Pasukan Kamikaze Dalam Sejarah Militer Jepang Pada Perang Dunia Ii Kamikaze Butai De Daini Sekai Taisen Ni Nihon Gun No Rekishi De Aru
BAB II
FENOMENA KAMIKAZE DALAM MILITER JEPANG
2.1 Definisi Kamikaze
Kamikaze adalah sebutan bagi tentara Jepang yang merelakan hidupnya untuk
melakukan serangan bunuh diri ke arah pasukan Amerika.Tugas mereka adalah
menabrakkan pesawat mereka ke armada-armada perang sekutu. Istilah kamikaze
sendiri berasal dari sejarah di zaman samurai saat armada mongol menyerang Jepang
(Iris, 1997:87)
Selama abad ke-13, bangsa Mongol, yang dipimpin oleh Kubilai Khan, cucu
Gengis Khan, berusaha menginvasi Jepang sebanyak dua kali yakni pada tahun 1274
dan 1281. Namun, pada kesempatan kedua, topan besar (siklon tropis) melenyapkan
armada Mongol, memaksa mereka untuk meninggalkan rencana mereka dan disaat yang
sama telah menyelamatkan Jepang dari penaklukan bangsa Mongol. Bangsa Jepang
percaya topan telah dikirim oleh para dewa untuk melindungi mereka dari musuhmusuh mereka dan menyebutnya sebagai Kamikaze atau angin tuhan (Rielly, 2010:7).
Namun, karena banyaknya akan penghargaan tersebut, istilah "Kamikaze"
kemudian digunakan dalam bahasa Inggris umumnya merujuk kepada serangan bunuh
diri yang dilakukan awak pesawat Jepang yang dengan sengaja menabrakkan pesawat
mereka ke target musuh pada akhir kampanye Pasifik Perang Dunia II terhadap kapalkapal laut Sekutu sementara "kamikaze" dalam bahasa Jepang hanya merujuk kepada
angin topan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Rielly (2010:8) dalam bahasa Jepang, istilah yang digunakan untuk
memanggil unit-unit pelaku serangan-serangan bunuh diri tersebut adalah tokubetsu
kōgeki tai (特別攻撃隊), yang secara harafiah berarti "unit serangan khusus." Ini
biasanya disingkat menjadi tokkōtai (特攻隊). Pada Perang Dunia II, skuadronskuadron bunuh diri yang berasal dari Angkatan Laut Kekaisaran Jepang disebut shinpū
tokubetsu kōgeki tai (神風特別攻撃隊), di mana shinpū adalah bacaan on-yomi untuk
karakter kanji yang sama yang membentuk perkataan kamikaze.
2.2 Latar Belakang Kamikaze
Perang Pasifik atau yang dikenal di Jepang dengan nama Perang Asia Timur
Raya adalah perang yang terjadi di Samudera Pasifik, pulau-pulaunya, dan di Asia.
Konflik ini terjadi antara tahun 1937 hingga 1945. Namun, peristiwa-peristiwa yang
lebih penting terjadi setelah tanggal 7 Desember 1941, ketika Jepang menyerang Pearl
Harbour di Hawaii, Amerika Serikat serta wilayah-wilayah yang dikuasai Britania Raya
dan banyak negara lain serta yang dikuasai oleh sekutu. Kemenangan demi kemenangan
segera diraih oleh Jepang hingga tahun 1943 yang menjadi titik balik dalam
panggungPerang dunia ke2 baik di Eropa maupun di Asia Pasifik. Dan pertempuran
Midway yang terjadi pada tanggal 4 hingga 7 Juni 1942 menjadi kekalahan pertama
bagi Jepang. Selama Tahun 1943-1944, angkatan perang Sekutu, didukung Oleh sektor
industri yang maju dan sumber penghasilan yang cukup Kaya Mulai mengintai gerak
gerik pasukan jepang. Pesawat pesawat tempur Jepang banyak yang kalah kelas dengan
pesawat -pesawat tempur Amerika Serikat, terutama F4U Corsair dan P-51 Mustang.
Universitas Sumatera Utara
Karena kekalahan di pertempuran dan banyaknya pilot - pilot yang mati, jepang pun jadi
kekurangan pilot - pilot trampil untuk dijadikan pilot kamikaze (www.wikipedia.org).
Sumarno (1991:68) mengatakan pada 15 Juli tahun 1944, Saipan, pangkalan
militer penting milik jepang Jepang, jatuh ketangan pasukan Sekutu.Penguasaan atas
pangkalan militer Saipan Memungkinkan pasukan sekutu untuk menggunakan pesawat
pembom Jarak Jauh Superfortress B-29 Untuk membumi hanguskan pulau utama
jepang. Setelah Jatuhnya Pangkalan Militer Saipan, komando tertinggi Jepang
meramalkan bahwa Sekutu akan mencoba Untuk segera menduduki Filipina, yang
lokasinya strategis dan karena berada di ladang minyak antara Asia Tenggara dan
Jepang.
Jepang mulai menggunakan taktik Kamikaze waktu itu karena merasa sudah
tidak mampu lagi menerobos barisan armada tempur Amerika Serikat, dimana
Angkatan Laut Jepang sendiri hampir habis dan Angkatan Daratnya kewalahan. Ide
penggunaan pasukan khusus ini dicetuskan oleh Laksamana Muda Kimpei Teraoka
yang merupakan kepala staf komandan angkatan laut di Filipina yang mengeluh jika
taktik biasa tidak mungkin dilakukan, mereka (Pasukan Jepang) haruslah menjadi
manusia super. Ide ini kemudian direalisasikan oleh Laksamana Muda Takejiro Onishi
yang menggantikan Teraoka pada Oktober 1944 yang kemudian dikenal sebagai Bapak
Kamikaze itu karena Onishi lah yang dianggap bertanggung jawab dalam
pembentukannya. dalam waktu yang sama pada tahun 1944, Lt Tanaka menekankan
pukulan telak pada sasaran lawan ditekankan hanya bisa berhasil bila pilot ikut serta
dalam pesawat roket itu sampai ke sasaran, bahkan dia bersedia menjadi orang yang
pertama untuk melakukan itu.
