Perilaku dan Aplikasi Penggunaan Pestisida serta Keluhan Kesehatan Petani di Desa Urat II Kecamatan Palipi Kabupaten Samosir Tahun 2014

7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pestisida
2.1.1. Pengertian Pestisida
Pestisida

adalah

subtansi

yang

digunakan

untuk

membunuh


atau

mengendalikan berbagai hama. Kata pestisida berasal dari kata pest yang berarti
hama dan cida yang berarti pembunuh. Jadi secara sederhana pestisida diartikan
sebagai pembunuh hama yaitu tungau, tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman
yang disebabkan oleh fungi, bakteri, virus, nematode, siput, tikus, burung dan hewan
lain yang dianggap merugikan (Djojosumarto, 2008).
Menurut Permenkes RI, No.258/Menkes/Per/III/1992 Semua zat kimia/bahan
lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk membrantas atau mencegah
hama-hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil
pertanian, memberantas gulma, mengatur/merangsang pertumbuhan tanaman tidak
termasuk pupuk, mematikan dan mencegah hama-hama liar pada hewanhewan
piaraan dan ternak, mencegah/memberantas hama-hama air, memberantas/mencegah
binatang-binatang dan jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan alat-alat
angkutan, memberantas dan mencegah binatang-binatang termasuk serangga yang
dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi
dengan penggunaan pada tanaman, tanah dan air.

7
Universitas Sumatera Utara


8

Menurut Rhudy (2003), pembagian jenis pestisida dapat dapat dibagi
berdasarkan tujuannnya, bahan aktifnya, dan cara kerjanya. Berdasarkan tujuannya,
pestisida dibagi menjadi beberapa jenis:
a. Insektisida : untuk serangga.
b. Fungisida : untuk cendawan (fungus).
c. Herbisida : untuk tanaman pengganggu.
d. Bakterisida : untuk bakteri.
Berdasarkan bahan aktifnya, pestisida dibagi menjadi 3 jenis yaitu:
a. Pestisida organik : pestisida yang bahan aktifnya adalah bahan organik yang
berasal dari bagian tanaman atau binatang, misal : neem oil yang berasal dari
pohon mimba.
b. Pestisida elemen : pestisida yang bahan aktifnya berasal dari alam seperti:
sulfur.
c. Pestisida kimia/sintetis : pestisida yang berasal dari campuran bahan-bahan
kimia.
Berdasarkan cara kerjanya, pestisida dibagi menjadi 2 jenis yaitu :
a. Pestisida sistemik : adalah pestisida yang diserap dan dialirkan keseluruh bagian

tanaman sehingga akan menjadi racun bagi hama yang memakannya.
Kelebihannya tidak hilang karena disiram. Kelemahannya, ada bagian tanaman
yang dimakan hama agar pestisida ini bekerja. Pestisida ini untuk mencegah
tanaman dari serangan hama. Contoh : Neem oil.
b. Pestisida kontak langsung: adalah pestisida yang reaksinya akan bekerja bila
bersentuhan langsung dengan hama, baik ketika makan ataupun sedang berjalan.

Universitas Sumatera Utara

9

Jika hama sudah menyerang lebih baik menggunakan jenis pestisida ini. Contoh :
Sebagian besar pestisida kimia.
2.1.2

Pestisida Sintetis Kimia
Penggunaan pestisida kimia pertama kali diketahui sekitar 4.500 tahun yang

lalu (2.500 SM) yaitu pemanfaatan asap sulfur untuk mengendalikan tungau di
Sumeria. Sedangkan penggunaan bahan kimia beracun seperti arsenic, mercury dan

