BAB II TINJAUAN PUSTAKA - OPTIMASI KOMBINASI KARBOPOL 940 DAN HPMC (Hydroxypropyl Methyl Cellulose) GEL ANTISEPTIK TANGAN EKSTRAK DAUN SURUHAN (Peperomia pellucida Linn.) DAN UJI AKTIFITASNYA TERHADAP BAKTERI Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa

  

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Tanaman Suruhan

Gambar 1. Tanaman Suruhan (Peperomia

pellucida L. Kunth) (Koleksi pribadi , 2016 )

  Klasifikasi tanaman suruhan (Peperomia pellucida ) menurut United States Departement of Agriculture Natural Resources Conservation Service (2011) sebagai berikut :

  Kingdom : Plants Subkingdom : Tracheobionta - Vascular plants Superdivision : Spermatophyta - Seed plants Division : Magnoliophyta - Flowering plants Class : Magnoliopsida - Dicotyledons Subclass : Magnoliidae Ordo : Piperales Familia : Piperaceae Genus : Peperomia Species : Peperomia pellucida Nama daerah atau nama lain dari tanaman suruhan (Peperomia

  pellucida ) yaitu Suruhan. Sladanan, Rangu-rangu (Jawa). Saladaan (Sunda),

  Ketumpangan ayer (Sumatera) Gofu doroho (Ternate). Peperomia pellucida termasuk tanaman herba dengan tinggi 10

  • – 20 cm . Batang tegak, lunak, dan
berwarna hijau muda. Daun tunggal dengan kedudukan spiral, bentuk lonjong, panjang 1

  • – 4 cm, lebar 1,5 – 2 cm, ujung runcing, pangkal bertoreh, tepi rata, pertulangan melengkung, permukaan licin, lunak, dan berwarna hijau. Bunga majemuk, berbentuk bulir, terletak di ujung batang atau di ketiak daun, panjang bulir 2
  • – 3 cm, tangkai lunak, berwarna putih kekuningan. Buah bulat, kecil, berwarna hijau, biji bulat, kecil, berwarna hitam. Akar serabut, putih dan perakaran tidak dalam (Heyne, 1987).

  Tanaman suruhan (Peperomia pellucida) berasal dari Amerika Serikat tetapi tumbuh liar dan mudah didapatkan di Indonesia. Sekarang tanaman suruhan tumbuh di Jawa mulai dari dataran rendah sampai kurang lebih 1000 meter di atas permukaan laut. Tanaman suruhan mampu tumbuh pada daerah yang tidak begitu kering. Umumnya di daerah yang tidak subur misalnya pada batu karang, tembok yang lembab, di ladang dan di pekarangan (Heyne, 1987).

  B. Kandungan Senyawa Kimia Tanaman Suruhan Tabel 1 . Kandungan Senyawa Kimia Tanaman Suruhan No. Kandungan Senyawa Kimia 1.

  2.

  3.

  4.

  5.

  6.

  7. Minyak essensial terutama carotol dillapiole, β –caryophyllene (Xu dkk., 2005) Saponin, tanin, alkaloid, kalsium oksalat, lemak, dan minyak atsiri. (Dalimarta , 2006) Alkaloid, flavonoid, tanin dan saponin (Mishra , 2010) Steroid, flavonoid, triterpenoid, dan karbohidrat (Majumder and Arun Kumar , 2011) Alkaloid tanin, kalsium oksalat, lemak, dan minyak atsiri (Hariana, 2006).

  Flavonoid seperti acacetin, apigenin, isovitexin dan pellucidatin, pitosterol yaitu campesterol, stigmasterol dan arylproppanoids, glikosida jantung dan antrakuinon (Nwokocha dkk., 2012) Alkaloid, flavonoid, saponin, tanin dan triterpenoid (Irsyad, Muhammad , 2013)

  Tanin dan flavonoid mempunyai aktivitas sebagai antiseptik dan antibakteri (Harborne, 1987). Tanin berperan sebagai antibakteri melalui pembentukan kompleks dengan enzim mikroba atau substrat, selain itu tanin masuk melalui membran mikroba, untuk mencapai membran tanin harus melewati dinding sel mikroba. Flavonoid bekerja sebagai antimikroba dengan cara membentuk kompleks dengan protein ekstrasel dan dinding sel bakteri. Selain itu flavonoid bersifat lipofilik dapat merusak membran sel mikroba (Cowan, 1999).

  C. Manfaat Tanaman Suruhan Peperomia pellucida memiliki manfaat sebagai obat sakit kepala, demam, sakit perut, abses, bisul, dan gangguan ginjal (Oloyede, 2011).

  Menurut Sio Susie O (2001) Peperomia pellucida digunakan sebagai alternatif pengobatan asam urat. Sedangkan menurut Mappa dkk., (2013) tanaman ini digunakan sebagai obat asam urat dan menyembuhkan luka. memiliki aktifitas analgesik, antipiretik, antiinflamasi, hipoglikemik (Sheikh dkk., 2013), antibakteri (Xu dkk., 2005), antijamur (Majumder, Pulak dkk., 2011) antimikroba dan antikanker (Wei dkk., 2011), antiinflamasi (Wijaya dan Monica, 2004), antibakteri, antikanker, antipiretik (Khan dkk., 2008), antihipertensi (Nwokocha dkk., 2012).