Universitas Sumatera Utara
Sukono (2009:294) mengatakan pasukan Serangan Khusus ini, demikian sebutan
unit Kamikaze udara maupun laut itu (di Indonesia dikenal sebagai Jibaku-tai) ini
sebenarnya bukanlah pertama kali dibentuk. Pada perang-perang sebelumnya, baik
Perang Tiongkok-Jepang (1894-1895) dan Perang Rusia-Jepang (1905-1906), pasukan
jepang membentuk unit kapal torpedo bunih diri (kaiten) untuk menyerang kapal perang
Tiongkok dan Rusia.
Ramalan menjadi kenyataan pada 17 Oktober tahun 1944, ketika Pasukan
Sekutu menyerang Pulau Suluan,Untuk memulai Pertempuran teluk Leyte. Armada
Udara ke1 Angkatan Laut Kekaisaran Jepang, yang berpangkalan di Manila diberi tugas
membantu kapal Jepang yang akan mencoba menghancurkan pasukan Sekutu di teluk
Leyte. Akan tetapi karena Armada Udara ke-1 Jepang pada waktu itu hanya mempunyai
40 pesawat : 34 pesawat tempur Mitsubishi Zero. tiga Nakajima B6N Yaitu Pesawat
Torpedo Bomber, satu Mitsubishi G4M dan dua Yokosuka P1Y pesawat pembom yang
berpangkalan di daratan, dan satu pesawat pengintai. Misi Yang Di Hadapi Oleh
angkatan perang udara Jepang jadi terlihat mustahil untuk dilalukan. Oleh karena Itu
Seorang Komandan Armada Udara ke-1 Yaitu Laksamana Muda Takijiro Onishi
memutuskan membentuk Suatu kesatuan serangan bunuh diri yaitu Special Attack Air
Force kamikaze yang terdiri dari pilot-pilot berani mati (www.wikipedia.org).
2.3 Pandangan Masyarakat Jepang Tentang Kamikaze
Berdasarkan skripsi (Wardatul Hikmah, 2012:76-80) pada awal
pecahnya
perang Jepang melawan Cina, menjadi sebuah kebanggaan bagi suatu keluarga
jika anak laki-lakinya dapat menjadi prajurit dalam (Hikmah, 2012:70). Pernyataan
tersebut diperkuat oleh Ōno Sakari,
anggota
AD Jepang
yang
ditugaskan
di
Universitas Sumatera Utara
Indonesia, dan kemudian berganti nama menjadi Rahmat Shigeru Ōno. Akan
tetapi, sejak pecahnya
Perang
Pasifik,
banyak keluarga yang dengan sengaja
melindungi anak laki-lakinya agar tidak terjun ke medan perang dalam (Hikmah,
20112:70).
Selama operasi Kamikaze dilaksanakan, banyak pemuda yang bergabung di
dalamnya. Emiko Ōnuki Tierney, penulis buku Kamikaze Diaries: Reflections of
Japanese Student Soldiers, dalam film Wings of Defeat mengatakan
bahwa
ada
sekitar 4.000 pilot yang tewas dalam operasi Kamikaze. 3.000 pilot dari jumlah
keseluruhan pilot adalah pilot remaja, mereka baru saja menjalankan wajib militer
dan mendaftar dalam program pelatihan pilot khusus untuk remaja pria. 1.000
lainnya ialah pilot dari kelompok prajurit pelajar, yaitu para mahasiswa yang
dengan sengaja dipercepat
kelulusannya
oleh
pemerintah
agar
mereka
bisa
melaksanakan tugas. Namun, hampir tidak ada catatan tertulis seperti buku harian
maupun surat-surat dari para pilot remaja mengenai hari-hari mereka sebagai
calon pilot Kamikaze. Para pilot pelajar banyak meninggalkan catatan tertulis
yang memungkinkan para pembacanya memahami pemikiran mereka mengenai
humanisme di tengah
kekisruhan perang dan pemikiran mereka mengenai
kematian yang tidak terelakkan bagi mereka.
Kamikaze sendiri menurut pandangan masyarakat jepang masih pro dan kontra.
Di satu sisi banyak yang setuju dengan penggunaan unit Kamikaze namun disisi lain
banyak juga orang Jepang yang memandang hal itu sebagai suatu kesia-siaan belaka.
Tsuneo Watanabe, Redaksi harian Yomiuri Shinbun, misalnya, menganggap bahwa
cerita tentang pilot-pilot muda yang mau melakukan serangan Kamikaze dengan gagah
Universitas Sumatera Utara
berani dan bahagia melakukannnya merupakan sebagai suatu kebohongan belaka.
Mereka lebih meyakini semua itu dilakukan dengan keterpaksaan. Mereka adalah
pemuda Jepang yang tersesat di “rumah pembantaian”.
“Mereka tertunduk, sebagian tak sanggup berdiri, sehingga harus dipaksa masuk ke
dalam kokpit”, ungkap Watanabe, mengisahkan penderitaan pilot-pilot muda yang
direkrut masuk ke dalam kesatuan udara kamikaze.
Saburo Sakai, salah satu pilot kenamaan Jepang dari masa Perang Pasifik,
bahkan termasuk orang yang memandang miris pasukan ini. Terlebih karena sebagian
dari pilot-pilot muda itu adalah murid-muridnya sendiri.Ia tak habis pikir, mengapa
pimpinan Tentara Jepang sampai membentuk pasukan bunuh diri.
