BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bakteri Pseudomonas aeruginosa 2.1.1. Klasifikasi Pseudomonas aeruginosa - UJI DAYA HAMBAT EKSTRAK KULIT BUAH KAKAO ( Theobroma cacao) TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI Pseudomonas aeruginosa - repository perpustakaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bakteri Pseudomonas aeruginosa

  2.1.1. Klasifikasi Pseudomonas aeruginosa

  Sistematika Pseudomonas aeruginosa menurut Holt (1998) adalah sebagai berikut : Divisio : Bakteri Classis : Schizomycetes Ordo : Pseudomonales Familia : Pseudomonaceae Genus : Pseudomonas Species : Pseudomonas aeruginosa

  2.1.2. Deskripsi Bakteri Pseudomonas aeruginosa Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri Gram negatif yang dapat menyebabkan penyakit pada hewan maupun manusia.

  Bakteri ini dapat ditemukan pada tanah, air, flora, di kulit, dan sebagain besar lingkungan manusia di dunia. P. aeruginosa dapat bergerak karena mempunyai flagel monotrika (flagel tunggal yang terletak pada kutub), berbentuk batang dengan ukuran 0,6 x 2 µm dan bersifat aerobik obligat yang dapat tumbuh dengan cepat pada berbagai tipe media. P.aeruginosa dapat tumbuh baik pada suhu 37- 42°C (Jawetz, et al., 1995).

  P. aeruginosa merupakan patogen utama bagi manusia dan

  hewan karena bakteri ini mengkoloni dan dapat menimbulkan infeksi apabila fungsi pertahanan abnormal. P. aeruginosa disebut patogen oportunistik, yaitu memanfaatkan kerusakan mekanisme pada inang untuk memulai infeksi. Bakteri ini dapat tumbuh pada manusia sehat dan bersifat saprofit pada usus dan kulit manusia. Selain itu, bakteri ini dapat menyebabkan infeksi nosokomial, yaitu infeksi yang didapat selama dalam perawatan di rumah sakit (Mayasari, 2006).

  Infeksi P. aeruginosa dapat menginfeksi pasien rumah sakit yang menderita kanker, fibrosis kistik, dan luka bakar. Angka fatalitas pasien-pasien tersebut mencapai 50 % (Mayasari, 2006). Berbagai penyakit yang dapat disebabkan oleh P. aeruginosa yaitu infeksi pada luka dan luka bakar yang menimbulkan nanah hijau kebiruan, infeksi saluran kemih, infeksi pada saluran napas yang menyebabkan pneumonia, ototis eksterna ringan pada perenang, infeksi mata (Mayasari, 2006).

2.2. Tanaman Kakao (Theobroma cacao)

2.2.1. Sistematika Tanaman Kakao (Theobroma cacao)

  Kakao merupakan jenis tanaman dari marga Theobroma dari suku Sterculiceae yang diusahakan secara komersil. Menurut Cronquist (1981) tanaman kakao diklasifikasikan sebagai berikut : Divisio : Magnoliophyta Classis : Magnoliopsida Ordo : Malvales Familia : Sterculiaceae Genus : Theobroma Species : Theobroma cacao

2.2.2.Deskripsi Tanaman Kakao(Theobroma cacao)

  Kakao merupakan tanaman berwujud pohon yang berasal dari Amerika Selatan, dan dibudidayakan di Indonesia dalam dua varietas yaitu Java-Criollo dan Java-Vorestero. Di Beberapa negara tanaman kakao memiliki nama yang berbeda-beda antara lain chocolat (meksiko), ciocolalata (italia), pikolata (terkey), cokelat (Indonesia) (Dephut, 1987).

  Kakao merupakan tanaman kauliflori, yaitu bunga dan buah berkembang dari ketiak daun dan dari bekas ketiak daun pada batang dan cabang-cabang. Bunga pada tanaman kakao mempunyai kelamin dua. Bunga terdiri atas kelopak (calyx) berwarna putih berbentuk lanset dengan panjang 6-8 cm dan mahkota (corolla) berwarna putih kuning atau kemerahan dengan panjang 9-8 cm.Tabung benang sari berbentuk periuk, staminodia berwarna ungu tua. Mempunyai bakal biji banyak yang tersusun dalam lima baris dan menyatu pada bagian poros buah.

  Buah pada tanaman kakao termasuk dalam buah buni dengan bentuk telur memanjang. Panjang buahnya 12-32 cm, dengan dinding tebal (van Steenis, 2008).

