Penetapan Kadar Minyak Atsiri Pada Cengkeh

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Cengkeh
Tanaman cengkeh berasal dari kepulauan Maluku. Pada abad ke-18 Perancis
menyelundupkan tanaman ini dan menanamnya di Madagaskar dan Zanzibar. Dan
ternyata tanaman itu tumbuh baik di kedua Negara dan menjadi penghasil cengkeh
di dunia disamping Indonesia (Guenther, 1987).
2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Cengkeh
Kingdom

: Plantae

Divisio

: Spermatophyta

Sub-Divisio

: Angiospermae


Kelas

: Dicotyletydoneae

Ordo

: Myrtales

Famili

: Myrtaceae

Genus

: Eugenia

Species

: Eugenia aromatic; Syzigium aromaticum


2.1.2 Deskripsi Tanaman
Cengkeh (Syzigium aromaticum) termasuk jenis tumbuhan perdu yang
dapat memiliki batang pohon besar dan berkayu keras, cengkeh mampu bertahan
hidup puluhan bahkan sampai ratusan tahun, tingginya dapat mencapai 20-30
meter dan cabang-cabangnya cukup lebat. Cabang-cabang dari tumbuhan cengkeh
tersebut pada umumnya panjang dan dipenuhi oleh ranting-ranting kecil yang

Universitas Sumatera Utara

mudah patah. Mahkota atau juga lazim disebut tajuk pohon cengkeh berbentuk
kerucut (Hapsoh, 2011).
Bunga dan buah Cengkeh akan muncul pada ujung ranting daun dengan
tangkai pendek serta berdandan. Tangkai buah pada awalnya berwarna hijau, dan
berwarna merah jika bunga sudah mekar. Cengkeh akan dipanen jika sudah
mencapai panjang 1,5-2 cm. Pada saat masih muda bunga cengkeh berwarna
keungu-unguan, kemudian berubah lagi menjadi merah muda apabila sudah tua.
Bunga cengkeh kering akan berwarna coklat kehitaman dan berasa pedas sebab
mengandung minyak atsiri. Umumnya cengkeh pertama kali berbuah pada umur
4-7 tahun (Hapsoh, 2011).
2.1.3 Syarat Tumbuh

Tanaman cengkeh tumbuh baik pada daerah antara 20 oLU – 20 o LS. Suhu
udara yang cocok untuk tanaman cengkeh adalah 21-35oC dengan ketinggian ideal
200-300 m dpl. Tanaman cengkeh tumbuh dan berproduksi pada dataran rendah,
sedangkan pada dataran tinggi tanaman cengkeh lambat bahkan tidak berproduksi
sama sekali. Tumbuhan cengkeh akan tumbuh dengan baik apabila cukup air dan
mendapat sinar matahari langsung. Di Indonesia, cengkeh cocok ditanam baik
didaerah daratan rendah dekat pantai maupun dipegunungan pada ketinggian 900
meter di atas permukaan laut. Tanaman cengkeh menghendaki kesuburan tanah
yang sedang dengan strukutur tanah gembur dan solum tanah dalam serta
bedrinase baik, dengan pH 5,5-6,5. Lahan yang dipilih sebaiknya bertopografi
miring, agar tidak tergenang (Hapsoh, 2011).

Universitas Sumatera Utara

Tanaman cengkeh juga menghendaki iklim dengan curah hujan yang merata
sepanjang tahun karena tanaman ini tidak tahan terhadap musim kemarau yang
terlalu berkepanjangan. Curah hujan yang dikehendaki pada bulan kering berkisar
antara 60-80 mm per bulan atau menghendaki bulan-bulan basah selama sembilan
bulan dan bulan-bulan kering selama tiga bulan dengan curah hujan berkisar
antara 2.000 – 4.000 mm per tahun (Lutony, 2000).


2.2

Minyak Cengkeh
Minyak cengkeh merupakan minyak atsiri fenol. Diperoleh dari bagian-

