Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stock Split dengan Trading Volume Activity Sebagai Variabel Pemoderasi dan Dampak yang Ditimbulkannya di ndonesia dan Malaysia

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pasar modal merupakan salah satu indikator kemajuan perekonomian suatu negara. Perkembangan pasar modal sebagai piranti investasi memiliki fungsi ekonomi dan keuangan yang semakin diperlukan oleh masyarakat sebagai media alternatif dalam penghimpun dana (Husnan, 1994:1). Memasuki usia yang ke-37, pasar modal Indonesia terus berkembang dan menunjukkan pertumbuhan yang cukup signifikan. Berbagai perubahan ekonomi dan politik yang terjadi baik dari dalam lingkungan nasional maupun internasional tidak menghambat pasar modal Indonesia mencatatkan prestasinya, indikatornya dapat dilihat dari pertumbuhan laju IHSG sebesar 21,15%, dan kapitalisasi pasar modal Indonesia dengan pertumbuhan 22.76%. (http://www.idx.co.id/Beranda/BeritadanPengumuman) Prestasi-prestasi yang diraih ini tidak terlepas dari beberapa inisiatif baru yang dilakukan oleh PT Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk terus meningkatkan kontribusi pasar modal terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Bersama seluruh pelaku pasar, beberapa persiapan juga terus dilakukan oleh BEI agar dapat meningkatkan daya saing pasar modal Indonesia dalam menyongsong Asean Economic Community (AEC) yang mulai diberlakukan di 2015 ini.

Serangkaian inisiatif yang dilakukan oleh BEI salah satunya adalah perubahan satuan perdagangan (lot size) dan perubahan fraksi harga untuk Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas yang diberlakukan sejak 6 Januari 2014.


(2)

Kebijakan ini menurunkan jumlah saham dalam 1 lot, dari 500 lembar saham setiap satu lot menjadi 100 lembar saham setiap satu lot. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya BEI untuk melakukan pendalaman pasar (market deepening), membuka akses masyarakat dalam menggunakan atau memanfaatkan jasa keuangan (financial inclusion), serta memperluas inklusivitas investasi di pasar modal sehingga dapat diakses oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Selain itu, perubahan tersebut dilakukan agar dapat menurunkan volatilitas perdagangan saham sehingga perdagangan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dapat menjadi lebih stabil. (http://www.idx.co.id/Beranda/BeritadanPengumuman)

Inisiatif yang dilakukan oleh BEI ini merupakan suatu perubahan yang sangat signifikan bagi investor. Berkurangnya nilai lot size menyebabkan modal awal yang dikeluarkan untuk membeli suatu saham umumnya akan relatif lebih kecil, hal ini membuat semakin banyaknya investor ritel yang ikut bergabung dalam pasar modal Indonesia. Meningkatnya jumlah investor ritel ini mebuat pasar modal Indonesia menjadi sangat mudah bereaksi terhadap suatu informasi, khususnya yang menyangkut dengan harga saham.

Menurut Lorie, Dodd, and Kimpton (1985) yang dimaksud dengan harga saham adalah harga yang dibentuk dari interaksi para penjual dan pembeli saham yang dilatarbelakangi oleh harapan mereka terhadap profit perusahaan. Investor memerlukan informasi yang berkaitan dengan pembentukan harga saham dalam mengambil keputusan untuk menjual atau pun membeli suatu saham. Pengambilan keputusan ini berkaitan dengan pemilihan portofolio investa si yang paling menguntungkan dengan resiko tertentu. Informasi dapat mengurangi


(3)

ketidakpastian yang terjadi sehingga keputusan yang diambil diharapkan dapat sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai (Sutrisno, 2000)

Informasi memiliki makna apabila informasi tersebut menyebabkan investor melakukan transaksi di pasar modal yang akan tercermin dalam indikator atau karakteristik pasar modal, seperti volume perdagangan dan harga saham. Di pasar modal banyak sekali informasi yang dapat dimanfaatkan, salah satunya adalah informasi yang berkaitan dengan tindakan korporasi (corporation action).

