BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Sistem Pendukung Keputusan - NURANING HIDAYAH, BAB II

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Sistem Pendukung Keputusan Sukoco (2007) menyatakan bahwa sistem pendukung keputusan adalah sistem

  informasi pada tingkatan manajemen yang mengkombinasikan data dengan sistem analisis data untuk mendukung pengambilan keputusan yang terstruktur maupun tidak.

  Wibisono (2003) menyatakan bahwa sistem pendukung keputusan adalah sistem berbasis komputer yang membantu para pengambil keputusan mengatasi berbagai masalah melalui interaksi langsung dengan sejumlah database dan perangkat lunak analitik. Tujuan dari sistem adalah untuk menyimpan data dan mengubahnya ke informasi yang terorganisir yang dapat diakses dengan mudah, sehingga putusan-putusan yang diambil dapat dilakukan dengan cepat, akurat, dan murah.

  Sistem pendukung keputusan ini beroperasi dalam konteks sistem informasi global yang melayani unit bisnis yang spesifik dalam suatu perusahaan. Sistem pendukung keputusan tidak terlepas dari sistem informasi global yang lebiih komprehensif. Sistem pendukung keputusan yang berhasil harus mempercepat aliran informasi ke pengambil keputusan. Data yang disimpan harus berkesinambungan secara terjadwal dan dapat diakses dengan mudah.

  Menurut Little (1970) dalam Turban, dkk. (2005) mendefinisikan DSS sebagai “sekumpulan prosedur berbasis model untuk data pemrosesan dan penilaian guna membantu para manajer mengambil keputusan”. Dia menyatakan bahwa untuk sukses, sistem tersebut haruslah sederhana, cepat, mudah dikontrol, adaptif, lengkap dengan isu-isu penting, dan mudah berkomunikasi.

  Menurut Turban, dkk, (2005), Sistem Pendukung Keputusan (DSS) dapat didefinisikan sebagai sebuah sistem yang dimaksudkan untuk mendukung para pengambil keputusan manajerial dalam situasi keputusan semi tertsruktur. DSS dimaksudkan untuk menjadi alat bantu bagi para pengambil keputusan untuk memperluas kapabilitas mereka, namun tidak untuk menggantikan penilaian mereka. DSS ditujuakan untuk keputusan-keputusan yang memerlukan penilaian atau pada keputusan-keputusan yang sama sekali tidak dapat didukung oleh algoritma.

B. Metode Simple Additive Weighting (SAW)

  Menurut Kusumadewi (2006) dalam Nugraha (2011) mendefinisikan Simple

  

Additive Weighting (SAW) merupakan penjumlahan terbobot. Konsep dasar metode

  (SAW) adalah mencari penjumlahan terbobot dari rating kinerja pada setiap alternatif pada semua kriteria. Metode SAW membutuhkan proses normalisasi matriks keputusan (X) ke suatu skala yang dapat diperbandingkan dengan semua rating alternatif yang ada.

  Metode (SAW) mengenal adanya 2 (dua) atribut yaitu kriteria keuntungan

  

(Benefit) dan kriteria biaya (Cost). Perbedaan mendasar dari kedua kriteria ini adalah

dalam pemilihan kriteria mengambil keputusan.

  Adapun langkah penyelesaian dalam menggunakannya adalah : 1. Menentukan alternatif, yaitu Ai.

  2. Menentukan kriteria yang dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan, yaitu C . j 3. Memberikan nilai rating kecocokan setiap alternatif pada setiap kriteria.

  4. Menentukan bobot preferensi atau tingkat kepentingan (W) setiap kriteria seperti pada persamaan 1 berikut ini.

  (1) [ ] 5. Membuat tabel rating kecocokan dari setiap alternatif pada setiap kriteria.

  6. Membuat matriks keputusan yang dibentuk dari tabel rating kecocokan dari setiap alternatif pada setiap kriteria. Nilai setiap alternatif (Ai) pada setiap kriteria (C j ) yang sudah ditentukan, dimana, =1,2,...m dan =1,2,...n seperti

  i j persamaan 2 berikut ini.

  2)

  [ ] (

  7. Melakukan normalisasi matriks keputusan dengan cara menghitung nilai rating kinerja ternormalisasi ( ) dari alternatif Ai pada kriteria Cj seperti persamaan 3 berikut ini.

