KEBIJAKAN PEMERINTAH MENGENAI IMPOR TERN

KEBIJAKAN PEMERINTAH MENGENAI IMPOR TERNAK
DALAM PERSPEKTIF POLITIK HUKUM

Oleh:
Astra Hansel
110620170037

Dosen:
Prof. Dr. H. Rukmana Amanwinata, S.H., M.H.
Dr. Hernadi Affandi, S.H., LL.M.

Diajukan untuk Memenuhi Ujian Tengah Semester Mata Kuliah
Politik Hukum

PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG
2017

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ................................................................................................................. i

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah .......................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PETERNAKAN, POLITIK HUKUM DAN KAITANNYA
DENGAN KEBIJAKAN PEMERINTAH MENGENAI IMPOR TERNAK
A. Tinjauan Umum Tentang Peternakan di Indonesia dan Kebijakan Impor Daging
atau Ternak ........................................................................................................ 4
1. Tinjauan umum tentang peternakan ............................................................ 4
2. Subjek-Subjek dalam Peternakan ................................................................ 5
3. Permasalahan dan kondisi pembangunan peternakan ................................ 6
4. Strategi mencapai sasaran dan upaya pemerintah untuk meningkatkan hasil
dan mutu peternakan di Indonesia............................................................... 7
5. Dasar Hukum impor Hewan dan Produk Hewan ........................................ 8
B. Politik Hukum dan kaitannya dengan Kebijakan Pemerintah Mengenai Impor
Ternak .............................................................................................................. 8
1. Pengertian Politik Hukum ........................................................................... 8
2. Peranan hukum dalam pengembangan sektor peternakan di Indonesia ...... 9
3. Dampak dari adanya kebijakan impor daging atau ternak bagi usaha ternak
di Indonesia .............................................................................................. 11
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................... 13
B. Rekomendasi ............................................................................................. 13
Daftar Pustaka ........................................................................................................... 14

i

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peternakan merupakan sektor yang cukup penting bagi kehidupan manusia.
Keberadaannya yang merupakan sumber makanan bagi manusia harus mendapat
perhatian lebih dari pemerintah karena pada masa ini tingkat konsumsi terhadap
olahan-olahan hewan ternak (daging, susu, dan sebagainya) cukup tinggi. Di
negara-negara maju seperti Amerika dan Australia, konsumsi daging mencapai 120
kilogram dan 111 kilogram per-kapita per-tahun. Dibandingkan dengan Indonesia,
tingkat konsumsi daging nasional masih tergolong rendah, yakni berada pada
jumlah 11,6 kilogram per kapita per tahun.1 Alasan dari rendahnya konsumsi
daging nasional adalah karena harga daging yang relatif mahal sehingga hanya
dapat dijangkau oleh golongan tertentu. Hal tersebut disebabkan karena kurang
berkembangnya sektor peternakan di Indonesia sehingga produksi daging sapi serta

olahan lain menjadi rendah, penanganan penyakit hewan menular belum optimal
dan masih rendahnya jaminan keamanan pangan asal ternak.2 Sehingga untuk tetap
memenuhi kebutuhan masyarakat akan produk-produk olahan hewan ternak maka
pemerintah harus mengimpor hewan dan produk olahan hewan ternak seperti
daging, susu dan sebagainya.

Gumanti Awaliyah, Peneliti IPB: Tingkat Konsumsi Daging Nasional Masih Rendah ,
http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/17/09/02/ovn6wn-peneliti-ipb-tingkatkonsumsi-daging-nasional-masih-rendah, diakses pada tanggal 15 November 2017 pukul 19.15.
2
Sjamsul Bahri, Kebijaka da “trategi Pe ge ba ga Ter ak , diprese tasika pada “e i ar
Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian
Jakarta Selatan, Jl. Harsono RM No. 3, Jakarta Selatan, 2008, hlm. 4.
1

