Perlindungan Hukum Bagi Kurator Terhadap Tuntutan Hukum Kreditur Dalam Pengurusan Dan Pemberesan Harta Pailit

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kepailitan bukan hal yang baru dalam suatu kegiatan ekonomi khususnya dalam bidang usaha. Dalam mengadakan suatu transaksi bisnis antara debitur dan kreditur kedua belah bihak di ikat oleh suatu perjanjian baik perjanjian pinjam meminjam maupun utang piutang. Salah satu kewajiban dari debitur adalah mengembalikan utangnya sebagai suatu prestasi yang harus dilakukan. Permasalahan akan timbul apabila debitur mengalami kesulitan untuk mengembalikan utangnya tersebut, dengan kata lain debitur berhenti membayar utangnya.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPerdata) Pasal 1338 ayat (1) menjelaskan sebuah asas yang cukup penting dalam hukum perdata, dimana asas tersebut berkaitan dengan kegiatan pinjam meminjam ataupun utang piutang. Asas tersebut berbunyi perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat kedua belah pihak. Mengikat berarti para pihak mempunyai hak dan kewajiban. Dengan demikian, bila para pihak tidak memenuhi kewajiban apa yang telah disepakati, maka pihak yang tidak memenuhi kewajibannya dapat dimintai pertanggungjawaban hukum. Konsekuensinya adalah bagi pihak yang sudah melaksanakan kewajiban, mempunyai hak untuk menagih.


(2)

Kegiatan pinjam meminjam atau utang piutang merupakan kegiatan yang tidak asing dalam kegiatan ekonomi, apabila pihak yang berutang (debitur) tidak dapat memenuhi kewajibannya, maka harta benda debitur menjadi jaminan bagi semua debitur. Penyitaan (pembeslagaan) secara massal dilakukan agar aset debitur dapat dibagi secara proporsional dalam membayar utang-utangnya. Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1131 KUHPerdata disebutkan, segala kebendaan pihak yang berhutang baik yang bergerak, maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru ada di kemudian hari menjadi tanggungan segala perikatannya perseorangan. Selanjutnya, dalam Pasal 1132 KUHPerdata disebutkan, kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya; pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali di antara para pihak yang berpiutang itu ada alasan yang sah untuk didahulukan. Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata kiranya dapat dikemukakan oleh para ahli hukum disebut sebagai dasar hukum dalam kepailitan.1

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut UUK dan PKPU) menyebutkan bahwa kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas. Dari pasal tersebut dapat dilihat, bahwa kurator memiliki peran penting di dalam proses kepailitan, karena berwenang dalam melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit demi kepentingan pihak kreditur dan debitur pailit. Pelaksanaan pengurusan dan pemberesan atas harta

1

Sentosa Sembiring. Hukum Kepailitan dan Peraturan Perundang-Undangan yang Terkait dengan Kepailitan (Bandung: Nuansa Aulia, 2006), hlm. 14.


(3)

pailit tersebut diserahkan kepada kurator yang diangkat oleh pengadilan, dengan diawasi oleh hakim pengawas yang ditunjuk oleh hakim pengadilan. Berdasarkan Pasal 16 UUK dan PKPU, terhitung sejak tanggal putusan pernyataan pailit ditetapkan, maka kurator berwenang melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan atas harta pailit, meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali.

Menurut UUK dan PKPU, jika ternyata kemudian putusan pernyataan pailit tersebut dibatalkan oleh putusan kasasi atau peninjauan kembali, maka segala perbuatan yang telah dilakukan oleh kurator sebelum atau pada tanggal kurator menerima pemberitahuan tentang putusan pembatalan tetap sah dan mengikat bagi debitur pailit.2 Tujuan utama kepailitan adalah pembagian kekayaan debitur pailit oleh kurator kepada semua kreditur. Kepalitan dimaksudkan untuk menghindari terjadinya sitaan terpisah atau eksekusi terpisah oleh kreditur dan menggantikannya dengan mengadakan sitaan bersama, sehingga kekayaan debitur dapat dibagikan kepada semua kreditur sesuai dengan hak masing-masing.3

Seorang debitur dapat dinyatakan pailit apabila telah memenuhi syarat-syarat kepailitan, yaitu:4

1. Debitur mempunyai dua atau lebih kreditur;

2

Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja. Seri Hukum Bisnis Kepailitan (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), hlm. 62.