  D. Simplisia

  Simplisia dalam Materia Medika Indonesia (1995) diartikan sebagai bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga, kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia berdasarkan sumbernya dapat dibedakan menjadi tiga yaitu Simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia pelikan (mineral).

  a. Simplisia nabati adalah simplisia berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman (isi sel) . Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau isi sel yang dengan cara tertentu di- keluarkan dari selnya.

  b. Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan bukan berupa zat kimia murni.

  c. Simplisia pelikan adalah simplisia yang berupa bahan pelikan yang belum diolah dengan cara sederhana atau belum berupa zat kimia murni.

E. Ekstraksi dan Ekstrak

1. Ekstraksi

  Ekstraksi adalah teknik pemisahan suatu senyawa berdasarkan perbedaan distribusi zat terlarut diantara dua pelarut yang saling bercampur. Pada umumnya zat terlarut yang diekstrak bersifat tidak larut atau sedikit larut dalam suatu pelarut tetapi mudah larut dengan pelarut lain (Harborne, 1996). Menurut Depkes RI (2000) ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan senyawa kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair . Ekstraksi dapat dilakukan dengan bermacam-macam metode tergantung dari tujuan ekstraksi, jenis pelarut yang digunakan dan senyawa yang diinginkan.

  Beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yaitu (Depkes RI, 2000) :

a. Cara dingin 1) Maserasi

  Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman menggunakan pelarut dengan pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus-menerus disebut maserasi kinetik sedangkan yang dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya disebut remaserasi.

  Sedangkan menurut Pratiwi (2009) maserasi adalah perendaman bahan alam yang dikeringkan (simplisia) dalam suatu pelarut.

2) Perkolasi

  Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap pelembaban bahan, tahap perendaman antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) terus-menerus sampai diperoleh perkolat yang jumlahnya 1-5 kali bahan.

b. Cara panas 1) Refluks

  Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan alat pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

  2) Digesti

  Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinyu pada temperatur lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40ºC - 50°C.

  3) Sokletasi

  Sokletasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut yang selalu baru, dilakukan menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

  4) Infundasi

  Infundasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90°C selama 15 menit.

  5) Dekok

  Dekok adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90°C selama 30 menit.

2. Ekstrak

  Ekstrak adalah sediaan kering, kental dan cair, dibuat dengan menyari simplisia menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung (Depkes RI, 2000). Menurut Voight (1995), ekstrak dikelompokkan berdasarkan sifatnya, yaitu : a) Ekstrak encer (Extractum teneu). Sediaan ini memiliki konsistensi yang mudah untuk dituang. b) Ekstrak kental (Extractum spissum). Sediaan ini pada keadaan dingin bersifat liat dan sulit untuk dituang.

  c) Ekstrak kering (Extractum siccum). Sediaan ini memiliki konsistensi kering.

F. Gel

  Gel kadang-kadang disebut jeli, merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. Gel dapat digunakan untuk obat yang diberikan secara topikal atau dimasukkan ke dalam lubang tubuh (Farmakope Indonesia Edisi IV , 1995). Gel merupakan sediaan setengah padat, bersifat tiksotropi yaitu menjadi cairan ketika digoyang dan kembali memadat jika dibiarkan tenang. Obat topikal mengandung dua komponen utama yaitu zat aktif yang merupakan komponen bahan topikal yang memiliki efek terapetik dan zat pembawa sebagai bagian inaktif (Yahendri dan Yenny, 2012).

  Gel umumnya merupakan suatu sediaan semipadat yang jernih, tembus cahaya dan mengandung zat aktif, merupakan dispersi koloid mempunyai kekuatan yang disebabkan oleh jaringan yang saling berikatan pada fase terdispersi (Ansel, 1989). Zat-zat pembentuk gel digunakan sebagai pengikat dalam granulasi, koloid pelindung dalam suspensi, pengental untuk sediaan oral dan sebagai basis supositoria. Secara luas sediaan gel banyak digunakan pada produk obat-obatan, kosmetik dan makanan juga pada beberapa proses industri. Pada kosmetik yaitu sebagai sediaan untuk perawatan kulit, sampo, sediaan pewangi dan pasta gigi (Herdiana, 2007).

  Dasar gel yang umum digunakan adalah gel hidrofobik dan gel hidrofilik.

1. Dasar gel hidrofobik

  Dasar gel hidrofobik umumnya terdiri dari partikel-partikel anorganik, bila ditambahkan ke dalam fase pendispersi, hanya sedikit sekali interaksi antara kedua fase. Berbeda dengan bahan hidrofilik, bahan hidrofobik tidak secara spontan menyebar, tetapi harus dirangsang dengan prosedur yang khusus (Ansel, 1989).

2. Dasar gel hidrofilik

  Dasar gel hidrofilik umumnya terdiri dari molekul-molekul organik yang besar dan dapat dilarutkan atau disatukan dengan molekul dari fase pendispersi. Istilah hidrofilik berarti suka pada pelarut. Umumnya daya tarik menarik pada pelarut dari bahan-bahan hidrofilik kebalikan dari tidak adanya daya tarik menarik dari bahan hidrofobik. Sistem koloid hidrofilik biasanya lebih mudah untuk dibuat dan memiliki stabilitas yang lebih besar (Ansel, 1989). Gel hidrofilik umummnya mengandung komponen bahan pengembang, air, humektan dan bahan pengawet (Voigt, 1994).

