Kewenangan Kurator Dalam Meningkatkan Harta Pailit Debitur Dalam Hukum Kepailitan Indonesia

(1)

KEWENANGAN KURATOR DALAM MENINGKATKAN HARTA PAILIT DEBITUR DALAM HUKUM KEPAILITAN INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

PUETI JULIA SYAHRUN NIM : 100200037

DEPARTEMEN : HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

KEWENANGAN KURATOR DALAM MENINGKATKAN HARTA PAILIT DEBITUR DALAM HUKUM KEPAILITAN INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

PUETI JULIA SYAHRUN 100200037

DEPARTEMEN : HUKUM EKONOMI

Disetujui Oleh :

KETUA DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

Windha, S. H., M. Hum. NIP. 197501122005012002

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Sunarmi, S. H., M. Hum Windha, S. H., M. Hum.

NIP. 196302151989032002 NIP. 197501122005012002

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

ABSTRAK

KEWENANGAN KURATOR DALAM MENINGKATKAN HARTA PAILIT DEBITUR DALAM HUKUM KEPAILITAN INDONESIA

Pueti Julia Syahrun*

Sunarmi**

Windha***

Pada saat seorang debitur dinyatakan pailit maka hartanya harus berada dalam suatu sita umum. Kurator tidak hanya dituntut untuk mengamankan harta pailit, tetapi juga harus berusaha meningkatkan dan memaksimalkan harta pailit, karena kurator telah diberikan kewenangan oleh UUK dan PKPU untuk meningkatkan harta pailit. Tetapi jika terjadi kesalahan atau kelalaian dalam tugas pengurusan harta pailit, kurator bertanggung jawab terhadap kesalahan atau kelalaiannya pemberesan yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit.

Pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana peran kurator menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, bagaimanakah tindakan kurator dalam meningkatkan nilai harta pailit debitur dan bagaimanakah tanggung jawab kurator atas kerugian harta pailit.

Metode penelitian menggunakan jenis penelitian hukum normatif. Sumber data yang digunakan adalah data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan (library reaseacrh) dan data yang berhasil dikumpulkan, data sekunder, kemudian diolah dan dianalisa dengan mempergunakan teknik analisis metode kualitatif.

Kurator ditunjuk oleh pengadilan untuk melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit. Tindakan kurator untuk meningkatkan nilai harta pailit debitur dapat dilakukan dengan cara melakukan pinjaman kepada pihak ketiga untuk melanjutkan usaha debitur pailit, menjual harta-harta debitur pailit yang tidak diperlukan, menjual harta pailit yang merupakan harta yang dijadikan jaminan utang kepada kreditur separatis, menagih piutang debitur pailit,

mengajukan upaya hukum actio pauliana dan meminta keringanan pajak.

Tanggung jawab kurator terhadap kerugian harta pailit dapat dibebaskan dengan

menganut prinsip business judgement rule, prinsip tersebut dapat diterapkan

apabila kurator telah menerapkan prinsip fiduciary duty saat melakukan tugasnya.

Maka dari itu hendaknya kurator memiliki kreatifitas untuk menemukan cara-cara yang dapat meningkatkan harta pailit dan bersikap teliti dan cermat dalam melaksanakan tugas berdasarkan kewenangannya sehingga dapat memaksimalkan harta pailit dan tidak terjadi kerugian terhadap harta pailit debitur.

Kata kunci: kurator, harta pailit debitur

*

Mahasiswa Fakultas Hukum USU **

Dosen Pembimbing I ***


(4)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmannirrahim

Syukur alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT sehingga dapat menyelesaikan studi dan skripsi ini, guna melengkapi syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Shalawat dan salam tak lupa disampaikan kepada junjungan nabi Muhammad SAW yang memberikan jalan dan menuntun umatnya dari jalan yang gelap menuju jalan yang terang dan disinari oleh nur iman dan islam.

Skripsi ini berjudul, “Kewenangan Kurator dalam Meningkatkan Harta

Pailit Debitur dalam Hukum Kepailitan Indonesia”.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih sangat jauh dari sempurna, oleh karena itu diharapkan saran dan kritikan yang membangun sehingga penulisan ke depan dapat lebih baik lagi.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum sebagai Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum sebagai Pembantu Umum Dekan I

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafrudin Hasibuan, S.H., M.H., DFM sebagai Pembantu Umum

Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Muhammad Husni, S.H., M.H sebagai dosen Pembantu Umum Dekan


(5)

5. Ibu Windha, S.H., M.Hum sebagai Ketua Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan juga sebagai Pembimbing II saya, yang telah memberikan waktunya menjadi dosen pembimbing skripsi ini dan yang selalu sabar memberikan masukan, pengetahuan berkenaan dengan skripsi yang dibahas, sehingga skripsi ini selesai tepat waktu.

6. Bapak Ramli Siregar S.H.,M.Hum sebagai Sekretaris Departemen Hukum

Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum sebagai Pembimbing I, yang sudah

menyediakan waktu dan membagi pengetahuan berkenaan dengan skripsi yang dibahas, sehingga penulisan ini juga selesai tepat waktu.

8. Bapak dan Ibu Dosen seluruh pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara yang turut mendukung segala urusan perkuliahan dan administrasi selama ini.

9. Terima kasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang telah

memberikan saya kesempatan untuk berkuliah melalui beasiswa Bidik Misi, insya Allah akan saya balas dengan mengabdi kepada bangsa dan negara ini.

10. Untuk papa Alm. Drs. H. Syahrun Isa, MIAUP sebagai ayahanda, guru

besarku di perguruan TAKO, sumber inspirasi, tokoh panutanku, terima kasih atas warisan bakat dan pengajarannya walau dalam waktu yang sangat singkat. Semoga aku yang sekarang sudah semakin dekat menuju impian kita berdua.

11. Untuk mama Hj. Dharwati, BA terima kasih atas perjuangan, dukungan yang


(6)

selama ini, pendidik, pembimbing, pengajar, pengasuh, dan penjaga. Semoga aku bisa lebih membanggakan dan membahagiakan mama ke depannya.

12. Terima kasih kepada Abangda Alm. M. H. Takosi dan M. H. Teguhsi yang

telah memberikan dukungan baik materil dan immateril selama ini dan Kakanda Almh. Etikawati dan Puspawati, S. Psi.

13. Terima kasih untuk sepupu-sepupu terutama bang Hendra, bang Aga, Yessi,

dan Kak Didit yang sudah membantu memberi masukan saat pengerjaan skripsi. Kak Pipit yang sudah menemani untuk mengurus seluruh administrasi saat masuk perkuliahan. Kepada Almh. Tante Linda dan seluruh keluarga yang telah memberikan doa dan dukungannya kepada penulis.

14. Kawan-kawan seperjuangan sekaligus kawan berpetualang Nurul Adha

Nasution, Alif Fadillah Oemry, Ariansyah Rangkuti, Nancy Mayriski Siregar.

Semua kawan-kawan stambuk ’10 yang tidak bisa disebutin satu persatu,

khususnya anak Hukum Ekonomi. Kawan-kawan dari jalur PMP ’10,

khususnya Hartina Aziziah Harahap. Kawan-kawan dari beasiswa Bidik Misi. Kawan-kawan dari SMA Kartika I-2 Medan untuk anak-anak Naughty, Gadis, Suci, Nurul, Ami, Nuw, Jana. Kawan jalan dan wisata kuliner e6lilloli dan bang Ibal.

15. And the last but not least, Syahrun Isa Lubis sebagai teman terdekat, sahabat terkarib, rival terhebat, mitra terbaik. Terima kasih atas kehadirannya di saat terbaik dan terburuk di hidupku, untuk waktu, perhatian, bantuan, dukungan, dan doanya yang tak pernah henti selama 3 tahun lebih ini. Semoga kita bisa


(7)

Akhir kata kiranya tulisan ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan, terutama dalam penerapan serta pengembangan ilmu hukum di Indonesia.

Medan, Maret 2014 Penulis,


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Perumusan Masalah... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan... 5

1. Tujuan penulisan... 5

2. Manfaat Penulisan... 5

D. Keaslian Penulisan... 6

E. Tinjauan Kepustakaan... 7

F. Metode Penelitian... 12

1. Spesifikasi penelitian... 12

2. Sumber data... 13

3. Teknik pengumpulan data... 13

4. Analisis data... 14

G. Sistematika Penulisan... 14

BAB II PERAN KURATOR MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG A. Kedudukan Kurator dalam Kepailitan... 17


(9)

C. Peran Kurator... 24

D. Tugas dan Wewenang Kurator... 28

E. Perlindungan Terhadap Kurator dalam Pelaksanaan Tugasnya... 48

BAB III TINDAKAN KURATOR DALAM PENGURUSAN

HARTA DEBITUR PAILIT UNTUK MENINGKATKAN NILAI HARTA PAILIT

A. Pengurusan Harta Pailit Menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang... 51 B. Tindakan Kurator untuk Meningkatkan Nilai Harta Pailit

Debitur... 62 C. Debitur Pailit yang Tidak Koorperatif dalam Pengurusan

Harta Pailit... 67 BAB IV TANGGUNG JAWAB KURATOR ATAS KERUGIAN

HARTA PAILIT

A. Kerugian Harta Pailit... 74 B. Pertanggungjawaban Kurator Atas Kerugian Harta

Debitur Pailit... 77 C. Pembebasan Tanggung Jawab Kurator... 91

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan... 96 B. Saran... 97 DAFTAR PUSTAKA... 98


(10)

ABSTRAK

KEWENANGAN KURATOR DALAM MENINGKATKAN HARTA PAILIT DEBITUR DALAM HUKUM KEPAILITAN INDONESIA

Pueti Julia Syahrun*

Sunarmi**

Windha***

Pada saat seorang debitur dinyatakan pailit maka hartanya harus berada dalam suatu sita umum. Kurator tidak hanya dituntut untuk mengamankan harta pailit, tetapi juga harus berusaha meningkatkan dan memaksimalkan harta pailit, karena kurator telah diberikan kewenangan oleh UUK dan PKPU untuk meningkatkan harta pailit. Tetapi jika terjadi kesalahan atau kelalaian dalam tugas pengurusan harta pailit, kurator bertanggung jawab terhadap kesalahan atau kelalaiannya pemberesan yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit.

Pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana peran kurator menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, bagaimanakah tindakan kurator dalam meningkatkan nilai harta pailit debitur dan bagaimanakah tanggung jawab kurator atas kerugian harta pailit.