3

Imran Nating. Peranan dan Tanggung Jawab Kurator dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 9.

4

Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 2 ayat (1).


(4)

2. Tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih.

Kepalitan dimaksudkan untuk menghindari terjadinya sitaan terpisah atau eksekusi terpisah oleh kreditur dan menggantikannya dengan mengadakan sitaan bersama, sehingga kekayaan debitur dapat dibagikan kepada semua kreditur sesuai dengan hak masing-masing. 5

Adanya pernyataan pailit mengakibatkan debitur pailit demi hukum kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang dimasukkan dalam kepailitan terhitung sejak tanggal kepailitan itu, termasuk juga untuk kepentingan perhitungan hari pernyataannya itu sendiri.6 Pasal 69 ayat (1) UUK dan PKPU, menerangkan bahwa kuratorlah yang berwenang melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit. Dengan demikian, debitur kehilangan hak menguasai harta yang masuk dalam kepailitan dan tidak kehilangan hak atas harta kekayaan yang berada di luar kepailitan.7

Tentang harta pailit, lebih lanjut dalam Pasal 21 UUK dan PKPU menerangkan bahwa harta pailit meliputi semua harta kekayaan debitur yang ada pada saat pernyataan pailit diucapkan, serta semua kekayaan yang diperolehnya selama kepailitan. Harta pailit adalah harta milik debitur yang dinyatakan pailit berdasarkan keputusan pengadilan.8

5

Imran Nating. Peranan dan Tanggung Jawab Kurator dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 9.

Kendati telah ditegaskan bahwa dengan dijatuhkannya putusan kepailitan, harta kekayaan debitur pailit akan diurus dan dikuasai kurator, namun tidak semua kekayaan debitur pailit diserahkan ke

6

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 24.

7

Imran Nating, Op.Cit., hlm. 45. 8

Gunawan Widjaja. Tanggung Jawab Direksi atas Kepailitan Perseroan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 94.


(5)

kurator. Selain itu, hak-hak pribadi debitur yang tidak dapat menghasilkan kekayaan, atau barang-barang milik pihak ketiga yang kebetulan berada di tangan debitur pailit tidak dapat dikenakan eksekusi, misalnya hak pakai dan hak mendiami rumah.

Kurator juga harus paham bahwa tugasnya tidak hanya untuk menyelamatkan harta pailit yang berhasil dikumpulkannya untuk kemudian dibagi kepada para kreditur, tetapi juga sedapat mungkin bisa meningkatkan nilai harta pailit tersebut. Kemampuan kurator harus disertai dengan integritas. Integritas berpedoman pada kebenaran dan keadilan serta keharusan untuk mentaati standar profesi dan etika sesuai isi dan semangatnya. Integritas merupakan salah satu ciri yang fundamental bagi pengakuan terhadap profesionalisme yang melandasi kepercayaan publik serta patokan (benchmark) bagi anggota (kurator) dalam menguji semua keputusan yang diambilnya.9 Integritas mengharuskan kurator untuk antara lain bersikap jujur dan dapat dipercaya serta tidak mengorbankan kepercayaan publik demi kepentingan pribadi. Integritas mengharuskan kurator untuk bersikap objektif dan menjalankan profesinya secara cerdas dan saksama.10