1

2

Kebijakan pemerintah mengenai impor daging atau ternak merupakan
implementasi dari salah satu kebijakan dari paket kebijakan ekonomi jilid IX yakni

kebijakan tentang pasokan ternak dan/atau produk hewan dalam hal tertentu.3
Meskipun tingkat konsumsi daging nasional masih tergolong rendah dibandingkan
dengan negara-negara maju, tetapi kebutuhan daging sapi dalam negeri terus
meningkat dari tahun ke tahun sehingga hal tersebut menjadi dasar dibentuknya
kebijakan ini. Kebijakan pemerintah untuk mengimpor daging atau ternak
bertujuan untuk menstabilkan pasokan dan harga daging di pasar. Dibuatnya
kebijakan mengenai impor daging ini menimbulkan pro dan kontra. Asosiasi
Pengusaha Importir Daging Indonesia (Aspidi) menganggap kebijakan pemerintah
itu tidak efektif karena sebagian besar anggotanya kesulitan mendapatkan izin
impor dari Menteri Perdagangan. Sedangkan, Asosiasi Produsen Daging dan
Feedlot Indonesia (Apfindo) justru menilai langkah stabilisasi pasokan daging
cukup berdampak positif bagi kelangsungan bisnis perdagangan daging dan
penggemukan sapi.4
Dalam perspektif politik hukum, kebijakan pemerintah mengenai impor daging
atau ternak tersebut merupakan salah satu instrumen untuk membentuk hukum
dalam sektor peternakan. Mengembangkan aspek hukum dalam sektor peternakan
dilakukan dengan cara meningkatkan kualitas kebijakan dan program yang
mengarah pada pemanfaatan sumber daya lokal untuk membangun peternakan
yang berdaya saing dan berkelanjutan serta membangun sistem peternakan nasional
yang


3

mampu

memenuhi

kebutuhan

terhadap

produk

peternakan

dan

Paket Ekonomi IX: Pemerataan Infrastruktur Ketenagalistrikan dan Stabilisasi Harga Daging
Hingga ke Desa, diakses di https://www.bappenas.go.id/id/berita-dan-siaran-pers/paket-ekonomi-ixpemerataan-infrastruktur-ketenagalistrikan-dan-stabilisasi-harga-daging-hingga-ke-desa/,
pada

tanggal 15 November 2017, pukul 23.15.
4
Yuliyanna Fauzi, Kebijakan Impor Daging Tidak Pro Peternak Lokal. , diakses di
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20160908154642-92-157060/kebijakan-impor-dagingtidak-pro-peternak-lokal/, pada tanggal 15 November 2017, pukul 19.47.

3

mensejahterakan peternak.5 Menurut Satjipto Rahardjo, politik hukum sebagai
aktivitas memilih dan cara yang hendak dipakai untuk mencapai suatu tujuan sosial
dan hukum tertentu dalam masyarakat6 jadi, kebijakan mengenai impor daging atau
ternak merupakan sebuah produk hukum untuk mengembangkan sektor
peternakan. Dan sebagai produk hukum, kebijakan tersebut diposisikan sebagai alat
untuk mencapai tujuan negara.7 Jadi berdasarkan pendapat di atas, instrumen
hukum yakni regulasi, kebijakan pemerintah merupakan sebuah alat untuk
mengatur sekaligus mencapai tujuan negara.
B. Identifikasi Masalah
1. Bagaimanakah peranan hukum dalam mengembangkan sektor peternakan di
Indonesia ditinjau dari perspektif politik hukum?
2. Apa dampak dari dibuatnya kebijakan impor daging atau ternak bagi usaha
peternakan di Indonesia?


5

Sjamsul Bahri, Loc. Cit.
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000, hlm. 35.
7
Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Ed. Revisi, Cet. 2, Jakarta: Rajawali Pers, 2009,
Hlm. 2.
6

BAB II
TINJAUAN PETERNAKAN, POLITIK HUKUM DAN KAITANNYA
DENGAN KEBIJAKAN PEMERINTAH MENGENAI IMPOR TERNAK
A. Tinjauan Umum Tentang Peternakan di Indonesia dan Kebijakan Impor
Daging atau Ternak
1. Tinjauan umum tentang peternakan
Menurut Pasal 1 Butir ke-1 Undang-Undang Nomor Nomor 41 Tahun 2014
Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (selanjutnya disebut sebagai UU
Peternakan):
“Peternakan adalah segala urusan yang berkaitan dengan

