PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP P E L A K U TINDAK PIDANA NARKOTIKA O L E H MAJELIS HAKIM PENGADILAN N E G E R I K L A S I A PALEMBANG

PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP P E L A K U
TINDAK PIDANA N A R K O T I K A O L E H M A J E L I S H A K I M
PENGADILAN N E G E R I K L A S I A PALEMBANG

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat
untuk memenuhi ujian
Sarjana Hukum

Oleh:

Ifan Faisal
502011129

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
F A K U L T A S HUKUM
2015

i

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG

FAKULTAS HIHCUM

PERSETUJUAN DAN PENGES.\HAN

Judul Skripsi

iflMHr

: PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU
TINDAK PIDANA NARKOTIKA OLEH MAJELIS
HAKIM PENGADILAN NEGERI KLAS I A
PALEMBANG

Nama

: Ifaa Faisal

Nin

:502»1U29


Program Stndi

: Ilmu Hukam

Program Kekhususan : Hakum Pidana
Pemhlmbing,
Mulyadi TanzUi, SH., MH.
Palembaikg,

April 2015

PERSETUJUAN OLEH TIM PENGUJI:
Ketua

: Hj. YuUar Komariah, SH., MH.

Anggota

: 1. Rusniati, SE., SH., MH.

2. Barhanuddin, SH., MH.

DISAHKAN OLEH
DEKAN FAKULTAS HUKUM

Dr. Hj. SJU SUATMIATI, SH, M.Hum
NBM/NIDN : 791348/0006046009

ii

)
\'

)

MOTTO;
Sungguh bersama kesukaran dan keringanan, kama itu bila kau
tefaiii selesai (mcngcrjakan yang lain). Dan kepada Tuhan
berharaplah.
(Q.S.AL INSYIRAH : 6-8)


Kupersembahkan untuk;
> ALLAH SWT.
> Kedua orang tuakn (H. Udin Syarifudin
& Hj. Mimin Aminah)
> &iudara-saudaniku (Amirutlah A.md,
Mia Nurjanah & M. Rafli Saputra)
> Kekasihku Tercinta (Alifatun Nikmah
S.E)
> Sahabat-sahabat terbaikku (Rahmat
Bukhari S.H, M. Aldo Zulviansyah S.H,
& Ilham Agustian S.H)
> Almamaterku.

iii

Judul Skripsi

:


PENERAPAN
SANKSI
PIDANA
TERHADAP
PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA OLEH
MAJELIS HAKIM PENGADILAN NEGERI KLAS I A
PALEMBANG

Penulis,

Perabimbing,

Ifan Faisal

Mulyadi TanzUi, SH., MH.
ABSTRAK

Adapun permasalahan di dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah unsur-unsur yang harus dibuktikan terhadap pelaku tindak pidana
Narkotika oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri KJas I A Palembang?.

2. Bagaimanakah penerapan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana
Narkotika oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Klas I A Palembang ?.
Jenis Peneiitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah jenis penelitian
hukum yang dipandang dari sudut tujuan penelitian hukum yaitu penelitian hukum
sosiologis, yang bersifat deskriptif atau menggambarkan.
Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekundcr yang
terdapat dalam kepustakaan, yang berupa peiaturan perundang-undangan yang
terkait, jumal, hasil penelitian, artikel dan buku-buku lainnya
Data yang berasal dari bahan-bahan hukum sebagai data utama yang diperoieh
dari pustaka, antara lain :
a. Bahan hukum primer
Bahan hukum yang mempunyai otoritas i authoritatij) yang Icrdiri dari
pemturan perundang-undangan, antara lain, Undang-undang Nomor 8 tahun
1981 tentang Hukum Acara Pidana, Undang-Undang No. 35 Tahun 2009
tentang Narkotika.
b. Bahan Hukum Sekunder
Yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum
primer, seperti rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, hasilnya dari
kalangan hukum, dan seterusnya.
Data primer diperoieh melalui wawancara secara langsung kepada pihak terkait,

yaitu liakim pada Pengadilan Negeri Klas 1 A Palembang.
Daiam penelitian hukum ini teknik pcngurnpubn data yang digunakan yaitu
melalui sUidi kepustakaan {library research) yaitu peneiitian untuk mendapatkan
data sekunder yang diperoieh dengan mengkaji dan menelusun sumber-sumber
kepustakaan, seperti literatur, hasil penelitian serta mempelajari bahan-bahan
tertulis yang ada kaitannya dengan permasalahannya yang akan dibahas, bukubuku ilmiah, surat kabar, perundang-undangan, serta dokumen-dokumen yang
terkait dalam penulisan skripsi ini.
Data yang diperoieh dari sumber hukum yang dikumpulkan diklasiiikasikan, baru
kemudian dianalisis secara kualitatif, ariinya menguraikan data secara bermutu
dalam bentuk kalimat yang teratur, sistematis, logis, lidak tumpang tindih, dan
efektif, sehingga memudahkan interprestasi data dan pemahaman hasil analisis.

iv

Sclanjutnya hasil dari sumber hukum tersebut dikonstruksikan berupa kesimpulan
dengan menggunakan logika berpikir induktif, yakni penalaran yang berlaku
khusus pada masalah tertentu dan konkrit yang dihadapi. Oleh karena itu hal-hal
yang dirumuskan secara khusus diterapkan pada keadaan nmum, sehingga hasil
analisis tersebut dapat menjawab permasalahan dalam penelitian.
Berdasarkan penelusuran lebih jauh, terutama yang bersangkut paut

dengan permasalahan, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Unsur-unsur yang harus dibuktikan oleh majelis hakim adalah unsur
subyektif yang bersangkut paut dengan pelakunya dan unsur subyektif yang
bersangkut paut dengan Narkotika itu sendiri sejalan dengan Pasal yang
didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum.
2. Penerapan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana Narkotika oleh
Majclis Hakim Pengadilan Negeri Klas I A Palembang, yaitu pidana
penjara dan pidana denda, bahkan pidana mati terhadap terdakwa yang
dikatagorikan pengedar atau jaringan intemasional.

V

K A T A PENGANTAR

Assalainu*alaikum Wr.Wb.

Segala puji dan syukur senantiasa dipanjatkan kehadirat Allah SWT,
serta sholawat dan salam kepada nabi Muhammad Saw., karena atas rahmat dan
nikmat Nya jualah skripsi dengan judul : PENERAPAN SANKSI PIDANA
TEPJIAD.AP PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA OLEH MAJELIS

HAKIM PENG.\DILAN NEGERI KLAS I A PALEMBANG dapat diselesaikan
tepat pada waktunya.
Dengan segala kerendahan hati diakui bahwa skripsi ini masih banyak
mengandung kelemahan dan kekurangan. Semua itu adalah disebabkan masih
kurangnya pengetahuan dan pengalaman penulis, karecanya mohon dimaklmni.
Kesempatan yang baik ini penulis ucapkan terinia kasih kepada semua
pihak yang telah memberikan dorongan dan bantuan, khususnya terhadap:
!. Bapak Dr. H. M. Idris., SE., M.Si., Rektor Universitas Muhammadiyah
Palembang beserta jajarannya.
2. Ibu Dr. Hj. Sri Sualmiali, SH., M.Hum., Dekan Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah Palembang beserta stafiiya.
3. Bapak/Ibu Wakil Dekan I , II, HI dan IV, Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah Palembang.
4. Ibu Lull Maknim, SH., MH. selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas
Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang.