  (3) {

  Keterangan :

  a. Dikatakan kriteria keuntungan apabila nilai memberikan keuntungan bagi pengambil keputusan, sebaliknya kriteria biaya apabila menimbulkan biaya bagi pengambil keputusan.

  b. Apabila berupa kriteria keuntungan maka nilai dibagi dengan nilai dari setiap kolom, sedangkan untuk kriteria biaya, nilai dari setiap kolom dibagi dengan nilai .

  c. Dengan r ij adalah rating kinerja ternormalisasi dari alternatif Ai pada atribut C j ; i = 1,2, ... m dan j = 1,2, ... n.

  8. Hasil dari nilai rating kinerja ternormalisasi ( ) membentuk matriks ternormalisasi (R) seperti persamaan 4 berikut ini.

  [ ] (4)

  9. Hasil akhir nilai preferensi (V i ) diperoleh dari penjumlahan dari perkalian elemen baris matrik ternormalisasi (R) dengan bobot preferensi (W) yang bersesuaian elemen kolom matriks (W) seperti persamaan 5 berikut ini.

  n V w r

   i j ij

   (5) j

1 Keterangan :

  V : Nilai akhir dari alternatif i w : Bobot yang telah ditentukan j r : Normalisasi matriks ij Nilai Vi yang lebih besar mengindikasikan bahwa alternatif Ai lebih terpilih.

  Contoh Kasus : Suatu institusi perguruan tinggi akan memilih seorang karyawannya untuk dipromosikan sebagai kepala unit sistem informasi.

  Ada 4 kriteria yang digunakan untuk melakukan penilaian, yaitu :  C1 = tes pengetahuan (wawancara) sistem informasi  C2 = praktek instalasi jaringan  C3 = tes kepribadian  C4 = tes pengetahuan agama Pengambilan keputusan memberikan bobot untuk setiap kriteria, yaitu :  C1 = 35 %  C2 = 25 %  C3 = 25 %  C4 = 15 % Ada 6 orang karyawan yang menjadi kandidat (alternatif ) untuk dipromosikan sebagai kepala unit sistem informasi, yaitu :  A1 = Indah,  A2 = Rini,  A3 = Putri,  A4 = Dana,  A5 = Ratih, dan  A6 = Mila, Nilai alternatif di setiap kriteria, pada Tabel 1.

  Tabel 1. Nilai Alternatif

  Kriteria Alternatif C1 C2 C3 C4 Indah

  70

  50

  80

  60 Rini

  50

  60

  82

  70 Putri

  85

  55

  80

  75 Dana

  82

  70

  65

  85 Ratih

  75

  75

  85

  74 Mila

  62

  50

  75

  80 Kemudian dilakukan normalisasi berdasarkan persamaan 3 sebagai berikut : r11 = = = 0,82 r21 = = = 0,59 r12 = = = 0,67 r22 = = = 0,80 dan seterusnya, sehingga diperoleh matriks ternormalisasi (R) berdasarkan sebagai berikut :

  [ ]

  Proses perankingan dengan menggunakan bobot yang telah diberikan oleh pengambilan keputusan sebagai berikut :

  

[ ]

  Hasil perankingan yang diperoleh berdasarkan persamaan 5 adalah sebagai berikut : V1 = (0,35)(0,82)+(0,25)(0,67)+(0,25)(0,94)+(0,15)(0,71) = 0,796 V2 = (0,35)(0,59)+(0,25)(0,80)+(0,25)(0,96)+(0,15)(0,82) = 0,770 V3 = (0,35)(1,00)+(0,25)(0,73)+(0,25)(0,94)+(0,15)(0,88) = 0,900 V4 = (0,35)(0,96)+(0,25)(0,93)+(0,25)(0,76)+(0,15)(1,00) = 0,909 V5 = (0,35)(0,88)+(0,25)(1,00)+(0,25)(1,00)+(0,15)(0,87) = 0,939 V6 = (0,35)(0,73)+(0,25)(0,67)+(0,25)(0,88)+(0,15)(0,94) = 0,784

  Nilai terbesar ada pada V5 sehingga alternatif A5 adalah alternatif yang terpilih sebagai alternatif terbaik. Dengan kata lain Ratih terpilih sebagai kepala unit sistem informasi.