sumber daya fisik, Benih, Bibit, Bakalan, Ternak
Ruminansia Indukan, Pakan, Alat dan Mesin Peternakan,
budi daya Ternak, panen, pascapanen, pengolahan,
pemasaran, pengusahaan, pembiayaan, serta sarana dan
prasarana.”
Dalam UU Peternakan, yang dimaksud dengan peternakan yakni segala bentuk
kegiatan yang berhubungan dengan ternak. UU Peternakan mengatur mulai dari
cara pengembangbiakan ternak sampai kepada proses pemasarannya. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia Peternakan diartikan sebagai sebuah usaha
pemeliharaan dan pembiakan ternak.
Sedangkan pengertian ternak terdapat pada Pasal 1 Butir ke-5 yang
menyebutkan bahwa:
“Ternak adalah Hewan peliharaan yang produknya
diperuntukan sebagai penghasil pangan, bahan baku
industri, jasa, dan/atau hasil ikutannya yang terkait dengan
pertanian.”
4

5


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ternak diartikan sebagai binatang
yang dipiara (lembu, kuda, kambing, dan sebagainya) untuk dibiakkan dengan
tujuan produksi.
Pengertian mengenai produk hewan terdapat pada Pasal 1 Butir 13 UU
Peternakan yang menyebutkan:
“Produk Hewan adalah semua bahan yang berasal dari
Hewan yang masih segar dan/atau telah diolah atau diproses
untuk keperluan konsumsi, farmakoseutika, pertanian,
dan/atau kegunaan lain bagi pemenuhan kebutuhan dan
kemaslahatan manusia.”
2. Subjek-Subjek dalam Peternakan
Dalam peternakan subjek yang melakukan kegiatan peternakan terbagi atas
Perseorangan, korporasi dan pemerintah. Orang yang melakukan kegiatan
dalam bidang peternakan disebut sebagai Peternak, menurut Pasal 1 Butir 14
UU Peternakan:
“Peternak adalah orang perseorangan warga negara
Indonesia atau korporasi yang melakukan usaha
Peternakan.”
Dalam kegiatan peternakan, perseorangan juga dapat melakukan kegiatan
peternakan dalam ruang lingkup yang cukup besar yakni berbentuk korporasi

atau perusahaan. Perusahaan peternakan yang dimaksud oleh UU Peternakan
menurut Pasal 1 Butir 15 adalah:
Perusahaan Peternakan adalah orang perseorangan atau
korporasi, baik yang berbentuk badan hukum maupun yang
bukan badan hukum, yang didirikan dan berkedudukan
dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang

6

mengelola usaha Peternakan dengan kriteria dan skala
tertentu.
Sedangkan pemerintah merupakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah
yang memiliki wewenang untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Dalam hal ini pemerintah sebagai
pihak yang berwenang membuat regulasi, kebijakan untuk mengatur kegiatan
usaha peternakan di Indonesia.
3. Permasalahan dan kondisi pembangunan peternakan
Permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan peternakan saat ini adalah:8
1.


Belum ada peningkatan yang signifikan dalam produksi daging sapi. Saat
ini impor ternak dan daging sapi mencapai 30% dan cenderung
meningkat;

2.

Produksi daging dan telur ayam ras “sudah swasembada”, tapi proses
produksi masih tergantung pada produk impor yang mencapai 65%
(terdiri dari bibit, DOC, vaksin, dan bahan pakan);

3.

Produksi susu dalam negeri masih jauh dari harapan untuk memenuhi
permintaan yang mana lebih dari 70% bahan baku susu masih diimpor;

4.

Belum optimalnya penanganan penyakit hewan menular strategis: Rabies,
Hog Cholera, Anthrax, Brucellosis dan AI;

8

Sjamsul Bahri, Op. Cit. Hlm. 10.

7

5.

Masih rendahnya jaminan keamanan pangan hewan. Sekitar 18% yang
memenuhi persyaratan Aman, Sehat, Utuh, dan Halal (ASUH) dari target
80% pada akhir tahun 2009.