serbuk timah diketahui mulai digunakan untuk memberantas serangga pada abad ke15. Kemudian pada abad ke-17 nicotin sulfate yang diekstrak dari tembakau mulai
digunakan sebagai insektisida. Pada abad ke-19 diintroduksi dua jenis pestisida alami
yaitu, pyretrum yang diekstrak dari chrysanthemum dan rotenon yang diekstrak dari
akar tuba Derris eliptica (Miller, 2002).
Pada tahun 1874 Othmar Zeidler adalah orang yang pertama kali mensintesis
DDT (Dichloro Diphenyl Trichloroethane), tetapi fungsinya sebagai insektisida baru
ditemukan oleh ahli kimia Swiss, Paul Hermann Muller pada tahun 1939 yang dengan
penemuannya ini dia dianugrahi hadiah nobel dalam bidang Physiology atau
Medicine pada tahun 1948 (NobelPrize.org). Pada tahun 1940an mulai dilakukan
produksi pestisida sintetik dalam jumlah besar dan diaplikasikan secara luas (Daly et
al., 1998). Beberapa literatur menyebutkan bahwa tahun 1940an dan 1950an sebagai
“era pestisida” (Murphy, 2005).
Penggunaan pestisida terus meningkat lebih dari 50 kali lipat semenjak tahun
1950, dan sekarang sekitar 2,5 juta ton pestisida ini digunakan setiap tahunnya
(Miller, 2002). Dari seluruh pestisida yang diproduksi di seluruh dunia saat ini, 75%
digunakan di negara-negara berkembang (Miller, 2004). Reaksi terhadap bahaya

Universitas Sumatera Utara

10


penggunaan pestisida kimia terutama DDT mulai nampak setelah Rachel Carson
menulis buku paling laris yang berjudul “Silent Spring” tentang pembengkakan
biologi (biological magnification) tahun 1962. Sehingga minimal ada 86 negara
melarang penggunaan DDT, meskipun masih digunakan di beberapa negara
berkembang untuk memberantas nyamuk malaria (Willson 1996).
Menyadari besarnya bahaya penggunaan pestisida kimia, sehingga di
beberapa negara maju, penjualan dan penggunaan pestisida diatur oleh pemerintah.
Sebagai contoh pada tahun 1972 di Amerika Serikat dibentuk Environmental
Protection Agency (EPA) yang bertanggung jawab atas regulasi pestisida (Willson,
1996). Akan tetapi dalam implementasinya penggunaan pestisida sulit untuk
dikontrol, maka pada tahun 1979 Presiden Carter mendirikan Interagency Integrated
Pest Management Coordinating Committe untuk memberi jaminan pengembangan
dan penerapan pengendalian hama terpadu (PHT) atau Integrated Pest Management
(IPM). PHT merupakan sistem yang mendukung dalam pengambilan keputusan untuk
memilih dan menggunakan taktik pengendalian hama, satu cara atau lebih yang
dikoordinasi secara harmonis dalam satu strategi manajemen, dengan dasar analisa
biaya dan keuntungan yang berpatokan pada kepentingan produsen, masyarakat dan
lingkungan (Kogan, 1998).
2.1.3.


Pestisida Nabati
Pestisida nabati merupakan produk alam dari tumbuhan seperti daun, bunga,

buah, biji, kulit, dan batang yang mempunyai kelompok metabolit sekunder atau
senyawa bioaktif. Beberapa tanaman telah diketahui mengandung bahan- bahan kimia
yang dapat membunuh, menarik, atau menolak serangga. Beberapa tumbuhan

Universitas Sumatera Utara

11

menghasilkan racun, ada juga yang mengandung senyawa-senyawa kompleks yang
dapat mengganggu siklus pertumbuhan serangga, sistem pencernaan, atau mengubah
perilaku serangga (Supriyatin dan Marwoto, 2000).
Senyawa bioaktif tersebut apabila diaplikasikan ke tanaman yang terinfeksi
organisme pengganggu tidak berpengaruh terhadap fotisintesa, pertumbuhan atau
aspek fisiologis tanama lainnya, namun berpengaruh terhadap sistem saraf otog,
keseimbangan hormon, reproduksi, perilaku berupa penolak, penarik, “anti makan”
dan sistem pernafasan OPT (Rhudy, 2003).

