Analisis Kesejahteraan Masyarkat Pasca Pemekaran Daerah

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Setiap daerah di Indonesia memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Perbedaan ini dapat
dilihat dari demografi, potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia, aksebilitas serta
kekuasaan

dalam pengambilan keputusan dan aspek potensi daerah. Kondisi tersebut

memungkinkan pertumbuhan suatu wilayah sering kali tidak seimbang dengan wilayah lainnya.
Selain kondisi demografi, ketimpangan pembangunan juga sebagai akibat dari besarnya peran
pemerintah pusat dalam pengambilan keputusan dan peran pemerintah daerah yang hanya
sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat yang sangat dominan. Terkonsentrasinya
pembangunan dan pelayanan publik dipusat terutama didaearah pulau Jawa menimbulkan
ketidakmerataan atau ketimpangan pembangunan. Ketimpangan ini mengakibatkan adanya
kesenjangan antara kesejahteraan masyarakat di pulau Jawa dengan yang di luar pulau Jawa.
Ketimpanagn pembangunan antara daerah terus terjadi dan bahkan meningkat apabila tidak
adanya implikasi atau kebijakan dari pemerintah dalam menurunkan ketimpangan tersebut.
Sentralisasi menimbulkan berbagai permasalahan didaerah yang sangat serius. Pertama,
proses pembangunan daerah secara keseluruhan menjadi kurang efisien


dan ketimpangan

pembangunan antar daerah semakin besar. Sistem pembangunan yang terpusat menghasilkan
kebijakan yang seragam dengan mengabaikan perbedaan dan variasi potensi daerah. Kedua,
sistem pembangunan yang sangat terpusat menimbulkan ketidakadilan yang sangat besar dalam

Universitas Sumatera Utara

alokasi sumber daya nasional, terutama dana pembangunan daerah. Hal ini ditunjukkan pada
daerah yang kaya akan sumber daya alam, namun tingkat kesejahteraannya ternyata masih sangat
rendah dan ketinggalan dibandingkan daerah lain. 1
Adanya ketidakadilan didstribution of income dan tidak adanya sharing of power merupakan
masalah utama yang dapat mengancam integrasi bangsa Indonesia. Permasalahan tersebut
membuat pemerintah transisi pada saat itu harus menanggapi dan merespon berbagi tuntutan
yang ada. 2 B.J. Habibie yang menjadi Presiden pada saat itu (yang sebelumnya menjabat sebagai
Wakil Presiden pada masa Pemerintahan Presiden Soeharto ), pada masa kepemimpinannya,
telah membuat perubahan terutama dalam bentuk Undang-Undang, diantaranya dalam bidang
Pemerintahan Daerah. Perubahan dilakukan dengan mencabut Undang Undang Nomor 5 tahun
1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah dan menggantikannya dengan UU Nomor

22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang dibuat sebagai tanggapan terhadap
permasalahan yang ada. 3 Pelaksanaan UU No. 22 Tahun 2009 dimulai pada Januari 2000 dengan
diterapkannya pemilihan Kepala Daerah dengan sistem paket langsung dan dilakukan oleh
DPRD tanpa adanya intervensi dari pemerintah pusat (dalam hal ini Departemen Dalam Negeri).

Sejak diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 yang tentang Pemerintah Daerah dan
kemudian direvisi dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Indonesia yang memakai
azas desentralisasi dalam menyelenggarakan sistem pemerintahannya telah menciptakan sistem
baru yang memberikan kesempatan dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Otonomi daerah

1

Sjafrizal, 2014, “Perencanaan Pembangunan Daerah Dalam Era Otonomi”, Jakarta:Rajawal Press, hlm 107.
Lihat Utomo, Warsito, 2000, “Kemandirian Daerah Menuju Pelaksanaan Otonomi Daerah Sesuai dengan UndangUndang No. 22 dan 25 tahun 1999” dalam Ismulyadi, dkk, Otonomi Daerah Demokrasi dan Civil Society, Forum
Komunikasi Keluarga Mahasiswa Rokan Hulu, Yogyakarta, hlm 22.
3
Lihat Hendratno, EdieToet, 2009, Negara Kesatuan, Desentralisasi dan Federalisme, Yogyakarta: Graha Ilmu, hlm
2

Universitas Sumatera Utara


dapat diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 4 Hakikat otonomi daerah
adalah upaya pemberdayaan daerah dalam pengambilan keputusan daerah secara lebih leluasa
dan bertanggung jawab untuk mengelola sumber daya alam yang dimilikinya sesuai dengan
kepentingan, prioritas, dan potensi daerah yang dimilkinya.
Dalam UU No. 32 Tahun 2004 dijelaskan bahwa pemerintahan daerah diberikan hak
seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan nya menurut asas
otonomi. Pemberian otonomi kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta
masyarakat yang juga akan menigkatkan demokratisasi didaerah. Semangat Otonomi daerah itu
sendiri salah satunya bermuara pada keinginan daerah untuk memekarkan diri yang kemudian
diatur dalam PP 129/2000 tentang Persyaratan Pembentukan, dan Kriteria Pemekaran,
Penghapusan dan Penggabungan Daerah. Dalam prakteknya, pemekaran daerah jauh lebih
mendapat perhatian dibandingkan penghapusan ataupun penggabungan daerah. Dalam Peraturan
Pemerintah tersebut, daerah berhak mengusulkan pemekaran terhadap daerahnya selama telah
memenuhi syarat teknis, administratif, dan fisik dengan tujuan untuk mensejahterakan
masyarakat yang ada diwilayahnya.
Sejak diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 yang tentang Pemerintah Daerah dan

kemudian direvisi dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, salah satu fenomena yang
terjadi dari penerapan otonomi daerah adalah terkait dengan pemekaran daerah. Hal ini sudah
menjadi sebuah kewajaran ketika pemekaran daerah dapat melaksanakan tujuan penting dari
4

UU No.32 Tahun 2004 pasal 1 ayat 5

Universitas Sumatera Utara

pemekaran daerah. Diharapkan dengan terbentuknya Daerah Otonom Baru (DOB), percepatan
proses pertumbuhan demokrasi dan pembangunan dapat menyentuh serta menjangkau segenap
aspek kehidupan masyarakat hingga kedaerah-daerah.
Menurut J.Kalloh, pemekaran daerah atau yang lebih dikenal dengan pembentukan
daerah otonom baru, bahwa daerah otonom baru tersebut diharapkan mampu memanfaatkan
peluang yang lebih besar dalam mengurus dirinya sendiri, terutama berkaitan dengan
pengelolaan sumber-sumber pendapatan asli daerah, sumber daya alam, dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat setempat yang lebih baik. 5
Pentingnya

pemekaran


wilayah

pada

hakekatnya

adalah

upaya

menciptakan

pemerintahan yang lebih efektif dan efisien serta berdaya guna demi mewujudkan percepatan
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, pembangunan dan pengembangan
otonomi dalam masa transisi ini adalah mengembangkan prakarsa dari dalam (inward looking),
menumbuhkan kekuatan-kekuatan baru dari masyarakat (autonomous energies) sehingga
intervensi dari luar termasuk dari pemerintahan terhadap masyarakat harus merupakan proses
pemberdayaan dalam rangka mengelola pembangunan untuk mengantisipasi perubahan dan
peluang yang lebih luas.Sejatinya, kebijakan pemberian otonomi daerah dan desentralisasi yang

luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah merupakan langkah strategis dalam dua hal.
Pertama, otonomi daerah dan desentralisasi merupakan jawaban aras permasalahan lokal bangsa
Indonesia berupa ancaman desintegrasi bangsa, kemiskinan, ketidakmerataan pembangunan,
rendahnya kualitas hidup masyarakat, dan masalah pembangunan sumber daya manusia (SDM).