Metode penelitian menggunakan jenis penelitian hukum normatif. Sumber data yang digunakan adalah data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan (library reaseacrh) dan data yang berhasil dikumpulkan, data sekunder, kemudian diolah dan dianalisa dengan mempergunakan teknik analisis metode kualitatif.

Kurator ditunjuk oleh pengadilan untuk melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit. Tindakan kurator untuk meningkatkan nilai harta pailit debitur dapat dilakukan dengan cara melakukan pinjaman kepada pihak ketiga untuk melanjutkan usaha debitur pailit, menjual harta-harta debitur pailit yang tidak diperlukan, menjual harta pailit yang merupakan harta yang dijadikan jaminan utang kepada kreditur separatis, menagih piutang debitur pailit,

mengajukan upaya hukum actio pauliana dan meminta keringanan pajak.

Tanggung jawab kurator terhadap kerugian harta pailit dapat dibebaskan dengan

menganut prinsip business judgement rule, prinsip tersebut dapat diterapkan

apabila kurator telah menerapkan prinsip fiduciary duty saat melakukan tugasnya.

Maka dari itu hendaknya kurator memiliki kreatifitas untuk menemukan cara-cara yang dapat meningkatkan harta pailit dan bersikap teliti dan cermat dalam melaksanakan tugas berdasarkan kewenangannya sehingga dapat memaksimalkan harta pailit dan tidak terjadi kerugian terhadap harta pailit debitur.

Kata kunci: kurator, harta pailit debitur

*

Mahasiswa Fakultas Hukum USU **

Dosen Pembimbing I ***


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan dunia usaha tidak terlepas dari permasalahan yang dihadapi, hal ini terjadi karena sebagian besar modal yang dimiliki oleh pelaku usaha berasal dari pinjaman. Permasalahan dalam dunia usaha terjadi ketika pelaku usaha tidak mampu untuk membayar utang-utangnya. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya akan disebut UUK dan PKPU), telah mengakomodasi upaya penyelesaian permasalahan yang terjadi dalam dunia usaha yang dikenal dengan lembaga kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang.

Walaupun dalam keadaan pailit, utang debitur tidak dapat dihapuskan, debitur tetap harus membayarkan utang-utangnya kepada kreditur, disinilah peran kurator diperlukan, agar tercapai tujuan dari kepailitan, ketika seorang debitur diputus pailit, kurator janganlah bersikap sebagai seorang tukang jual aset. Namun kurator harus mampu menjalankan asas keadilan. Asas keadilan bagi seorang kurator adalah mampu bersikap adil ketika mencatat seluruh harta pailit baik harta yang tersembunyi maupun yang nyata; mencari atau memaksimalkan harta pailit; menjaga atau meningkatkan nilai harta pailit; menjual harta pailit pada harga maksimal; membagi hasil penjualan pailit kepada setiap kreditur sesuai dengan stratanya, dan membubarkan debitur yang telah insolven. Lebih lagi, tren kurator


(12)

luar negeri, seorang kurator baru merasa sukses apabila berhasil menyehatkan

ekonomi debitur.1

Pada Pasal 69 ayat (1) UUK dan PKPU disebutkan, kurator sebagai pihak yang berwenang untuk melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan atas harta pailit sejak tanggal putusan pailit diucapkan meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali, dan dengan kewenangannya tersebut kurator dapat melakukan tindakan melakukan pengurusan harta pailit termasuk juga tindakan meningkatkan harta pailit. Kemudian dalam Pasal 69 ayat (2) huruf b dinyatakan bahwa kurator dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga, hanya dalam rangka meningkatkan nilai harta pailit. Di dalam pasal tersebut telah diatur secara tegas kurator diberikan kewenangan untuk meningkatkan harta pailit, salah satunya dengan cara melakukan pinjaman. Kewenangan yang diberikan pada kurator pada Pasal 69 ayat (2) huruf b tersebut dapat dijadikan landasan bagi kurator untuk melakukan tindakan-tindakan lain dalam rangka meningkatkan harta pailit, tidak hanya terbatas hanya melakukan pinjaman, tetapi menuntut kreatifitas kurator untuk menemukan cara lain berdasarkan kewenangan yang telah diberikan tersebut, asalkan tindakan tersebut dapat memaksimalkan nilai harta pailit.

Namun kurator dituntut untuk membantu debitur mengurus dan membereskan harta pailit termasuk berusaha untuk meningkatkan harta pailit, banyak debitur yang tidak mau bekerjasama dengan kurator dan terkadang mempersulit tugas kurator, seperti debitur yang melarikan diri, menggelapkan bagian dari harta kekayaannya,

1

Hukum Online, http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5232fb549d42f/kurator-bukan-tukang-jual-aset (diakses tanggal 23 Januari 2014).


(13)

menyembunyikan, mengalihkan atau menjual harta budel pailit, melebih-lebihkan tagihan atau tidak beritikad baik dan tidak kooperatif dalam menyelesaikan masalah utang piutang yang telah jatuh waktu. Masalah lain yang dihadapi kurator dalam melaksanakan tugas yaitu, dilaporkannya kurator oleh debitur pailit kepada instansi kepolisian. Ini menunjukkan perlindungan terhadap kurator belum maksimal antara lain terkait perlindungan hukum terhadap profesi ini, belum ada jaminan hukum yang jelas untuk melindungi tugas kurator.2

Pada Pasal 15 ayat (3) UUK dan PKPU disebutkan bahwa kurator harus independen dan tidak mempunyai benturan kepentingan dengan debitur dan kreditur, pasal tersebut memberikan kewenangan kepada kurator untuk melakukan tugasnya tanpa terganggu oleh kepentingan pihak debitur maupun kreditur. Karenanya kurator dapat menjalankan tugasnya dan berfokus kepada proses pengurusan yang dapat meningkatkan harta pailit.

Secara kasat mata mungkin tugas kurator terlihat mudah karena telah diberikan kewenangan untuk bekerja secara independen seperti yang tercantum dalam Pasal 15 ayat (3) UUK dan PKPU. Padahal banyak hambatan yang ditemui di lapangan, antara lain terkait kepastian hukum terhadap profesi ini. Belum ada jaminan hukum yang jelas untuk melindungi tugas kurator bahkan pengadilan seperti tidak peduli dengan putusannya yang telah mempailitkan perusahaan, misalnya saat seorang debitur dinyatakan pailit maka hartanya harus berada dalam suatu sita umum, pada saat itu juga pengadilan menunjuk kurator untuk mengamankan budel pailit tersebut dan orang tidak boleh mengambil apa pun dari

2

I Made Darma Adi Putra, Marwanto, Ida Ayu Sukihana, Perlindungan Hukum Terhadap Kurator dalam Menjalankan Tugas Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit, Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Udayana.


(14)

harta itu, sekecil apapun aset dalam budel pailit itu hilang, kurator harus

bertanggungjawab.3

Seperti yang telah dibahas di atas, kurator wajib mengamankan harta pailit, kewenangannya tersebut terdapat pada Pasal 98 UUK dan PKPU disebutkan bahwa sejak mulai pengangkatannya, kurator harus melaksanakan semua upaya untuk mengamankan harta pailit dan menyimpan semua surat, dokumen, uang, perhiasan, efek, dan surat berharga lainnya dengan memberikan tanda terima. Pasal ini memberikan kewenangan kepada kurator untuk mengamankan budel pailit, agar kurator dapat memaksimalkan juga mengoptimalkan harta pailit dan menghindari kemungkinan terjadinya kerugian.

Kurator dalam rangka mengamankan harta pailit juga diberikan kewenangan untuk meminta penyegelan harta pailit kepada pengadilan, berdasarkan alasan untuk mengamankan harta pailit, melalui hakim pengawas. Kewenangan kurator tersebut tercantum dalam Pasal 99 UUK dan PKPU. Selain mengamankan harta pailit, kurator dalam rangka meningkatkan harta pailit diberikan kewenangan seperti yang disebutkan pada Pasal 104 ayat (1) UUK dan PKPU untuk melanjutkan usaha debitur yang dinyatakan pailit berdasarkan persetujuan panitia kreditor sementara.

Berdasarkan uraian tersebut, hal mengenai kewenangan kurator dalam meningkatkan harta pailit debitur dalam hukum kepailitan Indonesia merupakan sesuatu yang penting untuk diteliti.

3


(15)

B. Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan dibahas di dalam skripsi ini adalah:

1. Bagaimana peran kurator menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang?

2. Bagaimanakah tindakan kurator dalam meningkatkan nilai harta pailit debitur?

3. Bagaimanakah tanggung jawab kurator atas kerugian harta pailit?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Penulisan ini dilakukan dengan tujuan dan manfaat yang hendak dicapai, yaitu:

1. Tujuan penulisan

Berdasarkan perumusan masalah sebagaimana yang telah diuraikan diatas maka tujuan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui peran kurator menurut Undang-Undang Nomor 37

Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

b. Untuk mengetahui tindakan kurator dalam meningkatkan nilai harta pailit

debitur.

c. Untuk memahami tanggung jawab kurator atas kerugian harta pailit.

2. Manfaat Penulisan

Mengenai manfaat akan hasil penelitian skripsi ini terhadap rumusan permasalahan yang sudah diuraikan dapat dibagi menjadi dua jenis manfaat, yaitu:


(16)

a. Manfaat teoritis

1) Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan teoritis bagi

penulis dan pembaca untuk menambah pengetahuan beserta pemahaman mengenai hukum kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang di Indonesia.

2) Merupakan bahan untuk penelitian lanjutan, baik sebagai bahan dasar

maupun bahan perbandingan bagi penelitian yang lebih luas. b. Manfaat praktis

1) Bagi debitur, agar memiliki pengetahuan mengenai peran kurator menurut

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

2) Bagi kurator, agar memahami cara mengurus kepailitan debitur agar

meningkatkan nilai harta debitur pailit demi meningkatkan mutu profesionalisme dalam memberikan pelayanan jasa hukum di bidang kepailitan.

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan hasil penelitian dan pemeriksaan di Perpustakaan Pusat Universitas Sumatera Utara dan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara maka diketahui bahwa belum pernah dilakukan penulisan yang serupa mengenai “Kewenangan Kurator dalam Meningkatkan Harta Pailit Debitur dalam Hukum Kepailitan Indonesia”. Oleh karena itu, penulisan skripsi ini merupakan ide asli penulis, adapun tambahan ataupun kutipan dalam penulisan ini bersifat menambah


(17)

penguraian penulis dalam skripsi ini. Dengan demikian keaslian penulisan skripsi ini adalah ide penulis dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan akademik.