  Menurut Martin dan Camarata (1990) gel yang baik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Homogen

  Bahan obat dan dasar gel harus mudah larut atau terdispersi dalam air atau pelarut yang cocok atau menjamin homogenitas sehingga pembagian dosis sesuai dengan tujuan terapi yang diharapkan.

  b. Bahan dasar yang cocok dengan zat aktif Bila ditinjau dari sifat fisika dan kimia bahan dasar yang digunakan harus cocok dengan bahan obat sehingga dapat memberikan efek terapi yang diinginkan.

  c. Konsisten Konsistensi gel menghasilkan aliran psedoplastik tiksotropik. Karena sifat aliran ini sangat penting pada penyebaran sediaan jika dioleskan pada kulit tanpa penekanaan yang berarti pada pemencetan dapat keluar dari wadah misalnya tube.

  d. Stabil Gel harus stabil dari pengaruh lembab dan suhu selama penggunaan dan penyimpanan.

  Beberapa keuntungan sediaan gel menurut Voigt (1994) adalah kemampuan penyebarannya baik pada kulit , efek dingin yang dijelaskan melalui penguapan lambat dari kulit , tidak ada penghambatan fungsi rambut secara fisiologis, kemudahan pencuciannya dengan air yang baik, pelepasan obatnya baik .

  Sedangkan menurut Lund (1994) sediaan gel mempunyai kelebihan diantaranya memiliki viskositas dan daya lekat tinggi sehingga tidak mudah mengalir pada permukaan kulit, memiliki sifat tiksotropi sehingga mudah merata bila dioles, tidak meninggalkan bekas, hanya berupa lapisan tipis seperti film saat pemakaian, mudah tercucikan dengan air, dan memberikan sensasi dingin setelah digunakan .

G. Bakteri

  Bakteri adalah organisme bersel satu yang berkembang biak dengan pembelahan menjadi dua (Gibson, 1996). Sedangkan menurut Dwijoseputro (1998), bakteri adalah mikroorganisme bersel satu , berkembang biak dengan cara membelah diri, hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop.

1. Klasifikasi Bakteri a. Berdasarkan Morfologi

  Berdasarkan morfologinya bakteri dapat dibedakan menjadi tiga yaitu :

  1) Bentuk silindris Bentuk silindris (batang) dibedakan menjadi :

  a) Basil, berbentuk batang tunggal b) Diplobasil, berbentuk batang bergandeng dua c) Steptobasil, berbentuk batang bergandeng seperti rantai

  2) Bentuk coccus Bentuk bulat (coccus) dibedakan menjadi :

a) Monococcus , berbentuk bulat satu-satu

  b) Diplococcus, berbentuk bulat bergandeng dua

  c) Streptococcus, bentuk bulat bergandeng seperti rantai

  d) Tetracoccus, berbentuk bulat terdiri daari 4 sel tersusun dalam

  bentuk segi empat

  e) Sarkina, berbentuk bulat terdiri atas delapan sel, tersusun dalam

  bentuk kubus.

f) Stafilococcus, berbentuk bulat tersusun seperti kelompok anggur.

3) Bentuk spiral

  a) Berbentuk spiral (tunggal spirilum, jamak, spirila) terdapat secara terpisah-pisah (tunggal) tetapi spesies berbeda, panjang, jumlah dan amplitude spiralnya.

  b) Berbentuk koma atau vibrio adalah bakteri yang ukurannya pendek dengan spiral yang tidak lengkap (Dwidjoseputro, 1998)

b. Berdasarkan Teknik Pewarnaan

  Berdasarkan dasar teknik pewarnaan differensial yang disebut pewarnaan Gram , bakteri dapat dibedakan menjadi dua yaitu bakteri gram positif dan bakteri gram negatif (Volk dan Wehler, 1996).

  1) Bakteri Gram Positif

  Bakteri Gram Positif adalah bakteri yang dapat mengikat zat warna pertama yaitu kristal violet. Dinding sel bakteri gram positif seperti bakteri Staphylococcus aureus dan Steptococcus sp tersusun atas lapisan sederhana yang terdiri atas beberapa lapisan peptidoglikan yang membentuk suatu struktur yang tebal dan kaku (Brooks, 2004).

  2) Bakteri Gram Negatif

  Bakteri gram negatif adalah bakteri yang dapat mengikat zat kedua yaitu safranin. Bakteri gram negatif seperti Pseudomunas

  aeruginosa memiliki lapisan peptidoglikan yang tipis (5-10 nm)

  pada dinding selnya dengan komposisi utama lipoprotein, membran luar, dan lipopolisakarida. (Gupta, 1990). Dinding sel bakteri gram negatif lebih rumit susunannya dari pada bakteri gram positif. Dinding sel bakteri gram negatif mempunyai dua lapisan dinding sel yaitu lapisan luar yang tersusun dari lipopolisakarida dan protein, dan lapisan dalam yang tersusun dari peptidoglikan tetapi lebih tipis dari pada lapisan peptidoglikan pada bakteri gram positif (Timotius, 1982).