5

J.Kaloh.2007. Mencari Bentuk Otonomi Daerah, Suatu Solusi Dalam Menjawab Kebutuhan Lokal dan Tantangan
Global. Jakarta : PT. Rineka Cipta Hal.60

Universitas Sumatera Utara

Kedua, otonomi daerah dan desentralisasi fiscal merupakan langkah strategis bangsa Indonesia
menuju era globalisasi ekonomi dengan memperkuat basis perekonomian daerah. 6
Secara sosial-politik, ada banyak faktor yang melatarbelakangi maraknya pemekaran
daerah di Indonesia. Dalam berbagai kajian akademis telah dijelaskan bahwa motivasi utama
pemekaran selama ini banyak muncul dari tuntutan daerah. Adapun faktor-faktor yang
menguatkan daerah untuk melakukan pemekaran, antara lain : 7
-


Kebutuhan untuk pemerataan ekonomi daerah yang menjadi salah satu alasan populer
untuk memekarkan daerah.

-

Kondisi geografis yang luas sehingga pengelolaan pemerintahan dan pelayanan
publik menjadi tidak efektif.

-

Perbedaan basis identitas yang muncul karena masyarakat yang berdomisili di daerah
pemekaran merasa memiliki komunitas budaya tersendiri yang berbeda dengan
komunitas budaya daerah induk.

-

Konflik komunal sebagai akibat dari kekacauan kekacauan politik yang tidak dapat
diselesaikan

-


Adanya insentif fiskal yang dijamin oleh Undang-Undang bagi daerah hasil
pemekaran melalui Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam dan
Pendapatan Asli Daerah.

Dalam undang-undang tentang pemerintahan daerah, pemekaran daerah ditujukan untuk
beberapa hal, antara lain sebagai berikut :

6

Mardiasmo, Krisis Moneter Indonesia, Seminar Pendalaman Ekonomi Rakyat, (Jakarta: 2002),.
Lihat R. Alam Surya Putra, “Pemekaran Daerah di Indonesia: Kasus di Wilayah Penelitian IRDA, Makalah Seminar
Internasional Percik ke-7 (Salatiga, 2006) dalam H. Abd. Halim, Politik Lokal: Pola, Aktor & Alur Dramatikalnya,
(Yogyakarta: Lembaga Pengkajian Pembangunan Bangsa, 2014) hlm. 184-185.
77

Universitas Sumatera Utara

-


Mewujudkan efektivitas penyelenggaran Pemerintahan Daerah

-

Mempercepat peningkatan kesejahtreraan masyarakat

-

Mempercepat peningkatan kualitas pelayanan publik

-

Meningkatkan kualitas tata kelola pemerintahan

-

Meningkatkan daya saing nasional dan daya saing daerah

-


Memelihara keunikan adat istiadat, tradisi dan budaya daerah.

Berdasarkan alasan tersebut, beberapa daerah mulai tertarik untuk mengajukan
pembentukan daerah otonom baru bagi wilayahnya. Studi yang dilakukan oleh Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional bekerja sama dengan United Nation Development
Programme (2000) menemukan bahwa terjadi peningkatan daerah otonom yang cukup signifikan
sejak tahun 1999. Pada tahun 2004, pemerintah Provinsi telah bertambah dari 26 menjadi 34
Provinsi dan pemerintah kabupaten/kota meningkat dari 303 menjadi 517 kabupaten/kota.
Dengan rentan waktu 13 tahun, proses pemekaran daerah terus berlangsung hampir setiap tahun
dan menghasilkan 222 daerah otonom baru.
Tabel 1.1 Pemekaran Daerah di Indonesia Periode 1999-2012

Universitas Sumatera Utara

Sejatinya pemekaran wilayah bertujuan untuk mempercepat pembangunan guna
meningkatkan kesejahteraan. Namun apabila pemekaran wilayah Kabupaten dan Kota hanya
didasarkan pada kepentingan elit-elit politik tidak sejalan dengan semangat pemberian otonomi
kepada daerah. Akibatnya pemekaran Kabupaten banyak menimbulkan kompleksitas
permasalahan, bahkan menimbulkan dampak negative ditingkat daerah, seperti; 8
1. Menguatnya etnosentrisme yang memungkinkan munculnya konflik antar etnis

dan agama (sentiment suku, agama, ras dan antar golongan), menguatnya
feodalisme lokal, meningkatnya korupsi ditingkat lokal, konflik anta relit atau
antar penduduk dari etnis yang sama kaibat dari adanya perbedaan kepentingan
serta tidak adanya perubahan pelayanan public.
2. Lebih banyak bernuansa etnisitas, politis, dan perasaan di anak tirikan.
3. Bersifat etnisitas (kesukubangsaan) dibandingkan dengan pertimbangan nasional
seperti tuntukan perbaikan pelayanan administrasi pemerintahan.
Pada sisi lain, banyak daerah otonom baru (DOB) hasil pemekaran di Indonesia mengalami
kegagalan dalam mengimplementasikan kebijakan dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya
sesuai tuntutan dan harapan masyarakat. Pada umumnya daerah otonom baru gagal dalam hal;
1. Membangun struktur dan infrastruktur politik.
2. Memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme/KKN dan menjalankan pemerintahan
demokratis.
3. Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah/PAD dan Produk Domestik Regional
Bruto/PDRB
8

Rifdan, “Implementasi Kebijakan Pemekaran Daerah Dalam Mendukung Integritas Nasional Di Kabupaten Luwu
Timur”. Jurnal Administrasi Publik, Volume 1 No. 1 Thn 2010 hlm 24