vi

5. Bapak Mulyadi Tanzili, SH., MH. Pembimbing dalam penulisan skripsi ini
yang telah banyak meluangkan wakiu kepada penulis, sehingga skripsi ini

dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
6. Bapak Purwadi SH., MH. Selaku Hakim Pengadilan Negeri Klas I A
Palembang, yang telah memberikan data pada penulis.
7. Bapak Yudistira Rusydi, SH., M.Hum. Pembimbing Akademik Penulis.
8. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah
Palembang.
9. Bulek Narti S.H. Orang yang selalu memberi nasehat, bimbingan maupun
bantuan selama ini kepada penulis.
10. Kedua orangtuaku H. Udin Syarifudin dan FIj. Mimin Aminah yang telah
memberikan rasa kasih sayang, doa serta dorongan moril maupun materil yang
senantiasa diberikan kepada penulis.
11. Saudara-saudaraku Amirullah A.md, Mia Nurianah dan M. Rafli Saputra yang
telah memberikan semangal kepada penulis.
12. Kekasih tercinta Alifatun Nikmah S.E. yang teiah banyak memberi nasehat,
semangat dan bantuan kepada penulis.
13. Sahabat-sahabat terbaikku Rahmat Bukhari S.H., M. Aldo Zulviansyah S.H.,
dan Uham Agustian S.H. yang telah menghabiskan waktu bersama disaat
kuliah serta banyak memberi bantuan berupa moril maupun materil kepada
penulis.


vii

14. Teman-temanku KKN angkata VIII posko 352 di Desa Tanjung Menang
Kecamatan Kayu Agung Kabupaten Ogan Komering Ilir yang telah banyak
membantu dan memberikan inspirasi kepada penulis.
15. Teman-temanku

angkatan

2011

di

Fakultas

Hukum

Universitas

Muhammadyah Palembang.
Semoga segala bantuan materil dan moril yang telah menjadikan skripsi
ini dapat selesai dengan baik sebagai salah satu persyaratan untuk menempijh
ujian skripsi, semoga kiranya AJlah Swt., melimpahkan pahala dan rahmai kepada
mereka.
Wassalarau^alaikum wr.wb.
Palembang,
Penulis,

Ifan Faisal

viii

Maret 2015

DAFTARISI
Halaman
HALAMAN JUDUL

i

HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN

ii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN

iii

ABSTRAK

iv

KATA PENGANTAR

v

DAFTAR ISI

vii

BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

1

B. PermasaJahan

5

C. Ruang Lingkup dan Tujuan

5

D. Metode Penelitian.....



E. Sistematika Penulisan

6
8

BAB n : TINJAUAN PUSTAKA
A.

Pengertian Tindak Pidana

9

B.

Pidana dan Pemidanaan

J6

C.

Jenis-jenis Pidana

20

D.

Pengertian Narkotika

30

ix

BAB I I I : PEMBAHASAN
A. Unsur-unsur yang harus dibuktikan terhadap pelaku
tindak pidana Narkotika oleh Majelis Hakim Pengadilan
Negeri KJas I A Palembang

33

B. Penerapan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana
Narkotika oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Klas I
A Palembang

40

BAB I V : PENUTUP
A. Kesimpulan

49

B. Saran-saran

49

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

X

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehidupan bermasyarakai, tidak lepas dari kaidah hukum yang
mengatur masyarakat

itu. Kaidah hukuin itu berlaku untuk seluruh

masyarakat. Apabila dalam kehidupan mereka meianggar kaidah-kaidah
hukum itu, baik yang berupa kejahatan maupun pelanggaran. maka akan
dikenakan sanksi yang disebut pidana. Masyarakat terdiri dari kumpulan
individu maupun kelompok yang mempunyai latar belakang serta kepentingan
yang berbeda-beda, sehingga dalam melakukan prcses interaksi sering terjadi
benturan-benturan kepentingan yang dapat menimbulkan konflik diantara
pihak-pihak yang bertentangan tersebut
Selama proses interaksi itu adakalunya hanya menguutungkan salah
satu pihak saja, sedangkan pihak yang lain dirugikan. Disinilah hukum
berperan sebagai penegak keadilan. Dapat dikatakan bahwa perbuatan yang
merugikan orang lain dan hanya menguntungkan pribadi atau kelompoknya
saja nierupalcan tindakan yang jahat. Maka wajar apabila setiap perbuatan
meianggar hukum harus bcrhadapan dengan hukum, karena kita adalah negaia
hukum, dan pelakunya harus ineniperianggung jawabkan perbuatannya di
depan hukum dengan adil, salah satunya yaitu dengan menjalani hukuman.
Perilaku yang tidak sesuai norma atau dapat disebut penyelewengan
terhadap norma yang telah disepakati temyata menyebabkan terganggunya

1

2

ketertiban dan ketentraman kehidupan manusia. Penyelewengan yang
demikian, biasanya oleh masyarakat di cap sebagai suatu pelanggaran dan
bahkan sebagai suatu kejahatan. Kejahatan dalam kehidupan manusia
merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia.
Masyarakat, dan bahkan negara. Kenyataan telah membuktikan, bahwa
kejahatan hanya dapat dicegah dan dikurangi, tetapi sulit diberantas secara
tuntas.
Masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif
lainya (NAPZA) atau istilah yang populer dikenal masyarakat sebagai
Narkotika merupakan masalah yang sangat kompleks, yang
memerlukan upaya penanggulangan secara komprehensif dengan
melibatkan kerja sama multidispliner, multisektor, dan peran serta
masyarakat secara aktif yang dilaksanakan secara berkesinambungan,
konsekuen dan konsisten.'*
Mesklpun dalam kedokteran, sebagian besar golongan Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktit lainnya (NAPZA) masih bermanfaat bagi
pengobatan, namun bila disalahgunakan atau digunakan tidak menurut
indikasi medis atau standar pengobatan terlebih lagi bila disertai peredaran
dijaiur ilegal, akan berakibat sangat merugikan bagi individu maupun
masyarakat luas khususnya generasi muda. Maraknya penyalahgunaan
Narkotika tidak hanya di kota-kota besar saja, tapi sudah sampai ke kota-koia
kecil diseluruh ^vilayah Repubiik Indonesia, mulai dari tingkat sosial ekonomi
menengah bawali sampai tingkal sosial ekonomi atas. Dari data yang ada,
penyalahgunaan Narkotika paling banyak berumur antara 15-24 tahun.
Tampaknya generasi muda adalah sasaran strategis perdagangan gelap

^* AR. Sujono dan Bony Daniel, 2011, Komentar dan Pembahasan Undang-Undang
No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika., Sinar Grafika, Jakarta, him. 15.

3

narkotika. Oleh karena itu kita semua perlu mewaspadai bahaya dan
pengaruhnya terhadap ancaman kelangsungan pembinaan generasi muda.
Terpidana perkara narkotika baik pemasok/pedagang besar, pengecer,
maupun

pecandu/pemakai

penyalahgunaan

tindak

pada

dasamya

pidana narkotika

adalah

merupakan korban

yang meianggar peraturan

pemerintah, dan mereka itu semua merupakan Warga Negara Indonesia yang
diharapkan dapat membangun Negeri ini dari keterpurukan hampir di segala
bidang. Karena itu, bagaimanapim tingkat kesalahannya, para terpidana atau
korban tersebut masih diharapkan dapat menyadari bahwa apa yang telah
diputus oleh majelis hakim atas kesalahan mereka adalah merupakan suatu
cara atau sarana agar mereka meninggalkan perbuatan tersebut setelah selesai
menjalani masa hukuman.
Setiap pecandu narkotika adalah wajib menjalani rehab'Iitasi medis dan
rehabilitasi sosial, kewajiban ini merupakan salah satu bentuk upaya
pemerintah mendorong agar pecandu narkotika dapat pulih dari
ketergantungannya. Sehingga dengan diancam pidananya bagi pecandu
yang tidak melapor tentulah akan mendorong pecandu melaporkan

Jadi dalam hal ini, penanganan masalah pembinaan para korban
penyalahgunaan narkotika tersebut adalah merupakan kewajiban pemerintah
juga. Walau demikian sesuai dengan asas kebersamaan maka kewajiban untuk
mengembalikan kondisi para korban tersebut tidak hanya menjadi tanggung
jawab pemerintah, tetapi juga merupakan tanggung jawab masyarakat pada
umumnya.