  Pohon kecil, yang kadang-kadang rendah sudah bercabang. Tinggi tanaman kakao 3-8 m dengan sistem perakaran tunggang. Daun kakao merupakan daun tunggal (folium simplex) yaitu pada tangkai daunnya hanya terdapat satu helaian daun saja dengan bentuk tangkai bulat telur memanjang. Pada ujung dan pangkal daunnya berbentuk runcing. Panjang daun 10 x 48 cm dengan lebar daun 4 x 20 cm. Susunan tulang daunnya menyirip (van Steenis, 2008).

2.2.3. Kegunaan Bagi Masyarakat

  Tanaman kakao merupakan salah satu tanaman komoditas perkebunan yang sesuai untuk masyarakat, karena tanaman ini dapat berbunga dan berbuah sepanjang tahun sehingga dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan harian atau minguan bagi masyarakat.

  Kakao merupakan komoditas devisa negara terbesar karena biji kakao merupakan satu-satunya bahan utama pembuat cokelat. Selain itu, kakao juga banyak digunakan untuk prodak kosmetik dan industri farmasi (Ariati et al., 2012).

  Selain biji kakao, limbah kulit buah kakao juga dapat digunakan sebagai pakan ternak kambing dan sapi. Kulit buah kakao beratnya mencapai 75% dari seluruh berat buah, sehingga dapat dikatakan bahwa limbah utama pengolahan buah kakao adalah kulitnya.

  Kandungan gizi kulit buah kakao lebih baik dibandingkan dengan perkebunan lainnya seperti pucuk tebu dan kulit kopi. Kulit buah kakao mengandung ± 19% protein, 6,2% lemak, dan 16% serat kasar. Kulit buah kakao dimanfaatkan sebagai pakan ternak, karena kandungan nutrisi berupa asam amino (protein) yang bermanfaat besar untuk pertumbuhan dan penggemukan hewan ternak. Selain sebagai bakan pakan hewan limbah kakao juga digunakan sebagai pupuk organik dan dimanfaatkan untuk zat pewarna alami (Wulan, 2000).

2.2.4. Metabolit Sekunder Pada Kulit Buah Kakao(Theobroma cacao)

  Metabolisme sekunder merupakan hasil tanaman yang khas dan dijumpai sebagai terpenoid, fenolik dan alkaloid. Tumbuhan menghasilkan metabolisme sekunder sebagai bentuk pertahanan diri terhadap serangan hama (Sulandjari, 2008).

  Alkaloid merupakan metabolisme sekunder yang dapa ditemukan pada sekitar 20% tanaman berpembuluh (Taiz & Zeiger, 2002). Alkaloid merupakan senyawa berbentuk cincin heterosiklik yang banyak ditemukan dalam tubuh tumbuhan. Senyawa alkaloid banyak dijumpai dalam bentuk kristal, namun ada juga dalam bentuk cair seperti nikotin. Alkaloid mempunyai kemampuan untuk melindungi tumbuhan dari serangan hama parasit dan sebagai antifungus (Robinson, 1995). Kebanyakan alkaloid mempunyai rasa pahit yang berfungsi sebagai bahan antimikroba, sebagai pertahanan diri dari mikroba yang dapat menyebabkan infeksi (Hopkin, 1995).

  Fenolik merupakan senyawa aromatik alami dengan gugus fenol yang dihasilkan oleh tumbuhan. Golongan senyawa terbesar yang termasuk fenolik adalah flavonoid dan tanin (Harborne, 1987).Golongan flavonoid dapat digambarkan sebagai deretan senyawa C6-C3-C6 artinya kerangka karbonnya terdiri atas dua gugus C6 (cincin benzena tersubtitusi) yang dihubungkan oleh rantai alifatik tiga karbon. Flavonoid adalah suatu senyawa metabolit sekunder terbesar dalam dunia tumbuhan dan merupakan salah satu golongan senyawa fenol yang terbesar. Hampir semua tanaman hijau mempunyai senyawa flavonoid. Beberapa fungsi flavonoid adalah pengatur fotosintesis pada tanaman, kerja antimikroba, dan antivirus. Beberapa flavonoid seperti jenis fitoaleksin lain merupakan komponen abnormal yang hanya dibentuk sebagai tanggapan terhadap infeksi atau luka dan kemudian menghambat fungus penyeerangannya (Robinson, 1995). Menurut Juliantina (2008) flavonoid mempnuyai fungsi sebagai antibakteri dengan cara membentuk senyawa kompleks terhadap protein ekstrakseluler yang dapat mengganggu integritas membran sel bakteri dan menghambat kerja enzim.

