2-JM)

LAPORAN AKHIR

VI-14

yang juga menjadi penyebab limgkungan permukiman termasuk kurang layak huni.
Untuk itu, setiap kabupaten/kota diharapkan mengidentifikasi kebutuhan prasarana
dan sarana pada masing-masing kawasan permukiman. Selain dari isu-isu umum
tersebut, isu spesifik yang terkait dengan infrastruktur antara lain adalah:
 Rendahnya kesadaran masyarakat dalam pengelolaan dan pemeliharaan
menyebabkan kinerja sarana prasarana tidak berjalan optimal.
 Rendahnya pengelolaan limbah serta pelayanan saluran drainasi menimbulkan
ancaman pencemaran bagi lingkungan permukiman juga kualitas sumberdaya air,
yang lebih jauh akan berdampak negatip terhadap kualitas kesehatan masyarakat.
 Kuantitas dan kualitas penyediaan air perpipaan tidak konstan, terkadang keruh.
 Kepadatan permukiman yang semakin meningkat tidak disertai oleh kualitas
penanganan limbah domestik yang memadai akan cenderung memperburuk
lingkungan permukiman.
5) Sistem penyediaan perumahan kurang keberpihakannya kepada warga miskin
Idealnya, setiap keluarga mempunyai rumah. Namun karena kemampuan warga
miskin yang terbatas dari sisi ekonomi, backlog rumah serta kualitas hunian yang tidak
layak huni pada masing-masing kabupaten/kota masih relatif tinggi. Dalam rangka
penyediaan perumahan dan peningkatan kualitas hunian bagi masyarakat berpenghasil
rendah ini, perlu dikembangkan model penyediaan perumahan yang memungkinkan
masyarakat mampu menjangkau dan atau meningkatkan kualitas huniannya.
6) Belum optimalnya kapasitas institusional
Aspek institusional mempunyai peran sentral dan menjadi faktor penentu keberhasilan
penyelenggaraan pembangunan. Aspek institusional ini terkait dengan tugas pokok
dan funsi (tufoksi) kelembagaan serta kualitas sumberdaya manusia. Beberapa isue
strategis yang terkait dengan aspek institusional di Kabupaten Mukomuko adalah:
 Masih terbatasya pemahaman aparatur terkait dengan hubungan kelembagaan
antar berbagai tingkatan.
 Masih terbatasnya kapasitas sumber daya manusia dalam memenuhi standar
pelayanan minimal di bidang pembangunan perumahan dan permukiman.
6.1.2.2 Kondisi Eksisting
Idealnya, setiap keluarga mempunyai rumah yang luasnya proporsional dengan jumlah
penghuninya. Namun dalam kenyataannya, masih banyak jumlah keluarga yang belum
mempunyai rumah. Hal ini terlihat dari jumlah Backlog rumah di Kabupaten Mukomuko
sebesar 3.240 rumah. Selengkapnya tentang jumlah backlok rumah di Wilayah Kabupaten
Mukomuko dapat dilihat pada Tabel 6.2.

Penyusunan Dokumen
Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah
(RPI2-JM)

VI-15

LAPORAN AKHIR

Tabel 6.2
Jumlah Penduduk, KK dan Jumlah Rumah di Wilayah Kabupaten Mukomuko Tahun 2013
Jumlah
Penduduk
Jumlah KK
(Jiwa)
1
Ipuh
17.496
4.360
2
Air Rami
10.693
2.772
3
Malin Deman
6.775
1.688
4
Pondok Suguh
12.214
3.075
5
Sungai Rumbai
6.980
1.731
6
Teramang Jaya
10.924
2.748
7
Teras Terunjam
7.749
1.961
8
Penarik
22.432
5.634
9
Selagan Raya
8.673
2.141
10
Kota Mukomuko
16.864
4.268
11
Air Dikit
5.766
1.416
12
XIV Kota
11.149
2.753
13
Lubunk Pinang
13.867
3.489
14
Air Manjunto
9.308
2.368
15
V Kota
7.760
1.959
168.650
Jumlah
42.165
Sumber: Kabupaten Mukomuko Dalam Angka Tahun 2015
No

