PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis Terhadap Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 02/MUNAS-VIII/MUI/2010 tentang Nikah Wisata) - Raden Intan Repository
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA
(Analis Terhadap Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 02/MUNAS-VIII/MUI/2010 tentang Nikah Wisata) SKRIPSIDiajukan untuk Memenuhi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) dalam
Ilmu Syari‟ah Oleh :
Nama : Khusni Tamrin NPM : 1321010007
Program Studi : Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) RADEN INTAN LAMPUNG 1438 H/2017 M
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA
(Analis Terhadap Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 02/MUNAS-VIII/MUI/2010 tentang Nikah Wisata) SKRIPSIDiajukan untuk Memenuhi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) dalam Ilmu Syari‟ah
Oleh : Nama : Khusni Tamrin
NPM : 1321010007 Program Studi : Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah Pembimbing I : Dr. H. Yusuf Baihaqi, M.A.
Pembimbing II : Drs. Susiadi, AS, M.Sos.I. FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) RADEN INTAN LAMPUNG 1438 H/2017 M
ABSTRAK
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA
(Analisis Terhadap Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor
02/MUNAS-VIII/MUI/2010 Tentang Nikah Wisata)
Oleh :
Khusni Tamrin
Diantara pernikahan yang ada adalah pernikahan yang sah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan yang memenuhi rukun dan syarat dari pernikahan serta di catatkan di instansi yang bertugas melakukan pencatatan pernikahan. Sedangkan pernikahan yang tidak sah merupakan pernikahan yang tidak terpenuhinya salah satu dari rukun dan syarat pernikahan, dan diantara pernikahan yang tidak sah hukmunya yaitu nikah wisata. Nikah wisata merupakan bentuk penikahan yang dilakukan dengan memenuhi rukun dan syarat pernikahan, namun pernikahan tersebut diniatkan dan/atau disepakati untuk sementara semata-mata hanya untuk memenuhi kebutuhan selama dalam wisata/perjalanan. Nikah wisata masih diperdebatkan hukumnya oleh para ulama, ada yang setuju dengan pernikahan tersebut dan banyak yang tidak setuju. MUI telah memfatwakan ketidakbolehan nikah wisata, karena nikah wisata diibaratkan hampir sama dengan nikah mut‟ah.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana praktik nikah wisata dan bagaimana analisis hukum Islam terhadap fatwa majelis ulama Indonesia tentang nikah wisata. Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana praktik pernikahan wisata yang ada ditengah-tengah masayarakat Indonesia dan mengetahui bagaimana analisis hukum Islam terhadap fatwa majelis ulama Indonesia tentang nikah wisata.
Metode penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research) yang sifat penelitiannya adalah deskriptif analisis dengan menggunakan metode berfikir deduktif. Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder, sumber data sekunder berisi bahan hukum primer dan ini adalah fatwa majelis ulama Indonesia tentang nikah wisata, sedangkan bahan hukum sekundernya adalah sekumpulan data yang akan menunjang data primer.
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa Praktik-praktik nikah wisata adalah praktik pernikahan yang terdapat akad serah terimah (ijab dan qabul), akan tetapi ijab qabul yang dilakukan pada pernikahan tersebut berbeda dengan nikah yang dianjurkan dalam agama, jika dalam nikah yang dianjurkan oleh agama proses ijab dan qabulnya antara wali dari mempelai perempuan kepada mempelai laki-laki, namun ijab dan qabul dalam nikah wisata hanya dilakukan oleh calon mempelai perempuan dengan mempelai laki-laki sehingga lafadz nikahnya pun berbeda dan yang membedakan nikah wisata dengan dengan pernikahan pada umumnya yaitu dalam nikah wisata terdapat batasan usia pernikahan sesuai kesepakatan antara kedua belah pihak di waktu akad. Fatwa MUI tentang nikah wisata merupakan fatwa yang dikeluarkan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa nikah wisata adalah pernikahan yang hukumnya haram, fatwa tersebut sesuai dengan kaidah hukum Islam yaitu maqâshid al-
syariʻah
(tujuan hukum Islam) karena fatwa tentang nikah wisata merupakan salah satu upaya agar tidak menghilangkan nasab seorang anak.
MOTTO
Artinya: “Dan bagaimana kamu akan mengambilnya
kembali, padahal kamu telah bergaul satu sama lain (sebagai suami-istri). Dan mereka (istri- istrimu) telah mengambil perjanjian yang kuat
1 (ikatan pernikahan) dari kamu”.