bagian tertentu tanaman cengkeh, yaitu dari bunga, gagang, atau tangkai bunga
dan daun cengkeh. Minyak cengkeh dapat dihasilkan dari ketiga bagian tanaman
cengkeh (Lutony, 2000).
Tanaman cengkeh berasal dari Maluku. Sekarang banyak tumbuh di
Zanzibar, Tanzania, Amerika latin, Brasil. Bagian tanaman yang dimanfaatkan
adalah bunga dan daun. Namun demikian, bunga lebih utama dimanfaatkan
karena mengandung minyak atsiri sampai 20% disebut sebagai oleum
caryphyllum. Minyak cengkeh, terutama tersusun oleh eugenol, yaitu sampai 95%
dari jumlah minyak atsiri keseluruhan (Gunawan, 2010).
Tingkat kemasakan bunga sangat berpengaruh terhadap mutu cengkeh. Saat
terbaik untuk panen cengkeh adalah ketika bunga cengkeh tumbuh penuh dan
warna dari pangkal bunganya telah berubah dari hijau ke merah muda. Apabila
dipanen terlalu awal, bunga cengkeh berkerut dan mengandung eugenol yang
rendah setelah pengeringan. Sebaliknya, jika panen terlalu lambat bunga sudah


Universitas Sumatera Utara

terlanjur mekar sehingga setelah dikeringkan diperoleh bunga cengkeh dengan
kualitas rendah, tanpa kepala, dan rendemennya rendah (Kardinan, 2005).
Parameter syarat mutu minyak cengkeh dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah
ini.
Tabel 1 Parameter Syarat Mutu Minyak Cengkeh SNI 01-3392-1994
No

Spesifikasi

Satuan

1
2

Ukuran
Warna


-

3

Bau

-

4

Bahan asing
(bobot/bobot) maks
Gagang cengkeh
(bobot/bobot) maks
Cengkeh inferior
(bobot/bobot) maks
Cengkeh rusak
Kadar air
(bobot/bobot) maks
Kadar minyak atsiri

(bobot/bobot) maks

%

Rata
Coklat
kehitamhitaman
mengkilap
Tidak
“ apek”
0.5

%

I

5
6
7
8

9

Mutu
II
Rata
Coklat
Kehitamhitaman

II

Tidak
“apek”
1.0

Rata
Coklat
Kehita
mhitaman
Tidak
“apek”

1,0

1,0

3,0

5,0

%

2,0

2,0

5,0

%

Negatif
14,0


Negatif
14,0

Negatif
14,0

%

20

18

16

2.2.1 Penentuan Kadar Minyak Atsiri pada Minyak Cengkeh
Penentuan kadar minyak atsirinya dapat dilakukan dengan metode
penyulingan air. Dimana simplisia yang digunakan mengalami kontak langsung
dengan air mendidih. Dan minyak akan tertampung di alat destilasi dan dihitung
kadarnya.

Minyak bunga cengkeh warnanya coklat, bau aromatik kuat, rasa agak
pedas. Tanaman cengkeh memiliki kandungan minyak atsiri dengan jumlah cukup

Universitas Sumatera Utara

besar, baik dalam bunga (10-20%), tangkai (5-10%) maupun daun (1-4%). Bagian
bunga mengandung fixed oil(lemak), resin, tanin, protein, selulosa, 11 pentosan
dan mineral dengan minyak atsiri sebagai komponen yang paling banyak
kandungan utama minyak atsiri bunga cengkeh adalah eugenol (70-80%)
(Guenther, 1987). Kualitas minyak cengkeh dievaluasi dari kandungan fenol,
terutama eugenol. Karena minyak cengkeh mengandung beberapa aseteugenol
(eugenol asetat), sebagai tambahan kepada eugenol bebas, telah menjadi
kebiasaan untuk menyabunkan zat yang tersebut terdahulu dan melaporkan
kandungan fenol total sebagai eugenol. Minyak yang baru disuling hampir tidak
berwarna sampai kekuningan, cairan yang refraktif kuat, yang semakin menggelap
oleh aging atau ketuaan. Bau dan flavornya bersifat tipikal rempah, aromatik
tinggi, kuat, dan tahan lama (Guenther,1987).
Spesifikasi minyak atsiri pada bunga cengkeh dapat dilihat pada Tabel 2
dibawah ini.
Tabel 2. Spesifikasi Minyak Atsiri Bunga Cengkeh Sesuai SNI 06-4267-1996
No
1

Jenis Uji

Persyaratan

Keadaan

1.1

Warna

1.2

Bau

Tidak berwarna – kuning muda
Khas minyak cengkeh

2

Bobot Jenis 200C/200C

1.030-1.060

3

Indeks Bias (nD20)