Berdasarkan Pasal 69 ayat (2) UUK dan PKPU menegaskan bahwa dalam melakukan tugasnya, kurator tidak memerlukan persetujuan dari organ debitur/perseroan pailit, walaupun di luar kepailitan persetujuan tersebut disyaratkan. Namun perlu diketahui, tugas kurator tidak mudah atau dapat berjalan dengan mulus seperti yang telah ditentukan dalam UUK dan PKPU. Persoalan yang dihadapi oleh kurator sering kali menghambat proses kinerja kurator yang semestinya, seperti menghadapi debitur yang tidak dengan sukarela

9

Imran Nating, Op.Cit., hlm. 14. 10

Kode Etik Profesi Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia, Bagian Pertama, Prinsip Kelima


(6)

menjalankan putusan pengadilan, misalkan debitur tidak memberi akses data dan informasi atas asetnya yang dinyatakan pailit.11

Kurator memiliki kewenangan yang sangat luas dalam proses kepailitan, sehingga sering kali menimbulkan permasalahan dalam pelaksanaannya, bahkan tidak jarang kurator dituntut oleh kreditur dalam proses penhurusan dan pemberesan harta pailit. Dalam Pasal 21 UUK dan PKPU menyebutkan kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitur pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang di peroleh selama kepailitan. Selain itu, dalam pasal 26 ayat (1) UUK dan PKPU menyebutkan tuntutan mengenai hak atau kewajiban yang menyangkut harta pailit harus diajukan oleh atau terhadap kurator. Berdasarkan pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit seorang kurator dapat dituntut secara hukum oleh kreditur, akan tetapi perlindungan bagi kurator terhadap tuntutan hukum tersebut tidak di atur jelas dalam UUK dan PKPU.

Diperlukan seorang kurator yang memiliki keahlian dan bertanggung jawab terhadap tugasnya, agar tercipta kepastian hukum, terutama dalam hukum kepailita.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pengurusan dan pemberesan harta pailit?

11


(7)

2. Bagaimankah resiko yang dihadapi kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit dalam

3. Bagaimanakah perlindungan hukum bagi kurator terhadap tuntutan hukum kreditur dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit.

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Penulisan ini bertujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui proses-proses dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit.

2. Untuk mengetahui resiko-resiko yang akan dihadapi kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit.

3. Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi kurator terhadap tuntutan hukum kreditur dalam pengurusan dan pemberesan harta pilit.

Selain itu, penulisan skripsi ini juga ditujukan sebagai pemenuhan tugas akhir dalam memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Adapun manfaat penulisan yang diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Secara teoritis

Secara teoritis, pembahasan mengenai perlindungan hukum bagi kurator terhadap tuntutan hukum kreditur dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit ini akan memberikan pemahaman dan pengetahuan bagi para pembaca mengenai pengurusan dan pemberesan harta pailit, resiko


(8)

apa yang dihadapi kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit, serta bagaimana perlindungan hukum bagi kurator terhadap tuntutan hukum kreditur dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit tersebut.

2. Secara praktis

Pembahasan ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi praktisi dan masyarakat umum yang ingin mengetahui lebih jauh tentang kepailitan dan kurator, khususnya tentang perlindungan hukum bagi kurator terhadap tuntutan hukum kreditur dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit.

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan penelusuran yang telah dilakukan, baik dari hasil penelitian yang masih ada maupun yang sedang dilakukan khususnya di lingkungan Universitas Sumatera Utara, penelitian dengan judul “Perlindungan Hukum Bagi Kurator Terhadap Tuntutan Hukum Kreditur Dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit” belum pernah dilakukan oleh peneliti lain sebelumnya. Sehubungan dengan keaslian judul ini, peneliti telah melakukan pemeriksaan pada perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk membuktikan bahwa judul skripsi ini belum pernah diteliti oleh orang lain di lingkungan universitas/perguruan tinggi lain dalam wilayah Republik Indonesia.

Apabila di kemudian hari, ternyata terdapat judul yang sama atau telah ditulis orang lain dalam berbagai tingkat kesarjanaan sebelum skripsi ini dibuat, maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya.