Menurut Rhudy (2003), secara evolusi tumbuhan telah mengembangkan
bahan kimia yang merupakan bahan metabolit sekunder dan digunakan oleh
tumbuhan sebagai alat pertahanan alami bioaktif. Lebih dari 2 400 jenis tumbuhan
yang termasuk kedalam 235 famili dilaporkan mengandung bahan pestisida, oleh
karena itu apabila tumbuhan tersebut dapat diolah menjadi bahan pestisida, maka
masyarakat petani tersebut akan sangat terbantu dengan memanfaatkan sumberdaya
yang ada di sekitarnya. Ada 4 kelompok insektisida nabati yang telah lama dikenal
yaitu :
a. Golongan nikotin dan alkaloid lainnya, bekerja sebagai insektisida kontak,
fumigan atau racun perut, terbatasnya pada serangga yang kecil dan bertubuh
lunak.
b. Piretrin, berasal dari Chrysanthemum cinerarifolium, bekerja menyerang urat
syaraf pusat, dicampur dengan minyak wijen, talk atau tanah lempung digunakan
untuk lalat, minyak, kecoa, hama gudang dan hama penyerang daun.

Universitas Sumatera Utara

12

c. Rotenone dan rotenoid, berasal dari tanaman Derris sp dan bengkuang

(Pachyrrzus eroses) aktif sebagai racun kontak dan racun perut untuk berbagai
serangga hama, tapi bekerja sangat lambat.
d. Azadirachta indica, bekerja sebagai “antifeedant” dan selektif untuk serangga
pengisap sejenis wereng dan penggulung daun, baru terurai setelah satu minggu.
Senyawa bioaktif ini dapat dimanfaatkan seperti layaknya sintetik,
perbedaannya bahan aktif pestisida nabati disintesa oleh tumbuhan dan jenisnya dapat
lebih dari satu macam (campuran). Bagian tumbuhan seperti daun, bunga, buah, biji,
kulit, batang dan sebagainya dapat digunakan dalam bentuk utuh, bubuk ataupun
ekstrak (air atau senyawa pelarut organik). Bila senyawa (ekstrak) ini akan digunakan
di alam, maka tidak boleh mengganggu kehidupan hewan lain yang bukan sasarannya
(Rhudy, 2003).

2.2. Menyimpan Pestisida
Pestisida senantiasa harus disimpan dalam keadaan baik, dengan wadah atau
pembungkus asli, tertutup rapat, tidak bocor atau rusak. Sertakan pula label asli
beserta keterangan yang jelas dan lengkap. Dapat disimpan dalam tempat yang
khusus yang dapat dikunci, sehingga anak-anak tidak mungkin menjangkaunya,
demikian pula hewan piaraan atau temak. Jauhkan dari tempat minuman, makanan
dan sumber api. Buatlah ruang yang terkunci tersebut dengan ventilasi yang baik.
Tidak terkena langsung sinar matahari dan ruangan tidak bocor karena air hujan. Hal

tersebut

kesemuanya

dapat

menyebabkan

penurunan

kemanjuran

pestisida

(Kementerian Pertanian RI, 2011).

Universitas Sumatera Utara

13


Untuk berjaga-jaga apabila sewaktu-waktu pestisida tumpah, maka harus
disediakan air dan sabun ditergent, beserta pasir, kapur, serbuk gergaji atau tanah
sebagai penyerap pestisida. Sediakan pula wadah yang kosong, sewaktu-waktu untuk
mengganti wadah pestisida yang bocor (Kementerian Pertanian RI, 2011).
2.3. Prosedur Penggunaan Pestisida
Persyaratan dan tata cara penggunaan Pestisida dilapangan melalui beberapa
tahapan, sebagai berikut (Kementerian Pertanian RI, 2011):
1. Persiapan
Sebelum melaksanakan aplikasi Pestisida perlu adanya langkah-langkah
persiapan, antara lain :
a. Menyiapkan bahan-bahan, seperti Pestisida yang akan digunakan (harus
terdaftar), fisiknya memenuhi syarat (layak pakai), sesuai jenis dan
keperluannya, dan peralatan yang sesuai dengan cara yang akan digunakan
(volume tinggi atau volume rendah).
b. Menyiapkan perlengkapan keamanan atau pakaian pelindung, seperti sarung
tangan, masker, topi, dan sepatu kebun.
c. Memeriksa alat aplikasi dan bagian-bagiannya, untuk mengetahui apakah ada
kebocoran atau keadaan lain yang dapat mengganggu pelaksanaan aplikasi
Pestisida.
d. Memeriksa alat-alat aplikasi sebelum digunakan, jangan menggunakan alat

semprot yang bocor. Kencangkan sambungan-sambungan yang sering terjadi
kebocoran.

