Bentuk, Fungsi, Dan Makna Ornamen Pada Tiga Bangunanvihara Di Kota Binjai

BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

Dalam bab dua ini penulis akan memaparkan tiga jenis penguraian kajian
pustaka yang berisi tentang hasil penelitian terdahulu, konsep terkait variabel yang
digunakan pada judul skripsi, dan landasan teori sebagai acuan penelitian skripsi
penulis.

2.1 Kajian Pustaka
Kajian pustaka merupakan hasil dari penelitian terdahulu yang memaparkan
pandangan dan analisis yang berhubungan dengan penelitian yang akan diteliti.
Kajian pustaka merupakan hasil dari meninjau, pandangan, pendapat sesudah
mempelajari ( KBBI, 1990:951 ).
Harry Pujianto Yoswara, Imam Santosa, Naomi Haswanto. 2010. dalam
Jurnal “Simbol dan Makna Bentuk Naga (Studi Kasus: Vihara Satya Buddhi
Bandung)”. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Menguraikan tentang simbol dan
makna bentuk naga pada ornamen bangunan Vihara Satya Budhi Bandung menurut
kepercayaan Masyarakat Cina. Selain itu juga menjelaskan kedudukan simbol naga
pada Vihara Satya Budhi dan terhadap ornamen-ornamen lainnya.
Mayang Sari, Sriti dan Soelistio P, Raymond. 2008. dalam Skripsi “Kajian
Ikonografis Ornamen Pada Interior Klenteng Sanggar Agung Surabaya”. Surabaya:

Kristen Petra Press. Menguraikan tentang mengkaji ornamen bangunan Klenteng
Sanggar Agung Surabaya mulai dari bentuk, fungsi dan makna yang terkandung

Universitas Sumatera Utara

dalam ornamen klenteng tersebut. Teori yang digunakan dalam skripsi ini yaitu
menggunakan

teori

ikonografis

dengan

tujuan

untuk

mengidentifikasi,


menggolongkan dan menjelaskan objek-objek visual yang menjadi kajiannya. Teori
ikonografis yaitu kajian tentang isi/muatan simbolik dan budaya (politis, literer,
religius, filosofis dan sosial) dari karya-karya seni rupa. Namun apapun bentuk
kajiannya, istilah umum yang digunakan adalah „ikonografi. Pendekatan ikonografi
bisa diterapkan pada berbagai cabang seni rupa seperti seni lukis, seni patung, seni
kriya, komik dan lain-lain.
Jurnal 南岳寺庙建筑论 Nányuè Sìmiào Jiànzhú Lùn (Zhāng Qí Zhèng, 2003).
Terjemahan jurnal ini adalah Arsitektur Vihara Nanyue. Jurnal ini menganalisis
simbol dan makna ornamen bangunan Vihara Nanyue, serta peran ornamen terhadap
pelaksanaan keagamaan.

Tulisan ini memberikan kontribusi tentang fungsi dan

makna ornamen vihara-vihara yang ada di Cina, khususnya Vihara Nanyue.

2.2 Konsep
Konsep adalah istilah, terdiri dari satu kata atau lebih yang menggambarkan
suatu gejala atau menyatakan suatu ide (gagasan) tertentu. Bailey (1982)
menyebutkan sebagai persepsi (mental Image) atau abstraksi yang dibentuk dengan
menggeneralisasikan hal-hal khusus.

Dalam membangun konsep ada dua desain yang perlu diperhatikan, yaitu
generalisasi dan abstraksi. Generalisasi adalah proses bagaimana memperoleh
prinsip atau pendapat dari berbagai pengalaman. Abstraksi yaitu cakupan ciri-ciri
umum yang khas dari fenomena yang dibicarakan.