E. Tinjauan Kepustakaan

Untuk kepentingan dunia usaha dalam menyelesaikan masalah utang piutang secara adil, cepat, terbuka dan efektif, sangat diperlukan perangkat hukum yang mendukungnya. Karena itu perubahan dilakukan terhadap Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan dengan memperbaiki, menambah dan meniadakan ketentuan-ketentuan yang dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan perkembangan hukum dalam masyarakat, karena jika ditinjau dari

segi materi yang diatur, masih terdapat berbagai kekurangan dan kelemahan.4

Pailit adalah suatu usaha bersama untuk mendapat pembayaran bagi semua kreditur secara adil dan tertib, agar semua kreditur mendapatkan pembayaran menurut imbangan besar kecilnya piutang masing-masing dengan tidak berebutan. Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim

pengawas sebagaimana diatur dalam UUK dan PKPU.5

Setelah keluarnya UUK dan PKPU, pengertian “pailit” dijumpai pada

Pasal 1 angka 1 yang disebutkan:

4

Rahayu Hartini, Penyelesaian Sengketa Kepailitan di Indonesia (Jakarta: Prenada Media Group, 2009), hlm. 69.

5

Abdul R. Salim, Hermansyah dan Ahmad Jalis, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan : Teori dan Contoh Kasus (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005), hlm. 151.


(18)

“Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.”

Istilah pailit dan kepailitan, apabila dilihat dari segi tata bahasanya kata pailit merupakan kata sifat yang ditambah imbuhan ke-an, sehingga mempunyai fungsi membedakan. Kata dasar pailit ditambah imbuhan ke-an menjadi kepailitan. Disamping itu istilah pailit sudah acap atau terbiasa dipergunakan

dalam masyarakat, sehingga istilah tersebut tidak asing lagi bagi masyarakat.6

Secara umum kepailitan sering diartikan sebagai suatu sitaan umum atas seluruh kekayaan debitur agar dicapainya perdamaian antara debitur dengan para krediturnya atau agar kekayaan debitur dapat dibagi-bagikan secara adil di antara para krediturnya. Definisi yang menjadi tujuan utama dari kepailitan adalah agar harta kekayaan debitur yang masih tertinggal oleh kurator dapat dibagi-bagikan

kepada para kreditur dengan memperhatikan hak mereka.7

Kepailitan merupakan suatu proses di mana seorang debitur yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini Pengadilan Niaga, dikarenakan debitur tersebut tidak dapat membayar utangnya. Harta debitur dapat dibagikan kepada para kreditur

sesuai dengan peraturan pemerintah.8

6

Victor M. Situmorang dan Hendri Soekarso, Pengantar Hukum Kepailitan di Indonesia

(Jakarta: Rineka Cipta, 1994), hlm. 19. 7

Elsi Kartika Sari dan Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi (Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2005), hlm. 144.

8

Rian Andrian, “Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang”, http://andrianunmu.blogspot.com.html (diakses tanggal 14 Januari 2014).


(19)

Tujuan kepailitan adalah pembagian kekayaan debitur oleh kurator kepada semua kreditur dengan memerhatikan hak-hak masing-masing kreditur ini secara ahli. Dengan demikian, dalam pelaksanaan sita umum harus dihindari sita dan eksekusi oleh para kreditur secara sendiri-sendiri. Para kreditur harus bertindak secara bersama-sama sesuai dengan asas sebagaimana ditetapkan dalam Pasal

1132 KUH Perdata.9

Syarat-syarat untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap debitur dapat dilihat pada Pasal 2 ayat (1) UUK dan PKPU, antara lain:

“Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonan satu atau lebih krediturnya.”

Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit telah terpenuhi. Yang dimaksud dengan fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana adanya fakta dua atau lebih kreditur dan fakta utang yang telah jatuh waktu dan tidak dibayar, sedangkan perbedaan besarnya jumlah utang yang didalihkan oleh pemohon pailit dan termohon pailit tidak menghalangi dijatuhinya

putusan pernyataan pailit.10

Harta pailit adalah harta milik debitur yang dinyatakan pailit berdasarkan keputusan pengadilan. Pada ketentuan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan secara tegas dinyatakan bahwa kepailitan meliputi

9

R. Anton Suyatno, Pemanfaatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang sebagai Upaya Mencegah Kepailitan (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), hlm. 45.

10


(20)

seluruh kekayaan debitur yang ada saat pernyataan pailit itu dijatuhkan oleh pengadilan dan meliputi juga seluruh kekayaan yang diperoleh selama kepailitan berlangsung. Walau demikian, ketentuan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan mengecualikan beberapa macam harta kekayaan

debitur dari harta pailit.11

Terkait dengan harta pailit, yang disebut dengan harta pailit adalah harta milik debitur yang dinyatakan pailit berdasarkan keputusan pengadilan. Pada

ketentuan Pasal 21 UUK dan PKPU secara tegas dinyatakan bahwa: ”Kepailitan

meliputi seluruh kekayaan debitur yang ada pada saat pernyataan pailit itu dijatuhkan oleh pengadilan, dan meliputi juga seluruh kekayaan yang diperoleh

selama kepailitan berlangsung”.

Pihak-pihak yang terlibat dalam kepailitan tidak hanya debitur dan kreditur saja, tetapi ada juga hakim pengawas dan kurator. Menurut Pasal 1 UUK dan PKPU, yang dimaksud dengan debitur adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan, dan yang dimaksud dengan debitur pailit adalah debitur yang sudah dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan. Sedangkan kreditur adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat ditagih di muka pengadilan.

Hakim pengawas memiliki peranan yang sangat penting di dalam kepailitan dan PKPU. Peranan itu mulai berlaku setelah diucapkan putusan pernyataan pailit. Hakim pengawas mengawasi pekerjaan kurator dalam rangka

11

Gunawan Widjaja, Tanggung Jawab Direksi atas Kepailitan Perseroan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 94-95.


(21)

melakukan tugas pengurusan dan pemberesan. Tindakan pengawasan yang dilakukan oleh hakim pengawas dituangkan dalam bentuk penetapan dan atau

dalam berita acara rapat. Penetapan tersebut bersifat final and binding dan dapat

dilaksanakan terlebih dahulu, kecuali undang-undang menentukan lain.12

Saat putusan pernyataan pailit, harus diangkat kurator dan seorang hakim pengawas yang ditunjuk dari hakim pengadilan. Kurator adalah pihak yang diberikan kuasa untuk mengurusi dan membereskan seluruh aset yang dimiliki perusahaan per tanggal vonis pailit. Kurator sendiri pada Pasal 15 ayat (3) UUK dan PKPU disebutkan dalam kedudukannya harus independen, tidak mempunyai benturan kepentingan dengan debitur atau kreditur, dan tidak sedang menangani perkara kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang lebih dari 3 (tiga) perkara. Pada Pasal 69 ayat (1) UUK dan PKPU disebutkan tugas kurator adalah melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit dan pada Pasal 16 UUK dan PKPU diyatakan kurator berwenang melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan atas harta pailit sejak tanggal putusan pailit diucapkan meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali.

Kurator dapat ditunjuk dari Balai Harta dan Peninggalan (BHP) atau pribadi yang umumnya berprofesi sebagai pengacara, notaris, atau akuntan publik. Kurator akan menginventarisir seluruh aset dan juga semua kreditur yang memiliki piutang yang dapat ditagih sebelum menjual/lelang harta peninggalan

tersebut dan membagi-bagikan hasilnya kepada para kreditur.13

12

Sunarmi, Hukum Kepailitan (Jakarta: Sofmedia, 2010), hlm. 107-108. 13

Anton Suharyanto, “Implementasi Undang-Undang Kepailitan dan Implikasinya Terhadap Piutang Negara”, http://www.bppk.depkeu.go.id (diakses tanggal 14 Januari 2014).


(22)

F. Metode Penelitian

Penelitian merupakan bagian pokok ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk mengetahui dan memahami segala kehidupan, atau lebih jelasnya penelitian merupakan sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk memperkuat, menguji,

serta mengembangkan ilmu pengetahuan.14

Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka metode penulisan yang digunakan antara lain:

1. Spesifikasi penelitian

Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif terutama dilakukan untuk penelitian norma hukum dalam pengertian ilmu hukum sebagai ilmu tentang kaidah atau apabila hukum dipandang sebagai sebuah kaidah yang perumusannya secara otonom tanpa

dikaitkan dengan masyarakat.15 Penelitian normatif yang didasarkan pada bahan

hukum primer dan sekunder yaitu inventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan penulisan skripsi penulis.

Penelitian ini bersifat deskriptif. Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperolah gambaran yang lengkap dan secara jelas tentang permasalahan yang terdapat pada masyarakat yang digunakan dapat dikaitan dengan ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan hukum yang berlaku. Adapun metode pendekatan penelitian yang dipakai adalah pendekatan yuridis.

14

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: Universitas Indonesia (UI) Pers, 1986), hlm. 250.

15

Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar, Metode penelitian dan Penulisan Hukum Sebagai Bahan Ajar (Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2009), hlm. 54.


(23)

2. Sumber data

Penyusunan skripsi ini, data dan sumber data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Data sekunder adalah mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil

penelitian yang berwujud laporan dan sebagainya.16

Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang terdiri dari peraturan perundang-undangan di bidang kepailitan, antara lain:

a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP)

b. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang

Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer yakni hasil karya para ahli hukum berupa buku-buku, pendapat-pendapat sarjana, yang berhubungan dengan pembahasan skripsi ini.

Bahan hukum tersier atau bahan penunjang yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan/atau bahan hukum sekunder yakni kamus hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia.

3. Teknik pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan (library

reaseacrh) yaitu serangkaian usaha untuk memperoleh data dengan jalan

membaca, menelaah, mengklarifikasi, mengidentifikasi, dan dilakukan

16

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Rajawali Pers, 2006), hlm. 30.