Universitas Sumatera Utara

14

e. Waktu mencampur dan menggunakan Pestisida sebaiknya jangan langsung
memasukkan Pestisida kedalam tangki. Siapkan ember dan isi air secukupnya
terlebih dahulu, kemudian tuangkan Pestisida sesuai dengan takaran-takaran
yang dikehendaki dan aduk hingga merata. Kemudian larutan tersebut
dimasukkan kedalam tangki dan tambahkan air secukupnya.
2. Kalibrasi
Untuk memperoleh hasil aplikasi yang optimal, maka alat aplikasi Pestisida
harus dikalibrasi agar dosis yang kita capai sesuai dengan anjuran. Langkah-langkah
kalibrasi alat aplikasi Pestisida (cair), sebagai berikut :
a. Menyiapkan alat aplikasi dalam kondisi baik ember berukuran sedang, gelas
ukur 100 ml atau 500 ml, stop watch, air, tali rapia, dan meteran.
b. Memasukan air kedalam tangki ± ¾ dari kapasitas tangki. Kemudian, setelah
tangki tertutup, alat aplikasi diberi tekanan atau dipompa sampai mencapai
tekanan yang dianjurkan.
c. Selanjutnya air dari dalam tangki, disemprotkan ke dalam ember (hindari agar
air jangan sampai ada yang keluar dari ember) selama beberapa menit. Lalu
air dari ember ditakar dengan gelas ukur. Dengan demikian diketahui waktu
yang diperlukan untuk mengeluarkan cairan/ droplet dalam volume yang
sudah terukur.
d. Untuk mengatur kecepatan jalan pada saat aplikasi Pestisida di lapangan
dihitung dengan menggunakan data tersebut di atas (misal volume cair yang
terukur 10 liter dalam waktu 10 menit), maka waktu aplikasi yang diperlukan
perhektar (misal volume larutan yang diperlukan adalah volume tinggi sekitar

Universitas Sumatera Utara

15

500 liter/ hektar atau disebut volume tinggi) adalah : 500/10X10 menit = 500
menit. Dengan demikian luas area yang dapat disemprot per menit adalah :
10.000/500 =20 m² /menit. Hal ini dapat dipraktekkan dengan membuat suatu
area yang terukur (misal 4 m X 5 m) dan dibatasi dengan tali rapia, lalu
dilaksanakan penyemprotan berulang-ulang sampai diperoleh kecepatan
berjalan untuk aplikasi seluas 20 m², menghabiskan 1 (satu) liter dalam waktu
1 (satu) menit.
3. Ketentuan Aplikasi
Selama pelaksanaan aplikasi dilapang, hal-hal yang perlu diperhatikan sebagai
berikut :
a. Pada waktu aplikasi Pestisida, operator pelaksana atau petani harus memakai
perlengkapan keamanan seperti sarung tangan, baju lengan panjang, celana
panjang, topi, sepatu kebun, dan masker/ sapu tangan bersih untuk menutup
hidung dan mulut selama aplikasi.
b. Pada waktu aplikasi, jangan berjalan berlawanan dengan arah datangnya angin
dan tidak melalui area yang telah diaplikasi Pestisida. Aplikasi sebaiknya
dilakukan pada waktu pagi hari atau sore hari.
c. Selama aplikasi Pestisida, tidak dibenarkan makan, minum, atau merokok.
d. Satu

orang

operator/

petani

hendaknya

tidak

melakukan

aplikasi

penyemprotan Pestisida terus menerus lebih dari 4 (empat) jam dalam sehari.
e. Operator/petani yang melakukan aplikasi pestisida hendaknya telah berusia
dewasa, sehat, tidak ada bagian yang luka, dan dalam keadaan tidak lapar.
f. Pada area yang telah diaplikasi dipasang tanda peringatan bahaya.