  C. Pemrogaman C#

  Menurut Prabawati (2011), Microsoft Visual C Sharp atau yang lebih dikenal dengan Microsoft Visual C# adalah sebuah bahasa yang tidak diragukan lagi kemampuannya dalam proses pengembangan aplikasi berbasis .NET Framework, dimana C# bebas dari masalah kompatibilitas dilengkapi dengan berbagai fitur yang sebagian besar merupakan fitur baru, menarik, dan tentu saja menjajikan. pemrograman berorientasi objek dan mempunyai banyak kesamaan dengan C++, Java dan VB. C# pada faktanya merupakan kombinasi antara efisiensi pemrograman C++, kesederhanaan pemrograman Java, dan penyederhanaan dari pemrograman Visual Basic.

  Seperti pemrograman Java, C# juga tidak memperbolehkan multiple inheritence atau penggunaan pointer (pada safe/managed code), tetapi C# menyediakan garbage memory collection pada saat runtime dan pada saat pengecekan akses memori.

  Meskipun bertentangan dengan program Java, C# tetap mempertahankan operasi unik yang terdapat pada bahasa pemrograman C++ seperti overloading, enumerations, pre-processor directive, pointer (pada unmanaged/unsafe mode), dan fungsi pointer. Seperti halnya Visual Basic, bahasa pemrograman C# juga dilengkapi dengan properties.

  Sebagai tambahan, bahasa pemrograman C# juga datang dengan beberapa fitur baru dna sangat menarik seperti reflections, attributes, marshalling, remote,

  threads, streams data access dengan ADO.NET, dan masih banyak lagi.

  D. Model Pembelajaran Kurikulum 2013 untuk siswa SMP

  Menurut Ngalimun(2014), Istilah model pembelajaran sering dimaknai sama dengan pendekatan pembelajaran. Bahkan kadang suatu model pembelajaran diberi nama sama dengan nama pendekatan pembelajaran. Sebenarnya model pembelajaran mempunyai makna pendekatan, strategi, metode dan teknik. Model pembelajaran adalah suatu perencanaan suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran dikelas. Dengan kata lain, model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau pola yang dapat kita gunakan untuk mendesain pola-pola mengajar secara tatap muka didalam kelas dan untuk menentukan material/perangkat pembelajaran termasuk didalamnya buku-buku, media(film-film)tipe-tipe, program-program media komputer, dan kurikulum)sebagai kursus untuk belajar). pembelajaran adalah kerangka koseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu,dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Hal ini berarti model pembelajaran memberikan kerangka dan arah bagi guru untuk mengajar.

  Berikut ini adalah beberapa model pembelajaran yang sering dipakai guru dalam melaksanakan pembelajaran bermutu sesuai dengan kurikulum 2013:

  1. Koperatif (CL, Cooperative Learning).

  Pembelajaran koperatif sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang penuh ketergantungan dengan orang lain, mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama, pemberian tugas, dan rasa senasib. Dengan memanfaatkan kenyatan itu, belajar berkelompok secara koperatif, siswa dilatih dan dibiasakan untuk saling berbagi (sharing) pengetahuan, pengalaman, tugas, tanggung jawab. Saling membantu dan berlatih beinteraksi-komunikasi-sosialisasi karena koperatif adalah miniature dari hidup bermasyarakat, dan belajar menyadari kekurangan dan kelebihan masing-masing.

  Jadi model pembelajaran koperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkontruksi konsep, menyelesaikan persoalan, atau inkuiri. Menurut teori dan pengalaman agar kelompok kohesif (kompak-partisipatif), tiap anggota kelompok terdiri dari 4

  • – 5 orang, siawa heterogen (kemampuan, gender, karekter), ada control dan fasilitasi, dan meminta tanggung jawab hasil kelompok berupa laporan atau presentasi.Sintaks pembelajaran koperatif adalah informasi, pengarahan-strategi, membentuk kelompok heterogen, kerja kelompok, presentasi hasil kelompok, dan pelaporan.(Ngalimun,2014)

  Blumenfeld et.al(1991) dalam Ngalimun (2014) mendeskripsikan model belajar berbasis proyek (project based learning) berpusat pada proses relatif berjangka waktu, berfokus pada masalah, unit pembelajaran bermakna dengan mengintergrasikan konsep-konsep dari sejumlah komponen pengetahuan, atau disiplin, atau lapangan studi.