Universitas Sumatera Utara

2.2.1

Bentuk
Bentuk merupakan penjabaran geometris dari bagian semesta bidang yang

ditempati oleh obyek tersebut, yaitu ditentukan oleh batas-batas terluarnya namun
tidak tergantung pada lokasi (koordinat) dan orientasi (rotasi)-nya terhadap bidang
semesta yang ditempati. Bentuk objek juga tidak tergantung pada sifat-sifat spesifik
seperti: warna, isi, dan bahan. Seorang ahli matematika dan statistik dari Inggris,
David George Kendall mendefinisikan "bentuk" sebagai berikut. Bentuk adalah
seluruh informasi geometris yang akan tidak berubah ketika parameter lokasi, skala,
dan rotasinya dirubah.
Bentuk sederhana dapat diterangkan oleh teori benda geometri dasar (dua

dimensi) misalnya titik, garis, kurva, bidang (misal, persegi atau lingkaran), atau bisa
pula diterangkan oleh benda padat (tiga dimensi) seperti kubus, atau bola. Namun,
kebanyakan bentuk yang kita temui dalam kehidupan sehari-hari adalah bentuk rumit.
Misalnya bentuk pohon dan bentuk garis pantai, yang mana sangat rumit sehingga
diperlukan lebih dari sekedar teori geometri sederhana untuk menganalisanya. Salah
satu teori yang berusaha menganalisa bentuk-bentuk rumit ini adalah teori fraktal
(sumber: wikipedia.or.id).

2.2.2

Fungsi Ornamen Vihara
Dalam pengertian sehari-hari, fungsi adalah guna atau manfaat. Dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:323) fungsi adalah kegunaan suatu hal bagi
hidup suatu masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

Penciptaan suatu karya biasanya selalu terkait dengan fungsi tertentu.
Demikian pula halnya dengan karya seni ornamen yang pencitaan selalu terkait

dengan fungsi atau kegunaan tertentu pula. Fungsi adalah kegunaan suatu hal, dalam
arti lain yaitu peran sebuah unsur dalam suatu objek. Fungsi ornamen pada vihara
biasanya berupa simbol religi atau keagamaan, simbolik, ritual keagamaan, dan
identitas budaya. Selain itu kebanyakan fungsi ornamen vihara sebagai ragam hias
atau estetika yang menunjang keindahan bangunan vihara sehingga bangunan vihara
tersebut terlihat indah dan menarik bagi siapapun yang melihat.

2.2.3 Makna Ornamen Vihara
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:703), makna adalah:
1. Arti atau maksud.
2. Pengertian yang diberikan kepada benda kebahasaan.
3. Aktif makna emotif, denotasi makna kata atau kelompok kata yang didasarkan
atas hubungan lugas antara satuan dan wujud diluar bahasa, seperti orang, benda,
tempat, sifat, proses dan kegiatan.
Ornamen tidak hanya dimanfaatkan untuk menghias suatu benda fungsional,
tetapi juga sebagai elemen penting dalam karya seni. Dalam perkembangan
selanjutnya, penciptaan karya seni ornamen tidak hanya dimaksudkan untuk
mendukung keindahan suatu benda, tetapi lebih jauh disertai dengan semangat
kreativitas seniman.
Ornamen pada bangunan vihara sering menggambarkan bunga, bambu yang

dikombinasikan dengan binatang seperti kijang, kilin, dan kelelawar. Kelelawar bagi
orang Tionghoa mempunyai makna rejeki atau berkah karena kelelawar dalam

Universitas Sumatera Utara

bahasa Tionghoa dialek Hokkian adalah Hok yang berarti rejeki. Gambar-gambar
lambang Pat Sian juga terdapat diantara lukisan bunga dan kelelawar, kedelapan
dewa ini adalah lambang keharmonisan, panjang usia dan kemakmuran.
Ornamen naga juga sering kita jumpai pada bangunan vihara, biasanya sering
terdapat pada atas atap dan tiang penyangga vihara. Naga adalah suatu makhluk
mitos yang melambangkan kekuatan, keadilan, dan penjaga burung suci Selain itu
hiasan naga terkadang digantikan oleh sepasang ikan naga. Ikan ini berkepala dengan
bentuk Liong yang melambangkan keberhasilan setelah mengalami percobaan. Tidak
hanya berupa ornamen hewan, ornamen berupa tumbuh-tumbuhan maupun ornamen
panglima banyak kita lihat pada ornamen arsitektur bangunan vihara. Biasanya,
jenis-jenis ornemen itu mempunyai makna rezeki, makhluk mitos, lambang
supranatural, lambang keberhasilan hidup, dan lain-lain.