(9)

E. Tinjauan Kepustakaan

Pengertian pailit dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti bangkrut, jatuh untuk perusahaan.12 Sementara itu,dalam berbagai kepustakaan dijabarkan pengertian kepailitan, antara lain dalam kamus hukum Fockema Andreae, dikemukakan Faillissement (kepailitan). Kepailitan seorang debitur adalah keadaan yang ditetapkan oleh pengadilan bahwa debitur telah berhenti membayar utang-utangnya yang berakibat penyitaan umum atas harta kekayaan dan pendapatannya demi kepentingan semua kreditur di bawah pengawasan pengadilan.13 Pendapat senada di kemukakan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio sebagai berikut, pailit berarti keadaan seorang debitur apabila ia telah menghentikan pembayaran utang-utangnya. Suatu keadaan yang menghendaki campur tangan hakim guna menjamin kepentingan bersama dari para krediturnya.14

Pengaturan mengenai kepailitan mengacu pada Pasal 2 UUK dan PKPU yang menyenbutkan:

Dari pengertian-pengertian tersebut di atas dapat dirumuskan perngertian kepailitan adalah suatu sitaan dan eksekusi atas seluruh kekayaan si debitur (orang-orang yang berutang) untuk kepentingan krediturnya (orang-orang berpiutang).

1. Debitur yang menpunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, dinyatakan

12

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), edisi II Cet keempat, 1999. 13

Lihat Kamus Istilah Hukum Fockema Andreae. Edisi Bahasa Indonesia, oleh Saleh Andiwinata, dkk, Binacipta, Bandung 1983.

14

Sentosa Sembiring, hukum kepailitan dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan kepailtan (Bandung : Nuansa Aulia, 2006), hlm. 12.


(10)

pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih krediturnya.

2. Permohonan dapat juga diajukan oleh kejaksaan untuk kepentingan umum. Penjelasan Pasal 2 ayat (1) di atas menyatakan bahwa yang di maksud dengan kreditur adalah kreditur konkuren, kreditur separatis dan kreditur preferen. Kreditur konkuren (Unsecured Creditor) adalah kreditur yang harus berbagi secara proporsional dari penjualan harta debitur. Dengan kata lain untuk jenis kategori ini kedudukannya sama dengan kreditur yang lain. Kreditur preferen (Secured Creditor) adalah krediur yang didahulukan dari kreditur lainnya untuk pelunasan utang debitur, karena kreditur jenis ini mendapat hak istimewa yang diberikan oleh undang-undang. kreditur separatis adalah kreditur pemegang hak jaminan kebendaan. Hak kebendaan yang dimiliki oleh kreditur tersebut memberikan hak untuk menjual secara lelang kebendaan yang dijaminkan kepadanya dan selanjutnya memperoleh hasil penjualan kebendaan tersebut untuk pelunasan piutang secara mendahului dari kreditur lainnya.15

Objek UUK dan PKPU adalah debitur, yaitu debitur yang tidak membayar utang-utangnya kepada kreditur. Dalam Pasal 2 UUK dan PKPU menyebutkan syarat-syarat seorang debitur dapat dinyatakan pailit, yaitu:

1. Debitur mempunyai dua kreditur atau tidak dapat membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu pembayaran.

2. Paling sedikit harus ada 2 (dua) kreditur (concurus creditorum). 3. Cukup satu utang telah jatuh waktu dan dapat ditagih

15

Sentosa Sembiring. Hukum Kepailitan dan Peraturan Perundang-Undangan Yang Terikat Dengan Kepailitan (Bandung: CV Nuansa Aulia, 2006), hlm. 18


(11)

4. Debitur harus dalam keadaan insolvent, yaitu tidak membayar lebih dari 50% utang-utangnya. Debitur harus telah berada dalam keadaan berhenti membayar kepada para krediturnya, bukan sekedar tidak membayar kepada satu atau dua orang kreditur saja.