  Ketika siswa bekerja didalam tim, mereka menemukan keterampilan merencanakan, mengorganisasi, negosiasi, dan membuat konsensus tentang isu-isu tugas yang akan dikerjakan, siapa yang bertanggungjawab untuk setiap tugas, dan bagaimana informasi akan dikumpulkan dan disajikan. Keterampilan-keterampilan yang telah diidentifikasi oleh siswa ini merupakan keterampilan yang amat penting untuk keberhasilan hidupnya, dan sebagai tenaga kerja merupakan keterampilan yang amat penting ditempat kerja kelak. Karena hakikat kerja proyek adalah kolaboratif, maka pengembangan keterampilan tersebut berlangsung antara siswa.

  Didalam kerja kelompok suatu proyek,kekuatan individu dan cara belajar yang diacu memperkuat kerja tim sebagai suatu keseluruhan.

  3. Realistik (RME, Realistic Mathematics Education)

  

Realistic Mathematics Education (RME) dikembangkan oleh Freud di Belanda

  dengan pola guided reinvention dalam mengkontruksi konsep-aturan melalui

  process of mathematization, yaitu matematika horizontal (tools, fakta, konsep, prinsip, algoritma, aturan untuk digunakan dalam menyelesaikan persoalan, proses dunia empirik) dan vertikal (reoorganisasi matematik melalui proses dalam dunia rasio, pengembangan matematika).

  Prinsip RME adalah aktivitas (doing) konstruksivis, realitas (kebermaknaan proses-aplikasi), pemahaman (menemukan-informal daam konteks melalui refleksi, informal ke formal), inter-twinment (keterkaitan-intekoneksi antar konsep), interaksi (pembelajaran sebagai aktivitas sosial, sharing), dan bimbingan (dari guru dalam penemuan).(Ngalimun,2014)

  4. Pembelajaran Langsung (DL, Direct Learning) Pengetahuan yang bersifat informasi dan prosedural yang menjurus pada ketrampilan dasar akan lebih efektif jika disampaikan dengan cara pembelajaran langsung. Sintaknya adalah menyiapkan siswa, sajian informasi dan prosedur, latihan terbimbing, refleksi, latihan mandiri, dan evaluasi. Cara ini sering disebut dengan metode ceramah atau ekspositori (ceramah bervariasi).

  5. Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) Pembelajaran Berbasis masalah (PBL, Problem Based Learning)

  Kehidupan adalah identik dengan menghadapi masalah. Model pembelajaran ini melatih dan mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang berorientasi pada masalah otentik dari kehidupan aktual siswa, untuk merangsang kemamuan berpikir tingkat tinggi. Kondisi yang tetap hatrus dipelihara adalah suasana kondusif, terbuka, negosiasi, demokratis, suasana nyaman dan menyenangkan agar siswa dapat berpikir optimal.

  Indikator model pembelajaran ini adalah metakognitif, elaborasi (analisis),

  interpretasi, induksi, identifikasi, investigasi, eksplorasi, konjektur, sintesis,

  generalisasi, dan inkuiri. Dalam hal ini masalah didefinisikan sebagai suatu persoalan yang tidak rutin, belum dikenal cara penyelesaiannya. Justru problem solving adalah mencari atau menemukan cara penyelesaian (menemukan pola, aturan, atau algoritma). Sintaknya adalah: sajikn permasalah yang memenuhi kriteria di atas, siswa berkelompok atau individual mengidentifikasi pola atau atuiran yang disajikan, siswa mengidentifkasi, mengeksplorasi,menginvestigasi, menduga, dan akhirnya menemukan solusi. (Ngalimun,2014)

  6. Kontekstual (CTL, Contextual Teaching and Learning) Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang dimulai dengan sajian atau tanya jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait dengan dunia nyata kehidupan siswa (daily life modeling), sehingga akan terasa manfaat dari materi yang akan disajkan, motivasi belajar muncul, dunia pikiran siswa menjadi konkret, dan suasana menjadi kondusif

  • – nyaman dan menyenangkan. Pensip pembelajaran kontekstual adalah aktivitas siswa, siswa melakukan dan mengalami, tidak hanya menonton dan mencatat, dan pengembangan kemampuan sosialisasi.