Brown (2009:220) mengatakan di mata Saburo Sakai yang tutup usia pada tahun
2000 akibat serangan jantung, Kamikaze adalah blunder tentara jepang. Hingga di
penghujung usianya, dia mengaku kecewa dan masih sering membayangkan wajah
murid-muridnya yang gugur dengan cara konyol itu. “Pimpinan Tentara Jepang telah
berbohong bahwa para pilot Kamikaze telah menyerahkan diri secara sukarela. Mereka
berbohong.“Menurutnya, Kamikaze memang bisa digunakan sebagai serangan kejut,
dan ini memang merupakan salah satu taktik perang.Namun taktik seperti ini hanya
efektif jika dilakukan sekali, dua kali, atau tiga kali. Tetapi jika dilakukan sampai
sepuluh bulan, Kamikaze sudah sangat berlebihan. Tak akan ada artinya lagi. Kaisar
Hirohito sebenarnya harus menghentikan serangan ini.
Strategi perang Kamikaze dapat bertahan hingga sepuluh bulan lamanya
dari bulan Oktober 1944 hingga Agustus 1945. Pelaksanaannya menimbulkan
banyak reaksi, baik reaksi positif maupun reaksi negatif. Berbagai literatur tentang
Universitas Sumatera Utara
Kamikaze yang ada, mempunyai sudut pandangnya sendiri dalam menjelaskan
keikutsertaan para pemuda Jepang dalam Kamikaze. Buku Kisah Para Pilot
Kamikaze: Pasukan Udara Berani Mati Jepang pada perang Dunia IIyang ditulis oleh
kalangan militer (2 orang anggota militer Jepang dan 1 orang anggota militer Amerika)
secara umum menyatakan bahwa para pilot Kamikaze rela berjuang demi negara
dan Kaisar. Akan tetapi, Kimiko Ōnuki-Tierney sebagai orang sipil justru berpendapat
bahwa para pilot Kamikaze terpaksa menjalankan tugasnya dan sebenarnya mereka
belum mau mati. Pendapatnya tersebut terdapat di dalam bukunya yang berjudul
Kamikaze Diaries: Reflections of Japanese Student Soldier.
Pihak yang sudah pasti menyetujui pelaksanaan Kamikaze ialah militer Jepang.
Dalam tulisannya di buku KisahPara Pilot Kamikaze: Pasukan Udara Berani Mati
Jepang pada perang Dunia II, Kolonel Inoguchi Rikihei dan Letkol Nakajima
Tadashi banyak menulis bahwa para calon pilot Kamikaze sangat antusisas dan
tidak sabar untuk segera melakukan misi Kamikaze. Akan tetapi, ternyata tidak
semua pejabat militer Jepang menyetujuinya. Sebagai contoh, Mayor (Laut) Minobe
Tadashi, komandan penerbangan dari grup pesawat tempur malam di Filipina, dengan
tegas menolak pelaksanaan Kamikaze. Walaupun di awal pembentukan Kamikaze
Laksamana Ōnishi menyatakan tidak mau menerima kritik, Mayor Minobe tidak
pernah
dipaksa
olehnya
untuk
mau melaksanakan serangan khusus. Minobe
kemudian dipindahkan ke Jepang, dan bertugas dengan baik di Grup Udara 131
dalam (Hikmah, 2012:77).
Selain itu, Mayor (Laut) Okajima, kepala Skuadron Pertempuran Grup
Udara 303 di Filipina, juga terang-terangan menolak keberadaan operasi serangan
Universitas Sumatera Utara
khusus. Okajima bahkan berdebat sengit dengan Letkol Nakajima Tadashi selaku
perwira penerbang Grup Udara 201. Okajima menyatakan bahwa taktik serangan
khusus benar-benar tidak masuk akal. Kesatuan Udara AL Jepang seharusnya
menarik pasukannya kembali ke Jepang dan memperkuat kembali kekuatannya.
Lebih lanjut, Okajima menyatakan bahwa ia tidak akan mengizinkan satu pun
pilot atau pesawat dari Grup Udara 203 bergabung dengan Kamikaze. Letkol
Tamai sebagai perwira penerbang senior pada Grup Udara 201 pun memutuskan
untuk memindahkan Grup Udara yang dipimpin Okajima ke Jepang, pada
keesokan harinya dalam (Hikmah, 2012:77).
Pada bulan Maret 1945, di majalah bulanan Taiyō (大洋/ Samudra) ada
artikel sebanyak 21 halaman mengenai pelaksanaan Kamikaze dari sudut pandang
sepuluh pilot berpengalaman AL Jepang. Salah satu di antaranya, Mayor Iwatani,
dengan tegas berkata bahwa salah besar jika publik menghargai operasi serangan
khusus layak dan patut dihargai. Menurutnya, cara yang paling tepat untuk
menyerang musuh ialah dengan mempergunakan keahlian para prajurit, dan
kembali ke pangkalan dengan hasil serangan yang efektif. Setiap pesawat
seharusnya dilengkapi dengan berbagai persenjataan dalam (Hikmah, 2012:77).
Para tawanan perang Jepang yang menganut paham militerisme yang
ekstrem,
perbuatan
mendasarkan
mereka
perbuatan
sebagai
mereka
bentuk
atas
kaisar.
pelaksanaan
Mereka
kehendak
menganggap
kaisar,
untuk
menenangkan pikiran kaisar, dan rela mati atas perintah kaisar. Bagi mereka,
kaisar memimpin rakyatnya ke dalam perang, dan sudah menjadi kewajiban
mereka untuk menaatinya. Pihak-pihak yang tidak sependapat dengan perang
Universitas Sumatera Utara
berpendapat bahwa kaisar adalah pencinta damai, dan menentang perang, akan
tetapi kaisar telah ditipu oleh Tōjō. Kaisar tidak suka pada perang dan tidak akan
mengizinkan rakyatnya terseret ke dalamnya. Kaisar juga tidak mengetahui betapa
buruknya perlakuan yang diterima para prajurit dalam (Hikmah, 2012:78).
