Model Pengukuran Tingkat Kematangan TIK

The Preinexus Indonesia

MODEL PENGUKURAN TINGKAT
KEMATANGAN PEMANFAATAN
TEKNOLOGI INFORMASI PADA
INSTITUSI PENDIDIKAN DI
INDONESIA

RICHARDUS EKO INDRAJIT
I N D R A J I T @ P O S T . H A R V A R D . E D U

MODEL PENGUKURAN TINGKAT KEMATANGAN PEMANFAATAN
TEKNOLOGI INFORMASI PADA INSTITUSI PENDIDIKAN DI INDONESIA
Richardus Eko Indrajit
indrajit@post.harvard.edu

Abstrak
Dilibatkannya teknologi informasi dalam proses belajar mengajar pada institusi pendidikan dasar,
menengah, dan tinggi telah menjadi suatu keharusan dalam sistem pendidikan moderen dewasa ini.
Implementasi berbagai aplikasi dalam beragam spektrum dan konteksnya bermuara pada harapan
akan meningkatnya kinerja proses pembelajaran yang melibatkan sejumlah stakeholder terkait. Dalam

pelaksanaannya di lapangan, tidak semua institusi pendidikan menempuh jalur yang sama. Sesuai
dengan kondisi keberdayaan dan keterbatasan yang dimiliki masing-masing organisasi, secara
perlahan namun pasti institusi yang bersangkutan membangun teknologi informasinya. Dengan kata
lain, setiap institusi pendidikan memiliki tingkat kematangan yang berbeda dalam merencanakan,
membangun, menerapkan, dan mengembangkan sumber daya teknologi yang dimilikinya. Tulisan ini
memperlihatkan suatu usulan model yang dapat dipergunakan untuk mengukur tingkat kematangan
tersebut, dengan harapan dapat dipergunakan oleh setiap institusi pendidikan dalam memantau dan
menyusun strategi pengembangan pemanfaatan teknologi informasi yang dimilikinya.

Tujuh Peranan Teknologi Informasi
Sesuai dengan hakekat dan karakteristiknya, paling tidak terdapat 7 (tujuh) peranan utama
teknologi informasi dalam dunia pendidikan1. Ketujuh peranan strategis tersebut terkait
langsung dengan 4 (empat) pilar utama penopang arsitektur sistem institusi pendidikan yang
baik – yaitu konten dan kurikulum, proses belajar mengajar, sumber daya manusia dan kultur,
serta fasilitas dan jaringan prasarana – yang ditunjang oleh 3 (tiga) entitas pendukung
operasional, masing-masing adalah infrastruktur dan suprastruktur, kegiatan operasional
terpadu, dan sistem manajemen mutu2. Berdasarkan sejumlah aspek inilah maka diturunkan 7
(tujuh) peranan teknologi informasi (Indrajit, 2005), yaitu (Gambar 1):
1. Teknologi informasi merupakan sumber atau gudang ilmu pengetahuan karena
dengan memanfaatkan jaringan raksasa semacam internet, pengajar maupun peserta

didik dapat mengakses secara bebas ribuan bahkan jutaan sumber pengetahuan di
seluruh dunia disamping memberikan kesempatan bagi para stakeholder pendidikan

1

Penulis dalam sejumlah kesempatan memperkenalkan ketujuh peranan strategis ini (hasil riset di sejumlah
lembaga pendidikan tingkat nasional, regional, dan internasional) dan telah dijadikan konsep pijakan dalam proses
pengembangan cetak biru pemanfaatan teknologi informasi di dunia pendidikan.
2
Disimpulkan berdasarkan sejumlah referensi terkait dengan profil dan strategi sistem pendidikan di Indonesia
yang dikembangkan oleh sejumlah praktisi dan pengamat bidang pendidikan.

1

untuk saling berinteraksi di dunia maya dengan menggunakan berbagai fasilitas
seperti chatting, email, mailing list, newsboard, dan discussion forum3;
2. Teknologi informasi sebagai alat bantu pengajar maupun peserta didik dalam
melakukan aktivitas pembelajaran, misalnya dengan memanfaatkan komputer dan
sejumlah aplikasinya sebagai media simulasi, alat bantu ilustrasi, sarana interaksi, dan
lain sebagainya;

