Tinjauan Terhadap Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 4 Tahun 2005 tentang Aborsi Menurut Hukum Islam

(1)

TESIS

Oleh

KHAIRUNNISA

107011019/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

KHAIRUNNISA

107011019/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Nomor Pokok : 107011019

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Abdullah Syah, MA)

Pembimbing Pembimbing

(Prof. H. M. Hasballah Thaib, MA, PhD)(Dr. Idha Aprilyana Sembiring, SH, MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Abdullah Syah, MA

Anggota : 1. Prof. H. M. Hasballah Thaib, MA, PhD 2. Dr. Idha Aprilyana Sembiring, SH, MHum 3. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH. MS, CN 4. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum


(5)

Nama :KHAIRUNNISA

Nim :107011019

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis :TINJAUAN TERHADAP FATWA MAJELIS ULAMA

INDONESIA (MUI) NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG ABORSI MENURUT HUKUM ISLAM

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama :KHAIRUNNISA


(6)

seperti rendahnya pemahaman dan pengalaman agama. Sedangkan faktor ekstern ialah suasana yang mengintari umat Islam dan bangsa Indonesia yang menghadapi tantangan global yang sangat berat. Sampai dengan sekarang, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat maupun daerah telah banyak mengeluarkan fatwa. Diantaranya fatwa Nomor 4 tahun 2005 tentang aborsi. Setiap tahunnya di Indonesia, berjuta-juta perempuan mengalami kehamilan yang tidak direncanakan, dan sebagian besar dari perempuan tersebut memilih untuk mengakhiri kehamilan mereka, walaupun dalam kenyataanya aborsi secara umum adalah illegal. Di Indonesia aborsi belum dilegalisasi, tetapi sering terdengar usulan agar disini pun aborsi dapat diizinkan menurut hukum dan syarat-syarat tertentu. Dalam penelitian ini mengenai Faktor-faktor yang bagaimana menjadi pembenaran dalam melakukan aborsi, Apakah yang menjadi pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam menetapkan fatwa tentang aborsi, Bagaimana akibat hukum yang timbul setelah ditetapkan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) terhadap pelaku aborsi.

Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif yaitu sebagai penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum, yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Alat pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini yaitu dengan studi dokumen atau penelitian kepustakaan untuk memperoleh data sekunder, yaitu pengumpulan data sekunder baik berupa peraturan perundang-undangan yang berlaku, buku-buku, hasil penelitian dan dokumen lain yang berhubungan dengan permasalahan.

Faktor-faktor yang menjadi pembenaran dalam melakukan aborsi yaitu Aborsi berdasarkan pertimbangan medis, aborsi janin yang cacat, dan aborsi akibat perkosaan. Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam menetapkan fatwa aborsi adalah bahwa aborsi telah menimbulkan pertanyaan masyarakat tentang hukum melakukan aborsi, haram secara mutlak ataukah boleh dalam kondisi-kondisi tertentu, dan oleh karena itu, Majelis Ulama Indonesia memandang perlu menetapkan fatwa tentang hukum aborsi untuk dijadikan pedoman. Di dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang aborsi jelas menetapkan bahwa aborsi haram hukumnya. Dasar pertimbangan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) nomor 4 tahun 2005 tentang aborsi ada di dalam Al-Quran, Hadist, dan pendapat ulama Mujtahid. Akibat hukum yang timbul setelah ditetapkan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah kembali kepada individu masing-masing, bagi umat Islam sudah seharusnya mentaati fatwa yang telah dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) karena apabila tidak ditaati dan tindakan aborsi tetap dilakukan maka hukumannya adalah berdosa.


(7)

from the internal and external factors. The internal factor is the condition of the Islamic ummah and the people of Indonesia in terms of the low religious understanding and experience, while the external factor is the condition surrounding the Islamic ummah and the people of Indonesia who are facing a serious global challenge. Up to now, either the central or regional/local MUI have issued a lot of fatwa, one of them is Fatwa No.4/2005 on Abortion. Every year, in Indonesia millions of women experience unplanned pregnancies and most of them choose to eliminate their pregnancies through abortion even though, in general, abortion is illegal. Abortion is not yet legalized in Indonesia, but it is always proposed that abortion can be allowed in accordance with certain law and condition. This study looked at the factors that can justify doing an abortion, the consideration taken by the MUI in determining their fatwa on abortion, and the legal consequence raised after the issuance of fatwa issued by the MUI for the actor of abortion.

The data used in this normative juridical study were the secondary data in the forms of legal norms found in regulation of legislation, text books, research findings and the other documents related to the problems of study which were obtained through library research.

The factors justifying the practice of abortion were based on medical consideration, abortion of defective fetal, abortion for the victim of rape. The consideration taken by the MUI to Abortion has raised public questions about legal abortion, absolutely forbidden or allowed under certain conditions. Therefore, the MUI thinks that it is important to determine a fatwa about the law on abortion to be used as guidelines. The fatwa of the MUI on abortion clearly established that abortion is unlawful. The basic consideration of the fatwa of the MUI No.4/2005 on abortion is found in the Al-Quran and Hadist. The legal consequence raised after the issuance of the fatwa of the MUI is up to each individual. Islamic ummah should obey the fatwa issued by the MUI because if the fatwa is not obeyed and the abortion is still practiced those practicing the abortion are sinned.


(8)

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena hanya dengan berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul“Tinjauan Terhadap Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 4 Tahun 2005 tentang Aborsi Menurut Hukum Islam”. Juga tidak lupa Shalawat beriring salam penulis hadiahkan kepada Rasulullah SAW Yang selalu menjadi suri tauladan dan syafa’atnya selalu diharapkan seluruh umatnya.

Penulisan tesis ini merupakan suatu persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister dalam bidang Ilmu Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan dorongan moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih yang mendalam penulis sampaikan secara khusus kepada BapakProf. Dr. Abdullah Syah, M.A.,BapakProf. H.M Hasballah, M.A, Ph.D.,dan ibuDr. Idha Aprilyana Sembiring, SH, M.Hum.,selaku Komisi Pembimbing yang telah dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan dan arahan demi tercapainya hasil yang terbaik dalam penulisan tesis ini. Kemudian juga, kepada Dosen Penguji Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin SH, MS, CNdan IbuDr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Humyang telah berkenan memberi masukan dan arahan sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih sempurna dan terarah. Kedua orang tua, Ayahanda Muhammad


(9)

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Studi Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

2. Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum., atas kesempatan bagi penulis menjadi mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Ketua Program Studi Magister Kneotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN., atas segala dedikasi dan pengarahan serta masukan yang diberikan kepada penulis selama menuntut ilmu pengetahuan di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

4. Teman dekat saya Rudi Ari Aslam dan sahabat-sahabat saya, Khairuna Malik Hasibuan, Ismi Beby Lestari Harahap, Anggia Nurul Khairina, Hamdani Parinduri terima kasih atas doa dan dukungannya selama ini dan teman-teman seperjuangan Astari Priadhyni , Sri Isnaida, Tivani Ruslan Hasibuan, serta teman-teman Magister Kenotariatan Group B Angkatan


(10)

Sumatera Utara, bu Fatimah, kak Lisa, kak Winda, kak Sari, kak Afni, bang Ken, bang Aldi, bang Rizal, dan bang Hendri selalu manajemen administasi yang telah membantu dalam proses penyelesaian tesis ini.

Penulis berharap semoga semua doa, bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT, agar selalu dilimpahkan kebaikan kesehatan, dan rezeki yang melimpah kepada kita semua. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, namun tak ada salahnya juka penulis berharap kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak.

Medan, Agustus 2012 Penulis,


(11)

Nama Lengkap : Khairunnisa

Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 12 September 1988

Status : Belum Menikah

Alamat : Jl. Kutilang No. 27-B Medan

II. KELUARGA

Nama Ayah : M. Candra Ginting, SE

Nama Ibu : Fauziah Anhar

III. PENDIDIKAN

- SD Swasta Yayasan Pendidikan Harapan-1 Medan : Tahun 1994 s/d 2000

- SMP Negeri-1 Medan : Tahun 2000 s/d 2003

- SMA Negeri 15 Medan : Tahun 2003 s/d 2006

- S1 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan : Tahun 2006 s/d 2010 - S2 Program Studi Magister Kenotariatan


(12)

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI... vii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 13

C. Tujuan Penelitian ... 14

D. Manfaat Penelitian ... 14

E. Keaslian Penelitian ...15

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 15

1. Kerangka Teori ... 15

2. Kerangka Konsepsi ... 22

G. Metode Penelitian ... 26

1. Sifat dan Jenis Penelitian ... 26

2. Sumber Data ... 27

3. Alat Pengumpulan Data ... 28

4. Analisis Data ... 29

BAB II FAKTOR-FAKTOR PEMBENARAN ABORSI ... 30

A. Tahap Perkembangan Janin ... 30

B. Sejarah Aborsi ... 33

C. Pengertian dan Jenis Aborsi ... ... 37

D. Alasan Melakukan Aborsi ... 43

E. Faktor-faktor yang Menjadi Pembenaran Dalam Melakukan Aborsi ... 45


(13)

B. Pewarisan Janin Di Dalam Kandungan ... 61

1. Harta Waris Ketika Diantara Ahli Waris Ada yang Hamil Menurut Berbagai Mazhab ... 61

2. Syarat-syarat Anak Dalam Kandungan Dapat Mewarisi .... 64

3. Pewarisan Janin yang Di Aborsi ... 68

C. Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Dalam Menetapkan Fatwa Tentang Aborsi ... 70

BAB IV AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL SETELAH DITETAPKAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI) TERHADAP PELAKU ABORSI ... 78

A. Akibat Hukum Aborsi Dalam Islam ... 78

B. Hukum Aborsi Dalam Hukum Positif Di Indonesia ... 85

C. Akibat Hukum yang Timbul Setelah Ditetapkan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Terhadap Pelaku Aborsi ... 92

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 97

A. Kesimpulan ... 97

B. Saran ... 99

DAFTAR PUSTAKA ... 100


(14)

seperti rendahnya pemahaman dan pengalaman agama. Sedangkan faktor ekstern ialah suasana yang mengintari umat Islam dan bangsa Indonesia yang menghadapi tantangan global yang sangat berat. Sampai dengan sekarang, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat maupun daerah telah banyak mengeluarkan fatwa. Diantaranya fatwa Nomor 4 tahun 2005 tentang aborsi. Setiap tahunnya di Indonesia, berjuta-juta perempuan mengalami kehamilan yang tidak direncanakan, dan sebagian besar dari perempuan tersebut memilih untuk mengakhiri kehamilan mereka, walaupun dalam kenyataanya aborsi secara umum adalah illegal. Di Indonesia aborsi belum dilegalisasi, tetapi sering terdengar usulan agar disini pun aborsi dapat diizinkan menurut hukum dan syarat-syarat tertentu. Dalam penelitian ini mengenai Faktor-faktor yang bagaimana menjadi pembenaran dalam melakukan aborsi, Apakah yang menjadi pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam menetapkan fatwa tentang aborsi, Bagaimana akibat hukum yang timbul setelah ditetapkan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) terhadap pelaku aborsi.

Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif yaitu sebagai penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum, yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Alat pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini yaitu dengan studi dokumen atau penelitian kepustakaan untuk memperoleh data sekunder, yaitu pengumpulan data sekunder baik berupa peraturan perundang-undangan yang berlaku, buku-buku, hasil penelitian dan dokumen lain yang berhubungan dengan permasalahan.