1
PERSEMBAHAN
Alhamdulillah puji syukur atas kehadirat Allah SWT.yang telah memberikan nikmat kesehatan sehingga penulis bisa menyelesaikan tugas akhir perkuliahan di S1. Karya skripsi ini saya persembahkan untuk orang-orang tercinta dan terkasih yang ada di kehidupan penulis, mereka adalah:
1. Ayahanda Hi. Mahful dan Ibunda Hj. Maskanah yang telah mendidik dengan penuh kesabaran, memberikan motivasi terbaik dengan nasihat-nasihatnya dan selalu mendoakan dengan sangat tulus pada setiap saat serta selalu mendukung langkah yang penulis jalani dalam mewujudkan apa yang menjadi cita-cita penulis;
2. Saudara-saudariku tercinta Mba Nur Khasanah, Mba Siti
Fatimah, Mas Mukhtar Abidin, S.S.I, Mas Ali firdaus, S.H.I, M.H, Mba Siti Aisyah, S.Pd, Mas Muhammad Bashori, Amd.Kep, dan Adikku Yasir Arafat yang telah memberikan motivasi dan semangat dalam belajar untuk meraih cita-citaku. Semoga kita semua dapat membanggakan kedua orang tua kita. Amin.
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Khusni Tamrin lahir di Dusun Pengaleman, Pekon Kresnomulyo kecamatan Ambarawa kab. Pringsewu pada tanggal 9 Agustus 1994, merupakan anak ke tujuh dari delapan bersaudara yang lahir dari pasangan Bapak Mahful dan Ibu Maskanah.
Pendikan formal yang pernah ditempuh oleh penulis adalah:
1. Sekolah Dasar di SD Negeri 03 Kresnomulyo, lulus pada tahun 2007
2. Madrasah Tsanawiyah di MTs Negeri Pringsewu, lulus pada tahun 2010
3. Madrasah Aliyah di MA Negeri Pringsewu lulus, pada tahun
2013 Pada tahun 2013 penulis melanjutkan studi di Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) Raden Intan Lampung Program Strata 1 (S1) Jurusan Ahwal Al-Syakhshiyah.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan kenikmatan Iman, Islam dan Ihsan serta nikmat kesehatan jasmani dan rohani, sehingga skripsi dengan judul “Perspektif Hukum Islam Tentang Nikah Wisata” dapat diselesaikan.
Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum di Fakultas Syari‟ah dan Hukum UIN
Raden Intan Lampung. Dalam penulisan skripsi ini tentu saja tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu melalui skripsi ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat:
1. Bapak Prof. Dr. H. Moh. Mukri, M.Ag, selaku Rektor UIN Raden Intan Lampung; 2. Bapak Dr. Alamsyah, S.Ag, M.Ag, selaku dekan
Fakultas Syari‟ah dan Hukum UIN Raden Intan Lampung; 3. Bapak Marwin, S.H, M.H, selaku Ketua Jurusan Ahwal
Al-Syakhshiyah UIN Raden Intan Lampung dan Bapak Gandhi Liyorba Indra, S.Ag, M.Ag, selaku Sekertaris Jurusan Ahwal Al-Syakhshiyah UIN Raden Intan Lampung; 4. Bapak Dr. H. Yusuf Baihaqi, M.A, selaku pembimbing akademik dan pembimbing I yang mendidik penulis dan memberikan bimbingan serta arahan bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini dengan baik;
5. Bapak Drs. Susiadi, AS, M.Sos.I selaku dosen pembimbing II yang telah bersedia mengoreksi dan memberikan masukan kepada penulis dalam mengerjakan skripsi;
6. Seluruh civitas akademika fakultas Syari‟ah dan Hukum UIN Raden Intan Lampung yang telah mendidik, membimbing dan membantu penulis selama mengikuti perkuliahan; 7. Pimpinan dan karyawan baik Perpustakaan Fakutlas
Syari‟ah dan Hukum maupun Perpustakaan pusat UIN
8. Kuucapkan terima kasih juga kepada Ahmad Nasrul Ulum, Dika Juan Aldira, Denis Candra Dewangsa, Dodi Sahrian, Dono Karyono, M. Nashirun, M. Yongki Septia Jaya dan Mahfud Arifin yang telah memberi semangat, menemani serta membantu penulis selama proses belajar di bangku perkuliahan. Semoga kita semua menjadi generasi penerus bangsa yang sukses dan semoga hubungan kekeluargaan yang kita bangun tidak berhenti di bangku perkuliahan saja.
9. Sahabat-sahabat mahasiswa Fakultas Syari‟ah dan Hukum khususnya dari jurusan Ahwal Al-Syakhshiyah angkatan 2013.
10. Sahabat-sahabat Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kampung Sri Basuki Kecamatan Seputih Banyak Kabupaten Lampung Tengah.
11. Sahabat-sahabat Wisma Putra Jabal Nur yang telah menemani penulis dalam proses belajar baik siang maupun malam.
12. Semuan pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis namun telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Akhirnya, dengan iringan terimakasih penulis memanjatkan doa kekhadirat Allah SWT. semoga jerih payah dan amal bapak-bapak dan ibu-ibu serta teman-teman sekalian akan mendapatkan balasan yang sebaik-baiknya dari Allah SWT dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan para pembaca pada umumnya. Amin.
