Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kepatuhan Pengobatan Penderita TB Paru di Puskesmas Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Menurut Kemenkes RI (2014), tuberkulosis (TB) merupakan penyakit

menular yang menyerang paru yang disebabkan oleh kuman dari kelompok
Mycobacterium yaitu Mycobacterium tuberculosis. TB paru merupakan penyakit

dengan tingkat morbiditas tinggi dan sangat mudah menyebar di udara melalui
sputum (air ludah) yang dibuang sembarang di jalan oleh penderita TB paru. Oleh
sebab itu TB paru harus ditangani dengan segera dan hati-hati apabila ditemukan
kasus tersebut di suatu wilayah. TB paru sampai saat ini masih menjadi salah satu
masalah kesehatan masyarakat di dunia walaupun upaya pengendalian dengan
strategi DOTS (Direct Observed Treatment, Shorcourse chemotherapy) telah
diterapkan di banyak negara sejak tahun 1995 (Kemenkes RI, 2014).
Secara global pada tahun 2012 berdasarkan data laporan WHO (2014),
terdapat sebanyak 8,6 juta jiwa penderita TB paru di dunia dengan prevalensi
169/100.000 penduduk dunia. Jumlah penderita TB terus meningkat pada tahun
2013 menjadi 9 juta jiwa dengan prevalensi 159/100.000 penduduk dunia.

Kemudian data terakhir yang dilaporkan WHO pada tahun 2014 menyatakan
bahwa jumlah penduduk dunia yang menderita TB paru bertambah menjadi 9,6
juta jiwa dengan prevalensi mencapai 174/100.000 penduduk dunia. Pada saat ini
angka keberhasilan pengobatan TB paru secara global yaitu 86% (WHO, 2015).
Dalam laporannya, WHO (2015) menyatakan Indonesia sebagai negara
dengan penderita TB paru terbanyak kedua di dunia yaitu sebanyak 10% dari total
global kasus TB di dunia. Berdasarkan data profil kesehatan Indonesia yang

1

Universitas Sumatera Utara

2

dilaporkan oleh Kemenkes RI (2013) menjelaskan bahwa jumlah penderita TB
paru yang terdata pada tahun 2012 yaitu sebanyak 202.301 dengan prevalensi
sebesar 138/100.000 penduduk Indonesia. Kemudian pada tahun 2013 menurut
laporan profil kesehatan Indonesia dari Kemenkes RI (2014), terjadi penurunan
jumlah penderita TB paru sehingga jumlah penderita menjadi 196.310 jiwa
dengan prevalensi sebesar 134,6/100.000 penduduk Indonesia. Pada tahun 2014

jumlah penderita TB paru di Indonesia yang terdata adalah sebanyak 176.677
dengan prevalensi sebesar 113/100.000 penduduk Indonesia. Angka keberhasilan
pengobatan TB paru di Indonesia berdasarkan data profil kesehatan Indonesia
adalah sebesar 81,3% dan angka ini belum mencapai target yang telah ditetapkan
oleh WHO yaitu sebesar 85% (Kemenkes RI, 2015).
Berdasarkan data profil kesehatan yang dilaporkan oleh Dinkes Prov.
Sumatera Utara (2013) menjelaskan bahwa jumlah penderita TB paru yang terdata
pada tahun 2012 yaitu sebanyak 22.361 jiwa atau sebesar 82,57% dengan
prevalensi sebesar 169/100.000 penduduk Sumatera Utara. Kemudian pada tahun
2013 terjadi penurunan jumlah penderita TB paru sehingga jumlah penderita
menjadi 21.954 jiwa atau sebesar 72,29% dengan prevalensi sebesar
156,3/100.000 penduduk Sumatera Utara. Pada tahun 2014 terjadi peningkatan
jumlah penderita TB paru di Provinsi Sumatera Utara yaitu sebanyak 24.052
(76,35%) dengan prevalensi sebesar 174,71/100.000 penduduk Sumatera Utara
(Dinkes Prov SU, 2015).
Berdasarkan data profil kesehatan yang dilaporkan oleh Dinkes Deli
Serdang (2013) menjelaskan bahwa jumlah penderita TB paru yang terdata pada