Universitas Sumatera Utara

4. Meningkatkan pelayanan dan Kesejahteraan masyarakat
5. Mengurangi kesenjangan sosial dan budaya, dan
6. Pengembangan nilai-nilai budaya masyarakat lokal. 9
Fokus dari pelaksanaan Otonomi daerah atau pemekaran daerah merupakan cara supaya
sebuah daerah dapat melaksanakan kemajuan dan perubahan terarah dan efisien yang
dilaksanakan oleh daerah itu sendiri. Diharapkan melalui adanya otonomi daerah, pemerintah
didaerah bisa lebih cepat dan tanggap dalam melaksanakn dan mengambil tindakan yang
berhubungan untuk memajukan daerah tersebut. Oleh karena itu pelaksanaan otonomi daerah
disebuah daerah dapat dikatakan berhasil apabila salah satu indikator yakni pembangunan
meningkat dan mengalami perubahan. Begitu halnya dengan indikator-indikator keberhasilan
pemerintah didaerah dalam melaksanakan otonomi daerah.
Seiring dengan dengan perkembangan dinamika diberbagai daerah Pemekaran wilayah
juga banyak dialami di Propinsi Sumatera Utara. Provinsi ini merupakan salah satu propinsi di
Indonesia yang mempunyai peranan yang besar terhadap jalannya pembangunan nasional.
Dalam menciptakan kemandirian daerah pemekaran wilayah sebagai impelementasi kebijakan
otonomi daerah. Kabupaten Batu Bara merupakan salah satu hasil pemekaran dari Kabupaten
Asahan.
Pembentukan Kabupaten Batubara didasari dengan adanya aspirasi masyarakat untuk
pembentukan Kabupaten Batu Bara yang disampaikan BP3KB dan GEMKARA ( Gerakan
Masyarakat Menuju Kabupaten Batu Bara ) dan Inisiatif dari DPR. Pembentukan Kabupaten
Batu Bara sebagai Daerah Otonom Baru dilandasi dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2007

9

Bappenas 2007

Universitas Sumatera Utara

yang secara resmi ditetapkan sebagai Daerah Otonom Baru pada tanggal 2 Januari 2007, dengan
Ibukota nya Lima Puluh yang bercita-cita untuk memakmurkan dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakatnya dengan melaksanakan program-program pembangunan yang fokus dan
sasarannya ialah kesejahteraan masyarakat.
Kabupaten Batu Bara sebagai daerah otonom baru memiliki tujuh (7) Kecamatan
diantaranya, yaitu Kecamatan Medang Deras, Kecamatan Sei Suka, Kecamatan Air Putih,
Kecamatan Lima Puluh, Kecamatan Talawi, Kecamatan Tanjung Tiram, dan Kecamatan Sei
Balai dengang luas 92.220 ha (hektare). Wilayah Kabupaten Batu Bara dengan luas 92.220 Ha
yang mempunyai potensi wilayah yang dapat dikembangkan sebagai sektor pertanian dan
perkebunan, dan sektor industri dengan keberadaan PT. INALUM, PT.Multimas Nabati dan PT.
Domba Mas. Beberapa alasan yang mendasari sehingga mengajukan pembentukan Pemerintahan
Kabupaten Batu Bara sebagai daerah otonom baru adalah; Pertama, peraturan perundangundangan mengenai pemerintahan daerah yang berlaku saat ini (Undang-Undang No.32 Tahun
2004 dan Peraturan Pemerintah No 129 Tahun 2000) memberikan kemungkinan untuk
dilakukannya pemekaran satu daerah otonom menjadi beberapa daerah otonom baru. Kedua,
pemekaran kabupaten menjadi daerah otonom baru dari Kabupaten induknya, yaitu Kabupaten
Asahan dipandang akan membawa berbagai keuntungan bagi masyarakat, seperti fasilitas sosial,
ekonomi dan finansial untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat pada masa depan. Ketiga,
tuntutan masyarakat untuk memperoleh pelayanan yang lebih baik dengan semakin sedikirtnya
birokrasi yang harus dilalui dalam memperoleh pelayanan public. Keempat, keinginan masyar
akat dan pemerintah daerah untuk mengelolasumber daya dan potensi daerah dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

Kabupaten Batu Bara secara geografis berbatasan langsung dengan selat Malaka, kondisi
Kabupaten Batu Bara sebelum pemekaran akan dijelaskan dalam beberapa tabel berikut:
Tabel 1.2
Rasio Pasar Per 10.000 Penduduk
Jumlah
No.

Kecamatan

Jumlah Pasar
Penduduk

1

Tanjung Tiram

59.004

3

2

Sei Balai

34.111

2

3

Talawi

54.087

2

4

Lima Puluh

84.818

9

5

Air Putih

46.609

3

6

Sei Suka

51.116

2

7

Medang Deras

44.970

3

Sumber; Asahan Dalam Angka 2006
Berdasarkan tabel 1.2 menunjukkan bahwa sebelum dimekarkan menjadi sebuah daerah
otonom baru, terdapat 24 pasar yang melayani kebutuhan penduduk di daerah yang akhirnya
menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Kabupaten Batu Bara. Dengan terbatasnya pasar
didaerah yang bukan merupakan Ibukota Kabupaten membuat masyarakat kesulitan dalam
memenuhi kebutuhan pokoknya.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 1.3
Rasio Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah
Atas (SMA) Per Penduduk Usia Sekolah

Tingkatan

Jumlah

Penduduk Jumlah

Sekolah

Usia Sekolah

Sekolah

1

SD

53.645

238

2

SMP

12.620

38

3

SMA

6.267

17

No.

Sumber: BPS Kabupaten Asahan Tahun 2006
Berdasarkan data diatas, jumlah sekolah yang melayani usia sekolah di wilayah
Kabupaten Batu Bara sebelum dimekarkan menjadi daerah otonom masih dianggap minim,
terutama fasilitas Sekolah Menengah Atas yang minim dibandingkan dengan jumlah partisipasi
sekolahnya yang mencapai 6257 orang.
Tabel 1.4
Fasilitas Kesehatan Per 10.000 Penduduk

No.

Jumlah

Jumlah

Fasilitas

Penduduk

Kesehatan (Puskesmas)

Kecamatan

1

Tanjung Tiram

59.004

1

2

Sei Balai

34.111

1

3

Talawi

54.087

1

4

Lima Puluh

84.818

2

Universitas Sumatera Utara

5

Air Putih

46.609

1

6

Sei Suka

51.116

1

7

Medang Deras

44.970

1

Sumber BPS Kabupaten Asahan Tahun 2006
Tabel 1.5
Tenaga Medis Per 10.000 Penduduk

No.

Jumlah

Jumlah

Tenaga

Medis

Penduduk

Dokter/(Bidan/Perawat)

Kecamatan

1

Tanjung Tiram

59.004

2 \ 31

2

Sei Balai

34.111

4 \ 23

3

Talawi

54.087

5 \ 33

4

Lima Puluh

84.818

5 \ 64

5

Air Putih

46.609

4 \ 24

6

Sei Suka

51.116

3 \ 43

7

Medang Deras

44.970

3 \ 38

Sumber BPS Kabupaten Asahan Tahun 2006
Berdasarkan tabel 1.4 dan 1.5 menunjukkan bahwa fasilitas kesehatan dan juga tenaga
medis yang ada di Kabupaten Batu Bara sebelum pemekaran masih terbatas. Hal ini tentunya
menghambat masyarakat di daerah Kabupaten Batu Bara untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan yang layak. Tercatat hanya terdapat puskesmas ataupun klinik yang melayanani
masalah kesehatan masyarakat. Ini menyebabkan, untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari
sebuah rumah sakit harus berkunjung ke Ibu Kota Kabupaten.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 1.6
Persentase Penduduk Yang Bekerja
Jumlah Angkatan Jumlah
No.