Ibid,

h\m320.

4

Sejalan dengan cita-cita bangsa di atas, dan komitmen Pemerintah dan
rakyat Indonesia untuk senantiasa aktif mengambil bagian dalam setiap usaha
memberantas

penyalahgunaan

dan

peredaran

gelap

narkotika

dan

psikotropika.^*
Perkembangan tindak pidana transnasional ini, secara teratur dan
berkesinambungan diikuti pula oleh langkah-langkah penanggulangan melalui
berbagai konvensi intemasional tentang narkotika, sejak Konvensi The Hague,
1912, atau The Hague Convention, 1912 sampai dengan konvensi terakhir
tentang pemberantasan tindak pidana narkotika transnasional yaitu. The
Convention Against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psycotropic
Substances, 1988 atau Konvensi Wina 1988.
Perkembangan

pengaturan

tentang

tindak

pidana

narkotika

transnasional melalui konvensi-konvensi intemasional tersebut di atas telah
didukung pembentukan organisasi intenasiona! di bawali lingkup kerja
Perserikatan Bangsa-Bangsa. Seiain Dewan Ekonomi-Sosial dan Organisasi
Kesehatan Sedunia untuk semua jenis aktivitas di bidang sosial, ekonomi, dan
kesehatan, telah dibentuk juga tiga organisasi intemasional lain yang bertugas
khusus mengenai narkotika.
Ketiga organisasi ini yaitu, Commission on Narcotic Drugs atau Komisi
Narkotika, dibentuk pada bulan Februari 1946, dan bertugas memberikan
nasihat dan rekom.endasi dalam mengawasi pelaksanaau perjanjian
intemasional yang berkaitan dengan narkotika; The International
Narcotic Control Board (INCB) atau Badan Pengawas Narkotika
Intemasional yang dibentuk bulan Maret 1968, bertugas melakukan
pengawasan secara operasional perdagangan atau impor/ekspor

^'Agsya, 2010, Undang-Undang Narkotika dan Undang-Undang Psikotropika, Asa
Mandiri, Jakarta, htm. 150.

5

narkotika; The United Nations Fundfor Drug Abuse Control (UNFDAC)
atau
Dana
Perserikatan
Bangsa-Bangsa
untuk mengawasi
penyalahgunaan narkotika, yang dibentuk pada tahun 1971, bertugas
sebagai penyusun anggaran bagi kepentingan pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana narkotika.***
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk
mengkaji dan menganalisis hal yang bersangkut paut dengan Penerapan sanksi
pidana terhadap pelaku tindak pidana Narkotika, untuk maksud tersebut
selanjutnya dirumuskpn dalam skripsi ini yang berjudul : PENERAPAN
SANKSI

PIDANA

TERRADAP

PELAKU

TINDAK

PIDANA

NARKOTIKA OLEH MAJELIS HAKIM PENGADILAN NEGERI KLAS I
A PALEMBANG.

B. Permasalahan
Adapun permasalahan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah unsur-unsm yang harus dib>iktikan terhadap pelaku tindak pidana
Narkotika oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Klas I A Palembang?
2. Bagaimanakah penerapan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana
Narkotika oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri KJas I A Palembang?

C. Ruang Lingkup dan Tuji^an Penelitian
Untuk memperoleh pembahasaii yang sistematis, sehingga sejalan
dengan permasalahan

yang dibahas, maka yang menjadi titik berat

pembahasan dalam penelitian ini yang bersangkut paut dengan Penerapan
sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana Narkotika.

Ibid, h\m. 151.

6

Tujuan Penelitian adalah untuk mengetahui

dan

mendapatkan

pengetahuan yang jelas tentang ;
1.

Unsur-unsur yang harus dibuktikan terhadap pelaku tindak pidana
Narkotika oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Klas I A Palembang.

2.

Penerapan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana Narkotika oleh
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Klas I Palembang.

D. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah jenis penelitian
hukum yang dipandang dari sudut tujuan penelitian hukum yaitu peneiitian
hukum sosiologis, yang bersifat deskriptif atan menggambarkan.
2. Jenis dan Sumber Data
Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder yang terdapat dalam kepustakaan, yang berupa peraturan
perundang-undangan yang terkait, jumal, hasil penelitian, artikel dan
buku-buku lainnya
Data yang berasal dari bahan-bahan hukum sebagai data utama yang
diperoieh dari pustaka. antara lain :
a. Bahan hukum primer
Bahan hukum yang mempunyai otoritas {authoritatif) yang terdiri dari
peraturan perundang-undangan, antara lain, Undang-Undang Nomor 8
tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Undang-Undang No. 35
Tahun 2009 tentang Narkotika.

7

b. Bahan Hukum Sekunder
Yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan
hukum

primer,

seperti

rancangan

undang-undang,

hasil-hasil

penelitian, hasilnya dari kalangan hukum, dan seterusnya.
Data primer diperoieh melalui wawancara secara langsung kepada pihak
terkait, yaitu hakim pada Pengadilan Negeri Klas I A Palembang.
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian hukum ini teknik pengumpulan data yang digunakan
yaitu melalui studi kepustakaan (library research) yaitu penelitiaii untuk
mendapatkan data sekunder yang diperoieh dengan mengkaji dan
menelusuri sumber-sumber kepustakaan, seperti literatur, hasil penelitian
serta mempelajari bahan-bahan tertulis yang ada kaitannya dengan
permasalahannya yang akan dibahas, buku-buku ilmiah, surat kabar,
penindang-undaiigan,

serta dokumen-dokumen yang terkait dalam

penulisan skripsi ini.
4. Teknik Anatisa Data
Data

yang

diperoieh

dari

sumber

hukum

yang dikumpulkan

diklas'fikasikan, baru kemudian dianalisis secara kualitatif, artinya
menguraikan data secara bermutu dalam bentuk kalimat yang teratur,
sistematis, logis, tidak tumpang tindih, dan efektif, sehingga memudahkan
interprestasi data dan pemahaman hasil analisis. Selanjutnya hasil dari
sumber hukum tersebut dikonstruksikan berupa kesimpulan dengan
menggunakan logika berpikir induktif, yakni penalaran yang berlaku

8

khusus pada masalah tertentu dan konkrit yang dihadapi. Oleh karena itu
hal-hal yang dirumuskan secara khusus diterapkan pada keadaan umum,
sehingga hasil analisis tersebut dapat menjawab permasalahan dalam
penelitian.

£. Sistematika Penulisan
Skripsi ini terdiri dari empat bab dengan sistematika sebagai berikut:
Bab I , merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang,
Permasalahan, Ruang Lingkup dan Tujuan Penelitian, Metode Penelitian, serta
Sistematika Penulisan.
Bab II, merupakan tinjauan pustaka yang berisikan landasan teori yang
erat kaitannya dengan obyek penelitian, yaitu : Pengertian

Tindak Pidana,

Pengertian Sanksi dan Jenis hukuman dan Kewenangan Majelis Hakim
Bab III, merupakan pembahasan yang berkaitan dengan Unsur-unsur
yang harus dibuktikan terhadap pelaku tindak pidana Narkotika oleh Majelis
Hakim Pengadilan Negeri Klas I A Palembang dan Penerapan sanksi pidana
terhadap pelaku tindak pidana Narkotika oleh Majelis Hakim Pengadilan
Negeri Klas I A Palembang
Bab IV berisikan Kesimpulan dan saran