Kecamatan

Jumlah
Rumah
(Unit)
4.089
2.697
1.641
2.676
1.672
2.507
1.753
5.409
1.924
3.575
1.358
2.675
2.959
2.320
1.671

Backlok
Rumah
(Unit)
271
76
48
399
60
241
209
225
217
543
58
78
480
48
289

38.925

3.240

Demikian juga halnya dengan luasan rumah/bangunan pada masing-masing keluarga,
terdapat 29.794 Bangunan atau 78,45% bangunan mempunyai luas kurang dari 70 m².
Hanya 21,55% yang mempunyai luas lebih dari 70 m². Kondisi ini bila dibandingkan
dengan standar minimal hidup layak, yaitu sebesar 72 m² per jiwa, mencerminkan bahwa
luas bangunan masih termasuk kategori tidak layak huni. Selengkapnya tentang jumlah
luas bangunan pada masing-masing kecamatan dapat dilihat pada Tabel 6.3.
Sejalan dengan data luas bangunan perumahan tersebut di atas, mengindikasikan bahwa di
Wilayah Kabupaten Mukomuko terhadap kawasan-kawasan yang termasuk tidak layak
huni atau disebut kumuh. Berdasarkan hasil pendataan, teridentifikasi 4 (empat) kawasan
kumuh yang dapat diperlihatkan seperti pada Tabel 6.4. Dari tabel 6.4 tersebut terlihat
bahwa luasan kawasan kumuh secara kumulatif sebesar 77,34 Ha. yang secara
administratif tersebar pada 4 (empat) kecamatan. Kawasan kumuh terluas terdapat di
Kecamatan Ipuh seluas 23,21 Ha.
Berdasarkan hasil penilaian (asessment) terhadap kondisi perumahan dan permukiman
secara umum di wilayah Kabupaten Mukomuko, baik pada kawasan permukiman
perkotaan maupun pada kawasan permukiman perdesaan, yaitu:
 Terdapat perumahan yang berada pada kawasan-kawasan yang tidak diperkenankan
seperti; berada pada bantaran sungai dan pantai, kondisi bangunan yang tidak teratur.
 Terdapat kawasan perumahan dan permukiman yang kurang dilayani infrastruktur
yang layak seperti: jalan masuk yang masih berupa jalan tanah, sering terjadi
genangan pada saat hujan, pembuangan limbah ke badan sungai.
Penyusunan Dokumen
Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah
(RPI2-JM)

VI-16

LAPORAN AKHIR

Tabel 6.3
Luas Lantai Bangunan Rumah Penduduk Di Kabupaten Mukomuko Tahun 2014
Luas Lantai Tempat Tinggal
No.

Kecamatan
< 20

20-29

30-39

40-49

50-69

70-99

100-149

150-199

200-299

> 300

Jumlah

1

Ipuh

109

604

992

520

1.233

385

57

33

23

34

3.990

2

Air Rami

114

405

660

346

714

236

76

33

27

20

2.631

3

Malin Deman

21

61

710

322

367

110

8

1

1

-

1.601

4

Pondok Suguh

262

371

503

478

656

274

51

12

1

3

2.611

5

Sungai Rumbai

18

95

242

371

490

343

54

14

3

1

1.631

6

Teramang Jaya

105

374

336

583

569

389

75

8

5

2

2.446

7

Teras Terunjam

24

119

564

244

455

243

52

6

2

1

1.710

8

Penarik

95

461

940

836

1.863

819

164

46

25

28

5.277

9

Selagan Raya

96

207

261

247

439

522

84

10

4

7

1.877

10

Kota Mukomuko

118

255

554

579

868

646

306

89

40

33

3.488

11

Air Dikit

17

69

147

111

630

243

84

11

8

5

1.325

12

XIV Koto

48

206

715

307

776

432

92

19

13

2

2.610

13

Lubuk Pinang

117

309

593

475

696

503

139

30

13

12

2.887

14

Air Manjunto

22

79

365

381

830

455

115

14

1

2

2.264

15

V Koto

43

114

238

257

393

516

56

8

3

2

1.630

1.209

3.729

7.820

6.057

10.979

6.116

1.413

334

169

152

3,18

9,82

20,59

15,95

28,91

16,10

3,72

0,88

0,44

0,40

Jumlah
Prosentase (%)

37.978
100,00

Sumber : Hasil Ekstrapolasi dari Data Susenas 2010

Tabel 6.4
Kawasan Kumuh Kabupaten Mukomuko
No

Nama Kawasan

Luas
Kawasan
(Ha.)