  Tanin merupakan senyawa fenol yang sering ditemukan pada tumbuhan yang berpembuluh seperti daun, buah, kulit kayu, atau batang.

  Pada tumbuhan senyawa tanin dibedakan menjadi dua, yaitu tanin terkondensasi dan tanin terhidrolisis. Tanin terkondensasi dapat ditemukan pada paku-pakuan, gimnospermae dan berkeping dua (Harborne, 1987). Beberapa senyawa tanin mempunyai aktifitas sebagai antioksida dan menghambat enzim reserve transciptase dan DNA topoisomerase. Kedua enzim tersebut merupakan enzim yang berperan dalam replikasi DNA pada bakteri. Menurut Mangunwardoyo, et al( 2008) tanin merupakan golongan polifenol yang mempunyai sifat sebagai antimikroba terhadap pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri, kapang, dan khamir.angiospermae, sedangkan tanin terhidrolisis tumbuhannya terbatas pada tumbuhan.

  Terpenoid merupakan metabolisme sekunder tumbuhan yang umumnya tidak larut dalam air. Fungsi terpen dalam tumbuhan sebagai pelindung tumbuhan dari serangga, serta terlibat dalam proses pertumbuhan dan perkembanagan tumbuhan misalnya giberelin (Taiz & Zeiger, 2002).

  Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan kulit buah kakao (Theobroma cacao) mengandung beberapa senyawa metabolit sekunder antara lain, flavonoid berupa katekin, dan tanin (Sartini, 2007). Katekin merupakan golongan polifenol alami yang masuk dalam kelompok senyawa flavonoid, banyak ditemukan pada tumbuhan berkayu. Katekin berfungsi sebagai antioksidan, antibakteri, antivirius dan melindungi dari radikal bebas. Katekin merupakan senyawa toksik yang mengakibatkan terganggunya struktur tiga dimensi protein sel bakteri sehingga menjadi terbuka dan acak tanpa merusak struktur kerangka kovalennya. Hal ini mengakibatkan protein pada sel bakteri akan terdenaturasi, sehingga aktivitas biologisnya rusak yang menyebabkan protein tidak mampu menjalankan fungsinya (Robinson, 1995).

2.3. Metode Ekstrasi Simplisia

  Ekstrasi adalah kegiatan penerikan suatu kandungan senyawa metabolisme sekunder yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Senyawa aktif yang terdapat dalam simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, flavonoid, alkaloid dan lain-lain. Struktur kimia yang berbeda-beda akan mempengaruhi kelarutan serta stabilitas senyawa-senyawa tersebut terhadap pemanasan, udara, cahaya, logam berat dan derajat keasaman (Depkes RI, 2000).

  Dengan diketahuinya senyawa aktif yang terdapat dalam suatu simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstrasi yang tepat.

  Simplisia yang lunak seperti rimpang dan daun pada saat ekstrasi tidak perlu diserbuk sampai halus karena mudah diserap oleh pelarut. Sementera untuk simplisia yang keras seperti biji, kulit kayu dan kulit akar harus diserbuk sampai halus karena susah diserap oleh pelarut (Depkes RI, 2000).

  Simplisia adalah bahan alami yang digunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun kecuali bahan yang sudah dikeringkan.

  Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstrasi senyawa aktif dari simplisia nabati maupun hewani menggunakan pelarut yang sesuai (Depkes RI, 2000).

  Beberapa cara metode mengekstrasi simplisia menurut Depkes RI (2000), dapat dibedakan menjadi cara dingin seperti maserasi dan perkolasi, cara panas seperti refluks, soxhlet, digesti dan infus, kemudian destilasi uap.

  a. Maserasi Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan. Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari (Depkes RI, 1986). b. Perkolasi Perkolasi adalah ekstrasi menggunakan pelarut yang selalu baru sampai sempurna menggunakan temperatur ruangan. Proses perkolasi terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi yang antara, tahap maserasi sebenarnya (penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak yang jumlahnya 1-5 kali bahan.