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Tindak Pidana
Istilah hukum pidana mengandung beberapa arti atau lebih tepat jika
dikatakan, bahwa Hukum Pidana itu dapat dipandang dari beberapa sudut,
yaitu pertama dari sudut Hukum Pidana dalam arti objektif dan Hukum Pidana
dalam arti subjektif.
Moeljatno menyatakan Hukum Pidana adalah bagian dari keseluruhan
hukum yang berlaku disuatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan untuk:
a. Menentukan perbuatan-perbuatan yang tidak boleh dilakukan, yang
dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu
bagi barang siapa, yang meianggar larangan tersebut.
b. Menentukan kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang meianggar
larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana
sebagaimana yang telah diancamkan.
c. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana ibj dapat
dilaksanakan apabila orang yang disangka telah meianggar larangan
tersebut.^*
Kata "Tindak Pidana" merupakan teijemahan dari '^Strafbaar feif\
Moeljatno memakai istilah perbuatan pidana dan beliau tidak setuju
dengan istilah "Tindak pidana" karena menurutnya tindak lebih pendek
dari pada "perbuatan" tapi tindak, tidak meni-njukan kepada hal yang
abstrak seperti perbuatan, tapi hanya menyatakan keadaan konkret.^*
M.H.Tirta Amidjaya memakai istilah "Pelanggaran Pidana". Mr. E.
Litracht memakai istilah "Pristiwa Pidana", umumnya tindak pidana di
sinonimkan dengan Delik yang berasal dari bahasa latin yakni kata Delictum,

Pipin Syarifin, 2000, Hukum Pidana Indonesia, Pustaka Setia, Bandung, him. 13.
Moeljatno, 2003, Asas-asas Hukum Pidana, Alumni, Bandung, hlm.21.

9

10

dalam kamus besar bahasa Indonesia tercantum sebagai benkut: Delik
pemberatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran
terhadap Undang - Undang tindak pidana".^*
Mengenai definisi "Delik" {Strqfhaar feit) dapat dibandingkan pendapat
para pakar, antara lain:
VOS

: Delik adalah feit yang dinyatakan dapat dihukum oleh

undang - undang
Van Hame! : Delik adalah suatu serangan atau suatu ancaman terhadap
hak - hak orang lain.
Simons

: Delik adalah suatu tindakan meianggar hukum yang telah

dilakukan dengan sengaja ataupun lidak sengaja oleh seseorang yang dapat
dipertanggimg jawabkan atas tindakannya dan oleh Undang-Undang telah
dinyatakan sebagai suatu perbuatan atau tindakan yang dapat di hukum.
Berdasarkan rumusan Simons maka delik {Strafthaar feit) memuat
beberapa unsur yakni:
a. Suatu perbuatan manusia
b. Perbuatan itu dilarang dan di ancam dengan hukuman oleh undang undang,
c. Perbuatan itu dilakukan oleh seseorang yang dapat dipertanggung
jawabkan.^*
Pada umumnya Delik terdiri dua unsur pokok yaitu unsur subjektif
dan objektif, unsur subjektif ialah unsur yang berasal dari dalam diri pelaku,
asas pokok hukum pidana "Tak ada hukuman kalau tidak ada kesalahan".

Laden Marpaung, 2004, Tindak Pidana Lingkungan Hidup, Sinar Grafika, Jakarta,
hlm.8
^Uhid.. hlm.9.

kesalahan yang dimaksud disini adalah sengaja dan kealfaan. sengaja ada tiga
bentuk, yaitu:
a.

Sengaja sebagai maksud

b.

Sengaja dengan keinsyafan pasti

c.

Sengaja dengan keinsyafan akan kemungkinan

Sedangkan kealfaan adalah merupakan bentuk kesalahan yang lebih
ringan dari Dolus (sengaja), ada 2 bentuk kealfaan, yaitu:
a.

Tak berhati - hati

b.

Dapat menduga akibat perbuatan itu.

Sedangkan unsur objektif merupakan unsur dari diri pelaku yang terdiri
atas;
a.

b.
c.

Perbuatan pidana
1) act, yakni perbuatan aktif atau perbuatan pasif;
2) omission, yakni perbuatan pasif atau pcrbuatan negatif, yaitu
perbuatan yang mendiamkan atau membiaikan;
Akibat ( result) perbuatan manusia
Keadaan - keadaan ( circumstances )

d.

Sifat dapat dihukum dan sifat melawan hukum.^*

Tindak pidana juga dapat disebut dengan delik yang artinya perbuatan
yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana. Tetapi untuk
menentukan suatu pcrbuatan itu merupakan perbuatan pidana atau bukan, ban's
ada dasamya yang mana dasar tersebut lebih dikenal sebagai asas legalitas
(principle of legality) yaitu asas yang menentukan bahwa :

' Laden Marpaung, 2005, Asas - Teori - Praktik Hukum Pidana,
Jakarta, him. 9

Sinar Grafika,

12

"tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, jika
tidak di tentukan lerlebih dahulu dalam perundang-undangan (pasal 1 ayat 1
KUHP) yang lebih di kenal dalam bahasa latin sebagai nullum delictum nula
poena sine provia lege "
Hukum pidana dikenal beberapa katcgorisasi tindak pidana atau
macam-macam tindak pidana seperti yang akan dijeiaskan dibawah ini.
I.

Tindak Pidana Menurut Doktrin :

a. Doltis dan Culpa
Dolus yang berarti sengaja; delik dolus adalah merupakan perbuatan
sengaja yang dilarang dan diancam dengan pidana. Contoh : Pasal 338
menghilangkan nyawa orang KUH Pidana. Sedangkan Culpa berarti alpa
atau lalai "^culpose delicten'' yang artinya perbuatan yang dilarang dan
diancam dengan pidana yang dilakukan dengan tidak sengaja, hanya
karena kealpaan (ketidak hati-hatian) saja. Conioh Pasai 188 KUHP
karena saiahnya terjadi kebakaran.
b. Komisionis, Omisionis dan Komisionis Per Omisionis
Tindak pidana Komisionis yaitu tindak pidana yang terjadi dengan cara
berbuat sehingga perbuatan itu meianggar larangan. Seperti mcncuri Pasal
362 dan membunuh Pasal 338 KUH Pidana, sedangkan omisionis delik
yang terjadi karena seseorang melaiaikan suruhan (tidak berbuai), biasanya
delik formil seperti Pasal 164 dan 165 KUH Pidana, Komisionis Per
Omisionis yakni delik yang pada umumnya dilakukan dengan perbuatan,
tetapi mungkin terjadi pula bila orang tidak berbuai (berbuat tapi yang
tampak tidak berbuat) seperti Pasal 338 KUH Pidana seorang ibu yang
hendak membunuh bayinya berbuat dengan tidak memberikan susu kepada
bayinya, jadi tidak berbuat.
c. Materil dan formil
Katagorisasi ini di dasarkan pada perumusan tindak pidana. Delik materil
yaitu delik yang perumusannya menitikberatkaii pada akibat yang dilarang
dan diancam dengan pidana dan undang-undang. Sedangkan delik formil
yaitu delik yang perumusannya menitikberatkan pada perbuatan yang
dilarang dan di ancam dengan pidana oleh undang-undang
d. Without Victim dan With Victim
Without Victim delik yang dilakukan dengan tidak ada korban sedangkan
With Victim delik yang dilakukan dengan ada Korbannya beberapa atau
seorang tertentu.

13

2.

Tindak Pidana Menurut KUH Pidana.
Di dalam KUH Pidana yang berlaku di Indonesia sebelum tahun 1918 di
kenal tiga jenis tindak pidana yaitu :
a. Kejahatan (Crimes)
b. Perbuatan buruk (Delits)
c. Pelanggaran (contraventions)}^^
Menurut KUH Pidana yang berlaku sekarang, tindak pidana itu ada

dalam dua jenis saja yaitu kejahatan dan pelanggaran. KUH Pidana tidak
memberikan ketentuan atau syarat-syarat untuk membedakan kejahatan dan
pelanggaran. KUH Pidana hanya menentukan semua ketentuan yang di muat
dalam buku II adalah kejahatan sedangkan semua yang terdapat dalam buku III
adalah pelanggaran.
Kedua jenis tindak pidana tersebut bukan berdasarkan perbedaan
prinsipil, melainkan hanya perbedaan graduel saja. Kejahatan pada umumnya
diancam dengan pidana yang lebih berat dari pada pelanggaran. Seiain itu
terdapat beberapa ketentuan yang tennuat dalam buku I yang membedakan
antara kejahatan dan pelanggaran seperti :
1. Percobaan (poeging) atau membantu (medepHctigheid) untuk
pelanggaran tidak dipidana pasal 54 dan 60 KUH Pidana.
2.