Apabila seorang debitur telah memenuhi persyaratan-persyaratan tersebut di atas maka permohonan pailit dapat diajukan ke pengadilan niaga. Pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit adalah kreditur, debitur itu sendiri, Bank Indonesia, Meteri Keuangan, Badan Pengawas Pasar Modal/OJK dan jaksa yang dilakukan demi kepentingan umum.

Setelah suatu permohonan pailit diterima dan kemudian diperiksa dan diadili oleh majelis hakim pengadilan niaga maka pemeriksaan terhadap permohonan tersebut dinyatakan selesai dengan dijatuhkannya putusan pailit oleh pengadilan maka debitur kehilangan sebahagian haknya dalam mengurus harta kekayaannya. Selanjutnya yang berwenang mengurus harta kekayaan debitur adalah kurator. Menurut Pasal 70 UUK dan PKPU kurator adalah BHP atau orang perorangan yang diangkat oleh pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta debitur pailit di bawah pengawasan hakim pengawas.

Kurator berwenang melaksanakan tugas pengurusan dan pemberesan harta pailit sejak tanggal putusan pailit diucapkan meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali. Terhadap pengangkatan kurator, apabila kreditur atau debitur tidak mengajukan usul pengangkatan kurator ke pengadilan maka BHP bertindak sebagai kurator, namun apabila diangkat kurator yang bukan BHP maka kurator tersebut harus independen dan tidak mempunyai kepentingan dengan pihak kreditur atau debitur.


(12)

Seorang kurator perlu memilah kewenangan yang dimilikinya berdasarkan undang-undang yaitu:

1. Kewenangan yang dapat dilaksanakan tanpa diperlukannya persetujuan dari instansi atau pihak lain; dan

2. Kewenangan yang dapat dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan dari pihak lain dalam hal ini hakim pengawas.16

Kurator memiliki kewenangan dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit. dalam pelaksanaan pengurusan dan pemberesan harta pailit, kurator diawasi oleh hakim pengawas. Dalam pengurusan harta pailit kurator harus:

1. Menginventarisasi harta kekayaan debitur pailit untuk kemudian menentukan mana yang termasuk harta pailit dan mana yang bukan.

2. Menginventarisir harta kekayaan debitur Pailit untuk kemudian menentukan mana yang masuk harta pailit, mana yang bukan, mengingat adanya pengecualian yang diatur dalam undang-undang.

3. Membuat daftar kreditur dari debitur Pailit dengan menyebutkan sifat dan jumlah utang debitur atau piutang kreditur beserta nama dan tempat tinggalnya. 4. Mengadakan verifikasi dari piutang kreditur dari debitur pailit dalam rapat

verifikasi yang dipimpin oleh Hakim Pengawas.

5. Membuat daftar pembayaran piutang pada kreditur sesuai peraturan hukum yang berlaku (tingkatan para kreditur). Dalam hal pemberesan harta pailit dapat terlihat bahwa tugas Kurator sangat berat karena Kurator bertanggung jawab

16

Marjan E. Pane. Permasalahan Seputar Kurator. (Jakarta: makalah dalam Lokakarya Kurator/Pengurus dan Hakim Pengawas: Tinjauan Secara Kritis, Jakarta, 30-31 Juli 2002).


(13)

atas kesalahan atau kelalaiannya dalam menjalankan tugas pengurusan dan/atau pemberesan yang yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit.

Sehubungan dengan hal tersebut maka Kurator dapat digugat dan wajib membayar ganti kerugian apabila karena kelalaiannya atau terutama karena kesengajaannya telah menyebabkan harta pailit mengalami kerugian, dan dapat dituntut secara pribadi. Kurator memiliki tanggung jawab yang besar dalam menjalankan tugasnya, hal ini ditegaskan di dalam Pasal 72 UUK dan PKPU, bahwa kurator bertanggung jawab atas kesalahan atau kelalaiannya dalam melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit.