1,527-1,535

Universitas Sumatera Utara

2.2.2 Mutu Minyak Cengkeh
Komponen yang terkandung di dalam minyak cengkeh adalah terpena dan
turunannya, sama dengan komponen yang terdapat dalam minyak atsiri lain.
Terpena sangatlah penting dalam kegiatan industri. Komponen ini banyak
digunakan dalam parfum, flavor, obat-obatan, cat plastik, dan lain sebagainya.
Jenis terpena yang penting dalam minyak cengkeh yaitu eugenol. Menurut
Guenther, kadar terpena dalam minyak cengkeh mencapai 70-90%. Terpena yang
lainnya, diantaranya berupa eugenol asetat dan caryophylene. Ketiga senyawa
terpena tersebut menjadi komponen utama penyusun minyak cengkeh dengan
kadar total dapat mencapai 99% dan minyak atsiri yang dikandungnya (Lutony,
2000).
Kandungan minyak atsiri di dalam bunga cengkeh mencapai 21,3% dengan
kadar eugenol antara 78-95%. Menurut Gilddemister dan Hoffman, sifat fisik dan
kimia minyak bunga cengkeh adalah berat jenis pada 15oC antara 1.0465-1.0681,
putaran optic antara 0- (-) 2o30, dan kandungan eugenol antara 79-95 (Lutony,
2000).
2.2.3 Kegunaan Minyak Cengkeh
Pemanfaatan minyak cengkeh cukup luas terutama untuk penggunaan
dalam industri makanan, minuman dan rokok kretek. Cengkeh juga dimanfaatkan
dalam industri wewangian dan bahan untuk pembuatan vanillin sintetis yang
banyak digunakan dalam industri makanan dan minuman. Dan selain industri
makanan, minuman, rokok kretek dan wewangian. Cengkeh juga sudah lama
digunakan sebagai pengobatan sehari-hari karena minyak cengkeh mempunyai

Universitas Sumatera Utara

efek farmakologi sebagai stimulan, anestetik lokal, karminatif, antiemetik,
antiseptik dan antispasmodik (Nurdjannah, 2004).

2.3

Minyak Atsiri
Minyak atsiri merupakan senyawa, yang pada umumnya berwujud cairan,

yang diperoleh dari bagian tanaman, akar, kulit, batang, daun, buah, dan biji
maupun dari bunga dengan beberapa cara penyulingan minyak atsiri
(Sastrahamidjojo, 2004).
Minyak atsiri juga dikenal minyak eteris (aetheric oil), minyak esensial
dan minyak aromatik adalah kelompok besar minyak nabati yang berupa cairan
kental namun mudah menguap sehingga memberikan aroma yang khas. Minyak
atsiri merupakan bahan dasar dari wangi-wangian atau minyak gosok (untuk
pengobatan alami). Sulingan minyak atsiri dikenal sebagai biang minyak wangi.
Para ahli menganggap, minyak atsiri merupakan metabolit sekunder yang
biasanya berperan sebagai alat pertahanan diri agar tidak dimakan oleh hewan
(hama) ataupun sebagai agen untuk bersaing dengan tumbuhan lain dalam
mempertahankan ruang hidup (Admin, 2011).
2.3.1 Sifat-sifat Minyak atsiri
Adapun sifat-sifat minyak atsiri diterangkan sebagai berikut.
- Tersusun oleh bermacam- macam komponen senyawa
- Memiliki bau khas. Umumnya bau ini mewakili bau tanaman asalnya. Bau
minyak atsiri satu dengan yang lain berbeda-beda, sangat tergantung dari
macam dan intensitas bau dari masing-masing komponen penyusunnya.

Universitas Sumatera Utara

- Mempunyai rasa getir, kadang-kadang berasa tajam, menggigit, memberi
kesan hangat sampai panas, atau justru dingin ketika terasa di kulit,
tergantung dari jenis komponen penyusunnya.
- Dalam keadaan murni (belum tercemar oleh senyawa lain) mudah
menguap pada suhu kamar sehingga bila diteteskan pada selembar kertas
maka ketika dibiarkan menguap, tidak meninggalkan bekas noda pada
benda yang ditempel.
- Bersifat tidak bisa disabunkan dengan alkali dan tidak bisa berubah
menjadi tengik.
- Indeks bias umumnya tinggi.
- Pada umumnya bersifat optis aktif dan memutar bidang polarisari dengan
rotasi yang spesifik karena banyak komponen penyusun yang memiliki
atom C asimetrik.
- Pada umumnya tidak dapar bercampur dengan air, tetapi cukup dapat larut
hingga dapat memberikan baunya kepada air walaupun kelarutannya
sangat kecil.
- Sangat mudah larut dalam pelarut organik (Gunawan, 2010).
2.3.2 Parameter Minyak Atsiri
Beberapa parameter yang biasanya dijadikan standar untuk
mengenali kualitas minyak atsiri meliputi:
2.3.2.1 Bobot Jenis
Bobot jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan mutu
dan kemurnian minyak atsiri. Dari seluruh sifat fisika-kimia, nilai bobot jenis