Dalam film Wings of Defeat, terdapat sejumlah komentar dari orang-orang yang
hidup semasa Perang Dunia II, termasuk empat calon pilot Kamikaze. Keempat
calon pilot Kamikaze tersebut ialah Ena Takehiko, Ueshima Takeo, Hamazono
Shigeyoshi, dan Nakajima Kazuo. Film ini berawal dari penelusuran Morimoto
Risa (selaku sutradara sekaligus produser film ini) atas kisah hidup pamannya,
Sunada Toshio, yang pernah mengikuti pelatihan sebagai calon pilot Kamikaze.
Dalam
sebuah
pertemuan
keluarga,
Risa
diberitahu
oleh
sepupunya bahwa
mendiang pamannya pernah menjadi calon pilot Kamikaze. Dari informasi tersebut,
Risa berinisiatif membuat film dokumenter tentang pasukan Kamikaze. Film ini
tidak hanya berdasarkan sudut pandang Jepang. Dalam film ini dapat pula kita
saksikan sejumlah komentar dari sejarawan Amerika dan tentara Amerika yang
menghadapi serangan Kamikaze. Sepupu dari Sunada Toshio, Kazuhito, menyatakan
bahwa imej Kamikaze bagi orang Jepang kadang-kadang positif, dan kadang-kadang
negatif. Tapi bagi generasinya, pandangan positif yang lebih melekat. Sementara
itu,
Hiroshi,
pelaksanaan
sepupu lainnya,
menyatakan
bahwa ia benar-benar
menentang
Kamikaze. Baginya, citra Kamikaze negatif. Ia tidak percaya bahwa
pesawat yang kecil bisa berdampak besar saat ditabrakkan ke kapal laut Sekutu yang
besar. Di antara keempat calon pilot Kamikaze, pernyataan Nakajima Kazuo yang
terang-terangan
ditujukan
kepada
Kaisar
Hirohito
penting
untuk
disimak.
Universitas Sumatera Utara
Nakajima berkata bahwa tidak satu pun tetangganya yang mengetahui bahwa ia
bergabung dalam misi Kamikaze karena hal itu bukan sesuatu yang penting dan
dapat dibanggakan. Ia menyatakan bahwa ia cinta negara Jepang, tetapi semua ini
adalah salah kaisar. Karena kaisar, para pilot harus menanggung siksaan, dan
semua pilot harus siap mati. Kalau saja kaisar berani berkata, “Cukup! Biar saya yang
disalahkan
atas perang ini. Segera akhiri perang ini”, maka ribuan nyawa dapat
terselamatkan.
Pendapat para pilot Kamikaze juga terbagi dua. Dari berbagai tulisan,
seperti surat maupun catatan harian yang ditulis oleh para pilot Kamikaze, dapat
diketahui bahwa ada pilot yang setuju bahkan rela mati dengan pelaksanaan tugas
Kamikaze, tetapi ada juga pula pilot yang belum mau mati, dan menentang
pelaksanaan Kamikaze.
Di antara para pilot yang setuju dengan pelaksanaan Kamikaze, salah
satunya ialah Letnan Satu Nishida Takamitsu (西田高光). Ia tewas dalam misi
Kamikaze pada tanggal 11 Mei 1945. Dia menjadi pilot bagi pesawat Zero yang
berangkat
dari
Kanoya
ke
arah
lautan
Okinawa.
Sebelum
berangkat,
ia
sempat diwawancara oleh wartawan perang, Yamaoka Sohachi. Dalam wawancara
itu Nishida menjelaskan alasan mengapa ia rela kehilangan nyawa demi negara.
Nishida, yang telah menempuh pendidikan tinggi di sebuah universitas, menyadari
bahwa Jepang tidak bisa menang dengan mudah dalam perang ini. Ia memikirkan
apa yang akan terjadi dengan Jepang jika Jepang kalah dalam perang. Oleh
karena itu, Nishida mendedikasikan hidupnya supaya Jepang bisa memulihkan
perdamaian. Ia yakin bahwa tindakannya akan menyokong kehormatan bangsa.
Universitas Sumatera Utara
Nishida tewas dalam usia 22 tahun. Tulisan terakhir dalam buku hariannya ditulis pada
dini hari tanggal 11 Mei 1945, hanya beberapa jam sebelum ia bertugas. Ia menulis
bahwa dalam lima jam ke depan, ia akan menabrakkan dirinya ke kapal Sekutu.
Ia juga mengucapkan salam perpisahan untuk semua orang. Ia berharap akan ada
orang yang menyelesaikan hal-hal yang gagal ia selesaikan. Nishida juga menyapa ayah
dan ibunya dalam buku hariannya dan mengatakan bahwa ia akan pergi untuk
menjalankan misi serangan khusus dalam (Hikmah, 2012:79).
Berlawanan dengan Letnan Satu Takamisu Nishida, Sasaki Hachiro tidak
setuju
dengan
pelaksanaan
Kamikaze.
Sasaki
adalah
lulusan
Universitas
Kekaisaran Tokyo. Ia menjadi pilot Kamikaze dan terbunuh dalam menjalankan
tugasnya, dalam usia 22 tahun. Sebelum tewas, ia sempat menuliskan perasaannya
dalam catatan hariannya. Isi tulisannya ialah:
Apakah patriotisme itu? Bagaimana mungkin kita bisa menyetujui
pembunuhan atas jutaan orang, juga pemusnahan HAM atas miliaran
orang di bawah panji-panji gagasan yang abstrak (seperti patriotisme dan
atas nama tanah air) ? Militer Jepang–Sebuah Ketololan Besar! Jika
kekuasaan kapitalisme lama tidak bisa kita hapuskan begitu saja tetapi bisa
kita tumpas dengan kekalahan perang, maka kita mengubah bencana
menjadi suatu kemujuran (Hikmah, 2012:80).