Kadaluwarsa (verjaring) bagi kejahatan lebih lama dari pada bagi
pelanggaran pasal 78 dan 84 KUH Pidana.

3.

Pengaduan (klacht) hanya ada terhadap beberapa kejahatan dan
tidak ada pada pelanggaran.

4.

Peraturan pada perbarengan (samenloop) adalah berlainan untuk
kejahatan dan pelanggaran.

'"UNL, him. 14.

14

1. Jenis-jenis Tindak Pidana
Perbuatan-perbuatan pidana menurut sistem KUHP dibagi atas
kejahatan (misdrijven) dan pelanggaran (overtredingen).
Menurut M.v.T. dalam bukimya Smidt.L sebagaimana dikutip oleh
Moeljatno, pembagian atas dua jenis tadi didasarkan atas perbedaan
prinsipil.
Dikatakan, bahwa kejahatan adalah rechtsdelicten, yaitu : "perbuatanperbuatan yang meskipun tidak ditentukan dalam Undang-Undang,
sebagai perbuatan pidana, telah dirasakan sebagai onrecht, sebagai
perbuatan yang bertentangan dengan tata hukum. Pelanggaran
sebaliknya adalah wetsdelicten, yaitu perbuatan-perbuatan yang sifat
melawan hukumnya baru dapat diketahui setelah ada wet yang
menentukan demikian".
Menurut Tongat dalam bukunya "dasai-dasar hukum pidana Indonesia
dalam perspektif pembahaman" sebagaimana dikutip oleh Mahras Ali,
bahwa kejahatan dan pelanggaran adalah sebagai berikut:
Kejaliatan adalah rechtdelicten, yaitu perbuatan-perbuatan yang
bertentangan dengan keadilan, terlepas apakah perbuatan im diancam
pidana dalam suam Undang-Undang atau tidak. Sekalipun tidak
dirumuskan sebagai delik dalam Undang-Undang, perbuatan ini benarbenar dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang bertentangan
dengan keadilan. Jenis perbuatan pidana ini juga disebut mala in se,
artinya perbuatan tersebut merupakan perbuatan jahat karena sifat
perbuatan tersebut memang jahat.
Pelanggaran adalah perbuatan-perbuatan yang oleh masyai^akat
baru disadari sebagai pcrbuatan pidana, karena Undang-Undang
merumuskannya sebagai delik. Perbuatan-perbuatan ini diaiiggap sebagai
tindak pidana oleh masyarakat oleh karena Undang-Undang
mengancamnya dengan sanksi pidana. Perbuatan pidana jenis ini disebut
juga dengan istilah malaprohibita {malum prohibitum crimes).

Moeljatno, Op. CU, him. 78
Mahrus Ali, 2011, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, him. 101

15

Menurut Molejatno, seiain dari pada sifat umum bahwa ancaman
pidana bagi kejahatan adalah lebih berat dari pada pelanggaran, maka dapat
dikatakan bahwa:
a. Pidana penjara hanya diancamkan pada kejahatan saja.
b. Jika menghadapi kejahatan maka bentuk kesalahan (kesengajaan atau
kealfaan) yang diperlukan di situ, harus dibuktikan oleh jaksa, sedangkan
jika menghadapi pelanggaran hal itu tidak usah. Berhubung dengan itu
kejahatan dibedakan pula daiam kejahalan yang dolus atau culpa.
c. Percobaan untuk melakukan pelanggaran tidak dapat dipidana (pasal 54).
Juga pembantuan pada pelanggaran tidak dipidana (pasal 60).
d. Tenggang kadaluwarsa, baik untuk hak menentukan maupun hak
penjalanan pidana bagi pelanggaran adalah lebih pendek dari pada
kejahatan tersebut masing-masing adalah satu tahun dan dua tahun.
e. Dalam hal perbarengan {concursus) cara pemidanaan berbeda buat
pelanggaran dan kejahatan. Kumulasi pidana yang enteng lebih muda
dari pada pidana berat (pasal 65, 66, 70).'^*
Perbedaan kejahatan dan pelanggaran tidalc menjadi ukuran lagi untuk
menentukan pengadilan mana yang berkuasa mengadilinj'a, seperti
dahulunya, oieh karena sekarang semuanya diadiii oleh Pengadilan Negeri.
Meskipun demikian ada perbedaan dalam acara mengadili.
Perbuatan pidana, seiain dari pada dibedakan dalam kejaliatan dan
pelanggaran, biasanya dalam teori dan praktik dibedakan pula antara lain
dalam:
a. Delik formil, adalah suatu pcrbuatan pidana yang sudah dilakukan dan
pcrbuatan itu benar-bcnar meianggar ketentuan yang dirumuskan dalarn
pasal Undang-Undang yang bersangkutan. Misalnya : Pencurian adalah
perbuatan yang sesuai dengan rumusan pasal 362 KUHP, yaitu
mcngambi! barang milik orang lain dengan maksud hendak memiliki
biirang itu dengan melawan hukum.
b. Delik materil, adalah suatu perbuatan pidana yang dilarang, yaitu akibat
yang timbul dari perbuatan itu. Misalnya : Pembunuhan. Daiam kasus
pembunuhan yang dianggap sebagai delik adalah matinya seseorang yang

Moeljatno, Op. Cit, him. 81.

16

c.
d.

e.
f.

merupakan akibat dari perbuatan seseorang. Perbuatannya sendiri dapat
dilakukan dengan bermacam-macam cara.
Delik dolus, adalah suaiu perbuatan pidana yang dilakukan dengan
sengaja. Misalnya : Pembunuhan (pasal 338 KUHP).
Delik culpa, adalah perbuatan pidana yang tidak sengaja, karena
kealpaannya mengakibatkan matinya seseorang. Misalnya : (Pasal 359
KUHP).
Delik aduan, adalah suatu perbuatan pidana yang memerlukan pengaduan
orang lain. Jadi, sebelum ada pengaduan belum merupakan delik.
Delik poiitik, adalah delik atau perbuatan pidana yang ditujukan kepada
keamanan Negara, baik secara langsung maupun Udak langsung.
Misalnya: Pemberontakan akan menggulingkan pemerintahan yang sah.^'**

B. Pidana dan Pemidanaan
1. Pengertian Pidana dan pemidanaan
Di bawah ini menipakan pengertian pidana menurut beberapa ahli /
pakar hukum diantaranya;
Menurut Van Hamel mengatakan bahwa: Arti dari pidana itu adalali
straf menurut hukum positif dewasa ini, adalah suatu penderitaan yang
bersifat khusus, yang telah dijatuhkan oleh kekuasaan yang berwenaiig
untuk menjatuhkan pidana atas nama negara sebagai penanggung jawab
dari ketertiban umum bagi seorang pelanggar, yakni semata-mata karena
orang tersebut telah meianggar suaiu perat'jran yang harus ditegakkan
oieh Negara.
Menurut Simons menurut Simons, mengatakan bahwa: Pidana adalah
suatu penderitaan yang oleh Undang-Undang pidana telah dikaitkan
dengan pelanggaran terhadap suatu norma, yang dengan suatu putusan
hakim yang telah dijatuhkan bagi seseorang yang bersalah.
Menurut Algranjanssen Pidana atau straf sebagai alat yang
dipergunakan oleh penguasa (hakim) untuk memperingarkan mereka
yang telah melakukan suatu pcrbuatan yang tidak dapa! dibenarkan.
Reaksi dari penguasa tersebut telali mencabut kembali sebagaimana dari
perlindungan yang seharusnya dinikmati oieh terpidana atas nyawa,
kebebasan, dan harta kckayaan, yaitu seandainya ia telah tidak
melakukan suatu tindak pidana.'^*

' Yulies Tiena Masriani, him. 63
P.A.F Lamintang, 2003, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung, hlm.48.