Bandar Lampung, Juni 2017
Khusni Tamrin NPM. 1321010007
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................ i
ABSTRAK ................................................................................. ii
PERSETUJUAN ...................................................................... iv
PENGESAHAN ....................................................................... v
MOTTO .................................................................................... vi
PERSEMBAHAN .................................................................... vii
RIWAYAT HIDUP .................................................................. viii
KATA PENGANTAR ............................................................. ix
DAFTAR ISI ............................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN A. Penegasan Judul .............................................................. 1 B. Alasan Memilih Judul ..................................................... 2 C. Latar Belakang Masalah ................................................. 3 D. Rumusan Masalah ........................................................... 6 E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .................................... 6 F. Metode Penelitian ........................................................... 7 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pernikahan ................................................... 13 B. Hukum-hukum pernikahan ............................................ 15 C. Dasar Hukum pernikahan .............................................. 17 D. Rukun dan Syarat Pernikahan ........................................ 23 E. Hak dan Kewajiban Suami-Istri ..................................... 25 F. Macam-macam Pernikahan ............................................ 30 G. Tujuan Pernikahan ......................................................... 38 H. Hikmah Pernikahan ........................................................ 40
BAB III PENYAJIAN DATA A. Pengertian Nikah Wisata ................................................ 43 B. Praktik-praktik Nikah Wisata ......................................... 45 C. Hukum Nikah Wisata .................................................... 51 D. Menurut Fatwa MUI ....................................................... 53 BAB IV ANALISIS A. Praktik-praktik Nikah Wisata ......................................... 61 B. Hukum Nikah Wisata ..................................................... 64 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................. 71 B. Saran ............................................................................... 72 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN A. Penegasan Judul Supaya memudahkan pemahaman tentang judul skripsi
ini serta agar tidak menimbulkan kekeliruan dan kesalahpahaman di kemudian, maka penulis akan menguraikan secara singkat tentang istilah-istilah yang terdapat dalam skripsi yang berjudul: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG
NIKAH WISATA (Analisis Terhadap Fatwa Majelis Ulama
Indonesia Nomor 02/MUNAS-VIII/MUI/2010 Tentang
Nikah Wisata) sebagai berikut: 1.Perspektif adalah 1. Cara melukiskan suatu benda pada permukaan yang mendatar sebagaimana yang terlihat oleh mata dengan tiga dimensi (panjang, lebar dan tingginya); 2. Sudut pandang; pandangan.
2
2.Hukum Islam menurut ulama fiqh adalah seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah SWT. dan sunnah Rasul tentang tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dan diyakini masyarakat untuk semua hal bagi yang beragama Islam.
3 Sedangkan menurut Ahmad Rofiq hukum Islam
adalah peraturan yang diturunkan Allah kepada manusia untuk dipedomani dalam berhubungan dengan Tuhannya, dengan sesamanya, dengan lingkungannya, dan dengan kehidupannya.
4 3.
Nikah Wisata merupakan bentuk pernikahan yang dilakukan dengan memenuhi rukun dan syarat pernikahan, namun pernikahan tersebut diniatkan dan/atau disepakati untuk sementara, semata-mata hanya untuk memenuhi kebutuhan selama dalam wisata/perjalanan.
5 2 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama), h. 1062. 3 T.M. Hasbi Ashiddiqy, Falsafah Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), h. 27. 4 Ahmad Rofiq, Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2003), h. 4. 5 Berdasarkan pengertian kata-kata penting diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa kajian skripsi yang berjudul “Perspektif Hukum Islam Tentang Nikah Wisata” adalah penulis berupaya meneliti dan membahas pandagan hukum Islam dalam menyikapi tentang adanya sebuah pernikahan yang terjadi di masyarakat yang dikenal dengan istilah nikah wisata.
B. Alasan Memilih Judul
Ada beberapa alasan yang menjadi dasar penulis untuk memilih judul ini sebagai bahan untuk penelitian, yaitu:
1. Alasan Objektif a.
Nikah wisata merupakan nikah yang dilakukan oleh orang yang sedang berwisata dengan penduduk pribumi, pernikahan tersebut masih terdengar asing dengan istilah nikah wisata sehingga cukup menarik untuk dibahas dalam skripsi.
2. Penulis ingin mengetahui bagaimana pandangan hukum Islam terhadap nikah wisata karena pernikahan wisata ini semakin diminati dikalangan kaum muslim khususnya bagi para pengusaha.
3. Alasan Subjektif a.
Nikah wisata selain menarik untuk dibahas, juga terdapat sarana yang mendukung dalam penulisan skripsi ini seperti literatur-literatur, referensi- referensi yang terdapat di perpustakaan, serta adanya informasi dan data-data yang dibutuhkan dalam literatur.
b.
Pembahasan mengenai persepektif hukum Islam tentang nikah wisata belum ada di Fakultas Syari‟ah dan Hukum UIN Raden Intan Lampung.
c.
Judul skripsi ini relevan dengan disiplin ilmu yang penulis pelajari di Fakultas Syari ‟ah dan Hukum
Jurusan Al-Ahwal Al-Syakhshiyah (Hukum Keluarga).
C. Latar Belakang Masalah
Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kecenderungan untuk hidup saling berpasangan antara laki-laki dengan perempuan. Hidup berpasangan antara laki-laki dengan perempuan bisa diperoleh dengan cara melaksanakan pernikahan yang memenuhi rukun dan syarat dari pernikahan. Mempunyai pasangan atau pendamping hidup selain menjadi teman untuk bercerita, ialah untuk bisa menyalurkan kebutuhan biologis yang sah.