Faktor-faktor yang menjadi pembenaran dalam melakukan aborsi yaitu Aborsi berdasarkan pertimbangan medis, aborsi janin yang cacat, dan aborsi akibat perkosaan. Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam menetapkan fatwa aborsi adalah bahwa aborsi telah menimbulkan pertanyaan masyarakat tentang hukum melakukan aborsi, haram secara mutlak ataukah boleh dalam kondisi-kondisi tertentu, dan oleh karena itu, Majelis Ulama Indonesia memandang perlu menetapkan fatwa tentang hukum aborsi untuk dijadikan pedoman. Di dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang aborsi jelas menetapkan bahwa aborsi haram hukumnya. Dasar pertimbangan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) nomor 4 tahun 2005 tentang aborsi ada di dalam Al-Quran, Hadist, dan pendapat ulama Mujtahid. Akibat hukum yang timbul setelah ditetapkan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah kembali kepada individu masing-masing, bagi umat Islam sudah seharusnya mentaati fatwa yang telah dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) karena apabila tidak ditaati dan tindakan aborsi tetap dilakukan maka hukumannya adalah berdosa.


(15)

from the internal and external factors. The internal factor is the condition of the Islamic ummah and the people of Indonesia in terms of the low religious understanding and experience, while the external factor is the condition surrounding the Islamic ummah and the people of Indonesia who are facing a serious global challenge. Up to now, either the central or regional/local MUI have issued a lot of fatwa, one of them is Fatwa No.4/2005 on Abortion. Every year, in Indonesia millions of women experience unplanned pregnancies and most of them choose to eliminate their pregnancies through abortion even though, in general, abortion is illegal. Abortion is not yet legalized in Indonesia, but it is always proposed that abortion can be allowed in accordance with certain law and condition. This study looked at the factors that can justify doing an abortion, the consideration taken by the MUI in determining their fatwa on abortion, and the legal consequence raised after the issuance of fatwa issued by the MUI for the actor of abortion.

The data used in this normative juridical study were the secondary data in the forms of legal norms found in regulation of legislation, text books, research findings and the other documents related to the problems of study which were obtained through library research.

The factors justifying the practice of abortion were based on medical consideration, abortion of defective fetal, abortion for the victim of rape. The consideration taken by the MUI to Abortion has raised public questions about legal abortion, absolutely forbidden or allowed under certain conditions. Therefore, the MUI thinks that it is important to determine a fatwa about the law on abortion to be used as guidelines. The fatwa of the MUI on abortion clearly established that abortion is unlawful. The basic consideration of the fatwa of the MUI No.4/2005 on abortion is found in the Al-Quran and Hadist. The legal consequence raised after the issuance of the fatwa of the MUI is up to each individual. Islamic ummah should obey the fatwa issued by the MUI because if the fatwa is not obeyed and the abortion is still practiced those practicing the abortion are sinned.


(16)

A. Latar Belakang

Majelis Ulama Indonsia (MUI) didirikan di Jakarta pada tanggal 17 Rajab 1395 Hijriah, bertepatan dengan tanggal 26 Juli 1975 Masehi dalam pertemuan alim ulama yang dihadiri oleh Majelis Ulama Daerah, Pimpinan Ormas Islam Tingkat Nasional, pembina kerohanian dari empat angkatan, serta beberapa tokoh Islam yang hadir sebagai pribadi.1Majelis Ulama Indonesia (MUI) hadir ke pentas sejarah ketika bangsa Indonesia tengah berada di fase kebangkitan kembali, setelah selama tiga puluh tahun sejak kemerdekaan energi bangsa terserap dalam perjuangan politik, baik di dalam negeri maupun di dalam forum internasional, sehingga kurang mempunyai kesempatan untuk membangun menjadi bangsa yang maju dan berakhlak mulia.2

Pertemuan alim ulama yang melahirkan MUI tersebut ditetapkan sebagai Munas (Musyawarah Nasional) MUI Pertama. Dengan demikian, sebelum adanya MUI Pusat, terlebih dahulu di daerah-daerah telah terbentuk Majelis Ulama, termasuk Majelis Ulama Indonesia Provinsi Sumatera Utara yang berdiri tanggal 11 Januari 1975 Masehi bertepatan dengan 28 Zulhijjah 1394 Hijriah.3

1Profil Majelis Ulama Indonesia (Pusat dan Sumatera Utara), Dewan Pimpinan Majelis

Ulama Indonesia Sumatera Utara, 2006, hal. 1.

2

Pedoman Penyelenggaraan Organisasi Majelis Ulama Indonesia Edisi Revisi 2011 Hasil Rakernas MUI Tahun 2011),Diterbitkan oleh Sekretariat Majelis Ulama Indonesia Pusat, 2011, hal. 4.

3Profil Majelis Ulama Indonesia (Pusat dan Sumatera Utara),Op. Cit., hal. 2.


(17)

Lahirnya Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak terlepas dari faktor intern dan ekstern. Faktor intern ialah kondisi umat Islam dan bangsa Indonesia seperti rendahnya pemahaman dan pengalaman agama. Lebih daripada itu, kemajemukan dan keragaman umat Islam dalam alam pikiran keagamaan, organisasi sosial, dan kecendrungan aliran dan aspirasi politik selain dapat merupakan kekuatan, tetapi sering juga menjelma menjadi kelemahan dan sumber pertentangan di kalangan umat Islam sendiri.4 Sedangkan faktor ekstern ialah suasana yang mengintari umat Islam dan bangsa Indonesia yang menghadapi tantangan global yang sangat berat.5 Beberapa alasan atau latar belakang didirikannya Majelis Ulama Indonesia (MUI) antara lain adalah :

1. Diberbagai negara, terutama Asia Tenggara, ketika itu telah dibentuk Dewan Ulama atau Majelis Ulama atau Mufti selaku penasehat tertinggi dibidang keagamaan yang memiliki peran tertinggi.

2. Sebagai lembaga atau “alamat” yang mewakili umat Islam Indonesia kalau ada pertemuan-pertemuan ulama Internasional, atau lebih ada tamu dari luar negeri yang ingin bertukar pikiran dengan ulama Indonesia.

3. Untuk membantu pemerintah dalam memberikan pertimbangan keagamaan dalam pelaksanaan pembangunan, serta sebagai jembatan penghubung serta penterjemah komunikasi antara ulama, dan umat Islam.

4. Sebagai wadah pertemuan dan silaturahim para ulama seluruh Indonesia untuk mewujudkan Ukhuwwah Islamiyah.

5. Sebagai wadah musyawarah bagi para ulama, zuama dan cendikiawan muslim Indonesia untuk membicarakan permasalahn umat.

Majelis Ulama Indonesia mempunyai lima peran utama yang saling terkait, yaitu :

1. Sebagai pewaris tugas para Nabi (Waratsat al-anbiya)

4Ibid., hal. 8. 5Ibid., hal. 9.


(18)

2. Sebagai pemberi fatwa (Mufti)

3. Sebagai Pembimbing dan pelayan umat (Ra’iy wa khadim al ummah) 4. Sebagai penegakamar makrufdannahyi munkar

5. Sebagai pelopor gerakan tajdid

6. Sebagai pelopor gerakan perbaikan umat (Ishlah al ummah) 7. Sebagai pengemban kepemimpinan umat (Qiyadah al ummah)

Sampai dengan sekarang, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat maupun daerah telah banyak mengeluarkan fatwa. Diantaranya fatwa Nomor 4 tahun 2005 tentang aborsi. Sebelum membicarakan tentang aborsi, alangkah baiknya memberi gambaran umum tentang awal kehidupan manusia berdasarkan dalil-dalil syariat dan ijtihad-ijtihad yang muncul berdasarkan dalil-dalil tersebut adalah bahwa kehidupan manusia bermula setelah janin berusia empat bulan di dalam kandungan ibunya, adapun kehidupan sebelum itu tidak disebut sebagai kehidupan manusia walaupun di dalamnya ada tanda-tanda kehidupan manusia walaupun di dalamnya ada tanda-tanda kehidupan secara mutlak seperti perkembangan, pembentukan, gerakan dan aktivitas-akivitas kehidupan lainnya yang ditemukan oleh ilmu kedokteran modern melalui alat-alat modern yang canggih.6

Hadits Ibnu Mas’ud :

Abdullah bin Mas’ud berkata, Rasulullah bersabda, yang artinya :


(19)

Sesungguhnya tiap-tiap kalian dikumpulkan penciptaannya dalam rahim ibunya selama 40 hari berupa nutfah, kemudian menjadi 'Alaqoh (segumpal darah) selama itu juga lalu menjadi Mudhghoh (segumpal daging) selama itu juga, kemudian diutuslah Malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya lalu diperintahkan untuk menuliskan 4 kata : Rizki, Ajal, Amal dan Celaka/bahagianya. maka demi Alloh yang tiada Tuhan selainnya, ada seseorang diantara kalian yang mengerjakan amalan ahli surga sehingga tidak ada jarak antara dirinya dan surga kecuali sehasta saja. kemudian ia didahului oleh ketetapan Alloh lalu ia melakukan perbuatan ahli neraka dan ia masuk neraka. Ada diantara kalian yang mengerjakan amalan ahli neraka sehingga tidak ada lagi jarak antara dirinya dan neraka kecuali sehasta saja. kemudian ia didahului oleh ketetapan Alloh lalu ia melakukan perbuatan ahli surga dan ia masuk surga.

Pada hadist di atas dijelaskan tentang tahap-tahap penciptaan manusia, walaupun tidak dijelaskan secara rinci tiap tahap-tahap tersebut. Namun faedah yang dapat di ambil sesuai dengan masalah yang di bahas tentang awal kehidupan manusia adalah penetapan waktu yang disebutkan di dalam hadist tersebut untuk dua hal : Pertama, penetapan takdir manusia yang diciptakan, yang berkaitan dengan rezeki, ajal, amal, kebahagiaan dan kesengsaraannya. Kedua, peniupan roh di dalamnya. Hadist di atas menunjukkan bahwa masalah di atas ditetapkan setalah janin berusia seratus dua puluh hari. Penetapan waktu seperti ini menunjukkan bahwa sifat-sifat kemanusian tidak diberikan oleh Allah SWT kepada makhluk yang diciptakan di dalam perut seorang ibu sebelum memasuki usia tersebut. Hadist itu juga menunjukkan bahwa maksud dari peniupan roh itu adalah masa-masa transisi di mana Allah SWT meningkatkan kualitas kehidupan janin tersebut dari masa kehidupan hewani kepada masa kehidupan yang memiliki sifat-sifat kemanusiaan.7


(20)

Makna janin secara bahasa adalah anak yang ada di dalam perut, jamaknya adalah ajinnah dan ajnan, yang diambil dari kata janna yang artinya menutupi diri. Dinamakan janin, ia ditutupi oleh perut ibunya. Janin manusia adalah makhluk yang tercipta di dalam rahim seorang wanita dari hasil pertemuan antara sel telur dengan sel sperma yang berasal dari air mani seorang lelaki. Nama janin diberikan kepada makhluk ini selama masih ada di dalam perut ibunya karena dia masih tertutupi dan nama ini akan tetap disandangnya sejak fase perkembangan pertama hingga waktu melahirkan.8

Secara etimologi kata janin terambil dari kata Janna Syaiin, artinya tertutup sesuatu atau tersembunyi. Sedangkan menurut istilah, janin dapat didefinisikan sebagai jabang bayi yang berada dalam perut sang ibu. Ibnu Hajar Al-Asqalani mengatakan, janin adalah bayi yang masih berada di dalam kandungan sang ibu, disebut demikian karena dia tersembunyi di dalamnya, jika lahir dalam keadaan hidup maka janin itu disebut bayi (atau anak), jika keluar dan mati berarti keguguran.9 Secara teknis, sains mengatakan bahwa janin terbentuk ketika kehamilan berusia delapan minggu sampai saat kelahiran. Pada tahap delapan minggu ini janin akan memiliki semua karateristik penting manusia. Secara hukum, terdapat sekitar tiga pendapat. Satu pendapat mengatakan bahwa janin artinya adalah sesuatu berada dalam rahim. Pendapat lain berasal dari Imam Al-Syafi’i yang mengatakan bahwa tahap (dalam rahim) yang dapat disebut dalam janin adalah ketika tahap mudghah

8Ibid., hal. 73.