Universitas Sumatera Utara
FENOMENA KAMIKAZE DALAM MILITER JEPANG
2.1 Definisi Kamikaze
Kamikaze adalah sebutan bagi tentara Jepang yang merelakan hidupnya untuk
melakukan serangan bunuh diri ke arah pasukan Amerika.Tugas mereka adalah
menabrakkan pesawat mereka ke armada-armada perang sekutu. Istilah kamikaze
sendiri berasal dari sejarah di zaman samurai saat armada mongol menyerang Jepang
(Iris, 1997:87)
Selama abad ke-13, bangsa Mongol, yang dipimpin oleh Kubilai Khan, cucu
Gengis Khan, berusaha menginvasi Jepang sebanyak dua kali yakni pada tahun 1274
dan 1281. Namun, pada kesempatan kedua, topan besar (siklon tropis) melenyapkan
armada Mongol, memaksa mereka untuk meninggalkan rencana mereka dan disaat yang
sama telah menyelamatkan Jepang dari penaklukan bangsa Mongol. Bangsa Jepang
percaya topan telah dikirim oleh para dewa untuk melindungi mereka dari musuhmusuh mereka dan menyebutnya sebagai Kamikaze atau angin tuhan (Rielly, 2010:7).
Namun, karena banyaknya akan penghargaan tersebut, istilah "Kamikaze"
kemudian digunakan dalam bahasa Inggris umumnya merujuk kepada serangan bunuh
diri yang dilakukan awak pesawat Jepang yang dengan sengaja menabrakkan pesawat
mereka ke target musuh pada akhir kampanye Pasifik Perang Dunia II terhadap kapalkapal laut Sekutu sementara "kamikaze" dalam bahasa Jepang hanya merujuk kepada
angin topan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Rielly (2010:8) dalam bahasa Jepang, istilah yang digunakan untuk
memanggil unit-unit pelaku serangan-serangan bunuh diri tersebut adalah tokubetsu
kōgeki tai (特別攻撃隊), yang secara harafiah berarti "unit serangan khusus." Ini
biasanya disingkat menjadi tokkōtai (特攻隊). Pada Perang Dunia II, skuadronskuadron bunuh diri yang berasal dari Angkatan Laut Kekaisaran Jepang disebut shinpū
tokubetsu kōgeki tai (神風特別攻撃隊), di mana shinpū adalah bacaan on-yomi untuk
karakter kanji yang sama yang membentuk perkataan kamikaze.
2.2 Latar Belakang Kamikaze
Perang Pasifik atau yang dikenal di Jepang dengan nama Perang Asia Timur
Raya adalah perang yang terjadi di Samudera Pasifik, pulau-pulaunya, dan di Asia.
Konflik ini terjadi antara tahun 1937 hingga 1945. Namun, peristiwa-peristiwa yang
lebih penting terjadi setelah tanggal 7 Desember 1941, ketika Jepang menyerang Pearl
Harbour di Hawaii, Amerika Serikat serta wilayah-wilayah yang dikuasai Britania Raya
dan banyak negara lain serta yang dikuasai oleh sekutu. Kemenangan demi kemenangan
segera diraih oleh Jepang hingga tahun 1943 yang menjadi titik balik dalam
panggungPerang dunia ke2 baik di Eropa maupun di Asia Pasifik. Dan pertempuran
Midway yang terjadi pada tanggal 4 hingga 7 Juni 1942 menjadi kekalahan pertama
bagi Jepang. Selama Tahun 1943-1944, angkatan perang Sekutu, didukung Oleh sektor
industri yang maju dan sumber penghasilan yang cukup Kaya Mulai mengintai gerak
gerik pasukan jepang. Pesawat pesawat tempur Jepang banyak yang kalah kelas dengan
pesawat -pesawat tempur Amerika Serikat, terutama F4U Corsair dan P-51 Mustang.
Universitas Sumatera Utara
Karena kekalahan di pertempuran dan banyaknya pilot - pilot yang mati, jepang pun jadi
kekurangan pilot - pilot trampil untuk dijadikan pilot kamikaze (www.wikipedia.org).
Sumarno (1991:68) mengatakan pada 15 Juli tahun 1944, Saipan, pangkalan
militer penting milik jepang Jepang, jatuh ketangan pasukan Sekutu.Penguasaan atas
pangkalan militer Saipan Memungkinkan pasukan sekutu untuk menggunakan pesawat
pembom Jarak Jauh Superfortress B-29 Untuk membumi hanguskan pulau utama
jepang. Setelah Jatuhnya Pangkalan Militer Saipan, komando tertinggi Jepang
meramalkan bahwa Sekutu akan mencoba Untuk segera menduduki Filipina, yang
lokasinya strategis dan karena berada di ladang minyak antara Asia Tenggara dan
Jepang.
Jepang mulai menggunakan taktik Kamikaze waktu itu karena merasa sudah
tidak mampu lagi menerobos barisan armada tempur Amerika Serikat, dimana
Angkatan Laut Jepang sendiri hampir habis dan Angkatan Daratnya kewalahan. Ide
penggunaan pasukan khusus ini dicetuskan oleh Laksamana Muda Kimpei Teraoka
yang merupakan kepala staf komandan angkatan laut di Filipina yang mengeluh jika
taktik biasa tidak mungkin dilakukan, mereka (Pasukan Jepang) haruslah menjadi
manusia super. Ide ini kemudian direalisasikan oleh Laksamana Muda Takejiro Onishi
yang menggantikan Teraoka pada Oktober 1944 yang kemudian dikenal sebagai Bapak
Kamikaze itu karena Onishi lah yang dianggap bertanggung jawab dalam
pembentukannya. dalam waktu yang sama pada tahun 1944, Lt Tanaka menekankan
pukulan telak pada sasaran lawan ditekankan hanya bisa berhasil bila pilot ikut serta
dalam pesawat roket itu sampai ke sasaran, bahkan dia bersedia menjadi orang yang
pertama untuk melakukan itu.