2.2.4


Ornamen
Ornamen merupakan salah satu bentuk ekspresi kreatif manusia zaman

dahulu. Ornamen dipakai untuk mendekorasi badan, dipahat pada kayu,tembikartembikar, hiasan pada baju, alat-alat perang, bangunan, serta benda bangunan seni
lainnya. Jenis maupun peletakan ornamen vihara ataupun klenteng pada umumnya
sudah ditentukan sesuai dengan maknanya. Seperti bagian atas altar terkadang
digantungkan panji-panji pujian bagi dewa yang bersangkutan, di sisi kanan kiri
digantungkan papan/kain bertuliskan puji-pujian. Di depan altar biasanya ditutup
oleh secarik kain sutra merah yang disulam aneka pola misalnya: naga, delapan
Hyang Abadi, burung hong dan sebagainya.

Universitas Sumatera Utara

Ornamen pada pintu bangunan vihara seringkali menggambarkan bunga,
bambu yang dikombinasikan dengan binatang seperti kijang, kilin, dan kelelawar.
Gambar-gambar lambang Pat Sian juga terdapat diantara lukisan bunga dan
kelelawar, kedelapan dewa ini adalah lambang keharmonisan, panjang usia dan
kemakmuran. Dewa-dewa dari Pat Sian juga dianggap pelindung berbagai profesi,
misalnya: Han Siang Cu melambangkan pelindung tukang ramal, Co Kok Kiu
melambangkan pelindung pemain sandiwara dan lain-lain. Pada dinding sering

dijumpai lukisan dewa-dewa atau cerita bergambar pendek seperti: cerita Sam Kok,
novel Hong Sin, pengadilan Siam Lo Ong di akhirat dan lain-lain.
Di atas atap bangunan vihara selalu ditempatkan sepasang naga yang
dibentuk dari pecahan porselen dalam kedudukan saling berhadapan untuk berebut
sebuah mutiara. Pada bagian atap bangunan vihara yang lain kadang dihiasi sepasang
naga mengapit Houw Lo, yaitu buah labu yang telah kering sebagai tempat air/arak.
Houw Lou tidak dapat dipisahkan dari bekal para dewa, sehingga dianggap
mempunyai kekuatan gaib untuk menjaga keseimbangan Hong Shui dan menangkal
hawa jahat.
Naga/Liong

(bahasa

Hokkian)

adalah

suatu

makhluk


mitos

yang

melambangkan kekuatan, keadilan, dan penjaga burung suci. Naga adalah hasil
paduan khayalan dari berbagai hewan seperti: berkepala unta, bermata kelinci,
berbadan ular, bertanduk rusa, berpaha harimau, bercakar rajawali, bersisik ikan.
Selain itu hiasan naga kadang digantikan oleh sepasang ikan naga di atas atap
tersebut. Ikan ini berkepala dengan bentuk naga/Liong yang melambangkan
keberhasilan setelah mengalami berbagai masalah.

Universitas Sumatera Utara

Ornamen pada tiang penyangga sering berupa dewa, panglima perang,
tumbuh-tumbuhan, bunga, gajah, kilin, naga, dan lain-lain. Gajah biasanya
digunakan untuk melambangkan roh para dewa binatang..
Makna yang terkandung pada ornamen-ornamen dalam sebuah vihara tidak
akan terlepas hubungannya dengan faktor/segi kehidupan manusia sehari-hari. Bila
dikaitkan dalam hubungannya dengan vihara, maka terdapat tiga faktor yang