KSEI membagi tindakan korporasi menjadi dua, yaitu tindakan korporasi wajib dan voluntary corporate action. Tindakan korporasi wajib adalah tindakan korporasi atau corporate action (CA) yang tidak memerlukan tindakan atau instruksi dari pemegang rekening yang akan mendapatkan hak CA. Salah satu jenis corporate action yang terjadi dalam tindakan korporasi jenis ini adalah stock split dan reverse split.

Stock split dan reverse split akan mengubah komposisi jumlah kepemilikan saham yang dimiliki oleh pemegang rekening. Sistem akan mengubah komposisi itu secara otomatis berdasarkan data yang diberikan emiten terkait dan perubahan ini dilakukan pada tanggal yang sudah ditentukan oleh emiten. (http://www.ksei.co.id/services/corporate_action_services)

Stock split atau pemecahan saham merupakan suatu aktivitas yang dilakukan perusahaan yang telah go public dalam rangka meningkatkan jumlah saham yang beredar. Pemecahan saham membuat jumlah lembar saham perusahaan akan menjadi lebih banyak dan harga sahamnya akan dirasa cukup murah atau


(4)

terjangkau oleh investor sehingga diharapkan penjualan sahamnya bisa dimiliki oleh banyak investor (Brigham and Gapenski, 1994)

Pemecahan saham atau stock split menurut Halim (2005:97) adalah pemecahan jumlah lembar saham menjadi jumlah lembar yang lebih banyak dengan menggunakan nilai nominal yang lebih rendah per lembar sahamnya secara proporsional. Motivasi yang melatar belakangi perusahaan melakukan stock split yaitu berdasarkan signaling theory dan trading range theory (Mason dan Shelor, 1998). Signaling theory menyatakan bahwa stock split memberikan sinyal kepada investor mengenai prospek kinerja keuangan perusahaan pada masa mendatang dan juga menunjukkan bahwa perusahaan berada dalam kondisi keuangan yang baik (Grinblatt, Masulis, dan Titman, 1984). Mereka berpendapat bahwa pengumuman stock split memberikan sinyal positif terhadap aliran kas perusahaan di masa yang akan datang. Sinyal positif ini menggambarkan bahwa manajer perusahaan akan menyampaikan prospek yang baik sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan para investor, juga menunjukkan sinyal yang valid bahwa tidak semua perusahaan dapat melakukan stock split. Hanya perusahaan yang memiliki kinerja yang baik yang dapat melakukan stock split, karena perusahaan harus menanggung biaya-biaya yang ditimbulkan oleh stock split tersebut. Trading range theory menjelaskan keinginan manajer perusahaan meningkatkan likuiditas perdagangan saham. Stock split akan menambah daya tarik saham perusahaan sehingga akan menarik para investor dan berdampak pada likuiditas perdagangan saham.


(5)

Signaling theory berkaitan dengan sinyal mengenai prospek perusahaan dimasa depan. Prospek perusahaan yang baik diukur dari kinerja keuangan perusahaan. Kinerja perusahaan yang baik akan mampu menarik banyak investor untuk berinvestasi. Kinerja keuangan suatu perusahaan, dapat dilihat dari laba perusahaan. Para pemegang saham akan menaruh banyak perhatian terhadap laba perusahaan yang diperoleh karena hal tersebut secara langsung akan menggambarkan kemampuan perusahaan dalam membagikan dividen. Oleh karena itu, informasi tentang laba suatu perusahaan sangat diperlukan dalam melakukan penilaian terhadap saham. Stock split membuat penurunan harga saham terjadi diikuti dengan peningkatan jumlah lembar saham sesuai dengan faktor split-nya. Setelah perusahaan melakukan pemecahan saham, maka ada kemungkinan bahwa harga saham akan bereaksi postif yang disebabkan oleh kemungkinan peningkatan laba akuntansi.