Universitas Sumatera Utara
Sukono (2009:294) mengatakan pasukan Serangan Khusus ini, demikian sebutan
unit Kamikaze udara maupun laut itu (di Indonesia dikenal sebagai Jibaku-tai) ini
sebenarnya bukanlah pertama kali dibentuk. Pada perang-perang sebelumnya, baik
Perang Tiongkok-Jepang (1894-1895) dan Perang Rusia-Jepang (1905-1906), pasukan
jepang membentuk unit kapal torpedo bunih diri (kaiten) untuk menyerang kapal perang
Tiongkok dan Rusia.
Ramalan menjadi kenyataan pada 17 Oktober tahun 1944, ketika Pasukan
Sekutu menyerang Pulau Suluan,Untuk memulai Pertempuran teluk Leyte. Armada
Udara ke1 Angkatan Laut Kekaisaran Jepang, yang berpangkalan di Manila diberi tugas
membantu kapal Jepang yang akan mencoba menghancurkan pasukan Sekutu di teluk
Leyte. Akan tetapi karena Armada Udara ke-1 Jepang pada waktu itu hanya mempunyai
40 pesawat : 34 pesawat tempur Mitsubishi Zero. tiga Nakajima B6N Yaitu Pesawat
Torpedo Bomber, satu Mitsubishi G4M dan dua Yokosuka P1Y pesawat pembom yang
berpangkalan di daratan, dan satu pesawat pengintai. Misi Yang Di Hadapi Oleh
angkatan perang udara Jepang jadi terlihat mustahil untuk dilalukan. Oleh karena Itu
Seorang Komandan Armada Udara ke-1 Yaitu Laksamana Muda Takijiro Onishi
memutuskan membentuk Suatu kesatuan serangan bunuh diri yaitu Special Attack Air
Force kamikaze yang terdiri dari pilot-pilot berani mati (www.wikipedia.org).
2.3 Pandangan Masyarakat Jepang Tentang Kamikaze
Berdasarkan skripsi (Wardatul Hikmah, 2012:76-80) pada awal
pecahnya
perang Jepang melawan Cina, menjadi sebuah kebanggaan bagi suatu keluarga
jika anak laki-lakinya dapat menjadi prajurit dalam (Hikmah, 2012:70). Pernyataan
tersebut diperkuat oleh Ōno Sakari,
anggota
AD Jepang
yang
ditugaskan
di
Universitas Sumatera Utara
Indonesia, dan kemudian berganti nama menjadi Rahmat Shigeru Ōno. Akan
tetapi, sejak pecahnya
Perang
Pasifik,
banyak keluarga yang dengan sengaja
melindungi anak laki-lakinya agar tidak terjun ke medan perang dalam (Hikmah,
20112:70).
Selama operasi Kamikaze dilaksanakan, banyak pemuda yang bergabung di
dalamnya. Emiko Ōnuki Tierney, penulis buku Kamikaze Diaries: Reflections of
Japanese Student Soldiers, dalam film Wings of Defeat mengatakan
bahwa
ada
sekitar 4.000 pilot yang tewas dalam operasi Kamikaze. 3.000 pilot dari jumlah
keseluruhan pilot adalah pilot remaja, mereka baru saja menjalankan wajib militer
dan mendaftar dalam program pelatihan pilot khusus untuk remaja pria. 1.000
lainnya ialah pilot dari kelompok prajurit pelajar, yaitu para mahasiswa yang
dengan sengaja dipercepat
kelulusannya
oleh
pemerintah
agar
mereka
bisa
melaksanakan tugas. Namun, hampir tidak ada catatan tertulis seperti buku harian
maupun surat-surat dari para pilot remaja mengenai hari-hari mereka sebagai
calon pilot Kamikaze. Para pilot pelajar banyak meninggalkan catatan tertulis
yang memungkinkan para pembacanya memahami pemikiran mereka mengenai
humanisme di tengah
kekisruhan perang dan pemikiran mereka mengenai
kematian yang tidak terelakkan bagi mereka.
Kamikaze sendiri menurut pandangan masyarakat jepang masih pro dan kontra.
Di satu sisi banyak yang setuju dengan penggunaan unit Kamikaze namun disisi lain
banyak juga orang Jepang yang memandang hal itu sebagai suatu kesia-siaan belaka.
Tsuneo Watanabe, Redaksi harian Yomiuri Shinbun, misalnya, menganggap bahwa
cerita tentang pilot-pilot muda yang mau melakukan serangan Kamikaze dengan gagah
Universitas Sumatera Utara
berani dan bahagia melakukannnya merupakan sebagai suatu kebohongan belaka.
Mereka lebih meyakini semua itu dilakukan dengan keterpaksaan. Mereka adalah
pemuda Jepang yang tersesat di “rumah pembantaian”.
“Mereka tertunduk, sebagian tak sanggup berdiri, sehingga harus dipaksa masuk ke
dalam kokpit”, ungkap Watanabe, mengisahkan penderitaan pilot-pilot muda yang
direkrut masuk ke dalam kesatuan udara kamikaze.
Saburo Sakai, salah satu pilot kenamaan Jepang dari masa Perang Pasifik,
bahkan termasuk orang yang memandang miris pasukan ini. Terlebih karena sebagian
dari pilot-pilot muda itu adalah murid-muridnya sendiri.Ia tak habis pikir, mengapa
pimpinan Tentara Jepang sampai membentuk pasukan bunuh diri.