Kecamatan

Kelurahan

1

Kota Mukomuko

Pasar Mukomuko

Pasar Mukomuko

21,46

2

Lubuk Pinang

Pasar Belakang

Pasar Belakang

13,34

3

Penarik

Penarik lama

Penarik lama

19,33

4

Ipuh

Sibak

Sibak

23,21

Jumlah
Sumber : Pengembangan Kawasan Permukiman Dinas PU Provinsi Bengkulu Tahun 2014





77,34

Terdapat kawasan perumahan dan permukiman yang kurang dilayani infrastruktur
yang layak seperti: jalan masuk yang masih berupa jalan tanah, sering terjadi
genangan pada saat hujan, pembuangan limbah ke badan sungai.
Terdapat kecenderungan perkembangan perumahan dan permukiman yang
berkembang secara melompat (sciping), dalam artian tidak menempel (contigous) pada
kawasan perumahan dan permukiman yang telah ada.

Penyusunan Dokumen
Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah
(RPI2-JM)

LAPORAN AKHIR




VI-17

Belum tersedia instrumen pengendalian yang dapat dijadikan panduan dalam
pembangunan perumahan dan permukiman.
Perkembangan permukiman umumnya berkembang secara linier disepanjang jaringan
jalan yang ada.

6.1.2.3 Permasalahan dan Tantangan
Dalam upaya penyelenggaraan pembangunan perumahan dan permukiman di Kabupaten
Mukomuko, terdapat berbagai permasalahan dan tantangan, antara lain adalah :
A. Permasalahan
Permasalahan yang teridentifikasi terkait dengan penyelenggaraan pembangunan
perumahan dan permukiman adalah:
1) Masih luasnya kawasan kumuh sebagai permukiman tidak layak huni sehingga
dapat menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan, dan pelayanan infrastruktur
yang masih terbatas.
2) Masih terbatasnya prasarana sarana dasar pada daerah tertinggal, pulau kecil,
daerah terpencil, dan kawasan perbatasan.
3) Belum berkembangnya Kawasan Perdesaan Potensial.
B. Tantangan
Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, beberapa tantangan utama yang dihadapi
dalam pengembangan perumahan dan permukiman adalah:
1) Dalam konteks otonomi daerah, pemerintah daerah dituntut untuk mampu
menyelenggarakan pemerintahan yang baik (good governance), sehingga
pelaksanaan pembangunan dapat lebih efektif dan efisien serta dapat
berkelanjutan (sustainable development).
2) Selain dari itu, Pemerintah daerah juga dituntut untuk mampu mendorong inovasi
teknologi yang dapat diadaptasikan kepada lingkungan perumahan dan
permukiman serta melakukan penyebarannya.
3) Dengan danya keterbatasan sumberdaya yang dimiliki daerah, pemerintah daerah
juga dituntut untuk mampu mendorong partisipasi semua pihak untuk membangun
kawasan perumahan dan permukiman sederhana yang sehat beserta fasilitas
pendukung. Hal ini diharapkan akan mampu meningkatkan kualitas lingkungan
perumahan dan permukiman.
4) Dalam hal peranserta masyarakat, pelaksanaan pembangunan perumahan dan
permukiman adalah bagaimana memberdayakan masyarakat agar mampu
memenuhi kebutuhan perumahan secara mandiri yang sehat, aman, serasi, dan
produktif tanpa merusak lingkungan hidup dan merugikan masyarakat luas.

Penyusunan Dokumen
Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah
(RPI2-JM)

VI-18

LAPORAN AKHIR

6.1.3 Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman
Berdasarkan permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman di Wilayah
Kabupaten Mukomuko, terdapat beberapa indikai solusi penyelesaian terhadap
permasalahan sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 6.5.
Tabel 6.5
Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman
Di Wilayah Kabupaten Mukomuko
No.