   Ciri-ciri Bakteri Gram positif dan Gram negatif

  Berdasarkan ciri-ciri susunan dinding sel pada bakteri Gram positif dan Gram negatif maka akan tampak perbedaan-perbedaan relatif antara kedua bakteri tersebut menurut Pelczar ( 1986) dapat dilihat pada tabel berikut :

  

Tabel 2. Perbedaan Ciri-ciri Dinding Sel Bakteri Gram Positif dan Gram Negative

Ciri Gram Positif Gram Negatif Struktur dinding sel Tebal (15-80 nm) Tipis (10-15 nm) Berlapis tunggal (mono) Berlapis tiga (multi)

  Komposisi dinding sel Kandungan lipid rendah (1-4%) Kandungan lipid tinggi (11-22%) Peptidoglikan ada sebagai Peptidoglikan ada di dalam komponen utama merupakan lapisan kaku sebelah dalam, lebih dari 50% berat kering jumlahnya sedikit, merupakan pada beberapa sel bakteri sekitar 10% berat kering pada beberapa sel bakteri Ada asam tekoat Tidak ada asam tekoat Kerentanan terhadap Lebih rentan Kurang rentan penisilin Pertumbuhan Pertumbuhan dihambat dengan Pertumbuhan tidak begitu dihambat oleh zat- nyata dihambat zat warna dasar misalnya ungu kristal Persyaratan nutrisi Relatif rumit pada banyak spesies Relatif sederhana Resistensi terhadap Lebih resisten Kurang resisten gangguan fisik

2. Bakteri Yang Digunakan Dalam Penelitian Ini

  Pada penelitian ini bakteri uji yang digunakan adalah

  Staphylococcus aerus Bakteri Pseudomonas aeruginosa, dan Bacillus . cereus

a. Bakteri Staphylococcus aureus

  Nama Staphylococcus aureus berasal dari kata Staphele yang berarti kumpulan dari anggur dan kata Aureus yang berarti emas. Nama

  • – tersebut berdasarkan bentuk sel-sel bakteri berwarna keemasan. Ciri ciri bakteri ini adalah merupakan bakteri Gram Positif yang berbentuk bulat (coccus) dengan ukuran sekitar 1 µm dan tersusun dalam kelompok yang tidak beraturan, tidak membentuk spora dan tidak bergerak. Sel - selnya terdapat dalam kelompok seperti buah anggur,
akan tetapi pada biakan cair mungkin terdapat secara terpisah (tunggal), berpasangan berbentuk tetrad (jumlahnya 4 sel) dan berbentuk rantai dan koloninya berwarna abu-abu sampai kuning emas tua (Jawetz, 1996). Sedangkan menurut Bonang (1982) metabolisme bakteri ini adalah aerob dan anaerob, katabolisme positif membentuk asam dari hidrat arang tanpa gas, fakultatif anaerob dan koloninya berwarna abu- abu sampai emas tua.

  Klasifikasi bakteri Staphylococcus aureus menurut Rosenbach (1884) :

  Domain : Bacteria Kingdom : Eubacteria Divisi : Firmicutes Class : Bacilli Ordo : Bacillales Family : Staphylococcaceae Genus : Staphyloccocus Spesies : Staphylococcus aureus

  Gambar 2. Bakteri Staphylococcus aureus yang Dilihat dari Mikroskop Elektron, Todar (2008)

  Bakteri Staphylococcus aureus mudah tumbuh pada berbagai pembenihan dan mempunyai metabolisme aktif, meragikan karbohidrat, serta menghasilkan pigmen yang bervariasi dan putih sampai kuning tua. Bakteri ini dapat tumbuh dengan baik pada suhu 37ºC, tapi membentuk pigmen yang paling baik pada suhu (20ºC - 25ºC). Koloni pada pembenihan padat berbentuk bulat, halus, menonjol dan berkilau (Jawetz, 1996). Suhu optimum untuk pertumbuhan bakteri adalah 35ºC - 37ºC, dengan suhu minimum

  Staphylococcus aureus 6,7ºC dan suhu maksimum 45,5ºC.

  

Staphylococcus aureus dapat tumbuh pada kisaran pH 4,0

  • – 9,8 dengan pH optimum sekitar 7,0 – 7,5. Pertumbuhan pada 9,8 hanya mungkin apabila subtratnya mempunyai komposisi yang baik untuk pertumbuhannya. Bakteri ini membutuhkan asam nikotinat untuk tumbuh dan akan distimulir pertumbuhannya dengan adanya tiamin. Pada pertumbuhan optimum diperlukan 11 asam amino. Bakteri ini tidak dapat tumbuh pada media sintetik yang tidak mengandung asam amino atau protein (Supardi, 1999). Staphylococcus aureus relatif resisten terhadap pengeringan, panas (bakteri ini tahan terhadap suhu 50ºC selama 30 menit), dan terhadap natrium klorida 9% tetapi mudah dihambat oleh zat-zat kimia tertentu seperti heksaklorofen 3% (Jawetz, 1996).

b. Bakteri Pseudomonas aeruginosa

  Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri Gram Negatif aerob

  obligat, berbentuk batang dan bergerak aktif dengan flagella pada ujung sel, flagel bersifat monotrih atau multitrih, berukuran sekitar 0,12 µm, terlihat sebagai bakteri tunggal, berpasangan, kadang membentuk rantai pendek, secara umum koloninya mempunyai permukaan yang rata hijau kebiruan, serta berbau seperti buah anggur (Jawetz, 1996).

  Gambar 3. Bakteri Psedomonas aeruginosa Todar (2008) Klasifikasi bakteri Pseudomonas aeruginosa menurut Holt dkk., (1994) sebagai berikut :

  Kingdom : Bacteria Fiilum : Proteobacteria Class : Protobacteria Ordo : Psedomonadales Family : Psedomonadaceae Genus : Psedomonas Spesies : Psedomonas aeruginosa c.

   Bakteri Bacillus cereus Bacillus cereus merupakan bakteri gram positif, bersifat aerob

  fakultatif , dan motil. Beberapa bakteri gram positif seperti genus

  

bacillus, Sporalactobacillus, Clastridum, Sporasarcina , dan Thermo-

actinomyces merupakan bakteri yang mampu membentuk endospora

  yang tebal dapat berfungsi sebagai pelindung panas (Atlas, 1984).