(24)

pemahaman terhadap bahan-bahan hukum yang berupa peraturan perundang-undangan serta buku-buku literatur yang ada relevansinya dengan permasalahan penelitian. Hasil dari kegiatan pengkajian tersebut kemudian dibuat ringkasan secara sistematis sebagai inti sari hasil pengkajian studi dokumen. Tujuan dari teknik dokumentasi ini adalah untuk mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori, pendapat-pendapat atau penemuan-penemuan yang berhubungan dengan

permasalahan penelitian.17

4. Analisis data

Data yang berhasil dikumpulkan, data sekunder, kemudian diolah dan dianalisa dengan mempergunakan teknik analisis metode kualitatif, yaitu dengan menguraikan semua data menurut mutu, dan sifat gejala dan peristiwa hukumnya melakukan pemilahan terhadap bahan-bahan hukum relevan tersebut di atas agar sesuai dengan masing-masing permasalahan yang dibahas dengan mempertautkan bahan hukum yang ada. Mengolah dan menginterpretasikan data guna mendapatkan kesimpulan dari permasalahan serta memaparkan kesimpulan dan saran, yang dalam hal ini adalah kesimpulan kualitatif, yakni kesimpulan yang

dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan.18

G. Sistematika Penulisan

Penulisan ini dibuat secara terperinci dan sistematis, agar memberikan kemudahan bagi pembacanya dalam memahami makna dan memperoleh

17

Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar, Op. Cit., hlm. 24. 18Ibid


(25)

manfaatnya. Keseluruhan sistematika ini merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan satu dengan yang lain.

Adapun sistematika penulisan yang terdapat dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini dikemukakan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II PERAN KURATOR MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR

37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG

Bab ini berisi tentang kedudukan kurator dalam kepailitan, hubungan hukum antara kurator dengan debitur pailit, peran kurator, tugas dan wewenang kurator, dan perlindungan terhadap kurator dalam pelaksanaan tugasnya.

BAB III TINDAKAN KURATOR DALAM PENGURUSAN HARTA

DEBITUR PAILIT UNTUK MENINGKATKAN NILAI HARTA PAILIT

Bab ini memberikan penjelasan mengenai pengurusan harta pailit menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, tindakan


(26)

kurator untuk meningkatkan nilai harta pailit debitur, dan debitur pailit yang tidak kooperatif dalam pengurusan harta pailit.

BAB IV TANGGUNG JAWAB KURATOR ATAS KERUGIAN HARTA

PAILIT

Bab ini berisikan tentang kerugian harta pailit,

pertanggungjawaban kurator atas kerugian harta debitur pailit, dan pembebasan tanggung jawab kurator.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab terakhir ini, akan dikemukakan kesimpulan dari bagian awal hingga bagian akhir penulisan yang merupakan ringkasan dari subtansi penulisan skripsi ini, dan saran-saran penulis berikan dengan masalah yang dibahas.


(27)

BAB II

PERAN KURATOR MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN

PEMBAYARAN UTANG

A. Kedudukan Kurator dalam Kepailitan

Proses dalam kepailitan meliputi banyak pihak di antaranya adalah pihak pemohon pailit, pihak debitur pailit, hakim niaga, hakim pengawas, panitia kreditur dan juga kurator.

Menurut UUK dan PKPU kurator adalah balai harta peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta debitur pailit di bawah pengawasan hakim pengawas sesuai dengan undang-undang ini.

Adapun syarat-syarat yang dibutuhkan untuk menjadi seorang kurator (dalam hal bukan balai harta peninggalan yang menjadi kurator) menurut Pasal 70 ayat (2) UUK dan PKPU adalah :

1. Perorangan atau persekutuan perdata yang berdomisili di Indonesia, yang

mempunyai keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus dan atau membereskan harta pailit.

2. Telah terdaftar pada departemen kehakiman sebagai kurator.19

Menurut UUK dan PKPU yang tercantum dalam Pasal 15 ayat (1) kurator di dalam kepailitan berkedudukan sebagai pihak yang ditunjuk oleh pengadilan yang memiliki tugas untuk melakukan pengurusan dan pemberesan harta debitur pailit.

19


(28)

Sejak dinyatakan pailit kurator mempunyai kedudukan penuh terhadap harta si pailit dalam arti kata kurator mengurus harta pailit, karena si debitur

kehilangan kecakapan terhadap harta kekayaannya (personal standi iudicio).

Namun kewenangan debitur sebagai pribadi (sebagai person dalam bidang personenrecht) tetapa ada. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa si pailit masih diperkenankan untuk melakukan perbuatan-perbuatan hukum, walaupun tidak seluruhnya. Misalnya perbuatan perjanjian, apabila dengan perbuatan ini akan memberikan keuntungan bagi harta/boedel pailit. Apabila perjanjian atau

perbuatan ini akan merugikan boedel, maka kerugian tidak mengikat boedel.20

Kurator (pengampu) ialah seorang/suatu badan yang diserahi tugas untuk menggantikan/mengurus kepentingan seorang/badan hukum yang berada di bawah pengampuannya. Kurator dalam kepailitan berarti suatu badan yang menggantikan kedudukan orang/badan hukum yang dinyatakan pailit, guna mengurus hak dan kewajiban si pailit. Dengan demikian, kurator mempunyai hak dan kewajiban juga. Istilah kurator tidak hanya digunakan dalam hal kepailitan saja, tetapi dapat kita jumpai pada hal-hal lain, misalnya dalam hal seseorang yang berada dalam keadaan sakit syaraf atau pemboros, untuk melaksanakan hak dan kewajibannya diangkatlah seorang kurator, sedangkan ia dinyatakan sebagai orang yang berada

di bawah pengampuan (order curatele).21

20

Rahayu Hartini, Hukum Kepailitan Edisi Revisi Berdasarkan UU No 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Malang: Percetakan Universitas Muhammadiyah, 2008), hlm. 37.

21 “Sekilas Hukum Bisnis Kepailitan”,

http://widyasravishta.wordpress.com/2012/02/19/sekilas-hukum-bisnis-kepailitan (diakses 28 Januari 2014).


(29)

Kedudukan kurator merupakan salah satu pemegang kunci/key players

dalam kepailitan diantara key players yang lain seperti hakim pengawas,

Pengadilan Niaga, panitia kreditur dan rapat pada kreditur. Karenanya kurator sangat dituntut untuk bekerja secara sungguh-sungguh dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dalam mengurus harta pailit, yaitu mengamankan barang pailit demi kepentingan kreditur sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 67 huruf a ayat (1) UUK dan PKPU. Mengingat juga bahwa kurator adalah wakil dari semua

kreditur di pailit dan pertama-tama harus membela kepentingan manusia.22

Timbul pertanyaan mengenai kedudukan kurator dalam kepailitan, apakah mewakili debitur ataukah mewakili kreditur. Terhadap pertanyaan ini menimbulkan banyak pendapat yang tidak sama. Berkaitan dengan hal tersebut, UUK dan PKPU tidak mengaturnya secara tegas. Apabila melihat beberapa ketentuan misalnya Pasal 69 ayat (1) UUK dan PKPU bahwa tugas kurator adalah melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit. Kemudian Pasal 72 UUK dan PKPU bahwa kurator bertanggung jawab terhadap kesalahan atau kelalaiannya dalam melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan

terhadap harta pailit.23

Pada prinsipnya tugas umum dari kurator adalah melakukan pengurusan dan/atau pengurusan terhadap harta pailit sebagaimana diatur dalam Pasal 69 ayat (1). Kurator dalam menjalankan tugasnya tersebut bersifat independen baik dengan pihak debitur maupun terhadap kreditur. Kurator tidak diharuskan memperoleh persetujuan dari atau menyampaikan pemberitahuan terlebih dahulu

22

Jono, Hukum Kepailitan (Bandung: Sinar Grafika, 2009), hlm. 64. 23

Man S. Sastrawidjaja, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Bandung: Alumni, 2006), hlm. 147.


(30)

kepada debitur atau salah saru organ debitur dalam menjalankan tugasnya, meskipun dalam keadaan biasa di luar kepailitan, persetujuan atau

pemberitahuan tersebut dipersyaratkan (vide Pasal 69 ayat (2)).24

Kurator sudah berwenang melakukan pengurusan harta pailit sejak adanya putusan pertanyaan pailit, sungguhpun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi (Pasal 16 UUK dan PKPU). Ini adalah sebagai konsekuensi hukum dan sifat

serta merta (uilvoorbaar bij voorraad) dari putusan pernyataan pailit (Pasal 8 ayat

(5) UUK dan PKPU) , walaupun demikian, tidak berarti kurator dapat melakukan tindakan pengurusan dan pemberesan sesukanya. Hal yang juga penting dalam kedudukannya sebagai kurator, adalah dalam kaitannya dengan pembebanan harta pailit dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotik, maka perlu adanya persetujuan dari hakim pengawas. Hal ini bukan berarti pembatasan atas kewenangan kurator, namun lebih kepada perlindungan terhadap potensi kerugian yang nantinya akan berdampak terhadap pembayaran kewajiban debitur terhadap

pada kurator.25

B. Hubungan Hukum Antara Kurator dengan Debitur Pailit

Hubungan hukum ialah hubungan antara dua pihak atau lebih subyek hukum. Pada hubungan hukum ini hak dan kewajiban pihak yang satu berhadapan

dengan hak dan kewajiban pihak lain.26

Tiap hubungan hukum mempunyai dua segi, yaitu :

24

Edward Manik, Cara Mudah Memahami Proses Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Bandung: Mandar Maju, 2012), hlm. 72.

25Ibid. 26


(31)

1. Bevoegheid atau kewenangan, yang disebut hak.

2. Plicht atau kewajiban, adalah segi pasif daripada hubungan hukum.27

Hak dan kewajiban ini kedua-duanya timbul dari satu peristiwa hukum (misalnya jual-beli) dari satu pasal hukum obyektif (Pasal 1474 KUH Perdata).

Lenyapnya hak dan kewajiban juga bersamaan.28 Kurator dan debitur

masing-masing mempunyai hak dan kewajiban yang timbul dari peristiwa penundaan kewajiban pembayaran utang.

Hubungan hukum memiliki 3 unsur sebagai berikut:

1. Adanya orang-orang yang hak/kewajibannya saling berhadapan.

2. Adanya obyek yang berlaku berdasarkan hak dan kewajiban tersebut di atas.

3. Adanya hubungan antara pemilik hak dan pengemban kewajiban atau adanya

hubungan atas obyek yang bersangkutan.29

Orang-orang yang hak/kewajibannya saling berhadapan adalah kurator dan debitur, kurator wajib mengurus dan membereskan harta pailit debitur dan debitur wajib bertindak kooperatif dengan memberikan informasi yang sebenarnya untuk mempermudah tugas kurator. Kurator berhak menerima imbalan atas jasanya dari debitur, dan debitur berhak memperoleh jasa terbaik terkait pengurusan dan pemberesan harta pailit.