Dalam undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 1 disebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang
6 bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pasal tersebut menegaskan bahwa suatu pernikahan haruslah memiliki tujuan yang mulia, tujuan tersebut adalah dengan cara membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal. Kekal dalam artian bahwa hubungan suami-istri yang dijalin itu haruslah memiliki suatu konsep yang dapat mempertahankan status suami-istri hingga akhir hayat (sampai maut memisahkan). Nikah adalah suatu akad yang menghalalkan hubungan antara seorang laki-laki dengan seorang wanita dan saling menolong diantara keduanya serta menentukan batas hak
7
dan kewajiban diantara keduanya. Pernikahan terjadi setelah terpenuhinya rukun dan syarat dalam pernikahan, salah satu rukun pernikahan adalah melaksanakan ijab dan qabul atau serah terima dari wali mempelai perempuan kepada mempelai laki-laki. Dalam ijab dan qabul yang dilakukan oleh wali mempelai perempuan dengan mempelai laki-laki merupakan suatu akad atau perjanjian bahwa laki-laki tersebut siap bertangung jawab baik lahir maupun batin kepada mempelai perempuan dan harus bisa mempertahankan keutuhan rumah tangga dalam keadaan apapun. 6 Undang-Undang Perkawinan UU No. 1 Tahun 1974, (Surabaya: Rona Publishing), h. 8. 7
Allah SWT. berfirman dalam Al- Qur‟an surat Al-Nisa ayat 21;
﴾ ٢١ : ءاسنلا ﴿Artinya: “Dan bagaimana kamu akan mengambilnya
kembali, padahal kamu telah bergaul satu sama lain (sebagai suami-istri). Dan mereka (istri- istrimu) telah mengambil perjanjian yang kuat
8 (ikatan pernikahan) dari kamu”.
Surat Al-Nisa ayat 21 tersebut menyebutkan bahwa pernikahan merupakan suatu perjanjian yang kuat atau mîtsâqan
ghalîzhan, jadi sudah sepantasnya jika sudah melakukan
pernikahan hendaknya menjaga penikahan tersebut dengan sebaik-baiknya agar tidak terjadinya sebuah perceraian. Islam adalah agama rahmat bagi semesta alam, dalam Islam perceraian adalah pintu terakhir apabila terjadi pertengkaran antara suami- istri dan apabila tidak bisa menja lin pernikahan dengan ma‟ruf atau tidak bisa menjalankan perintah-perintah-Nya serta dikhawatirkan akan melanggar larangan-larangan-Nya, maka Islam membolehkan pasangan suami-istri tersebut untuk bercerai. Peceraian adalah perkara yang dihalalkan namun perceraian dibenci oleh Allah SWT. sebagaimana dalam hadis Nabi SAW.
: ملسو ويلع للها ىلص ِللها ُلْوُسَر َلاَق َلاَق اَمُهْ نَع ُللها َيِضَر َرَمُع ِنْبا ِنَع .
ُ َلحطَّللا ِللها َ ْنِع ِل َلحاا ُ َ ْ بأ ُمِكاَاا ُوَحّحصَو ْوَجاَم ُنْباَو َدُواَد وُبأ ُهاَوَر ُوَلاَسْر ٍِااَ وُبأ َ ّجَرَو
8 Artinya:
“Diriwayatkan dari Ibnu Umar Radhiyallahu „Anhuma dia berkata: bahwa Rasul SAW. bersabda, “Perkara halal yang paling dibenci Allah adalah thalaq.” H.R. Abu Daud dan Ibnu Majah, disahkan oleh Hakim dan
9 ditarjih oleh Abu Hatim.
Kaitannya dengan pernikahan, di Indonesia terdapat pernikahan antara orang muslim asing dan muslimah pribumi yang menikah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada, yakni telah memenuhi rukun dan syarat dari pernikahan tersebut. Akan tetapi, dalam pernikahan yang dilakukan oleh Warga Negara Asing (WNA) dengan Warga Negara Indonesia (WNI) tersebut terdapat unsur yang merugikan salah satu pihak, karena sejak awal sudah terdapat perjanjian bahwa pernikahan tersebut diniatkan dan/atau disepakati untuk sementara, semata-mata hanya untuk memenuhi kebutuhan selama dalam wisata/perjalanan. Nikah wisata merupakan salah satu bentuk dari nikah mut‟ah (zawâj mu‟aqqat). Nikah mut‟ah yaitu nikah yang ditentukan untuk sesuatu waktu tertentu, atau perkawinan
10 yang terputuskan.