Brown (2009:220) mengatakan di mata Saburo Sakai yang tutup usia pada tahun
2000 akibat serangan jantung, Kamikaze adalah blunder tentara jepang. Hingga di
penghujung usianya, dia mengaku kecewa dan masih sering membayangkan wajah
murid-muridnya yang gugur dengan cara konyol itu. “Pimpinan Tentara Jepang telah
berbohong bahwa para pilot Kamikaze telah menyerahkan diri secara sukarela. Mereka
berbohong.“Menurutnya, Kamikaze memang bisa digunakan sebagai serangan kejut,
dan ini memang merupakan salah satu taktik perang.Namun taktik seperti ini hanya
efektif jika dilakukan sekali, dua kali, atau tiga kali. Tetapi jika dilakukan sampai
sepuluh bulan, Kamikaze sudah sangat berlebihan. Tak akan ada artinya lagi. Kaisar
Hirohito sebenarnya harus menghentikan serangan ini.
Strategi perang Kamikaze dapat bertahan hingga sepuluh bulan lamanya
dari bulan Oktober 1944 hingga Agustus 1945. Pelaksanaannya menimbulkan
banyak reaksi, baik reaksi positif maupun reaksi negatif. Berbagai literatur tentang
Universitas Sumatera Utara
Kamikaze yang ada, mempunyai sudut pandangnya sendiri dalam menjelaskan
keikutsertaan para pemuda Jepang dalam Kamikaze. Buku Kisah Para Pilot
Kamikaze: Pasukan Udara Berani Mati Jepang pada perang Dunia IIyang ditulis oleh
kalangan militer (2 orang anggota militer Jepang dan 1 orang anggota militer Amerika)
secara umum menyatakan bahwa para pilot Kamikaze rela berjuang demi negara
dan Kaisar. Akan tetapi, Kimiko Ōnuki-Tierney sebagai orang sipil justru berpendapat
bahwa para pilot Kamikaze terpaksa menjalankan tugasnya dan sebenarnya mereka
belum mau mati. Pendapatnya tersebut terdapat di dalam bukunya yang berjudul
Kamikaze Diaries: Reflections of Japanese Student Soldier.
Pihak yang sudah pasti menyetujui pelaksanaan Kamikaze ialah militer Jepang.
Dalam tulisannya di buku KisahPara Pilot Kamikaze: Pasukan Udara Berani Mati
Jepang pada perang Dunia II, Kolonel Inoguchi Rikihei dan Letkol Nakajima
Tadashi banyak menulis bahwa para calon pilot Kamikaze sangat antusisas dan
tidak sabar untuk segera melakukan misi Kamikaze. Akan tetapi, ternyata tidak
semua pejabat militer Jepang menyetujuinya. Sebagai contoh, Mayor (Laut) Minobe
Tadashi, komandan penerbangan dari grup pesawat tempur malam di Filipina, dengan
tegas menolak pelaksanaan Kamikaze. Walaupun di awal pembentukan Kamikaze
Laksamana Ōnishi menyatakan tidak mau menerima kritik, Mayor Minobe tidak
pernah
dipaksa
olehnya
untuk
mau melaksanakan serangan khusus. Minobe
kemudian dipindahkan ke Jepang, dan bertugas dengan baik di Grup Udara 131
dalam (Hikmah, 2012:77).
Selain itu, Mayor (Laut) Okajima, kepala Skuadron Pertempuran Grup
Udara 303 di Filipina, juga terang-terangan menolak keberadaan operasi serangan
Universitas Sumatera Utara
khusus. Okajima bahkan berdebat sengit dengan Letkol Nakajima Tadashi selaku
perwira penerbang Grup Udara 201. Okajima menyatakan bahwa taktik serangan
khusus benar-benar tidak masuk akal. Kesatuan Udara AL Jepang seharusnya
menarik pasukannya kembali ke Jepang dan memperkuat kembali kekuatannya.
Lebih lanjut, Okajima menyatakan bahwa ia tidak akan mengizinkan satu pun
pilot atau pesawat dari Grup Udara 203 bergabung dengan Kamikaze. Letkol
Tamai sebagai perwira penerbang senior pada Grup Udara 201 pun memutuskan
untuk memindahkan Grup Udara yang dipimpin Okajima ke Jepang, pada
keesokan harinya dalam (Hikmah, 2012:77).
Pada bulan Maret 1945, di majalah bulanan Taiyō (大洋/ Samudra) ada
artikel sebanyak 21 halaman mengenai pelaksanaan Kamikaze dari sudut pandang
sepuluh pilot berpengalaman AL Jepang. Salah satu di antaranya, Mayor Iwatani,
dengan tegas berkata bahwa salah besar jika publik menghargai operasi serangan
khusus layak dan patut dihargai. Menurutnya, cara yang paling tepat untuk
menyerang musuh ialah dengan mempergunakan keahlian para prajurit, dan
kembali ke pangkalan dengan hasil serangan yang efektif. Setiap pesawat
seharusnya dilengkapi dengan berbagai persenjataan dalam (Hikmah, 2012:77).
Para tawanan perang Jepang yang menganut paham militerisme yang
ekstrem,
perbuatan
mendasarkan
mereka
perbuatan
sebagai
mereka
bentuk
atas
kaisar.
pelaksanaan
Mereka
kehendak
menganggap
kaisar,
untuk
menenangkan pikiran kaisar, dan rela mati atas perintah kaisar. Bagi mereka,
kaisar memimpin rakyatnya ke dalam perang, dan sudah menjadi kewajiban
mereka untuk menaatinya. Pihak-pihak yang tidak sependapat dengan perang
Universitas Sumatera Utara
berpendapat bahwa kaisar adalah pencinta damai, dan menentang perang, akan
tetapi kaisar telah ditipu oleh Tōjō. Kaisar tidak suka pada perang dan tidak akan
mengizinkan rakyatnya terseret ke dalamnya. Kaisar juga tidak mengetahui betapa
buruknya perlakuan yang diterima para prajurit dalam (Hikmah, 2012:78).