3. Teknologi informasi sebagai standar kompetensi dan keahlian yang harus dimiliki
oleh pengajar, peserta didik, penyelenggara pendidikan, dan stakeholder terkait
lainnya (misalnya: orang tua, pemerintah, dan masyarakat) karena merupakan
prasyarat mutlak agar pendidikan berbasis teknologi informasi dapat dilakukan secara
efektif4;
4. Teknologi informasi sebagai peluang terjadinya sebuah transformasi sistem
pendidikan masa depan terutama dengan diperkenalkannya sejumlah konsep
semacam e-library, virtual class, digital library, dan lain-lain yang tidak lagi
bergantung pada batasan-batasan fisik dari sumber daya (Morton, 1991);
5. Teknologi informasi sebagai alat penunjang manajemen institusi pendidikan dalam
proses pengambilan keputusan strategis maupun operasional, terutama terkait dengan
pemanfaatan dan alokasi sumber daya serta pemantauan kinerja institusi, seperti
implementasi decision support system, executive information system, management
information system, dan lain sebagainya (Scott, 1994);
6. Teknologi informasi sebagai sarana memadukan beragam fungsi dan proses di dalam
penyelenggaraan administrasi pendidikan, terutama yang menyangkut mengenai
alokasi sumber daya pembelajaran (pengajar, peserta didik, ruang kelas, peralatan,
dan lain sebagainya) maupun hal-hal penopang lainnya, seperti sistem informasi
keuangan, sumber daya manusia, pengadaan dan logistik, dan manajemen dokumen
(Sprague, 1993); dan

7. Teknologi informasi sebagai infrastruktur dan suprastruktur institusi pendidikan,
dalam arti kata bahwa lembaga yang bersangkutan harus memiliki akses terhadap
jaringan infrastruktur yang menghubungkan seluruh komputer yang dimilikinya dan
tentu saja menyusun beragam kebijakan dan peraturan pelaksanaan penggunaannya5.

3

Hal ini berasal dari paradigma yang menyatakan bahwa referensi pembelajaran berasal dari beragam sumber
(lihatlah fenomena institusi besar di dunia seperti Harvard University dan Massachusetts Institute of Technology
telah membuka akses kumpulan materi belajar mengajarnya) dan “pengajar” merupakan kumpulan para praktisi
dan ahli yang tersebar di seluruh belahan dunia.
4
Sumber daya manusia merupakan kunci keberhasilan, karena tanpa adanya keinginan dan kemampuan yang
mencukupi, maka tidak mungkin teknologi informasi dapat dilibatkan dalam proses pendidikan.
5
Diistilahkan sebagai prasyarat penerapan teknologi informasi di institusi pendidikan.

2

Gambar 1: Tujuh Peranan Strategis Teknologi Informasi pada Institusi Pendidikan


Relasi antar Stakeholder Teknologi Informasi
Jika dianalisa lebih lanjut, setiap peranan teknologi informasi tersebut memiliki stakeholder
utamanya masing-masing6. Yang lebih menarik lagi, ternyata ketujuh stakeholder tersebut
memiliki relasi atau hubungan keterkaitan erat dalam bentuk sebuah siklus tanggung jawab
dan/atau ekspektasi (Gambar 2). Semua berawal dari orang tua atau sponsor yang merupakan
penentu dan pengambil keputusan ke institusi mana yang bersangkutan akan mempercayakan
pendidikan calon siswa (putra-putri, karyawan, penerima bea siswa, dan lain-lain) yang
bersangkutan. Tentu saja pihak tersebut akan mencari institusi yang terbaik dimana di
dalamnya telah menganut paradigma mengenai hakekat teknologi informasi sebagai
kumpulan pusat ilmu pengetahuan yang harus dan dapat diakses oleh peserta didik. Ketika
siswa yang bersangkutan telah berada di dalam institusi tersebut, mereka akan mengharapkan
dipergunakannya teknologi informasi secara aktif dalam setiap proses interaksi belajar
mengajar, dan hal ini pulalah yang akan memicu “tuntutan” agar pemilik institusi (sepeti
yayasan pendidikan misalnya) untuk secara kontinyu memperbaharui atau memodernisasi
organisasinya dalam hal implementasi teknologi informasi. Dalam kaitan inilah maka pemilik
institusi dalam proses perekrutan tenaga pengajarnya akan memprasyaratkan agar yang

6


Mereka yang secara langsung berkepentingan dan bertanggung jawab terhadap sukses tidaknya penerapan
teknologi informasi terkait.

3

bersangkutan tidak “buta teknologi informasi” atau memiliki kompetensi dan keahlian
mengoperasikan dan mengembangkan beragam sarana serta aplikasi teknologi informasi7.