Nikah mut‟ah pernah dibolehkan pada saat terjadi perang Authas dan sekarang pernikahan tersebut sudah diharamkan sampai hari kiamat sebagaimana yang disabdakan Nabi SAW. sebagai berikut;
:
َماَع ملسو ويلع للها ىلص ِللها ُلْوُسَر َصطَّخَر َلاَق ِوْيِبَا ْنَع َةَمَلَس ِنْب ٍساَيِا ْنَع
ملسم هاور اَهْ نَع ىَهَ ن طَُّثُ اًث َلحَث ِةَعْ تُمْلا ِفِ ٍساَطْوَاArtinya: Bersumber dari Iyas bin Salamah, dari
ayahnya, dia berkata: “Pada tahun Authas atau tahun peristiwa penaklukan kota Makkah, 9 Rasulullah s.a.w. memberikan kemurahan Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram min Adillatil Ahkam, Penerbit JABAL, Bandung, Cetakan V, 2013, h. 270. 10
melakukan nikah mut‟ah selama tiga hari.
11 Kemudian beliau melarangnya.”
Terjadinya fenomena nikah wisata yang ada di masyarakat Indonesia membuat masyarakat resah karena tidak ada hukum mengenai pernikahan wisata tersebut. Oleh sebagian kalangan yang setuju dengan nikah wisata menyebutkan bahwa nikah wisata itu berbeda dengan nikah mut‟ah, sehingga mereka berpendapat bahwa nikah wisata itu boleh dan dihalalkan.
Sedangkan golongan yang menolak nikah wisata mempunyai pendapat yang berbeda dengan yang setuju, golongan yang menolak adanya nikah wisata berpendapat bahwa nikah wisata itu sama halnya de ngan nikah mut‟ah dan nikah mut‟ah itu sudah diharamkan hukumnya sampai hari kiamat. Sebenarnya mut‟ah ini sudah diharamkan hukumnya oleh fatwa Majelis Ulama Indonesia dalam fatwanya tersebut disebutkan bahwa nikah mut‟ah hukumnya adalah haram.
Penulis dalam skripsi ini akan berusaha menggali hukum nikah wisata dilihat dari perspektif hukum Islam. Oleh sebab itu, penulis mengambil judul “Perspektif Hukum Islam Tentang Nikah Wisata”.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan tersebut, maka penulis mengemukakan pokok permasalahan sebagai berikut: 1.
Bagaimana praktik nikah wisata? 2. Bagaimana analisis hukum Islam terhadap fatwa MUI tentang nikah wisata?
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 11 Imam Abu Husein Muslim Bin Hajjaj Al-Qusyairi An Naisaburi, a.
Tujuan Objektif 1)
Untuk mengetahui bagaimana praktik-praktik nikah wisata yang ada di tengah-tengah masyarakat; 2)
Untuk mengetahui dan memahami bagaimana pandangan hukum Islam tentang nikah wisata.
b.
Tujuan Subjektif 1)
Sebagai pelaksana tugas akademik, yaitu untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (SH), pada Fakultas Syari‟ah dan Hukum UIN Raden Intan Lampung.
2. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a.
Kegunaan penelitian teoritis ini sebagai bentuk kontribusi dalam rangka memperkaya khazanah ilmu penegtahuan, dapat menjadi bahan referensi ataupun bahan diskusi bagi para mahasiswa Fakultas Syari‟ah dan Hukum, maupun masyarakat umum serta berguna untuk perkembangan ilmu pengetahuan khususnya berkaitan dengan hukum Islam.
b.
Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H) pada Fakultas Syari‟ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung.
F. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini untuk memudahkan dalam pengumpulan data, pembahasan dan menganalisa data. Metode penelitian bermakna seperangkat pengetahuan tentang langkah-langkah sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan masalah tertentu untuk diolah, dianalisis, diambil kesimpulan dan selanjutnya dicarikan cara pemecahannya.
12 Adapun dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan
metode penelitian sebagai beikut:
12
1. Jenis Penelitian Dilihat dari jenis penelitiannya, maka penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan (library research).
Penelitian kepustakaan adalah pengkajian informasi tertulis mengenai hukum yang berasal dari berbagai sumber dan dipublikasikan secara luas serta dibutuhkan dalam
13
penelitian hukum normatif. Untuk memperoleh data ini, penulis mengkaji literatur-literatur berasal dari perpustakaan yang memiliki relevansi dengan penelitian yang penulis lakukan. Literatur yang berhubungan dengan pembahasan dalam skripsi ini antara lain yaitu Al-
Qur‟an, Al-Hadis, buku-buku fiqh (fiqh munakahat, fiqh Islam, fiqh sunah), serta literatur lainnya yang mempunyai hubungan dengan permasalahan yang dikaji oleh penulis dalam penelitian ini.
2. Sifat Penelitian Sifat penelitian ini adalah deskriptif analisis, yaitu bertujuan untuk memberikan penilaian terhadap persoalan dengan cara melakukan penelitian pustaka (library
14 research). Penyusun menganalisis permasalahan tersebut
menggunakan instrumen analisis-deduktif melalui pendekatan filosofis, yakni dengan menelaah secara dalam hingga bisa menemukan hikmah atau inti dari tujuan yang
15
dimaksud. Dalam hal ini penulis juga memberikan penilaian terhadap terjadinya fenomena nikah wisata yang ada di Indonesia.