Universitas Sumatera Utara

16

4. Pembuangan Sisa
Setelah

melaksanakan

aplikasi Pestisida,

beberapa

hal

yang

perlu

diperhatikan, antara lain adalah :
a. Sisa campuran Pestisida atau larutan semprot tidak dibiarkan/ disimpan terus
di dalam tangki, karena lama-kelamaan akan menyebabkan tangki berkarat
atau rusak. Sebaiknya sisa tersebut disemprotkan kembali pada tanaman
sampai habis. Tidak membuang sisa cairan semprot di sembarang tempat,
karena akan menyebabkan pencemaran lingkungan.
b. Cuci tangki yang telah kosong dan peralatan lainnya sebersih mungkin
sebelum disimpan. Simpan peralatan semprot yang telah dicuci terpisah dari
dapur, tempat makanan, kamar mandi, dan kamar tidur serta jauhkan dari
jangkauan orang yang tidak berkepentingan (terutama anak-anak).
c. Air bekas cucian tidak mencemari saluran air, kolam ikan, sumur, sumber air
dan lingkungan perairan lainnya.
d. Memusnahkan/ membakar kantong/ wadah bekas Pestisida atau bekas
mencampur benih dengan Pestisida, atau dengan cara menguburnya ke dalam
tanah di tempat yang aman.

2.4. Dampak Penggunaan Pestisida Terhadap Kesehatan Manusia
Penggunaan pestisida sangat berdampak terhadap kesehatan manusia. Setiap
hari ribuan petani dan para pekerja di pertanian diracuni oleh pestisida dan setiap
tahun diperkirakan jutaan orang yang terlibat dipertanian menderita keracunan akibat
penggunaan pestisida. Dalam beberapa kasus keracunan pestisida langsung, petani

Universitas Sumatera Utara

17

dan para pekerja di pertanian lainnya terpapar (kontaminasi) pestisida pada proses
mencampur dan menyemprotkan pestisida (Pan AP, 2001). Di samping itu
masyarakat sekitar lokasi pertanian sangat beresiko terpapar pestisida melalui udara,
tanah dan air yang ikut tercemar, bahkan konsumen melalui produk pertanian yang
menggunakan pertisida juga beresiko terkontaminasi pestisida.
Menurut data WHO (World Health Organization), penggunaan pestisida
semakin lama semakin tinggi, terutama di negara-negara berkembang di Asia, Afrika,
Amerika Tengah dan Amerika Latin. Tetapi, negara-negara berkembang ini hanya
menggunakan 25% dari total penggunaan pestisida di seluruh dunia. Yang
mengejutkan adalah, walaupun negara-negara berkembang ini hanya menggunakan
25% saja dari pestisida di seluruh dunia (world-wide), tetapi dalam hal kematian
akibat pestisida, 99% dialami oleh negara-negara di wilayah tersebut. Mengapa?
Menurut WHO, hal ini disebabkan rendahnya tingkat edukasi petani-petani di negaranegara tersebut sehingga cara penggunaannya sangat tidak aman dan cenderung
“ngawur”.
Penelitian terbaru mengenai bahaya pestisida terhadap keselamatan nyawa
dan kesehatan manusia sangat mencengangkan. WHO (World Health Organization)
dan Program Lingkungan PBB memperkirakan ada 3 juta orang yang bekerja pada
sektor pertanian di negara-negara berkembang terkena racun pestisida dan sekitar
18.000 orang diantaranya meninggal setiap tahunnya (Miller, 2004). Di Cina
diperkirakan setiap tahunnya ada setengah juta orang keracunan pestisida dan 500
orang diantaranya meninggal (Lawrence, 2007). Beberapa pestisida bersifat
karsinogenik yang dapat memicu terjadinya kanker. Berdasarkan penelitian terbaru