4. Strategi mencapai sasaran dan upaya pemerintah untuk meningkatkan hasil dan
mutu peternakan di Indonesia
a.

Untuk

mencapai

sasaran

dan

mengatasi

permasalahan

dalam

pembangunan peternakan tersebut, maka pemerintah melakukan beberapa
program aksi, antara lain:9
1. Pelaksanaan 7 langkah operasional P2SDS (IB, Kawin Alam,
Penyediaan Bibit, Pakan lokal/Integrasi, Gangguan Reproduksi/
Keswan, Kelembagaan dan SDM) di 18 Propinsi.
2. Pelaksanaan Program Aksi Perbibitan sampai dengan 2008: 7836 ekor.
3. Optimalisasi penggunaan bahan baku pakan lokal (bungkil sawit,
onggok, jerami dll) dan padang penggembalaan di 27 Propinsi.
4. Penerapan kompartemen dan zoning perunggasan, pengendalian dan
pemberantasan penyakit hewan menular strategis flu burung dan
PHMU lainnya serta perlindungan hewan dari penyakit eksotik (PMK
dan BSE).
5. Fasilitasi sarana dan prasarana serta pelaksanaan sertifikasi unit usaha
dan juru sembelih.
b.

Usaha Pemerintah untuk meningkatkan hasil dan Mutu peternakan di
Indonesia antara lain:

9

Ibid.

8

1. Membuat pusat riset atau penelitian hewan ternak, yang memiliki
kegiatan seperti mutasi gen, perkawinan silang antar ternak,
pengembangan jenis ternak lokal dan masih banyak yang lainnya.
2. Memberikan pelatihan atau pendidikan tentang tata cara usaha ternak
yang baik dan benar serta produktif.
3. Pemberian bantuan bibit ternak unggul, obat-obatan untuk ternak,
pakan ternak yang kaya nutrisi dan bantuan modal untuk para peternak.
4. Pemberian tugas kepada dokter hewan di pedesaan atau daerah ternak
supaya dapat mengobati ternak yang sakit dan juga memberikan
penyuluhan kepada para peternak bagaimana cara beternak yang baik.
5. Dasar Hukum impor Hewan dan Produk Hewan
Dasar hukum dari dilakukannya impor hewan dan produk hewan adalah
Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 59/MDAG/PER/8/2016 Tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan dan Produk
Hewan. Kebijakan pemerintah untuk mengimpor ternak adalah untuk
mengimplementasikan kebijakan ekonomi jilid IX pada masa pemerintahan
Presiden Joko Widodo yang salah satunya menyebutkan kebijakan mengenai
stabilisasi pasokan daging dan harga daging.

B. Politik Hukum dan kaitannya dengan Kebijakan Pemerintah Mengenai
Impor Ternak
1. Pengertian Politik Hukum

9

Menurut Padmo Wahjono politik hukum adalah kebijakan dasar yang
menentukan arah, bentuk maupun isi dari hukum yang akan dibentuk.10
Selanjutnya Padmo Wahjono memperjelas pendapatnya mengenai politik
hukum yakni politik hukum adalah kebijakan penyelenggara negara tentang apa
yang dijadikan kriteria untuk menghukumkan sesuatu. Dalam hal ini kebijakan
tersebut dapat berkaitan dengan pembentukan hukum, penerapan hukum dan
penegakannya sendiri.11
Menurut Soedarto, politik hukum adalah kebijakan dari negara melalui
badan-badan negara yang berwenang untuk menetapkan peraturan-peraturan
yang dikehendaki, yang diperkirakan akan digunakan untuk nengekspresikan
apa yang terkandung dalam masyarakat dan untuk mencapai apa yang dicitacitakan12
Satjipto Rahardjo mendefinisikan politik hukum sebagai aktivitas
memilih dan cara yang hendak dipakai untuk mencapai suatu tujuan sosial dan
hukum tertentu dalam masyarakat13
2. Peranan hukum dalam pengembangan sektor peternakan di Indonesia
Hukum ada pada setiap masyarakat dan di berbagai bidang kehidupan.
Hal tersebut yang menjadikan hukum bersifat Universal.14 Akibat dari
eksistensi hukum tersebut, keberadaan hukum dianggap menjadi faktor yang

10

Padmo Wahyono, Indonesia Negara Berdasarkan Asas hukum, Cet. II, Ghalia Indonesia, Jakarta,
1986, hlm. 160.
11
Padmo Wahyono, Menyelisik Proses Terbentuknya Perundang-Undangan, Forum Keadilan, No.
29 April 1991, hlm. 65.
12
Soedarto, Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat dalam Kajian Hukum Pidana, Sinar
Baru, Bandung, 1983, hlm: 20.
13
Satjipto Raharjo, Loc. Cit.
14
Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Filsafat, Teori, dan Ilmu Hukum, Jakarta: Rajawali
Pers, 2014, hlm. 227.