mempengaruhinya. Pertama, ornamen sebagai seni dalam kebudayaan. Ada tujuh
unsur kebudayaan yang meliputi bahasa, sistem teknologi, sistem mata pencaharian,
organisasi sosial, sistem pengetahuan, religi, dan kesenian. Dari ketujuh unsur
tersebut bila dikaitkan hubungannya dengan ornamen maka ornamen termasuk dalam
unsur kesenian. Ornamen sebagai seni dalam suatu kebudayaan merupakan segala
ekspresi hasrat manusia akan keindahan, dan keindahan itu sendiri adalah suatu
konsep abstrak yang dapat dinikmati melalui konteks tertentu.
Kedua, ornamen sebagai simbol-simbol religi suatu budaya. Memahami
ornamen sebagai simbol-simbol budaya dan religi, sangat terkait dengan kontekstual
masyarakat dan kebudayaan sendiri. Kebudayaan adalah sebuah pola dari maknamakna yang tertuang dalam simbol-simbol yang diwariskan melalui sejarah.
Kebudayaan adalah sistem dari konsep-konsep yang diwariskan, dituangkan, dan
diungkapkan dalam bentuk-bentuk simbolik melalui manusia berkomunikasi,
mengekalkan dan mengembangkan pengetahuan tentang kehidupan ini. Simbol
dianggap terbentuk melalui dinamisasi interaksi sosial yang diberikan turun-temurun
secara historis dan berisikan nilai-nilai acuan, dan memberikan petunjuk bagaimana
masyarakat tertentu berperilaku dalam menjalani hidup.

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa satu sistem

simbol merupakan segala sesuatu yang memberikan ide kepada seseorang, di mana
seseorang berangkat dari sebuah ide, dan simbol-simbol menciptakan perasaan dan
motivasi kuat, mudah menyebar dan tidak mudah hilang dalam diri seseorang.
Agama sebagai motivasi yang menyebabkan orang merasakan dan melakukan
sesuatu, motivasi ini dibimbing oleh seperangkat nilai-nilai. Inilah yang memberikan
batasan yang baik atau buruk, apa yang penting, apa yang benar atau salah bagi
dirinya.
Ketiga, ornamen sebagai ideologi. Ornamen dalam hubungannya dengan
ideologi biasanya berkaitan dengan hal-hal yang bersifat mitos. Mitos oleh manusia
dipakai sebagai media komunikasi guna memenuhi kebutuhan non fisik. Mitos
memberikan pemahaman sesuatu diluar kemampuan manusia untuk memahami suatu
fakta yang terjadi, hal semacam ini sering dijumpai pada ornamen-ornamen yang
menceritakan tentang asal mula kehidupan manusia. Mitos merupakan uraian naratif
sesuatu yang sakral, yaitu kejadian-kejadian yang luar biasa di luar pikiran manusia
dan mengatasi pengalaman sehari-hari manusia, dari hal ini bisa didapat makna
sesungguhnya dari ornamen sendiri. Disamping itu ornamen juga dapat disebut
sebagai alat komunikasi tradisional yang tak langsung sebagai salah satu cara dalam
berhubungan dengan sesama maupun dengan penguasa alam semesta.

2.2.5

Vihara
Vihara adalah rumah pemujaan bagi dewa, dewi, atau arwah orang-orang suci,

arwah pahlawan, arwah leluhur, bahkan barang-barang yang disucikan seperti

Universitas Sumatera Utara

pedang, jangkar, dan lain-lain. Kadang-kadang juga patung dari penguasa hutan,
gunung, laut, juga binatang tertentu seperti macan, naga, dan lain-lain.
Dewa dan dewi yang dimaksud ada umumnya merupakan tokoh-tokoh yang
diceritakan pada buku Si Yu Ci (Xi Youji), yaitu riwayat pendeta Tong Sam Cong
(Tong Xuan Zang ) yang dikawal oleh Sun Go Kong (Sun Wu Kong), Cu Pat Ce (Zhu
Bajie ), dan Sasen (Shaseng) ke arah barat mengambil kitab suci Buddha. Dewa dan
dewi yang disembah antara lain Kwan Im (Guan Yin) sebagai Dewi Pengasihan, Toa
Pek Kong (Da Bogong) sebagai Dewa Pengawal Kota. Delapan dewa yang
mengajarkan kebaikan yaitu Han Tang Kung sebagai Dewa Obat/ Dewa Pengobatan
yang dapat menyembuhkan penyakit, dan dewa-dewi lainnya.