Universitas Sumatera Utara

18

dalam Environmental Health Perspctive menemukan adanya kaitan kuat antara
pencemaran DDT pada masa muda dengan menderita kanker payudara pada masa
tuanya (Barbara and Mary, 2007). Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Harvard
School of Public Health di Boston, menemukan bahwa resiko terkena penyakit
parkinson meningkat sampai 70% pada orang yang terekspose pestisida meski dalam
konsentrasi sangat rendah (Ascherio et al, 2006)
Penggunaan pestisida yang tidak bijaksana akan menimbulkan efek samping
bagi kesehatan manusia, sumber daya hayati dan lingkungan pada umumnya.
Penggunaan pestisida pada petani dengan cara penyemprotan. Petani yang tidak
dilengkapi alat pelindung diri pada saat menggunakan pestisida, besar kemungkinan
akan terpapar pestisida yang dapat memasuki tubuh baik melalui pernapasan maupun
kontak dengan kulit. Selain kecerobohan pada saat penggunaan pestisida di bidang
pertanian, juga ketidaktahuan atau karena higiene perorangan masyarakat yang
menggangap remeh dampak buruk terhadap kesehatan (Achmadi, 1993)
Dampak pestisida pada tubuh sebagai penghambat kerja enzim kolinesterase
dengan cara menempel enzim tersebut. Sehingga asetilkolin tidak dapat dipecah
menjadi kolin dan asam asetat oleh enzim kolinesterase. Apabila terdapat pestisida
organofosfat di dalam tubuh, kolinesterase akan mengikat pestisida organofosfat
tersebut, sehingga terjadi penumpukan substrat asetilkolin pada sel efektor. Keadaan
ini dapat menyebabkan gangguan fungsi saraf (Achmadi, 1993).
Menurut WHO (1996), penurunan aktivitas kolinesterase sebesar 30% dari
normal sudah dinyatakan sebagai keracunan. Sedangkan Ames, et, al, (1999), di
negara bagian California menetapkan penurunan aktivitas kolinesterase dalam butir

Universitas Sumatera Utara

19

darah merah sebesar 30% dan plasma 40% sebagai keracunan. Penetapan keracunan
yang dilakukan menurut ketentuan Direktorat Jenderal PPM & PLP. Depkes. RI.
(2001), menggunakan tintometer kit. Subyek dinyatakan keracunan jika mempunyai
aktivitas kolinesterase ≤ 75%, dengan kategori 75– 100% kategori normal; 50 –

Dokumen yang terkait

Perilaku Petani Dalam Penggunaan Pestisida Dan Alat Pelindung Diri (Apd) Serta Keluhan Kesehatan Petani Di Desa Sukajulu Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2014

5 44 184

Perilaku dan Aplikasi Penggunaan Pestisida serta Keluhan Kesehatan Petani di Desa Urat II Kecamatan Palipi Kabupaten Samosir Tahun 2014

2 12 84

Perilaku Petani Dalam Penggunaan Pestisida Dan Alat Pelindung Diri (Apd) Serta Keluhan Kesehatan Petani Di Desa Sukajulu Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2014

1 3 16

Perilaku Petani Dalam Penggunaan Pestisida Dan Alat Pelindung Diri (Apd) Serta Keluhan Kesehatan Petani Di Desa Sukajulu Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2014

0 0 2

Perilaku Petani Dalam Penggunaan Pestisida Dan Alat Pelindung Diri (Apd) Serta Keluhan Kesehatan Petani Di Desa Sukajulu Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2014

0 0 5

Perilaku dan Aplikasi Penggunaan Pestisida serta Keluhan Kesehatan Petani di Desa Urat II Kecamatan Palipi Kabupaten Samosir Tahun 2014

0 0 11

Perilaku dan Aplikasi Penggunaan Pestisida serta Keluhan Kesehatan Petani di Desa Urat II Kecamatan Palipi Kabupaten Samosir Tahun 2014

0 0 2

Perilaku dan Aplikasi Penggunaan Pestisida serta Keluhan Kesehatan Petani di Desa Urat II Kecamatan Palipi Kabupaten Samosir Tahun 2014

0 0 6

Perilaku dan Aplikasi Penggunaan Pestisida serta Keluhan Kesehatan Petani di Desa Urat II Kecamatan Palipi Kabupaten Samosir Tahun 2014

0 0 3

Perilaku dan Aplikasi Penggunaan Pestisida serta Keluhan Kesehatan Petani di Desa Urat II Kecamatan Palipi Kabupaten Samosir Tahun 2014

0 1 10