  Klasifikasi bakteri Bacillus cereus menurut Todar (2008) sebagai berikut : Kingdom : Prokaryota Divisi : Fimicutes Class : Bacilli Ordo : Bacillales Family : Bacillaceae Genus : Bacillus Spesies : Bacillus cereus

  Gambar 4. Bacillus cereus (Ann C. Smith, 2011)

H. Sterilisasi

  Sterilisasi adalah suatu usaha untuk membebaskan alat-alat atau bahan dari segala macam bentuk kehidupan terutama mikroba (termasuk spora mikroba). Penyelidikan suatu spesies mikroba selalu didasarkan atas penyelidikan sifat biakan murni spesies tersebut. Oleh karena itu untuk memelihara biakan murni diperlukan alat-alat dan media yang steril . Suatu benda atau substansi harus dapat steril , tidak dapat akan pernah mungkin setengah steril atau hampir steril (Volk dan Wheeler, 1993).

  Ada beberapa cara umum yang dipakai dalam sterilisasi yaitu : 1.

   Sterilisasi secara Fisik

  a. Sterilisasi dengan pemijaran, cara ini dipakai untuk sterilisasi kawat inokulasi (jarum ose) yang terbuat dari platinum atau nikron. Caranya dengan membakar alat tersebut di atas lampu spiritus sampai pijar.

  b. Sterilisasi dengan udara panas (kering) , cara ini dipakai untuk mensterilkan peralatan gelas. Alat yang digunakan adalah oven dengan suhu 170°C - 180°C selama 2 jam.

  c. Sterilisasi dengan menggunakan uap panas bertekanan , cara ini dipakai untuk sterilisasi alat-alat dan bahan-bahan yang tahan terhadap suhu dan tekanan tinggi. Alat yang digunakan adalah autoklaf. Pada autoklaf terdapat penunjuk suhu, penunjuk tekanan serta pengatur uap atau udara (Lay, 1994) 2.

   Sterilisasi secara Kimia

  Bahan-bahan yang mudah rusak bila disterilkan pada suhu tinggi (dari plastik) dapat disterilkan secara kimiawi dengan menggunakan bahan kimia, gas, atau radiasi. Bahan kimia adalah suatu substansi (padat, cair, atau gas) yang dicirikan oleh komposisi molekuler yang pasti dan menyebabkan terjadinya reaksi, contohnya senyawa fenolik, alkohol, klor, iodium, dan etilen oksida. (Pelczar dan Chan 1986).

I. Antibakteri

  Antibakteri merupakan bahan atau senyawa yang khusus digunakan untuk kelompok bakteri. Antibakteri dapat dibedakan bedasarkan mekanisme kerjanya, yaitu antibakteri yang menghambat pertumbuhan dinding sel, antibakteri yang mengakibatkan perubahan permeabilitas membran sel atau menghambat pengangkutan aktif melalui membran sel antibakteri yang menghambat sintesis asam nukleat sel. Aktifitas antibakteri dibagi menjadi 2 macam yaitu aktivitas bakteriostatik (menghambat pertumbuhan tetapi tidak membunuh patogen) dan aktifitas bakterisidal (dapat membunuh patogen dalam kisaran luas) (Brooks dkk., 2005)

  Uji aktifitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode difusi dan metode pengenceran. Disc diffusion test atau uji difusi dilakukan dengan mengukur diameter zona bening (clear zone) yang merupakan petunjuk adanya respon penghambatan pertumbuhan bakteri oleh senyawa antibakteri

  dalam ekstrak. Syarat jumlah bakteri untuk uji kepekaan/aktifitas yaitu 10

  • – 5

  8 10 CFU/ml (Hermawan dkk., 2007).

  Metode difusi merupakan salah satu metode yang sering digunakan. Metode difusi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu metode silinder, metode lubang /sumuran dan metode cakram. Metode lubang/sumuran yaitu membuat lubang pada agar padat yang telah diinokulasi dengan bakteri. Jumlah dan letak lubang disesuaikan dengan tujuan penelitian, kemudian lubang diinjeksikan dengan ekstrak yang akan diuji. Setelah dilakukan inkubasi, pertumbuhan bakteri diamati untuk melihat ada tidaknya daerah hambatan di sekeliling lubang (Kusmayati dan Agustini, 2006).

  Prinsip metode pengenceran adalah senyawa antibakteri diencerkan hingga diperoleh beberapa macam konsentrasi, kemudian masing-masing konsentrasi ditambahkan suspensi bakteri uji dalam media cair. Perlakuan tersebut akan diinkubasi dan diamati ada atau tidaknya pertumbuhan bakteri yang ditandai dengan terjadinya kekeruhan larutan uji senyawa antibakteri pada kadar terkecil. Larutan yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan bakteri uji, ditetapkan sebagai Kadar Hambat Minimal (KHM) atau Minimum

  

Inhibitory Concentration (MIC). Larutan yang ditetapkan KMH tersebut

  selanjutnya dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan bakteri uji ataupun senyawa antibakteri dan diinkubasi selama 8

  • – 12 jam. Media cair
yang tetap terlihat jernih setelah diinkubasi ditetapkan sebagai Kadar Bunuh Minimal (KMB) atau Minimum Bactericidal Concentration (MBC) (Pratiwi, 2008).