1

Penduduk

Daerah

Cakupan Wilayah Batu Bara

Kerja

Yang Bekerja

152.126

141.508

Sumber BPS Kabupaten Asahan Tahun 2006
Dari tabel 1.6 menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk di daerah Kabupaten Batu
Bara sebagian besar penduduk di daerah Kabupaten Batu Bara memiliki pekerjaan. Sebanyak
93,02% penduduk daerah Kabupaten Batu Bara bekerja dan pengangguran di wilayah Kabupaten
Batu Bara sebesar 6,98%. Dikarenakan terdapat beberapa wilayah Industri, maka ini
menunjukkan besar penduduk di daerah Batu Bara masih berprofesi menjadi buruh/karyawan.
Dari berbagai data diatas, dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan masyarakat wilayah
Kabupaten Batu Bara masih tergolong minim sebelum dimekarkan menjadi sebuah daerah
otonom. Hal ini juga mendorong masyarakat menginginkan adanya pemekaran daerah menjadi
suatu wilayah otonom berpisah dari daerah Induk yaitu Kabupaten Asahan agar terciptanya
peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Seiring dengan adanya desentralisasi kepada Kabupaten Batu Bara untuk mengurus
rumah tangganya sendiri, maka akan diikuti dengan adanya desentralisasi politik yang
memberikan kewenangan lembaga politik didaerah untuk turut serta mengatur rumah tangganya
secara mandiri. Untuk itu lembaga-lembaga politik dikabupaten Batu Bara memiliki peran yang
sangat vital dalam mewujudkan tujuan pemekaran Kabupaten Batu Bara.

Universitas Sumatera Utara

Untuk itu dalam tulisan ini, Penulis akan menganalisis kondisi serta masalah mengenai
kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Batu Bara setelah ditetapkan menjadi sebuah daerah
otonomi baru. Disamping itu, peran dari lembaga-lembaga politik yang ada dikabupaten Batu
Bara dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat akan dikaji juga dalam penelitian ini. Usahausaha yang dilakukan lembaga-lembaga politik menjadi tertarik bagi penulis untuk diteliti.
Melalui berbagai uraian dan penjelasan diatas, Penulis mengangkat judul penelitian “ Analisis
Kesejahteraan Masyarakat Pasca Pemekaran Daerah ( Studi Pada Kabupaten Batu Bara)
1.2. Rumusan Masalah
Otonomi daerah adalah kemampuan untuk mengurus dirinya sendiri terutama berkaitan
dengan pemerintahan umum maupun pembangunan, yang sebelumnya diurus oleh pemerintah
pusat. Sebagai wujud dari Otonomi daerah pemekaran wilayah bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan. Kebijakan otonomi daerah telah memberikan jalan kepada beberapa daerah untuk
melalukan pemekaran daerah. Diharapkan dengan adanya pemekaran daerah dapat memberikan
jalan kepada daerah untuk merencanakan dan mengatur pembangunan dan perkembangan
daerahnya masing-masing demi tercapainya kesejahteraan di daerah otonom baru.
Hal ini juga terjadi di Kabupaten Batu Bara yang merupakan hasil pemekaran dari darah
induk, Kabupaten Asahan. Kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Batu Bara masih menjadi
polemik yang harus diatasi. Terlebih sebagai daerah otonom, Kabupaten Batu Bara harus mampu
menyelesaikan masalah kesejahteraan masyarakatnya sendiri tanpa berharapkembali pada daerah
induk. Indikator kesejahteraan masyarakat yang ada di Kabupaten Batu Bara masih menunjukkan
adanya permasalahan mengenai kesejahteraan di Kabupaten Batu Bara. Oleh karena itu penting
untuk mengetahui apakah tujuan dari otonomi daerah dan pemekaran tersebut sejauh mana telah

Universitas Sumatera Utara

terlaksana. Jadi, berdasarkan uraian diatas, yang menjadi pertanyaan dalam pemnelitian ini, ialah
Bagaimana Kesejahteraan Masyarakat di Kabupatena Batu Bara Pasca Pemekaran
Daerah?
1.3 Batasan Masalah
Adapun yang menjadi batasan maslaah dalam penelitian ini ialah:
-

Kondisi kesejahteraan masyarakat Kabupaten Batu Bara Pasca Pemekeran Daerah

-

Peran lembaga pemerintahan dan lembaga politik di Kabupaten Batu Bara dalam
pembangunan daerah dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini, antara lain
-

Untuk melihat bagaimana gambaran umum dan perkembangan Kabupaten Batu Bara
pasca pemekaran daerah terkait dengan kesejahteraan masyarakat.

-

Untuk mengetahui dan menganalisis peran pemerintahan dan lembaga politik di
Kabupaten Batu Bara dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat pasca
ditetapkan sebagai Daerah Otonom Baru (DOB).

1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan agar memberikan manfaat sebagai berikut:
-

Secara teoritis, penelitian ini merupakan kajian ilmu politik yang dapat memberikan
kontribusi pemekaran daerah sebagai wujud implementasi otonomi daerah yang
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.rah

-

Secara akademis, penelitian dapat berkontribusi bagi praktik ilmu politik mengenai
pemekaran daerah sebagai wujud dari implementasi otonomi daerah dalam

Universitas Sumatera Utara

penyelesaian permasalahn kesejahteraan masyarakat didaerah secara khusus pada
Daerah Otonom Baru (DOB).
-

Penelitian ini dapat memberikan dan menambah wawasan serta informasi

bagi

masyarakat terutama dalam usaha peningkatan kesejahteraan masyarakat di Daerah
Otonom Baru.

1.6 Kerangka Teori
1.6.1

Otonomi Daerah dan Pemekaran Daerah

Desentralisasi dan otonomi daerah merupakan dua hal yang sangat berkaitan erat.
Otonomi daearah yang terus berkumandang pasca reformasi di Indonesia, dianggap sebagai
jawaban atas permasalahan daerah. Otonomi daerah dapat dikaitkan dengan subtansi hal-hal
yang menyangkut ruang kewenangan untuk menyelenggarakan pemerintahan yang telah
diberikan sebagaiwewenang rumah tangga daerah.
Dalam penyelenggaran otonomi daerah memiliki 3 asas, yaitu;
-

Desentralisasi, adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintah dalam sistem
NKRI.

-

Dekonsentrasi, adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada
Gubernur sebagai wakil pemerintah daikal diwilayan/atau kepada instansi vertikal di
wilayah tertentu.

Universitas Sumatera Utara

-

Tugas pembantuan, adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa
dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah
kabupaten kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.