9Abu Abdurrahman Adil Bin Yusuf Al-Azazi,Janin Pandangan Al-quran Dan Ilmu


(21)

(segumpal daging) dan alaqah (sesuatu yang melekat) telah dapat dibedakan. Pendapat ketiga adalah dari Al-Nuwayri yang mengatakan bahwa istilah janin digunakan bagi sesuatu (terdapat dalam rahim) yang telah dihembuskan ruh (nyawa) padanya.10

Islam menjamin keselamatan janin secara menyeluruh. Di antaranya, adanya larangan menganiaya janin, menjaga hak warisnya dan sebagainya. Sebuah hadis dalam Shahih Bukhari Muslim, dari Abu Hurairah ra. berkata : “ada 2 orang wanita dari suku Hudzail terlibat pembunuhan. Salah seorang mereka melempar batu (tanpa kesengajaan) kepada yang lain hingga rekannya meninggal dunia berikut juga janin yang dikandungnya. Kemudian, suku itu mengadukan kasus ini kepada Rasulullah SAW. Lantas, Nabi memutuskan bahwadiyat(denda) atas pembunuhan janin adalah membebaskan ghurrah (budak laki-laki/perempuan), sedangkan diyat atas pembunuhan wanita itu dibebankan kepada keluarga pembunuh.” Hadis ini menjelaskan bahwa denda (diyat) yang telah ditetapkan nabi untuk pembunuhan janin adalah pembebasan budak (laki-laki/perempuan).11

Menggugurkan kandungan yang dalam bahasa Arabnya ijhaadh, merupakan bentuk mashdar dari ajhadha, yang artinya, wanita yang melahirkan anaknya secara paksa dalam keadaan belum sempurna penciptaannya. Atau secara bahasa juga bisa

10Abul Fadl Mohsin Ebrahim,Aborsi Kontrasepsi, Dan Mengatasi Kemandulan Isu-isu

Biomedis Dalam Perspektif Islam, Penerbit Mizan, Bandung, 1997, hal. 136.

11Adil Yusuf Al-Izazy,Fiqh Kehamilan Panduan Hukum Islam Seputar Kehamilan, Janin,


(22)

dikatakan, lahirnya janin karena dipaksa atau karana lahir dengan sendirinya.12Tidak sedikit perempuan berusaha menggugurkan kandungan supaya mereka tidak merasakan sakit saat mengandung, melahirkan, dan seterusnya. Mereka lupa bahwa janin yang dikandung merupakan takdir dan kehendak sang Pencipta.13Agama Islam mengizinkan wanita mencegah kehamilan karena sesuatu sebab, tetapi melarangnya mengakhiri kehamilan dengan cara abortus. Dari sisi pandang Islam, ketidaksahan abortus (menggugurkan kandungan) tidak bergantung kepada masalah, apakah janin itu berstatus manusia (sudah bernyawa) atau tidak.14

Dalam dunia kedokteran dikenal 3 macam aborsi, yaitu : 1. Aborsi spontan / alamiah

Aborsi ini berlangsung tanpa tindakan apapun. Kebanyakan disebabkan karena kurang baiknya kualitas sel telur dan sel sperma.15 Aborsi ini terjadi dengan sendirinya, tidak disengaja dan tanpa pengaruh dari luar atau tanpa tindakan. Abortus spontan bisa terjadi karena kecelakaan, penyakit syphilis, dan sebagainya.16Aborsi ini tidak menimbulkan dampak hukum, karena hal itu terjadi diluar kehendak dan kuasa manusia.

2. Aborsi buatan / sengaja

12Muhammad Nu’aim Yasin,Op. Cit., hal. 229.

13Abd al-Qadir Manshur,Buku Pintar Fikih Wanita : Segala hal yang ingin Anda Ketahui

tentang Perempuan dalam Hukum Islam, Penerbit Zaman, Jakarta, 2009, hal. 106.

14Iman Jauhari,Kapita Selekta Hukum Islam Jilid II, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2007,

hal. 51.

15Hasballah Thaib dan Zamakhsyari Hasballah,20 Kasus Kedokteran Kontemporer Dalam

Perspektif Islam, Perdana Publishing, Medan, 2011, hal. 26.


(23)

Aborsi ini adalah pengakhiran kehamilan sebelum usia kandungan 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram sebagai suatu akibat tindakan yang disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun si pelaksana aborsi (dalam hal ini dokter, bidan, atau dukun beranak).17

3. Aborsi terapeutik

Aborsi ini dilakukan atas indikasi medik. Sebagai contoh, calon ibu yang sedang hamil tetapi mempunyai penyakit darah tinggi menahun atau penyakit jantung yang parah yang dapat membahayakan baik calon ibu maupun janin yang dikandungnya.18

Aborsi buatan / sengaja sering disebut dengan aborsi ilegal dan diancam hukuman, baik pidana maupun hukum Islam. Sementara itu, untuk dua macam aborsi lain (aborsi spontan / alamiah dan aborsi terapeutik), baik hukum pidana maupun hukum Islam memberikan kualifikasi dan ketentuan yang berbeda-beda menurut faktor penyebabnya, ringan dan beratnya serta jenis dan sifatnya.

Perdebatan mengenai aborsi di Indonesia akhir-akhir ini juga semakin ramai, karana dipicu oleh berbagai peristiwa ramai, karena dipicu oleh berbagai peristiwa yang mengguncang sendi-sendi kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Sementara itu berita-berita mengenai aborsi sering menghiasi koran-koran yang memberitakan potongan-potongan janin hasil aborsi yang dibungkus dalam kantong plastik dan dibuang di kotak sampah. Sudah bukan rahasia lagi bahwa masyarakat mengetahui

17Hasballah Thaib dan Zamakhsyari Hasballah,Op. Cit. 18Ibid


(24)

adanya dokter-dokter tertentu atau klinik-klinik tertentu yang sering melakukan aborsi. Oleh karena sering melakukan aborsi maka mereka dianggap sebagai para pelaksana aborsi yang sah. Di Indonesia aborsi belum dilegalisasi, tetapi sering terdengar usulan agar disini pun aborsi dapat diizinkan menurut hukum dan syarat-syarat tertentu.19Sampai sekarang di kalangan medis belum ada kesepakatan tentang kapan sebenarnya kehidupan manusia dimulai. Masalah inilah yang membuat perdebatan antara yang menyetujui dan menolak aborsi yang aman tidak kunjung berakhir. Dalam hal ini maka kebanyakan pemerintah banyak mengambil sikap yang secara politis aman. Indonesia misalnya, seperti tersirat dalam Pasal 75 undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa :20

“Tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun, dilarang karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan, dan norma kesopanan. Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu dan atau janin yang dikandungnya dapat diambil tindakan medis tertentu.”

Masalah aborsi adalah masalah sepanjang masa yang pada akhir-akhir ini intensitasnya menjadi semakin marak oleh karena dampak langsung maupun tidak langsung dari kemajuan teknologi. Ada beberapa kemajuan teknologi yang secara langsung berpengaruh bagi perubahan perilaku orang terhadap aborsi. Pertama, soal bahaya fisik aborsi. Dulu aborsi bisa sangat bahaya dan bisa mengakibatkan penderitaan fisik yang tak berkesudahan, cacat fisik atau bahkan kematian ibu. Akan tetapi oleh karena adanya alat-alat kedokteran canggih, maka aborsi bisa dilakukan

19K. Bertens,Aborsi Sebagai Masalah Etika, PT Grasindo, Jakarta, 2002, hal. viii. 20Kartono Mohammad,Kontradiksi dalam Kesehatan reproduksi,Pustaka Sinar Harapan


(25)

tanpa beresiko tinggi atau kematian ibu. Kedua, ada beberapa tenaga medis yang melupakan sumpahnya untuk tidak melakukan pengguguran kandungan. Ada tempat-tempat tertentu yang menyediakan jasa semacam ini, meskipun secara resmi aborsi di Indonesia dilarang.21

Di Indonesia permasalahannya memang sedikit berbeda, meskipun pada dasarnya sama saja. Permasalahan aborsi lebih banyak berhubungan dengan keadaan ekonomi dan sikap hedonisme yang mulai merasuki warga yang menempatkan kesenangan sebagai nilai tertinggi yang ingin dicapai dengan berbagai cara.22

Setiap tahunnya di Indonesia, berjuta-juta perempuan mengalami kehamilan yang tidak direncanakan, dan sebagian besar dari perempuan tersebut memilih untuk mengakhiri kehamilan mereka, walaupun dalam kenyataanya aborsi secara umum adalah ilegal. Seperti di negara-negara berkembang lainnya dimana terdapat stigma dan pembatasan yang ketat terhadap aborsi, perempuan Indonesia sering kali mencari bantuan untuk aborsi melalui tenaga-tenaga nonmedis yang menggunakan cara-cara antara lain dengan meminum ramuan-ramuan yang berbahaya dan melakukan pemijatan penguguran kandungan yang membahayakan.

Banyak yang mengira bahwa Undang-undang Kesehatan nomor 36 tahun 2009 seakan memberi keleluasaan untuk tindak aborsi, padahal sebenarnya tidak demikian adanya. Dalam Pasal 75 Undang-undang Kesehatan tersebut juga ditetapkan tentang kehamilan yang boleh di aborsi, sekaligus syarat-syarat yang

21C.B Kusmaryanto,Tolak Aborsi Budaya Kehidupan Versus Budaya Kematian, Penerbit

Kanisius, Yogyakarta, 2005, hal. 155.


(26)

sangat berat. Bagi yang tidak memenuhi ketentuan-ketentuan Pasal 75 Undang-undang Kesehatan ini, ditetapkan sanksi berat sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 194 mempidana penjara atau denda, undang-undang kesehatan memberikan sanksi pidana penjara dan/atau denda sekaligus.23

Di Indonesia saat ini hukum tentang aborsi didasarkan pada hukum kesehatan tahun 2009. Walaupun bahasa yang digunakan untuk aborsi adalah samar-samar, secara umum hukum tersebut mengizinkan aborsi bila perempuan yang akan melakukan aborsi mempunyai surat dokter yang mengatakan bahwa kehamilannya membahayakan kehidupannya, surat dari suami atau anggota keluarga yang mengijinkan penguguran kandungannya, test laboratorium yang menyatakan perempuan tersebut positif dan pernyataan yang menjamin bahwa setelah melakukan aborsi perempuan tersebut akan menggunakan kontrasepsi.24

Laporan WHO memperlihatkan dalam hitungan satu tahun angka aborsi mencapai sekitar 4,2 juta kasus untuk wilayah Asia Tenggara. Di Indonesia sendiri menempati angka 750.000 hingga 1.500.000 kasus yang tejadi, atau dapat dikatakan hampir 50 persennya terjadi di Indonesia, dengan jumlah sekitar 2.500 aborsi yang mengakibatkan kematian. Lebih lanjut data terakhir dari WHO yang diperoleh sekitar tahun 1999 menyebutkan satu penelitian yang melibatkan 579 responden di empat provinsi Indonesia diantaranya Sumatera Utara, DKI Jakarta, DI Yogyakarta, dan

23Chrisdiono M. Achadiat,Dinamika Etika dan Hukum Kedokteran Dalam Tantangan

Zaman, Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2004, hal. 171.