  J. Antiseptik

  Antiseptik merupakan bahan-bahan kimia yang dipakai pada kulit atau jaringan hidup lainnya yang dapat menghambat atau membunuh mikroorganisme (baik sementara maupun menetap) sehingga mengurangi jumlah bakteri seluruhnya (Tietjen dkk., 2004). Menurut Siswandono dan Soekarjo (2000) , antiseptik adalah senyawa kimia yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme pada jaringan hidup, mempunyai efek membatasi dan mencegah infeksi agar tidak menjadi lebih parah. Antiseptik digunakan pada permukaan mukosa, kutan, dan luka yang terinfeksi. Antiseptik yang ideal adalah dapat menghambat dan merusak sel-sel bakteri , spora bakteri, jamur, virus, dan protozoa, tanpa merusak jaringan tubuh.

  Gel antiseptik adalah sediaan gel yang berfungsi untuk menghilangkan, membunuh kuman, mikroorganisme dan virus dengan resiko kecil dan kerusakan permanen pada kulit (Harry, 1975). Sedangkan persyaratan gel antiseptik yaitu dapat membunuh bakteri dengan cepat, tidak menimbulkan rasa panas pada kulit, tidak menimbulkan rasa lengket pada kulit, tidak menimbulkan reaksi alergi, aman digunakan, aman digunakan oleh anak- anak . Antiseptik tangan atau hand sanitizer adalah suatu cairan atau gel antiseptik yang digunakan untuk mencuci tangan tanpa menggunakan air untuk membilasnya (Rahmawati dkk., 2008).

  Mekanisme kerja antiseptik antara lain merusak lemak pada membran sel bakteri atau dengan cara menghambat salah satu kerja enzim pada bakteri yang berperan dalam biosintesis asam lemak (Retno Sari & Isadiartuti, 2006).

  K. Uraian Bahan

  Bahan dan fungsi bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

  Tabel 3. Bahan dan Fungsi Bahan Yang Digunakan No. Nama Bahan Fungsi Bahan

  1. Ekstrak suruhan Zat aktif

  2. Carbopol 940 Gelling agent

  3. HPMC Gelling agent

  4. TEA Adjusting pH, pengental dan penjernih

  5. Gliserin Humektan dan emollient

  6. Corigen ordoris Pengharum

  7. Metil paraben Preservative / Pengawet

  8. Propil paraben Preservative / Pengawet

  9. Aquadest ad. Pelarut 1.

   Ekstrak Suruhan

  Ekstrak daun suruhan berfungsi sebagai bahan aktif yang mengandung senyawa antibakteri dan antiseptik. Pemerian : kental, berwarna hijau tua, bau khas daun suruhan, pH 4 - 5.

2. Karbopol

  Karbopol merupakan kelompok acrilyc polimer cross

  • – linked dengan polialkenil eter. Karbopol biasa digunakan dengan konsentrasi 5%. Kelarutan : dapat larut dalam air dan gliserin. Pemerian : serbuk putih, higroskopik dan mempunyai bau khas. Fungsinya sebagai suspending

  agent, emulsifying agent, tablet binder (Rowe dkk., 2006)

  Karbopol merupakan serbuk putih , bersifat asam, higroskopis, dengan bau khas . Karbopol merupakan polimer asam akrilat yang mempunyai ikatan sambung silang (cross-linked) dengan polyalkenyl ether atau divinyl glycol. Karbopol dapat larut dalam air dan setelah dinetralkan dapat larut dalam etanol 95% dan gliserin. Dispersi 1% b/v karbopol air mempunyai pH yang berkisar antara 2,5

  • – 3,0. Karbopol larut dalam air membentuk koloid bersifat asam dengan viskositas rendah dan setelah dinetralkan viskositasnya meningkat. Karbopol membentuk gel pada konsentrasi 0,5% - 2% (Rowe, 2003).

  Sebelum dinetralkan dengan basa, karbopol harus didispersikan dengan merata di dalam air dan dihindari terbentuknya gumpalan yang tidak larut. Zat yang dapat digunakan untuk menetralkan karbopol antara lain asam amino, KOH, natrium bikarbonat, NaOH, TEA. Viskositas paling maksimum terjadi pada pH 6

  • – 11, viskositas menurun pada pH < 3
dan > 12. Sebaiknya karbopol disimpan dalam wadah tertutup rapat di tempat sejuk, kering, dan resisten terhadap zat korosif (Wade, 2003). Karbopol tidak toksik, tidak mensensitisasi, dan tidak mempengaruhi aktifitas biologi obat tertentu (Barry, 1983).

  3. Hidroxyproyl Methyl Cellulose ( HPMC)

  Berbentuk serbuk halus/granul yang berwarna putih agak kekuningan sampai putih, tidak berasa dan berbau. HPMC termasuk bahan yang stabil meskipun bersifat higroskopis setelah dikeringkan. Bahan ini larut dalam air dingin dan membentuk larutan koloid yang kental. HPMC praktis tidak larut dalam etanol (95%), tetapi larut dalam campuran air- alkohol, dimana komposisi alkohol tidak boleh lebih dari 50% b/b. Nilai pH untuk larutan 1% b/v HPMC 5,5

  • – 8. HPMC dipakai secara luas dalam industri farmasi untuk pembuatan sediaan oral dan topikal . Larutan HPMC stabil pada pH 3
  • – 11. Peningkatan temperatur akan menyebabkan penurunan viskositas . HPMC membentuk transformasi solgel yang reversible melalui pemanasan. Larutan HPMC dalam air yang disimpan dalam jangka waktu lama sebaiknya diberi pengawet. Bahan ini tidak tercampur dengan beberapa zat oksidator (Rowe dkk., 2006).