Kinerja keuangan merupakan hasil dari keputusan yang dibuat secara terus menerus oleh manajemen perusahaan. Penelitian ini mengukur kinerja keuangan dengan menggunakan rasio EPS (Earning Per Share). EPS dapat digunakan sebagai indikator keberhasilan suatu perusahaan. Jika EPS meningkat maka kinerja perusahaan juga dinilai baik.

Kinerja perusahaan yang baik akan membuat investor tertarik untuk membeli saham perusahaan. Semakin banyak investor yang tertarik, maka harga saham akan semakin tinggi. Tingkat kemahalan harga saham dapat dihitung dengan rasio PER dan PBV. Tingkat kemahalan harga saham ini jugalah yang akan mendorong perusahaan untuk melakukan keputusan stock split. Hal ini


(6)

dikarenakan, seiring dengan semakin mahalnya harga suatu saham perusahaan, maka kemampuan investor untuk membelinya akan semakin berkurang, sehingga sahamnya menjadi tidak likuid.

Penelitian mengenai hubungan PER dan PBV terhadap keputusan perusahaan melakukan stock split telah diteliti oleh Widiastuti dan Usmara. Hasil penelitian Widiastuti dan Usmara (2005) menyimpulkan bahwa tingkat kemahalan harga saham yang diukur dengan PBV berpengaruh positif signifikan terhadap keputusan perusahaan untuk melakukan stock split. Namun penelitian ini tidak berhasil menunjukkan bahwa harga saham yang diukur dengan PER merupakan variabel yang berpengaruh positif terhadap keputusan perusahaan untuk melakukan stock split. Likuiditas yang diukur dengan bid-ask spread tidak berpengaruh positif signifikan terhadap keputusan perusahaan untuk melakukan stock split.

Pemecahan saham (stock split) merupakan fenomena yang menarik untuk diamati. Secara teoritis, stock split hanya meningkatkan jumlah lembar saham yang beredar, tidak menambah kesejahteraan para investor dan tidak langsung mempengaruhi arus kas perusahaan atau tidak memberikan tambahan nilai ekonomi bagi perusahaan, tetapi dalam penerapannya di pasar, stock split menunjukkan bahwa pasar memberikan reaksi terhadap pengumuman stock split, bahkan dalam beberapa kasus menunjukkan hasil yang kontroversi mengenai efek stock split.

Pada tanggal 8 Desember 2010, Charoen Pokphand Indonesia Tbk, dengan kode bursa CPIN melakukan pemecahan saham dengan rasio 5:1. Harga per


(7)

lembar saham CPIN sebelum pemecahan saham adalah Rp 9.550,- dan volume penjualan saham 20.167.500 dengan rasio tersebut, maka harga per lembar sahamnya menjadi Rp 1.910,-. CPIN menutup hari itu dengan closing price Rp 2.050,- dan dengan volume penjualan 20.687.500. Berselang 3 hari kemudian, volume penjualan CPIN meningkat menjadi 35.043.500. Hal ini menunjukkan bahwa strategi pemecahan saham CPIN berhasil meningkatkan likuiditas sahamnya. CPIN yang pada periode Agustus 2010 - Januari 2011 tidak termasuk dalam daftar jajaran perusahaan LQ 45, pada periode selanjutnya, yaitu pada periode Februari 2011 – Juli 2011 berhasil mencatatkan namanya pada daftar perusahaan LQ 45. Perusahaan LQ 45 merupakan perusahaan-perusahaan yang sahamnya dinyatakan paling likuid oleh BEI.