24Guttmacher Institute,


(27)

Sulawesi Utara menunjukkan angka 2,3 juta kasus aborsi yang terjadi dengan kategori 600.000 karena kasus gagalnya alat KB, 700.000 karena kondisi ekonomi yang rendah, 1.000.000 karena keguguran.25

Suatu aspek lain dari permasalahan aborsi sekarang semakin disadari pentingnya. Jika aborsi dilarang keras, perempuan sering menjadi korban. Secara biologis, hanya perempuan yang mengandung, melahirkan, dan menyusui.26 Sampai saat ini pelayanan aborsi yang aman, belum pernah diakomodir secara tuntas, sementara itu angka-angka perempuan yang melakukan aborsi sangat tinggi. Tidak ada angka yang pasti tentang jumlah aborsi per tahun di Indonesia.27

Dalam penelitian ini dan sebagaimana yang difatwakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) akan difokuskan pada jenis aborsi buatan / sengaja dan aborsi terapeutik. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut penulis tertarik untuk menelaah lebih lanjut mengenai aborsi. Penelaahan ini nantinya akan dilakukan melalui suatu penelitian dengan judul “Tinjauan Terhadap Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 4 Tahun 2005 tentang Aborsi Dalam Perspektif Hukum Islam”.

Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 4 Tahun 2005 tentang aborsi menetapkan yang pertama sebagai ketentuan umum, bahwa :

1. Darurat adalah suatu keadaan di mana seseorang apabila tidak melakukan sesuatu yang diharamkan maka ia akan mati atau hampir mati.

25Maria Ulfah Anshor,Fikih Aborsi : Wacana Penguatan Hak Reproduksi Perempuan, PT

Kompas Media Nusantara, Jakarta, 2006, hal. 42.

26K. Bertens,Op. Cit., hal. 62.

27Sulistyowati Irianto,Perempuan Dan Hukum Menuju Hukum Yang Berspektif Kesetaraan


(28)

2. Hajat adalah suatu keadaan di mana seseorang apabila tidak melakukan sesuatu yang diharamkan maka ia akan mengalami kesulitan besar.

Dan yang kedua sebagai ketentuan hukum, bahwa :

1. Aborsi haram hukumnya sejak terjadinya implantasi blastosis28 pada dinding rahim ibu (nidasi).

2. Aborsi dibolehkan karena adanya uzur, baik yang bersifat darurat ataupun hajat.

a. Keadaan darurat yang berkaitan dengan kehamilan yang membolehkan aborsi adalah:

1. Perempuan hamil menderita sakit fisik berat seperti kanker stadium lanjut, TBC dengan caverna dan penyakit-penyakit fisik berat lainnya yang harus ditetapkan oleh Tim Dokter.

2. Dalam keadaan di mana kehamilan mengancam nyawa si ibu.

b. Keadaan hajat yang berkaitan dengan kehamilan yang dapat membolehkan aborsi adalah:

1. Janin yang dikandung dideteksi menderita cacat genetic yang kalau lahir kelak sulit disembuhkan.

2. Kehamilan akibat perkosaan yang ditetapkan oleh Tim yang berwenang yang didalamnya terdapat antara lain keluarga korban, dokter, dan ulama. c. Kebolehan aborsi sebagaimana dimaksud huruf b harus dilakukan sebelum

janin berusia 40 hari.

3. Aborsi haram hukumnya dilakukan pada kehamilan yang terjadi akibat zina.

B. Perumusan Masalah

Dari uraian di atas, dapat dirumuskan pokok permasalahan yang akan diteliti dan dibahas secara lebih mendalam pada penelitian ini. Adapun pokok permasalahan tersebut akan dikelompokkan sebagai berikut :

1. Faktor-faktor yang bagaimana menjadi pembenaran dalam melakukan aborsi? 2. Apakah yang menjadi pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam

menetapkan fatwa tentang aborsi?

28Implantasi adalah penempelan blastosis ke dinding rahim, yaitu pada tempatnya tertanam.

Blastosis biasanya tertanam di dekat puncak rahim, pada bagian depan maupun dinding belakang. Dinding blastosis memiliki ketebalan 1 lapis sel, kecuali pada daerah tertentu terdiri dari 3-4 sel.


(29)

3. Bagaimana akibat hukum yang timbul setelah ditetapkan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) terhadap pelaku aborsi?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan permasalahan tersebut di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi pembenaran dalam melakukan aborsi

2. Untuk mengetahui pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam menetapkan fatwa tentang aborsi.

3. Untuk mengetahui akibat hukum yang timbul setelah ditetapkan fatwa Mjelis Ulama Indonesia (MUI) terhadap pelaku aborsi.

D. Manfaat Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis, seperti yang dijabarkan lebih lanjut sebagai berikut: 1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbang saran dalam ilmu pengetahuan hukum pada umumnya, dan hukum aborsi pada khususnya, terutama mengenai masalah aborsi dalam perspektif hukum Islam.

2. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada para praktisi dan masyarakat, khususnya pada perempuan yang berkeinginan untuk melakukan aborsi dan agar lebih mengetahui pandangan hukum islam tentang aborsi.


(30)

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran sementara dan pemeriksaan yang telah penulis lakukan baik di kepustakaan penulisan karya ilmiah Magister Hukum, maupun di Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, dan sejauh yang diketahui, penelitian tentang “Tinjauan Terhadap Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 4 Tahun 2005 tentang Aborsi Dalam Persepektif Hukum Islam”, belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini adalah asli adanya. Artinya secara akademik penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan kemurniannya, karena belum ada yang melakukan penelitian yang sama dengan judul penelitian ini.

F. Kerangka Teori Dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Ilmu hukum dalam perkembangannya tidak terlepas dari ketergantungan pada berbagai bidang ilmu termasuk ketergantungannya pada metodologi karena aktivitas penelitian hukum dan imajinasi sosial, juga sangat ditentukan oleh teori.29

Teori sebagai konsep adalah ekspresi suatu konsep tentang hakekat realitas sosial. Selanjutnya teori sebagai skema konnseptual, maka merupakan perangkat konsep yang berkait dan mencerminkan relatif sosial. Terakhir, maka teori sebagai proposisi adalah perangkat proposisi, dimana salh satu proposisi dapat diuji secara empiris. Teori tersebut mengembangkan induktif dan/atau deduktif.30Suatu kerangka

29Syafitri Yanti,Itsbat Nikah Dan Kaitannya Dengan Status Anak Yang Lahir Sebelum

Perkawinan Disahkan, Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, Medan, 2011, hal. 11.

30Soerjono Soekanto,Ringkasan Metodologi Penelitian Hukum Empiris, IND-HIL-CO,


(31)

teoritis dapat mendahului hipotesis, oleh karena seringkali pembentukan hipotesis didasarkan pada teori-teori tertentu.

Menurut M. Solly Lubis yang menyatakan konsep teori yaitu : “Kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, mengenai suatu kasus ataupun permasalahan (problem) yang bagi si pembaca menjadi bahan perbandingan, pegangan teori, yang mungkin ia setuju ataupun tidak disetujuinnya, ini merupakan masukan eksternal bagi peneliti”.31

Ada asumsi yang menyatakan, bahwa bagi suatu penelitian, maka teori atau kerangka teoritis mempunyai beberapa kegunaan. Kegunaan tersebut paling sedikit mencakup hal-hal, sebagai berikut :32

1. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya.

2. Teori sangat berguna di dalam mengembangkan sistem klarifikasi fakta, membina struktur konsep-konsep serta memperkembangkan definisi-definisi. 3. Teori biasanya merupakan suatu ikhtiar daripada hal-hal yang telah diketahui

serta diuji kebenarannya yang menyangkut obyek yang diteliti.

4. teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang.

5. teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada pengetahuan peneliti.

Secara umum kerangka teori merupakan perspektif bagi peneliti dalam memahami konsep-konsep yang dipergunakan, mengamati, mengklarifikasikan fakta-fakta yang akan dikumpulkan, dan menganalisis data untuk menjawab permasalahan. Kerangka teori sering pula dikatakan sebagai “pisau analisis” bagi peneliti untuk

31M. Solly Lubis,Filsafat Ilmu dan Penelitian, CV. Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 80. 32Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta,


(32)

menjawab permasalahan-permasalahan yang ditetapkan. Kegunaan kerangka teoritis dalam sebuah penelitian dapat disebutkan sebagai berikut :33

a. Untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya;

b. Untuk mengembangkan sistem klarifikasi fakta, membina struktur konsep-konsep serta memperkembangkan definisi-definisi;

c. Memberikan kemungkinan untuk memprediksi fakta yang akan datang, karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya sebuah fenomena, sehingga kemungkinan faktor-faktor tersebut bisa muncul pada masa yang akan datang;

d. Untuk memberikan prtunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada pengetahuan peneliti

Jadi kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Maqasid Al-Syariah. Teori maqasid al-syariah dikemukakan dan dikembangkan oleh Abu Ishaq al-Syathibi, yaitu tujuan akhir hukum adalah maslahah atau kebaikan dan kesejahteraan manusia. Tidak satu pun hukum Allah yang tidak mempunyai tujuan. Teori maqasid al-syariah hanya dapat dilaksanakan oleh pihak pemerintah dan masyarakat yang mengetahui dan memahami bahwa yang menciptakan manusia adalah Allah SWT. Demikian juga yang menciptakan hukum-hukum yang termuat di dalam Al-quran adalah Allah SWT. Berdasarkan pemahaman tersebut, akan muncul kesadaran bahwa Allah SWT yang paling mengetahui berkenaan hukum yang dibutuhkan oleh manusia, baik yang berhubungan dengan kehidupannya di dunia maupun di akhirat.

Adapun inti dari konsep maqasid al-syariah adalah untuk mewujudkan kebaikan sekaligus menghindarkan keburukan atau menarik manfaat dan menolak

33Mahmul Siregar,Silabus Perkuliahan Metode Penelitian Hukum,Diperkuliahkan Pada


(33)

mudarat, istilah yang sepadan dengan inti dari maqasid al-syari'ah tersebut adalah maslahat, karena penetapan hukum dalam Islam harus bermuara kepada maslahat.34 Mengenai akibat hukum aborsi dalam berbagai bentuknya, yang semuanya itu dimaksudkan untuk mencegah meluasnya aborsi, memberikan efek jera kepada si pelaku, serta melindungi kehidupan dan moralitas masyarakat dalam kerangka menjamin terealisasinyamaqashid al-syariah.35

Teori Kemaslahatan diartikan sebagai sesuatu yang baik atau sesuatu yang bermanfaat. Misalnya, menuntut ilmu dalam Islam itu mengandung suatu kemaslahatan, maka hal ini berarti menuntut ilmu itu merupakan penyebab diperolehnya manfaat secara lahir dan batin. Secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan dari pada kedatangan hukum Islam adalah untuk memperoleh kemashlahatan serta menghindarkan kemudharatan. Hukum Islam memelihara 3 hal, yaitu :36

a. Memelihara yang paling penting, bila hal itu diabaikan maka akan terjadi kekacauan dalam masyarakat. Ketentuan yang paling penting ini ada 6 macam:

1) Memelihara jiwa

Islam sangat melindungi jiwa seseorang, jiwa seseorang tidak boleh direnggut begitu saja karena jiwa tidak dapat dinilai dengan benda apapun.

34Ahmad zaenal fanani,

http://www.badilag.net/data/ARTIKEL/WACANA%20HUKUM%20ISLAM/TEORI%20KEADILAN %20PERSPEKTIF%20FILSAFAT%20HUKUM%20ISLAM.pdf, hal. 11., diakses tanggal 17 Maret 2012.