Universitas Sumatera Utara

sudah sering dicantumkan dalam pustaka. Nilai bobot jenis minyak atsiri berkisar
antara 0,696-1,188 pada 15 derajat. Piknometer adalah alat penetapan bobot jenis
yang praktis dan tepat digunakan. Bentuk kerucut piknometer bervolume sekitar
10 ml, dilengkapi dengan sebuah termometer dan sebuah kapiler dengan gelas
penutup (Guenther, 1987).
2.3.2.2 Indeks Bias
Indeks bias minyak merupakan perbandingan sinus sudut sinar jatuh dan
sinus sudut sinar pantul cahaya yang melalui minyak. Pembiasan ini disebabkan
karena adanya interaksi antara gaya elektrostatik dan elektromagnetik atom-atom
dalam molekul minyak. Pengujian ini dapat digunakan untuk mengetahui
kemurnian minyak (Sudarmadji, 1989).
Menurut Guenther, Jika cahaya melewati media kurang padat ke media
lebih padat, maka sinar akan membelok atau “membias” dari garis normal. Jika e
adalah sudut sinar pantul, dan i sudut sinar datang, maka menurut hukum
pembiasan dimana n adalah indeks bias media kurang padat, dan N, indeks bias
media lebih padat. Refraktometer adalah alat yang tepat dan cepat untuk
menetapkan nilai indeks bias. Dari beberapa tipe refraktometer maka yang
dianggap paling baik adalah refraktometer pulfrich dan Abbe (Guenther,1987).
2.3.3 Metode Penyulingan Minyak atsiri
Dalam industri minyak atsiri, penyulingan minyak atsiri dapat dibagi
menjadi 3 metode penyulingan antara lain sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

2.3.3.1 Penyulingan Dengan Air
Pada metode ini, bahan yang akan disuling kontak langsung dengan air
mendidih. Bahan tersebut mengapung di atas air atau terendam secara sempurna
tergantung dari bobot jenis dan jumlah bahan yang disuling. Air dipanaskan
secara langsung. Sejumlah bahan tanaman ada kalanya harus diproses dengan
penyulingan air sewaktu terendam dan bergerak bebas dalam air mendidih.
Sedangkan bila bahan tersebut diproses dengan penyulingan uap maka akan
menyebabkan terjadinya pengumpulan hingga uap tidak menembusnya.
Penyulingan air ini tidak ubahnya bahan tanaman direbus secara langsung
(Sastrahamidjojo, 2004).
2.3.3.2 Penyulingan Dengan Uap dan Air
Bahan tanaman yang akan diproses secara penyulingan uap dan air
ditempatkan dalam suatu tempat yang bagian bawah dan tengah berlobang-lobang
yang ditopang di atas dasar alat penyulingan. Bagian bawah alat penyulingan diisi
air sedikit di bawah dimana bahan ditempatkan. Air dipanaskan dengan api seperti
pada penyulingan air di atas. Bahan tanaman yang akan disuling hanya terkena
uap, dan tidak terkena air yang mendidih. Kemudian bentuk dan bagian-bagian
alat penyulingan ini akan diuraikan (Sastrahamidjojo, 2004).
2.3.3.3 Penyulingan Dengan Uap
Cara ketiga dikenal sebagai penyulingan uap atau penyulingan uap
langsung dan perangkatnya mirip dengan kedua alat penyuling sebelum hanya
saja tidak ada air dibagian bawah alat. Uap yang digunakan lazim memiliki
tekanan yang lebih besar daripada tekanan atsmosfer dan dihasilkan dari hasil

Universitas Sumatera Utara

penguapan air yang berasal dari suatu pembangkit uap air. Uap air yang dihasilkan
kemudian dimasukkan ke dalam alat penyulingan (Sastrahamidjojo, 2004).
Pada dasarnya tidak ada perbedaan yang mendasar dari ketiga proses penyulingan.
Tetapi bagaimanapun juga dalam prakteknya hasilnya akan berbeda bahkan
kadang-kadang perbedaan ini sangat berarti, karena tergantung pada metode yang
dipakai dan reaksi-reaksi kimia yang terjadi selama berlangsungnya penyulingan
(Guenther, 1987).

Universitas Sumatera Utara