2.2.6

Kota Binjai
Binjai adalah salah satu kota yang berada di wilayah provinsi Sumatera Utara,

Indonesia. Binjai terletak 22 km di sebelah barat ibukota provinsi Sumatera Utara,
Medan. Sebelum berstatus kotamadya, Binjai adalah ibukota Kabupaten Langkat
yang kemudian dipindahkan ke Stabat. Binjai berbatasan langsung dengan
Kabupaten Langkat di sebelah barat dan utara serta Kabupaten Deli Serdang di
sebelah timur dan selatan. Binjai merupakan salah satu daerah dalam proyek
pembangunan. Saat ini, Binjai dan Medan dihubungkan oleh jalan raya Lintas
Sumatera yang menghubungkan antara Medan dan Banda Aceh. Oleh karena ini,
Binjai terletak di daerah strategis di mana merupakan pintu gerbang Kota Medan
ditinjau dari provinsi Aceh.

Universitas Sumatera Utara

Sumber : Pemerintah Kota Binjai, 2013
Gambar 1. Peta Kota Binjai

Universitas Sumatera Utara

Kota Binjai terbagi atas 5 kecamatan yang kemudian dibagi lagi menjadi 37
kelurahan dan desa. Lima kecamatan tersebut masing-masing adalah Binjai Kota,
Binjai Utara, BinjaiSelatan, Binjai Barat, dan Binjai Timur. Kota Binjai merupakan
kota multi etnis, dihuni oleh suku Jawa, suku Batak Karo, suku Tionghoa, suku
Melayu, dan lain-lain. Kemajemukan etnis ini menjadikan Binjai kaya akan
kebudayaan yang beragam. Tidak hanya kemajemukan suku bangsa, tetapi agama
yang dianut oleh masyarakat kota Binjai sangat beragam, antara lain: islam, Kristen,
Buddha, dan hindu. Agama islam merupakan agama yang paling banyak dianut oleh
masyarakat kota Binjai.

Gambar 2. Kantor Walikota Binjai

Universitas Sumatera Utara

Kota Binjai sejak lama dijuluki sebagai kota rambutan karena rambutan
Binjai memang sangat terkenal dan manis. Bibit rambutan asal Binjai ini telah
tersebar dan dibudidayakan di berbagai tempat di Indonesia seperti Blitar, Jawa
Timur menjadi komoditi unggulan daerah tersebut.

2.3 Landasan Teori
Furchan (1982) mengatakan, “Teori merupakan suatu keterangan sementara
tentang

gejala-gejala

yang

dapat

digunakan

untuk

meramalkan

dan

mengendalikannya”. Sementara itu Sugiyono (2008: 80) berpendaat bahwa, “teori
adalah generalisasi atau kumpulan generalisasi yang dapat digunakan untuk
menjelaskan berbagai fenomena secara sistematik”.
Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa teori merupakan suatu
konseptualisasi terhadap variabel-variabel yang berfungsi untuk menjelaskan,
meramalkan, dan mengendalikan gejala-gejala. Suatu teori dapat dibangun dari faktafakta yang diamati, yang akhirnya harus diuji dengan fakta lain yang diperoleh dari
pengamatan selanjutnya. Untuk menganalisis lebih dalam fungsi dan makna ornamen
bangunan vihara Setia Dharma, Vihara Sanatha Maitreya, dan Vihara Thai Siong Li
Lau Cin, penulis menggunakan teori fungsionalisme dan teori semiotik.