1

2

3

4

5

Aspek

Tantangan

Solusi

Teknis

 Terdapat Kawasan Kumuh
 Rendahnya infrastruktur
dasar pendukung Kawasan
Prioritas Perdesaan/
Agropolitan/ Minapolitan
 Rendahnya ketersediaan
infrastruktur dasar
pendukung Kawasan
Rawan Bencana

 Target MDGs Pengurangan
Kawasan Kumuh
 Terdapat Kawasan Prioritas
Pengembangan
Permukiman
 Pengembangan
Permukiman Kawasan
Perdesaan Potensial/
Agropolitan/ Minapo-litan
sebagai pengerak
perekonomian

 Penyediaan infrastruktur dasar
permukiman bagi penanganan
kawasan kumuh
 Penyediaan infrastruktur dasar
permukiman pendukung
Kawasan Perdesaan Potensial/
Agropolitan/Minapolitan
 Penyediaan jalur evakuasi dan
infrastruktur dasar
permukiman bagi Kawasan
Rawan Bencana

Kelembagaan

 Terbatasnya kapasitas
kelembagaan pemerintah
daerah dalam pengelolaan
infrastruktur dasar
pengembangan permukiman

 Reformasi birokrasi dan
tuntutan pelayanan prima
dalam pemenuhan
infrastruktur dasar
pengembangan permukiman
bagi masyarakat

 Peningkatan kapasitas
kelembagaan pemerintah
daerah dalam pengelolaan
infrastruktur dasar
pengembangan permukiman

Pembiayaan

 Terbatasnya kapasitas
keuangan daerah

 Potensi alternatif
pembiayaan infrastruktur
diluar APBN/APBD
melalui sumber pembiayaan PHLN & KPS

 Peningkatan pembiayaan
infrastruktur dasar
pengembangan permukiman
melalui PHLN & KPS

Peran Serta
Masyarakat/
Swasta

 Rendahnya kepedulian
masyarakat dalam
pemeliharaan infrastruktur
dasar pengembangan
kawasan permukiman
 Rendahnya keterlibatan
masyarakat dalam
pengelolaan infrastruktur
dasar pengembangan
kawasan permukiman

 Potensi sumber daya
masyarakat dalam
pengelolaan infrastrukrtur
dasar pengembangan
kawasan permukiman

 Pemberdayaan kelompok
masyarakat sebagai upaya
meningkatkan peran serta
masyarakat dalam
pengelolaan infrastruktur
dasar pengembangan kawasan
permukiman

 Penurunan kualitas
lingkungan hidup akibat
dari kepadatan permukiman

 Perubahan iklim akibat
pemanasan global
 Agenda MDGs dalam
menjaga kelestarian
lingkungan hidup

 Pengelolaan infrastruktur
dasar pengembangan kawasan
permukiman yang
berwawasan pelestarian
lingkungan hidup dan
"Sustainable Human
Settlements Development”

Lingkungan

Permasalahan

Penyusunan Dokumen
Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah
(RPI2-JM)