  Pemerian : serbuk hablur putih, tidak berasa, tidak berbau. Kelarut- an : Larut dalam air dingin, membentuk koloid yang merekat, tidak larut dalam kloroform, etanol 95% dan eter, tetapi dapat larut dalam campuran etanol dan diklorometana. Fungsinya sebagai suspending agent, emulsifier, dan stabilizing agent pada oinment dan gel topikal (Rowe dkk., 2006).

  4. Trietanolamin (TEA)

  Pada formulasi sediaan topikal TEA berfungsi sebagai agen penetral, agen pengelmusi, dimana dengan adanya gliserol akan bereaksi dengan membentuk sabun anionic dengan pH sekitar 8

  • – 10,5 dan bersifat stabil. Apabila terkena udara dan sinar cahaya langsung, TEA akan mengalami discoloration atau berubah warna menjadi coklat. Pada formulasi gel TEA berfungsi sebagai penetral pH dengan mengurangi tegangan permukaan dan meningkatkan kejernihan pada konsentrasi 2
  • – 4

  % w/v. Pemerian TEA merupakan cairan kental, berwarna kuning pucat hingga tidak berwarna, dapat dicampur dengan aseton, larut dalam kloroform dan etanol (Rowe dkk., 2009).

  5. Gliserin atau Gliserol

  Gliserin pada sediaan topikal berfungsi sebagai humektan (menjaga kelembaban sediaan) dan sebagai emollient (menjaga kehilangan air dari sediaan). Konsentrasi gliserin yang dapat digunakan sebagai humektan dan emmolient adalah < 30% (Rowe dkk., 2006).

  6. Korigen Ordoris Melon

  Korigen ordoris digunakan untuk memperbaiki bau dari sediaan yang dibuat. Pemerian : cair, jernih, pH 5 - 6.

  7. Metil paraben (Nipagin)

  Konsentrasi nipagin dalam sediaan topikal yang digunakan adalah 0,02

  • – 0,3% . Nipagin sebagai bahan pengawet atau preservative , mencegah kontaminasi, perusakan dan pembusukan oleh bakteri atau fungi dalam sediaan farmasetika, produk makanan dan kosmetik. Rentang pH nipagin antara 4 – 8 (Rowe dkk., 2006).

8. Propil paraben (Nipasol)

  Konsentrasi nipasol yang digunakan sebagai bahan pengawet sediaan topikal, bahan makanan dan kosmetik adalah 0,01

  • – 0,6% w/v. Kombinasi antara metil paraben dan propil paraben bertujuan untuk meningkatkan efek preservatif, metil paraben lebih efektif pada jamur sedangkan propil paraben lebih efektif pada bakteri (Rowe dkk., 2006) 9.

   Aquades

  Aquades merupakan air murni yang bebas dari kotoran dan mikroba jika dibandingkan dengan air biasa. Aquades dalam sediaan farmasi digunakan sebagai bahan pelarut dan medium pendispersi (Ansel, 1989).

  L. Simplex Lattice Design (SLD) Simplex Lattice Design merupakan salah satu metode untuk mengetahui

  profil efek campuran terhadap suatu parameter (Bolton, 1997). Dasar metode ini adalah adanya dua variabel bebas A dan B. Rancangan ini dibuat dengan memilih 3 kombinasi dan yang diamati respon yang didapat. Respon yang didapat haruslah mendekati tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya baik maksimal maupun minimal (Bolton, 1997). Hubungan respon dan komponen digambarkan sebagai berikut :

  Y = a (A) + b (B) + ab (A.B)

  Dalam hal ini Y adalah parameter yang ingin dicapai yaitu kadar bahan yang digunakan, (A) dan (B) adalah fraksi komponen dengan syarat hubungan respon dan komponen yang digambarkan sebagai berikut :

  Komponen dengan syarat : 0 ≤ (A) ≤ 1 0 ≤ (B) ≤ 1 (A) + (B) = 1

  A, B, dan AB sebagai suatu koefisien yang menyatakan nilai parameter mutu fisik. Untuk mengetahui nilai A, B, dan AB diperlukan 3 formula sebagai berikut :

  A = 1 bagian atau diambil 100% tanpa B B = 1 bagian atau diambil 100% tanpa A AB = Canpuran A dan B masing masing 50% Dengan memasukkan respon yang didapat dari hasil percobaan dengan hasil di atas, maka dapat dihitung harga koefisien a, b, dan ab . Dengan diketahuinya harga-harga koefisien ini dapat pula dihitung nilai Y (respon) pada setiap variasi campuran A dan B sehingga digambarkan profilnya (Bolton, 1997).