Obyek yang berlaku berdasarkan hak dan kewajiban tersebut adalah harta pailit debitur, sedangkan hubungan antara pemilik hak dan pengemban kewajiban adalah kurator sebagai pengampu debitur yang tidak cakap lagi mengurus hartanya sesuai dengan yang tercantum dalam UUK dan PKPU.

27

Ibid., hlm. 270. 28Ibid.

29Ibid


(32)

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan ada hubungan hukum antara kurator dan debitur karena telah memenuhi syarat daripada hubungan hukum, yakni:

1. Adanya dasar hukum, ialah peraturan-peraturan hukum yang mengatur

hubungan hukum itu.

2. Timbulnya peristiwa hukum.30

Selain kemampuan individual kurator dalam mengurus dan membereskan harta pailit sangat dituntut, hal yang paling penting untuk menyukseskan tugas

seorang kurator, adalah kerjasama yang baik dari debitur pailit.31

Kurator sangat dituntut untuk menjalin kerja sama yang baik dengan debitur pailit. Kegagalan kurator membina kerja sama dengan debitur pailit dapat menyebabkan hambatan bagi proses kepailitan itu sendiri. Memang tidak mudah untuk menjalin hubungan dengan debitur pailit, terlebih jika debitur dinyatakan pailit karena permohonan kreditur. Pada situasi ini, debitur akan senantiasa berpikir bahwa tindakan kurator adalah semata untuk keuntungan kreditur dan tidak memperhatikan kerugian yang diderita oleh si debitur. Hal ini berbeda jika permohonan pailit tersebut diajukan oleh debitur pailit sendiri. Pada hal ini

kurator akan memperoleh kerja sama yang baik dari debitur pailit.32

Debitur harus memahami bahwa tindakan kurator bukanlah semata untuk kepentingan kreditur, melainkan untuk kepentingan si debitur juga. Maka kerja sama dengan debitur sangat diharapkan. Kerja sama yang dimaksud antara lain:

30Ibid. 31

Imran Nating, Peranan dan Tanggung Jawab Kurator dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit (Jakarta: Rajawali Pers, 2004), hlm. 93-94.

32


(33)

1. Memberikan seluruh data dan informasi sehubungan dengan harta pailit pailit secara lengkap dan akurat.

2. Menyerahkan seluruh kewenangan pengurusan harta pailit dan usahanyapada

kurator dan tidak lagi menjalankan sendiri.

3. Jika diminta, membantu kurator dalam menjalankan tugasnya.

4. Tidak menghalangi, baik sengaja atau tidak, pelaksanaan tugas kurator.33

Seorang debitur, untuk menyukseskan proses pengurusan dan pemberesan harta pailit, diharapkan agar secara moral membantu tugas kurator. Antara lain dengan memberi keterangan tentang keberadaan hartanya secara lengkap kepada kurator. Dengan sebaliknya, kurator harus bisa dengan kemampuannya yang dimilikinya untuk mengurus dan membereskan harta debitur pailit, demi untuk kepentingan para kreditur dan debitur pailit. Pada posisi inilah seseorang kurator sangat dituntut untuk independen, sehingga tidak terbebani untuk mengikuti

kepentingan kreditur atau debitur.34

Saat bekerja sama dengan debitur, tidak berarti bahwa kurator harus mengikuti keiginan debitur sehingga terciptanya keharmonisan hubungan, tetapi dalam kerangka professional, seorang kurator harus tetap berada pada jalur bahwa ia harus menyelamatkan harta pailit. Kurator wajib memberitahukan dan mengingatkan debitur pailit secara tertulis tentang kewajiban dan larangan atau pembatasan yang harus dipatuhinya sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

33Ibid.


(34)

Sebaliknya, tidak semua tindakan hukum yang dilakukan oleh kurator harus dengan begitu saja diterima oleh debitur pailit. Debitur pailit dibolehkan dengan surat permohonan mengajukan perlawanan yang dilakukan oleh kurator atau meminta dikeluarkannya perintah hakim, supaya kurator melakukan suatu perbuatan yang sudah dirancangkan. Hubungan kurator dan debitur berakhir jika proses pemberesan harta pailit telah selesai atau jika terjadi pengesahan perdamaian yang telah memperoleh kekuatan mutlak, maka di hadapan hakim pengawas, kurator wajib melakukan perhitungan tanggung jawab kepada

kreditur.35

C. Peran Kurator

Kurator sebagai pihak yang ditunjuk oleh pengadilan untuk melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit seperti yang tercantum dalam Pasal 15 ayat (1) UUK dan PKPU. Kurator yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pasal tersebut harus independen, tidak mempunyai benturan kepentingan dengan debitur atau kreditur, dan tidak sedang menangani perkara kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang lebih dari tiga perkara.

Pada Pasal 69 ayat (1) UUK dan PKPU disebutkan tugas kurator adalah melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit dan pada Pasal 16 UUK dan PKPU dinyatakan kurator berwenang melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan atas harta pailit sejak tanggal putusan pailit diucapkan meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali.

35Ibid.


(35)

Berdasarkan kedudukan, tugas dan wewenang tersebut di atas peran kurator ialah mengurus dan membereskan harta debitur pailit. Kurator dalam menjalankan tugasnya tidak diharuskan memperoleh persetujuan dari atau menyampaikan pemberitahuan terlebih dahulu kepada debitur atau salah satu organ debitur, meskipun dalam keadaan di luar kepailitan persetujuan atau pemberitahuan demikian dipersyaratkan. Kurator dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga, hanya dalam rangka meningkatkan nilai harta pailit. Bila dalam melakukan pinjaman kepada pihak ketiga kurator perlu membebani harta pailit dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya maka pinjaman tersebut harus terlebih dahulu memperoleh

persetujuan dari hakim pengawas.36

Jika ditinjau lebih lanjut, untuk melaksanakan peran kurator berdasarkan UUK dan PKPU, seorang kurator paling tidak harus mempunyai kemampuan

antara lain:37

1. Penguasaan hukum perdata yang memadai.

2. Penguasaan hukum kepailitan.

3. Penguasaan manajemen (jika debitur pailit merupakan suatu perusahaan yang

masih dapat diselamatkan kegiatan usahanya).

4. Penguasaan dasar mengenai keuangan.

Kemampuan tersebut idealnya dimiliki oleh seorang kurator. Kurator harus memahami bahwa perannya tidak hanya sekedar sebagaimana harta pailit yang berhasil dikumpulkan untuk kemudian dibagi kepada para krediturnya. Tetapi

36

http://click-gtg.blogspot.com/2009/10/kurator-dalam-kepailitan.html (diakses tanggal 26 Januari 2014).

37


(36)

lebih jauh sedapat mungkin bisa meningkatkan nilai harta pailit tersebut. Kemampuan kurator harus diikuti dengan integritas. Integritas berpedoman pada kebenaran dan keadilan serta keharusan untuk mentaati standar profesi dan etika sesuai isi dan semangatnya. Integritas mengharuskan kurator untuk bersikap jujur dan dapat dipercaya dan tidak mengorbankan kepercayaan publik demi kepentingan pribadi, bersikap objektif dan menjalankan profesi secara cermat dan

seksama.38

Kurator dalam menjalankan perannya telah dibatasi oleh kode etik profesi, seperti prinsip etika yang meliputi:

Pertama, prinsip independen yakni dalam setiap penunjukan yang diterima, anggota asosiasi kurator dan pengurus Indonesia (selanjutnya disebut “anggota”) harus independent dan bebas dari pengaruh siapapun. Prinsip yang sama berlaku terhadap ahli yang ditunjuk anggota.

Kedua, tindakan terhadap harta pailit yakni anggota, rekan, pegawai, saudara (dalam arti luas) tidak boleh mendapatkan barang atau mendapatkan kepentingan atas harta pailit yang dikuasai anggota tanpa persetujuan hakim pengawas terhadap siapa semua fakta harus diungkapkan, kecuali dalam hal pemberesan melalui pelelangan umum.

Ketiga, tanggung jawab yakni anggota harus mempunyai tanggung jawab tak terputus untuk bekerja sama dengan sesama anggota mengembangkan profesi kurator dan pengurus, memelihara kepercayaan masyarakat dan untuk menjalankan tanggung jawab profesionalnya dalam mengatur dirinya sendiri.

38Ibid.


(37)

Usaha anggota secara bersama-sama diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan profesionalisme.

Keempat, kepentingan masyarakat umum yakni tanggung jawab anggota tidak semata-mata untuk memenuhi ketertiban dalam rangka kepailitan atau penundaan kewajiban pembayaran utang namun harus pula mengikuti standar profesi yang dititikberatkan pada kepentingan umum sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Kelima, integritas yakni berpedoman pada kebenaran dan keadilan serta keharusan untuk mentaati standar profesi dan etika sesuai isi dan semangatnya.

Keenam, obyektivitas yakni mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari kepentingan atau pengaruh orang/pihak lain.

Ketujuh, perilaku professional yakni kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai wujud tanggung jawabnya kepada pihak-pihak yang terkait dalam rangka kepailitan dan/atau penundaan kewajiban pembayaran utang.

Kedelapan, standar profesi yakni standar profesi yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh asosiasi kurator dan pengurus Indonesia dan aturan etika profesional yang mengatur hubungan kerja dengan pihak terkait seperti debitur pailit, kreditur dan hakim pengawas. Selain adanya aturan-aturan yang membatasi kurator, dalam pelaksanaan tugasnya kurator dilindungi oleh payung hukum berupa putusan pailit sekaligus pengangkatan kurator oleh Pengadilan Niaga sesuai Pasal 15 UUK dan PKPU.


(38)

D. Tugas dan Wewenang Kurator

Kurator memiliki peran utama dalam pengurusan dan pemberesan harta

pailit demi kepentingan kreditur dan debitur itu sendiri. Pada Pasal 1 butir 5 UUK

dan PKPU diberikan defenisi "Kurator adalah balai harta peninggalan atau orang

perseorangan yang diangkat oleh pengadilan untuk mengurus dan membereskan

harta debitur pallit di bawah pengawasan hakimpengawas sesuai dengan

undang-undang ini". Pelaksanaan pengurusan dan/atau pemberesan atas harta pailit

tersebut diserahkan kepada kurator yang diangkat oleh pengadilan, dengan

diawasi oleh hakim pengawas yang ditunjuk oleh hakim pengadilan sehingga

kurator memiliki tugas dan wewenang terhadap pengurusan dan pemberesan harta pailit.