LAPORAN AKHIR

VI-19

6.1.4 Program dan Kriteria Kesiapan Pengembangan Permukiman
A. Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman
Program-program yang perlu dikembangkan dalam rangka penyediaan dan
peningkatan kualitas lingkungan perumahan dan permukiman yang diperlukan
di wilayah Kabupaten Mukomuko dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Pengembangan Permukiman Baru
Program ini diperlukan dalam rangka mengatasi kebutuhan sediaan rumah
berdasarkan backloog rumah, yang menurut karakteristiknya dapat
diklasifikasi sebagai berikut:
a) Perkotaan
Pada kawasan perkotaan, pengembangan permukiman baru dapat
dilakukan melalui penyediaan: Kawasan Siap Bangun (Kasiba) atau
Lingkungan Siap Bangun (Lisiba) Berdiri Sendiri dan atau bentuk
pengembangan kawasan permukiman baru lainnya.
b) Perdesaan
Pada kawasan perdesaan, pengembangan perumahan dan permukiman
dapat berupa: Kawasan Terpadu Mandiri (KTM), Kawasan
Agropolitan dan Kawasan Minapolitan. Secara konsepsional, model
pengembangan tersebut karena peruma-han dan permukiman
perdesaan bersifat koeksistensi dengan kegiatan ekonomi yang
menjadi sektor andalan. Konsep tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut:
 Kawasan Terpadu Mandiri (KTM) adalah bentuk pengembangan
kawasan yang menekankan pada pengembangan beberapa sektor
andalan (multi sektor) yang dikembangkan secara terintegrasi.
 Kawasan Agropolitan adalah bentuk pengembangan kawasan yang
menekankan pada pengembangan sektor andalan pada sektor
Pertanian yang bersifat homogen.
 Kawasan Minapolitan, adalah bentuk pengembangan kawasan yang
menekan-kan pada pengembangan sektor andalan pada sektor
Perikanan yang bersifat homogen.
2. Peningkatan Kualitas Permukiman
 Peningkatan Kualitas Permukiman pada kawasan perkotaan dapat
berupa: peremajaan, pemugaran, pemeliharaan berkelanjutan;
 Peningkatan Kualitas Permukiman pada kawasan perdesaan dapat
berupa: peningkatan kualitas permukiman pada desa tertinggal, desa
terisolir, desa terpencil, dan atau permukiman khusus lainnya, yang
disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing daerah.
3. Penanggulangan Bencana Alam, Rehabiltasi dan Rekrontuksi Pasca
Bencana Alam .
Penyusunan Dokumen
Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah
(RPI2-JM)

LAPORAN AKHIR

4.

6.

VI-20

Penyediaan Prasarana dan Sarana Agropolitan-Minapolitan
Meningkatkan pembangunan infrastruktur pada kawasan agropolitanminapolitan untuk mendukung pengembangan sistem dan usaha agribisnis
di kawasan agropolitan-minapolitan.
Pembinaan Teknis Penataan Lingkungan Permukiman
Rencana kebijakan program pembangunan perumahan dan pemukiman di
Kabupaten Mukomuko dalam lima tahun mendatang dikelompokkan ke
dalam program-program sebagai berikut:
a) Penataan kawasan permukiman yang telah memperlihatkan
kecenderungan destruktif terhadap kualitas hunian yang layak, yang
diprioritaskan pada kawasan-kawasan yang cenderung memperlihatkan karakteristik “kumuh”.
b) Penyediaan instrumen pengendalian pembangunan perumahan, yang
diperlukan dalam rangka pencegahan penyimpangan dan pengendalian
penggunaan lahan.
c) Pembangunan fasilitas infrastruktur perumahan dan permukiman pada
kawasan-kawasan yang menjadi konsentrasi penduduk berpenghasilan
rendah.
d) Peningkatan kualitas lingkungan perumahan dan permukiman pada
kawasan-kawasan yang menjadi konsentrasi penduduk berpenghasilan
rendah.
e) Penyediaan lahan-lahan untuk pembangunan perumahan sederhana.
f) Proses legalitas dan sosialisasi kebijakan pengembangan program
perumahan dan pemukiman di Kabupaten Mukomuko

Untuk mendukung program tersebut, arahan kegiatan pembangunan perumahan
dan permukiman yang akan dilaksanakan, yaitu:
1. Pengembangan Kawasan Permukiman Baru
 Rincian alokasi lahan (kasiba/lisiba, ijin lokasi developer, dll)
 Rencana pengembangan jaringan prasarana dasar (mis. air bersih,
sanitasi, drainase, sampah) meliputi lokasi, konstruksi, fungsi dan
kapasitas.
 Rencana investasi jaringan prasarana
 Rencana fasilitas umum
2. Peningkatan Kualitas Permukiman yang sudah ada.
 Rincian lokasi, yang mencakup: luas, penduduk, bentuk penanganan
(mis. premajaan, KIP, revitalisasi, dll)
 Rincian Lisiba Berdiri Sendiri.
 Rencana peningkatan dan perluasan prasarana dan sarana (fungsi,
kapasitas, dll)
Penyusunan Dokumen
Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah
(RPI2-JM)