Dari ketiga asas ini, otonomi daerah jika dipandang dari sudut pemerintahan daerah, lebih
didominasi oleh desentralisasi. Maka tidak heran jika desentralisasi tidak pernah lepas dari
otonomi daerah dan pemerintahan daerah. Namun, adalah suatu hal yang salah jika menilai
bahwa desentralisasi dan otonomi daerah diartikan hanya sekedar penyerahan kewenangan dari
pemerintahan pusat ke daerah. Kewenangan daerah yang membesar harus diikuti dengan
kesadaran bahwa bertambahnya tanggung jawab bagi daerah otonom.
1.6.1.1 Otonomi Daerah
Pemberlakuan sistem otonomi daerah merupakan amanat yang diberikan oleh UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) Amandemen Kedua tahun
2000 untuk dilaksanakan berdasarkan undang-undang yang dibentuk khusus untuk mengatur
pemerintahan daerah. UUD 1945 pasca amandemen itu mencantumkan permasalahan
pemerintahan daerah dalam Bab VI, yaitu Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal 18B. Sistem otonomi
daerah sendiri tertulis secara umum dalam Pasal 18 untuk diatur lebih lanjut oleh undangundang. Pasal 18 ayat (2) menyebutkan, “Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan
kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan.” Selanjutnya, pada ayat (5) tertulis, “Pemerintahan daerah menjalankan otonomi
seluas-luasnya kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan
pemerintah pusat.” Dan ayat (6) pasal yang sama menyatakan, “Pemerintahan daerah berhak
menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan

Universitas Sumatera Utara

tugas pembantuan.”4 Secara khusus, pemerintahan daerah diatur dalam Undang- Undang Nomor
22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
Namun,

karena

dianggap

tidak

sesuai

lagi

dengan

perkembangan

keadaan,

ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah, maka aturan baru pun dibentuk
untuk menggantikannya. Pada 15 Oktober 2004, Presiden Megawati Soekarnoputri mengesahkan
Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Nomor 32 Tahun 2004) memberikan definisi
otonomi daerah sebagai berikut;
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.” 10
UU Nomor 32 Tahun 2004 juga mendefinisikan daerah otonom sebagai berikut;
Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.” 11
Visi otonomi daerah itu sendiri dapat dirumuskan dalam tiga ruang lingkup interaksinya
yang utama, yaitu: politik, ekonomi, serta sosial dan budaya. Dalam bidang politik, karena
otonomi daerah adalah buah dari kebijakan desentralisasi dan demokrasi, maka ia harus
dipahami sebagai sebuah proses untuk membuka ruang bagi lahirnya Kepala Pemerintahan

10

Indonesia (b), Undang-Undang Tentang Pemerintahan Daerah, No. 32 Tahun 2004, LN No.
125 tahun 2004, TLN No. 4437, ps. 1

11

Ibid

Universitas Sumatera Utara

daerah yang dipilih secara demokratis. Dibidang ekonomi, otonomi daerah harus menjamin
lancarnya pelaksanaan kebijakan ekonomi nasional didaerah. Serta terbukanya peluang bagi
pemerintah daerah mengembangkan kebijakan regional dan lokal untuk mengoptimalkan
pendayagunaan potensi ekonomi didaerahnya. Dalam bidang sosial dan budaya, otonomi daerah
harus dikelola sebaik mungkin demi menciptakan dan memelihara harmoni sosial dan pada saat
yang sama memelihara nilai-nilai lokal. 12
Berbicara tentang pemekaran wilayah, tentu saja tidak dapat terlepas dari desentralisasi
sebagai wujud dari tuntutan akan penerapan prinsip-prinsip demokrasi dalam kehidupan
bernegara, khususnya ditingkat daerah, karena salah salah satu prinsip demokrasi yang sejalan
dengan ide desentralisasi adalah adanya partisipasi dari masyarakat. Agar masyarakat dan elit
politik daerah mampu mengembangkan daerahnya sendiri dan mempunyai kewenangan lebih
untuk daerahnya. 13
Sejalan dengan bergulirnya pelaksanaan otonomi daerah di tanah air,setiap Pemerintah
Kabupaten dan Kota melakukan berbagai pembenahanmenuju kearah terselenggaranya otonomi
di masing-masing daerah Kabupatendan Kota. Hal yang sangat penting dalam menjawab
berbagai isu dalamimplementasi otonomi daerah tersebut adalah tersedianya sistem
danmekanisme kerja organisasi perangkat daerah.
Sesuai dengan Undang-Undang No.33 pasal 4, 5, dan 6 sumberpendanaan Pemerintah
Daerah Kebupaten dan Kota untuk memenuhikebutuhan belanja pemerintah daerahnya dalam
pelaksanaan kegiatannyaadalah sebagai berikut :
12

M. Ryaas Rasyid, “Otonomi Daerah : Latar Belakang dan Masa Depannya” dalam Samsyuddin Haris (editor)
Desentralisasi dan Otonomi Daerah Desentralisasi, Demokratisasi, Akuntabilitas Pemerintahan Daerahhlm 10-11
13
Meizer Malanesia, Makalah yang disampaikan dalam Program TKL khusus, dalam sekolah pasca sarjana/ s3,
desentralisasi dan Demokrasi, dalam http://www.rudyct.com/PPS702-ipb/09145/meizar_malanesia.pdf, yang
diposting oleh http://www.pdf-finder.com/DESENTRALISASI-DAN-DEMOKRASI.html diakses pada tanggal
3 September 2015 pukul 22.00

Universitas Sumatera Utara

1. Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota dapat memperoleh dana dari sumber-sumber
yang dikategorikan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
2. Memperoleh transfer danadari APBN yang dialokasi kan dalam bentuk dana
perimbangan yang terdiri dari bagi hasil pajak, bagi hasil bukan pajak, DAU dan
DAK. Pengalokasian dana perimbangan ini selain ditujukan untuk memberikan
kepastian

sumber

pendanaan

APBD,

juga

bertujuan

untuk

mengurangi/memperkecil perbedaan kapasitas fiscal antar daerah.
3. Daerah memperoleh penerimaan dari sumber lainnya seperti bantuan dana
kontijensi dan bantuan dana darurat.
4. Menerima pinjaman dari dalam dan luar negeri.
Tujuan utama penyelenggaraan otonomi daerah adalah untuk mampu meningkatkan
pertumbuhan daerah dan secara khusus untuk kepentingan pemerataan daerah. Sehingga inilah
sebenarnya tujuan utama dari otonomi daerah tersebut. Para ahli banyak yang menggambarkan
tentang tujuan dari otonomi, salah satunya seperti:
a. Menurut Mardiasmo:melihat tujuan otonomi untuk meningkatkan pelayanan publik dan
memajukan perekonomian daerah. Pada dasarnya terkandung tiga misi utama
pelaksanaan otonomi daerah yaitu: (1) meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan
publik dan kesejahteraan masyarakat, (2) menciptakan efisiensi dan efektivitas
pengelolaan sumber daya daerah, dan (3) memberdayakan dan menciptakan ruang bagi
masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan.
b. Menurut Deddy S.B. & Dadang Solihin: Tujuan peletakan kewenangan dalam
penyelenggaraan otonomi daerah adalah peningkatan kesejahteraan rakyat, pemerataan
dan keadilan, demokratisasi dan penghormatan terhadap budaya lokal dan memperhatikan