17

Pidana dibedakan menjadi pidana formil dan pidana materiil.
Demikian merupakan pengertian pidana formil dan pidana materiil menurut
beberapa ahli / pakar hukum diantaranya:
kedua hal tersebut sebagai berikut: Hukum pidana materiil terdiri atas
tindak pidana yang disebut berturut-turut, peraturan umum yang dapat
diterapkan terhadap perbuatan itu, dan pidana yang diancamkan terhadap
perbuatan itu. Hukum pidana formil mengatur cara bagaimana acara pidana
seharusnya dilakukan dan menentukan tata tertib yang harus diperhatikan pada
kesempatan itu.
Wirjono Prodjokoro, menjelaskan hukum pidana materiil dan hukum
pidana fomiil sebagai berikut: Isi hukum pidana adalah:
1. Penunjukan dan gambaran dari perbuatan-perbuatan yang diancam
dengan hukum pidana,
2. Penunjukan syarat umum yang harus dipenuhi agar perbuatan itu
merupakan perbuatan yajig pembuatnya dapat dihukum pidana,
3. Penunjukan orang atau hadan hukum yang pada umumnya dapat
dihukum pidana, dan
4. Penunjukan jenis hukuman pidana yang dapat dijatuhkan.
Hukum acara pidana berhubungan erat dengan diadakannya hukum
pidana. oleh karena itu, merupakan suatu rangkaian pengaturan yang memuat
cara bagaimana badan-badan pemerintah yang berkuasa, yaitu kepolisian,
kejaksaan. dan pengadilaii harus bertindak guna mencapai tujuan negara
dengan mengadakan hukum pidana.
Tirtaamidjaja menjelaskan hukum pidana materiil dan hukum pidana
formil sebagai berikut: Hukum pidana materiil adalah kumpulan aturan hukum
Wirjono Prodjodikoro, 2002, Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia, PT. Eresco,
Bandung, hlm.52.

18

yang menentukan pelanggaran pidana; menetapkan syarat-^iyarat bagi
pelanggaran pidana untuk dapat dihukum; menunjukkan orang yang dapat
dihukum dan menetapkan hukuman atas pelanggaran pidana. Hukum pidana
formil adalah kumpulan atiuan hukum yang mengatur cara mempertahankan
hukum pidana materiil terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh orang-orang
tertentu, atau dengan kata lain, mengatur cara bagaimana hukum pidana
materiil diwujudkan sehingga diperoieh keputusan hakim serta mengatur cara
melaksanakan keputusan hakim."
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
hukum pidana materil berisi larangan atau perintah yang jika tidak terpenuhi
diancam sanksi, sedangkan hukun; pidana formil adalah aturan yang mengatur
cara menjalankan dan melaksanakan hukum pidana materil.
Adapun pengertian pemidanaan adalah tahap penetapan sanksi dan
juga tahap pemberian sanksi dalam hokum pidana. Kata "pidana" pada
umumnya diartikan sebagai hukuin sedangkan "pemidanaan" diartikan sebagai
penghukuman. Pemidanaan adalah tindakan yang diambil oleh hakim untuk
memidana seseorang terdakwa sebagaimana yang dikemukakan oleh Sudarto
yang menyebutkan bahwa;'^^
"Penghukurnan berasal dari kata dasar hukum, sehingga dapat
diartikan sebagai menetapkan hukum atau memutuskan tentang hukumnya
(berchten) menetapkan hukum untuk suatu peristiwa itu tidak hanya
rnenyangkut bidang hukum pidana saja, akan letapi juga perdata. Kemudian
Taufik Makarao, 2006, Pembahaman Hukum Pidana Indonesia, Kreasi Wacana,
Yogyakarta, him.73.

19

istilah penghukuman dapat disempitkan artinya, yaitu kerap kali disinonimkan
dengan pemidanaan atau pemberian atau penjatuhan pidana oleh hakim."
Meskipun Wetboek van Strarecht peninggalan penjajah belanda sudah
tidak terpakai lagi dinegara kita ini, tapi sistem pemidanaannya masih tetap kita
gunakan sampai sekarang, meskipun dalam praktik pelaksanaannya sudah
sedikit berbeda. Dalam masalah pemidanaan dikenal dua sistem atau cara yang
biasa diterapkan mulai dari jaman W.V.S belanda sampai dengan sekarang
yakni dalam KUHP:
a.

Bahwa orang yang dipidana harus menjalani pidananya didalam tembok
penjara. Ia harus diasingkan dari masyarakat ramai terpisah dari kebiasaan
hidup sebagaimana iayaknya mereka bebas. Pembinaan bagi terpidana
juga harus dilakukan dibalik tembok penjara.

b.

Bahwa seiain narapidana dipidana, mereka juga hams dibina untuk
kembali bermasyarakat atau rehabilitasi / resosialisasi.
Pemidanaan sebagai suatu tindakan terhadap seorang penjahai, dapat

dibenarkan secara normal bukan temtama karena pemidanaan itu mengandung
konsekuensi-konsekuensi positif bagi si terpidana, korban, dan juga
masyarakat. Karena itu teori ini disebut juga teori konsekuensialisme. Pidana
dijatuhkan bukan karena telah berbuat jaliat tetapi agar pelaku kejahatan tidak
lagi berbuat jahat dan orang lain takut melakukan kejahatan serupa.
Pernyataan di atas, terlihat bahwa pemidanaan itu sama sekali bukan
dimaksudkan sebagai upaya balas dendam melainkan sebagai upaya pembinaan

20

bagi seorang pelaku kejahatan sekaligus sebagai upaya preventif terhadap
terjadinya kejahatan serupa.
C. Jeois-Jenis Pidana
Menurut ketentuan di dalam Pasai 10 KUHP, hukum Pidana Indonesia
hanya mengenai dua penggolongan pidana, yaitu:
a. Pidana Pokok terdiri dari:
1. Pidana Mati;
2. Pidana Penjara;
3. Kurungan;
4. Denda;
b. Pidana Tambahan terdiri dari :
1. Pencabutan bak-hak tertenni;
2. Perampasan barang-barang tertentu
3. Pengumuman Putusan Hakim
Adapun penjelasan mengenai jenis-jenis pidana tersebut adalali
sebagai berikut:
a. Pidana Pokok.
1. Pidana Mati
Baik berdasarkan pada Pasal 69 maupun berdasarkan hak yang
tertinggi bagi manusia, pidana mati adalah pidana yang terberat.
Karena pidana ini merupakan pidana yang terberat, yang
pelaksanaannya berupa penyerangan terhadap hak hidup bagi
manusia, yang sesungguhnya hak ini hanya berada ditanga Tuhan,