3. Metode Pengumpulan Data Dalam mengumpulkan data, penulis menggunakan penelitian pustaka (library research), yakni upaya membaca dan menelaah serta mengutip beberapa buku, diantaranya buku-buku fiqh, buku-buku tentang munakahat, serta tulisan-tulisan yang ada kaitannya dengan pembahasan 13 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (PT.
Citra Aditya Bakti, 2004), h. 81. 14 Sudarto, Metode Penelitian Filsafat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), h. 47. 15
judul skripsi ini di perpustakaan. Sumber data yang akan penulis gunakan antara lain: a.
Sumber data Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder. Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti dari sumber yang telah ada.
1) Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer adalah: sumber-sumber yang
16
memberikan data langsung dari tangan pertama. Diantaranya adalah fatwa majelis ulama indonesia nomor 02/Munas-
VIII/MUI/2010 tentang nikah wisata, Al- Qur‟an, Al-Hadis, dan buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan nikah sebagai bahan penelitian, yang diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas dalam permasalahan yang akan diteliti dalam skripsi ini.
2) Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder merupakan sekumpulan data yang akan menunjang data primer yang berkaitan dengan objek penelitian. Sebagai rujukan dalam penelitian ini adalah buku- buku yang bekaitan dengan masalah yang diteliti seperti kitab- kitab fiqih dan buku-buku lainnya.
3) Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan dan petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Biasannya bahan hukum tersier diperoleh dari kamus bahasa indonesia, ensiklopedia, artikel dan lain sebagainya.
16
4. Metode Pengolahan Data
Setelah penulis memperoleh data-data yang cukup untuk penulisan skripsi ini, maka langkah selanjutnya penulis akan melakukan pengolahan data dengan melakukan beberapa langkah sebagai berikut: a.
Pemeriksaan data (editing) Penandaan data yaitu mengoreksi apakah data yang terkumpul sudah cukup lengkap, sudah benar, dan sudah sesuai dengan masalah yang dikaji.
b.
Penandaan data (coding) Menurut Muhammad Iqbal Hasan penandaan data
(coding) yaitu memberikan catatan atau tanda yang
menyatakan jenis sumber data (buku literatur); pemegang hak cipta (nama penulis, tahun penerbitan); atau urutan rumusan masalah (masalah pertama diberi tanda A, masalah kedua diberi tanda B dan seterusnya). Catatan atau tanda dapat ditempatkan dalam body text. Jika buku itu literatur, catatan terdiri dari nama penulis, tahun penerbitan dan halaman. Jika itu perundang- undangan, catatan terdiri dari nomor pasal, nomor, tahun dan judul undang-undang. Jika itu putusan pengadilan, catatan terdiri dari nama pengadilan yang memutus perkara, nomor kode, tahun dan judul putusan. Jika itu dokumen atau catatan hukum, catatan terdiri dari nama, nomor kode dan peristiwa hukum untuk nama dokumen atau catatan hukum itu dibuat. Catatan atau tanda dapat juga ditempatkan dibagian bawah teks yang disebut
17 dengan catatan kaki (footnote) dengan nomor urut.
c.
Rekontruksi data (recrontructing) Rekontruksi data yaitu menyusun ulang data secara teratur, berurutan, logis sehingga mudah dipahami dan
18 diinterpretasikan. 17 Muhammad Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian Dan Aplikasinya, (Jakarta: Gralia Indonesia, 2002), h. 56. 18 d.
Sistematisasi data (sistematizing) Sistematisasi data yaitu menempatkan data menurut kerangka sistematika bahasan berdasarkan urutan
19 masalah.
5. Metode Analisis Data
Setelah data terhimpun melalui penelitian, selanjutnya data dapa t dianalisa secara kualitatif yaitu “suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata- kata, tulisan atau lisan dari orang-orang yang berprilaku
20 Metode yang digunakan dalam
yang dapat dimengerti.” menganalisa data ini adalah menggunakan metode berfikir dedukif. Metode berfikir deduktif adalah “suatu penelitian dimana orang berangkat dari pengetahuan yang sifatnya umum, dan bertitik tolak dari penegetahuan yang umum, kita
21
hendak menilai suatu kejadian yang khusus. Hubungan dengan skripsi ini, metode deduktif digunakan pada saat penulis mengumpulkan data dari perpustakaan secara umum, dari berbagai buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan pernikahan serta kitab-kitab fiqh (fiqh munakahat), hadis dan sebagainya, dan tentang suatu teori yang berhubungan dengan larangan-larangan dalam pernikahan.
19 20 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, h. 126.
Lexy L Moloeng, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Ramaja Rosda Karya, Cetakan XIV, 2001), h. 3. 21
BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pernikahan Dalam bahasa Indonesia, pernikahan juga dikenal
dengan istilah perkawinan. Perkawinan berasal dari kata “kawin” yang menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis, melakukan hubungan kelamin atau
22
bersetubuh. Pernikahan merupakan salah satu sunnatullah yang umum berlaku pada semua makhluk Allah, baik pada manusia,
23
hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Kata nikah dan zawâj tidak bisa dipisahkan, karena dalam ijab dan qabul yang dilakukan oleh wali kepada mempelai laki-laki harus mengandung kedua kata tersebut. Dalam Al-
Qur‟an dan Hadis, pekawinan disebut dengan al-nikâh ( حاكنلا dan al-zawâj ( ( جاوزلا , Kata al-zawâj ( berasal dari akar kata zawwaja . Kata zawâj yang
) ( ) ( جُجاوَوزَّزلا وَجزَّووَ diartikan jodoh atau berpasangan berlaku bagi laki-laki dan perempuan; zawâj perempuan berarti suaminya sedangkan
24 zawâj laki-laki berarti istrinya.