35Istibsjaroh,Op. Cit., hal. 28.

36Hasballah Thaib,Falsafah Hukum Islam, Fakultas Hukum Universitas Darmawangsa,


(34)

2) Memelihara akal

Sehubungan dengan memelihara akal, hukum Islam menetapkan hukum dera (dipukul 40 kali) bagi orang yang merusakkan akalnya.

3) Memelihara agama

Yang dimaksud dengan memelihara agama ialah memelihara keimanan. Iman adalah suatu hal yang sangat mulia, sehingga dengan bermodalkan iman sesorang tidak akan kekal dalam neraka.

4) Memelihara Kehormatan

Islam sangat memelihara kehormatan seorang muslim. Islam tidak membenarkan menuduh orang lain melakukan kejahatan tanpa adanya suatu bukti yang benar, tuduhan tanpa alasan berarti penghinaan.

5) Memelihara harta

Untuk memelihara harta (hak milik) ini ditetapkan hukum hukum jual beli, hutang piutang, dan lain-lain. Islam melarang perampasan harta, pembinasaan harta, dan cara-cara lain yang tidak sah.

6) Memelihara keturunan

Islam menganjurkan untuk memelihara keturunan, bahkan salah satu dari pada hikmah perkawinan adalah untuk mendapatkan keturunan.

b. Memelihara yang diperlukan bila hal ini tidak dilaksanakan akan membawa kesulitan dalam pelaksanaannya;

c. Memelihara yang dianggap baik, bila hal ini tidak diatur maka nampaklah kerendahan Islam.


(35)

Menurut Imam Al-Ghazali, suatu kemaslahatan harus seiring dengan tujuan

syara’, meskipun bertentangan dengan tujuan-tujuan manusia. Atas dasar ini, yang menjadi tolok ukur dari maslahat itu adalah tujuan dan kehendak syara’, bukan didasarkan pada kehendak hawa nafsu manusia. Tujuan syara’ dalam menetapkan hukum itu pada prinsipnya mengacu pada aspek perwujudan kemaslahatan dalam kehidupan manusia. Muatan maslahat itu mencakup kemaslahatan hidup di dunia maupun kemaslahatan hidup di akhirat. Atas dasar ini, kemaslahatan bukan hanya didasarkan pada pertimbangan akal dalam memberikan penilaian terhadap sesuatu itu baik atau buruk, tetapi lebih jauh dari itu ialah sesuatu yang baik secara rasional juga harus sesuai dengan tujuan syara’.37

Dalam penelitian ini juga menggunakan teori darurat. Kata darurat berasal dari bahasa Arab “Adh-Dharurat” yaitu musibah yang tidak dapat dihindari. Menurut sebagian ulama Syafi’i darurat adalah rasa kuatir akan terjadinya kematian atau sakit yang menakutkan atau menjadi semakin parahnya penyakit ataupun membuat semakin lamanya sakit, atau terpisahnya dengan rombongan seperjalanan, atau kuatir melemahnya kemampuan berjalan atau mengendarai jika ia tidka makan, yang ada hanya yang haram, maka di kala itu ia mesti makan yang haram itu.38 Al-Zuhaili, pakar hukum Islam mendefinisikan darurat adalah datangnya kondisi bahaya atau kesulitan yang amat berat kepada diri manusia, yang membuat dia khawatir akan

37Efrinaldi,

http://efrinaldi.multiply.com/journal/item/6?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem., diakses tanggal 24 Maret 2012.

38Zuhroni, dkk.,Islam Untuk Ilmu Kesehatan dan Kedokteran 2 (Fiqh Kontemporer),


(36)

terjadi kerusakan atau sesuatu yang menyakiti jiwa, anggota tubuh, kehormatan, akal, harta, yang bertalian dengannya. Dalam keadaan demikian, seseorang boleh atau tak dapat tidak harus mengerjakan yang diharamkan, atau meninggalkan yang diwajibkan atau menunda waktu pelaksanannya guna menghindari kemudaratan yang diperkirakannya dapat menimpa dirinya selama tidak keluar dari syarat-syarat yang ditentukan oleh syara’.39 Definisi ini bersifat umum, menjangkau semua jenis kemudaratan, berhubungan dengan makanan, pengobatan, memanfaatkan harta orang lain, memelihara prinsip keseimbangan akaddalam berbagai transaksi, melakukan sesuatu di bawah tekanan atau paksaan, mempertahankan jiwa atau harta dan sebagainya, meninggalkan kewajiban agama, dan lain-lain. Dalam definisi di atas juga dipersyaratkan tidak bertentangan dengan prinsip syara’. Jika bertentangan, maka dalam keadaan apapun tidak boleh dilakukan seperti terpaksa berzina, terpaksa syirik, dan sebagainya.40 Hal ini berdasarkan adanya kondisi darurat yang mengharuskan memilih salah satu dari dua perkara berbahaya yang lebih ringan dosanya. Para fuqaha mengekspresikan prinsip darurat dengan kaidah umum yang populer, “Darurat itu memperbolehkan barang yang terlarang”.41 Inti dari konsep darurat bahwa dalam keadan apapun kemudharatan harus dihindari sehingga tercipta kemashlahatan.42

39Ibid.

40Ibid.,hal. 106.

41Abdul Aziz,Chiefdom Madinah : Salah Paham Negara Islam, Pustaka Alvabet, Jakarta,

2011, hal. 587.


(37)

2. Konsepsi

Suatu kerangka konsepsionil, merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus, yang ingin atau akan diteliti. Suatu konsep bukan merupakan gejala yang akan diteliti, akan tetapi merupakan suatu abstraksi dari gejala tersebut. Gejala itu sendiri biasanya dinamakan fakta, sedangkan konsep merupakan suatu uraian mengenai hubungan dalam fakta-fakta tersebut.43 Kerangka konseptual adalah penggambaran antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dalam arti yang berkaitan, dengan istilah yang akan diteliti dan/atau diuraikan dalam karya ilmiah.44 Untuk lebih menjelaskannya, maka di dalam penelitian biasanya dibedakan antara tiga hal, yakni :45

1. Referens atau acuan, yakni hal aktual yang menjadi ruang lingkup penelitian.

Referens atau acuan tersebut mungkin merupakan benda prilaku atau peristiwa, ide, kualitas, dan lain sebagainya.

2. Simbol atau kata atau istilah, yaitu sesuatu yang dipergunakan untuk mengidentifikasikan referens atau acuan.

3. Konsep yang merupakan kumpulan arti-arti yang berkaitan dengan istilah. Dengan demikian, maka konsep sangat penting bagi cara pemikiran maupun komunikasi dalam penelitian.

Penulisan kerangka konsep tersebut, dapat diuraikan semuanya dalam tulisan karya ilmiah dan/atau hanya salah satunya. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, dirumuskan serangkaian kerangka konsepsi atau definisi operasional sebagai berikut : 1. Tinjauan artinya hasil meninjau; pandangan; pendapat (sesudah menyelidiki,

mempelajari, dan sebagainya).

43Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, Op. Cit., hal 132.

44Zainuddin Ali,Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal. 96. 45Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, Loc. Cit.


(38)

2. Secara bahasa fatwa berarti petuah, nasihat, jawaban pertanyaan hukum. Menurut Ensiklopedi Islam, fatwa dapat didefinisikan sebagai pendapat mengenai suatu hukum dalam Islam yang merupakan tanggapan atau jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan oleh peminta fatwa dan tidak mempunyai daya ikat. Disebutkan dalam Ensiklopedia Islam bahwa si peminta fatwa baik perorangan, lembaga maupun masyarakat luas tidak harus mengikuti isi fatwa atau hukum yang diberikan kepadanya. Hal itu, disebabkan fatwa seorang ulama di suatu tempat bias saja berbeda dari fatwa ulama lain di tempat yang sama. Tindakan memberi fatwa disebutfutya. Ada beberapa persyaratan untuk menjadi

futya : Pertama beragama Islam, Kedua mempunyai integritas pribadi, Ketiga ahli ijtihad atau memiliki kesanggupan untuk memecahkan masalah melalui penalaran pribadi. Keperluan terhadap fatwa sudah terasa sejak awal perkembangan Islam. Dengan meningkatnya jumlah pemeluk Islam, maka setiap persoalan yang muncul memerlukan jawaban. Untuk menjawab persoalan tersebut diperlukan bantuan dari orang-orang yang berkompeten di bidang tersebut.

3. Ulama adalah pemuka agama atau pemimpin agama yang bertugas untuk mengayomi, membina dan membimbing umat Islam baik dalam masalah-masalah agama maupum masalah-masalah sehari hari yang diperlukan baik dari sisi keagamaan maupun sosial kemasyarakatan.

4. Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah wadah atau majelis yang menghimpun para ulama, zuama dan cendikiawan muslim Indonesia untuk menyatukan gerak


(39)

dan langkah-langkah umat Islam Indonesia dalam mewujudkan cita-cita bersama. Majelis Ulama Indonesia (MUI) berdiri pada tanggal 7 Rajab 1395 H, bertepatan dengan tanggal 26 Juli 1975 di Jakarta, sebagai hasil dari pertemuan atau musyawarah para ulama, cendikiawan dan zuama yang datang dari berbagai penjuru tanah air. Dari musyawarah tersebut, dihasilkan adalah sebuah kesepakatan untuk membentuk wadah tempat bermusyawarahnya para ulama. 5. Aborsi dalam bahasa Arab adalah ijhaadh(bentukmashdar dari ajhadha), yang

artinya perempuan yang melahirkan anaknya secara paksa dalam keadaan belum sempurna penciptaannya.46 Aborsi adalah berakhirnya kehamilan dapat terjadi secara spontan akibat kelainan fisik wanita atau akibat penyakit biomedis internal atau mungkin disengaja melalui campur tangan manusia. Hal ini bisa dilakukan dengan cara meminum obat-obatan tertentu dengan tujuan mengakhiri kehamilan atau mengunjungi dokter dengan tujuan meminta pertolongannya untuk mengakhiri kehamilan baik mengosongkan isi rahim melalui proses penyedotan atau dengan melebarkan leher rahim dan menguret isinya. Tetapi, bila kehamilan telah berada dalam tahap lanjut, maka digunakan metode lain. Contohnya, cairan amniotik yang membalut janin disedot dengan suatu larutan garam dan air dimasukkan ke dalamnya, sehingga menyebabkan keguguran.47

46M. Jusuf Hanafiah,Etika Kedokteran Dan Ajaran Islam, Pustaka Bangsa Press, Medan,

2008, hal. 125.