Perlindungan hukum terhadap kurator tidak diatur jelas dalam UUK dan PKPU, akan tetapi berdasarkan Pasal 50 Kitab Undang Undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut KUHPidana) yang menyatakan barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang, tidak di pidana, dapat dijadikan landasan perlindungan terhadap kurator yang menjalankan tugas sesuai dengan ketentuan dan undang-undang yang berlaku.

F. Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisis dan kontruksi yang dilakukan secara metodologi, sistematis dan konsisten. Metodologi berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis


(14)

adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten adalah tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu.17

Adapun penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Spesifikasi penelitian

Pendekatan penelitian dalam menyusun skripsi ini adalah pendekatan yuridis normatif, yaitu pendekatan dengan melakukan pengkajian dan analisa terhadap perlindungan hukum bagi kurator terhadap tuntutan hukum kreditur dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit oleh kurator yang ditinjau dari UUK dan PKPU.

Sifat dari penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk melukiskan tentang suatu hal tertentu dan pada saat tertentu18

2. Data penelitian

, sehingga pada skripsi ini menggambarkan dan menguraikan keadaan ataupun fakta yang ada tentang hukum mengenai perlindungan hukum bagi kurator terhadap tuntutan hukum kreditur dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit.

Materi dalam penelitian ini diambil dari data-data sekunder. Adapun data-data sekunder yang dimaksud adalah :

a. Bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang-undangan yang terkait, antara lain:

1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

17

Waluyo Bambang, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Edisi 1, Cet ke-3 (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), mengutip pendapat Soerjono Soekanto, hlm. 2.

18


(15)

3) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan.

4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan

danPenundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

5) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No. M.01-HT.05. 10 Tahun 2005 tentang Pendaftaran Kurator dan Pengurus

b. Bahan hukum sekunder, berupa buku-buku yang berkaitan dengan judul skripsi, artikel-artikel, hasil-hasil penelitian, laporan-laporan, dan sebagainya yang diperoleh melalui media-media cetak maupun media elektronik.

c. Bahan hukum tersier, yaitu semua dokumen yang memberi petunjuk-petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti : jurnal ilmiah, kamus hukum, dan bahan-bahan lain yang relevan dan dapat digunakan untuk melengkapi data yang dibutuhkan dalam menyusun skripsi ini.

3. Teknik pengumpulan data

Pengumpulan data dari skripsi ini dilakukan melalui teknik studi pustaka, yaitu mengumpulkan, mempelajari, menganalisa, dan membandingkan buku-buku yang berhubungan dengan judul skripsi ini. Selain itu, pengumpulan data dilakukan juga melalui media elektronik/internet.

4. Analisis data

Metode analisis data yang digunakan penulis adalah metode kualitatif dimana data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas dan hasilnya tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi.


(16)

G. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini dibuat secara terperinci dan sistematis, agar memberikan kemudahan bagi pembacanya dalam memahami makna dan memperoleh manfaatnya. Keseluruhan sistematika ini merupakan kesatuan yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Adapun sistematika dalam penulisan skripsi ini adalah :

BAB I PENDAHULUAN

Berisikan pendahuluan yang pada pokoknya menguraikan tentang latar belakang pengangkatan judul skripsi, perumusan masalah yang menjadi pokok pembahasan dalam bab pembahasan, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan diakhiri dengan sistematika penulisan.

BAB II PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT

Berisikan tentang pengurusan dan pemberesan harta pailit, yang pada pokoknya menguraikan tentang persyaratan dan prosedur permohonan pailit, akibat hukum kepilitan, serta pengurusan dan pemberesan harta pailit

BAB III RESIKO YANG DIHADAPI KURATOR DALAM PENGURUSAN


(17)

Berisikan tentang resiko yang di hadapi kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit, yang pada pokoknya menguraikan tentang kode etik profesi kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit, resiko yang dihadapi kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit, serta hambatan yang dihadapi kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit.