Universitas Sumatera Utara


3

tahun 2012 yaitu sebanyak 2.616 (75,79%) jiwa dengan prevalensi sebesar
142/100.000 penduduk Deli Serdang. Kemudian pada tahun 2014 terjadi
peningkatan jumlah penderita TB paru di Kabupaten Deli Serdang yang terdata
adalah sebanyak 2.886 dengan prevalensi sebesar 123,9/100.000 penduduk Deli
Serdang (Dinkes Deli Serdang, 2015).
Angka keberhasilan pengobatan TB paru di Kabupaten Deli Serdang
berdasarkan data profil kesehatan Kabupaten Deli Serdang adalah sebesar
96,36%. Meskipun angka keberhasilan pengobatan TB paru di Kabupaten Deli
Serdang telah mencapai target, namun demikian jumlah kematian akibat TB paru
selama pasien diobati mengalami fluktuasi selama 4 tahun terakhir, yaitu 4 orang
pada tahun 2012, 16 orang pada tahun 2013, dan 17 orang pada tahun 2014. Hal
ini terjadi karena adanya komplikasi yang terjadi pada pasien TB paru (Dinkes
Deli Serdang, 2015).
Kecamatan Beringin adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Deli
Serdang dengan angka kesembuhan dan keberhasilan TB paru yang masih di
bawah target nasional. Di wilayah Kecamatan Beringin terdapat dua puskesmas,
yaitu Puskesmas Aras Kabu dan Puskesmas Karang Anyar. Jumlah penderita TB
paru di Puskesmas Aras Kabu pada tahun 2014 sebanyak 78 orang. Dapat terlihat

dari laporan data profil kesehatan Kabupaten Deli Serdang (2015) untuk angka
kesembuhan penderita TB paru di Puskesmas Aras Kabu belum mencapai target.
Pada tahun 2014 angka kesembuhan TB paru adalah sebesar 38,71% dengan
angka keberhasilan pengobatan hanya mencapai angka 51,61% (Dinkes Deli
Serdang, 2015).

Universitas Sumatera Utara

4

Berdasarkan data Profil kesehatan Kabupaten Deli Serdang tahun 2014
untuk Puskesmas Karang Anyar, jumlah penderita TB paru adalah sebanyak 30
orang dengan angka kesembuhan TB paru adalah sebesar 81,08% dan angka
keberhasilan hanya mencapai angka 81,08% dengan jumlah kematian selama
pengobatan yaitu sebanyak 6 orang (Dinkes Deli Serdang, 2015).
Angka kesembuhan adalah jumlah persentase pasien TB paru yang
sembuh. Sedangkan angka keberhasilan adalah angka kesembuhan ditambah
dengan persentase pasien yang melakukan pengobatan lengkap. Target angka
keberhasilan pengobatan (success rate) yang telah ditetapkan oleh pemerintah
adalah sebesar 85%.

Masih

rendahnya

cakupan

angka

kesembuhan

dan

keberhasilan

pengobatan TB paru akan sangat berdampak pada status kesehatan masyarakat
karena akan menimbulkan masalah yang lebih serius apabila penyakit TB paru
berubah menjadi TB – MDR sehingga penyakit TB paru akan semakin sulit untuk
dikendalikan. Oleh karena itu semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat
harus saling bersinkronasi dalam menangani penyakit TB paru.
Untuk mencapai kesembuhan diperlukan adanya keteraturan atau

kepatuhan berobat bagi setiap penderita. Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
jangka pendek dan penerapan pengawasan minum obat merupakan strategi untuk
menjamin kesembuhan penderita, walaupun obat yang digunakan baik tetapi bila
penderita tidak berobat dengan teratur maka umumnya hasil pengobatan akan
mengecewakan. Kenyataan lain bahwa penyakit TB Paru sulit untuk disembuhkan
karena obat yang diberikan harus beberapa macam sekaligus serta pengobatannya