Gambar 2: Relasi antar Stakeholder Utama Teknologi Informasi pada Institusi Pendidikan

Menyelenggarakan proses belajar mengajar menggunakan teknologi informasi berarti
dibutuhkannya dukungan karyawan serta sistem administrasi dan operasional yang berbasis
teknologi informasi pula. Oleh karena itulah maka sistem yang memadukan berbagai fungsi
dan proses dalam institusi pendidikan harus dikembangkan dan diterapkan. Seluruh sumber
daya dan aktivitas pendidikan dalam institusi ini pada akhirnya akan merupakan tanggung
jawab manajemen organisasi (seperti kepala sekolah, rektor, pimpinan lembaga, dan lain-lain)
yang tentu saja membutuhkan perangkat yang memadai untuk melakukan pengelolaan secara
efektif dan efisien. Sudah merupakan rahasia umum pula bahwa kebebasan setiap institusi
pendidikan dalam menentukan nasib dan manajemennya masing-masing8 tetap tidak boleh
keluar dari jalur aturan pemerintah yang menyusun sistem pendidikan. Terlepas dari hal

tersebut, berita baik yang perlu disyukuri adalah semakin bertambahnya komitmen dari para
penyelenggara negara di bidang pendidikan dalam memperkenalkan pentingnya teknologi

7
8

Memiliki tingkat e-literacy yang cukup tinggi.
Dikenal sebagai otonomi institusi pendidikan.

4

informasi dilibatkan dalam proses pendidikan9. Dalam konteks ini, adalah tanggung jawab
pemerintah untuk menyediakan infrastruktur teknologi informasi yang cocok bagi institusi
pendidikan yang ada di tanah air. Tidak ada gunanya kemauan dan kemampuan serta
semangat mengimplementasikan teknologi informasi tanpa adanya infrastruktur yang
memadai. Kewajiban pemerintah terhadap pengadaan infrastruktur ini tidak saja merupakan
tanggung jawab yang bersangkutan terhadap sektor pendidikan, namun termasuk tanggung
jawab mereka terhadap masyarakat yang mempercayakan putra-putri terbaiknya untuk dididik
di beragam institusi pendidikan berbasis teknologi informasi tersebut.


Pengukuran Tingkat Kematangan
Setiap institusi memiliki kemampuan dan kapabilitasnya masing-masing dalam menghadapi
tantangan

pemanfaatan

teknologi

informasi

di

sektor

pendidikan

ini.

Dengan


mempertimbangkan faktor keterbatasan sumber daya yang dimilikinya, maka strategi yang
kerap dipergunakan adalah “slowly but sure” atau perlahan namun pasti. Untuk dapat
memastikan dan memonitor bahwa terjadi peningkatan pemanfaatan teknologi informasi yang
ada – terutama dalam kaitannya dengan nilai atau value yang diharapkan oleh stakeholdernya
masing-masing – maka diperlukan suatu model pengukur tingkat kematangan. Salah satu cara
yang diusulkan penulis adalah dengan menggunakan lima skala kematangan10 penerapan
masing-masing peranan/fungsi teknologi informasi yang ada terkait dengan analisa terhadap
perilaku setiap stakeholder yang ada. Secara prinsip, masing-masing tingkat kematangan
mengandung arti sebagai berikut:

0

Kondisi dimana stakeholder terkait sama sekali tidak perduli (acuh tak acuh)
mengenai pentingnya teknologi informasi bagi institusi pendidikan dimana yang
bersangkutan berada;

1

Kondisi dimana mulai adanya kepedulian dari stakeholder, namun yang bersangkutan
belum melakukan langkah-langkah apa pun terkait dengannya;


2

Kondisi dimana stakeholder telah mempersiapkan sebuah rencana yang matang untuk
mempergunakan atau mengimplementasikan teknologi informasi terkait dengan
kepentingannya;

9

Dapat dilihat dari masuknya materi pengenalan teknologi informasi sebagai salah satu mata ajar wajib di sekolahsekolah, sejumlah usaha untuk meningkatkan e-literacy tenaga pengajar, alokasi sejumlah perangkat dan aplikasi
teknologi informasi di berbagai sekolah, kebijakan khusus bagi tata kelola infrastruktur bagi komunitas
pendidikan, dan lain sebagainya.
10
Skala lima (tingkat “0” tidak dihitung) dalam pengukuran kematangan teknologi informasi pada awalnya
dipergunakan Software Engineering Institute dalam konsep Capability Maturity Model, dan kerap diadopsi untuk
mengukur berbagai tingkat kematangan lainnya, seperti dalam prinsip-prinsip Project Management, Human
Resource Development, Information Governance, dan lain-lain.