Dalam film Wings of Defeat, terdapat sejumlah komentar dari orang-orang yang
hidup semasa Perang Dunia II, termasuk empat calon pilot Kamikaze. Keempat
calon pilot Kamikaze tersebut ialah Ena Takehiko, Ueshima Takeo, Hamazono
Shigeyoshi, dan Nakajima Kazuo. Film ini berawal dari penelusuran Morimoto
Risa (selaku sutradara sekaligus produser film ini) atas kisah hidup pamannya,
Sunada Toshio, yang pernah mengikuti pelatihan sebagai calon pilot Kamikaze.
Dalam
sebuah
pertemuan
keluarga,
Risa
diberitahu
oleh
sepupunya bahwa
mendiang pamannya pernah menjadi calon pilot Kamikaze. Dari informasi tersebut,
Risa berinisiatif membuat film dokumenter tentang pasukan Kamikaze. Film ini
tidak hanya berdasarkan sudut pandang Jepang. Dalam film ini dapat pula kita
saksikan sejumlah komentar dari sejarawan Amerika dan tentara Amerika yang
menghadapi serangan Kamikaze. Sepupu dari Sunada Toshio, Kazuhito, menyatakan
bahwa imej Kamikaze bagi orang Jepang kadang-kadang positif, dan kadang-kadang
negatif. Tapi bagi generasinya, pandangan positif yang lebih melekat. Sementara
itu,
Hiroshi,
pelaksanaan
sepupu lainnya,
menyatakan
bahwa ia benar-benar
menentang
Kamikaze. Baginya, citra Kamikaze negatif. Ia tidak percaya bahwa
pesawat yang kecil bisa berdampak besar saat ditabrakkan ke kapal laut Sekutu yang
besar. Di antara keempat calon pilot Kamikaze, pernyataan Nakajima Kazuo yang
terang-terangan
ditujukan
kepada
Kaisar
Hirohito
penting
untuk
disimak.
Universitas Sumatera Utara
Nakajima berkata bahwa tidak satu pun tetangganya yang mengetahui bahwa ia
bergabung dalam misi Kamikaze karena hal itu bukan sesuatu yang penting dan
dapat dibanggakan. Ia menyatakan bahwa ia cinta negara Jepang, tetapi semua ini
adalah salah kaisar. Karena kaisar, para pilot harus menanggung siksaan, dan
semua pilot harus siap mati. Kalau saja kaisar berani berkata, “Cukup! Biar saya yang
disalahkan
atas perang ini. Segera akhiri perang ini”, maka ribuan nyawa dapat
terselamatkan.
Pendapat para pilot Kamikaze juga terbagi dua. Dari berbagai tulisan,
seperti surat maupun catatan harian yang ditulis oleh para pilot Kamikaze, dapat
diketahui bahwa ada pilot yang setuju bahkan rela mati dengan pelaksanaan tugas
Kamikaze, tetapi ada juga pula pilot yang belum mau mati, dan menentang
pelaksanaan Kamikaze.
Di antara para pilot yang setuju dengan pelaksanaan Kamikaze, salah
satunya ialah Letnan Satu Nishida Takamitsu (西田高光). Ia tewas dalam misi
Kamikaze pada tanggal 11 Mei 1945. Dia menjadi pilot bagi pesawat Zero yang
berangkat
dari
Kanoya
ke
arah
lautan
Okinawa.
Sebelum
berangkat,
ia
sempat diwawancara oleh wartawan perang, Yamaoka Sohachi. Dalam wawancara
itu Nishida menjelaskan alasan mengapa ia rela kehilangan nyawa demi negara.
Nishida, yang telah menempuh pendidikan tinggi di sebuah universitas, menyadari
bahwa Jepang tidak bisa menang dengan mudah dalam perang ini. Ia memikirkan
apa yang akan terjadi dengan Jepang jika Jepang kalah dalam perang. Oleh
karena itu, Nishida mendedikasikan hidupnya supaya Jepang bisa memulihkan
perdamaian. Ia yakin bahwa tindakannya akan menyokong kehormatan bangsa.
Universitas Sumatera Utara
Nishida tewas dalam usia 22 tahun. Tulisan terakhir dalam buku hariannya ditulis pada
dini hari tanggal 11 Mei 1945, hanya beberapa jam sebelum ia bertugas. Ia menulis
bahwa dalam lima jam ke depan, ia akan menabrakkan dirinya ke kapal Sekutu.
Ia juga mengucapkan salam perpisahan untuk semua orang. Ia berharap akan ada
orang yang menyelesaikan hal-hal yang gagal ia selesaikan. Nishida juga menyapa ayah
dan ibunya dalam buku hariannya dan mengatakan bahwa ia akan pergi untuk
menjalankan misi serangan khusus dalam (Hikmah, 2012:79).
Berlawanan dengan Letnan Satu Takamisu Nishida, Sasaki Hachiro tidak
setuju
dengan
pelaksanaan
Kamikaze.
Sasaki
adalah
lulusan
Universitas
Kekaisaran Tokyo. Ia menjadi pilot Kamikaze dan terbunuh dalam menjalankan
tugasnya, dalam usia 22 tahun. Sebelum tewas, ia sempat menuliskan perasaannya
dalam catatan hariannya. Isi tulisannya ialah:
Apakah patriotisme itu? Bagaimana mungkin kita bisa menyetujui
pembunuhan atas jutaan orang, juga pemusnahan HAM atas miliaran
orang di bawah panji-panji gagasan yang abstrak (seperti patriotisme dan
atas nama tanah air) ? Militer Jepang–Sebuah Ketololan Besar! Jika
kekuasaan kapitalisme lama tidak bisa kita hapuskan begitu saja tetapi bisa
kita tumpas dengan kekalahan perang, maka kita mengubah bencana
menjadi suatu kemujuran (Hikmah, 2012:80).
Universitas Sumatera Utara