  Ada tujuh indikator pembelajarn kontekstual sehingga bisa dibedakan dengan model lainnya, yaitu modeling (pemusatan perhatian, motivasi, penyampaian kompetensi-tujuan, pengarahan-petunjuk, rambu-rambu, contoh), questioning (eksplorasi, membimbing, menuntun, mengarahkan, mengembangkan, evaluasi, inkuiri, generalisasi), learning community (seluruh siswa partisipatif dalam belajar kelompok atau individual, minds-on, hands-on, mencoba, mengerjakan), inquiry (identifikasi, investigasi, hipotesis, konjektur, generalisasi, menemukan),

  constructivism (membangun pemahaman sendiri, mengkonstruksi konsep-aturan,

  analisis-sintesis), reflection (review, rangkuman, tindak lanjut), authentic assessment (penilaian selama proses dan sesudah pembelajaran, penilaian terhadap setiap aktvitas-usaha siswa, penilaian portofolio, penilaian seobjektif-objektifnya darei berbagai aspek dengan berbagai cara).(Ngalimun,2014)

  7. Pembelajaran Bersiklus (cycle learning) Ramsey (1993) mengemukakan bahwa pembelajaran efektif secara bersiklus, mulai dari eksplorasi (deskripsi), kemudian eksplanasi (empiric), dan diakhiri dengan aplikasi (aduktif). Eksplorasi berarti menggali pengetahuan rasyarat, eksplanasi berarti mengenalkan konsep baru dan alternatif pemecahan, dan aplikasi berarti menggunakan konsep dalam konteks yang berbeda.

  8. Reciprocal Learning Weinstein & Meyer (1998) mengemukakan bahwa dalam pembelajaran harus memperhatikan empat hal, yaitu bagaimana siswa belajar, mengingat, berpikir, dan memotivasi diri. Sedangkan Resnik (1999) mwengemukan bahwa belajar efektif dengan cara membaca bermakna, merangkum, bertanya, representasi, hipotesis.Untuk mewujudkan belajar efektif, Donna Meyer (1999) mengemukakan cara pembelajaran resiprokal, yaitu: informasi, pengarahan, berkelompok mengerjakan LKSD-modul, membaca-merangkum.

  9. Scientific Salah satu model pembelajaran dalam implementasi Kurikulum 2013 disekolah,guru harus menggunakan pendekatan ilmiah (Scientific), karena pendekatan ini lebih efektif hasilnya dibandingkan pendekatan tradisional.

  Ada tujuh kriteria sebuah pendekatan pembelajarandapat dikatakan pembelajaran scientific ,yaitu : a. Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu, bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda atau dongeng semata.

  b. Penjelasan guru, respons siswa, dan interaksi edukatif guru-siswa terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.

  c. Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi pembelajaran.

  d. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari materi pembelaaran.

  e. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespons materi pembelajaran. f. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan.

  g. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas namun menarik sistem penyajiannya.

  10. SAVI Pembelajaran SAVI adalah pembelajaran yang menekankan bahwa belajar haruslah memanfaatkan semua alat indra yang dimiliki siswa. Istilah SAVI sendiri adalah kependekan dari: Somatic yang bermakna gerakan tubuh (hands-on, aktivitas fisik) di mana belajar dengan mengalami dan melakukan; Auditory yang bermakna bahwa belajar haruslah dengan melaluui mendengarkan, menyimak, berbicara, presentasi, argumentasi, mengemukakan penndepat, dan mennaggapi; Visualization yang bermakna belajar haruslah menggunakan indra mata melallui mengamati, menggambar, mendemonstrasikan, membaca, menggunbakan media dan alat peraga; dan Intellectualy yang bermakna bahwa belajar haruslah menggunakan kemampuan berpikir (minds-on) belajar haruslah dengan konsentrasi pikiran dan berlatih menggunakannya melalui bernalar, menyelidiki, mengidentifikasi, menemukan, mencipta, mengkonstruksi, memecahkan masalah, dan menerapkan.(Ngalimun,2014) E.

   Microsoft Visual Studio 2010

  Menurut Eirene (2011), Microsoft Visual Studio 2010 Profesional adalah alat penting untuk individu melakukan tugas-tugas pembangunan dasar. Ini menyederhanakan penciptaan, debugging, dan penyebaran aplikasi pada berbagai platform, termasuk SharePoint dan Cloud. Visual Studio 2010 Profesional dilengkapi dengan dukungan terpadu untuk pengembangan uji-didorong, serta alat debugging yang membantu memastikan solusi berkualitas tinggi. Menulis kode aplikasi sering membutuhkan banyak memiliki desainer dan editor terbuka sekali.