Menurut Sayyid Sabiq dalam Fiqh Sunnah dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan pernikahan adalah suatu cara yang dipilih Allah sebagai jalan bagi manusia untuk beranak, berkembang-biak dan kelestarian hidupnya, setelah masing- masing pasangan siap melakukan peranannya yang positif dalam
25
mewujudkan tujuan perkawinan.Ahli fiqih telah banyak mendefinisikan makna dan arti dari kata zawâj, definisi tersebut pada umumnya adalah pemilikan sesuatu melalui jalan yang telah ditentukan yaitu tidak melanggar aturan-aturan yang telah ditentukan oleh 22 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), h. 456. 23 Beni Ahmad Saebani, Perkawinan Dalam Hukum Islam dan Undang-Undang , (Bandung: Pustaka Setia, 2008) h. 13. 24 Abdul Aziz Muhammad Azzam, Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Munakahat (Jakarta: Amzah, 2011), h.36. 25 agama. Adapun yang dimaksud dengan pernikahan menurut pendapat madzab fiqh berbeda-beda dalam memberikan pendapat tentang definisi dari pernikahan, menurut sebagian ulama Hanafiah yang dimaksud dengan nikah adalah akad yang memberikan faedah (mengakibatkan) kepemilikan untuk bersenang-senang secara sadar (sengaja) bagi seorang pria dengan seorang wanita, terutama guna mendapatkan kenikmatan
26
biologis. Berbeda dengan definisi yang telah dikemukakan oleh sebagian ulama Hanafiah, sebagian madzab Maliki memberikan definisi tentang pernikahan sebagai berikut. Menurut madzab Maliki yang dimaksud dengan pernikahan adalah sebuah ungkapan (sebutan) atau titel bagi suatu akad yang dilaksanakan dan dimaksudkan untuk meraih kenikmatan (seksual) semata-mata. Sedangkan menurut madz ab Syafi‟i yang di maksud dengan pernikahan adalah akad yang menjamin kepemilikan (untuk) bersetubuh dengan menggunakan redaksi (lafal) “inkâh atau tazwîj; atau turunan (makna) dari
27 Perbedaan mengenai definisi pernikahan yang keduanya”.
dikemukakan oleh madzab fiqh tersebut pada intinya yaitu untuk memenuhi kebutuhan biologis dengan cara yang halal dan sah serta tidak menimbulkan dosa setelah melakukannya.
M enurut syara‟ yang dimaksud dengan pernikahan adalah akad serah terima antara laki-laki dan perempuan dengan tujuan untuk saling memuaskan satu sama lainnya dan untuk
28 membentuk rumah tangga sakinah dan masyarakat sejahtera.
Sedangkan Perkawinan menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mîtsâqan ghalîzhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya
29 merupakan ibadah.
Dari beberapa definisi diatas dapat di simpulkan tentang definisi dari pernikahan yaitu akad yang menghalalkan 26 Muhammad Amin Summa, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam , (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), h. 45. 27 28 Ibid, h. 45.
Tihami, Sohari Sahrani, Fikih Munakahat (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2010) h. 6-7. 29 hubungan badan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang menimbulkan kewajiban dan hak kepada keduanya setelah terjadinya akad nikah dengan tujuan untuk menjadi keluarga sakinah, mawaddah dan rahmah yang diridhoi oleh Allah dan menghindari murka-Nya.
B. Hukum-hukum Pernikahan
Menurut jumhur ulama bahwa dasar dari sebuah pernikahan adalah sunah hukumnya. Golongan Zhahiri berpendapat bahwa nikah itu wajib, sedangkan ulama Maliki
mutaakhirîn berpendapat bahwa nikah itu wajib untuk sebagian
orang, sunnat untuk sebagian lainnya dan mubah untuk segolongan yang lain lagi.
30 Dalam Islam ada 5 hukumnya
melakukan pernikahan, berikut merupakan penjabaran tentang 5 hukum pernikahan:
1. Wajib Pernikahan menjadi wajib hukumnya apabila seseorang yang memiliki biaya untuk melaksanakan pernikahan dan mampu memberi nafkah pada pasangannya serta mempunyai dorongan nafsu syahwat sangat kuat untuk melakukan hubungan seksual, yang ditakutkan akan melakukan perbuatan maksiat seperti zina bila tidak segera melaksanakan pernikahan, maka dalam hal ini pernikahan hukumnya adalah wajib.