Pada tanggal 7 Agustus 2012, Kresna Graha Sekurindo Tbk, dengan kode bursa KREN melakukan pemecahan saham dengan rasio 4:1. Harga per lembar saham KREN sebelum pemecahan saham adalah Rp 930,- dan volume penjualan saham 1.836.000 dengan rasio tersebut, maka harga per lembar sahamnya menjadi Rp 233,-. KREN menutup hari itu dengan closing price Rp 220,- dan dengan volume penjualan 335.500. Tiga hari kemudian, tepatnya pada tanggal 10 Agustus 2012 volume saham KREN hanya dapat terjual sebanyak 189.000. Hal ini menunjukkan bahwa strategi pemecahan saham KREN tidak berhasil meningkatkan likuiditas sahamnya.

Berbagai studi yang membahas mengenai dampak stock split dilakukan diberbagai pasar modal di seluruh dunia. Di Kenya, Aduda dan Caroline (2010) menemukan bahwa terdapat peningkatan volume perdagangan setelah


(8)

pengumuman stock split dan terdapat rata-rata positif dari abnormal return pada perusahaan-perusahaan yang melakukan stock split dan terdaftar di Nairobi Stock Exchange. Ghazali, Taib dan Othman (2014) melakukan penelitian mengenai stock split pada pasar modal Malaysia yang biasa disebut dengan Kuala Lumpur Stock Exchange (KLSE) dan menemukan bahwa pengumuman stock split berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap perubahan harga saham (abnormal return). Di Indonesia, Lasmanah dan Bagja (2014) melakukan penelitian serupa dan menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada abnormal return dan Trading Volume Activity sebelum dan sesudah stock split.

Selain Lasmanah dan Bagja penelitian mengenai stock split di Indonesia juga diteliti juga oleh Mila (2010) yang menganalisis pengaruh pemecahan saham (stock split) terhadap volume perdagangan dan abnormal return saham pada perusahaan yang terdaftar di BEI periode 2007-2009 dan menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara volume perdagangan saham pada peristiwa stock split, sedangkan terhadap abnormal return, tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Sadikin (2011) melakukan penelitian mengenai analisis abnormal return saham dan volume perdagangan saham, sebelum dan sesudah pemecahan saham di Bursa Efek Indonesia menemukan bahwa tidak ada pengaruh signifikan terhadap abnormal return baik sebelum dan sesudah pengumuman stock split, sedangkan terhadap volume perdagangan terdapat pengaruh signifikan baik sebelum dan sesudah stock split.


(9)

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perusahaan melakukan keputusan stock split dan dampak yang ditimbulkan dari pengumuman stock split, khususnya untuk perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan Bursa Malaysia. Peneliti memilih negara Indonesia dan Malaysia dikarenakan kesamaan kondisi perekonomian di kedua negara tersebut dan juga karena kebijakan stock split sering menjadi pilihan bagi perusahaan di kedua negara tersebut. Selain itu saat ini Malaysia juga merupakan salah satu negara Asia yang memiliki kebijakan lot size yang sama dengan Indonesia. Ketertarikan peneliti juga didukung dengan bukti-bukti adanya ketidak-konsistenan antar hasil penelitian sebelumnya dan juga perbedaan fenomena yang ada di pasar. Peneliti mereplikasi penelitian yang dilakukan Rohana, Jeannet, dan Mukhlasin yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stock Split dan Dampak Yang Ditimbulkannya” penelitian ini menggunakan variabel harga saham, frekuensi perdagangan saham dan pertumbuhan laba operasi dalam melakukan pengukuran terhadap kebijakan stock split dan dampaknya, sedangkan penelitian ini mengambil judul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stock Split Dengan Trading Volume Activity Sebagai Variabel Pemoderasi dan Dampak Yang Ditimbulkannya di Indonesia dan Malaysia”

1.2 Rumusan Masalah

Penelitian ini dibatasi hanya berfokus pada masalah-masalah yang diajukan dalam rumusan masalah, yaitu :


(10)

1. Apakah Earning Per Share (EPS), Price to Earning Ratio (PER) dan Price to Book Value (PBV) secara parsial memiliki pengaruh terhadap keputusan perusahaan melakukan stock split ?