Universitas Sumatera Utara

potensi dan keanekaragaman daerah. Dengan demikian pada intinya tujuan otonomi
daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan cara meningkatkan
pelayanan publik kepada masyarakat dan memberdayakan masyarakatuntuk berpartisipasi
dalam proses pembangunan.
Otonomi daerah berarti pemberian kewenangan kepada daerah dalam pengolahan sumber
daya daerahnya dalam peningkatan kesejahteraan masyarakatnya, akan tetapi kondisi ini tentu
saja akan memberikan dampak negatif ataupun positif kepada masyarakat. Secara umum
otonomi daerah akan memberikan dampak: 14

a. Dampak Positif:
1. Setiap daerah bisa memaksimalkan potensi masing-masing.
2. Pembangunan untuk daerah yang punya pendapatan tinggi akan lebih cepat berkembang.
3. Daerah punya kewenangan untuk mengatur dan memberikan kebijakan tertentu.
4. Adanya desentralisasi kekuasaan.
5. Daerah yang lebih tau apa yang lebih dibutuhkan di daerah itu, maka diharapkan dengan
otonomi daerah menjadi lebih maju.
6. Pemerintah daerah akan lebih mudah mengelola sumber daya alam yang dimilikinya, jika
SDA yang dimiliki daerah telah dikelola secara optimal maka PAD dan pendapatan
masyarakat akan meningkat.
7. Dengan diterapkannya sistem otonomi dareah, biaya birokrasi menjadi lebih efisien.

14

http://merinaastuti.blogspot.co.id/2013/09/mengetahui-dampak-positif-dan-negatif.html. Diakses tanggal 19 Desember 2015,
pada pukul 19:24 WIB

Universitas Sumatera Utara

8. Pemerintah daerah akan lebih mudah untuk mengembangkan kebudayaan yang dimiliki
oleh daerah tersebut. (Kearifan lokal yg terkandung dalam budaya dan adat istiadat
daerah).
b. Dampak Negatif :
1. Daerah yang miskin akan sedikit lambat berkembang.
2. Tidak adanya koordinasi dengan daerah tingkat satu karena merasa yang punya otonomi
adalah daerah Kabupaten/Kota.
3. Kadang-kadang terjadi kesenjangan sosial karena kewenangan yang di berikan
pemerintah pusat kadang-kadang bukan pada tempatnya.
4. Karena merasa melaksanakan kegiatannya sendiri sehingga para pimpinan sering lupa
tanggung jawabnya.

Selain karena kurangnya kesiapan daerah-daerah yang tidak kaya akan sumber daya
dengan berlakunya otonomi daerah, dampak negatif dari otonomi daerah juga dapat timbul
karena adanya berbagai penyelewengan dalam pelaksanaan Otonomi Daerah tersebut.
Berbagai penyelewengan dalam pelaksanan otonomi daerah:
1. Adanya kecenderungan pemerintah daerah untuk mengeksploitasi rakyat melalui
pengumpulan pendapatan daerah.
Keterbatasan sumberdaya dihadapkan dengan tuntutan kebutuhan dana (pembangunan dan rutin
operasional pemerintahan) yang besar. Hal tersebut memaksa Pemerintah Daerah menempuh
pilihan yang membebani rakyat, misalnya memperluas dan atau meningkatkan objek pajak dan
retribusi. Padahal banyaknya pungutan hanya akan menambah biaya ekonomi yang akan
merugikan perkembangan ekonomi daerah. Pemerintah daerah yang terlalu intensif memungut

Universitas Sumatera Utara

pajak dan retribusi dari rakyatnya hanya akam menambah beratnya beban yang harus ditanggung
warga masyarakat.
2.

Penggunaan dana anggaran yang tidak terkontrol

Hal ini dapat dilihat dari pemberian fasilitas yang berlebihan kepada pejabat daerah. Pemberian
fasilitas yang berlebihan ini merupakan bukti ketidakarifan pemerintah daerah dalam mengelola
keuangan daerah.
3.

Rusaknya Sumber Daya Alam

Rusaknya sumber daya alam ini disebabkan karena adanya keinginan dari Pemerintah Daerah
untuk menghimpun pendapatan asli daerah (PAD), di mana Pemerintah Daerah menguras
sumber daya alam potensial yang ada, tanpa mempertimbangkan dampak negatif/kerusakan
lingkungan dan prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Selain itu,
adanya kegiatan dari beberapa orang Bupati yang menetapkan peningkatan ekstraksi besarbesaran sumber daya alam di daerah mereka, di mana ekstraksi ini merupakan suatu proses yang
semakin mempercepat perusakan dan punahnya hutan serta sengketa terhadap tanah. Akibatnya
terjadi percepatan kerusakan hutan dan lingkungan yang berdampak pada percepatan sumber
daya air hampir di seluruh wilayah tanah air. Eksploitasi hutan dan lahan yang tak terkendali
juga telah menyebabkan hancurnya habitat dan ekosistem satwa liar yang berdampak terhadap
punahnya sebagian varietas vegetasi dan satwa langka serta mikro organisme yang sangat
bermanfaat untuk menjaga kelestarian alam.
4.

Bergesernya praktik korupsi dari pusat ke daerah

Praktik korupsi di daerah tersebut terjadi pada proses pengadaan barang-barang dan jasa daerah
(procurement). Seringkali terjadi harga sebuah barang dianggarkan jauh lebih besar dari harga
barang tersebut sebenarnya di pasar.

Universitas Sumatera Utara

5.

Pemerintahan kabupaten juga tergoda untuk menjadikan sumbangan yang diperoleh dari

hutan milik negara dan perusahaan perkebunaan bagi budget mereka. 15

Pelaksanaan Desentralisasi Dalam Otonomi Daerah
Pelaksanaan desentralisasi dalam otonomi daerah dapat dilihat dari dua aspek, yaitu:
aspek output dan aspek outcomes kebijakan. Kedua aspek tersebut memiliki ukuran atau
indikator yang berbeda dalam penilaian keberhasilan.
1. Output Otonomi daerah dan desentralisasi
Output kebijakan desentralisasi dapat dilihat dari beberapa aspek antara lain:
a. Pertumbuhan ekonomi masyarakat
Untuk mengetahui apakah program Pemerintah Daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi dalam otonomi daerah adalah dari sejauh mana dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi masyarakat. Asumsinya adalah intervensi Pemerintah Daerah
masih memegang peranan penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi masyarakat
di daerah. Tanpa program pembangunan ekonomi yang konkret dari Pemerintah Daerah,
sukar bagi daerah untuk mengalami kemajuan di bidang ekonomi.
Bertitik tolak dari asumsi tersebut, maka keberhasilan pelaksanaan program Pemerintah
Daerah, khususnya yang dilakukan oleh dinas di daerah yang memiliki akses langsung
dengan kegiatan ekonomi masyarakat adalah relevan dijadikan indikator pertumbuhan
ekonomi masyarakat. Dengan catatan bahwa bila program tersebut dalam dua tahun
anggaran terakhir berhasil dilaksanakan, maka akan berdampak terhadap kemajuan
ekonomi masyarakat di masa yang akan datang. Demikian sebaliknya apabila program
tersebut dalam dua tahun anggaran terakhir gagal dilaksanakan (tidak mencapai sasaran)
15