Universitas Sumatera Utara

5

makan waktu lama, setidaknya 6 bulan sehingga menyebabkan penderita banyak
yang putus berobat (Kemenkes RI, 2014).
Keteraturan atau kepatuhan terhadap pengobatan yang dilakukan oleh
para penderita TB paru sangat bergantung pada bagaimana perilaku yang dimiliki
oleh para penderita TB paru dalam melakukan pengobatan dan hal-hal yang
memengaruhi perilaku tersebut atau yang disebut sebagai determinan perilaku.
Seperti yang terdapat dalam teori Lawrence Green mengenai determinan perilaku.
Dalam hal ini ada tiga faktor yang memengaruhi perilaku penderita TB paru
dalam melakukan pengobatan terhadap penyakit TB paru yang dideritanya, yaitu:

faktor predisposisi (terdiri: sikap pasien TB, karakteristik pasien, pengetahuan
yang dimiliki pasien tentang pengobatan yang sedang dijalaninya), faktor
pendukung (terdiri: fasilitas kesehatan, ketersediaan obat, akomodasi), dan faktor
pendorong (terdiri: sikap petugas kesehatan, dukungan masyarakat/keluarga).
Berdasarkan survei pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti,
adapun jumlah penderita TB paru pada tahun 2015 yang lalai dan drop out di
Puskesmas Aras Kabu yaitu sebanyak 19 penderita (61,29%) dari 31 penderita
yang diobati dan di Puskesmas Karang Anyar sebanyak 7 penderita (18,91%) dari
37 penderita yang diobati.
Berdasarkan data pasien yang teregistrasi sebagai pasien TB paru BTA(+)
di Puskesmas di Kecamatan Beringin pada saat survei awal dilakukan diketahui
bahwa jumlah pasien TB paru BTA(+) didominasi oleh pasien berjenis kelamin
laki-laki.

Universitas Sumatera Utara

6

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa pasien TB paru di wilayah
kerja Puskesmas yang berada di Kecamatan Beringin, mereka mengatakan bahwa

penyakit TB paru adalah penyakit batuk-batuk yang tidak sembuh-sembuh yang
menyebabkan demam di malam hari dan membuat tubuh menjadi kurus. Adapula
yang mengatakan bahwa penyakit TB paru adalah sakit batuk berdarah yang
disebabkan kebiasaan merokok berat yang susah dihentikan. Sedangkan pasien
lain mengatakan bahwa penyakit TB paru adalah penyakit batuk-batuk dan sesak
nafas karena faktor keturunan. Pasien lainnya mengatakan bahwa penyakit TB
paru terjadi karena virus yang menular dari penderita sebelum-sebelumnya karena
kontak langsung dengan orang yang terkena penyakit TB paru. Para pasien TB
paru merasa sangat bersyukur dengan adanya obat gratis yang tersedia di
Puskesmas karena lebih membantu para pasien terutama para pasien dengan status
ekonomi menengah ke bawah.
Para penderita TB paru tidak memiliki PMO khusus dalam terapi menelan
obat yang mereka jalani. Kebanyakan dari mereka mengandalkan anggota
keluarganya untuk mengingatkan mereka minum obat. Pasien TB paru
mengatakan bahwa ia meminum obat karena disuruh oleh petugas kesehatan tanpa
tahu mengapa ia harus minum obat dan teratur datang ke Puskesmas hingga 6
bulan lamanya. Pasien TB paru sering merasa bosan sehingga terkadang lupa
untuk minum dan menjadikan usia yang sudah lanjut sebagai alasan mengapa
terkadang pasien lupa minum obat.
Menurut pendapat beberapa pasien TB paru, kondisi jalan menuju ke