21

maka tidak heran sejak dulu sampai sekarang menimbulkan pendapat
pro dan kontra, bergantung dari kepentingan dan cara memandang
pidana mati itu sendiri.
Kelemahan pidana mati ini ialah apabila telah dijalankan, maka
dapat member harapan lagi untuk perbaikan, baik revisi atau jenis
pidananya maupun perbaikan atas diri terpidananya apabila
kemudian temyata penjatuhan pidana itu terdapat kekeliruan, baik
kekeliruan terhadap orang atau pembuatnya/petindaknya, maupun
kekeliruan terhadap tindak pidana yang mengakibatkan pidana mati
itu dijatuhkan dan dijalankan dan juga kekeliman atas kesalahan
terpidana.
Dalam KUHPidana, kejahatan yang diancam pidana mati hanyalah
pada kejahatan-kejahatan yang dipandang sangat berat saja, yang
jumlahnya juga sangat tcrbatas, seperti kejahatan-kejaliatan yang
mengancam keamanan negara (Pasal 104, Pasal 111 ayat (2), Pasal
124 ayat (3)jo Pasal 129), kejahatan-kejahatan pembunuhan terhadap
orang tertentu dan atau dilakukan dengan faktor-faktor pemberat
(Pasal 140 ayat (3), Pasal 340), kejahalan terhadap harta benda yang
disertai unsur/faktor yang sangat m.emberatkan (Pasal 365 ayat (4),
Pasai 368 ayat (2)), kejahatan-kejahatan pembajakan laut, sungai dan
pantai (Pasal 444).
Di samping itu, sesungguhnya pembentuk KUHPidana sendiri telah
memberikan suatu isyarat bahwa pidana mati harus dengan sangat

22

hati-hati, tidak boleh gegabah. Isyarat itu adalah bahwa bagi setiap
kejahatan yang diancam dengan pidana mati, selalu diancam juga
dengan pidana altematifnya, yaitu pidana penjara seumur hidup atau
pidana penjara sementara waktu setinggi-tingginya 20 tahun,
Dengan disediakannya pidana altematifnya, maka bagi hakim tidak
selalu harus menjatuhkan pidana mati bagi kejahatan-kejahatan yang
diancam dengan pidana mati tersebut. Berdasarkan kebebasan
hakim, ia bebas dalam memilih apakah akan menjatuhkan pidana
penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara waktu, begitu
juga mengenai berat ringannya apabila hakim memilih pidana
penjara

sementara,

bergantung

dari

banyak

faktor

yang

dipertimbangkan dalam peristiwa kejahatan yang terjadi secara
konkret.
1. Pidana Penjara
Andi Hamzah menegaskan bahwa:
"Pidana penjara merupakan bentuk pidana yang berupa kehilangan
kemerdekaan. Pidana penjara atau pidana kehilangan kemerdekaan
itu bukan hanya dalam bentuk pidaiia penjara letapi juga benipa
pengasingan.
Pidana seumur hidup biasanya tercantum di pasal yang juga ada
ancaman pidana matinya (pidana mati, seumur hidup atau penjara
dua puluh tahun)."

23

Sedangkan P.A.F. Lamintang menyatakan bahwa: '
"Bentult pidana penjara adalah merupakan suatu pidana berupa
pembatasan kebebasan bergerak dari seorang terpidana, yang
dilakukan dengan menutup orang tersebut dalam sebuah Lembaga
Permasyarakatan dengan mewajibkan orang itu untuk mentaati
semua peraturan tata tertib yang berlaku di dalam lembaga
permasyarakatan yang dikaitkan dengan suatu tindakan tata tertib
bagi mereka yang telah meianggar peraturan tersebut."
Dengan adanya pembatasan ruang gerak tersebut, maka secara
otomatis ada beberapa hak-hak kewarganegaraan yang juga ikut
terbatasi, seperti hak untuk memilih dan dipilih (dalam kaitannya
dengan pemilihan umum), hak memegang jabatan piiblik, dan Iainlain. Masih banyak hak-hak kewarganegaraan lainnya yang hilang
jika seseorang berada dalam penjara sebagaimana yang dinyatakan
oleh Andi Hamzah, yaitu pidana penjara disebut pidana kehilangan
kemerdekaan. bukan saja dalam arti sempit bahwa ia tidak merdeka
bepergian, tetapi juga narapidana itu kehilangan hak-hak tertantu
seperti:
1) Hak untuk memiiih dan dipilih (lihat Undang-Undang Pemilu). Di
negara liberal sekalipun demikian halnya. Alasannya ialah agar
kemumian pemilihan terjamin, bebas dari imsur-unsur immoral
dan perbuatan-perbuatan yang tidak jujur;

P.A.F. Lamintang, Op.Cit., him 36

24

2) Hak untuk memangku jabatan publik. Alasannya ialah agar publik
bebas dari perlakukan manusia yang tidak baik;
3) Hak untuk bekerja pada perusahaan-perusahaan. Dalam hal ini
telah dipraktikkan pengendoran dalam batas-batas tertentu;
4) Hak untuk mendapat perizinan-perizinan tertentu misalnya saja
izin usaha, praktik (dokter, pengacara, notaris, dan Iain-lain);
5) Hak untuk mengadakan asuransi hidup;
6) Hak untuk tetap dalam ikatan perkawinan. Pemenjaraan
merupakan salah satu alasan untuk minta perceraian menurut
hukum perdata;
7) Hak untuk kawin, meskipun adakalanya

seseorang kawin

sementara menjalani pidana penjara, namun itu merupakan
keadaan luar biasa dan hanya bersifat formalitas belaka; dan
8) Beberapa hak sipil yang lain.
3. Pidana Kurungan
Pidana kurungan jangka waktunya lebih ringan dibandingkan uratan
ketiga dengan pidana penjara. Lebih tegas lagi hal ini ditentukan oleh
Pasal 69 ayat (1) KUHP, bahwa berat ringannya pidana ditentukan
oleh urutan-urutan dalam Pasal 10 KUHP, yang temyata pidana
kurungan menempati umtan ketiga, dibahwah pidana mati dan pidana
penjara. Memang seperti dikemukakan dimuka, pidana kuruagan
diancamkan kepada delik-delik yang dipandang ringan seperti delik
culpa dan pelanggaran.

25

Niniek Supami mengemukakan:
"Pidana kurungan adalah bentuk-bentuk dari hukuman perampasan
kemerdekaan bagi si terkuhum dari pergaulan hidup masyarakat ramai
dalam waktu tertentu diraana sifatnya sama dengan hukuman penjara
yaitu merupakan perampasan kemerdekaan seseorang."
4. Pidana Denda
Pidana denda merupakan bentuk pidana tertua bahkan lebih tua dari
pidana penjara, mungkin setua dengan pidana mati. Pidana denda
adalah kewajiban seseorang yang telah dijatuhi pidana denda tersebut
oleh Hakim/Pengadilan untuk membayar sejumlah uang tertentu oleh
karena ia telah melakukan suatu perbuataii yang dapat dipidana.
P.A.F. Lamintang mengemukakan bahwa:
"Pidana denda dapat dijumpai di dalam Buku I dan Buku I I KUHP
yang telah diancamkan baik bagi kejahatan-kejahatan maupun bagi
pelanggaran-pelanggaran. Pidana denda ini juga diancamkan baik baik
satu-satunya pidana pokok maupun secara altematif dengan pidana
penjara saja, atau altematif dengan kedua pidana pokok tersebut
secara bersama-sama".
Oleh karena itu pula pidana denda dapat dipikul oleh orang Iain
selama terpidana. Walaupun denda dijatuhkan terhadap terpidana
pribadi, tidak ada larangan jika denda ini secara sukarela dibayar oleh
orang atas nama terpidana.

Niniek Supami, Op.Cit., Hlin.25.