(40)

6. Ensiklopedi Indonesia memberikan pengertian pengguguran kandungan, yaitu pengakhiran kehamilan sebelum masa gestasi 28 minggu atau sebelum janin mencapai berat 1000 gram.48

7. Janin secara harfiah dalam bahasa Arab berarti sesuatu yang diselubungi atau ditutupi. Dari pengertian bahasa ini kemudian didefinisikan, janin berarti sesuatu yang akan terbentuk dalam rahim wanita dari saat pembuahan sampai kelahirannya. Kehidupan janin menurut ajaran Islam merupakan kehidupan yang harus dihormati, dan menganggapnya sebagai suatu wujud yang wajib dijaga.49 8. Pelaku aborsi adalah orang-orang teledor dan abai terhadap nilai dan

tuntutan-tuntutan agama. Murka dan kemarahan Tuhan kepada pelaku, keluarga, dokter, bidan, dan dukun yang memfasilitasi tindak aborsi.50

9. Kata ‘Islam’ artinya kepatuhan atau penyerahan diri. Kepatuhan atau penyerahan diri yang dimaksud adalah kepada Allah. Segala kehendak Allah yang wajib dipatuhi itu merupakan keseluruhan perintah-Nya. Seluruh perintah sebagai satu kesatuan yang terdiri atas bermacam-macam perintah merupakan hal-hal yang perlu dilakukan atau yang perlu dijauhi. Dan setiap perintah itu dinamakan ‘hukm’ yang lazim di dalam bahasa Indonesia dinamakan ketentuan, keputusan, undang-undang atau peraturan. Hal inilah kemudian lama kelamaan dinamakan ‘hukum’ jadi kalau dilihat dari pengertian-pengertian ini, maka hukum islam

48Wila Chandrawila Supriadi,Hukum Kedokteran, Mandar Maju, Bandung, 2001, hal. 75. 49Zuhroni, dkk.,Islam Untuk Ilmu Kesehatan dan Kedokteran 2 (Fiqh Kontemporer),

Departemen Agama RI Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam, Jakarta, 2003, hal. 157.

50 Muhammad Monib dan islah Bahrawi, Islam & Hak Asasi Manusia Dalam Pandangan


(41)

berarti keseluruhan ketentuan perintah Allah yang wajib dituruti (ditaati) oleh seorang muslim.51Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dari dan menjadi bagian agama Islam.52 Jika berbicara tentang hukum, secara sederhana segera terlintas dalam pikiran kita peraturan-peraturan atau seperangkat norma yang mengatur tingkah laku manusia dalam suatu masyarakat, baik peraturan atau norma itu berupa kenyataan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat maupun peraturan atau morma yang dibuat dengan cara tertentu dan ditegakkan oleh penguasa. Di samping itu, ada konsepsi diantaranya adalah konsepsi hukum Islam. Dasar dan kerangka hukumnya ditetapkan oleh Allah, tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan manusia lain dan benda dalam masyarakat, tetapi juga hubungan-hubungan lainnya, karena manusia yang hidup dalam masyarakat itu mempunyai berbagai hubungan.53

G. Metode Penelitian

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analisis. Penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk

51R. Abdul Djamali,Hukum Islam Berdasarkan Kurikulum Konsorsium Ilmu Hukum, Mandar

Maju, Bandung, 1997, hal. 10.

52Mohammad Daud Ali,Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Islam Di

Indonesia, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2005, hal. 42.


(42)

menentukan ada tidaknya hubungan antar suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat.54

Jenis penelitian tesis ini menggunakan penelitian pendekatan yuridis normatif yaitu sebagai penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum, yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai pijak normatif yang berawal dari premis umum kemudian berakhir pada suatu kesimpulan khusus. Hal ini dimaksudkan untuk menemukan kebenaran-kebenaran baru (suatu tesis) dan kebenaran-kebenaran induk (teoritis).

Pendekatan yuridis normatif disebut demikian karena penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan atau penelitian dokumen yang ditujukan atau dilakukan hanya pada peraturan perundang-undangan yang relevan dengan permasalahan yang diteliti atau dengan perkataan lain melihat hukum dari aspek normatif yang kemudian dihubungkan dengan data dan kebiasaan yang hidup di tengah-tengah masyarakat.

2. Sumber Data

Sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumber-sumber penelitian yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder, serta bahan hukum tersier. Dalam penelitian ini, bahan hukum yang dijadikan rujukan adalah menggunakan data sekunder yang dilakukan dengan menghimpun data-data berupa :

54Amiruddin dan Zainal Asikin,Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. RajaGrafindo


(43)

a. Bahan hukum primer, yaitu yang terdiri dari : 1. Al-Quran dan Hadist

2. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan

3. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yaitu Pasal 346, 347, 348, 349 4. Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 4 Tahun 2005 tentang aborsi

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan untuk membantu menganalisis dan memahami sumber hukum primer berupa buku-buku, makalah-makalah, tesis dan sumber-sumber lain yang berhubungan dengan penelitian ini.

c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan-bahan yang memberi penjelasan terhadap sumber hukum primer dan sekunder, yaitu berupa artikel, jurnal ilmiah, internet, dan sumber-sumber lain yang berhubungan dengan penelitian ini.

3. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data akan sangat menentukan hasil penelitian sehingga apa yang menjadi tujuan penelitian ini dapat tercapai. Untuk mendapatkan hasil penelitian yang objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya serta dapat dipertanggungjawabkan hasilnya. Maka dalam penelitian akan dipergunakan alat pengumpulan data.

Alat pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini yaitu dengan studi dokumen atau penelitian kepustakaan untuk memperoleh data sekunder, yaitu pengumpulan data sekunder baik berupa peraturan perundnag-undangan yang berlaku, buku-buku, hasil penelitian dan dokumen lain yang berhubungan dengan permasalahan.


(44)

4. Analisis Data

Di satu pihak, kadang-kadang penyajian hasil penelitian disatukan dengan analisis data, yang pada hakikatnya merupakan analisis terhadap hasil-hasil penelitian. Di lain pihak ada kalanya kedua hal tersebut diatas dipisahkan, sehingga penyajian hasil penelitian sifatnya adalah semata-mata deskriptif. Dalam hal ini ada suatu kemutlakan untuk memakai salah satu cara, atas dasar bahwa cara tersebut lebih baik daripada cara lainnya, bahkan adanya sponsor penelitian secara tegas menghendaki suatu format penyajian hasil penelitian dana analisis data.55

Pada penelitian ini bersifat deskriptif analisis dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif. Maka analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif, yaitu analisis data yang tidak mempergunakan angka-angka tetapi berdasarkan peraturan perundang-undangan, pandangan-pandangan nara sumber hingga dapat menjawab permasalahan dalam penelitian ini.


(45)

BAB II

FAKTOR-FAKTOR PEMBENARAN ABORSI

A. Tahap Perkembangan Janin

Dalam Al-Quran dan hadis diketahui bahwa proses kejadian manusia terdiri dari dua tahap, meliputi tahap penciptaan fisik atau jasad manusia dan tahap non fisik berupa peniupan roh yang merupakan hakikat manusia, dan yang membedakan manusia dengan makhluk lain. Dalil-dalil ini lah yang kemudian menjadi bahan acuan dan rujukan para ulama dalam memberi pengertian tentang proses kejadian manusia dimulai, yang juga akan menjadi dasar dalam menjawab masalah aborsi.56

Istilah janin dalam bahasa Arab secara harfiah berarti berarti sesuatu yang diselubungin atau ditutupi. Jadi dari definisi itu janin berarti sesuatu yang akan terbentuk dalam rahim wanita dari saat pembuahan sampai kelahirannya.57 Adapun tahap-tahap perkembangan janin, yaitu :

1. TahapNuthfah

Sebagian ahli tafsir berpendapat bahwa nuthfah adalah sperma laki-laki yang memancar ke dalam rahim perempuan, karena Allah SWT telah menjelaskan dalam firman-Nya bahwa :58

Maka hendaklah manusia memperhatikan diri apakah dia diciptakan? Dia diciptakan dari air yang terpancar” (QS. Ath Thaariq (86): 5-6)

56Maria Ulfah Anshor,Op. Cit., hal. 24. 57Abul Fadl Mohsin Ebrahim,Loc. Cit.

58Abbas Syauman,Hukum Aborsi Dalam Islam, Cendikia Sentra Muslim, Jakarta, 2004,


(46)

2. TahapAlaqah

Dalam bahasa Arab, kata alaqah berarti sesuatu yang melekat kepada sesuatu yang lain. Kata alaqah juga mempunyai arti yang jarang digunakan di dalam bahasa Arab dan itu adalah darah yang menggumpal atau membeku.59Ibnu Jauzi berpendapatalaqahadalah sejenis darah yang bergumpalan dan kental. Pendapat beliau mendekati kebenaran karena alaqah memang bukan darah, melainkan sesuatu yang menyelam dalam darah karena pada fase ini alaqah menggantung pada dinding rahim.60

3. TahapMudghah

Kata mudghah dalam bahasa Arab berarti gumpalan yang telah dikunyah, atau sesuatu yang dikunyah.61 Ibnu hajar mengatakan bahwa mudghah adalah potongan (segumpal) daging. Dinamakan mudghah karena bentuknya yang menyerupai gumpalan sesuatu.62 Pada minggu ke empat atau setelah dua puluh hari masa pembuahan, terlihat permulaan munculnya anggota-anggota tubuh terpenting. Oleh karena itu, ilmu kedokteran menyatakan bahwa minggu ini adalah awal pembentukan anggota-anggota tubuh63

Tiga tahap ini (nuthfah, alaqah, dan mudghah) masing-masing memakan waktu empat puluh hari sebelum beralih ke fase selanjutnya. Apabila janin telah

59Muhammad Ali Albar,Penciptaan Manusia Kaitan Ayat-ayat Al-quran dan Hadist Dengan

Ilmu Kedokteran, Mitra Pustaka, Yogyakarta, 2004,hal. 68.

60Muhammad Izzuddin Taufiq,Dalil Anfus Al-Quran dan Embriologi (Ayat-ayat Penciptaan

Manusia), Tiga Serangkai, Solo, 2006, hal. 64.

61Muhammad Ali Albar,Op. Cit., hal. 79.

62Abu Abdurrrahman Adil Bin Yusuf Al-Azazi,Op. Cit., hal. 21. 63Muhammad Izzuddin Taufiq,Op. Cit., hal. 69.


(47)

mencapai masa 120 hari, maka ditiupkanlah kepadanya ruh dan menjadi ciptaan yang baru.64 Pendapat yang dipegang mayoritas ahli tafsir dan ahli fikih adalah bahwa penciptaan dan pembentukan janin terjadi pada fase mudghah dan sesudahnya, bukan pada fase sebelumnya.

4. Tahap tulang- belulang

Setelah berbentuk gumpalan daging, janin memasuki proses pembentukan tulang-belulang, kemudian tulang-belulang tersebut di kelilingi atau dibungkus dengan daging. Inilah yang dimaksud firman Allah dalam Q.S Al-Mu’minun (23): 14 :

“…maka segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging”

5. Tahap pemberian nyawa

Setelah melalui proses perkembangan, mulai dari nutfah, alaqah, mudghah, sampai tahap ini, pertumbuhan kandungan sampai ke tahap penyempurnaan, yaitu dengan meniupkan ruh ke dalam jasad janin sehingga sempurnalah janin itu menjadi “bayi”. Proses perkembangan penciptaan manusia yang demikian itu berjalan selama kurang lebih 9 bulan. Dalam Al-Quran tidak terlihat secara esplisit menyatakan kapan janin disebut sebagai manusia atau tepatnya ruh masuk ke dalam janin. Pada ranah ini lah yang menjadi perdebatan di kalangan


(48)

fuqaha. Mengenai kapan waktunya roh itu ditiupkan kebanyakan dari mereka menyandarkan pendapatnya dari dalil yang bersumber dari hadis.65

Bukan hanya hak hidup yang harus dilindungi, tetapi juga hak untuk hidup. Janin atau bakal janin juga sama-sama punya hak untuk hidup karena ia juga manusia potensial. Sementara aborsi termasuk pada tindakan memangkas hak untuk hidup si janin. Karena itu, perempuan yang menggugurkan kandungannya, selain tujuan menyelamatkan nyawa perempuan itu, berarti telah melanggar hak asasi manusia.66

Seperti yang dikemukan oleh Al-Quran, dalam hukum Islam menetapkan bahwa janin memiliki hak untuk hidup. Hal ini diperkuat dengan fakta bahwa semua mazhab memerintahkan untuk menunda pelaksanaan hukum mati bagi seorang wanita hamil sampai setelah dia melahirkan.67

B. Sejarah Aborsi

Persoalan aborsi tidak dapat dipandang secara sederhana. Dari sudut pandang agama, aborsi secara tegas dinyatakan sebagai praktik yang dilarang. Tidak jauh berbeda dengan perspektif agama, aborsi dari segi moral juga dinilai sebagai tindakan asusila, karena secara substansial aborsi tidak lebih dari bentuk pembunuhan janin yang tidak berdosa. Sementara itu, dari aspek kesehatan, aborsi dipandang sebagai langkah untuk menekan dan bahkan mencegah angka kematian ibu yang masih relatif

65Maria Ulfah Anshor,Op. Cit., hal. 21.