  F.

  

Kriteria Sistem Pendukung Keputusan dalam pemilihan model pembelajaran yang

sesuai kurikulum 2013.

a. Siswa dan Guru

  Siswa adalah manusia berpotensi yang menghajatkan pendidikan. Di sekolah, gurulah yang berkewajiban mendidiknya. Perbedaan individual siswa pada aspek biologis, intelektual, dan psikologis mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode pembelajaran mana yang sebaiknya guru ambil untuk menciptakan lingkungan belajar yang kreatif demi tercapainya tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.

  Setiap guru mempunyai kepribadian yang berbeda. Latar pendidikan guru diakui mempengaruhi kompetensi. Kurangnya penguasaan terhadap berbagai jenis metode menjadi kendala dalam memilih dan menentukan metode.

  b. Jumlah Siswa Jumlah peserta didik dalam satu kelas perlu menjadi pertimbangan dalam pemilihan metode pembelajaran yang tepat. Meskipun pemerintah telah mengeluarkan aturan baku mengenai standar jumlah peserta didik dalam satu kelas, namun kenyataannya aturan tersebut masih belum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Kekurangan jumlah peserta didik dalam satu kelas disebabkan karena minat dan berbagai alasan lain, sehingga terjadi kekurangan siswa. Lain halnya dengan kelas yang jumlah siswanya justru over capasity. Masih banyak sekolah-sekolah yang menerima murid dalam jumlah yang besar namun tidak memiliki kapasitas ruang yang memadai, sehingga dalam satu ruangan kelas dipenuhi oleh jumlah siswa yang melebihi dari 32 orang. Hal ini berpengaruh pada efektifitas pembelajaran. Dalam kelas yang jumlah peserta didiknya melampau batas, guru akan kewalahan mengampu pembelajaran. Pencapaian tujuan belajar akan menjadi lebih sulit karena ketidakseimbangan antara porsi maksimal perhatian dan penanganan yang dapat diberikan guru, dengan kondisi besarnya jumlah siswa yang akan menimbulkan berbagai keruwetan. Kelas yang over

  

capasity, cenderung sulit diatur, gaduh, peserta didik sulit untuk memfokuskan perhatian secara konsisten terhadap pelaksanaan pembelajaran dan berbagai masalah lainnya.

  c. Karakter kelas.

  Pemilihan metode pembelajaran harus memperhatikan karakter kelas. Karakter kelas menyangkut sifat dan sikap peserta didik dalam tataran umum untuk ruang lingkup kelas. Guru harus memiliki ketajaman pandangan dan mampu menilai karakter yang dimiliki oleh kelas-kelas yang diampunya. Setiap kelas memiliki karakternya masing-masing. Salah satu keterampilan wajib seorang guru adalah dalam hal penguasaan kelas. Penguasaan kelas bukan diartikan guru dominan dan kelas yang diampunya.

  d. Ketersediaan Fasilitas Pembelajaran.

  Fasilitas pembelajaran berfungsi untuk memudahkan proses pembelajaran dan pemenuhan kebutuhan proses pembelajaran. Bagi sekolah yang telah memiliki fasilitas pembelajaran yang lengkap, ketersediaan fasilitas belajar bukan lagi suatu kendala. Namun demikian tidak semua sekolah memiliki fasilitas pembelajaran dengan standar yang diharapkan. Keadaan tersebut hendaknya tidak menjadi suatu hambatan bagi guru dalam merancang pembelajaran yang tetap mampu menjangkau tujuan pembelajaran. Dalam kondisi tertentu, guru-guru yang memiliki semangat dan komitmen yang kuat tetap mampu menyelenggarakan pembelajaran yang menarik, menyenangkan, dan mampu mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.

  e. Tujuan Pembelajaran Yang Hendak Dicapai.

  Setiap pelaksanaan pembelajaran tentu memiliki tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Penyelenggaraan pembelajaran bertujuan agar pesera didik sebagai warga belajar akan memperoleh pengalaman belajar dan menunjukkan perubahan perilaku, dimana perubahan tersebut bersifat positif dan bertahan lama. Kalimat tersebut dapat dimaknai bahwa pembelajaran yang berhasil adalah pembelajaran yang tidak hanya akan menambah pengetahuan peserta didik tetapi juga berpengaruh terhadap sikap dan cara pandang peserta didik terhadap realitas kehidupan.

  f. Materi Pembelajaran.