26

b. Pidana Tambahan
Pidana tambahan adalah pidana yang bersifat menambah pidana pokok
yang dijatuhkan, tidak dapat berdiri sendiri kecuali dalam hal-hal tertentu
dalam perampasan barang-barang tertentu. Pidana tambahan ini bersifat
faktuaiitatif artinya dapat dijatuhkan tetapi tidaklah harus. Dengan nkata
lain, pidana tambahan hanyalah bersifat accecories yang mengikut pada
pidana pokok. Ada hal-hal tertentu dimana pidana tambahan bersifat
imperatif yaitu dalam Pasal 250 bis, 261 dan Pasal 275 KUHAP.
Pidana tambahan sebenamya tidak bersifat preventif. Ia bersifat sangat
khusus sehingga sering sifat pidananya hilang dan sifai preventif inilah
yang mencnjol. Pidana tambahan pun termasuk dalain kemungkinan
mendapat Grasi. Pidana tambahan terdiri dari:
1. Pencabutan Hak-Hak Tertentu
Menuiut ketentuan Pasal 35 ayai (1) KUHP, hak-hak yang dapat
dicabut oleh hakim dengan suatu puUisan pengadilan adalah :
1) Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan yang tertentu;
2) Hak untuk memasuki angkatan bersenjata;
3) Hak memilih dan dipilih dalam pemi I ihan yang diadakan
berdasarkan aturan-aturan umum;
4) Hak menjadi penasehat atau pengurus atas penetapan pengadilan,
hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu atau pengampu
pengawasan atas orang yang bukan anak sendiri:

27

5) Hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau
pengampuan atas anak sendiri;
6) Hak menjalankan mata pencaharian tertentu.
Dalam hal dilakukannya pencabutan hak, Pasal 38 ayat (1) KUKP
mengatur bahwa hakim menentukan lamanya pencabutan hak sebagai
berikut:
1) Dalam hal pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka
lamanya pencabutan adalah seumur hidup;
2) Dalam hal pidana penjara untuk waktu tertentu atau pidana
kurungan, lamanya pencabutan paling sedikit dua tahun dan paling
banyak lima tahun lebih lama dari pidana pokok;
3) Dalam hal pidana denda, lama pencabutan paling sedikit dua tahun
dan paling banyak lima taiiun.
Pencabutan hak itu mulai berlaku pada hari putusan hakim dapat
dijalankan. Dalam hal hakim tidak berwenang memecat seorang
pejabat dari jabatannya jika dalam aturan-aturan khusus ditentukan
penguasa lain untuk pemecatan itu.
2. Perampasan Barang-Barang Tertentu
Pidana perampasan merupakan pidana kekayaan, seperti juga halnya
dengan pidana denda. Pidana perampasan telah dikena! sejak sekian
lama. Para Kaisar Kerajaan Romawi menerapkan pidana perampasan
ini sebagai poiitik hukum yang bermaksud mengeruk kekayaan
sebanyak-banyaknya untuk mengisi kekayaan. Ketentuan mengenai

28

perampasan barang-barang tertentu terdapat dalam Pasal 39 KUHP
yaitu:
1) Barang-barang kepunyaan terpidana yang diperoieh dari kejahatan
atau yang sengaja dipergunakan untuk melakukan kejahatan, dapat
dirampas;
2) Dalam hal pemidanaan karena kejahatan yang tidak dilakukan
dengan sengaja atau karena pelanggaran, dapat juga dijatuhkan
putusan perampasan berdasarkan hal-hal yang telah ditentukan
dalam undang-undang;
3) Perampasan dapat dilakukan terhadap orang yang bersalah yang
diserahkan kepada pemerintah, tetapi hanya atas barang-barang
yang telah disita.
Perampasan atas barang-barang yang tidak disita sebelum diganti
menjadi pidana kurungan apabila barang-barang itu tidalc diserahkan
atau diharganya menurut taksiran claim putusan hakim tidak dibayar.
Kurungan pengganti ini paling sedikit satu hati dan paling lama enam
bulan.
3. pengumuman Putusan Hakim
Pengumuman putusan hakim diatur clalam Pasal 43 KUHP yang
mengatur bahwa :
"Apabila hakim memerintahkan agar putusan diumumkan berdasarkan
kitab Undang-Undang ini atau aturan umum yang lainnya, harus
ditetapkan pula bagaiman cara melaksanakan perintah atas biaya

29

terpidana. Pidana tambahan pengumuman putusan hakim hanya dapat
dijatuhkan dalam hal-hal yang ditentukan undang-undang".
Pidana tambahan pengumuman putusan hakim ini dimaksudkan
terutama untuk pencegahan agar masyarakat terhindar dari kelihaian
busuk atau kesembronoan seorang pelaku. Pidana tambahan ini hanya
dapat dijatuhkan apabila secara tegas ditentukan berlaku untuk pasalpasal tindak pidana tertentu. Didalam KUHP hanya untuk beberapa
jenis kejahatan saja yang diancam dengan pidana tambahan ini yaitu
terhadap kejahatan-kejahatan:
1) Menjalankan tipu muslihat dalam penyerahan barang-barang
keperluan Angkatan Perang dalam waktu pcrang.
2) Penjualan, penawaran, penyerahan, membagikan barang-barang
yang membaliayakan jiwa atau kesehatan dengan sengaja atau
karena alpa.
3) Kesembronoan seseorang sehingga mengakibatkan orang lain luka
atau mati.
4) Penggelapan.
5) Penipuan.
6) Tindaka

Dokumen yang terkait

E N I N G K A T A N H A S I L B E L A J A R M E N U L I S K A L I M A T E F E K T I F D A L A M P A R A G R A F A R G U M E N T A S I M E L A L U I K E G I A T A N P E E R C O R R E C T I O N P A D A S I S W A K E L A S X 1 S M A N E G E R I R A M B I P U

0 2 17

E V A L U A S I T E R H A D A P P E L A K S A N A A N R U JU K A N B E R JE N JA N G K A S U S K E G A WA T D A R U T A N M A T E R N A L D A N N E O N A T A L P A D A P R O G R A M JA M P E R S A L D I P U S K E S M A S K E N C O N G T A H U N 2012

0 2 19

I D E N T I F I K A S I P E N G A R U H L O K A S I U S A H A T E R H A D A P T I N G K A T K E B E R H A S I L A N U S A H A M I N I M A R K E T W A R A L A B A D I K A B U P A T E N J E M B E R D E N G A N S I S T E M I N F O R M A S I G E O G R A F I S

0 3 19

R E S P O N TA N A M A N C A B E M E R A H T E R H A D A P P U P U K N K M A J E M U K YA N G D I A P L I K A S I K A N S E C A R A L A N G S U N G M E L A L U I TA N A M A N

0 0 10

D IN A M IK A P E N G U A S A A N M A T E R I P E L A J A R A N IB A D A H S H A L A T F A R D L U P A D A S IS W A K E L A S IV D E N G A N S T R A T E G I M E M B E N T U K K E L O M P O K B E L A J A R DI SD N E G E R I D E R S A N S A R I 02 T A H U N

0 1 103

G A M B A R A N K L I N I S DAN P O L A E K G PADA P A S I E N P E N Y A K I T JANTUNG K O R O N E R DI R U M A H S A K I T PT.PUSRI P A L E M B A N G P E R I O D E J A N U A R I 2011 - D E S E M B E R 2011

0 0 76

P O L A R I W A Y A T K E S E H A T A N R E P R O D U K S I DAN S T A T U S G I Z I WANITA Y A N G M E N G A L A M I O S T E O P O R O S I S DI P O L I K L I N I K P E N Y A K I T D A L A M RSUP DR, M O H A M M A D H O E S I N P A L E M B A N G P E R I O

0 2 97

P E N E G A K A N H U K U M T E R H A D A P T I N D A K PIDANA P E R J U D I A N DAN K E N D A L A N Y A DI P O L S E K B E L I T A N G I I

0 0 79

ANALISIS AOArOJAfC P E N G E L O L A A N DAN P E L A K S A N A A N DANA BANTUAN O P E R A S I O N A L S E K O L A H (BOS) Dl S E K O L A H DASAR N E G E R I 3 S E M E N D E DARAT L A U f K A B U P A T E N MUARA ENIM SKRIPSI

0 3 108

PROSES P E M E R I K S A A N DAN HAMBATAN-HAMBATAN TERHADAP P E L A K U TINDAK PIDANA PENIPUAN D I P O L R E S OGAN K O M E R I N G ILIR(<Ma>

0 3 80