Seorang kurator sebelum memulai tugasnya, dalam hubungannya dengan debitur pailit, harus betul-betul memerhatikan dan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

1. Keadaan objektif debitur pailit, yang meliputi :

a. Jenis usaha dan skala ekonomis debitur pailit.

b. Kondisi fisik usaha debitur.

c. Uraian harta kekayaan dan utang debitur pailit.

d. Keadaan arus kas (cash flow) debitur pailit.

2. Kerja sama dari debitur pailit.

3. Kondisi sosial ekonomi yang timbul sebagai akibat pernyataan pailit.39

39


(39)

Tugas kurator setelah adanya putusan pailit dari Pengadilan Niaga meliputi:

1. Kurator harus mengamankan harta pailit,

2. Menyelesaikan perikatan-perikatan yang dibuat oleh debitur pailit,

3. Melakukan pencatatan harta pailit dan mengadakan rapat pencocokan piutang,

4. Memberikan pertanggungjawaban apabila terjadi perdamaian,

5. Mengurus harta pailit dan membereskan harta pailit.

Menurut UUK dan PKPU, dalam pemberesan dan pengurusan harta debitur pailit, tugas kurator adalah sebagai berikut :

1. Membuat pencatatan harta pailit paling lama dua hari setelah menerima surat

pengangkatannya sebagai kurator (Pasal 100 UUK dan PKPU).

2. Membuat daftar catatan yang menyatakan sifat, jumlah piutang dan utang

harta pailit, nama dan tempat tinggal kreditur serta jumlah piutang masing-masing kreditur (Pasal 102 UUK dan PKPU).

3. Setelah menerima pengajuan tagihan piutang yang diserahkan kreditur, lalu

dicocokan, kemudian melakukan perundingan dengan kreditur (Pasal 116 jo. Pasal 121 UUK dan PKPU).

4. Melakukan pembagian harta debitur pailit kepada para kreditur (Pasal 201

UUK dan PKPU).40

Tugas kurator adalah:

1. Melakukan pengurusan atau pemberesan harta pailit (boedel pailit).

40


(40)

2. Melakukan perhitungan utang debitur dan jika dirasakan mampu, melakukan pembayaran terhadap utang debitur pailit.

3. Melakukan penyegelan harta pailit dengan seizin hakim pengawas.41

Tugas utama kurator adalah melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit. Kurator mempunyai kewajiban untuk melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit. Menurut Jerry Hoff, tujuan kepailitan adalah untuk membayar hak para kreditur yang seharusnya mereka peroleh sesuai dengan

tingkat urutan tuntutan mereka.42 Karena itu kurator harus bertindak untuk

kepentingan yang terbaik bagi kreditur, tetapi ia juga harus memperhatikan kepentingan debitur yang pailit. Kepentingan-kepentingan ini tidak boleh diabaikan sama sekali.

Kurator wajib memastikan bahwa semua tindakannya adalah untuk kepentingan harta pailit. Kurator mempunyai kekuasaan atas kekayaan milik debitur. Kurator bukanlah organ korporasi dari debitur perusahaan. Jika kurator meneruskan kegiatan usaha debitur, ia mempunyai kewajiban untuk

mempersiapkan menyimpan serta menerbitkan laporan keuangan tahunan.43

Menurut Pasal 72 UUK dan PKPU seorang kurator mempunyai tanggung jawab:

1. Terhadap kesalahan atau kelalaian dalam tugas pengurusan atau pemberesan

yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit.

41

H. Zaeni Asyhadie dan Budi Sutrisno, Hukum Perusahaan dan Kepailitan (Jakarta: Erlangga, 2012), hlm. 219-220.

42

Jerry Hoff, Undang-Undang Kepailitan di Indonesia (Jakarta: Tatanusa, 2005), hlm. 78.


(41)

2. Kurator yang ditunjuk untuk tugas khusus berdasarkan putusan pernyataan pailit, berwenang untuk bertindak sendiri sebatas tugasnya (Pasal 73 ayat (3)).

3. Kurator harus menyampaikan kepada klaim hakim pengawas mengenai

keadaan harta pailit dan pelaksanaan tugas-tugas setiap 3 (tiga) bulan (Pasal 74 ayat (1)).

4. Upah kurator ditetapkan berdasarkan pedoman yang ditetapkan Menteri

Hukum dan Perundang-undangan.44

Secara garis besar, tugas kurator dibagi atas dua tahap yaitu tahap

pengurusan dan tahap pemberesan :45

1. Pengurusan harta pailit

Tahap pengurusan harta pailit adalah jangka waktu sejak debitur dinyatakan pailit sampai dengan debitur mengajukan rencana perdamaian, di mana rencana perdamaian diterima oleh kreditur dan dihomoligasi oleh majelis hakim yang mengakibatkan kepailitan diangkat, kurator antara lain harus

melakukan tindakan sebagai berikut:46

a. Mendata, melakukan verifikasi atas kewajiban debitur pailit. Khususnya

mengenai verifikasi dari kewajiban debitur pailit, perlu ketelitian dari kurator. Baik debitur pailit maupun kreditur harus sama-sama didengar untuk dapat menentukan status, jumlah dan keabsahan utang piutang

antara debitur pailit dengan para krediturnya.47

44

Abdul R. Salim, Hermansyah dan Ahmad Jalis, Op.Cit., hlm. 155-156. 45

Imran Nating, Op.Cit., hlm. 72.

46Marjan Pane, Permasalahan Seputar Kurator, “Kurator/Pengurus dan

Hakim Pengawas: Tinjauan Kritis”, Juli 2002, hlm. 3.

47

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 100-103


(42)

b. Mendata, melakukan penelitian aset dari debitur pailit termasuk tagihan-tagihan yang dimiliki debitur pailit sehingga dapat ditentukan langkah-langkah yang harus diambil oleh kurator untuk menguangkan tagihan-tagihan dimaksud.

Pada tahap ini kurator harus melindungi keberadaan kekayaan debitur pailit dan berusaha mempertahankan nilai kekayaan tersebut. Setiap tindakan yang dilakukan di luar kewenangannya dalam tahap ini harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari hakim pengawas, sebagai contoh melakukan penjualan

kekayaan debitur pailit atau mengagunkan kekayaan debitur pailit 48 atau

mengangunkan kekayaan debitur pailit.49

UUK dan PKPU menentukan tugas kurator dalam pengurusan sebagai berikut:

a. Kurator yang ditunjuk untuk tugas khusus berdasarkan putusan pernyataan

pailit, berwenang untuk bertindak sendiri sebatas tugasnya.50

b. Kurator mengumumkan dalam berita negara Republik Indonesia dalam

waktu lima hari sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan, serta sekurang-kurangnya dua surat kabar harian yang ditetapkan oleh hakim pengawas, mengenai ikhtisar putusan pernyataan pailit yang memuat :

1) Nama, alamat dan pekerjaan debitur.

2) Nama, alamat dan pekerjaan kurator.

3) Nama, alamat dan pekerjaan anggota panitia sementara kreditur,

apabila telah ditunjuk.

48

Ibid., Pasal 107 49Ibid

., Pasal 69 ayat (3) 50Ibid.,


(43)

4) Tempat dan waktu penyelenggaraan rapat pertama kreditur.

5) Nama hakim pengawas.51

c. Kurator bertugas melakukan koordinasi dengan para kreditur dengan:

1) Menerima nasihat dari panitia sementara kreditur selama belum

ditetapkan panitia kreditur secara tetap.52

2) Memberikan segala keterangan yang diminta oleh panitia.53

3) Mengadakan rapat untuk meminta nasihat dari panitia kreditur.54

4) Meminta nasihat panitia, sebelum memajukan suatu gugatan atau

meneruskan perkara yang sedang berlangsung.55

5) Menangguhkan pelaksanaan perbuatan yang direncanakan dalam hal

terjadi perbedaan pendapat dengan panitia kreditur.56

6) Menghadiri rapat-rapat kreditur.57

7) Menerima rencana penyelenggaraan rapat kreditur pertama yang

diselenggarakan paling lambat tiga puluh hari sejak tanggal putusan pailit.58

8) Memberitahukan rencana penyelenggaraan rapat kreditur pertama

kepada para kreditur paling lambat hari kelima setelah putusan

pernyataan pailit.59

51Ibid

., Pasal 15 ayat (4) 52Ibid.,

Pasal 79 ayat (1) 53

Ibid., Pasal 81 54Ibid

., Pasal 82 55Ibid

., Pasal 83 56Ibid

., Pasal 84 57

Ibid., Pasal 85 58Ibid

., Pasal 86 59Ibid


(44)

9) Menerima pemberitahuan dari para kreditur bahwa mereka telah

mengangkat seorang kuasa dalam rapat kepailitan.60

10) Memanggil para kreditur yang mempunyai hak suara dengan iklan,

untuk menghadiri rapat yang ditentukan oleh hakim pengawas.61

d. Kurator wajib segera menguraikan seluruh harta kekayaan debitur pailit

dan utang serta piutang harta pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 UUK dan PKPU dan harta debitur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 UUK dan PKPU. Kurator dalam menguraikan harta pailit menggunakan tiga sumber data utama, yaitu debitur, kreditur dan sumber lainnya yang akurasinya bisa dipercaya. Kurator bertugas melakukan pencatatan/ inventarisasi harta pailit, sebagai berikut :

1) Paling lambat dua hari setelah kurator menerima surat putusan

pengangkatannya, kurator harus membuat pencatatan harta pailit.