66Asep Saefullah,

http://pedangsantri.blogspot.com/2009/02/membendung-legalisasi-aborsi.html, Diakses tanggal 25 Juni 2012.


(49)

tinggi terutama di Indonesia.68Masalah aborsi bukanlah masalah yang baru. Ia sudah ada sejak zaman purba/kuno. Yang membedakan hanyalah kadarnya yang semakin lama semakin intens, searah dengan perkembangan teknologi yang semakin memudahkan pelaksanaan aborsi dengan resiko kematian ibu yang semakin kecil.69

Pada Akhir abad ke 18 M, berkembanglah di Eropa sebuah pemikiran yang dipelopori oleh pendeta bernama Malicus, ia menulis sebuah makalah berjudul ”populasi penduduk dan dampaknya dalam masa depan bangsa“ pada tahun 1213 H / 1798M. Ia berpendapat bahwa pertambahan populasi penduduk yang begitu pesat. Oleh karenanya negara terancam kelaparan bila hal ini terus di lestarikan, maka ia mengajak kepada pembatasan keturunan dengan jalan memakai gaya hidup rahib (tidak menikah), atau mengakhirkan proses perkawinan sampai populasi penduduk tidak bertambah pesat. Teori malicus ini diikuti oleh masa berikutnya akan tetapi dengan menggunakan alat-alat pembatasan keturunan. Gerakan ini terus berkembang di Amerika dan disambut hangat dari kalangan penduduk dan negara, sehingga hal ini menjadi tradisi umum sampai terjadi perang dunia pertama tahun 1914 -1918 H. lalu berubahlah persepsi masyarakat disebabkan masuknya wanita ke lapangan-lapangan kerja dan buruh, berangkat dari sinilah berkembang beraneka ragam pencegah kehamilan.70 Kemudian mendapatkan sambutan yang baik.yang kemudian tersiar di

68Istibsjaroh, Op. Cit., hal. 3.

69CB. Kusmaryanto,Op. Cit., hal. 19. 70

Tengku Azhar, http://kaferemaja.wordpress.com/2008/10/07/aborsi-dalam-analisa-fiqh-islam/,diakses 19 Mei 2012.


(50)

Negara Amerika. Padahal,pada mulanya timbul banyak pertentangan baik dari masyarakat maupun pemerintah.

Ramuan obat-obatan untuk menggugurkan kandungan sudah dikenal sejak zaman kekaisaran China kuno.71Ibn Sina yang nama lengkapnya Abu Ali Al-Husayn Ibn ‘Abd Allah Ibn Sina (980-1037), seorang dokter Persia, ilmuan dan filsuf Islam paling terkenal, dalam bidang kedokteran. Dalam bukunya “Kaidah-kaidah Kedokteran”, ia menjelaskan bahwa aborsi hanya boleh dilakukan dalam keadaan gawat untuk menyelamatkan nyawa ibunya.72 Ibnu Sina dalam kitab Al Qanun mengatakan bahwa terkadang pada kondisi tertentu dibutuhkan untuk melakukan aborsi di antaranya ketika wanita yang hamil masih terlalu belia sehingga ditakutkan akan membahayakan apabila ia melahirkan. Juga ketika terdapat penyakit dalam rahim seperti penyakit kanker rahim sehingga menyusahkan keluarnya jabang bayi.73

Perdebatan mengenai aborsi selalu terjadi dari zaman ke zaman, baik berdasarkan alasan religius maupun sipil. Henry de Bracton adalah orang pertama yang menulis hukum sipil mengenai aborsi. Ia adalah salah seorang hakim dari raja Inggris Hendrik III. Ia wafat tahun 1628. Menurutnya, aborsi dilarang bila pelaksanaannya terjadi sesudah janin terbentuk atau sudah mendapatkan nyawa/jiwa, yakni sejak adanya tanda-tanda pergerakan janin. Zaman berganti dan pergerakan demi pergerakan datang silih berganti. Pandangan mengenai aborsi lambat laun juga mengalami tekanan perubahan. Pergerakan untuk melonggarkan kembali aborsi mulai

71CB. Kusmaryanto,Loc. Cit. 72Ibid., hal. 20.


(51)

pada tahun 1950-an. Pada tahun 1952 diadakan suatu konfersi untuk mengganti persyaratan aborsi. Selama ini aborsi hanya boleh dilakukan untuk menyelamatkan nyawa ibu, dan sekarang ingin diperluas supaya aborsi boleh dilakukan demi kesehatan jiwa si ibu.74

Sama seperti di bagian dunia lainnya masalah aborsi di Indonesia juga bukan masalah yang baru. Sejak lama sudah terdapat obat-obatan tradisionil yang berkhasiat untuk menggugurkan kandungan.75 Sepanjang sejarah umat manusia, aborsi sering ditemukan di berbagai tempat dan kebudayaan. Tetapi secara umum dapat dikatakan, dulu aborsi hampir selalu dipraktikan di luar profesi medis atau di pinggiran profesi medis oleh dukun.76

Persamaan antara aborsi dengan pembunuhan terletak pada dampak menghilangkan nyawa yang telah siap atau berpotensi untuk berpartisipasi dalam tugas kekhilafan. Akan tetapi ironisnya alasan pelaku aborsi jauh lebih buruk daripada alasan mereka yang melakukan pembunuhan bayi pada masa lampau. Padahal masyarakat abad dua puluh sudah mendendangkan hak-hak asasi manusia dengan suara yang jauh lebih nyaring daripada sebelumnya. Paling tidak ada tiga alasan yang diisyaratkan Al-Quran dan Sunnah bagi pembunuhan bayi pada masa jahiliyah yang lampau. Pertama, orang tua khawatir terjatuh dalam lembah kemiskinan dengan menanggung biaya hidup anak-anak perempuan yang lahir, apalagi menurut mereka anak perempuan tidak produktif. Kedua, anak-anak

74Ibid., hal. 31. 75Ibid.,hal 36.


(52)

dikhawatirkan jatuh dalam lembah kemiskinan, jika mereka dewasa kelak. Al-Quran mengingatkan bahwa, “Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka (anak-anak itu) dan juga kepadamu” (QS. Al-Isra [17] : 31). Ketiga, khawatir menanggung aib akibat ditawan dalam peperangan sehingga diperkosa. Maka apabila salah seorang diantara mereka tentang kelahiran anak perempuan, hitamlah (mukanya merah padam) dan dia sangat marah (QS. Al-Nahl [16] : 58)77

Pelaku aborsi pada masa Jahiliah modern, sebagian melakukannya bukan karena takut miskin, baik menyangkut dirinya sekarang, maupun menyangkut anaknya kelak. Tetapi perbuatan keji itu mereka lakukan pada umumnya untuk menutup malu yang menimpa mereka. Pada masa Jahiliah yang lampau, anak dibunuh oleh mereka yang tidak berpengetahuan belum juga mengenal apa yang dinamakan hak asasi manusia. Sekarang, anak dibunuh oleh ibu bersama dokter ahli dan bidan.78

C. Pengertian Dan Jenis Aborsi

Kata “aborsi” berasal dari bahasa Inggris, yaitu abortion, dan bahasa latin abortus. Secara etimologis ia berarti gugur kandungan atau keguguran. Dalam pengertian terminologis sebagaimana yang didefinisikan para ulama adalah pengguguran janin yang dikandung perempuan dengan tindakan tertentu sebelum masa kehamilannya sempurna, baik dalam keadaan hidup maupun mati sebelum si janin bisa hidup di luar kandungan, namun sebagian anggota tubuhnya telah

77M. Quraish Shihab,Secerah Cahaya Ilahi Hidup Bersama Al-Quran, Penerbit Mizan,

Bandung, 2007, hal. 288.


(53)

terbentuk.79Dalam istilah moral, aborsi berarti pengeluaran janin secara sengaja yang mengakibatkan kematian janin, yang terjadi sejak pembuahan sampai pada kelahirannya.80

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, aborsi adalah :

1. terpencarnya embrio yang tidak mungkin lagi hidup (sebelum hasil bulan keempat dari kehamilan); atau keguguran.

2. keadaan terhentinya pertumbuhan yang normal (untuk makhluk hidup) 3. guguran (janin)81

Dalam istilah ahli fikih, penggunaan kataijhadh(aborsi), yaitu menggugurkan kandungan yang kurang kejadiannya atau kurang masanya. Hanya saja, ahli fikih membedakan antaranya jatuhnya kandungan secara tidak sengaja dan karena perbuatan seseorang. Menurut mereka, yang kedua adalah tindak kejahatan yang mengakibatkan hukuman berbeda dengan yang pertama. Para ahli fikih sering menyebut ijhadh dengan kata-kata sinonimnya seperti isqath, ilqa, tharah, dan imlash.82

Sedangkan definisi aborsi menurut kedokteran terlihat adanya keseragaman pendapat meskipun tuturan bahasa yang berbeda, diantaranya aborsi dilakukan dengan membatasi usia maksimal kehamilan sekitar 20 minggu atau sebelum janin

79Istibsjaroh,Op. Cit., hal. 20. 80CB. Kusmaryanto,Op. Cit.,hal. 12.

81Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia Depdikbud RI,Kamus Besar

Bahasa Indonesia, Cetakan II, Balai Pustaka, Jakarta, 1995, hal. 2.


(54)

mampu hidup di luar kandungan. Lebih dari usia tersebut tidak tergolong aborsi, tetapi disebut pembunuhan bayi yang sudah mampu hidup diluar kandungan.83

Dalam istilah medis aborsi terdiri dari dua macam, yaitu aborsi spontan (abortus spontaneus) dan aborsi yang disengaja (abortus provocatus). Pertama, aborsi spontan (abortus spontaneus) ialah aborsi yang terjadi secara alamiah baik tanpa sebab tertentu maupun karena sebab tertentu. Dalam istilah fikih disebutisqath al-afwu yang berarti aborsi yang dimaafkan. Pengguguran yang terjadi seperti ini tidak memiliki akibat hukum apapun. Aborsi spontan dalam ilmu kedokteran terbagi dalam beberapa macam.84 Kedua, aborsi yang disengaja (abortus provocatus) ialah aborsi yang terjadi secara sengaja karena sebab-sebab tertentu. Aborsi jenis ini memiliki konsekuensi hukum yang jenis hukumannya tergantung pada faktor-faktor yang melatarbelakanginya.85Aborsi jenis ini mencakup dua varian yaitu :

1. aborsitherapeutic adalah sejenis aborsi yang penggugurannya dilakukan oleh tenaga medis disebabkan faktor adanya indikasi medis. Hal ini dilakukan sebagai penyelamatan terhadap jiwa ibu yang terancam, bila kelangsungan kehamilan dipertahankan, karena pemeriksaan medis menunjukkan gejala seperti itu, umpamanya wanita itu penyakit jantung, ginjal dan penyakit

83Maria Ulfah Anshor,Op. Cit., hal. 33. 84Ibid, 36.