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KURATOR TERHADAP

TUNTUTAN HUKUM KREDITUR DALAM PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT

Berisikan perlindungan hukum bagi kurator terhadap tuntutan hukum kreditur dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit yang pada pokoknya menguraikan tentang tuntutan yang dihadapi kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit, perlindungan hukum bagi kurator terhadap tntutan hukum kreditur dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit, serta perlawanan terhadap kurator.

BAB V PENUTUP

Berisikan bagian penutup yang sekaligus merupakan bab terakhir dalam penulisan skripsi ini, dimana dikemukakan mengenai kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan pembahasan yang sebelumnya dalam skripsi ini.


(1)

xviii

xviii

Seorang kurator perlu memilah kewenangan yang dimilikinya berdasarkan undang-undang yaitu:

1. Kewenangan yang dapat dilaksanakan tanpa diperlukannya persetujuan dari instansi atau pihak lain; dan

2. Kewenangan yang dapat dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan dari pihak lain dalam hal ini hakim pengawas.16

Kurator memiliki kewenangan dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit. dalam pelaksanaan pengurusan dan pemberesan harta pailit, kurator diawasi oleh hakim pengawas. Dalam pengurusan harta pailit kurator harus:

1. Menginventarisasi harta kekayaan debitur pailit untuk kemudian menentukan mana yang termasuk harta pailit dan mana yang bukan.

2. Menginventarisir harta kekayaan debitur Pailit untuk kemudian menentukan mana yang masuk harta pailit, mana yang bukan, mengingat adanya pengecualian yang diatur dalam undang-undang.

3. Membuat daftar kreditur dari debitur Pailit dengan menyebutkan sifat dan jumlah utang debitur atau piutang kreditur beserta nama dan tempat tinggalnya. 4. Mengadakan verifikasi dari piutang kreditur dari debitur pailit dalam rapat

verifikasi yang dipimpin oleh Hakim Pengawas.

5. Membuat daftar pembayaran piutang pada kreditur sesuai peraturan hukum yang berlaku (tingkatan para kreditur). Dalam hal pemberesan harta pailit dapat terlihat bahwa tugas Kurator sangat berat karena Kurator bertanggung jawab

16

Marjan E. Pane. Permasalahan Seputar Kurator. (Jakarta: makalah dalam Lokakarya Kurator/Pengurus dan Hakim Pengawas: Tinjauan Secara Kritis, Jakarta, 30-31 Juli 2002).


(2)

atas kesalahan atau kelalaiannya dalam menjalankan tugas pengurusan dan/atau pemberesan yang yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit.

Sehubungan dengan hal tersebut maka Kurator dapat digugat dan wajib membayar ganti kerugian apabila karena kelalaiannya atau terutama karena kesengajaannya telah menyebabkan harta pailit mengalami kerugian, dan dapat dituntut secara pribadi. Kurator memiliki tanggung jawab yang besar dalam menjalankan tugasnya, hal ini ditegaskan di dalam Pasal 72 UUK dan PKPU, bahwa kurator bertanggung jawab atas kesalahan atau kelalaiannya dalam melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit.

Perlindungan hukum terhadap kurator tidak diatur jelas dalam UUK dan PKPU, akan tetapi berdasarkan Pasal 50 Kitab Undang Undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut KUHPidana) yang menyatakan barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang, tidak di pidana, dapat dijadikan landasan perlindungan terhadap kurator yang menjalankan tugas sesuai dengan ketentuan dan undang-undang yang berlaku.

F. Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisis dan kontruksi yang dilakukan secara metodologi, sistematis dan konsisten. Metodologi berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis


(3)

xx

xx

adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten adalah tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu.17

Adapun penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Spesifikasi penelitian

Pendekatan penelitian dalam menyusun skripsi ini adalah pendekatan yuridis normatif, yaitu pendekatan dengan melakukan pengkajian dan analisa terhadap perlindungan hukum bagi kurator terhadap tuntutan hukum kreditur dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit oleh kurator yang ditinjau dari UUK dan PKPU.