2) Pencatatan boleh dibuat di bawah tangan oleh kurator dengan

persetujuan hakim pengawas.62

3) Pada saat pembuatan pencatatan tersebut, para anggota panitia kreditur

sementara berhak untuk hadir.63

4) Setelah pencatatan dibuat, kurator harus memulai pembuatan suatu

daftar yang menyatakan sifat dan jumlah pipiutang dan

60Ibid

., Pasal 89 61

Ibid., Pasal 86 ayat (3) 62Ibid

., Pasal 100 ayat (2) 63Ibid


(45)

utang harta pailit, nama-nama dan tempat tinggal kreditur, beserta

jumlah piutang masing-masing.64

5) Semua pencatatan tersebut di atas, oleh kurator harus diletakkan di

kepaniteraan pengadilan, untuk dengan cuma-cuma dilihat oleh siapa

saja yang menghendakinya.65

6) Pada saat melakukan pencatatan harta pailit, kurator harus

memerhatikan bukan saja harta tetap berwujud, tetapi juga harta kekayaan debitur pailit yang tidak berwujud, seperti surat-surat beharga dan tagihan-tagihan.

e. Kurator bertugas mengamankan kekayaan milik debitur pailit dengan

segala daya upaya yang diperlukan dan wajar harus melakukan upaya pengamanan atas harta kekayaan debitur pailit, yaitu dengan melakukan

hal-hal berikut:66

1) Kurator menangguhkan hak eksekusi kreditur dan pihak ketiga untuk

menuntut hartanya yang berada dalam penguasaan debitur pailit atau

kurator, untuk waktu sembilan puluh hari sejak pernyataan pailit.67

2) Kurator membebaskan barang yang menjadi agunan dengan membayar

kepada kreditur.68

3) Segera sejak mulai pengangkatannya, kurator harus dengan segala

upaya yang perlu dan patut harus mengusahakan keselamatan harta

64Ibid

., Pasal 102 65Ibid

., Pasal 103 66

Imran Nating, Op.Cit., hlm. 76. 67

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 56 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1)

68Ibid.,


(46)

pailit. Seketika harus diambilnya untuk disimpan segala surat-surat, uang- uang, barang-barang perhiasan, efek-efek dan lain-lain surat

berharga dengan memberikan tanda penerimaan.69

4) Kurator, dalam rangka mengamankan harta pailit, meminta kepada

hakim pengawas untuk menyegel harta pailit. Penyegelan tersebut dilakukan oleh juru sita di mana harta itu berada dengan dihadiri dua orang saksi yang salah satunya adalah wakil pemerintah daerah

setempat.70

5) Kurator harus menyimpan sendiri semua uang, barang-barang

perhiasan, efek-efek dan surat berharga lainnya. Hakim pengawas berwenang pula menentukan cara penyimpanan harta tersebut. Khusus terhadap uang tunai, jika tidak diperlukan untuk pengurusan, kurator

wajib menyimpannya di bank untuk kepentingan harta pailit.71

6) Kurator mengembalikan ke dalam harta pailit terhadap barang yang

dilakukan hak penahanan oleh kreditur.72

f. Kurator bertugas melakukan tindakan hukum ke pengadilan dengan

melakukan hal-hal berikut:73

1) Kurator untuk menghadap di muka pengadilan harus terlebih dahulu

mendapatkan izin dari hakim pengawas, kecuali menyangkut sengketa

69 Ibid.,

Pasal 98 70Ibid.,

Pasal 99 71

Ibid., Pasal 108 72Ibid.,

Pasal 185 ayat (4) 73


(47)

pencocokan piutang atau dalam hal yang diatur dalam Pasal 36, Pasal

38, Pasal 39 dan Pasal 59 ayat (3).74

2) Kurator mengajukan tuntutan hukum atau dituntut atas harta kekayaan

debitur pailit.75

3) Kurator menerima panggilan untuk mengambil alih perkara dan mohon

agar debitur keluar dari perkara.76

4) Ditarik dalam persengketaan, atas suatu tuntutan hukum yang

dimajukan terhadap debitur pailit.77

5) Kurator memajukan tuntutan hukum untuk membatalkan perbuatan

hukum yang dilakukan debitur, yang diatur dalam Pasal 41 s.d Pasal 46

UUK dan PKPU.78

6) Kurator menuntut kepada pemegang hak tanggungan agar

menyerahkan hasil penjualan barang agunan.79

7) Kurator mengajukan permohonan kasasi atas putusan perlawanan

terhadap daftar pembagian.80

g. Kurator bertugas meneruskan atau menghentikan hubungan hukum yang

telah dilakukan oleh debitur pailit dengan:81

1) Memberi kepastian tentang kelanjutan pelaksanaan perjanjian timbal

balik.82

74

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 69 ayat (5)

75

Ibid., Pasal 26 ayat (1) 76Ibid.,

Pasal 28 77Ibid.

78Ibid.,

Pasal 47 ayat (1) 79

Ibid., Pasal 60 ayat (2) 80Ibid.,

Pasal 196 81


(48)

2) Menerima tuntutan ganti rugi dari kreditur.83

3) Memberikan jaminan atas kesanggupan melanjutkan perjanjian, atas

permintaan pihak yang mengadakan perjanjian dengan debitur.84

4) Menghentikan sewa menyewa.85

5) Menghentikan hubungan kerja dengan para buruh yang bekerja pada

debitur pailit.86

h. Kurator bertugas melakukan pencocokan utang dengan:

1) Memberitahukan batas akhir pengajuan tagihan dan rapat kreditur

pencocokan utang, yang ditetapkan hakim pengawas, dengan surat

iklan.87

2) Menerima pengajuan segala piutang yang disertai dengan bukti dari

para kreditur.88

3) Mencocokkan perhitungan-perhitungan piutang yang dimasukkan

kreditur, dengan catatan dan keterangan debitur pailit.89

4) Memasukkan piutang yang diakui dan dibantah dalam suatu daftar

yang terpisah.90

5) Membubuhkan catatan terhadap setiap piutang, dengan pendapat

apakah piutang tersebut diistimewakan atau dijamin dengan hak

tanggungan.91

82

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 36 ayat (1)

83Ibid.,

Pasal 36 ayat (3) 84

Ibid., Pasal 36 ayat (4) 85Ibid.,

Pasal 38 86Ibid.,

Pasal 39 87Ibid.,

Pasal 114 88

Ibid., Pasal 115 ayat (1) 89Ibid.,

Pasal 116 90Ibid.,


(49)

6) Memasukkan piutang-piutang yang dibantah serta alasannya dalam daftar piutang yang diakui sementara, atas piutang dengan hak

didahulukan atau adanya hak retensi.92

7) Meletakkan salinan dari masing-masing daftar piutang dikepaniteraan

pengadilan selama tujuh hari sebelum hari pencocokan piutang.93

8) Memberitahukan dengan surat tentang peletakan daftar piutang kepada

kreditur yang dikenal.94

9) Membuat daftar piutang yang diakui sementara dan yang ditolak.95

10) Menarik kembali daftar piutang sementara yang diakui dan yang

dibantah.96

11) Menerima dengan syarat atas piutang yang dimintakan dengan

penyumpahan.97

12) Menuntut pembatalan pengakuan piutang atas alasan adanya

penipuan.98

13) Memberikan laporan tentang keadaan harta pailit, setelah berakhirnya

pencocokan piutang dan meletakkannya di kepaniteraan pengadilan

dan salinannya di kantornya.99

14) Menerima perlawanan kreditur yang piutangnya belum

dicocokkan.100

91Ibid.,

Pasal 118 ayat (1) 92Ibid.,

Pasal 118 ayat (2) 93

Ibid., Pasal 119 94Ibid.,

Pasal 120 95Ibid.,

Pasal 117 96Ibid.,

Pasal 124 ayat (3) 97

Ibid., Pasal 126 ayat (3) 98Ibid.,

Pasal 126 ayat (5) 99Ibid.,


(50)

i. Kurator bertugas melakukan upaya perdamaian dengan cara:

1) Mengumumkan perdamaian dalam berita negara dan paling sedikit

dua surat kabar harian.

2) Memberikan pendapat tertulis atas rencana perdamaian yang diajukan

debitur pailit.101

3) Melakukan perhitungan tanggung jawab kepada debitur pailit di

hadapan hakim pengawas setelah pengesahan perdamaian

memperoleh kekuatan hukum tetap.102

4) Mengembalikan semua barang, uang, buku-buku, dan surat-surat yang

termasuk harta pailit kepada debitur pailit jika terjadi perdamaian.103

5) Melunasi/memenuhi persetujuan damai jika debitur tidak

memenuhinya, dari harta pailit.104

6) Menyediakan suatu jumlah cadangan dari harta pailit, yang dapat

dituntut berdasarkan hak istimewa.105

7) Memberitahukan dan mengumumkan putusan yang membatalkan

perdamaian.

j. Kurator bertugas melanjutkan usaha debitur pailit dengan cara:

1) Mengusulkan supaya perusahaan debitur pailit dilanjutkan.106

2) Meminta kepada hakim pengawas untuk menunda pembicaraan dan

pemutusan tentang usul melanjutkan perusahaan.107

100

Ibid., Pasal 195 ayat (1) 101Ibid.,

Pasal 146 102Ibid.,

Pasal 167 ayat (1) 103Ibid.,

Pasal 167 ayat (2) 104

Ibid., Pasal 168 ayat (3) 105Ibid.,

Pasal 169 106Ibid.,


(51)

3) Memberitahukan kepada kreditur yang tidak hadir dalam rapat,

tentang rencana melanjutkan usaha debitur pailit.108

4) Meminta kepada majelis hakim untuk sekali lagi menyatakan usul

untuk melanjutkan usaha tersebut diterima atau ditolak.109

5) Melanjutkan usaha debitur yang dinyatakan pailit, atas persetujuan

panitia kreditur sementara atau hakim pengawas.110

6) Membuka semua surta dan telegram yang dialamatkan kepada debitur

pailit.111

7) Menerima semua surat pengaduan dan keberatan yang berkaitan

dengan harta pailit.112

8) Memberi sejumlah uang kepada debitur pailit, untuk biaya hidup

debitur pailit dan keluarganya, sejumlah yang telah ditetapkan hakim

pengawas.113

9) Atas persetujuan hakim pengawas, untuk menutupi ongkos kepailitan,

kurator dapat mengalihkan harta pailit.114

10) Meminta kepada hakim pengawas untuk menghentikan kelanjutan

Perusahaan.115

2. Pemberesan harta pailit

a. Pemberesan

107Ibid.,

Pasal 179 ayat (3) 108Ibid.,

Pasal 179 ayat (4) 109

Ibid., Pasal 182 110Ibid.,

Pasal 104 ayat (1) 111Ibid.,

Pasal 105 ayat (1) 112Ibid.,

Pasal 105 ayat (4) 113

Ibid., Pasal 106 114Ibid.,

Pasal 107 ayat (1) 115Ibid.,


(52)

Kurator memulai pemberesan harta pailit setelah harta pailit dalam keadaan tidak mampu membayar dan usaha debitur dihentikan. Kurator memutuskan cara pemberesan harta pailit dengan selalu memperhatikan nilai terbaik pada waktu pemberesan. Pemberesan dapat dilakukan sebagai satu atau

lebih kesatuan usaha (going concern) atau atas masing–masing harta pailit.