2. Apakah Trading Volume Activity (TVA) mampu memoderasi perngaruh Earning Per Share (EPS), Price to Earning Ratio (PER) dan Price to Book Value (PBV) terhadap keputusan perusahaan melakukan stock split ?

3. Apakah stock split mempunyai pengaruh terhadap return saham perusahaan?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaruh Earning Per Share (EPS), Price to Earning Ratio (PER) dan Price to Book Value (PBV) secara parsial terhadap keputusan perusahaan melakukan stock split

2. Untuk mengetahui kemampuan Trading Volume Activity (TVA) dalam memoderasi hubungan antara Earning Per Share (EPS), Price to Earning Ratio (PER) dan Price to Book Value (PBV) terhadap keputusan perusahaan melakukan stock split.

3. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh stock split terhadap return saham perusahaan

1.4 Manfaat Penelitian


(11)

1. Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan wawasan peneliti mengenai faktor-faktor yang mendorong perusahaan untuk melakukan kebijakan stock split dan dampak yang ditimbulkan stock split dalam hubungannya dengan return saham.

2. Bagi perusahaan (Emiten), hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam melakukan kebijakan perusahaan khususnya stock split.

3. Bagi investor, sebagai pertimbangan dalam mengambil keputusan investasi dengan informasi pengumuman stock split sebagai acuannya.

4. Bagi peneliti selanjutnya, sebagai tambahan referensi bukti empiris mengenai faktor-faktor yang mendorong perusahaan untuk melakukan kebijakan stock split dan dampak yang ditimbulkan stock split dalam hubungannya dengan return saham, sehingga dapat berkontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan akuntansi dan pasar modal.


(1)

dikarenakan, seiring dengan semakin mahalnya harga suatu saham perusahaan, maka kemampuan investor untuk membelinya akan semakin berkurang, sehingga sahamnya menjadi tidak likuid.

Penelitian mengenai hubungan PER dan PBV terhadap keputusan perusahaan melakukan stock split telah diteliti oleh Widiastuti dan Usmara. Hasil penelitian Widiastuti dan Usmara (2005) menyimpulkan bahwa tingkat kemahalan harga saham yang diukur dengan PBV berpengaruh positif signifikan terhadap keputusan perusahaan untuk melakukan stock split. Namun penelitian ini tidak berhasil menunjukkan bahwa harga saham yang diukur dengan PER merupakan variabel yang berpengaruh positif terhadap keputusan perusahaan untuk melakukan stock split. Likuiditas yang diukur dengan bid-ask spread tidak berpengaruh positif signifikan terhadap keputusan perusahaan untuk melakukan stock split.

Pemecahan saham (stock split) merupakan fenomena yang menarik untuk diamati. Secara teoritis, stock split hanya meningkatkan jumlah lembar saham yang beredar, tidak menambah kesejahteraan para investor dan tidak langsung mempengaruhi arus kas perusahaan atau tidak memberikan tambahan nilai ekonomi bagi perusahaan, tetapi dalam penerapannya di pasar, stock split menunjukkan bahwa pasar memberikan reaksi terhadap pengumuman stock split, bahkan dalam beberapa kasus menunjukkan hasil yang kontroversi mengenai efek stock split.

Pada tanggal 8 Desember 2010, Charoen Pokphand Indonesia Tbk, dengan kode bursa CPIN melakukan pemecahan saham dengan rasio 5:1. Harga per


(2)

lembar saham CPIN sebelum pemecahan saham adalah Rp 9.550,- dan volume penjualan saham 20.167.500 dengan rasio tersebut, maka harga per lembar sahamnya menjadi Rp 1.910,-. CPIN menutup hari itu dengan closing price Rp 2.050,- dan dengan volume penjualan 20.687.500. Berselang 3 hari kemudian, volume penjualan CPIN meningkat menjadi 35.043.500. Hal ini menunjukkan bahwa strategi pemecahan saham CPIN berhasil meningkatkan likuiditas sahamnya. CPIN yang pada periode Agustus 2010 - Januari 2011 tidak termasuk dalam daftar jajaran perusahaan LQ 45, pada periode selanjutnya, yaitu pada periode Februari 2011 – Juli 2011 berhasil mencatatkan namanya pada daftar perusahaan LQ 45. Perusahaan LQ 45 merupakan perusahaan-perusahaan yang sahamnya dinyatakan paling likuid oleh BEI.