LAPORAN AKHIR

VI-21

 Rencana fasilitas umum (jenis, jumlah, waktu, serta pihak yang
membangun)
Berdasarkan petunjuk Rencana Kawasan Perumahan Kota yang disusun oleh
Departemen Pekerjaan Umum tahun 1997, suatu kawasan perumahan
selayaknya memenuhi persyaratan dasar untuk pengembangan kota, yakni :
a) Aksesibilitas, adalah kemungkinan pencapaian dari dan ke kawasan
perumahan dalam bentuk jalan dan transportasi.
b) Kompatibilitas, adalah keserasian dan keterpaduan antara kawasan yang
menjadi lingkungannya.
c) Fleksibilitas, adalah kemungkinan pertumbuhan fisik/pemekaran kawasan
perumahan dikaitkan dengan kondisi fisik lingkungan dan keterpaduan
prasarana.
d) Ekologi, adalah keterpaduan antara tata kegiatan alam yang mewadahinya.
B. Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria)
Dalam pengembangan permukiman terdapat kriteria yang menentukan, yang
terdiri dari kriteria umum dan khusus, sebagai berikut.
1) Umum
 Ada rencana kegiatan rinci yang diuraikan secara jelas.
 Indikator kinerja sesuai dengan yang ditetapkan dalam Renstra.
 Kesiapan lahan (sudah tersedia).
 Sudah tersedia DED.
 Tersedia Dokumen Perencanaan Berbasis Kawasan (SPPIP, RPKPP,
Masterplan Kws. Agropolitan & Minapolitan, dan KSK)
 Tersedia Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) dan dana
daerah untuk pembiayaan komponen kegiatan sehingga sistem bisa
berfungsi.
 Ada unit pelaksana kegiatan.
 Ada lembaga pengelola pasca konstruksi.
2) Khusus
a. Rusunawa
 Kesediaan Pemda utk penandatanganan MoA
 Dalam Rangka penanganan Kws. Kumuh
 Kesanggupan Pemda menyediakan Sambungan Listrik, Air Minum,
dan PSD lainnya
 Ada calon penghuni
b. RIS PNPM
 Sudah ada kesepakatan dengan Menkokesra.
 Desa di kecamatan yang tidak ditangani PNPM Inti lainnya.
 Tingkat kemiskinan desa >25%.

Penyusunan Dokumen
Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah
(RPI2-JM)

LAPORAN AKHIR

c.

d.

VI-22
 Bupati menyanggupi mengikuti pedoman dan menyediakan BOP
minimal 5% dari BLM.
PPIP
 Hasil pembahasan dengan Komisi V - DPR RI
 Usulan bupati, terutama kabupaten tertinggal yang belum ditangani
program Cipta Karya lainnya
 Kabupaten reguler/sebelumnya dengan kinerja baik
 Tingkat kemiskinan desa >25%
PISEW
 Berbasis pengembangan wilayah
 Pembangunan infrastruktur dasar perdesaan yang mendukung (i)
transportasi, (ii) produksi pertanian, (iii) pemasaran pertanian, (iv)
air bersih dan sanitasi, (v) pendidikan, serta (vi) kesehatan
 Mendukung komoditas unggulan kawasan.

Selain kriteria kesiapan seperti di atas terdapat beberapa kriteria yang harus
diperhatikan dalam pengusulan kegiatan pengembangan permukiman seperti
untuk penanganan kawasan kumuh di perkotaan. Mengacu pada UU No.
1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman kumuh
memiliki ciri (1) ketidakteraturan dan kepadatan bangunan yang tinggi, (2)
ketidaklengkapan prasarana, sarana, dan utilitas umum, (3) penurunan kualitas
rumah, perumahan, dan permukiman, serta prasarana, sarana dan utilitas
umum, serta (4) pembangunan rumah, perumahan, dan permukiman yang tidak
sesuai dengan rencana tata ruang wilayah. Lebih lanjut kriteria tersebut
diturunkan ke dalam kriteria yang selama ini diacu oleh Ditjen. Cipta Karya
meliputi sebagai berikut:
 Vitalitas Non Ekonomi
a. Kesesu