  Pada bagian ini, hal yang perlu diperhatikan dalam materi pembelajaran adalah apa materinya (what), seberapa banyak (how much), dan bagaimana tingkat kesulitan (how hard) materi yang hendak dipelajari.

  g. Alokasi waktu pembelajaran Pemilihan metode pembelajaran yang tepat juga harus memperhitungkan ketersediaan waktu. Rancangan belajar yang baik adalah penggunaan alokasi dinamis, tidak ada waktu terbuang tanpa arti. Kegiatan pembukaan, inti, dan penutup disusun secara sistematis. Dalam kegiatan inti yang meliputi tahap eksplorasi

  • – elaborasi – konfirmasi, mengambil bagian waktu dengan porsi terbesar dibandingkan dengan kegiatan pembuka dan penutup.

  G. APLIKASI SIMULASI

  Pemrograman simulasi merupakan suatu perancangan dari sistem yang nyata dalam kehidupan, dimana ditulis melalui salah satu bahasa pemrograman dan bertujuan untuk menciptakan sistem yang nyata dalam bentuk maya.

  H. PENELITIAN SEJENIS

  a. Antoni Aruan (2014) Penelitian yang dilakukan oleh Antoni (2014), penelitian ini menggunakan metode fuzzy multi criteria decision making. Metode ini untuk memecahkan masalah pemilihan asuransi jiwa, dalam metode ini menunjukkan bahwa salah satu alternatif input merupakan prioritas dengan terlebih dahulu menentukan kriteria- kriteria dalam pemilihan asuransi jiwa. Dalam pengimplementasiannya metode ini dapat diterapkan dengan sangat baik khususnya dalam pemilihan asuransi jiwa, bahasa pemrograman yang digunakan adalah Visual Basic 2008 dan aplikasi ini dapat diterapkan pada calon nasabah yang ingin menggunakan jasa asuransi. b. Hermanto (2012) Penelitian yang dilakukan oleh Hermanto (2012), penelitian ini menggunakan metode Simple Additive Weighting (SAW), dalam menentukan jurusan pada SMK

  Bakti Purwokerto. Dari hasil perancangan dan pembuatan aplikasi sistem pendukung keputusan, dapat disimpulkan bahwa : 1) Sistem pendukung keputusan yang telah dibuat dapat mempermudah proses penjurusan oleh panitia, karena menggunakan proses perhitungan yang cepat dan tepat. 2) Sistem pendukung keputusan yang telah dibuat dapat diakses dari mana saja selama tersedia layanan internet karena aplikasi ini berbasis web.

  c. Penelitian yang dilakukan Santyasa (2007) Penelitian yang dilakukan Santyasa (2007) tentang model-model pembelajaran inovatif. Penelitian ini menghasilkan Model pembelajaran sangat diperlukan untuk memandu proses belajar secara efektif. Model pembelajaran yang efektif adalah model pembelajaran yang memiliki landasan teoretik yang humanistik, lentur, adaptif, berorientasi kekinian, memiliki sintak pembelajaran yang sedehana, mudah dilakukan, dapat mencapai tujuan dan hasil belajar yang disasar. Model pembelajaran yang dapat diterapkan pada bidang studi hendaknya dikemas koheren dengan hakikat pendidikan bidang studi tersebut. Namun, secara filosofis tujuan pembelajaran adalah untuk memfasilitasi siswa dalam penumbuhan dan pengembangan kesadaran belajar, sehingga mampu melakukan olah pikir, rasa, dan raga dalam memecahkan masalah kehidupan di dunia nyata.

  Model-model pembelajaran yang dapat mengakomodasikan tujuan tersebut adalah yang berlandaskan pada paradigma konstruktivistik sebagai paradigma alternatif. Model problem solving and reasoning, model inquiry training, model problembased instruction, model conceptual change instruction, model group investigation, dan masih banyak lagi model-model yang lain yang berlandaskan paradigma konstruktivistik, adalah model-model pembelajaran alternatif yang sesuai dengan hakikat pembelajaran humanis populis.