  c. Refluks Refluks adalah ekstrasi menggunakan pelarut dengan temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif kostan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses residu pertama sampai 3-5 kali sehingga di dapat proses ekstrasi sempurna.

  d. Soxhlet Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan menggunakan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adnya pendingin balik.

  e. Digesti Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) menggunakan pemanasan lemah yang temperaturnya lebih tinggi dari

  º

  temperatur ruangan, yaitu pada suhu 40-50

  C. Cara maserasi ini hanya dapat dilakukan pada simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan. f. Infus Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur

  96-98º C selama waktu tertentu 15-20 menit). Infusdasi biasanya digunakan untuk menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati (Depkes RI, 1986).

  g. Dekok Dekok merupakan ekstraksi dengan cara infus menggunakan temperatur yang lebih tinggi sampai titik didih air 100º C.

  h. Destilasi uap Destilasi uap adalah ekstraksi senyawa kandungan yang mudah menguap seperti minyak atsiri dari bahan segar atau dalam bentuk simplisia dengan uap air. Berdasarkan peristiwa tekanan parsial senyawa kandungan menguap dengan fase uap air dari ketel secara kontinu sampai sempurna dan diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran (senyawa kandungan menguap ikut terdestilasi) menjadi destilat air bersama senyawa kandungan yeng memisah secara sempurna atau sebagian.

2.4. Penelitian Terdahulu

  Menurut Hardika (2012) senyawa flavonoid yang terkandung dalam ekstrak kulit buah kakao mempunyai aktivitas antibakteri terhadap pertumbuhan Streptoccocus mutan pada konsentrasi 2,5 % dengan luas hambatan 16,33±1,52, konsentrasi 5,0% dengan luas hambatan 18,33±1,5 dan konsentrasi 10% dengan luas hambatan 18,33±0,5.

  Selain itu, menurut Sartini et al. (2007) kandungan flavonoid pada kulit buah kakao dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptoccocus

  mutan, Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Salmonella thyphosa.

Dokumen yang terkait

EFEK BERBAGAI KONSENTRASI EKSTRAK PEGAGAN (Centella asiatica L) TERHADAP JUMLAH KOLONI DAN ZONA HAMBAT BAKTERI Pseudomonas aeruginosa SECARA IN VITRO

2 9 1

UJI EFEK ANTIMIKROBA EKSTRAK KULIT MANGGIS TERHADAP Pseudomonas aeruginosa SECARA IN VITRO

1 13 23

EFEK EKSTRAK ETANOL BIJI KAKAO (Theobroma cacao) SEBAGAI ANTIBAKTERI TERHADAP Pseudomonas aeruginosa SECARA IN VITRO

0 6 19

EFEK KOMBINASI N-ASETILSISTEIN DAN CIPROFLOXACIN TERHADAP PERTUMBUHAN Pseudomonas aeruginosa SECARA IN VITRO

2 11 50

Identifikasi Pseudomonas aeruginosa dan tes sensitivitas siprofloksasin pada abses periodontal Identification of Pseudomonas aeruginosa and sensitivity test of ciprofloxacin on periodontal abcess

0 2 5

GAMBARAN UJI DAYA HAMBAT EKSTRAK DAUN SIRIH HIJAU (Piper betle L.) TERHADAP BAKTERI Pseudomonas aeruginosa ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH

1 7 39

FORMULASI SEDIAAN KRIM EKSTRAK ETANOL DAUN KEMANGI DAN AKTIVITASNYA TERHADAP BAKTERI Staphylococcus aureus DAN Pseudomonas aeruginosa SKRIPSI

0 0 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - FORMULASI SEDIAAN KRIM EKSTRAK ETANOL DAUN KEMANGI DAN AKTIVITASNYA TERHADAP BAKTERI Staphylococcus aureus DAN Pseudomonas aeruginosa - repository perpustakaan

0 0 7

FORMULASI SEDIAAN KRIM EKSTRAK ETANOL DAUN SIRIH MERAH DAN AKTIVITASNYA TERHADAP BAKTERI Staphylococcus aureus DAN Pseudomonas aeruginosa SKRIPSI

0 0 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - OPTIMASI KOMBINASI KARBOPOL 940 DAN HPMC (Hydroxypropyl Methyl Cellulose) GEL ANTISEPTIK TANGAN EKSTRAK DAUN SURUHAN (Peperomia pellucida Linn.) DAN UJI AKTIFITASNYA TERHADAP BAKTERI Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa

0 1 22