Universitas Sumatera Utara

2.3.1 Teori Semiotik
Semiotik berasal dari bahasa Yunani yaitu semeion yang berarti tanda. Dalam
bahasa Inggris itu adalah ilmu yang mempelajari sistem tanda seperti: bahasa, kode,
sinyal, dan sebagainya.
Roland Barthes (1915-1980) mengemukakan, dalam teorinya tersebut Barthes
mengembangkan semiotika menjadi dua tingkatan pertandaan, yaitu tingkat denotasi
dan konotasi. Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan
penanda dan petanda pada realitas, menghasilkan makna eksplisit, langsung, dan
pasti. Konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan
petanda yang di dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan
tidak pasti (Yusita Kusumarini, 2006).
Roland Barthes adalah penerus pemikiran Saussure. Saussure tertarik pada
cara kompleks pembentukan kalimat dan cara bentuk-bentuk kalimat menentukan
makna, tetapi kurang tertarik pada kenyataan bahwa kalimat yang sama bisa saja
menyampaikan makna yang berbeda pada orang yang berbeda situasinya.
Roland Barthes meneruskan pemikiran tersebut dengan menekankan
interaksi antara teks dengan pengalaman personal dan kultural penggunanya.
Gagasan Barthes ini dikenal dengan “order of signification”, mencakup denotasi
(makna sebenarnya) dan konotasi (makna tidak sebenarnya). Di sinilah titik
perbedaan Saussure dan Barthes meskipun Barthes tetap mempergunakan istilah
signifier-signified yang diusung oleh Saussure.
Barthes juga melihat aspek lain dari penandaan yaitu “mitos” yang menandai
suatu masyarakat. “Mitos” menurut Barthes terletak pada tingkat kedua penandaan,
jadi setelah terbentuk sistem sign-signifier-signified, tanda tersebut akan menjadi

Universitas Sumatera Utara

penanda baru yang kemudian memiliki petanda kedua dan membentuk tanda baru.
Jadi, ketika suatu tanda yang memiliki makna konotasi kemudian berkembang
menjadi makna denotasi, maka makna denotasi tersebut akan menjadi mitos.
Penulis menggunakan teori semiotik yang dikemukakan oleh Roland Barthes
untuk menganalisis bentuk dan makna ornamen pintu, atas atap, dan tiang penyangga
pada Vihara Setia Dharma, Vihara Sanatha Maitreya, dan Vihara Thai Siong Li Lau
Cin.
2.3.2 Teori Fungsionalisme
Pengertian

fungsi

merujuk

pada

manfaat

budaya

bagi

sesuatu.

Fungsionalisme akan terkait dengan sifat dasar budaya manusia. Sifat–sifat tersebut
merupakan realitas budaya yang sulit diabaikan. Kehidupan budaya tidak jauh
berbeda dengan organism hidup. Untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia
membutuhkan organisasi yang akan menciptakan budaya tertentu. Organisasi budaya
tersebut sering dinamakan institusi. Konsep ini mengimplikasikan serangkain nilai
tradisional sehingga umat manusi menjadi bersatu dalam komunitas budaya. Karena
itu, penelitian kebudayaan hendaknya dapat menunjuk kepada realitas lain yang
sejalan dengan hukum secara umum.
Model analisis fungsionalisme yang dipelopori oleh Malinowski, telah
menawarkan pilar analisis tersendiri. Fungsionalisme budaya menghendaki agar
peneliti mampu mengeksplorasi ciri sistematik budaya tertentu. Artinya, peneliti
harus mengetahui kaitan antara institusi dengan stuktur masyarakat sehingga
membentuk sebuah kesatuan yang bulat.
Penelitian budaya secara fungsional menurut Malinowski (1944:87)
mengatakan, “hendaknya mampu menganalisis kebutuhan dasar dan kebutuhan

Universitas Sumatera Utara

sekunder manusia”. Kedua kebutuhan tersebut berfungsi untuk mempertahankan
kebudayaan dari kemusnahan.
Untuk meneliti fungsi ornamen arsitektur bangunan Vihara pada penelitian
ini, penulis menggunakan teori fungsionalisme yang dikemukakan oleh Malinowski.
Teori fungsionalisme mengacu pada fungsi ornamen pintu, atas atap, dan tiang
penyangga pada Vihara Setia Dharma, Vihara Sanatha Maitreya, dan Vihara Thai
Siong Li Lau Cin.

Universitas Sumatera Utara