Sifat dari penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk melukiskan tentang suatu hal tertentu dan pada saat tertentu18

2. Data penelitian

, sehingga pada skripsi ini menggambarkan dan menguraikan keadaan ataupun fakta yang ada tentang hukum mengenai perlindungan hukum bagi kurator terhadap tuntutan hukum kreditur dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit.

Materi dalam penelitian ini diambil dari data-data sekunder. Adapun data-data sekunder yang dimaksud adalah :

a. Bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang-undangan yang terkait, antara lain:

1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

17

Waluyo Bambang, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Edisi 1, Cet ke-3 (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), mengutip pendapat Soerjono Soekanto, hlm. 2.

18


(4)

3) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan.

4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan

danPenundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

5) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No. M.01-HT.05. 10 Tahun 2005 tentang Pendaftaran Kurator dan Pengurus

b. Bahan hukum sekunder, berupa buku-buku yang berkaitan dengan judul skripsi, artikel-artikel, hasil-hasil penelitian, laporan-laporan, dan sebagainya yang diperoleh melalui media-media cetak maupun media elektronik.

c. Bahan hukum tersier, yaitu semua dokumen yang memberi petunjuk-petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti : jurnal ilmiah, kamus hukum, dan bahan-bahan lain yang relevan dan dapat digunakan untuk melengkapi data yang dibutuhkan dalam menyusun skripsi ini.

3. Teknik pengumpulan data

Pengumpulan data dari skripsi ini dilakukan melalui teknik studi pustaka, yaitu mengumpulkan, mempelajari, menganalisa, dan membandingkan buku-buku yang berhubungan dengan judul skripsi ini. Selain itu, pengumpulan data dilakukan juga melalui media elektronik/internet.

4. Analisis data

Metode analisis data yang digunakan penulis adalah metode kualitatif dimana data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas dan hasilnya tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi.


(5)

xxii

xxii

G. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini dibuat secara terperinci dan sistematis, agar memberikan kemudahan bagi pembacanya dalam memahami makna dan memperoleh manfaatnya. Keseluruhan sistematika ini merupakan kesatuan yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Adapun sistematika dalam penulisan skripsi ini adalah :

BAB I PENDAHULUAN

Berisikan pendahuluan yang pada pokoknya menguraikan tentang latar belakang pengangkatan judul skripsi, perumusan masalah yang menjadi pokok pembahasan dalam bab pembahasan, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan diakhiri dengan sistematika penulisan.

BAB II PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT

Berisikan tentang pengurusan dan pemberesan harta pailit, yang pada pokoknya menguraikan tentang persyaratan dan prosedur permohonan pailit, akibat hukum kepilitan, serta pengurusan dan pemberesan harta pailit

BAB III RESIKO YANG DIHADAPI KURATOR DALAM PENGURUSAN


(6)

Berisikan tentang resiko yang di hadapi kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit, yang pada pokoknya menguraikan tentang kode etik profesi kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit, resiko yang dihadapi kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit, serta hambatan yang dihadapi kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit.

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KURATOR TERHADAP

TUNTUTAN HUKUM KREDITUR DALAM PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT

Berisikan perlindungan hukum bagi kurator terhadap tuntutan hukum kreditur dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit yang pada pokoknya menguraikan tentang tuntutan yang dihadapi kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit, perlindungan hukum bagi kurator terhadap tntutan hukum kreditur dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit, serta perlawanan terhadap kurator.

BAB V PENUTUP

Berisikan bagian penutup yang sekaligus merupakan bab terakhir dalam penulisan skripsi ini, dimana dikemukakan mengenai kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan pembahasan yang sebelumnya dalam skripsi ini.