Analisa Artikel Otonomi Daerah oleh Danang Kusuma,Politeknik Negeri Malang. 2014

Universitas Sumatera Utara

maka dampaknya bagi kemajuan ekonomi masyarakat negatif (rendah). Bidang-bidang
yang dapat dijadikan indikator dalam pertumbuhan ekonomi masyarakat, misalnya:
perkembangan sektor pertanian, perkembangan sektor pertambangan dan energi,
perkembangan sektor industri, perkembangan sektor pariwisata, dan lain-lain.
b. Peningkatan kualitas pelayanan publik
Untuk melihat sejauh mana dampak pelaksanaan desentralisasi dalam otonomi daerah
dapat dilihat dari kualitas pelayanan publik. Beberapa pelayanan yang sering diberikan
oleh Pemerintah Daerah kepada masyarakat, antara lain: pelayanan bidang pertanian,
pelayanan bidan pertambangan dan energi, pelayanan bidang perindustrian, pelayanan
bidang pariwisata, seni, budaya, dan lain-lain.
c. Fleksibilitas program pembangunan
Fleksibilitas program pembangunan berkenaan dengan kemampuan aparat pelaksana
memahami tuntutan masyarakat, tidak kaku dalam memahami prosedur dan aturan-aturan
formal, mengedepankan kepentingan masyarakat di atas kepentingan pribadi, peka
terhadap ketidakadilan dan ketidakpuasan yang berkembang di masyarakat, dan dalam
setiap langkah dan tindakan berusaha melakukan penyesuaian terhadap perkembangan
kebutuhan masyarakat.
Dalam konteks analisis ini, pertanyaan yang relevan diajukan adalah: apakah aparat
pemerintah daerah dan instansi teknis (dinas) memiliki keleluasaan (discretion of power)
dalam mengelola bidang urusan pemerintah yang diterimanya
2. Outcomes Desentralisasi dalam Otonomi daerah
a. Peningkatan partisipasi masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Dengan diserahkannya sebagian besar urusan pemerintahan di daerah, diharapkan
masyarakat bisa mengambil bagian (partisipasi aktif) mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, sampai pada pengawasan dan pemeliharaan hasil pembangunan.
Secara apriori, konsep partisipasi yang dikehendaki oleh desentralisasi dalam otonomi
daerah kelihatannya terlampau muluk untuk bisa direalisasikan. Sebab, selama ini (peran
pemerintah terlampau dominan) yang menempatkan masyarakat tidak lebih sebagai objek
pembangunan atau pihak yang hanya penonton.
b. Efektivitas pelaksanaan koordinasi
Koordinasi adalah proses pengintegrasian tujuan-tujuan dan kegiatan-kegiatan dari satuan
yang terpisah (unit-unit atau bagian-bagian) suatu organisasi untuk mencapai tujuan
organisasi secara efisien. Tanpa koordinasi individu-individu dan bagian-bagian akan
kehilangan pandangan tentang peran mereka dalam organisasi. Mereka akan mengejar
kepentingannya masing-masing yang khas, seringkali dengan mengorbankan tujuan
organisasi. Namun, kebutuhan akan koordinasi tergantung pada sifat dan perlunya
komunikasi dari tugas-tugas yang dilakukan dan ketergantungan berbagai sub unit yang
melaksanakan tugas-tugas tersebut. Koordinasi juga bermanfaat bagi pekerjaan yang
tidak

rutin

dan

tidak

diperkirakan

sebelumnya,

dimana

pekerjaan-pekerjaan

ketergantungannya tinggi. Kebutuhan koordinasi dapat dibedakan dalam tiga keadaan,
yaitu: (a) kebutuhan koordinasi atas ketergantungan kelompok (pooled interdependence);
(b) kebutuhan koordinasi atas ketergantungan sekuensial (sequential interdependence),
dan

(c)

kebutuhan

koordinasi

atas

ketergantungan

timbal

balik

(reciprocal

interdependence).

Universitas Sumatera Utara

Ketergantungan kelompok terjadi apabila unit organisasi tidak tergantung satu sama lain
untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari, tetapi tergantung pada prestasi yang memadai
dari setiap unit demi tercapainya hasil akhir. Sedang, kebutuhan koordinasi atas
ketergantungan sekuensial, terjadi pada suatu unit organisasi yang harus melaksanakan
kegiatan (aktivitas) terlebih dahulu sebelum unit-unit selanjutnya dapat bertindak.
Sementara, ketergantungan timbal balik terjadi apabila melibatkan hubungan saling
memberi dan menerima dan saling menguntungkan diantara unit-unit.
Dalam proses pelaksanaan berbagai kegiatan bidang urusan otonomi, terutama dalam hal
pelaksanaan program pembangunan, terdapat beberapa unit organisasi yang saling terkait
dan melibatkan hubungan secara fungsional yaitu antara lain: Walikota/Bupati (Kepala
daerah), organisasi dinas (instansi teknis), Bappeda, dan Kepala Bagian Keuangan,
Sekretaris Daerah. Setiap program kerja tahunan dinas daerah, sebelum disetujui oleh
Walikota/Bupati (Kepala Daerah) terlebih dahulu diteliti oleh Bappeda dan Bagian
Keuangan. 16

1.6.1.2 Pemekaran Daerah
Bangsa Indonesia melakukan reformasi tata pemerintahan sejak diberlakukannya UU
No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Sejak saat itu berbagai pemikiran inovatif dan
uji coba terus dilakukan sebagai upaya untuk menyempurnakan pelaksanaan otonomi daerah dan
desentralisasi dalam rangka peningkatan pelayanan publik dan penanggulangan kemiskinan
secara efektif.

16

http://uheyfr.blogspot.co.id/2013/06/analisis-pelaksanaan-desentralisasi_28.html. Diakses tgl 16 Desember 2016,jam 16.35

Universitas Sumatera Utara

Salah satu aspek yang sangat penting dari pelaksanaan otonomi daerah bsaat ini adalah
terkait dengan pemekaran dan penggabungan wilayah yang bertujuan untuk memperkuat
hubungan antara pemerintah daerah dan masyarakat local dalam rangka pertumbuhan kehidupan
demokrasi. Dengan interaksi yang lebih intensif antara masyarakat dan pemerintah Daerah
Otonom Baru (DOB).
Secara umum, pemekaran daerah dapat diartikan sebagai suatu proses pembagian wilayah
menjadi lebih dari satu wilayah, dengan tujuan meningkatkan pelayanan dan mempercepat
pembangunan yang dilandasi oleh Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan direvisi dengan
Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Sesuai dengan PP No.78
Tahun 2007 bahwa pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau
bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah atau lebih.
Pada dasarnya pemekaran daerah memiliki beberapa tujuan yang harus dicapai. Seperti
yang ditulis dalam PP No. 78 Tahun 2007 hasil revisi PP No. 129 Tahun 2000, dimana
disebutkan bahwa tujuan pemekaran daerah ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
melalui peningkatan pelayanan kepada, percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi,
percepatan

pertumbuhan

kehidupan

demokrasi,

percepatan

pelaksanaan

pembangunan

perekonomian daerah, percepatan pengelolaan potensi daerah, peningkatan keamanan dan
ketertiban, peningkatan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah.
Menurut Kastorius Sinaga 17 ide pemekaran daerah setidaknya harus menjawab tiga isu
pokok, diantaranya:
1. Urgensi dan relevansi