Pada saat kondisi seperti diatas, seseorang dihukumi wajib untuk melaksanakan pernikahan, bila tidak melaksanakan pernikahan maka ia berdosa karena telah meninggalkan amalan perbuatan yang wajib hukumnya.
2. Sunnah Sekiranya seseorang telah mampu membiayai rumah tangga dan ada juga keinginginan berumah tangga, tetapi keinginan nikah itu tidak dikhawatirkan menjurus kepada
30 perbuatan zina (haram), maka sunnat baginya untuk menikah
31 dan supaya lebih tenang lagi beribadah dan berusaha.
3. Makruh Pernikahan hukumnya menjadi makruh bagi seseorang dalam kondisi campuran. Maksudnya kondisi campuran adalah apabila seseorang yang telah mempunyai kemampuan untuk melakukan suatu pernikahan dan tidak dikhawatirkan akan melakukan perbuatan haram, tetapi dikhawatirkan akan melakukan penganiayaan terhadap istrinya apabila melangsungkan pernikahan. Maka dalam hal ini nikah menjadi makruh hukumnya.
Pada kondisi tersebut, tidak diperbolehkan melaksanakan pernikahan agar tidak terjadi penganiayaan dan kenakalan, karena mempergauli istri dengan buruk tergolong maksiat yang berkaitan dengan hak hamba.
4. Haram Orang yang belum mampu membiayai rumah tangga, atau diperkirakan tidak dapat memenuhi nafkah lahir batin
(impoten), haram baginya menikah, sebab akan menyakiti
32
perasaan wanita yang akan dinikahinya. Oleh karena itu, pernikahan diharamkan bagi seseorang yang belum memiliki kemampuan dalam melangsungkan hidup berumah tangga dengan istrinya, belum mampu memikul kewajiban memberikan nafkah lahir seperti pakaian, tempat tinggal dan kewajiban batin seperti mencampuri istri. Selain itu, pernikahan menjadi haram apabila diniatkan untuk melampiaskan dendamnya seperti menganiaya baik dalam bentuk penganiayaan fisik, penganiayaan psikis maupun penganiyaan dalam hal ekonomi.
Sesungguhnya keharaman nikah pada kondisi tersebut, karena nikah disyariatkan dalam Islam untuk mencapai kemaslahatan dunia dan akhirat. Hikmah kemaslahatan ini tidak tercapai jika nikah dijadikan sarana mencapai bahaya, 31 M. Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga Dalam Islam, kerusakan dan penganiayaan. Nikah orang tersebut wajib ditinggalkan.
5. Mubah
Nikah hukumnya mubah bagi seseorang yang tidak memiliki halangan untuk nikah atau telah mampu untuk melangsungkan pernikahan dan belum ada dorongan untuk nikah (untuk berhubungan seksual), maka ia belum wajib nikah dan tidak diharamkan bila ia menikah.
Dengan demikian dapat diambil pengertian bahwa hukum melaksanakan pernikahan dapat berubah sesuai dengan kondisi keadaan seseorang yang akan melaksanakan pernikahan.
C. Dasar Hukum Pernikahan
Islam telah mengatur secara lengkap tentang pernikahan, aturan-aturan tersebut bisa ditemukan dalam Al- Qur‟an maupun dalam Hadis Nabi. Penulis akan menggali dan menjelasakan dasar hukum pernikahan sebagai berikut:
1. Al-Qur’an
Dasar hukum pernikahan dalam Al-Q ur‟an disebutkan dalam surat Al-Nisa ayat 1 Allah SWT. berfirman:
َلله ﴾ ١ : ءاسنلا﴿ َلله Artinya:
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki- laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama- Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan
(peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya
33 Allah selalu menjaga dan mengawasimu ”
Firman Allah, “Dan dia mengembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.” Yakni, Allah memperbanyak dari Adam dan Hawa laki-laki dan perempuan yang banyak. Dia menyebarkan mereka di berbagai wilayah dunia selaras perbedaan ras, sifat, warna kulit, dan bahasanya. Setelah itu, mereka semua di kembalikan dan dikumpulkan kepada-Nya. Kemudian Allah Ta‟ala berfirman, “Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan-Nya kamu saling meminta serta peliharalah silaturahmi.” Yakni, bertakwalah kepada Allah dengan cara kamu menaati-Nya. Adh-
Dhahak berkata, “Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu mengadakan akad dan perjanjian; dan peliharalah hubungan silaturahmi, jangan sampai kamu memutuskannya, namun berbuat baiklah kepada mereka dan sambunglah tali sil aturahmi.” “Sesungguhnya Allah senantiasa mengawasi kamu,” yakni, Dia mengawasi segala tingkah lakumu dan amalmu. Allah Ta‟ala berfirman, “Allah
34
maha menyaksikan segala sesuatu.” Selain Al-Nisa ayat 1, dasar hukum pernikahan juga disebutkan dalam surat Al-rum ayat 21 Allah SWT. berfirman:
﴾ ٢١ : مورلا﴿ Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, 33 supaya kamu cenderung dan merasa tenteram Departemen Agama RI, Al- Qur‟an dan Terjemahnya, (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2015), h. 77. 34
kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
35 berfikir ”