Pada tanggal 7 Agustus 2012, Kresna Graha Sekurindo Tbk, dengan kode bursa KREN melakukan pemecahan saham dengan rasio 4:1. Harga per lembar saham KREN sebelum pemecahan saham adalah Rp 930,- dan volume penjualan saham 1.836.000 dengan rasio tersebut, maka harga per lembar sahamnya menjadi Rp 233,-. KREN menutup hari itu dengan closing price Rp 220,- dan dengan volume penjualan 335.500. Tiga hari kemudian, tepatnya pada tanggal 10 Agustus 2012 volume saham KREN hanya dapat terjual sebanyak 189.000. Hal ini menunjukkan bahwa strategi pemecahan saham KREN tidak berhasil meningkatkan likuiditas sahamnya.

Berbagai studi yang membahas mengenai dampak stock split dilakukan diberbagai pasar modal di seluruh dunia. Di Kenya, Aduda dan Caroline (2010) menemukan bahwa terdapat peningkatan volume perdagangan setelah


(3)

pengumuman stock split dan terdapat rata-rata positif dari abnormal return pada perusahaan-perusahaan yang melakukan stock split dan terdaftar di Nairobi Stock Exchange. Ghazali, Taib dan Othman (2014) melakukan penelitian mengenai stock split pada pasar modal Malaysia yang biasa disebut dengan Kuala Lumpur Stock Exchange (KLSE) dan menemukan bahwa pengumuman stock split berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap perubahan harga saham (abnormal return). Di Indonesia, Lasmanah dan Bagja (2014) melakukan penelitian serupa dan menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada abnormal return dan Trading Volume Activity sebelum dan sesudah stock split.

Selain Lasmanah dan Bagja penelitian mengenai stock split di Indonesia juga diteliti juga oleh Mila (2010) yang menganalisis pengaruh pemecahan saham (stock split) terhadap volume perdagangan dan abnormal return saham pada perusahaan yang terdaftar di BEI periode 2007-2009 dan menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara volume perdagangan saham pada peristiwa stock split, sedangkan terhadap abnormal return, tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Sadikin (2011) melakukan penelitian mengenai analisis abnormal return saham dan volume perdagangan saham, sebelum dan sesudah pemecahan saham di Bursa Efek Indonesia menemukan bahwa tidak ada pengaruh signifikan terhadap abnormal return baik sebelum dan sesudah pengumuman stock split, sedangkan terhadap volume perdagangan terdapat pengaruh signifikan baik sebelum dan sesudah stock split.


(4)

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perusahaan melakukan keputusan stock split dan dampak yang ditimbulkan dari pengumuman stock split, khususnya untuk perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan Bursa Malaysia. Peneliti memilih negara Indonesia dan Malaysia dikarenakan kesamaan kondisi perekonomian di kedua negara tersebut dan juga karena kebijakan stock split sering menjadi pilihan bagi perusahaan di kedua negara tersebut. Selain itu saat ini Malaysia juga merupakan salah satu negara Asia yang memiliki kebijakan lot size yang sama dengan Indonesia. Ketertarikan peneliti juga didukung dengan bukti-bukti adanya ketidak-konsistenan antar hasil penelitian sebelumnya dan juga perbedaan fenomena yang ada di pasar. Peneliti mereplikasi penelitian yang dilakukan Rohana, Jeannet, dan Mukhlasin yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stock Split dan Dampak Yang Ditimbulkannya” penelitian ini menggunakan variabel harga saham, frekuensi perdagangan saham dan pertumbuhan laba operasi dalam melakukan pengukuran terhadap kebijakan stock split dan dampaknya, sedangkan penelitian ini mengambil judul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stock Split Dengan Trading Volume Activity Sebagai Variabel Pemoderasi dan Dampak Yang Ditimbulkannya di Indonesia dan Malaysia”