10

cukup penting bagi perkembangan. Hukum setidaknya mempunyai tiga
peranan utama dalam masyarakat, yakni:
1.

Sebagai sarana pengendalian sosial;

2.

Sarana untuk memperlancar proses interaksi sosial

3.

Sarana untuk menciptakan keadaan tertentu15

Dalam sektor peternakan, hukum diperlukan tidak hanya untuk mengatur
kegiatan usaha dalam bidang peternakan termasuk di dalamnya pengawasan
terhadap kualitas ternak, tetapi juga memperlancar kegiatan dan menciptakan
iklim usaha dalam bidang peternakan yang adil serta bermanfaat bagi
kebutuhan hidup orang banyak. UU Peternakan mengatur mengenai subjek,
objek, tata cara pengembangbiakan hewan ternak, pemilihan bibit, sampai pada
tata cara pemasaran. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk menjaga
kualitas dari hewan ternak dan produk-produk yang dihasilkan dari hewan
ternak. UU Peternakan juga sabagai pedoman bagi pemerintah dalam membuat
kebijakan.
Para ahli hukum memiliki pandangan yang berbeda dalam menjelaskan
apa arti dari politik hukum, namun Mahfud MD menjabarkan politik hukum
dalam pengertian yang lebih umum dengan mengadopsi pengertian-pengertian
dari para ahli tersebut. Politik hukum dapat diartikan sebagai legal policy atau
garis (kebijakan) resmi tentang hukum yang akan diberlakukan baik dengan
pembuatan hukum baru maupun dengan penggantian hukum lama, dalam
rangka mencapai tujuan negara.16 Dibuatnya kebijakan-kebijakan mengenai
impor daging atau ternak merupakan cara pemerintah untuk mencapai

15

Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Politik Hukum Pidana, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2008, hlm. 6-7.
16
Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Op. Cit. hlm. 1.

11

menstabilkan pasokan ternak dan harga daging di Indonesia, dengan
tercapainya stabilitas pasokan ternak dan harga daging maka kesejahteraan
sosial bagi masyarakat dapat terpenuhi. Konkritnya, harga daging di pasaran
akan menjadi terjangkau sehingga daging dapat dikonsumsi oleh semua
masyarakat Indonesia serta peternak lokal akan berkembang sehingga angka
tingkat kesejahteraanpun dapat dipastikan meningkat.
3. Dampak dari adanya kebijakan impor daging atau ternak bagi usaha ternak di
Indonesia
Adanya kebijakan pemerintah dalam sektor peternakan yakni mengenai
impor daging atau ternak tentu menimbulkan dampak positif maupun negatif
bagi sektor peternakan di Indonesia. Dampak positifnya adalah bagi
kelangsungan perdagangan ternak di Indonesia, serta membebaskan Indonesia
dari krisis pasokan daging karena pada faktanya perusahaan lokal hanya dapat
memenuhi sekitar 70% (tujuh puluh persen) kebutuhan masyarakat. Dengan
dilakukannya impor daging, maka kekurangan tersebut dapat dipenuhi. Namun,
kebijakan impor tesebut pada faktanya belum cukup efektif untuk menekan
harga daging di pasar.
Dampak negatif dari adanya kebijakan tersebut adalah dengan
masuknya daging-daging impor maka pengusaha peternakan lokal sedikit demi
sedikit akan tergerus karena pemerintah saat ini hanya berfokus untuk menutupi
kekurangan sebesar 30% (tiga puluh persen) dengan kebijakan impor tersebut
sedangkan kendala yang dialami oleh pengusaha peternakan lokal seperti
dukungan permodalan dan penyediaan lahan ternak sangatlah minim sehingga
berdampak pada sulitnya meningkatkan produktivitas peternakan para peternak
lokal.