(55)

jiwa.86 Disini sebenarnya terjadi suatu konflik hak antara berbagai pihak, yakni hak hidup janin yang ada dalam kandungan, hak hidup si ibu.87

2. aborsiprovokatus criminalis, yaitu aborsi dilakukan bukan atas dasar indikasi medis. Biasanya aborsi semacam ini dilakukan karena kehamilan yang tidak dikehendaki, baik karena alasan ekonomi maupun kehamilan sebagai akibat pergaulan bebas. Alasan-alasan seperti ini tidak dibenarkan oleh hukum dan dianggap sebagai tindakan kejahatan.88 Tentu saja apa yang disebut aborsi kriminalis di suatu negara tidak selalu sama dengan yang berlaku di negara lain. Di beberapa negara, aborsi yang dilakukan sebelum berumur 3 bulan tidak dilarang, sedangkan di Indonesia semua bentuk aborsi, kecuali karena alasan indikasi medis adalah aborsi kriminalis.89

Pengertian aborsi menurut kedokteran tersebut berbeda dengan ahli fikih, karena tidak menetapkan usia maksimal, baik pengguguran kandungan dilakukan dalam usia kehamilan nol minggu, 20 minggu maupun lebih dari itu dianggap sama sebagai aborsi. Pengertian aborsi menurut para ahli fikih seperti yang dijelaskan oleh Ibrahim Al Nakhai, “aborsi adalah penguguran janin dari rahim ibu hamil baik sudah berbentuk sempurna ataupun belum”.90

86Iman Jauhari,Op. Cit., hal. 54. 87CB. Kusmaryanto,Op. Cit., hal. 13. 88Iman Jauhari, Loc. Cit.

89CB. Kusmaryanto,Op. Cit., hal. 14. 90Maria Ulfah Anshor.,Op. Cit., hal. 34.


(1)

B. SARAN

1. Faktor-faktor yang menjadi pembenaran dalam melakukan aborsi bukan semata-mata untuk melegalkan aborsi di Indonesia. Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan bahwa aborsi haram hukumnya.

2. Fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia seharusnya dapat dijadikan pedoman atau pegangan dalam bertindak. Akan tetapi fatwa itu sendiri kurang dipahami oleh masyarakat Indonesia. Bahkan tidak sedikit yang tidak mengetahui fatwa apa saja yang sudah dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat mau pun daerah. Maka dari pada itu, sebaiknya ada sosialisasi kepada masyarakat agar fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia diketahui oleh umat Islam di Indonesia.

3. Perlu ditetapkan akibat hukum yang jelas dalam hukum positif di Indonesia setelah dikeluarkan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) agar pelaku atau orang yang membantu melakukan aborsi akan mempunyai rasa takut atau ada tindakan jera dari pihak-pihak yang dengan sengaja melakukan aborsi tanpa ada alasan yang kuat.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

.Achadiat, M. Chrisdiono, Dinamika Etika dan Hukum Kedokteran Dalam Tantangan Zaman, Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2004.

Adil Bin Yusuf Al-Azazi, Abu Abdurrahman, Janin Pandangan Al-quran Dan Ilmu Kedokteran, Pustaka Rahmat, Bandung, 2009

Albar, Muhammad Ali, Penciptaan Manusia Kaitan Ayat-ayat Al-quran dan Hadist Dengan Ilmu Kedokteran, Mitra Pustaka, Yogyakarta, 2004.

Al-Izazy, Adil Yusuf, Fiqh Kehamilan Panduan Hukum Islam Seputar Kehamilan, Janin, Aborsi Dan Perawatan Bayi, Hilal Pustaka, Pasuruan, 2007.

Ali, Mohammad Daud, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Islam Di Indonesia, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2005.

Ali, Zainuddin,Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009.

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004.

Anshor, Maria Ulfah,Fikih Aborsi : Wacana Penguatan Hak Reproduksi Perempuan, PT Kompas Media Nusantara, Jakarta, 2006.

As-Shabuni, Muhammad Ali, Hukum Waris Dalam Syariat Islam, CV. Diponegoro, Bandung, 1987.

______________________, Pembagian Waris Menurut Islam, Gema Insani, Jakarta, 2007.

Aziz, Abdul, Chiefdom Madinah : Salah Paham Negara Islam, Pustaka Alvabet, Jakarta, 2011.

Basyir, Abu Umar, Belajar Mudah Hukum Waris Sesuai Syariat Islam, Rumah Dzikir, Solo, 2006.


(3)

Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia Sumatera Utara, Profil Majelis Ulama Indonesia (Pusat dan Sumaatera Utara), 2006

Djamali, R. Abdul,Hukum Islam Berdasarkan Kurikulum Konsorsium Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, 1997.

Ebrahim, Abul Fadl Mohsin, Aborsi Kontrasepsi, Dan Mengatasi Kemandulan Isu-isu Biomedis Dalam Perspektif Islam, Penerbit Mizan, Bandung, 1997.

Faqih, Aunur Rohim, dkk, HKI, Hukum Islam. Dan Fatwa MUI, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010.

Hanafiah, M. Jusuf, Etika Kedokteran Dan Ajaran Islam, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2008.

Hawari, Dadang, Aborsi Dimensi Psikorelegi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Humm, Maggie,Ensiklopedia Feminisme, Fajar Pustaka Baru, Yogyakarta, 2002. Irianto, Sulistyowati, Perempuan Dan Hukum Menuju Hukum Yang Berspektif

Kesetaraan Dan Keadilan, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2006.

Istibsjaroh,Aborsi dan Hak-hak Reproduksi Dalam Islam, LKiS, Yogyakarta, 2012. Jauhari, Iman, Kapita Selekta Hukum Islam Jilid II, Pustaka Bangsa Press, Medan,

2007

Kansil, C.S.T.,Latihan Ujian Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1992. Kusmaryanto, C.B.,Kontroversi Aborsi, PT Grasindo, Jakarta, 2002.

_______________, Tolak Aborsi Budaya Kehidupan Versus Budaya Kematian, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 2005.

Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar Mesir, Hukum Waris, Senayan Abadi Publishing, Jakarta, 2004.

Lubis, K. Suhrawardi, , Komis Simanjuntak,Hukum Waris Islam Lengkap & Praktis, Sinar Grafika, Jakarta, 1999.


(4)

Manshur, Abd al-Qadir, Buku Pintar Fikih Wanita : Segala hal yang ingin Anda Ketahui tentang Perempuan dalam Hukum Islam, Penerbit Zaman, Jakarta, 2009.

Mohammad, Kartono, Kontradiksi dalam Kesehatan reproduksi, Pustaka Sinar Harapan bekerja sama dengan PT Citra Putra Bangsa dan The Ford Foundation, Jakarta, 1998.

Monib, Muhammad, dan islah Bahrawi, Islam & Hak Asasi Manusia Dalam Pandangan Nurcholish Madjid, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2011. Muslich, Ahmad Wardi,Hukum Pidana Islam, Sinar Grafika, Jakarta, 2005.

Pedoman Penyelenggaraan Organisasi Majelis Ulama Indonesia Edisi Revisi 2011 Hasil Rakernas MUI Tahun 2011),Diterbitkan oleh Sekretariat Majelis Ulama Indonesia Pusat, 2011.

Rofiq, Ahmad,Fiqh Mawaris, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1998.

Shihab, M. Quraish, Secerah Cahaya Ilahi Hidup Bersama Al-Quran, Penerbit Mizan, Bandung, 2007.

Siregar, Mahmul,Silabus Perkuliahan Metode Penelitian Hukum.

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta, 1986.

_______________, Ringkasan Metodolgi Penelitian Hukum Empiris, IND-HIL-CO, Jakarta, 1990.

Supriadi, Wila Chandrawila,Hukum Kedokteran, Mandar Maju, Bandung, 2001. Syarifuddin, Amir,Hukum Kewarisan Islam, Kencana, Jakarta, 2004.

Syauman, Abbas, Hukum Aborsi Dalam Islam, Cendekia Sentra Muslim, Jakarta, 2004.

Taufiq, Muhammad Izzuddin, Dalil Anfus Al-Quran dan Embriologi (Ayat-ayat Penciptaan Manusia), Tiga Serangkai, Solo, 2006.

Thaib, Muhammad Hasballah, Falsafah Hukum Islam, Fakultas Hukum Universitas Darmawangsa, Medan, 1993.


(5)

________________________, 21 Masalah Aktual Dalam Pandangan Fiqih Islam, Fakultas Tarbiyah Universitas Dharmawangsa, Medan, 1995.

________________________ dan Zamakhsyari Hasballah,Kedokteran Kontemporer Dalam Perspektif Islam, Perdana Publishing, Medan, 2011.

Wignyasumarta,Panduan Rekoleksi Keluarga, Kanisius, Yogyakarta, 2000.

Yanggo, Huzaemah Tahido, Fikih Perempuan Kontemporer, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2010.

Yanti, Syafitri,Itsbat Nikah Dan Kaitannya Dengan Status Anak Yang Lahir Sebelum Perkawinan Disahkan, Magister Kenotariatan Universitas Sumatera.

Yasin, Muhammad Nu’aim,Fikih Kedokteran, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 2001. Zuhroni, dkk.,Islam Untuk Ilmu Kesehatan dan Kedokteran 2 (Fiqh Kontemporer),

Departemen Agama RI Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam, Jakarta, 2003.

Website

http://www.guttmacher.org/pubs/2008/10/15/Aborsi_di_Indonesia.pdf, diakses tanggal 17 Maret 2012.

http://www.badilag.net/data/ARTIKEL/WACANA%20HUKUM%20ISLAM/TEORI%2 0KEADILAN%20PERSPEKTIF%20FILSAFAT%20HUKUM%20ISLAM.pdf, hal. 11., diakses tanggal 17 Maret 2012.

http://efrinaldi.multiply.com/journal/item/6?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal% 2Fitem.,diakses tanggal 24 Maret 2012.

http://kaferemaja.wordpress.com/2008/10/07/aborsi-dalam-analisa-fiqh-islam/, diakses tanggal 19 Mei 2012.

http://kaahil.wordpress.com/2011/06/11/bolehkah-aborsi-karena-alasan-kelainan-medis-kecacatan-pada-janin/, 20 mei 2012.

http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/9207163173.pdf, diakses tanggal 23 Mei 2012. http://hunafa.stain-palu.ac.id/wp-content/uploads/2012/02/6-Abd.-Gani-Jumat.pdf,


(6)

http://muhammadsyaefulabdulloh.blogspot.com/2012/04/materi-masailul-fiqh-prosedur-fatwa-mui.html,diakses tanggal 18 Juni 2012.

http://www.badilag.net/data/ARTIKEL/fatwa%20dalam%20islam.pdf, Diakses tanggal 18 Juni 2012.

http://www.uinsuska.info/syariah/attachments/143_Lysa%20Angrayni%20Ok1.pdf, Diakses tanggal 25 Juni 2012.

http://www.tubasmedia.com/berita/tentang-aborsi-kuhp-dengan-uu-kesehatan-berbeda/,diakses tanggal 29 Juni 2012.

http://trend-sekolahan.blogspot.com/2012/03/aborsi-dan-pergaulan-bebas-remaja-yang.html,diakses tanggal 1 Juli 2012.

http://kebidanan-kti.blogspot.com/2011/12/gambaran-kejadian-abortus-inkomplit-di.html,diakses tanggal 1 Juli 2012.

http://health.detik.com/read/2012/05/30/124811/1928339/775/remaja-putri-pelaku-aborsi-paling-banyak-di-indonesia,diakses tanggal 1 Juli 2012.

Undang-undang

Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Kitab Undang-undang Hukum Pidana