Kurator melakukan pemberesan dengan penjualan di mukau mum atau apabila di

bawah tangan, dengan persetujuan hakim pengawas. 116 Kurator harus

memerhatikan hal sebagai berikut dalam melaksanakan penjualan harta debitur pailit:117

1) Harus menjual untuk harga yang paling tinggi.

2) Harus memutuskan apakah harta tertentu harus dijual segera dan harta

yang lain harus disimpan terlebih dahulu karena nilainya akan meningkat di kemudian hari.

3) Harus kreatif dalam mendapatkan nilai tertinggi atas harta debitur pailit.

Kurator dalam melaksanakan pemberesan harta pailit memiliki tugas dan wewenang di antaranya:

1) Setelah kepailitan dinyatakan dibuka kembali, kurator harus seketika

memulai pemberesan harta pailit.118

2) Memenuhi pemberesan dan menjual harta pailit tanpa perlu memperoleh

persetujuan atau bantuan debitur.119

116

Standar Profesi Kurator dan Pengurus Indonesia, Loc. Cit. 117

Timur Sukirno, Tanggung Jawab Kurator Terhadap Harta Pailit dan Penerapan Actio Pauliana, dalam Rudhy A. Lontoh, hlm. 371 – 372.

118

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 175

119Ibid.,


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Kurator ditunjuk oleh pengadilan untuk melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit seperti yang tercantum dalam Pasal 15 ayat (1) UUK dan PKPU. Tugas kurator adalah melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit dan pada Pasal 16 UUK dan PKPU dinyatakan kurator berwenang melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan atas harta pailit. Berdasarkan kedudukan, tugas dan wewenang tersebut peran kurator ialah mengurus dan membereskan harta debitur pailit.

2. Tindakan kurator untuk meningkatkan nilai harta pailit debitur dapat dilakukan dengan cara melakukan pinjaman kepada pihak ketiga untuk melanjutkan usaha debitur pailit, menjual harta-harta debitur pailit yang tidak diperlukan, menjual harta pailit yang merupakan harta yang dijadikan jaminan utang kepada kreditur separatis, menagih piutang debitur pailit, mengajukan upaya hukum actio pauliana dan meminta keringanan pajak. 3. Tanggung jawab kurator terhadap kerugian harta pailit dapat dibebaskan

dengan menganut prinsip business judgement rule yang biasanya melindungi direksi dalam menjalankan tugasnya mengurus perseroan, karena kurator dan direksi memiliki peran yang sama yakni sebagai pengurus, prinsip business


(2)

judgement rule dapat diterapkan apabila kurator telah menerapkan prinsip

fiduciary duty saat melakukan tugasnya.

B. Saran

Berdasarkan pemaparan dan kesimpulan tersebut, dapat diberikan saran sebagai berikut:

1. Hendaknya kurator melaksanakan tugas berdasarkan perannya dengan cermat memanfaatkan kewenangan yang dimilikinya sebaik mungkin sehingga tidak terjadi kerugian terhadap harta pailit.

2. Hendaknya kurator memiliki kreatifitas untuk menemukan cara-cara yang dapat meningkatkan harta pailit dan bersikap teliti sehingga dapat memaksimalkan harta pailit.

3. Hendaknya dibentuk suatu peraturan yang secara tegas melindungi kurator dalam melaksanakan tugasnya, agar kurator yang beritikad baik dalam pelaksanaan tugasnya tetapi tetap terjadi kerugian terhadap harta pailit dapat dibebaskan dari tanggung jawabnya.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

I. Buku

Abdul R. Salim, Hermansyah dkk. Hukum Bisnis Untuk Perusahaan : Teori dan

Contoh Kasus. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005.

Adjie, Habib. Status Badan Hukum, Prinsip-Prinsip dan Tanggung Jawab Sosial

Perseroan Terbatas. Bandung: Mandar Maju, 2008.

Amiruddin dan Zainal Asikin. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Rajawali Pers, 2006.

Asyhadie, Zaeni. Hukum Bisnis : Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008.

Djojodirdjo, M.A. Moegni. Perbuatan Melawan Hukum. Jakarta: Pradnya Paramita, 1982.

E. Suherman. Masalah Tanggung Jawab Pada Charter Pesawat Udara dan Beberapa Masalah Lain dalam Bidang Penerbangan (Kumpulan

Karangan). Bandung: Alumni, 1979.

Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar. Metode penelitian dan Penulisan Hukum

Sebagai Bahan Ajar. Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara, 2009.

Elsi Kartika Sari dan Advendi Simangunsong. Hukum dalam Ekonomi. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2005.

Fuady, Munir. Hukum Pailit 1998 dalam Teori dan Praktek. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002.

H. Zaeni Asyhadie dan Budi Sutrisno. Hukum Perusahaan dan Kepailitan. Jakarta: Erlangga, 2012.

Hartini, Rahayu. Hukum Kepailitan Edisi Revisi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang. Malang: Percetakan Universitas Muhammadiyah,

2008.

Hartini, Rahayu. Penyelesaian Sengketa Kepailitan di Indonesia. Jakarta: Prenada Media Group, 2009.


(4)

J. Satrio. Wanprestasi Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Doktrin

dan Yurisprudensi. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2012.

Jono. Hukum Kepailitan. Jakarta: Sinar Grafika, 2010.

Kristianto, Fennieka. Kewenangan Menggugat Pailit dalam Perjanjian Kredit

Sindikasi. Jakarta: Minerva Athena Pressindo, 2009.

Kusumohamidjojo, Budiono. Panduan Untuk Merancang Kontrak. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2001.

Lontoh, Rudy A. Penyelesaian Utang Piutang. Bandung: Alumni, 2001.

Manik, Edward. Cara Mudah Memahami Proses Kepailitan dan Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang. Bandung: Mandar Maju, 2012.

Meliala, Djaja S. Perkembangan Hukum Perdata tentang Benda dan hukum

Perikatan. Bandung: Nuansa Aulia, 2007.

Nating, Imran. Peranan dan Tanggung Jawab Kurator dalam Pengurusan dan

Pemberesan Harta Pailit. Jakarta: Rajawali Pers, 2004.

R. Soeroso. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, 2006.

Ridwan H.R. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006. Sastrawidjaja, Man S. Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran

Utang. Bandung: Alumni, 2006.

Shidarta. Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2006.

Sidabalok, Janus. Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2010.

Sinaga, Budiman N.P.D. Hukum Kontrak & Penyelesaian Sengketa dari Perpektif

Sekretaris. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005.

Sjahdeini, Sutan Remy. Hukum Kepailitan Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia (UI) Pers, 1986.


(5)

Sutedi, Adrian. Hukum Kepailitan. Bogor: Ghalia Indonesia, 2009.

Suyatno, R. Anton. Pemanfaatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

sebagai Upaya Mencegah Kepailitan. Jakarta: Kencana Prenada Media

Group, 2012.

Tumbuan, Fred BG. Hukum Kepailitan Perseroan. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009.

Victor M. Situmorang dan Hendri Soekarso. Pengantar Hukum Kepailitan di

Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta, 1994.

Widjaja, Gunawan. Tanggung Jawab Direksi atas Kepailitan Perseroan. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005.

Zulham. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013.

II. Perundang-undangan dan Peraturan

Republik Indonesia. Asosiasi Kurator dan Pengurus.

Republik Indonesia. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Republik Indonesia. Standar Profesi Kurator dan Pengurus Indonesia.

Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan. Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan

dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. III. Website

Arifundin, Muhammad, “Kedudukan Kurator dalam Kepailitan”, http://muhammadarifudin.blogspot.com.html (diakses tanggal 14 Januari 2014).

“Berakhirnya Kepailitan”, http://click -gtg.blogspot.com/2011/04/berakhirnya-kepailitan.html (diakses tanggal 5 Februari 2014).

Hukum Online,

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5232fb549d42f/kurator-bukan-tukang-jual-aset (diakses tanggal 23 Januari 2014).

http://click-gtg.blogspot.com/2009/10/kurator-dalam-kepailitan.html (diakses tanggal 26 Januari 2014).


(6)

http://click-gtg.blogspot.com/2010/11/hukum-kepailitan.html (diakses tanggal 13 Februari 2014).

https://legalscrawl.wordpress.com/2012/12/28/ (diakses tanggal 13 Februari 2014). http://www.scribd.com/doc/168581005/AGAINKEPAILITAN (diakses tanggal

12 Februari 2014).

Kontan, “Melongok Seluk Beluk Profesi Kurator”, http://peluangusaha.kontan.co.id/news/melongok-seluk-beluk-profesi-kurator (diakses tanggal 23 Januari 2014).

Law Career Development Center Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada,

“Profesi Hukum – KURATOR”,

http://lcdc.law.ugm.ac.id/detail/profesi/296/profesi-hukum---kurator (diakses tanggal 23 Januari 2014).

Nasution, Bismar, “Pertanggungjawaban Direksi dalam Pengelolaan Perseroan”, http://bismar.wordpress.com (diakses tanggal 17 februari 2014).

“Panitia Kreditur dalam Kepailitan”,

http://www.hukumkepailitan.com/2012/08/16/panitia-kreditur-dalam-kepailitan (diakses tanggal 5 Februari 2014).

“Perbuatan Melawan Hukum”, http://www.wearemania.net/aremania-voice/2067-apakah-yang-dimaksud-perbuatan-melawan-hukum (diakses tanggal 12 Februari 2014).

Rian Andrian, “Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang”,

http://andrianunmu.blogspot.com.html (diakses tanggal 14 Januari 2014). “Sekilas Hukum Bisnis Kepailitan”,

http://widyasravishta.wordpress.com/2012/02/19/sekilas-hukum-bisnis-kepailitan (diakses 28 Januari 2014).

Suharyanto, Anton, “Implementasi Undang-Undang Kepailitan dan Implikasinya Terhadap Piutang Negara”, http://www.bppk.depkeu.go.id (diakses tanggal 14 Januari 2014).

Zuliaskimsah, Dimar “Prinsip Business Judgement Rule dan Penerapannya dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas”, http://dimarzuliaskimsah.blogspot.com.html (diakses tanggal 12 Februari 2014).