5


3

Kondisi dimana stakeholder telah secara aktif menerapkan dan mengimplementasikan
teknologi informasi sesuai dengan peranannya masing-masing;

4

Kondisi dimana stakeholder telah memiliki dan menentukan sejumlah indikator
kinerja terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi, dan melakukan pengukuran
terhadapnya untuk kebutuhan pemantauan dan target peningkatan; dan

5

Kondisi dimana teknologi informasi yang dipergunakan telah mencapai titik optimasi
tertinggi (best practice) dalam hal pemanfaatan, pemberian value, efektivitas, dan
efisiensi.

Ringkasan mengenai hakekat kematangan terkait dengan masing-masing peranan teknologi
informasi dan stakeholdernya dapat dilihat pada tabel berikut ini (Gambar 3).

Gambar 3: Ragam Tingkat Kematangan Implementasi Teknologi Inforamsi pada Institusi Pendidikan

Berdasarkan konsep pengukuran tingkat kematangan yang benar dan efektif, pada masingmasing domain11 perlu dikembangkan sejumlah “control objective” sebagai paduan untuk

11

Domain yang dimaksud adalah tingkat kematangan sebuah peranan teknologi informasi, yang dalam hal ini
secara total terdapat 42 domain.

6

melakukan analisa atau kajian tingkat kematangan12. Dengan menganalisa keseluruhan
control objective inilah baru dapat ditentukan tingkat kematangan organisasi yang
sesungguhnya dapat dapat dipergunakan sebagai paduan dalam mengukur kinerja efektivitas
penerapan teknologi informasi di institusi pendidikan (ITGI, 2000).

Nilai Tambah Pengukuran Tingkat Kematangan
Melakukan kajian atau analisa internal terhadap tingkat kematangan pemanfaatan teknologi
informasi memiliki nilai tambah tertentu bagi institusi pendidikan terkait, terutama dalam
aspek-aspek sebagai berikut:


Memastikan bahwa perencanaan dan pengembangan teknologi informasi berada pada
jalur yang benar (on the right track), dalam arti kata sesuai dengan visi, misi, dan nilai
sistem pendidikan serta mendatangkan manfaat yang berimbang dengan biaya yang



dikeluarkan;
Memposisikan masing-masing stakeholder dalam tanggung jawabnya masing-masing
karena tanpa adanya koordinasi dari mereka semua, akan sulit terjadinya akselerasi



pemanfaatan teknologi informasi dalam institusi;
Memantau perkembangan pemanfaatan teknologi informasi dari hari ke hari untuk
memastikan terjadinya perbaikan kinerja dan kualitas sehingga meningkatkan



manfaat yang dapat dirasakan oleh berbagai pihak;
Melakukan skala prioritas alokasi sumber daya organisasi secara tepat sasaran sesuai
dengan strategi institusi terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi di



pendidikan;
Menggambarkan profil portofolio pemanfaatan teknologi informasi di institusi untuk
membantu melakukan optimalisasi manfaat dan biaya dalam proses pengembangan



berikutnya sehingga sesuai dengan situasi dan kondisi organisasi yang bersangkutan;
Mempersiapkan program-program terkait dengan “change management” sesuai
dengan karakteristik unik dan tingkat kematangan dari masing-masing stakeholder



yang terkait secara langsung maupun tidak langsung dalam institusi pendidikan; dan
Mengurangi beragam resiko yang dihadapi dengan memastikan adanya sejumlah
control objective yang telah didefinisikan, disusun, dan diimplementasikan oleh
organisasi terkait.

12

Dalam kebanyakan industri, pengkajian tingkat kematangan merupakan bagian dari aktivitas audit teknologi
informasi untuk memastikan di-delivery-nya value atau nilai tambah dari pemanfaatan teknologi yang ada, dan
yang tidak kalah penting adalah sejalan dengan misi dan strategi institusi terkait.

7

Daftar Pustaka

Indrajit, Richardus Eko. “Peranan Strategis Teknologi Informasi dalam Sistem Pendidikan Dasar dan
Menengah di Indonesia”. Proceedings Konferensi Nasional Sistem Informasi, Institut Teknologi
Bandung, Bandung, 15 Januari 2005.
Information Technology Governance Institute, “Control Objectives for Information and Related
Technology: Management Guidelines”, ITGI Press, 2000.
Morton, M. The Corporation of the 1990s, “Information Technology and Organizational
Transformation”, Oxford: Oxford University Press, 1991.
Scott, George M. “Principles of Management Information System”, New York: McGraw Hill, 1994.
Sprague, and Barbara C McNurlin. “Information Systems Management in Practice”, Englewood cliffs,
New Jersey: Prentice-Hall Inc., 1993.

--- akhir dokumen ---

8