17

Wahyudi,2002. Etnis Pakpak dalam Pemekaran Wilayah.Sidikalang :Yayasan Sada Ahmo,hlm.18-19

Universitas Sumatera Utara

Dalam hal ini apakah urgensi pemekaran daerah berkaitan dengan penuntasan masalah
kemiskinan dan marginalitas etnik. Jika tidak maka pemekaran daerah akan berdampak
negative. Pertimbangan lain dari pemekaran daerah biasanya didasari oleh adanyya
potensi sumber daya alam dan juga potensi sumber daya manusia yang terbatas. Jalan
keluar yang paling mungkin adalah mengundang pihak luar menjadi investor dan ketika
keputusan ini diambil maka tidak lama setelah itu akan terjadi proses eksploitasi yang
sangat besar terhadap kekayaan alam yang dimiliki oleh daerah tersebut. Cara berpikir
seperti inilah yang sangat mengkhawatirkan dn berpotensi mengundang terjadinya proses
kemiskinan.
2. Prosedur
Dalam hal ini apakah prosedur pemekaran daerah sudah ditempuh dengan benar sesuai
dengan ketentuan dan peraturan yang ditetapkan. Jika tidak maka peoses pemekaran
daerah ini akan berbelit-belit karena rantai birokrasi yang mengurus persoalan seperti ini
memerlukan proses yang sangat panjang.
3. Dalam hal ini yaitu sejauh mana pemekaran daerah memberi dampak yang signifikan
terhadap kesejahteraan masyarakat dan berimplikasi terhadap terpeliharanya identitas dan
agama.
Terdapat beberapa alasan penting dari pembentukan dan pemekaran wilayah, yaitu 18:
1. Meningkatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat, sehingga kehidupan masyarakat
akan secara cepat terangkat dan terbebas dari kemiskinan dan keterbelakangan seiring
meningkatnya kesejahteraan.

18

Op.Cit J.Kaloh.Hal.195

Universitas Sumatera Utara

2. Memperpendek spam of control (rentang kendali) manajemen pemerintahan dan
pembangunan, sehingga fungsi manajemen pemerintahan akan lebih efektif, efisien, dn
terkendali.
3. Untuk proses pemberdayaan masyarakat dengan menumbuhkembangkan inisiatif,
kreativitas, dan inovasi masyarakat dalam pembangunan.
4. Menumbuhkan dan mengembangkan proses pembelajaran berdemokrasi masyarakat,
dengan keterlibatan mereka dalam proses politik dan pembangunan.
Menurut Prasojo, bahwa terdapat sejumlah faktor pendorong untuk melakukan
pemekaran daerah. Sekaligus hal tersebut menjadi penyebab mengapa penghentian (moratorium)
pemekaran sulit dilakukan. Pertama, tuntutan terhadap pemekaran adalah cara hukum
mendorong pemerintah untuk mengalirkan keuangan negarake daerah. Selama insentif keuangan
berupa dana alokasi umum, dan dana perimbangan lainnya dari pemerintah pusat terus mengalir
ke DOB, selama itu pula tuntutan pemekaran akan terjadi. Dengan kata lain, pemekaran adalah
alat bagi daerah untuk menekankan pemerintah pusat agar memberikan uang kepada daerah.
Kedua, selain berdimensi keuangan negara, pemekaran memiliki dimensi politik. pemekaran
merupakan cara untuk memberikan ruang yang lebih besar kepada kader-kader partai politik
didaerah untuk berkiprah dilembaga-lembaga perwakilan serta lembaga pemerintahan daerah.
Pembentukan DOB jelas diikuti pembentukan sejumlah struktur dan posisi daerah seperti kepala
daerah, wakil daerah, anggota DPRD, dan posisi-posisi pemerintahan lainnya. Ketiga,
pemekaran juga bisa berdimensi janji politisi kepada masyarakat di daerah pemilihannya (dapil).
Apalagi menjelang pemilu, janji pemekaran akan menjadi alat kampanye yang efektif untuk
mendongkrak suara dalam pemilu. Kontra opini terhadap pemekaran bisa dipandang tidak pro
daerah dan tidak pro Rakyat. Keempat, tentu saja sangat legitimate untuk menyatakan bahwa dari

Universitas Sumatera Utara

luas wilayah dan jangkauan pelayanan, pemekaran adalah jalan untuk mendekatkan pelayanan
sekaligus meningkatkan kemakmuran masyarakat. 19
Secara normatif, segala sesuatu yang berhubungan dengan Negara dan politik tertanam
sebuah syarat dan aturan hukum yang sifatnya mengikat untuk dilaksanakan oleh siapapun,
terlebih lagi terkait dengan pemekaran wilayah yang sifatnya lebig urgent. Sebagaimana
dijelaskan dalam UU No. 32/2004, pasal 5 bahwa pembentukan daerah harus memenuhi syarat
administratif, teknis dan fisik kewilayahan. Syarat administratif untuk kabupaten atau kota
meliputi adanya persetujuan DPRD, Provinsi dan Gubernur serta rekomendasi Mentri dalam
Negeri. Sementara itu, syarat teknis meliputi faktor yang menjadi dasar pembentukan daerah
yang meliputi faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik,
kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan faktor-faktor yang berhubungan dengan
terselenggaranya otonomi daerah. Sedangkan syarat fisik meliputi cakupan wilayah, lokasi calon
ibukota, sarana dan prasarana pemerintahan. 20
1.6.2 Konsep Pembangunan Daerah dan Kesejahteraan Masyarakat
Pembangunan sudah menjadi hal yang sering didengar oleh masyarakat Indonesia.
Penggunaaan kata pembangunan seperti obat untuk terciptanya suatu perubahan dan kemajuan.
Walaupun sebenarnya suatu pembangunan belum tentu berdampak baikbagi setiap orang.
Menurut Saul M. Katz 21, pembangunan adalah “major societal change from one state of
national being to another, more valued, state” yang lebih kurang berarti perubahan besarbesaran suatu bangsa dari suatu keadaan menuju keadaan yang lebih baik. Hal ini juga berlaku
19

Eko Prasojo, “Jajaran Pemekaran Daerah : Instrumen Ekonomi Politik”. Dalam Opini Jawa Pos, 2008.
Matias Siagian, 2012, Kemiskinan dan Solusi, Medan : Grasindo Monoratama, hlm 92
21
Taliziduhu Ndraha, 1987, Pembangunan Masyarakat, Mempersiapkan Masyarakat Tinggal Landas, Jakarta: Bina
Aksara, hlm 15
20

Universitas Sumatera Utara

bagi daerah, ketika diberlakukannya otonomi daerah. Masing-masing daerah secara mandiri
melakukan pembangunan daerah agar terwujud kesejahteraan masyarakat di daerah otonomnya.
Secara gamblang tujuan pembangunan adalah untuk mencapai masyarakat yang adil dan
makmur, materiil maupun spirituil. 22 Adil dan makmur (sejahtera) mer