  Profil efek campuran terhadap suatu parameter dapat dianalisa dengan metode Simplex Lattice Design menggunakan bantuan software dengan

  

expert. Pada software Design Expert untuk mengetahui respon dari variabel

  terdapat 3 model yaitu model Linear , model Quadratic dan model Special cubic .

  a) Linear model Y = β1 (X1) +β (X2) +β (X3)

  b) Quadric model

  Y = β1 (X1) +β (X2) +β (X3) +β 12 (X1)(X2) + β13 (X1)(X3) +

  β23 (X2)(X3)

  c) Spesial cubic Y =

  β1 (X1) +β (X2) +β (X3) +β 12 (X1)(X2) + β13 (X1)(X3) + β23 (X2)(X3) + β123 (X1)(X2)(X3)

  Keterangan : X1 , X2 , X3 = fraksi campuran komponen β1, β2, β3 = koefisien regresi (dihitung berdasarkan respon percobaan)

  Dalam optimasi model Simplex Lattice Design jumlah sesungguhnya suatu komponen dalam campuran diterjemahkan sebagai proporsi yang merupakan bilangan nol atau positif dan tidak boleh berupa bilangan negatif. Jumlah seluruh proporsi dari semua komponen adala h 1. Jika X1, X2,….Xq adalah proporsi komponen 1, 2, ….q, maka 0 < Xi <1. Jika terdapat 3 komponen (q=3) yaitu A, B, dan C maka digambarkan dalam bentuk dua dimensi berupa segitiga sama sisi (model special cubic) dengan 3 sudut. Pada masing-masing sudut segitiga sama sisi menunjukkan komponen tunggal dengan nilai proporsi = 1. Hal yang perlu diperhatikan adalah ketiga sisi segitiga harus mempunyai skala yang sama. Respon yang didapat haruslah mendekati tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya baik maksimal maupun minimal (Bolton, 1997).

  1. Design Formula Pembuatan formula SLD oleh Design Expert 7.0.0 dimulai dari pemilihan menu bar Mixture kemudian pilih Simplex Lattice Design. Pada menu SLD akan muncul rangka eksperimen yang terdiri dari beberapa komponen yang terbentuk tabel untuk memasukkan data.

  2. Analisis Data dalam Design Expert 7.0.0 Analisis data dilakukan setelah mengimputan data pada tiap respon .

  Analisis data berdasarkan langkah-langkah yang sistematis. Menu bar pada bagian Analysis dalam Simplex Lattice Design terdiri dari Transform, Fit

  Summary, f(x) Model , ANOVA, Diagnostic, dan Menu Graphs.

  3. Optimasi Formula

  Pada menu Optimasi Formula terdapat 3 pilihan menu Optimasi yaitu optimasi secara Numerical, Graphical, dan Point Prediction. Optimum ditentukan dengan menghitung respon yang paling besar dengan cara :

  R total = R1 + R2 +R3 + Rn R1, R2, R3 merupakan respon dari tiap masing-masing sifat sediaan. Dari persamaan ini akan diperoleh respon total dari formula optimum. Selanjutnya dilakukan verifikasi pada tiap formula yang memiliki respon optimum pada setiap respon (Amstrong dkk., 1996)

  M. Hipotesis

  Gel antiseptik tangan ekstrak daun suruhan (Peperomia pellucida) memiliki aktifitas daya hambat terhadap bakteri Staphylococcus aureus,

  Pseudomonas aeruginosa, dan Bacillus cereus.

Dokumen yang terkait

UJI AKTIVITAS EKSTRAK KOMBINASI BATANG DAN DAUN SURUHAN (Piperumia pellucida L.H.B Kunth) SEBAGAI ANTI DIABETES PADA TIKUS PUTIH Frangki Atihuta

0 0 12

GAMBARAN UJI DAYA HAMBAT EKSTRAK DAUN SIRIH HIJAU (Piper betle L.) TERHADAP BAKTERI Pseudomonas aeruginosa ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH

1 7 39

FORMULASI SEDIAAN KRIM EKSTRAK ETANOL DAUN KEMANGI DAN AKTIVITASNYA TERHADAP BAKTERI Staphylococcus aureus DAN Pseudomonas aeruginosa SKRIPSI

0 0 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - FORMULASI SEDIAAN KRIM EKSTRAK ETANOL DAUN KEMANGI DAN AKTIVITASNYA TERHADAP BAKTERI Staphylococcus aureus DAN Pseudomonas aeruginosa - repository perpustakaan

0 0 7

FORMULASI SEDIAAN KRIM EKSTRAK ETANOL DAUN SIRIH MERAH DAN AKTIVITASNYA TERHADAP BAKTERI Staphylococcus aureus DAN Pseudomonas aeruginosa SKRIPSI

0 0 14

UJI SIFAT FISIS GEL ANTIACNE EKSTRAK DAUN GAMBIR (Uncaria gambir Roxb) DALAM BASIS KARBOPOL DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI TERHADAP Staphylococcus aureus

0 0 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - UJI SIFAT FISIS GEL ANTIACNE EKSTRAK DAUN GAMBIR (Uncaria gambir Roxb) DALAM BASIS KARBOPOL DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI TERHADAP Staphylococcus aureus - repository perpustakaan

0 0 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - FORMULASI SEDIAAN GEL ANTISEPTIK TANGAN (HAND SANITIZER) EKSTRAK ETANOL DAUN CENGKEH (Syzygium aromaticum (L.) Merr. & L.M. Perry) SEBAGAI ANTIBAKTERI TERHADAP Staphylococcus aureus - repository perpustakaan

0 2 12

BAB II - FORMULASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI GEL EKSTRAK ETANOL DAUN BELUNTAS ( Pluchea indica L. ) TERHADAP Pr opionibacterium acnes, Staphylococcus aureus DAN Staphylococcus epidermidis - repository perpustakaan

0 0 13

OPTIMASI KOMBINASI KARBOPOL 940 DAN HPMC (Hydroxypropyl Methyl Cellulose) GEL ANTISEPTIK TANGAN EKSTRAK DAUN SURUHAN (Peperomia pellucida Linn.) DAN UJI AKTIFITASNYA TERHADAP BAKTERI Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa dan Bacillus cereus

0 0 20