Puskesmas sudah cukup bagus, namun karena letaknya yang cukup jauh dan

Universitas Sumatera Utara

7

jarang ada angkutan umum serta terkadang tidak ada anggota keluarga yang
mengantar ke Puskesmas sehingga menyebabkan pasien menjadi malas untuk
datang ke Puskesmas dan menjadi telat mengambil obat.
Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas kesehatan yang bertanggung
jawab terhadap program TB paru, beliau mengatakan bahwa program pencegahan
TB yang dilakukan adalah dengan melakukan penyuluhan dan penegakan
program DOTS dimana pengawasan dilakukan langsung oleh petugas kesehatan
melalui telepon. Petugas kesehatan akan menelepon pasien apabila pasien tersebut
telat untuk datang dan mengambil obat ke Puskesmas.
Terdapat beberapa faktor yang dapat memengaruhi keberhasilan
pengobatan TB paru yaitu lamanya jangka waktu pengobatan yang harus dijalani
penderita selama 6 sampai 8 bulan. Kegagalan proses pengobatan akibat
ketidaktaatan penderita pada instruksi dan aturan minum obat yang meliputi dosis,
cara, waktu minum obat dan periode, akan mengakibatkan terjadinya kekebalan

terhadap semua obat (Multiple Drugs Resistance) dan mengakibatkan terjadinya
kekambuhan (Kemenkes RI, 2014).
Murti et al (2010) dalam penelitiannya menyatakan bahwa terdapat
beberapa faktor penghambat yang dapat memengaruhi angka kesembuhan pasien
TB paru diantaranya: (1) putus berobat karena merasa sudah enak; (2) pengobatan
tidak teratur karena berpindah-pindah tempat kerja; (3) kebosanan minum obat;
(4) pasien kurang motivasi; (5) efek samping obat; (6) persepsi bahwa pelayanan
puskesmas kurang memuaskan dan obat tidak lengkap.

Universitas Sumatera Utara

8

Menurut Sormin (2015) dalam penelitiannya menunjukan bahwa faktor
petugas kesehatan yaitu sikap mendukung petugas kesehatan memberi pengaruh
yang bermakna terhadap kepatuhan pasien dimana pasien mendapat dukungan
motivasi dari petugas kesehatan untuk selalu tepat waktu mengambil obat ke
puskesmas dan selalu memperhatikan perkembangan kesehatan pasien.
Simamora (2004) dalam penelitiannya menyatakan bahwa variabel yang
berpengaruh terhadap ketidakteraturan berobat penderita TB paru adalah

pengetahuan penderita TB, ada tidaknya PMO, efek samping obat, perilaku
petugas kesehatan, persepsi pasien terhadap penyuluhan kesehatan dan jarak
antara rumah pasien ke puskesmas.
Dunbar & Stunkard dalam Niven (2002) mengemukakan bahwa saat ini
ketidakpatuhan pasien telah menjadi masalah serius yang dihadapi tenaga
kesehatan profesional. Oleh karena itu penting untuk diketahui tentang tingkat
kepatuhan, faktor-faktor yang memengaruhi kepatuhan dan cara-cara untuk
meningkatkan kepatuhan.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti merasa tertarik melakukan penelitian
yang berjudul “faktor-faktor yang memengaruhi kepatuhan pengobatan penderita
TB paru di Puskesmas Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang tahun 2016”.
1.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah “faktor-faktor yang
memengaruhi kepatuhan pengobatan penderita TB paru di Puskesmas Kecamatan
Beringin Kabupaten Deli Serdang tahun 2016”.

Universitas Sumatera Utara

9

1.3

Tujuan
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor

yang memengaruhi kepatuhan pengobatan penderita TB paru di Puskesmas
Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang.
1.4. Manfaat
a. Sebagai bahan masukan kepada pihak Dinas Kesehatan Deli Serdang
dalam rangka penanggulangan TB paru,
b. Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas di Kecamatan Beringin dalam
rangka

melaksanakan

program

penanggulangan

TB

paru

dan

meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan dalam
menangani penyakit TB paru,
c. Sebagai pengembangan wawasan keilmuan peneliti mengenai upaya
penanggulangan penyakit TB paru,
d. Bagi masyarakat umum, penelitian ini dapat memberi pengetahuan baru
tentang perkembangan pelayanan pasien TB paru terutama di wilayah
Kecamatan Beringin.
e. Aspek praktis yang mungkin diharapkan dari penelitian ini adalah
refleksi dalam peningkatan kualitas pelayanan kesehatan dalam upaya
pengobatan TB paru di Puskesmas.

Universitas Sumatera Utara