1.2 Rumusan Masalah

Penelitian ini dibatasi hanya berfokus pada masalah-masalah yang diajukan dalam rumusan masalah, yaitu :


(5)

1. Apakah Earning Per Share (EPS), Price to Earning Ratio (PER) dan Price to Book Value (PBV) secara parsial memiliki pengaruh terhadap keputusan perusahaan melakukan stock split ?

2. Apakah Trading Volume Activity (TVA) mampu memoderasi perngaruh Earning Per Share (EPS), Price to Earning Ratio (PER) dan Price to Book Value (PBV) terhadap keputusan perusahaan melakukan stock split ?

3. Apakah stock split mempunyai pengaruh terhadap return saham perusahaan?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaruh Earning Per Share (EPS), Price to Earning Ratio (PER) dan Price to Book Value (PBV) secara parsial terhadap keputusan perusahaan melakukan stock split

2. Untuk mengetahui kemampuan Trading Volume Activity (TVA) dalam memoderasi hubungan antara Earning Per Share (EPS), Price to Earning Ratio (PER) dan Price to Book Value (PBV) terhadap keputusan perusahaan melakukan stock split.

3. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh stock split terhadap return saham perusahaan

1.4 Manfaat Penelitian


(6)

1. Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan wawasan peneliti mengenai faktor-faktor yang mendorong perusahaan untuk melakukan kebijakan stock split dan dampak yang ditimbulkan stock split dalam hubungannya dengan return saham.

2. Bagi perusahaan (Emiten), hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam melakukan kebijakan perusahaan khususnya stock split.

3. Bagi investor, sebagai pertimbangan dalam mengambil keputusan investasi dengan informasi pengumuman stock split sebagai acuannya.

4. Bagi peneliti selanjutnya, sebagai tambahan referensi bukti empiris mengenai faktor-faktor yang mendorong perusahaan untuk melakukan kebijakan stock split dan dampak yang ditimbulkan stock split dalam hubungannya dengan return saham, sehingga dapat berkontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan akuntansi dan pasar modal.


Dokumen yang terkait

Analisis Perbedaan Return Saham , Trading Volume Activity Dan Variance Sebelum dan Sesudah Stock Split (Studi Kasus Pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2011-2013)

4 67 113

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stock Split dengan Trading Volume Activity Sebagai Variabel Pemoderasi dan Dampak yang Ditimbulkannya di ndonesia dan Malaysia

15 103 125

Analisis Perbedaan Return Saham , Trading Volume Activity Dan Variance Sebelum dan Sesudah Stock Split (Studi Kasus Pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2011-2013)

0 53 113

Analisis Trading Volume Activity dan Abnormal Return Sebelum Sesudah Stock Split.

0 1 21

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STOCK SPLIT DAN DAMPAK YANG DITIMBULKANNYA

0 1 1

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stock Split dengan Trading Volume Activity Sebagai Variabel Pemoderasi dan Dampak yang Ditimbulkannya di ndonesia dan Malaysia

0 0 16

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stock Split dengan Trading Volume Activity Sebagai Variabel Pemoderasi dan Dampak yang Ditimbulkannya di ndonesia dan Malaysia

0 1 2

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stock Split dengan Trading Volume Activity Sebagai Variabel Pemoderasi dan Dampak yang Ditimbulkannya di ndonesia dan Malaysia

0 1 21

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stock Split dengan Trading Volume Activity Sebagai Variabel Pemoderasi dan Dampak yang Ditimbulkannya di ndonesia dan Malaysia

0 1 4

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stock Split dengan Trading Volume Activity Sebagai Variabel Pemoderasi dan Dampak yang Ditimbulkannya di ndonesia dan Malaysia

0 2 11