12

Menurut C.F.G. Sunaryati Hartono, hukum merupakan alat atau sarana
dan langkah yang dapat digunakan oleh pemerintah untuk menciptakan sistem
hukum nasional guna mencapai cita-cita bangsa dan tujuan negara.17
Berdasarkan pendapat dari Sunaryati Hartono tersebut maka menurut hemat
penulis, kebijakan mengenai impor daging atau ternak merupakan sebuah
instrumen hukum untuk mencapai sebuah tujuan negara atau cita-cita bangsa
yakni seperti yang tercantum di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945. Dampak bagi kebijakan tersebut pada sektor peternakan tergantung dari
pelaksanaan kebijakan karena hukum pada dasarnya memuat hal-hal yang
bersifat idealis / das sollen. Namun pada dasarnya, dalam konfigurasi politik
demokratis rakyat diberi kebebasan untuk mengkritik pemerintah serta turut
aktif menentukan kebijaksanaan umum.18 Di negara demokrasi seperti halnya
Indonesia, rakyat juga dapat memberikan pengawasan sekaligus menentukan
kebijakan yang akan dibentuk. Menurut Robert A. Dahl, di negara yang
menganut sistem demokrasi atau konfigurasinya demokratis terdapat pluralitas
organisasi di mana organisasi-organisasi penting relatif otonom.19

17
C.F.G. Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Bandung: PT.
Alumni, 1991, Hlm. 1.
18
Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Op. Cit. hlm. 30.
19
Robert A. Dahl, Dilema Demokrasi Pluralis: Antara Otonomi dan Kontrol, Jakarta: CV Rajawali,
1985, hlm.8-9.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Peranan hukum dalam perkembangan sektor peternakan di Indonesia adalah
sebagai sarana untuk mengatur kegiatan usaha dalam bidang peternakan.
Pengaturan tersebut dilakukan untuk menjaga kualitas dari produk-produk
ternak yang beredar di pasaran serta sebagai pedoman bagi pemerintah dalam
membuat kebijakan bagi sektor peternakan;
2. Dampak dari adanya kebijakan mengenai impor daging atau ternak adalah
Indonesia terlepas dari krisis pasokan daging akibat dari kurangnya
produktivitas para peternak lokal, tetapi di sisi lain impor daging membawa
dampak negatif bagi persaingan antara daging impor dengan daging hasil
peternak lokal.
B. Rekomendasi
1. Kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dalam sektor peternakan
seharusnya lebih memperhatikan dan mengutamakan pengusaha peternakan
lokal, karena sesuai dengan pandangan politik hukum bahwa sebuah legal
policy dibentuk dalam rangka untuk mencapai tujuan negara;
2. Kebijakan yang akan atau telah dibuat harus berpedoman pada peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi. Serta agar kebijakan tersebut dapat
berlaku secara efektif maka diperlukan pengawasan dalam pelaksanaannya.

13

Daftar Pustaka
A. Buku
C.F.G. Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional,
Bandung: PT. Alumni, 1991
Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Ed. Revisi, Cet. 2, Jakarta:
Rajawali Pers, 2009
Padmo Wahyono, Indonesia Negara Berdasarkan Asas Hukum, Cet. II, Ghalia
Indonesia, Jakarta, 1986
Padmo Wahyono, Menyelisik Proses Terbentuknya Perundang-Undangan, Forum
Keadilan, No. 29 April 1991
Robert A. Dahl, Dilema Demokrasi Pluralis: Antara Otonomi dan Kontrol, Jakarta:
CV Rajawali, 1985
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000
Soedarto, Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat dalam Kajian Hukum
Pidana, Sinar Baru, Bandung, 1983
Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Filsafat, Teori, dan Ilmu Hukum,
Jakarta: Rajawali Pers, 2014
Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Politik Hukum Pidana, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2008
B. Peraturan Perundang-Undangan
14

15

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan
Peraturan

Menteri

Perdagangan

Republik

Indonesia

Nomor

59/M-

DAG/PER/8/2016 Tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan dan Produk
Hewan
C. Sumber Lain
Sjamsul Bahri, “Kebijakan dan Strategi Pengembangan Ternak”, dipresentasikan
pada Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, Direktorat
Jenderal Peternakan Departemen Pertanian Jakarta Selatan, Jl. Harsono RM
No. 3, Jakarta Selatan, 2008
Paket Ekonomi IX: Pemerataan Infrastruktur Ketenagalistrikan dan Stabilisasi
Harga Daging Hingga ke Desa,
Gumanti Awaliyah, “Peneliti IPB: Tingkat Konsumsi Daging Nasional Masih
Rendah”,